Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN An.

A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


BAWAH GARIS MERAH DI RUANG POLI ANAK UPT
PUSKESMAS PANARUNG PALANGKA RAYA

OLEH:
NICO ANDI PURNOMO SINDU
(2020-01-14901-039)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020
ASUHAN KEPERAWATAN An.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS
BAWAH GARIS MERAH DI RUANG POLI ANAK UPT
PUSKESMAS PANARUNG PALANGKA RAYA

Dibuat Sebagai Syarat Menyelesaikan Stase Keperawatan Anak Pada


Program Studi Ners Di STIKes Eka Harap Palangka Raya

OLEH:
NICO ANDI PURNOMO SINDU
(2020-01-14901-039)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini disusun oleh:


Nama : Nico Andi Purnomo Sindu
NIM : 2020-01-14901-039
Judul : Asuhan Keperawatan Pada An.A Dengan Diagnosa Medis
Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT Puskesmas
Panarung Palangka Raya.

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Anak Program Studi Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah di setujui oleh :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

Ayu Puspita, Ners, M.Kep. Aprihatin Widayati, S.Kep.


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh:


Nama : Nico Andi Purnomo Sindu
NIM : 2020-01-14901-039
Judul : Asuhan Keperawatan Pada An.A Dengan Diagnosa Medis
Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT Puskesmas
Panarung Palangka Raya.

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Anak Program Studi Profesi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah di setujui oleh :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

Ayu Puspita, Ners, M.Kep. Aprihatin Widayati, S.Kep.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah
tangga (kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya), masalah
kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami
masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi
secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Sekarang ini masalah gizi
mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja
melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas
hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita
penyakit gizi buruk Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu
sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan
gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh masing-masing orang. Masalah gizi semula dianggap sebagai
masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan
medis/kedokteran. Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan
produktivitas. Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak.
Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi
pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam
kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya
gangguan gizi terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan
kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya
kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan
tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil
penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih
berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang
dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak-anak boleh dibilang
sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat
gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris dua
kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas
permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang hilang
atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi
yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana
berdasarkan berat badan Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang
sedang tumbuh merupakan masalah serius.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada An.A Dengan Diagnosa Medis Bawah
Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya.?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan Asuhan Keperawatan ini adalah agar penulis
mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif yang meliputi
bio, psiko, sosial dan spiritual pada pasien dengan Asuhan Keperawatan
Keperawatan Anak dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian Pada An.A Dengan Diagnosa Medis Bawah Garis
Merah Di Ruang Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Pada An.A
Dengan Diagnosa Medis Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT
Puskesmas Panarung Palangka Raya.
3) Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada
An.A Dengan Diagnosa Medis Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT
Puskesmas Panarung Palangka Raya.
4) Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibuat pada
An.A Dengan Diagnosa Medis Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT
Puskesmas Panarung Palangka Raya.
5) Membuat evaluasi asuhan keperawatan Pada An.A Dengan Diagnosa Medis
Bawah Garis Merah Di Ruang Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka
Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan Anak pada pasien dengan diagnosa Bawah Garis
Merah (BGM).
1.4.2 Praktis
1) Ilmu Pengetahuan
Mengembangkan ilmu pengetahuan terbaru khususnya dalam bidang
keperawatan serta dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
2) Institusi Tempat Praktik
Memberikan informasi tentang asuhan keperawatan Anak dan Bawah Garis
Merah dari penyebab, tanda dan gejala, serta perencanaan dan penatalaksaan
asuhan keperawatan.
3) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan, proses keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan
sehingga dapat memberikan umpan balik terhadap efektivitas pengajaran dan
bimbingan yang telah diberikan dan diterapkan untuk kemajuan dimasa mendatang.
4) Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pasien dengan diagnosa Bawah Garis Merah (BGM) pada Stase
Keperawatan Anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World Health Organization-National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).
Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM
) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor
dan kwasiorkor.
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita).
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan
terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP
berat).

2.2 Etiologi
1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita
b. Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi.
Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat
gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang
diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi
sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan
susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan
menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang
lebih tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadi lebih baik.
e. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah
yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki
pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal.
f. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk
tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
g. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang
sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi
makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin
adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan
anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.
h. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan
tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-
anak yaitu Kwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat
berat. Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.
3. Environment (Lingkungan)
a. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan.
b. Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food
insecurity).
2.3 Manifestasi Klinis
 Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah
terangsang. Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
 Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi
badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak
mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
 Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam,
kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut
mungkin edema anasarka.
 Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan
tipis dan lembek.
 Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare
terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya
mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi).
Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
 Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
Pada taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna
pucat atau putih, juga dikenal signo de bandero.

2.4 Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan
otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di
hati.
Pathway
2.5 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun
 Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
 Tes mantoux
 EKG
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian Keperawatan


1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak mau
makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua
kaki, kadang sampai seluruh tubuh
2. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
3. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi:
keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan
wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus pengkajian
pada anak dengan Kwashiorkor adalah :
a. Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta
asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.
Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar baby).
b. Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi
badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
c. Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium
lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi
pasif. Perubahan mental bisa menjadi tanda anak mengalami dehidrasi. Gizi buruk
dapat mempengaruhi perkembangan mental anak. Terdapat dua hipotesis yang
menjelaskan hal tersebut: karakteristik perilaku anak yang gizinya kurang
menyebabkan penurunan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini
selanjutnya akan menimbulkan outcome perkembangan yang buruk, hipotesis lain
mengatakan bahwa keadaan gizi buruk mengakibatkan perubahan struktural dan
fungsional pada otak.
d. Status cairan dan elektrolit
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat.
Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia,
gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e. Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture),
maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala
yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut
akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering
bulu mata menjadi panjang. Rambut yang mudah dicabut di daerah temporal (Signo
de la bandera) terjadi karena kurangnya protein menyebabkan degenerasi pada
rambut dan kutikula rambut yang rusak. Rambut terdiri dari keratin (senyawa
protein) sehingga kurangnya protein akan menyebabkan kelainan pada rambut.
Warna rambut yang merah (seperti jagung) dapat diakibatkan karena kekurangan
vitamin A, C, E.
f. Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit
karena habisnya cadangan energi maupun protein. Pada sebagian besar penderita
dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan.
Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau
ekskreta, seperti pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan
sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah
yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu
saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung
pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. Kurangnya
nicotinamide dan tryptophan menyebabkan gampang terjadi radang pada kulit.
g. Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis,
dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h. Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang
hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan
tanda fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi
akibat defisiensi faktor lipotropik.
i. Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat
dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang
penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat,
B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang
disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga
menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi
defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen. Bisa terjadi
miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan
hipomagnesemia.
j. Pankreas
Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan
usus halus terjadi perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga
menurunkan produksi enzim pankreas terutama lipase.
k. Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-
kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan
makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada
sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa
infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi
laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi
garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa
usus halus. Pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi defisiensi enzim disakaridase.
l. Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar untuk
dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
m. Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi glomerulus
sehingga GFR menurun.

3.2 Intervensi Keperawatan


1. Dx I: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak
adekuat, anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.
Kriteria:
- Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang
dialami klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang.
- Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan
pemberian diet (per sonde/per oral) sesuai program dietetik.
INTERVENSI RASIONAL
 Jelaskan kepada keluarga  Meningkatkan pemahaman
tentang penyebab malnutrisi, keluarga tentang penyebab dan
kebutuhan nutrisi pemulihan, kebutuhan nutrisi untuk
susunan menu dan pengolahan pemulihan klien sehingga
makanan sehat seimbang, dapat meneruskan upaya terapi
tunjukkan contoh jenis sumber dietetik yang telah diberikan
makanan ekonomis sesuai selama hospitalisasi.
status sosial ekonomi klien
 Tunjukkan cara pemberian  Meningkatkan partisipasi
makanan per sonde, beri keluarga dalam pemenuhan
kesempatan keluarga untuk kebutuhan nutrisi klien,
melakukannya sendiri. mempertegas peran keluarga
dalam upaya pemulihan status
nutrisi klien.
 Laksanakan pemberian  Roborans meningkatkan nafsu
roborans sesuai program terapi. makan, proses absorbsi dan
memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.
 Timbang berat badan, ukur  Menilai perkembangan
lingkar lengan atas dan tebal masalah klien.
lipatan kulit setiap pagi.

2. Dx II: Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare (Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat
Kriteria:
- Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
- Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal,
frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
INTERVENSI RASIONAL
 Lakukan/observasi pemberian  Upaya rehidrasi perlu
cairan per infus/sonde/oral dilakukan untuk mengatasi
sesuai program rehidrasi. masalah kekurangan volume
 Jelaskan kepada keluarga cairan.
tentang upaya rehidrasi dan  Meningkatkan pemahaman
partisipasi yang diharapkan dari keluarga tentang upaya
keluarga dalam pemeliharan rehidrasi dan peran keluarga
patensi pemberian infus/selang dalam pelaksanaan terpi
sonde. rehidrasi.
 Kaji perkembangan keadaan
dehidarasi klien.  Menilai perkembangan
 Hitung balans cairan. masalah klien

 Penting untuk menetapkan


program rehidrasi selanjutnya.

Dx III: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.
Kriteria:
- Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
- Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai
standar usia.
INTERVENSI RASIONAL
 Ajarkan kepada orang tua  Meningkatkan pengetahuan
tentang standar pertumbuhan keluarga tentang
fisik dan tugas-tugas keterlambatan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia anak. dan perkembangan anak.
 Lakukan pemberian makanan/  Diet khusus untuk pemulihan
minuman sesuai program terapi malnutrisi diprogramkan
diet pemulihan. secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan anak dan
kemampuan toleransi sistem
 Lakukan pengukuran antropo- pencernaan.
metrik secara berkala.  Menilai perkembangan
 Lakukan stimulasi tingkat masalah klien.
perkembangan sesuai dengan
usia klien.  Stimulasi diperlukan untuk
 Lakukan rujukan ke lembaga mengejar keterlambatan
pendukung stimulasi perkembangan anak dalam
pertumbuhan dan aspek motorik, bahasa dan
perkembangan personal/sosial.
(Puskesmas/Posyandu)  5. Mempertahankan
kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan
memberdayakan sistem
pendukung yang ada.

Anda mungkin juga menyukai