OLEH:
NICO ANDI PURNOMO SINDU
(2020-01-14901-039)
OLEH:
NICO ANDI PURNOMO SINDU
(2020-01-14901-039)
2.1 Definisi
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan
indikator yang digunakan.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World Health Organization-National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).
Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi empat :
1. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
2. Gizi baik untuk well nourished.
3. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition)/ disebut juga Protien Energi Malnutrisi ( PEM
) atau (MEP) Malnutrisi Energi dan Protein.
4. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor
dan kwasiorkor.
a. Marasmus yaitu keadaan kurang kalori.
b. Kwarshiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak
prasekolah (balita).
c. Marasmus kwashiorkor yaitu keadaan peralihan antara marasmus dan
kwashiorkor.
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan patokan perban dingan berat badan
terhadap umur anak sebagai berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan).
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat).
3. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat).
4. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP
berat).
2.2 Etiologi
1. Agen
a. Makanan tidak seimbang
b. Penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
c. Tidak cukup tersedia pangan atau makanan di keluarga
d. Pola pengasuhan anak yang tidak memadai
e. Keadaan sanitasi yang buruk dan tidak tersedia air bersih
f. Pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai
2. Host
a. Berat Badan Lahir Anak Balita
b. Status Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit dan kematian anak balita yang
disebabkan oleh wabah yang sering terjangkit, artinya anak balita yang telah
memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah
memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu maka jika ada kuman yang masuk
ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman
tersebut.
c. Status ASI Eksklusif
ASI mengandung gizi yang cukup lengkap untuk kekebalan tubuh bayi.
Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat
gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang
diberikan secara dini kepada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi
sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan
susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan
menjadi pemicu terjadinya kurnag gizi pada anak.
d. Pemberian Kolostrum
e. Tingkat pendidikan Ibu
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidkan yang
lebih tingggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadi lebih baik.
e. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan tentang gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah
yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki
pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal.
f. Pekerjaan Ibu
Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk
tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI.
g. Jumlah Anak dalam Keluarga
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata
pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang
sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi makanannya jika yang harus diberi
makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin
adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan
anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan.
h. Penyakit Infeksi
Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan
tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak-
anak yaitu Kwashiorkor atau Marasmus sering didapatkan pada taraf yang sangat
berat. Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan makanan melalui
muntah-muntah dan diare.
3. Environment (Lingkungan)
a. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan
kebersihan lingkungan.
b. Tidak cukupnya persediaan pangan di keluarga (household food
insecurity).
2.3 Manifestasi Klinis
Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah
terangsang. Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi
badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini tidak
mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat dalam,
kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium lanjut
mungkin edema anasarka.
Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan
tipis dan lembek.
Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare
terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya
mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi).
Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
Pada taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna
pucat atau putih, juga dikenal signo de bandero.
2.4 Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino
dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan
otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan
kurangnya produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan
hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport
lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di
hati.
Pathway
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun
Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
Tes mantoux
EKG
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
2. Dx II: Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan
peningkatan kehilangan akibat diare (Carpenito, 2000, hal. 411-419).
Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat
Kriteria:
- Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
- Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal,
frekuensi defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
INTERVENSI RASIONAL
Lakukan/observasi pemberian Upaya rehidrasi perlu
cairan per infus/sonde/oral dilakukan untuk mengatasi
sesuai program rehidrasi. masalah kekurangan volume
Jelaskan kepada keluarga cairan.
tentang upaya rehidrasi dan Meningkatkan pemahaman
partisipasi yang diharapkan dari keluarga tentang upaya
keluarga dalam pemeliharan rehidrasi dan peran keluarga
patensi pemberian infus/selang dalam pelaksanaan terpi
sonde. rehidrasi.
Kaji perkembangan keadaan
dehidarasi klien. Menilai perkembangan
Hitung balans cairan. masalah klien
Dx III: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.
Kriteria:
- Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
- Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai
standar usia.
INTERVENSI RASIONAL
Ajarkan kepada orang tua Meningkatkan pengetahuan
tentang standar pertumbuhan keluarga tentang
fisik dan tugas-tugas keterlambatan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia anak. dan perkembangan anak.
Lakukan pemberian makanan/ Diet khusus untuk pemulihan
minuman sesuai program terapi malnutrisi diprogramkan
diet pemulihan. secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan anak dan
kemampuan toleransi sistem
Lakukan pengukuran antropo- pencernaan.
metrik secara berkala. Menilai perkembangan
Lakukan stimulasi tingkat masalah klien.
perkembangan sesuai dengan
usia klien. Stimulasi diperlukan untuk
Lakukan rujukan ke lembaga mengejar keterlambatan
pendukung stimulasi perkembangan anak dalam
pertumbuhan dan aspek motorik, bahasa dan
perkembangan personal/sosial.
(Puskesmas/Posyandu) 5. Mempertahankan
kesinambungan program
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan
memberdayakan sistem
pendukung yang ada.