Anda di halaman 1dari 41

Studi Kasusku: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Kekurangan Energi Protein (KEP)

PROPOSAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
DI RW IV, KELURAHAN KEMAYORAN, KECAMATAN
KREMBANGAN
SURABAYA

Oleh:

ARUM PUSPITA DEWI


P27820311048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
SURABAYA
2014
PROPOSAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)
DI RW IV, KELURAHAN KEMAYORAN, KECAMATAN
KREMBANGAN
SURABAYA

Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep)


Pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Oleh:

ARUM PUSPITA DEWI


P27820311048

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
SURABAYA
2014

BAB 1
PEDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Nutrisi yang tepat merupakan hal yang paling penting dalam
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan normal anak. Namun, jika
nutrisi yang dibutuhkan oleh anak justru kurang dari kebutuhan anak,
pertumbuhan dan perkembangan anak pun juga akan terganggu. Anak yang
tidak terpenuhi kebutuhan nutrisinya sangat berisiko paling besar untuk
mengalami kurang gizi. Kurang gizi ini akan berdampak pada anak, dikarenakan
kurang gizi dapat menghambat pertumbuhan, anak rentan terhadap penyakit
terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan
(Almatsier, 2009). Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu kasus
kurang gizi yang terbanyak pada anak-anak dan merupakan salah satu
penyebab utama kematian anak di dunia terutama yang berusia kurang dari 5
tahun. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan tidak cukupnya
masukan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh (Behrman, 2010).
Masalah Kekurangan Energi Protein (KEP) ini masih tersebar luas di negara-
negara berkembang, termasuk di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan besaran masalah gizi di Indonesia yaitu
gizi kurang sebesar 17,9 %, pendek 35,6 %, kurus 13,3 % dan gemuk 14,2 %.
Namun, bila dibandingkan angka prevalensi gizi kurang tahun 2007 (18,4 %)
dengan tahun 2010, penurunan prevalensi gizi kurang sangat kecil yaitu 0,5 %
(Rencana kerja pembinaan gizi masyarakat, 2013).
Berdasarkan data yang didapat dari Puskesmas Krembangan Selatan pada tahun 2013 saat penimbangan berat

badan balita massal terdapat satu anak dengan gizi buruk dan 12 anak kurang gizi. Jika dibandingkan dengan

Tahun 2011 yang terdapat 15 anak kurang gizi dan pada tahun 2012 terdapat 10 anak kurang gizi, dari tahun 2011 ke

tahun 2012 sudah ada penurunan, namun angka kurang gizi kembali meningkat pada tahun 2013. Berdasarkan data

tersebut, peningkatan angka kurang gizi tersebut terjadi karena anak yang gizinya sudah mulai membaik dibawa

keluarganya kembali ke daerah asal dan saat kembali ke Surabaya gizinya tidak terpenuhi. Sebagian besar kasus

anak yang mengalami kurang gizi dikarenakan ketidaktahuan orang tua untuk pemenuhan kebutuhan gizi pada anak

dan karena perekonomian keluarga yang tak mencukupi untuk memenuhi asupan anaknya.
Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat terjadi secara primer maupun
sekunder. Kekurangan Energi Protein (KEP) primer disebabkan oleh faktor sosial
atau ekonomi yang mengakibatkan kekurangan makanan, namun pada era
globalisasi ini masyarakat perekonomian menengah ke atas juga dapat
mengalami kurang gizi akibat pembiasaan (pola hidup) anak oleh keluarga
untuk mengkonsumsi makanan ringan (junk food)yang merupakan makanan
yang kurang bernutrisi. Kekurangan Energi Protein (KEP) sekunder terjadi pada
anak dengan berbagai keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan
kalori (misalnya, adanya infeksi, trauma, dan penyakit kanker), peningkatan
kehilangan kalori (misalnya, malabsorpsi/gangguan penyerapan nutrien dari
saluran cerna), penurunan asupan kalori (misalnya, tidak nafsu makan
(anorexia), kanker, pembatasan asupan oral, dan faktor sosial), atau kombinasi
dari ketiga variabel ini (Behrman, 2010).
Menghadapi anak dengan Kekurangan Energi Protein (KEP), perawat dituntut untuk mampu berpikir kritis

dalam melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif serta mampu mengidentifikasi masalah-masalah klien

yang dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan, mampu mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah

keperawatan yang dialami oleh klien, asuhan keperawatan yang diberikan secara holistik yaitu dilihat dari segi

biofisikososial dan spiritual, serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberi asuhan

keperawatan yang optimal.


Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan
status gizi balita menuju gizi baik, yaitu melalui penyuluhan gizi, penimbangan
balita di posyandu, pemantauan status gizi dan survei, Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) pada balita gizi kurang (Rencana kerja pembinaan gizi
masyarakat 2013). Selain itu dibutuhkan peranan perawat dalam upaya
promotif melalui penyuluhan tentang gizi secara luas perlu digerakkan bagi
masyarakat guna perubahan perilaku untuk meningkatkan kurang gizi dan
mencegah bertambahnya jumlah anak yang mengalami malnutrisi, sedangkan
upaya preventif bertujuan untuk meningkatkan kemandirian orang tua akan
pentingnya memeriksakan pertumbuhan balita rutin di pusat pelayanan
kesehatan/posyandu. Kurang Energi Protein (KEP) pada anak di negara
berkembang terutama pada kawasan perkotaan seperti kota Surabaya
menjadikan penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Kurang Energi Protein (KEP).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut Bagaimana melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Kurang Energi Protein (KEP)?.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan gambaran pelaksanaan tentang Kurang
Energi Protein (KEP) secara rinci dan mendalam yang ditekankan pada aspek
asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengkajian pada anak dengan Kurang Energi Protein (KEP) di
RW 4 Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan Surabaya.
2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada anak dengan Kurang Energi
Protein (KEP) di RW 4 Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan Surabaya.
3. Mengidentifikasi rencana tindakan keperawatan pada anak dengan Kurang
Energi Protein (KEP) di RW 4 Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan
Surabaya.
4. Mengidentifikasi pelaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang ditentukan.
5. Menganalisa evaluasi tindakan keperawatan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil studi kasus ini bermanfaat dalam menambahkan pengetahuan
tentang Kurang Energi Protein (KEP) pada anak dengan menggunakan asuhan
keperawatan, serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk bahan
penelitian selanjutnya tentang Kurang Energi Protein (KEP) di RW 4 Kelurahan
Kemayoran Kecamatan Krembangan Surabaya
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan Ahli
Madya Keperawatan sebagai perawat profesional yang memiliki pengetahuan
yang memadai sesuai perkembangan ilmu dan pengetahuan.

1.4.3 Bagi Pasien


Meningkatkan keadaan gizinya, kemudian meningkatkan kemandirian akan
pentingnya memeriksakan pertumbuhan balita rutin di posyandu, posdes,
puskesmas, rumah sakit, bidan atau dokter.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini akan diuraikan tentang konsep yang digunakan
sebagai landasan teori dalam melakukan penelitian tentang Studi Kasus Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Kurang Energi Protein (KEP), meliputi konsep
dasar medis, konsep tumbuh kembang dan konsep dasar asuhan keperawatan.

2.1 Konsep Dasar Medis


2.1.1 Pengertian
1. Pengertian Zat Gizi
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2009.
2. Pengertian Gizi
Gizi (Nutrion) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, matabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2012).

3. Pengertian Status Gizi


Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang gizi, baik,
dan lebih (Almatsier, 2009).
4. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-
hari dan atau gangguan penyakit tertentu (Supariasa, 2012).

2.1.2 Etiologi
Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makanan sumber
energi secara umum dan kekurangan sumber protein (Almatsier, 2009).
Penyebab kurang gizi dapat bersifat primer, yaitu apabila kebutuhan
individu yang sehat akan protein, energi, atau keduanya, tidak dipenuhi oleh
makanan yang adekuat, atau sekunder, akibat adanya penyakit yang dapat
menyebabkan asupan kurang optimal, gangguan penyerapan, dan peningkatan
kebutuhan karena terjadi kehilangan zat gizi atau keadaan stres (Alpers, 2006).
2.1.3 Patofisiologi
Asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dari kebutuhan tubuh,
mengakibatkan kekurangan asam amino esensial yang diperlukan dalam
pertumbuhan dan perbaikan sel. Apabila kebutuhan zat gizi akan protein tidak
tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan makanan yang ada, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu
lama, cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan,
dan proses selanjutnya dalam tubuh akan menunjukkan manifestasi Kurang
Energi Protein (KEP) berat yang biasa disebut kwashiorkor (kekurangan protein)
ataupun marasmus (kekurangan energi).

Gambar 2.1 Bagan terjadinya kekurangan energi protein (KEP). (Sumber: A. Aziz
Alimul Hidayat, 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, EGC. Jakarta. Hlm. 8)
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) yang dikutip dari Supariasa
(2012), anak yang mengidap KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya
nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu marasmus, kwasiorkor, atau marasmus-
kwasiorkor.
Pada pemeriksaan klinis, penderita KEP berat akan memperlihatkan tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Marasmus
a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Cengeng dan rewel
d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada
e. Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit
kronik
f. Tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan berkurang.
2. Kwasiorkor
a. Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki
b. Wajah membulat dan sembab
c. Otot-otot mengecil (atropi), lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk, anak berbaring terus-menerus
d. Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
e. Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
f. Pembesaran hati
g. Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
h. Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
i. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam
terkelupas
j. Pandangan mata anak tampak sayu.
3. Marasmus-kwasiorkor
Tanda-tanda marasmus-kwasiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang
ada pada marasmus dan kwasiorkor.

2.1.5 Klasifikasi KEP


Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI (1999) dalam
Supariasa (2012), pada tingkat Puskesmas penentuan Kekurangan Energi
Protein (KEP) yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak
dibandingkan dengan umur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan
tabel berat badan per umur baku median NHCS (National Centre Health
Statistic-USA).
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan KMS terletak pada pita warna
kuning
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah
Garis Merah (BGM)
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan berat badan per umur < 60% baku
median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah Kekurangan Energi
Protein (KEP) berat/gizi buruk dan Kekurangan Energi Protein (KEP) sedang,
sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku
median WHO-NCHS yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi NCHS-WHO (Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar
Bakri dan Ibnu Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta, halaman 76).
BB/TB BB/U TB/U Status gizi
Normal Rendah Rendah Baik, pernah
Normal Normal Normal kurang
Normal Tinggi Tinggi Baik
Rendah Rendah Tinggi Jangkung, masih
Rendah Rendah Normal baik
Rendah Normal Tinggi Buruk
Tinggi Tinggi Rendah Buruk, kurang
Tinggi Tinggi Normal Kurang
Tinggi Normal Rendah Lebih, obesitas
Lebih, tidak
obesitas
Lebih, pernah
kurang

2.1.6 Metode Penilaian Status Gizi


Dalam menentukan nilai status gizi seseorang terutama balita, ada
beberapa cara atau metode, namun pada prinsipnya metode tersebut terdiri
dari dua macam (Supariasa, 2012):
1. Penilaian Status Gizi secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing-masing
penilaian tersebut akan dibahas secara umum sebagai berikut:
a. Antopometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan:
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak seimbangan
asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah
air dalam tubuh.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh
seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan:
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid
clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-
tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu
pula, digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau
riwayat penyakit.

c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Penggunaan:
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan.
Penggunaan:
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
2. Penilaian Status Gizi secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan
penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai berikut:
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Penggunaan:
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran
tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
Penggunaan:
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi di masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

Penggunaan:
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab kurang gizi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi.
Pada anak yang menderita Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat
ditentukan berdasarkan dari kebutuhan nutrisinya. Kebutuhan nutrisi yang
kurang dipenuhi pada Kekurangan Energi Protein (KEP), yaitu: Karbohidrat dan
Lemak (sebagai penghasil energi) serta Protein.
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah di
setiap makanan. Kekurangan karbohidrat sekitar 15% dari kalori yang ada dapat
menyebabkan terjadinya kelaparan dan berat badan menurun. Jumlah
karbohidrat yang cukup dapat diperoleh dari susu, padi-padian, buah-buahan,
sukrosa, sirup, tepung dan sayur-sayuran.
2. Lemak
Lemak merupakan sumber yang kaya akan energi dan pelindung organ
tubuh terhadap suhu, seperti pembuluh darah, saraf, organ, dan lain-lain.
Kekurangan lemak akan menyebabkan terjadinya perubahan kulit,
khususnya asam linoleat yang rendah dan berat badan kurang. Jumlah lemak
yang cukup dapat diperoleh dari susu, mentega, kuning telur, daging, ikan, keju,
kacang-kacangan, dan minyak sayur.

Tabel 2.2 Kebutuhan energi per hari. (Sumber: A. Aziz Alimul Hidayat. 2008.
Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika, halaman 42).

Usia Berat Badan Tinggi Badan Energi


(kg) (cm) (Kkal)
0-6 6 80 550
bulan
7-12 8,5 71 650
bulan
1-3 12 90 1000
tahun
4-6 18 110 1550
tahun

3. Protein
Protein merupakan zat gizi dasar yang berguna dalam pembentukan
protoplasma sel. Selain itu, tersedianya protein dalam jumlah yang cukup
penting untuk pertumbuhan dan perbaikan sel jaringan dan sebagai larutan
untuk menjaga keseimbangan osmotik plasma. Kekurangan protein akan dapat
menyebabkan kelemahan, edema, bahkan dalam kondisi lebih buruk akan
menyebabkan kekurangan Energi Protein (KEP) berat, yaitu marasmus dan
kwasiorkor. Komponen protein ini dapat diperoleh dari susu, telur, daging, ikan,
unggas, keju, kedelai kacang, buncis dan padi-padian.
Tabel 2.3 Kebutuhan protein per hari (per kg BB). (Sumber: A. Aziz Alimul Hidayat.
2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika, halaman 43).
Usia Berat Badan Tinggi Badan Protein
(kg) (cm) (gram)
0-6 6 60 10
bulan
7-12 8,5 71 18
bulan
1-3 12 90 25
tahun
4-6 18 110 39
tahun

Kekurangan Energi Protein dapat pula ditentukan melalui pengukuran Berat


Badan Ideal anak. Berikut ini adalah patokan Berat Badan Ideal anak (Sumanto,
2009), yaitu:
Tabel 2.4 Berat dan Tinggi Ideal untuk Anak Umur 0-12 bulan (Sumber: Agus
Sumanto. 2012. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta: Agro
Media Pustaka, halaman 44).
Persentase
100% 90% 80% 70%
Bulan
Normal Kurang Buruk Buruk
Kg Cm Kg Cm Kg Cm Kg Cm
50, 45, 40, 3,,
0 3,4 3 2,7 2,4
5 5 5 5
48, 43, 38,
1 4,3 55 3,7 34 2,9
5 5 5
51, 40,
2 5 58 4,4 4 46 3,4
5 5
3 5,7 60 5,1 54 4,5 48 4 42
62, 56, 49, 43,
4 6,3 5,7 5 4,5
5 5 5 5
64,
5 6,9 6,2 58 5,5 51 4,9 45
5
52,
6 7,4 66 6,7 59 5,9 5,2 46
5
67, 60,
7 8 7,1 6,3 54 5,5 47
5 5
55, 48,
8 8,4 69 7,6 62 6,7 5,9
5 5
70, 63, 56, 49,
9 8,9 8 7,1 6,2
5 5 5 5
57, 50,
10 9,3 72 8,4 65 7,4 6,5
5 5
73, 58, 51,
11 9,6 8,7 66 7,7 6,7
5 5 5
74, 52,
12 9,9 8,9 67 7,9 60 6,9
5 5

Untuk menghitung sendiri berat ideal bagi anak usia 0-12 bulan juga dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
Berat Badan Ideal = (umur (bulan)) +4
2

Untuk balita atau anak yang berusia 1-10 tahun, perhitungan berat ideal
dapat dilakukan menggunakan rumus berikut ini:
Berat Badan Ideal (BBI) = (umur (tahun) x 2) + 8
2.1.7 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Menurut Sunita Almatsier (2009), gizi yang baik merupakan modal bagi
pengembangan sumber daya manusia, namun kurang gizi dapat berakibat
terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas)
menyebabkan gangguan pada proses-proses:
1. Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan sebagai
zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok.
Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata
lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah.
2. Produksi Tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktifitas. Orang
menjadi malas, merasa lemah, dan produktifitas menurun.
3. Pertahanan tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun. Sistem imunitas dan
antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek,
batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
4. Struktur dan Fungsi Otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan
mental, dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal
pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi
otak secara permanen.
5. Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan
perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng, dan apatis.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Biasanya digunakan untuk mempelajari status nutrisi, termasuk ukuran
protein plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein, total
kapasitas ikatan zat besi, dan hemoglobin.
Faktor yang mempengaruhi tes laboratorium :
1. Keseimbangan cairan
2. Fungsi hati
3. Fungsi Ginjal
4. Adanya penyakit
2.1.9 Penatalaksanaan
4. Menurut Wong (2009), penanganan gizi kurang adalah:
a. Pemberian diet dengan protein.
b. Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.
5. Penatalaksanaan keperawatan menurut Ngastiyah (2005), pasien yang
menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali yang
menderita malnutrisi berat, seperti: kwashiorkor, marasmus, marasmus-
kwasiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien
yang perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadinya
komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial dan kurangnya
pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan.

2.2 Konsep Tumbuh Kembang


2.2.1 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangann (Supariasa, 2012)
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Menurut
Jellife D. B. (1989) Pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari
tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja.

2. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill)dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Ada
pula yang mendefinisikan bahwa perkembangan adalah penampilan
kemampuan (skill)yang diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat,
khususnya di otak. Mengukur perkembangan tidak dapat dengan menggunakan
antropometri, tetapi seperti telah disebutkan di atas bahwa pada anak yang
sehat perkembangan searah (pararel) dengan pertumbuhannya.

2.2.2 Pola pertumbuhan dan perkembangan


Pola pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa penting yang
terjadi selama proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang dapat
mengalami percepatan maupun perlambatan yang saling berhubungan antara
satu organ dengan organ yang lain. Menurut Hidayat (2008), dalam peristiwa
tersebut akan mengalami perubahan pada pola pertumbuhan dan
perkembangan, diantaranya:
1. Pola pertumbuhan fisik terarah
Pada pola ini ada dua prinsip atau hukum perkembengan, yaitu:
prinsip cephalocaudal dan proximodistal. Prinsip cephalocaudal dan head to
tail direction (dari arah kepala hingga ke kaki). Pola pertumbuhan dan
perkembangan dimulai dari kepala, ditandai perubahan ukuran kepala yang
lebih besar, kemudian berkembang kemampuan untuk menggerakkan lebih
cepat dengan menggelengkan kepala dilanjutkan bagian ekstremitas lengan,
tangan dan kaki. Pola proximodistal atau near to far direction, dimulai dari
menggerakkan anggota gerak paling dekat dengan pusat kemudian
menggerakkan anggota gerak lebih jauh ke arah bagian tepi, seperti
menggerakkan bahu dahulu baru mengerakkan jari-jari.

2. Pola perkembangan dari umum ke khusus


Pola ini dikenal dengan nama pola mass to specific atau to complex. Pada
pola perkembangan ini, anak lebih dahulu mampu menggerakkan daerah yang
lebih umum (sederhana) dahulu baru kemudian daerah yang lebih kompleks
(khusus).
3. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan.
Pola ini mencerminkan ciri khusus dalam setiap tahapan perkembangan,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi perkembangan selanjutnya. Pada pola
ini perkembangan anak dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu :
a. Masa pra lahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan
tubuh
b. Masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di luar rahim
dan hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan
c. Masa bayi, terjadi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang
mempengaruhinya dan memiliki kemampuan untuk melindungi dan
menghindari dari hal yang mengancam dirinya
d. Masa anak, terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat
dan cara penyesuaian dengan lingkungan, dalam hal ini keluarga dan teman
sebaya
e. Masa remaja akan terjadi perubahan ke arah dewasa sehingga kematangan
pada tanda-tanda pubertas.

4. Pola perkembangan dipengaruhi kematangan dan latihan.


Terdapat masa kritis, yaitu saat yang siap menerima sesuatu dari luar
untuk mencapai kematangan dapat disempurnakan dengan rangsangan yang
tepat.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang


Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang, antara lain:
1. Faktor Internal (Genetik)
Soetjiningsih (1998) mengungkapkan bahwa faktor genetik merupakan
modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan. Melalui genetik yang berada
yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensifitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas
dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila
potensi genetik ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan optimal
maka akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan
pertumbuhan pada negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik ini.
Di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain disebabkan
oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak memungkinkan
seseorang tumbuh secara optimal. Kematian anak balita di negara yang sedang
berkembang dipengaruhi oleh kedua faktor ini. Menurut Jellife D.B. (1989) yang
dimasukkan dalam faktor internal adalah genetik, obstetrik, dan seks.
2. Faktor Eksternal (Lingkungan)
Faktor lingkingan sangat menentukan tercapainya potensi genetik yang
optimal. Apabila kondisi lingkungan kurang mendukung atau jelek, maka potensi
genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini meliputi lingkungan
bio-fisiko-psikososial yang akan mempengaruhi setiap individu mulai dari
masa konsepsi sampai akhir hayatnya.
Secara garis besar, faktor lingkungan dapat dibagi dua yaitu: faktor
pranatal dan lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam kandungan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam
kandungan. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir.
3. Faktor Lingkungan Pascanatal
Kondisi janin pada saat pranatal sangat tergantung pada kondisi ibu.
Berbeda dengan pada saat pascanatal, kondisi bayi banyak sekali dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan anak yaitu: lingkungan biologis, lingkungan fisik, faktor
psikososial, dan faktor keluarga dan adat istiadat.
Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ras,
jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit,
penyakit kronis, fungsi metabolisme yang saling terkait satu dengan lain. Faktor
yang dominan mempengaruhi pertumbuhan adalah status gizi bayi yang
dilahirkan. Apabila setelah dilahirkan bayi mengalami kekurangan gizi, dapat
dipastikan pertumbuhan anak akan terhambat dan tidak akan mengikuti potensi
genetik yang optimal.
Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah cuaca,
keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Cuaca dan
keadaan geografis berkaitan erat dengan pertanian dan kandungan unsur
mineral dalam tanah. Daerah kekeringan atau musim kemarau yang panjang
menyebabkan kegagalan panen. Kegagalan panen ini menyebabkan gizi kurang
dan pertumbuhan anak akan terhambat.
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya
berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan
zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi.
Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit, dan
pertumbuhan akan terganggu.
Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah
stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok sebaya,
stres, lingkungan sekolah, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara
anak dan orang tua. Faktor tersebut di atas saling terkait antara satu dengan
yang lainnya. Seperti contoh interaksi antara orang tua berinteraksi dengan
anak, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu
pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk
memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak antara lain: pekerjaan atau pendapatan keluarga, stabilitas
rumah tangga, adat istiadat, norma dan tabu serta urbanisasi.
Unicef dan Johnson (1992) membuat model interalasi tumbuh kembang
anak dengan melihat penyebab dasar, sebab tidak langsung dan sebab
langsung. Sebab langsung adalah kecukupan makanan dan keadaan kesehatan.
Penyebab tidak langsung meliputi ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi
ibu dan anak dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan.
Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang anak adalah masalah
struktur politik dan ideologi serta struktur ekonomi yang dilandasi oleh potensi
sumber daya. Disamping itu pula, berbagai faktor sosial ekonomi ikut
mempengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain:
Pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya dan pendapatan keluarga. Faktor
tersebut di atas akan berinteraksi satu dengan yang lainnya, sehingga dapat
mempengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak. Pada akhirnya
ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah yang mengakibatkan
pertumbuhan terganggu. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat lebih
jelas dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. (Sumber: I Dewa


Nyoman Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC).
FAKTOR CONTOH
1. Internal
a. Genetik Individu (keluarga)
Ras/lingkungan intrauterin
(ketidak cukupan plasenta)
b. Obstetrik BBLR
Lahir kembar
c. Seks Laki-laki lebih panjang dan lebih
berat
2. Eksternal
a. Gizi Fetus (diet maternal;
protein, energi dan yodium)
Bayi (ASI dan susu botol)
Anak (protein, energi,
yodium, zinc, vitamin D dan
b. Obat-obatan asam folat)
Alkohol, tembakau dan
c. Lingkungan kecanduan obat-obat lainnya.
Iklim
d. Penyakit
Daerah kumuh
Endokrin
Infeksi
Hormon pertumbuhan
(pituitary).
Kongenital
Bakteri akut dan kronis, virus
dan cacing.
Penyakit kronis
Anemia sel sabit, kelainan
metabolis sejak lahir.
Psikologis
Kanker, malabsorpsi usus halus,
jantung, ginjal dan hati.
Kemunduran mental/emosi.

2.2.4 Tahap pencapaian tumbuh kembang anak


Menurut Hidayat (2012), tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terbagi atas: Masa Pranatal dan Masa
Pascanatal. Masa Pranatal, dimulai masa embrio (mulai konsepsi sampai usia 8
minggu), masa fetus (9 minggu sampai lahir). Masa pranatal (saat dalam
kandungan) adalah waktu yang terletak antara masa pembuahan dan masa
kelahiran. Pada saat ini terjadi pertumbuhan yang luar biasa dari satu sel
menjadi satu organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan
berperilaku, dihasilkan dalam waktu Iebih kurang sembilan bulan. Masa pranatal
terdiri atas dua fase, yaitu: fase Embrio (dimulai dari 0 sampai 12 minggu) dan
fase Fetus (terjadi pada minggu ke 12 hingga ke minggu 40). Masa Pascanatal,
dimulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari sampai 1 tahun),
masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun). Tumbuh kembang
pada masa pascanatal dibagi ke dalam beberapa fase berikut:
a. Masa Neonatus (0-28 hari)
Tumbuh kembang masa pascanatal diawali dengan masa neonatus, yaitu
dimana terjadinya kehidupan yang baru. Pada masa ini terjadi proses adaptasi
semua sistem organ tubuh, dimulai dari aktifitas pernafasan, pertukaran gas
dengan frekuensi pernapasan antara 35-50 kali per menit, penyesuaian denyut
jantung antara 120-160 kali per menit, perubahan ukuran jantung menjadi lebih
besar dibandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi mulai
meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi, seperti menangis, memutar-mutar
kepala, menghisap, dan menelan.
b. Masa Bayi (29 hari-1 tahun)
Pada masa bayi, tahap tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi 3
tahap, yaitu:
1. Usia 1-4 Bulan
Tumbuh kembang pada tahap ini diawali dengan perubahan berat badan. Bila
gizi anak baik, maka perkiraan berat badan akan mencapai 700-1000 g/bulan.
Pertumbuhan tinggi badan agak stabil, tidak mengalami kecepatan dalam
pertumbuhan tinggi badan.
2. Usia 4-8 Bulan
Pertumbuhan pada usia ini ditandai dengan perubahan berat benda pada waktu
lahir. Rata-rata kenaikan berat benda adalah 500-600 g/bulan, apabila
mendapatkan gizi yang baik. Sedangkan pertumbuhan tinggi badan tidak
mengalamikecepatan dan stabil berdasarkan pertambahan umur.
3. Usia 8-12 Bulan
Pada usia ini pertumbuhan berat badan dapat mencapai tiga kali berat badan
lahir, pertambahan berat badan perbulan sekitar 350-450 gram pada usia 7-9
bulan, 250-350 gram pada usia 10-12 bulan, bila memperoleh gizi baik.
Pertumbuhan tinggi badan sekitar 1,5 kali tinggi badan pada saat lahir. Pada
usia 1 tahun, pertambahan tinggi badan masih stabil dan diperkirakan mencapai
75 cm.
c. Masa Anak (1-2 tahun)
Pada masa ini, anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam
pertumbuhan fisik. Pada tahun kedua, anak hanya mengalami kenaikan berat
badan sekitar 1,5-2,5 kg dan penambahan tinggi badan 6-10 cm. Pertumbuhan
otak juga akan mengalami perlambatan, kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm.
untuk pertumbuhan gigi, terdapat tambahan 8 buah gigi susu, termasuk gigi
geraham pertama dan gigi taring, sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.
Pada usia 2 tahun, pertumbuhan fisik berat badan sudah mencapai 4x berat
badan lahir dan tinggi badan sudah mencapai 50 persen tinggi badan orang
dewasa. Menginjak usia 3 tahun, rata-rata berat badan naik menjadi 2-3
kg/tahun, tinggi badan naik 6-8 cm/tahun, dan lingkar kepala menjadi sekitar 50
cm.
d. Masa Prasekolah (3-6 tahun)
Pada masa prasekolah, berat badan mengalami kenaikan rata-rata 2
kg/tahun. Tubuh anak terlihat kurus, akan tetapi aktivitas motorik tinggi dan
sistem tubuh mencapai kematangan dalam hal berjalan, melompat, dan lain-
lain. Tinggi badan bertambah rata-rata 6,75-7,5 cm setiap tahun.
Pada masa ini anak mengalami proses perubahan pola bakan, umumnya
mengalami kesulitan untuk makan. Anak juga mulai menunjukkan kemandirian
pada proses eliminasi.
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun keatas.

2.2.5 Kebutuhan nutrisi berdasarkan usia tumbuh kembang


Kebutuhan nutrisi pada setiap anak berbeda, mengingat kebutuhan untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel atau organ pada anak berbeda, dan
perbedaan ini yang menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlainan.
Menurut Hidayat (2012), kebutuhan nutrisi yang dikelompokkan berdasar usia
anak (terutama anak berumur kurang dari 5 tahun):
1. Umur 0-4 Bulan
Pada umur ini kebutuhan nutrisi bayi semuanya melalui air susu ibu yang
terdapat komponen yang paling seimbang, akan tetapi apabila terjadi
ganggguan dalam air susu ibu maka dapat menggunakan susu formula dan nilai
kegunaan atau manfaat jauh lebih baik dari menggunakan Air Susu Ibu (ASI).
ASI mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bagi
anak mengingat zat gizi yang ideal terdapat di dalamnya, di antaranya:
Imunoglobulin (Ig A, Ig G, Ig M, Ig D, Ig E) merupakan protein yang dapat
bergabung dengan bakteri dan menghasilkan imunitas pada tubuh, lisozim
merupakan satu enzim yang tinggi jumlahnya dan berfungsi sebagai
bakteriostatik (penghentian atau penghambatan pertumbuhan bakteri)
terhadap enterobakteria dan kuman gram negatif dan sebagai pelindung
terhadap berbagai macam virus, kemudian laktoperoksidase enzim yang
berfungsi membunuh strepkokus dan lain-lain.
Pemberian ASI Ekslusif adalah sampai empat bulan tanpa makanan yang
lain, sebab kebutuhannya sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada bayi,
dan proses pemberian ASI ini dapat dilakukan melalui proses menyusui.
2. Umur 4-6 Bulan
Pada usia ini kebutuhan nutrisi pada anak tetap yang utama adalah Air
Susu Ibu (ASI) kemudian ditambah lagi dengan bubur susu dan sari buah.

3. Umur 6-9 Bulan


Kebutuhan nutrisi pada anak usia ini adalah tetap diteruskan kebutuhan
nutrisi dari ASI kemudian ditambah dengan bubur susu, bubur tim saring dan
buah.
4. Umur 10-12 Bulan
Pada usia ini anak tetap diberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan penambahan
pada bubur susu, bubur tim kasar dan buah, bentuk makanan yang disediakan
dapat lebih padat dan bertambah jumlahnya mengingat pertumbuhan gigi dan
kemampuan fungsi pencernaan sudah bertambah. Pada usia ini anak senang
makan sendiri dengan sendok atau suka makan dengan tangan, pada anak
seusia ini adalah merupakan usaha yang baik dalam menuntun ketangkasan
dan merasakan bentuk makanan.
5. Usia Todler dan Prasekolah (3-6 Tahun)
Pada usia ini kemampuan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi sudah mulai muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan
dengan makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus
dijelaskan pada anak atau diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaannya,
sehingga dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam pemenuhan nutrisi pada usia
ini sebaiknya penyediaan bervariasi menunya untuk mencegah kebosanan,
berikan susu dan makanan yang dianjurkan, antara lain: daging, sup, sayuran
dan buah-buahan. Pada anak usia ini juga perlu makanan padat sebab
kemampuan mengunyah sudah mulai kuat.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai
tatanan pelayanan kesehatan, dalam upaya pemenuhan KDM, dengan
menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar
keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang
serta tanggung jawab keperawatan(Apriyanipujihastuti, 2012).

2.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna
mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2009).
Pengkajian pada anak dengan Kurang Energi Protein (KEP) dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Data biografi
Sering terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun. Tidak ada perbedaan
jenis kelamin, ras, tradisi dan kebiasaan turun temurun terutama mengenai
makanan, dan lingkungan fisik.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sebelum sakit
Pernah menderita BBLR/penyakit infeksi/trauma/kanker. Kebiasaan berobat
ke Puskesmas/RS, dan adanya alergi.

b. Riwayat penyakit sekarang


Keluhan utama biasanya nafsu makan menurun. Proses terjadinya sakit
diawali pemberian asupan makanan yang kadar proteinnya kurang dalam waktu
cukup lama/ adanya riwayat BBLR, penyakit infeksi, trauma, dan kanker.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga maupun
penyakit yang sedang diderita oleh anggota keluarga.
3. Riwayat kehamilan
Menjelaskan ada tidaknya kelainan pada waktu kehamilan, seperti
pendarahan pervagina, trauma, penyakit serta minum obat-obatan dan
kebiasaan makan.
4. Riwayat kelahiran
Adanya riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
5. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
a. Pertumbuhan
1) BB saat lahir: Normalnya pada bayi lahir cukup bulan adalah 3280 sampai 3400
gram.
2) BB dan TB pada usia 6 bulan: Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66 cm.
3) BB dan TB pada usia 12 bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB 74,5 cm.
b. Perkembangan motorik
1) Dapat menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.
2) Dapat menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.
3) Dapat tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.
4) Dapat duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.
5) Dapat berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9 bulan.
6) Dapat berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.
6. Riwayat makanan
a. ASI: Normal pada usia 0-12 bulan.
b. Makanan tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan lain-lain.
c. Pemberian vitamin: ya/tidak.
7. Riwayat imunisasi
a. BCG pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi umur 2
atau 3 bulan.
b. Polio pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Polio adalah empat kali antara
umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.
c. DPT pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali antara umur
2-11 bulan dengan interval 4 minggu.
d. Hepatitis B pada umur: Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B adalah tiga
kali pada usia antara 0-11 bulan.
e. Lain-lain: Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.
8. Observasi
a. Keadaan umum: kurus.
b. Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan pernafasan menurun (pada marasmus) dan
takikardi, tekanan darah meningkat (pada kwasiokor).
9. Pemeriksaan fisik
a. Rambut: berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.
b. Wajah: membengkak, sembab (pada kwasiokor), wajah seperti orang tua (pada
marasmus), terdapat flek hitam di bawah mata,, pembesaran kelenjar parotis,
pembengkakan kelenjar gondok dan kelenjar parotis.
c. Mata: koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.
d. Bibir: kering.
e. Lidah: membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.
f. Gigi: tanggal/ berlubang.
g. Gusi: mudah berdarah.
h. Kulit: kering, jaringan lemak bawah kulit berkurang/ hilang, pelagra (kulit
kasar), edema (pada kwasiokor).
i. Kuku: rapuh.
j. Ektremitas: adanya atropi tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan baik,
dapat terjadi edema pada kwasiokor.
k. Jantung: ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.
l. Perut: terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit lain).

10. Pola fungsi kesehatan


a. Kebutuhan nutrisi
Adanya mual, muntah, rasa haus, sakit mulut, kesukaran makan, masalah
pencernaan, berat badan menurun dan lain-lain.
b. Istirahat dan tidur:
Anak cengeng dan rewel dan kesulitan tidur.
c. Persepsi diri-konsep diri:
Anak gelisah.
d. Aktifitas
Anak lemas dan malas beraktifitas.
e. Personal Hygiene:
Karena anak lemas dan beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga
tidak terpenuhi secara optimal.
11. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaaan Antropometri
Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal lipatan kulit dan lengan.
1) Tinggi badan
Nilai tinggi badan normalnya pada anak:
a) Usia 0-6 bulan: 60 cm
b) Usia 6-12 bulan: 71 cm
c) Usia 1-3 tahun: 90 cm
d) Usia 4-6 tahun: 112 cm

2) Berat badan
3) Tebal lipatan kulit
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan
menggunakan Skinfold Caliper. Bagian-bagian tubuh yang umumnya diukur
adalah tricep, bicep, subscapula dan suprailliac.
4) Lingkar lengan
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) Hb
a) Usia 1-3 hari (normal: 14,5-22,5 g/dL)
b) Usia 2 bulan (normal: 9,0-14,0 g/dL)
2) Protein plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein.
c. Terapi diit:
1) Pemberian diet dengan protein.
2) Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.
12. Analisa Data
Tabel 2.6 Analisa Data
No. Pengelompokan Data Etiologi Masalah
1. DS: - nafsu makan Kurang nutrisi
DO: menurun, (kurang dari
1. Kulit dan membran gangguan kebutuhan)
mukosa kering pada
2. Nafsu makan saluran
menurun pencernaan,
3. Rambut mudah kurangnya
tercabut enzim yang
diperlukan
dalam
pencernaan
makanan
dan juga
adanya
atrofi villi
usus.
2. DS: - kurangnya Kekurangan
DO: kemampuan volume
1. Ubun-ubun cekung absorsi cairan
(pada bayi) makanan
2. Turgor kulit > 2 detik dan diare
3. Membran mukosa
kering
4. Jumlah dan berat
urine menurun
3. DS: - defisiensi Gangguan
DO: energi dan integritas
1. Kulit bersisik dan protein. kulit
kering
2. Elastisitas kulit
menurun
4. DS: - penurunan Risiko infeksi
DO: kondisi
1. Keadaan umum tubuh yang
lemah lemah
2. Nafsu makan
menurun
3. Turgor kulit > 2 detik
5. DS: kurang Kurang
Keluarga mengatakan informasi pengetahua
tidak mengetahui asupan gizi n
asupan gizi yang yang (Orang tua)
sesuai untuk anaknya. adekuat.
DO:
1. Keadaan umum
lemah
2. Nafsu makan
menurun
3. Turgor kulit > 2 detik
4. Elastisitas kulit
menurun

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA (1990) dalam Carpenito dan Moyet (2006), diagnosa
keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan potensial dan
aktual. Diagnosis keperawatan memberi dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan dalam mencapai hasil dan perawat bertanggung gugat. Menurut
Hidayat (2009), penyusunan diagnosa keperawatan meliputi tiga komponen,
yaitu komponen P (problem atau masalah), komponen E (etiology atau
penyebab) dan komponen S (symptom atau gejala yang juga dikenal sebagai
batasan karakteristik).
Menurut Hidayat (2006), diagnosa keperawatan yang terjadi pada anak
dengan Kurang Energi Protein (KEP), antara lain:
1. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan nafsu makan
menurun, gangguan pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang
diperlukan dalam pencernaan makanan dan juga adanya atrofi villi usus.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya kemampuan
absorsi makanan dan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan defisiensi energi dan protein.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan kondisi tubuh yang lemah.
5. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi asupan
gizi yang adekuat.

2.3.3 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan, atau
mengurangi masalah-masalah pasien (Hidayat, 2009).
Berikut ini merupakan intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan
pasien dengan kurang energi protein (KEP):
1. Kurang nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan nafsu makan
menurun, gangguan pada saluran pencernaan, kurangnya enzim yang
diperlukan dalam pencernaan makanan dan juga adanya atrofi villi usus.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan agar
metabolisme dalam tubuh kembali normal dengan kriteria hasil:
a. Kulit dan membran mukosa lembab
b. Nafsu makan meningkat
c. Rambut tidak mudah tercabut
d. Tanda-tanda vital normal.
Tindakan keperawatan:
a. Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai tahap.
Rasional: menyesuaikan dengan kebutuhan tubuh.
b. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein pada kekurangan energi
protein berat, serta berikan mineral dan vitamin.
Rasional: Menjaga daya tahan tubuh dan memperbaiki nutrisi yang kurang.
c. Pada bayi berat badan kurang dari 7 kg, berikan susu rendah laktosa (Low
Lactose Milk-LLM).
Rasional: Pada intoleransi kongenital yang berat, bayi dapat mengeluarkan satu
liter atau lebih feses yang berbentuk cairan per hari.
d. Apabila berat badan kurang dari 7 kg, maka pemberian makanan dimulai
dengan makanan bentuk cair selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak, tim dan
seterusnya.
Rasional: Penyesuaian terhadap proses pencernaan makanan.
e. Lakukan evaluasi pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan nutrisi
seperti turgor, nafsu makan, kemampuan absorpsi, bising usus, dan tanda vital.
Rasional: mengetahui perkembangan nutrisi pada anak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya kemampuan
absorsi makanan dan diare.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat
mengatasi kekurangan volume cairan melalui peningkatan hidrasi dengan
kriteria hasil:
a. Ubun-ubun tidak cekung
b. Turgor kulit normal
c. Membran mukosa lembap
d. Jumlah dan berat jenis urine kembali normal.
Tindakan keperawatan:
a. Berikan cairan tubuh yang cukup melalui rehidrasi jika terjadi dehidrasi.
Rasional: pemenuhan kembali kebutuhan cairan mencegah dehidrasi.
b. Monitor keseimbangan cairan tubuh yaitu mengukur asupan dan keluaran,
dengan cara mengukur berat jenis urine.
Rasional: mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada
keseimbangan elektrolit.
c. Pantau terjadinya kelebihan cairan serta perubahan status dehidrasi.
Rasional: menghindari terjadinya dehidrasi.
d. Berikan penjelasan terhadap makanan yang dianjurkan untuk membantu proses
penyerapan, seperti tinggi kalori, tinggi protein, mengandung vitamin, dan
mineral.
Rasional: agar sepulang dari rumah sakit, keluarga mampu mengasuh anak
dengan mandiri.
e. Lihat pengelolaan diare.
Rasional: mengetahui perkembangan tingkat dehidrasi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan defisiensi energi dan protein.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan
meningkatnya integritas kulit dengan kriteria hasil: Kulit yang tidak bersisik,
tidak kering, dan elastisitasnya normal.
Tindakan keperawatan:
a. Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering dengan cara memandikan dua
kali sehari dengan air hangat dan apabila kotor atau basah segera ganti
pakaian. Keringkan daerah basah dengan memberikan bedak (krim kulit).
Rasional: lipatan kulit yang bersih dan kering mencegah iritasi.
b. Lakukan pergantian posisi tidur setiap 2-3 jam dengan dan lakukan
pembersihan pada daerah yang tertekan dengan air hangat, jika perlu gunakan
alat matras yang lembut.
Rasional: mencegah penekanan kulit, sehingga tidak menyebabkan dekubitus.
c. Berikan suplemen vitamin.
Rasional: menjaga nutrisi kulit.
d. Berikan penjelasan untuk menghindari penggunaan sabun yang dapat
mengiritasi kulit.
Rasional: mencegah terjadinya iritasi terhadap kulit.
e. Monitor keutuhan kulit setiap 6-8 jam.
Rasional: memastikan tidak ada tanda-tanda iritasi.
4. Diagnosa keperawatan: Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan kondisi
tubuh yang lemah.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat
mengembalikan fungsi hati dan mencegah komplikasi dengan kriteria hasil:
a. Pasien dapat menunjukkan status hidrasi yang kuat
b. Nafsu makan meningkat
c. Turgor kulit normal
d. Bebas dari proses infeksi nosokomial selama di rumah sakit.
Tindakan keperawatan:
a. Pantau terhadap tanda infeksi, misalnya ketidak stabilan suhu.
Rasional: pemantauan lebih dini bisa mengurangi risiko.
b. Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial.
Rasional: infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat dari proses
keperawatan di rumah sakit.
c. Kaji status nutrisi.
Rasional: nutrisi yang cukup bisa meningkatkan daya tahan tubuh.
d. Kurangi organisme yang masuk ke dalam individu dengan cuci tangan
menggunakan teknik aseptik.
Rasional: untuk menghindari risiko infeksi nosokomial.
e. Lindungi individu yang mengalami defisit imun dari infeksi. Batasi alat invasif,
dorong dan pertahankan masukan kalori dan protein dalam diit.
Rasional: untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
f. Berikan pengetahuan kepada keluarga mengenai penyebab, risiko, dan
kekuatan penularan dari infeksi.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk mencegah
infeksi.
5. Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan berhubungan kurang informasi
asupan gizi yang adekuat.
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam, diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan keluarga dengan kriteria hasil:
a. Keluarga menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola hidup.
b. Keluarga mencari sumber untuk membantu membuat identifikasi perubahan.
Tindakan keperawatan:
a. Ajarkan pada keluarga tentang cara pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan gizi
yang seimbang dengan mendemonstrasikan atau memberikan contoh bahan
makanan, cara memilih atau memasak, serta tunjukkan makanan pengganti
protein hewani apabila dirasakan mahal seperti tempe, tahu, atau makanan
yang dibuat dari kacang-kacangan.
Rasional: Membantu merencanakan untuk asupan makanan baru.
b. Anjurkan untuk aktif dalam kegiatan posyandu.
Rasional: Posyandu dapat memantau status gizi dan pemberian makanan
tambahan.

2.3.4 Pelaksanaan
Menurut Hidayat (2009), pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak (Hidayat, 2009).
Evaluasi dapat diklasifikasikan (Hidayat, 2009), yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) dilakukan selama proses perawatan berlangsung
atau menilai respons pasien.
2. Evaluasi hasil (sumatif) dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.
Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat
didokumentasikan, kemudian dievaluasi dengan menggunakan pendekatan
SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, Planning).
S (subjektif): Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
O (objektif): Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
A (Assesment atau penilaian): Analisa terhadap data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul
masalah baru.
P (Planning atau rencana): Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisa
respon klien dan respon perawat.
Evaluasi juga menjadi alat ukur atas tujuan yang mempunyai kriteria
tertentu untuk membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai, atau
tercapai sebagian.

BAB 3
METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pendekatan/desain penelitian, unit


analisis/populasi dan sampel, batasan istilah, lokasi dan waktu penelitian,
prosedur penelitian, metode dan instrumen pengumpulan data, serta analisis
data.

3.1 Pendekatan/Desain Penelitian


Desain penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun
sedemikian rupa, sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan penelitianya dan rencana itu merupakan suatu skema
menyeluruh yang mencakup program penelitian (Heriyanto, 2012).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan, yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.2 Unit Analisis/Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan semua elemen atau individu atau keseluruhan
dari suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti. Variabel tersebut
bisa berupa orang, kejadian, perilaku, atau sesuatu lain yang akan dilakukan
penelitian. Di dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah anak berusia
kurang dari 5 tahun dengan Kekurangan Energi Protein (KEP) yang dirawat di RW
4 Kelurahan Kemayoran Kecamatan Krembangan Surabaya. Adapun jumlah
subyek penelitian minimal dua pasien.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau kumpulan unit sampling (suatu
objek yang akan dilakukan suatau pengukuran atau pengamatan) yang ditarik
dari kerangka atau beberapa kerangka (daftar unit sampling), yang dapat
dijadikan sebagai basis untuk pengumpulan informasi, basis untuk mempelajari
parameter populasi yang unknown, dan sebagai basis generalisasi atau
inferensi. (Heriyanto, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah anak dengan
Kekurangan Energi Protein (KEP) yang dirawat di Puskesmas Krembangan
Selatan Surabaya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Anak menderita Kekurangan Energi Protein (KEP) dengan klasifikasi ringan,
sedang maupun berat.
2. Anak berusia kurang dari 5 tahun.
3. Anak dan keluarga bersedia diteliti.

3.3 Batasan Istilah


Tabel 3.1 Batasan masalah (definisi operasional).
Istilah Batasan istilah
Asuhan Asuhan keperawatan adalah tindakan yang
Keperawatan berurutan dilakukan secara sistematis untuk
menentukan masalah pasien, membuat
perencanan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana itu atau menugaskan
orang lain untuk melakukan dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif
terhadap masalah yang diatasinya.
Pengkajian Pengkajian merupakan langkah pertama dari
keperawatan proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data atau perolehan data
yang akurat dari pasien guna mengetahui
berbagai permasalahan yang ada. Berikut ini
merupakan data yang dikumpulkan saat
pengkajian, meliputi:
a. Biodata.
b. Riwayat kesehatan.
c. Pola fungsi kesehatan.
d. Pemeriksaan fisik.
e. Pemeriksaan penunjang.
f. Terapi Diit
g. Analisa data.
Diagnosa Diagnosa keperawatan merupakan penilaian
keperawatan klinis tentang respons individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan potensial dan
aktual. Diagnosis keperawatan memberi
dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan dalam mencapai hasil dan
perawat bertanggung gugat. Berdasarkan
dari data pengkajian yang diperoleh, seperti:
a. Aktual
Penulisan rumusan ini adalah: PES (Problem
+ Etiology + Simptom).
Contoh pernyataan dari diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh, ditandai dengan:
Data Subjektif:
Keluarga pasien mengatakan anaknya tidak
nafsu makan.
Data Objektif:
Kulit dan membran mukosa kering, edema pada
kaki dan tangan, rambut mudah tercabut.
b. Risiko
Penulisan rumusan ini adalah: PE (Problem
+ Etiology).
Contoh pernyataan dari diagnosa keperawatan
sebagai berikut:
Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan
kondisi tubuh yang lemah.
c. Potensial
Penulisan rumusan ini adalah terdiri atas P
(Problem) saja.
Perencanaan Perencanaan merupakan proses penyusunan
keperawatan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah,
menghilangkan, atau mengurangi masalah-
masalah pasien. Sebagai contoh:
Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat,
monitor keseimbangan cairan tubuh yaitu
mengukur asupan dan keluaran, dengan
cara ukur berat jenis urine, dan lain-lain.
Pelaksanaan Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam
keperawatan proses keperawatan dengan melaksanakan
berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan.
Sebagai contoh:
Menentukan kebutuhan kalori harian yang
adekuat, memonitor keseimbangan cairan
tubuh yaitu mengukur asupan dan keluaran,
dengan cara mengukur berat jenis urine,
dan lain-lain.
Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari
Keperawatan proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
Anak dengan Anak dengan Kurang Energi Protein (KEP)
Kekurangan adalah anak dengan kurang gizi yang
Energi disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
Protein (KEP) dan protein dalam makanan sehari-hari dan
atau gangguan penyakit tertentu.

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.4.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RW 4 Kelurahan Kemayoran Kecamatan
Krembangan Surabaya.
3.4.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sesuai dengan kalender
akademik di program studi DIII Keperawatan Kampus Sutopo Surabaya.

3.5 Prosedur Penelitian


Penelitian diawali dengan pemilihan kasus/masalah yang akan dijadikan
topik penelitian. Kasus/masalah penelitian yang dipilih sesuai dengan kriteria
penentuan yang telah diuraikan pada bab Pendahuluan sub bab Latar Belakang
Masalah. Selanjutnya adalah penyusunan usulan penelitian yang menguraikan
tentang tinjauan pustaka terhadap kasus/masalah dan metode penelitian yang
akan digunakan. Setelah mendapat persetujuan dari pembimbing, diadakan
ujian proposal untuk menentukan apakah usulan penelitian dapat dilanjutkan
dengan kegiatan pengumpulan data penelitian. Pengumpulan data penelitian
diawali dengan pengurusan izin penelitian,etical clearance (uji kelayakan
penelitian), penandatanganan informed consent dari subyek penelitian. Tahap
selanjutnya adalah penulisan laporan penelitian sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

3.6 Metode dan Istrumen Pengumpulan Data


3.6.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti
untuk melakukan pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2011).
Langkah awal pengumpulan data adalah mengetahui calon subyek penelitian
dengan mengedepankan pada kriteria inklusi unit analisis. Setelah
mendapatkan subjek penelitian yang di kehendaki yaitu anak (balita) yang
menderita KEP yaitu derajat ringan, sedang maupun berat, maka langkah-
langkah selanjutnya adalah peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
pada orang tua atau penanggung jawab anak dan meminta persetujuan dengan
memberikan surat persetujuan atau informed consent. Data penelitian
dikumpulkan dengan menggunakan metode wawancara dengan orang tua atau
penanggung jawab anak, menggunakan catatan rekam medis, pengukuran
tanda-tanda vital, observasi umum keadaan balita, pengkajian fisik meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi maupun auskultasi.
Data dari pengkajian dikumpulkan, kemudian data dianalisis dan
dirumuskan menjadi diagnosa keperawatan. Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan, peneliti merencanakan tindakan dan melakukan tindakan
keperawatan yang akan dilakukan kepada bayi. Setelah itu, peneliti
mengevaluasi sampai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
tercapai.

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data


Pada bagian ini disebutkan secara ringkas teknik pengumpulan data
penelitian dan jenis instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik wawancara,
observasi atau pemeriksaan fisik dan pemeriksaan antropometri. Instrumen
yang digunakan adalah format asuhan keperawatan yang meliputi : lembar
pengkajian, lembar diagnosa, lembar intervensi, lembar implementasi, lembar
observasi dan lembar evaluasi dan alat-alat pemeriksaan fisik (tensimeter,
thermometer, dan lain-lain).

3.7 Analisis Data


Analisa data adalah suatu pengolahan yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan teknik tertentu dari data yang telah didapatkan (Heriyanto,
2012). Analis data yang digunakan adalah analisa deskriptif terhadap hasil
pengumpulan data mulai dari tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan hingga evaluasi.
Analisis data diawali dengan kegiatan membaca dan memahami
keseluruhan informasi yang sudah didapatkan. Setelah data terkumpul,
selanjutnya data dikelompokkan dalam tabel analisa data yang terdiri dari data
subyektif dan objektif, etiologi, dan masalah atau problem. Setelah membuat
tabel analisa data, kemudian merumuskan diagnosa keperawatan dan membuat
rencana tindakan keperawatan. Pada tahap intervensi, terdiri dari tujuan dan
kriteria hasil dan rencana tindakan. Cara menentukan tujuan yang efektif harus
memperhatikan prinsip SMART yaitu specific, measurable, achievable, realistic,
and time-based. Kriteria hasil menggambarkan secara spesifik hal-hal yang
diharapkan oleh peneliti untuk menyelesaikan masalah. Setelah menentukan
intervensi, selanjutkan melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya. Kemudian peneliti menuliskan
evaluasi dari tindakan keperawatan dalam bentuk:
S : Data subjektif
O : Data objektif
A : Analisa
P : Planning
Pada analisa dalam evaluasi berisikan tentang apakah masalah teratasi
atau teratasi sebagian. Masalah teratasi jika hasil diperoleh sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan pada intervensi di atas. Selanjutnya
pada tahap terakhir membandingkan hasil analisa data dua pasien dengan teori
yang ada, adakah perbedaan dengan teori maupun maupun perbedaan gejala
antar pasien satu dengan lainnya. Kemudian jika ada perbedaan, maka mencari
tahu penyebab ketidaksesuaian sehingga didapat suatu kesimpulan rencana
tindakan lanjutan dari evaluasi tersebut, apakah menambah, mengurangi atau
tetap melanjutkan intervensi yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC.
Behrman, Richard E. 2010. Esensi Pediatri Nelson. Jakarta: EGC.
Berman, Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2011. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rajawali Pers.
Direktorat Bina Gizi. 2013. Rencana Kerja Bina Gizi Masyarakat Tahun 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Heriyanto, Bambang. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Putra Media
Nusantara.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.

Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar: keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.


Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC.
Sjarif, Damayanti Rusli. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.


Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC.

REFERENSI DARI INTERNET:


Hastuti, Apriyani puji. 2012. Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan.http://apriyanipujihastuti.wordpress.com/2012/07/09/konsep-
dasar-asuhan-keperawatan/. Tanggal 6 Februari 2014.
Sumanto, Agus. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet.
http://books.google.co.id// Tanggal 30 Januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai