Anda di halaman 1dari 27

makalah menggunakan jimat termasuk syirik

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jimat bukanlah sesuatu yang asing bagi peradaban manusia dari dulu
hingga zaman modern saat ini. Bahkan Sebagian masyarakat kita
masih memelihara kepercayaan terhadap benda- benda mati
tersebut. Mereka menganggap bahwa benda mati tertentu memiliki
kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat dahsyat
,sehingga bisa di jadikan sebagai jimat , senjata atau yang lainnya
masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan
termasuk kedalam dosa syirik. seperti memakai atau
mempunyai  batu akik, keris, benda- benda bertuah dll.

Mungkin inilah yang melatar belakangi penyusunan makalah ini


untuk memberi pemahaman kepada pembaca atau masyarakat
umum bahwa pemakaian jimat termasuk kedalam dosa syirik. Dan
menyadarkan masyarakat bahwa penggunaan jimat merupakan
tindakan syirik yang sama dengan menyekutukan allah. memberikan
ajaran agar masyarakat senantiasa percaya kepada allah dan
berlindung kepada allah dari perbuatan yang menghantarkan kepada
perbuatan syirik.

 Pokok masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah

1.     Apa pengertian jimat?

2.     Apa saja akibat masyarakat percaya terhadap jimat?

3.     Apa saja macam-macam bentuk jimat itu?

4.     Bagaimana perkembangan budaya jimat di masyarakat?


5.     Tindakan  apa agar masyarakat terhindar dari perbuatan syirik?

Tujuan penulisan

1.untuk mengetahui pengertian dari jimat

2.untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat


percaya terhadap jimat

3.untuk mengetahui macam-macam bentuk jimat

3.untuk mengetahui perkembangan budaya jimat dimasyarakat

4.untuk mengetahui tindakan apa yang dilakukan agar terhindar dari


perbuatan syirik
PEMBAHASAN

Pengertian jimat

          Jimat berasal dari bahasa Portugis, fetitico, dan berasal dari


kata latin factitius berarti sesuatu yang berhubungan dengan magic
atau sesuatu yang ada pengaruh dan efeknya.. Jimat yang digunakan
memberikan kekebalan dan perlindungan, kekuatan dengan tujuan
mempertahankan kekuasaan dan hidup agar disegani manusia dan
aman dari gangguan iblis. John M Gobay mengatakan bahwa Jimat
adalah benda yang berkuasa atau dianggap sakti atau berjiwa dapat
menolak penyakit dan menyebabkan kebal. Kata jimat berasal dari
bahasa Arab “Adzimat” artinya yang dimuliakan. Azimat atau juga
bisa disebut jimat adalah suatu benda atau sejenisnya yang
disakralkan oleh pembuatnya atau pemakainya. Azimat ada yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, batu, air yang mengkristal, hewan,
manusia dan bahkan lainnya yang sengaja dibuat oleh manusia atau
tercipta oleh proses alam bahkan ada juga dari alam gaib dan
perhiasan yang disebut amulet ini biasa dipakai dalam praktek
ocultisme.   

          Jimat merupakan suatu penyembahan yang sifatnya takhayul,


termasuk didalamnya amulet dan talisman. Amulet berasal dari kata
Arab hamalet berarti embel-embel, misalnya di Eropa orang – orang
memasang tapal kuda diatas pintu rumah sebagai tanda
kebahagiaan, di Swis anak laki-laki memakai anting-anting emas
sebagai perlindungan dari penyakit mata. Amuletum dalam bahasa
Latin  adalah satu kekuatan menagih objek untuk perlindungan
melawan magic dan bahaya jahat. Sedangkan talisman berasal dari
kata Arab berarti magic yang berwujud seperti gambar atau boneka
biasanya dipasang di mobil yang akan mendatangkan berkat. Paham
faetishisme ini memberikan penghormatan pada benda-benda
tertentu, benda-benda itu sudah didiami oleh iblis maka benda
tersebut menjadi berkuasa dan memberikan efektivitas
penyembahan berhala, perbuatan seperti ini menjadi kekejian bagi
Tuhan.

         

Macam macam jimat

Jimat dibagi menjadi dua macam, yaitu jimat yang berasal dari
Al-Qur’an atau do’a-do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
jimat yang bukan berasal dari keduanya. Adapun hukum jimat
yang bukan berasal dari Al-Qur’an atau do’a Nabi, maka
termasuk ke dalam kemusyrikan. Tergolong ke dalam syrik kecil
jika seseorang meyakini jimat tersebut hanya sebagai
sebab/sarana, namun tetap meyakini hanya Allah yang maha
kuasa untuk menghilangkan bahaya dan mendatangkan
manfaat. Dapat termasuk ke dalam syirik besar (yang
mengeluarkan dari Islam) jika meyakini jimat tersebutlah
dengan sendirinya yang mendatangkan manfaat dan
menghilangkan kesusahan tanpa meyakini adanya kekuasaan
Allah dalam memberikan pengaruh dari sebab yang diambil
(Majmu’ Fatawa Wa Rasail karya Syaikh Utsaimin).
Sedangkan jimat yang berasal dari Al-Qur’an, maka terdapat
perselisihan diantara para ulama apakah hal tersebut
diperbolehkan atau tidak. Alasan diperbolehkannya karena Al-
Qur’an bukan termasuk makhluk melainkan Kalamullah. Namun
yang lebih tepat adalah pendapat yang melarang penggunaan
Al-Qur’an sebagai jimat. Hal tersebut didasarkan atas beberapa
alasan: (1) Keumuman dalil pelarangan jimat dan tidak ada dalil
lain yang mengkhususkan bolehnya hal tersebut; (2) Dapat
menyebabkan penghinaan terhadap Al-Qur’an karena dibawa
ke tempat najis dan kotor; (3) Demi menutup jalan-jalan
kemusyrikan, yaitu perbuatan menggantungkan selain Al-
Qur‘an sebagai jimat; (4) Tidak adanya dalil dari Al-Qur’an
maupun As-Sunnah yang membolehkan hal tersebut
(Haasyiatu Kitabi at-Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin
Qaasim). Jadi kesimpulannya seluruh bentuk jimat adalah
terlarang dalam syari’at Islam, baik yang berasal dari Al-Qur’an
atau selain Al-Qur’an
Akibat menggunakan jimat

          Ada beberapa gejala yang dapat dialami oleh seseorang sebagai


akibat dari menggunakan jimat, sebagai berikut:

1.      Akibat secara rohani

a.       Tertutup dan sulit untuk mempercayai firman Allah.

b.      Ada keinginan untuk menghujat tuhan dan hilang damai sejahtera.

c.       Tidak tertarik, buta secara rohani dan tidak merasa berdosa.

2.      Akibat secara psikologis/ mental

a.       Pikiran ingin bunuh diri dan ketakutan yang tidak normal.

b.       Kemarahan atau hawa nafsu marah yang tidak normal.


c.      Kemunduran mental dan gangguan jiwa.

3.      Akibat secara fisik

a.       Urat syaraf terganggu.

b.      Kemandulan dan kematian yang tidak wajar, yaitu kematian


sebelum waktunya .

4.      Akibat pada keturunan

a.       Anak yang lahir bisa cacat fisik dan mengalami sakit-sakitan.

b.      Keturunan menjadi kacau, terkutuk, sial, dan terhukum turun


temurun.

c.       Kutuk kepada keturunan ketiga dan keempat. Penyembahan


kepada berhala atau praktek kuasa gelap akibatnya tidak hanya
sampai kepada orang yang terlibat itu saja menjadi terkutuk tetapi
kutukan akan sampai kepada keturunan ketiga dan keempat, hal ini
menandakan bahwa betapa seriusnya perbuatan ini dihadapaan Allah

5.      Akibat secara moral yakni suara hati tidak berperan dan
cenderungan melanggar aturan.

6.      Akibat secara sosial yaitu Merasa gelisah apabila berada di antara
orang-orang percaya, cenderung merusak hubungan dalam keluarga
dan komunitas dan Inferior feeling (merasa rendah).

7.      Akibat hukuman kekal

Akhir dari semua penyembahan kepada berhala adalah mengalami


siksaan dalam lautan api yang menyala-nyala oleh api dan belerang
inilah tandanya kematian yang kedua dan bahkan tidak akan
mendapatkan bagian atau warisan kerajaan Allah .

Budaya Jimat (alias syirik) di Masyarakat

Berikut adalah beberapa contoh budaya jimat di masyarakat saat ini.


1.     Apabila ada orang yang memasak sayur lodeh kemudian dimakan
dengan tujuan untuk menolak bahaya (= tolak bala) seperti wabah
demam berdarah (DB). Atau menggantungkan sesuatu paket tolak
bala di pintu rumah (yang di dalamnya berisi sumbu kompor, janur
kuning, daun gadap, dll) dengan tujuan menolak bala seperti tsunami
dan gempa bumi. Maka sayur lodeh dan paket tolak bala tersebut
termasuk jimat. Karena secara syari’at, Allah dan Rasul-Nya tidak
pernah menyatakan demikian. Begitu juga secara akal atau
berdasarkan eksperimen ilmiah, tidak ada hubungannya antara sayur
lodeh atau paket tersebut dengan menghindarkan diri dari bahaya
(seperti DB atau tsunami). Karena para ahli di bidang tersebut tidak
pernah menyatakan, “Barangsiapa yang memakan sayur lodeh maka
dia akan terhindar dari DB”. Adapun yang disyariatkan agar dapat
menolak bahaya adalah dengan berdoa hanya kepada Allah untuk
menghindarkan kita dari bahaya tersebut, sebagaimana Allah
berfirman yang artinya, “Tetapi hanya Dialah yang kamu seru, Maka
Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa
kepadanya, jika Dia menghendaki” (Al An’am: 41).

2.     Apabila ada seorang ibu yang meletakkan gunting (atau benda-benda


lainnya) di samping bayinya yang baru lahir (sebagaimana yang
terjadi di Jakarta dan daerah lainnya) dengan tujuan agar bayi
tersebut terhindar dari gangguan setan, maka gunting tersebut
adalah jimat. Penjelasannya sebagaimana contoh pertama di atas.
Adapun cara yang benar adalah dengan membacakan doa kepada
bayi tersebut di antara doanya sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “‘u’idzuka bikalimatillahit
tammati min kulli syaithonin wa hammatin wa min kulli ‘aynin
lammatin” (HR Bukhari), yang artinya ‘Aku meminta perlindungan
kepada Allah untukmu dengan kalimat Allah yang sempurna dari
semua gangguan setan dan binatang, serta dari semua bahaya sihir
‘ain (pandangan hasad) yang tajam’.

3.     Apabila ada orang yang mengikuti tes penerimaan calon pegawai


negeri sipil, kemudian orang tersebut menggunakan pulpen khusus
(pulpen keberuntungan) untuk mengerjakan soal dan dia
menganggap pulpen tersebut adalah sebab dia lulus tes, maka
pulpen tersebut termasuk jimat. Karena tidak ada dasarnya dari Allah
dan Rasul-Nya yang menyatakan kedua benda tersebut dapat
mendatangkan keuntungan/manfaat. Lagipula, secara logika, tidak
ada hubungannya antara lulus tes dengan pulpen. Sebagus dan
semahal apapun pulpen yang digunakan, jika dia tidak dapat
menjawab soal, tentu saja dia tidak akan lulus tes. Adapun sikap yang
benar adalah hendaknya seseorang belajar sungguh-sungguh agar
dapat lulus tes dan tidak lupa untuk selalu berdoa kepada Allah
semata agar diluluskan dalam ujiannya tersebut.

Masih banyak contoh macam dan peristiwa lain yang dapat dinilai
bahwa benda yang digunakan adalah jimat. Apabila tujuannya adalah
untuk menghilangkan atau menolak bahaya dan sebabnya tidak
terbukti baik secara syar’i maupun keilmiahan/logika, serta benda itu
dikalungkan, digantung atau disimpan dengan cara apapun, maka
benda-benda tersebut termasuk jimat.

Bersandarlah hanya kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa


bersandar kepada sesuatu, maka ia akan disandarkan padanya.” (HR
Ahmad dan Trimidzi, dihasankan oleh Al Arna’uth). Pada hadits ini,
Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang akan diserahkan kepada
yang dia jadikan sandaran. Seorang muslim yang menyandarkan
segala urusannya kepada Allah, maka Allah akan menolong,
memudahkan dan mencukupi segala urusannya. Sebaliknya, orang
yang bersandar kepada selain Allah (seperti bersandar pada jimat),
maka Allah akan membiarkan orang tersebut dengan sandarannya,
sehingga kita dapatkan orang-orang semacam ini hidupnya tidak
pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia
takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, dia kehilangan percaya diri
ketika jimatnya tidak bersamanya. Sungguh hal ini merupakan suatu
kerugian yang nyata. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-
Nya yang menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya semata.
Cukuplah Allah tempat kami menggantungkan segala
sesuatu. Wallahu a’lam. [Boris Tanesia]

PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian di atas kita bisa menyimpulkan Penggunaan jimat
termasuk kedalam perbuatan syirik.di lingkungan masyarakat masih
banyak orang-orang yang menggunakan jimat untuk keberuntungan,
terhindar dari kesialan dll.kita sebagai umat muslim harus mengerti
dan menghindari perbuatan syirik,karena perbuatan syirik bisa
berbahaya bagi diri kita sendiri.

SARAN

Saran kami untuk kita semua adalah selalu percaya terhadap allah.
Agar terhindar dari perbuatan syirik,dan selalu berada di
perlindungan allah.
DAFTAR PUSTAKA

http://fransaliadi1.blogspot.com/2013/06/pengertian-jimat-talisman-
amulet.html

http://buletin.muslim.or.id/aqidah/jimat-menurut-islam

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan dunia bagi seorang yang beriman adalah tempat cobaan dan
ujian.tidaklah sedetik waktu yang berlalu kecuali akan diisi dengan cobaan yang
silih berganti.maha benar Allah  ta`ala ketika mengingatkan kita dalam
firmannya :

َ ‫ق ا ْل َم ْوتَ َوا ْل َحيَاةَ لِيَ ْبلُ َو ُك ْم أَيُّ ُك ْم أَ ْح‬


‫سنُ َع َمالً َوه َُو ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َغفُو ُر‬ َ َ‫الَّ ِذي َخل‬
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.[1]

َ ‫قُ ْلنَا ا ْهبِطُو ْا ِم ْن َها َج ِميعا ً فَإ ِ َّما َيأْتِيَنَّ ُكم ِّمنِّي ُهدًى فَ َمن تَبِ َع ُهدَا‬
  َ‫ي فَالَ َخ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم يَ ْح َزنُون‬

Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".[2]

                Dari kedua ayat tersebut dan ayat yang semisal dengannya ,sangat jelas
bagi kita bahwa permusuhan antara kebenaran dan kebatilan adalah abadi hingga
akhir zaman. satu hal yang seharusnya kita yakini bersama,untuk menuju
janjinya ..maka iblis dan para pengikutnya akan senantiasa berusaha
menggunakan bermacam – macam cara  dan metode untuk menyesatkan umat
manusia.diantara usaha yang paling digemari setan  adalah menjerumuiskan umat
manusia dalam jurang kekafiran dan kesyirikan.
1.2 Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah seperti:
a.       Apakah definisi jimat?
b.      Macam-macam jimat dan hukumnya?
c.       Bentuk bentuk jimat di zaman sekarang?
d.       Manfa'at dalam Jimat dan Tangkal?
e.       Dalil dalil haramnya menggunakan jimat dan tangkal?

1.3 Tujuan Penulisa


Dilihat dari latar belakang diatas,dapat diambil beberapa tujuan penulisan
seperti :
a.       Mengetahui definisi jimat
b.      Mengetahui macam-macam jimat dan hukumnya
c.       Mengetahui bentuk bentuk jimat di zaman sekarang
d.       Mengetahui manfa'at dalam Jimat dan Tangkal
e.       Mengetahui dalil- dalil haramnya menggunakan jimat dan tangkal

BAB 11
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Jimat


jimat adalah benda yang dianggap mengandung kesaktian ( menolak
penyakit ,menyebabkan kebal ) dan dalam bahasa arab disebut tamimah ( sesuatu
yang dikalungkan dileher anak atau yang lainnya sebagai penagkal atau pengusir
penyakit,pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki ).
Beberapa istilah penamaan jimat dalam hadits hadits yang shahih, yakni seperti:
a.       Ruqyah
Mantera, Jampi-jampi, atau Jimat atau juga kalimat-kalimat dan
gumaman-gumaman tertentu yang biasa dilakukan orang jahiliyah dengan
keyakinan bisa menangkal bahaya, menyembuhkan penyakit, dsb, dengan
meminta bantuan kepada jin, atau dengan menyebut nama-nama asing dan kata-
kata yang tidak difahami. Islam melarang perbuatan ini, sebagaimana dalam sabda
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
ِ َ‫الرقَى َوالتَّ َمائِ َم َوالت َِّولَة‬
‫ش ْر ٌك‬ ُّ َّ‫إِن‬
“Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik ” (HR. Abu
Daud no. 3883, Ibnu Majah no. 3530 dan Ahmad 1: 381. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
b.      Tamimah
yaitu untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu
dikalungkan pada leher, khususnya anak-anak, dengan dugaan ia bisa mengusir
jin, atau menjadi benteng dari pengaruh jahat, dan semacamnya.
c.        jami’ah adalah Aji-ajian terbuat dari tulisan
d.      khorz adalah Jimat penangkal terbuat dari benda-benda kecil dari laut dan
semacamnya
e.       hijab  merupakan  Jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa
membentengi diri dan yang sejenisnya.
f.       Wada'ah
sejenis kandang atau rumah keong dan yang semacamnya yang di kenakan
di leher dan dada manusia atau di gelangkan di tangan untuk perlindungan dari
mara bahaya.
ُ‫ق َو َد َعةً فَالَ َو َد َع هَّللا ُ لَه‬
َ َّ‫َمنْ تَ َعل‬
Barangsiapa yang mengenakan wada’ah (jimat batu pantai) maka Allah ta’ala tidak
akan memberikan ketenangan kepadanya (karena ia telah berbuat syirik).[3]
g.      Tiwalah
 Jimat pengasihan yang biasa digunakan untuk menarik simpatik lawan
jenis atau sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwasannya hal itu dapat
menimbulkan kecintaan istri kepada suaminnya atau suami kepada istrinya. 
h.      Nusyroh
Jimat untuk mengobati seseorang yang terkena gangguan Jin. Secara
istilah nusyroh adalah menghilangkan sihir dengan sihir.
i.        Wifiq (Awfaq)
jimat berupa Rajah yang tersusun dari rumusan angka-angka dan abjad.

2.2 Macam-macam jimat dan hukum menggunakan jimat


Para ulama membagi jimat menjadi dua bagian:
a.       jimat yang terbuat dari tulisan ayat- ayat al qur`an atau tulisan nama dan sifat
Allah atau lafadh hadist yang digantungkan untuk tujuan  menyembuhkan
penyakit atau menolak bahaya.
b.      jimat yang terbuat dari tulang,benang,biji-bijian ,keris,nama – nama jin dan
syithon,tulisan yang didalamnya rumus tertentu,gelang dan yang semisalnya
.dengan beberapa tujuan seperti : meningkatkan wibawa,memberi
kekuatan,penolak bala`,melindungi diri dari guna-guna,menyembuhkan
penyakit,dan lain - lain.
Hukum memakai jimat dan tangkal [4]:
a.       Syirik Besar
Seseorang yang menggunakan jimat dengan tujuan untuk membentengi
dirinya dari marabahaya dan meyakini bahwa jimat tersebut dapat memberi
manfaat atau menolak bahaya dengan kemampuan yang bersumber dari jimat itu
sendiri, maka ia telah terjerumus dalam syirik besar.
b.      Syirik Kecil
Seseorang yang menggunakan jimat dengan tujuan membentengi dirinya dari
marabahaya dan meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sebab
tertolaknya suatu bahaya padahal jimat jimat itu bukan sebab, maka ia telah
terjerumus ke dalam syirik kecil. Hal ini disebabkan ketergantungan hatinya
kepada benda-benda tersebut dan menjadikannya sebagai sebab tertolaknya bala.
c.        Haram
Menggunakan jimat dengan tujuan untuk hiasan adalah haram, karena
hal ini menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa menyerupai sutu kaum, maka
ia termasuk dari mereka." (HR. Ahmad). 

2.3 Bentuk bentuk jimat di zaman sekarang


Adapun bentuk-bentuk jimat pada zaman sekarang antara lain:
a)  Susuk                             
b)  Batu Akik                        
c)  Keris kecil
d) Rajah
e)  Rantai babi
f)   Mustika
g)  Benda-benda bertuah
h)  Rambut dan benang
i)    Cincin, gelang dan barang barang dari logam
j)    Mushaf al qur'an kecil
k)  Bambu dan kayu kayu tertentu
l)    Binatang yang di mumikan
m)     Kertas mantra yang di bungkus kain dan lain lain.

2.4  manfa'at dalam Jimat dan Tangkal


                      Sebagian manusia menyangka dan meyakini bahwa di dalam jimat atau
tangkal terdapat kekuatan yang mampu mengabulkan segala keinginan dan cita
citanya, padahal pengabul keinginan hanyalah Allah ta'ala. Allah berfirman:
ً‫الض ِّر عَن ُك ْم َوالَ ت َْح ِويال‬
ُّ َ‫قُ ِل ا ْدعُو ْا الَّ ِذينَ زَ َع ْمتُم ِّمن دُونِ ِه فَالَ يَ ْملِ ُكونَ َكشْف‬
Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap sesembahan “                    
selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.” [Al-Isra’:
56
,Dari Imron bin Al-Hushain radhiyallahu’anhu beliau menuturkan
ُ ْ‫ض ِد َر ُج ٍل َح ْلقَةً أُ َراهُ قَا َل ِمن‬
‫ا‬vv‫ص ْف ٍر فَقَا َل َو ْي َحكَ َم‬ ُ ‫ص َر َعلَى َع‬ َ ‫سلَّ َم أَ ْب‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ‫أَنَّ النَّبِ َّي‬
ْ vَ‫كَ فَإِنَّكَ ل‬vv‫ذهَا َع ْن‬vْ vِ‫إِالَّ َو ْهنًا ا ْنب‬  َ‫دُك‬v ‫تَ ِزي‬ َ‫َه ِذ ِه قَا َل ِمنَ ا ْل َوا ِهنَ ِة قَا َل أَ َما إِنَّ َها ال‬
‫ا‬vv‫ َك َم‬v‫و ِمتَّ َو ِه َي َعلَ ْي‬v
‫أَ ْفلَ ْحتَ أَبَدًا‬
Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melihat di tangan seorang laki- “ 
laki terdapat gelang dari tembaga, maka beliau berkata, “Celaka engkau, apa ini?”
Orang itu berkata, “Untuk menangkal penyakit yang dapat menimpa tangan.”
Beliau bersabda, “Ketahuilah, benda itu tidak menambah apapun kepadamu
kecuali kelemahan, keluarkanlah benda itu darimu, karena sesungguhnya jika
engkau mati dan benda itu masih bersamamu maka kamu tidak akan beruntung
selama-lamanya”” (HR. Ahmad, no. 20000)
2.5 Dalil dalil haramnya menggunakan jimat dan tangkal
Dalil dalil di haramkannya jimat, tangkal tangkal dan yang semacamnya
sangat banyak   sekali di antaranya:
a)     Dari ‘Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu’anhu beliau berkata,
‫ ٍد‬vv‫اح‬
ِ ‫س َك عَنْ َو‬ َ ‫س َعةً َوأَ ْم‬ ْ ِ‫سلَّ َم أَ ْقبَ َل إِلَ ْي ِه َر ْهطٌ فَبَايَ َع ت‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ‫سو َل هللا‬ُ ‫أَنَّ َر‬
ُ‫ َده‬vَ‫ َل ي‬v‫ ةً فَأَد َْخ‬v‫ ِه تَ ِمي َم‬v‫ا َل إِنَّ َعلَ ْي‬vvَ‫ َذا ق‬v‫ َر ْكتَ َه‬vَ‫ َعةً َوت‬v‫س‬ ْ ِ‫ايَعْتَ ت‬vvَ‫و َل هللاِ ب‬v‫س‬ ُ ‫فَقَالُوا يَا َر‬
َ‫ش َرك‬ْ َ‫ق تَ ِمي َمةً فَقَ ْد أ‬ َ َّ‫فَقَطَ َع َهافَبَايَ َعهُ َوقَا َل َمنْ َعل‬
“Bahwasannya telah datang kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
sepuluh orang (untuk melakukan bai’at), maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
membai’at sembilan orang dan tidak membai’at satu orang. Maka mereka berkata,
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau membai’at sembilan dan meninggalkan satu
orang ini?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia mengenakan jimat.” Maka orang
itu memasukkan tangannya dan memotong jimat tersebut, barulah Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam membai’atnya dan beliau bersabda, “Barangsiapa
yang mengenakan jimat maka dia telah menyekutukan Allah.  
             b). Dari Imron bin Al-Hushain radhiyallahu’anhu beliau menuturkan,
‫ ْف ٍر‬v‫ص‬ ُ ْ‫ا َل ِمن‬vَ‫ةً أُ َراهُ ق‬vَ‫ ٍل َح ْلق‬v‫ ِد َر ُج‬v‫َض‬ ُ ‫ َر َعلَى ع‬v‫ص‬ َ ‫سلَّ َم أَ ْب‬ َ ‫أَنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ‫ك‬vv‫ذهَا َع ْن‬vْ vِ‫ا ا ْنب‬vvً‫دُكَ إِالَّ َو ْهن‬v‫ا الَ تَ ِزي‬vv‫ا إِنَّ َه‬vv‫فَقَا َل َو ْي َحكَ َما َه ِذ ِه قَا َل ِمنَ ا ْل َوا ِهنَ ِة قَا َل أَ َم‬
‫فَإِنَّ َك لَ ْو ِمتَّ َو ِه َي َعلَ ْي َك َما أَ ْفلَ ْحتَ أَبَدًا‬
“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melihat di tangan seorang laki-
laki terdapat gelang dari tembaga, maka beliau berkata, “Celaka engkau, apa ini?”
Orang itu berkata, “Untuk menangkal penyakit yang dapat menimpa tangan.”
Beliau bersabda, “Ketahuilah, benda itu tidak menambah apapun kepadamu
kecuali kelemahan, keluarkanlah benda itu darimu, karena sesungguhnya jika
engkau mati dan benda itu masih bersamamu maka kamu tidak akan beruntung
selama-lamanya”.[5]
c). Dari Abu Basyir Al-Anshori radhiyallahu’anhu beliau berkata,
ْ َ‫ض أ‬
ِ‫ ُد هللا‬v‫ا َل َع ْب‬vvَ‫فَا ِر ِه ق‬v‫س‬ ِ ‫لم فِي بَ ْع‬vv‫ه وس‬vv‫لى هللا علي‬vv‫و ِل هللاِ ص‬v‫س‬ ُ ‫ َع َر‬v‫أَنَّهُ َكانَ َم‬
‫لم‬vv‫ه وس‬vv‫لى هللا علي‬vv‫و ُل هللاِ ص‬v ‫س‬ َ ‫اس فِي َمبِيتِ ِه ْم فَأ َ ْر‬
ُ ‫ َل َر‬v ‫س‬ ُ َّ‫ا َل َوالن‬vvَ‫ ْبتُ أَنَّهُ ق‬v ‫س‬
ِ ‫َح‬
َ َ
ْ‫سوالً أنْ الَ يَ ْبقَيَنَّ ِفي َرقَبَ ِة بَ ِعي ٍر قِالَ َدةٌ ِمنْ َوتَ ٍر أ ْو قِالَ َدةٌ إِالَّ قُ ِط َعت‬ ُ ‫َر‬
“Bahwasannya beliau pernah bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
pada salah satu perjalanan beliau –berkata Abdullah (rawi): Aku mengira beliau
mengatakan-, ketika itu manusia berada pada tempat bermalam mereka, maka
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk
menyampaikan, “Janganlah tertinggal di leher hewan tunggangan sebuah kalung
dari busur panah atau kalung apa saja kecuali diputuskan”.[6]

GAMBARAN BENTUK JIMAT DAN KOMENTAR PENULIS

Gambar diatas merupakan gambaran bentuk jimat atau pangkal yang


beredar didalam masyarakat kita. Tidak sedikit dari masyarakt kita masih percaya
pada kekuatan  gaib yang terrdapat pada keris,rambut,patung maupun pohon tua
yang menjulang. Mereka beranggapaan bahwa benda-benda tersebut memiliki
kekuatan yang dahsyat sehingga bias menggabulkan seluruh permintaan mereka
dengan syarta-syarat tertentu. Mereka mengagung-agungkan benda-benda tersebut
sehingga lupa pada pencipta mereka sendiri. Perbuatan seperti itu dilarang keras
dalam agama islam karena sama saja mereka menyekutukan Allah SWT  dan
perbuatan tersebut terrmasuk syirik.  Sepeti terdata dalam hadis:
ُ‫ق َو َد َعةً فَالَ َو َد َع هَّللا ُ لَه‬
َ َّ‫َمنْ تَ َعل‬

Barangsiapa yang mengenakan wada’ah (jimat batu pantai) maka Allah


ta’ala tidak akan memberikan ketenangan kepadanya (karena ia telah berbuat
syirik).[7]

BAB 111
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
jimat adalah benda yang dianggap mengandung kesaktian ( menolak
penyakit ,menyebabkan kebal ) dan dalam bahasa arab disebut tamimah ( sesuatu
yang dikalungkan dileher anak atau yang lainnya sebagai penagkal atau pengusir
penyakit,pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki ).

3.2  SARAN
Sebaiknya kita sebagai umat islam  jangan sekali-sekali menggunakan jimat
atau pangkal dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita menggunakan jimat atau
kita percaya pada kekuatan  jimat sama aja kita menyekutukan Allah SWT .

[1] Al Mulk ayat 2


[2] Al Baqoroh ayat 38

[3] HR. Ahmad, no. 17404.


[4] DR.Yusuf Qardhawi: Menjelajah Alam Gaib.jakarta,hal.25
[5] HR. Ahmad, no. 20000
[6] HR. Al-Bukhari no. 3005

[7] HR. Ahmad, no. 17404.

SUDUT PANDANG ISLAM TERHADAP BUDAYA DUFA


 ATAU AKULTURASI BUDAYA DALAM TRADISI MENYALAKAN
DUFA
MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam

Dosen :

DRS. SUDIRMAN, M.AG

Disusun oleh :

Friesca Putri M    1104943

Lestari Apriyanti              1105601


Temi Setiabudi    1101052

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Tidak lupa
shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah yang berjudul “Sudut Pandang Islam Terhadap Tradisi
Menyalakan Dufa” dengan penuh kelancaran. Ucapkan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada dosen yang telah memberikan bimbingan kepada penulis tanpa kenal
lelah.

Makalah observasi ini disusun agar para pembaca lebih dapat memahami


mengenai bagaimana tradisi dufa atau ngukus di daerah Talegong Garut.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada


pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Walaupun laporan ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Bandung, Oktober 2013

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
                                  

1.1  Latar Belakang
Seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya amat sedikit
tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu dibiasakannya
dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan naluri beberapa refleks, beberapa
tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang membabi buta.
Menurut Antopologi, ‘’kebudayaan’’ adalah keseluruhan system gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. 

Begitupun dengan Agama atau religi, memmang merupakan bagian dari


kebudayaan, karena menganut konsep bahwa tiap religi atau agama adalah suatu
system yang terintegrasi secara bulat. Karena getaran jiwa yang disebut emosi
keagamaan tadi bisa juga dirasakan seseorang individu dalam keadaan sendiri, maka
suatu aktivitas religius dapat dilakukan sorang diri dalam keadaan sunyi senyap. Seorang
bisa berdoa, bersujud, atau melakukan salat sendiri dengan penuh khidmat, dan dalam
keadaan terhinggap oleh emosi keagamaan. Wujud dari bayangan tadi akan ditentukan
oleh kepercayaan yang lazim hidup dalam masyarakat dan kebudayaannya, dan
selanjutnya kelakuan-kelakuan keagamaan yang dijalankannya akan juga menurut adat
yang lazim. Misalnya, kalau ia mulai membakar kemenyan dan menaburkan bunga
diatas makam, maka kelakuan-kelakuan religious itu pun telah menurut adat yang lazim
dalam kebudayaannya.

Begitupun materi yang kelompok kami angkat mengenai ‘’budaya Ngukus’’ yang
sampai saat ini masih ada yang melakukan. Dimana budaya ngukus atau dufa itu
dilakukan oleh orang islam dan tidak disangka budaya Ngukus ini malah dijadikan hal
negatif seperti berhubungan dengan alam gaib.

1.2  Rumusan Permasalahan
Adapun terdapat beberapa permasalahan yang dapat penulis rumuskan
berdasarkan latar belakang di atas, yaitu :

1.      Apakah kebudayaan dufa atau ngukus itu?

2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan dufa atau ngukus?

3.      Bagaimana ciri-ciri, fungsi, dan tujuan seseorang yang melakukan budaya ngukus atau
dufa?

4.      Bagaimana sudut pandang islam terhadap budaya dufa dan ngukus ini?

5.      Bagaimana pandangan masyarakat terhadap budaya dufa atau ngukus?


1.3  Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan penelitian yang dilakukan penulis , yaitu :

1.      Mengetahui bagaimana budaya dufa tersebut.

2.      Mengetahui bagaimana sejarah perkembangan budaya Dufa.

3.      Mengetahui apa tujuan, fungsi dan cirri-ciri kebudayaan dufa atau ngukus tersebut.

4.      Mengetahui bagaimana sudut pandang islam terhadap budaya menyalakan dufa


tersebut.

1.4  Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memebrikan pengetahuan dan
pemahaman tentang sejarah singkat dari kebudayaan dufa atau ngukus
dilihat segi kebudayaan dan islam khususnya. Adapun manfaat bagi pembaca lebih
kepada bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk topik dan pembahasan yang
serupa serta diharapkan dapat mengambil nilai positif dari dari makalah yang kami buat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Kebudayaan Dufa atau Ngukus


Kebudayan menurut E.B. Tylor merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota
masyarakat. (Effendi, 2011:).

Kebudayaan Ngukus adalah kebudayaan orang sunda yang berkembang secara


turun temurun dengan kemenyan sebagai medianya. Ngukus sendiri merupakan sebuah
kata kerja dari kata “kukus”, yang mempunyai makna asal mengepul, berasap, ataupun
mengeluarkan asap. Dalam budaya sunda sendiri, kebudayaan ngukus bermakna dengan
melakukan aktivitas membakar menyan (kemenyan) yang menyertai ritual tertentu.
Sedangkan, kata kukusan sendiri bermakna tempat kukus yang biasanya dibuat dari
tembikar yang berbentuk mangkuk.

 “Kemenyan” berasal dari “getah” (eksudat) kering yang berasal dari pohon
kemenyan, yang keluar dengan sendirinya atau senagaja ditoreh (diturih), serupa
dengan cara mengambil getah karet. Terdapat beberapa jenis kemenyan yang masing-
masing memiliki kadar wangi yang berbeda-beda, sangat tergantung pada kualitasnya. 
Kemenyan yang bagus, pada masanya,  mempunyai harga sebanding dengan emas.
Pada satu sisi, ngukus merupakan bagian dari budaya yang dilaksanakan oleh
sebagian masyarakat Sunda, dan lainnya. Pada sisi lainnya, kepemilikan kemenyan dapat
menunjukkan status sosial pemiliknya, yakni jika ia memiliki kemenyan yang berkualitas
tinggi, berarti ia adalah orang kaya, demikian sebaliknya. Pada sisi lain juga, pada
jamannya, kemenyan menunjukkan komoditas yang mampu menggerakkan roda
ekonomi.

2.2  Sejarah dan Perkembangan Dufa atau Ngukus


Jika dilihat dari sejarahnya, kebudayaan dufa atau ngukus ini berasal dari orang-
orang  Hindu yang diikuti oleh nenek moyang dari kalangan orang sunda, dikalangan
orang sunda sendiri ada yang namanya “tarari karuhun”  yang sampai sekarang masih
dikembangkan dan dilanjutkan oleh anak cucunya. Sehingga pada masa perkembangan
Agama Islam di Nusantara kebudayaan ngukus ini menjadi lebih terkenal dan dianggap
sebagai suatu adat kebiasaan. Seiring dengan perkembangan jaman atau faham
pembaharuan yang diusung oleh golongan Islam modernis, akhirnya kebiasaan umat
Islam dalam membakar kemenyan ditunduh sebagai kegiatan perdukunan, pemanggilan
roh, jin, dan perbuatan musyrik.

Pada dasarnya mengharumkan ruangan dan tempat-tempat yang bersifat


ruhaniah dengan membakar kemenyan, dufa, misik, setanggi, gaharu, cendana dapat
membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini sama dengan
Rasulullulah Saw yang sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-
bungaan, maupun pembakaran dufa. Hal ini pun disebabkan oleh adat yang turun
temurun yang diwariskan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya.

2.3  Cara-cara, fungsi, dan tujuan melakukan Ngukus


  Ciri-ciri kebudayaan ngukus

Terdapat beberapa tahapan dalam melakukan kegiatan ngukus,


diantaranya : a) Unjuk salam atau ucapan salam kepada hal-hal gaib, b) Badanten
adanya komunikasi antara yang melakukan dengan hal-hal yang gaib dengan tujuan
terdapat sesuatu yang diminta oleh yang melakukan ngukus. Contohnya dalam hal orang
tersebut meminta kekayaan, keselamatan, dan lain-lain, dan yang terakhir c) membaca
mantra-mantra untuk mengembalikan lagi kealam mereka.

  Fungsi dan tujuan dari kebudayaan ngukus

Ada beberapa fungsi ngukus (membakar kemenyan) dalam pelaksanaan ritus


atau ritual pada masyarakat sunda. Pertama, untuk mengharumkan ruangan. Pada
zamannya “ngukus” dimaksudkan untuk mengharumkan ruangan, serupa dengan fungsi
“dupa” atau minyak wangi. Sebagian menyebutkan bahwa “ngukus” juga dapat
mengusir nyamuk. Kedua, meningkatkan konsentrasi ketika melakukan semedi
(mujasmedi) atau “bertapa”. Ketiga, sebagian memaknai bahwa “ngukus” merupakan
media untuk menghadirkan “makhluk ghaib” (malaikat atau jin) agar mau mendekat ke
ruangan tersebut dan memberkatu ritual yang akan dilakukan. Ada juga yang memaknai
bahwa kukusan merupakan media untuk menghubungkan dunia manusia dengan dunia
alam gaib (repeh-rapih).

2.4  Sudut pandang Islam terhadap budaya Dufa atau Ngukus


Sudut pandang islam terhadap budaya ngukus ini, menurut narasumber sendiri
terdapat dua hukum yang bisa dikatakan hal ini tersirat. Dimana bisa dilarang bisa juga
termasuk kedalam Sunnah, Kenapa bisa dikatakan Sunnah. Sebenarnya jika budaya
ngukus ini dipakai untuk mengharumkan ruangan, hal ini disebabkan karena kemenyan
ini bersifat wangi dan Rosul pun sangat menyukai wangi-wangian.

Pada zaman dahulu sebelum ada parfum jika sedang ada acara kendurian atau
tahlilan suka sekali menggunakan kemenyan untuk menghilangkan bau, sehingga
mereka pun menggunakan kemenyan untuk mengharumkan ruangannya. Untuk
wanginya sendiri boleh saja digunakan ketika holakoh untuk mengusir nyamuk, tetapi
jika kemenyan tersebut digunakan untuk hal-hal gaib, membangkitkan arwah atau
meminta kepada Allah itu merupakan sesuatu hal yang dilarang dan mendekati ke hal
yang bersifat musyrik.

Contohnya kalau di sebuah kampung atau pedesaan seperti di daerah garut,


kalau akan menggarap sawah, ada cara hajatan, dan meminta keselamatan. Dalam acara
pembakaran kemenyan tersebut sangat disakralkan, hal ini terlihat pada yang
membakar kemenyan tersebut harus orang tertentu (tokoh ataupun pemimpin tahlil).
Pada saat panenan sawah-sawah itu dikelilingi oleh sesaji lalu membakar kemenyan
dengan tujuan agar hasil panennya melimpah dan ada juga yang ingin mendoakan
kepada arwah yang meninggal. Sehingga pada dasarnya menggunakan kemenyan
tersebut boleh-boleh saja asalkan hal tersebut tidak menyimpang dari tujuan awalnya,
dan tidak mendekati ke arah yang bersifat musyrik.

Menurut narasumber sendiri tidak ada larangan khusus dalam Al-Qur’an, hanya
saja kebiasaannya yang bisa dimasukan kedalam kemusyrikan. Bahkan ada salah satu
hadis yang menyebutkan “Beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan
Allah”. Adapun hukum seseorang yang membakar kemenyan hanya untuk mendapatkan
keselamatan, yaitu :

a.       Hukum membakar kemenyan dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan adalah


haram, sebab memohon keselamatan dan lainnya bagi orang muslim hanyalah kepada
Allah SWT, sedangkan untuk memohon kepadanya haruslah sesuai dengan ketentuan
yang disebutkan oleh Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat
Al Bawarah ayat 186 yang berbunyi :
ْ َ‫ فَ ْلي‬،‫َّاع إِ َذا َدعَا ِن‬
ُ ‫ستِ ِج ْيبُ ْوا لِ ْي َو ْليُؤْ ِمنُ ْوا بِ ْي لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْر‬
َ‫شد ُْون‬ ُ ‫ أُ ِج ْي‬،‫ب‬
ِ ‫ب َدع َْوةَ الد‬ ْ ‫سأَلَكَ ِعبَا ِد‬
ٌ ‫ي َعنِّ ْي فَإِنِّ ْي قَ ِر ْي‬ َ ‫ َوإِ َذا‬.

Dan apabila hamba-hamba-ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (Jawablah),


bahwasannya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-
ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.

b.    Tentang membakar kemenyan untuk memanggil ruh nenek moyang, maka yang datang
bisa yang dibakarkan oleh kemenyan tersebut adalah ruh-ruh jahat yang disebut
syaithan atau jin-jin kafir yang mengaku-ngaku seperti nenek moyang. Adapun ruh-ruh
nenek moyang itu sendiri, setelah meninggal dunia, semuanya ditahan di alam barzakh
(alam kubur) dan tidak dapat keluar kecuali pada hari kiamat nanti. Memang ada nabi-
nabi tertentu yang dapat memanggil ruh orang yang sudah mati untuk kembali ke
jasadnya lagi, seperti nabi Musa yang memanggil ruh dari orang yang telah dibunuh
untuk ditanyai siapa pembunuhnya sebagaimana yang diceriterakan dalam Al Qur'an
dan nabi Isa yang dapat menghidupkan kembali orang yang sudah mati ratusan tahun
untuk membuktikan bahwa beliau adalah utusan Allah, tetapi tidak untuk dimintai
keselamatan dan lainnya.

2.5  Sudut Pandang Masyarakat


Sudut pandang masyarakat mengenai kebudayaan ngukus ini memang berbeda-
beda. Bagi mereka yang tidak melakukan hal itu memandang bahwa budaya/tradisi itu
jauh dari ajaran islam dan mendekati kemusyrikan. Sedangkan bagi mereka yang masih
melakukan memang beranggapan bahwa dengan ngukus ini doa seseorang dengan
cepat dikabulkannya. Kedua pandangan ini saya dapatkan bukan melalui wawancara,
tetapi mengamati langsung bagaimana pembicaraan mereka dan dapat disimpulkan
seperti itu.

2.6  Analisis
Berbicara sebuah kebudayaan akan sangat erat kaitannya dengan tradisi dan
kebiasaan suatu masyarakat yang berkembang. Semua itu tercakup dalam 7 unsur
kebudayaan secara universal yang didalamnya terdapat sebuah kepercayaan/religi.
Berbicara mengenai kepercayaan, sangat sensitif sekali dan rawan akan bermasalah dan
terjadi singgungan.

Budaya ngukus merupakan salah satu kebudayaan yang berkaitan erat dengan
sebuah kepercayaan. Ngukus jika dilihat dari sudut pandang budaya yang berkembang
dimasyarakat itu bukan hal yang asing dan dianggap tidak baik. Akan tetapi jika dilihat
dari sudut pandang lain khususnya islam sangat berbanding terbalik. Dimana bahwa
islam tidak mengajarkan manusia untuk ngukus, dan dilarang untuk menyekutukan Allah
salah satunya dengan prilaku-prilaku yang mengarah kesana seperti ngukus. Jika
mendengar perkataan orang yang suka melakukan ngukus, secara sepintas bahwa
ngukus memang baik dan banyak mengatakan bahwa segala sesuatunya pasti ada
perantara lain yang dapat membantu/mempercepat tujuan yang ingin dicapai.

Dalam sudut pandang islam, ngukus ini mendekati kemusyrikan. Dalam al-Quran
dikatakan bahwa beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukan Allah. Hal-hal
yang dapat menyekutukan Allah ini disebut musyrik, dan prilaku dengan membudayakan
ngukus untuk hal-hal gaib itu dapat dikatakan sebagai bentuk menyekutukan Allah.
Dalam pandangan para ulama dan ustadz mengenai ngukus/membakar kemenyan,
bahwa itu sah sah saja jika itu hanya sebagai untuk wangi-wangian atau mengusir
nyamuk saja, bukan kaitannya dengan hal-hal yang gaib yang mendatangkan sebuah
arwah yang telah meninggal atau sebagai media untuk meminta sesuatu walaupun
tujuannya kepada Allah semata.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Secara keseluruhan kebudayaan ngukus atau dufa itu merupakan kebudayaan
orang sunda yang berkembang secara turun temurun dengan kemenyan sebagai
medianya. Makna dari membakar kemenyan bagi orang Islam sendiri adalah untuk
wangi-wangian karena pada saat penyebaran Islam Rosulullah suka terhadap wangi-
wangian dan diturunkan kepada para pengikutnya. Sedangkan makna dari membakar
kemenyan atau dufa bagi orang hindu adalah sebagai bentuk persembahan kepada
dewa api.

Islam mengajarkan untuk menyelisihi kebiasaan agama lain, jadi jika ingin
membakar kemenyan atau dufa sebaiknya jangan mengikuti kebiasaan agama lain yg
mengkhususkan waktu atau tempat membakar kemenyan atau dupa, tapi jika memang
diperlukan tidak mengapa asal bisa menjaga hati dari mengikuti agama lain

3.2  Saran
Semoga dengan adanya makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan juga pembaca. Saran kami adalah jangan sekali-sekali berbuat hal yang
dapat menyekutukan Allah SWT walaupun itu ada kaitannya dengan agama ini. salah
satunya dengan budaya ngukus.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, (1993). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Koentjaraningrat, (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.


Effendi, Ridwan dkk (2011). Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: CV. Maulana
Media Grafika.

Rusmana, dadan (2011). Ngukus Tradisi Membakar Kemenyan. [online].


Tersedia : http://dadanrusmana.wordpress.com/2011/04/21/ngukus-tradisi-membakar-
kemenyan/ [diakses pada tanggal 28 september 2013]

Anonim (2013). Pesantren budaya nusantara. [online].


Tersedia: http://pesantrenbudaya.blogspot.com/2013/04/nabi-saw-menyukai-wewangian-
kemenyan.html [diakses pada tanggal 06 oktober 2013]

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

1.2      Rumusan Permasalahan

1.3      Tujuan Penelitian

1.4      Manfaat Penelitian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1      Kebudayaan Dufa atau Ngukus

2.2      Sejarah dan Perkembangan Dufa atau Ngukus

2.3      Cara-cara, fungsi, dan tujuan melakukan Ngukus

2.4      Sudut pandang Islam terhadap budaya Dufa atau Ngukus

2.5      Sudut Pandang Masyarakat

2.6      Analisis

BAB III
PENUTUP

3.1      Kesimpulan

3.2      Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai