Nim : 232021010063
Kelas : 1B
Syirik
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.
Macam-macam syirik
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat ampunan Allah. Syirik akbar dibagi
menjadi dua, yang pertama yaitu Zahirun Jali (tampak nyata), yakni perbuatan kepada tuhan-
tuhan selain Allah atau baik tuhan yang berbentuk berhala, binatang, bulan, matahari, batu,
gunung, pohon besar, sapi, ular, manusia dan sebagainya. Demikian pula menyembah
makhluk-makhluk ghaib seperti setan, jin dan malaikat.
Yang kedua yaitu syirik akbar Bathinun Khafi (tersembunyi) seperti meminta pertolongan
kepada orang yang telah meninggal. Setiap orang yang menaati makhluk lain serta mengikuti
selain dari apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya, berarti telah terjerumus
kedalam lembah kemusyrikan.
B. Memakai azimat
C. Mantra
D. Sihir
E. Peramalam
H. Riya
1. Syirku Al-‘Ilmi. Inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan. Mereka
mengagungkan ilmu sebagai maha segalanya. Mereka tidak mempercayai
pengetahuan yang diwahyukan Allah. Sebagai contoh mereka mengatakan bahwa
manusia berasal dari kera.
2. Syirku At-Tasarruf. Syirik jenis ini pada prinsipnya disadari atau tidak oleh
pelakunya, menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas penghidupan
manusia berada di tangan-Nya. Mereka percaya adanya “perantara” itu mempunyai
kekuasaan. Contohnya adalah kepercayaan bahwa Nabi Isa anak Tuhan, percaya pada
dukun, tukang sihir atau sejenisnya.
3. Syirku Al- Ibadah. Inilah syirik yang menuhankan pikiran, ide-ide atau fantasi.
Mereka hanya percaya pada fakta-fakta konkrit yang berasal dari pengalaman
lahiriyah. Misalnya seorang atheis memuja ide pengingkaran terhadap berbagai
bentuk kegiatan.
4. Syirku Al-‘Addah. Ini adalah kepercayaan terhadap tahayul. Sebagai contoh percaya
bahwa angka 13 itu adalah angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka
tersebut, menghubungkan kucing hitam dengan kejahatan, dan sebagainya.
4. Memunculkan kepercayaan yang teguh dalam segala hal, tidak mempunyai hubungan
khusus dengan siapapun atau apapun yang menyebabkan rusaknya iman.
6. Menumbuhkan keberanian dalam diri manusia. Dalam hubungan ini ada dua hal yang
membuat manusia menjadi pengecut, yaitu takut mati, dan pemikiran yang menyatakan
bahwa ada orang lain selain Allah yang dapat mencabut nyawanya.
7. Mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan, menghalau rasa cemburu, dengki, dan iri
hati.
Bid’ah
Menurut Imam Asy-syatibi, bid’ah adalah bentuk ibadah atau perilaku yang menyerupai
ajaran agama islam namun tidak sesuai dengan syariat atau tidak terdapat dalilnya secara
tepat. Adapun pengertian lain dari bid’ah yaitu mengada-ngada bentuk ibadah atau syariat
agama. Tentu saja, hal ini tidak diperbolehkan dalam islam.
Jenis-jenis bid’ah
Substansi Ibadah
Melengkapi Ilmu Pengetahuan dengan Dalil
Menanyakan Ibadah Kepada Ahlinya
Selalu Mempelajari Lebih Dalam Masalah Agama
Tidak Tergesa-Gesa
Khurafat
Khurafat adalah bid’ah ‘aqidah, yakni kepercayaan atau keyakinan kepada sesuatu perkara
yang menyalahi ajaran Islam, misalnya meyakini kuburan orang shaleh dapat memberikan
berkah, memuja atau memohon kepada makhluk halus atau jin, meyakini sebuah benda-
tongkat, keris, batu dan lain-lain yang memiliki kekuatan ghaib dan bisa diandalkan dan
sebagainya.
Kata khurafat biasanya digandengkan dengan kata takhayul, karena semua keterangan dusta,
berawal dari khayalan manusia/tanpa bukti, tidak sesuai dengan kenyataan, dan tidak
didukung oleh dalil. Ketika itu diyakini, maka statusnya menjadi khurafat, yaitu keyakinan
dusta yang menyimpang.
Semua takhayul dan khurafat itu terlarang karena keduanya terkait syariat dan berdusta atas
nama syariat. Dengan demikian, bahayanya lebih parah dan ancaman dosanya sangat besar.
Ciri-ciri Khurafat:
Bentuk dari khurafat ini adalah kepercayaan kepada keramat, seperti kubur, pohon besar,
telaga, batu, bukit, tongkat dan sebagainya. Bentuk khurafat lainnya, misalnya kualat karena
melangggar adat, cegah bencana dengan ritual tolak balak, hilangkan mimpi buruk dengan
membalik bantal, sakit-sakitan karena tidak kuat menyandang nama dan sebagainya.
1. Meyakini jika kita pernah berjabat tangan kepada orang yang sudah pernah
berjabat tangan dengan Rasulullah, maka kita akan masuk surga.
2. Mempercayai bahwa dengan mencium tangan ulama, kita akan mendapat berkah
berkelimpahan. Karena ulama adalah salah satu orang pilihan Allah SWT dan
rahmat dilimpahkan atasnya.
3. Mempercayai bahwa seorang ulama adalah kekasih Allah sehingga ulama tersebut
terhindar dari perbuatan dosa. Andai kata seorang ulama melakukan perbuatan
dosa, ia hanyalah bermaksud untuk menyembunyikan kemurnian dan kesucian
dirinya bukan untuk perbuatan jahat apalagi maksiat.
4. Menggunakan jasad orang mati sebagai perantara agar doanya disampaikan
kepada Allah. Ada juga orang yang pergi berziarah ke kuburan ulama untuk
meminta pertolongan agar doanya disampaikan kepada Allah, dan dikabulkan.
5. Memakai ayat-ayat yang tertulis dalam Kitab Suci Al Quran saat penolakan, atau
pengasihan. Melakukan
Rukun Iman
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman
adalah “Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah
dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat”.
1. Iman kepada Allah: Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia
mengimani 4 hal:
a. Mengimani adanya Allah.
b. Mengimani Rububiyyah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai,
dan mengatur alam semesta kecuali Allah.
c. Mengimani Uluhiyyah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak
disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
d. Mengimani semua asma dan sifat Allah (al-Asma’ul Husna) yang Allah telah
tetapkan untuk diri-Nya dan yang nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta
menjauhi sikap menghilangkan makna, memalingkan makna,
mempertanyakan, dan menyerupakanNya.
2. kepada para malaikat Allah:
a. Mengimani adanya malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, beserta
amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada para malaikat.
b. Jumlah malaikat tidak ada seorangpun yang tahu dan hanya Allah SWT yang
mengetahuinya
c. Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya
d. Orang islam wajib mengimani 10 malaikat yaitu: Malaikat Jibril, Malaikat
Mikail, Malaikat Rakib, Malaikat Atid, Malaikat Mungkar, Malaikat Nakir,
Malaikat Maut, Malaikat Israfil, malaikat Malik, Malaikat Ridwan
3. Iman kepada kitab-kitab Allah:
a. bahwa seluruh kitab Allah adalah Kalam (ucapan) yang merupakan sifat
Allah.
b. Mengimani bahwa kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT termasuk 4
(empat) yaitu: Kitab Suci Taurat, Kitab Suci Zabur, Kitab Suci Injil, Kitab
Suci Al-Qur’an
c. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur’an merupakan penggenapan kitab-
kitab suci terdahulu.[5]
4. Iman kepada para rasul Allah:
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala
pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka
semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-
sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah
kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul
itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi
dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.[6]
5. Iman kepada hari akhir:
Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar
hingga berakhir di Surga atau Neraka.
6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk: Mengimani kejadian
yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena seluruh
makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka
melalui kehendak Ilahi.
Surah Al-Baqarah
Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan
kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan
kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka,
ُ ُ
dan kami berserah diri kepada-Nya.” نز َل إِلَ ٰى إِ ْب َرا ِهي َم َوإِ ْس َما ِعي َل ِ قُولُوا آ َمنَّا بِاهَّلل ِ َو َما أ
ِ نز َل إِلَ ْينَا َو َما أ
ُ ِّاط َو َما أُوتِ َي ُمو َس ٰى َو ِعي َس ٰى َو َما أُوتِ َي النَّبِيُّونَ ِمن َّربِّ ِه ْم اَل نُفَر
َق بَ ْينَ أَ َح ٍد ِّم ْنهُ ْم َونَحْ نُ لَهُ ُم ْسلِ ُمون ِ َوب َواأْل َ ْسبَ ُق َويَ ْعق َ َوإِ ْس َحا
Aya-136.png
—Qur’an Al-Baqarah:136
Surah Al-Anbiya’
(19) Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-
Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih.
—Qur’an Al-Anbiya’:19-20
ِ اإل ْي َما ِن قَا َل أَ ْن تُ ْؤ ِمنَ بِاهللِ َو َمالَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر ُسلِ ِه َواليَوْ ِم
اآلخ ِر ِ فَأ َ ْخبِرْ نِي ع َِن: ال َ ُص َد ْقتَ فَ َع ِج ْبنَا لَهُ يَسْأَلُهُ َوي
َ َص ِّدقُهُ ق َ : قَا َل
ِ َوتُ ْؤ ِمنَ بِالقَد
َر خَ ي ِْر ِه َو َشرِّ ِه
Orang itu berkata, “Engkau benar.” Kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya.
Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Iman.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab, “Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-
kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun
yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar.” (HR. Muslim, no. 8)
Cabang-cabang keimanan
Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah, “Iman itu ada 70 atau 60-an cabang. Yang paling
tinggi adalah perkataan ‘la ilaha illallah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalanan, dan sifat malu (juga) merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari no:
9 dan Muslim no: 35)
Perkataan ‘Syahadat’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan.
Menyingkirkan duri dari jalan menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota
badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati,
karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang menunjukkan bahwa iman yang benar hanyalah
jika terdapat tiga komponen di dalamnya yaitu (1) keyakinan dalam hati, (2) ucapan di lisan,
dan (3) amalan dengan anggota badan. Maka tanpa adanya amalan, meskipun ada keyakinan
dan ucapan, tidaklah disebut beriman.