Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T buku “ADAT SALINGKA NAGARI
LUBUK BASUNG” dapat diselesaikan.
Dengan lahirnya “PERATURAN DAERAH SUMATERA BARAT” untuk hidup banagari sangat
diperlukan sebuah pedoman dan acuan bagi Anak Nagari Lubuk Basung akan norma-norma adat nan di
paturun panaiak di Nagari Lubuk Basung. Anak Nagari Lubuk Basung sangat membutuhkan paparan yang
lebih jelas tentang “ADAT ISTIADAT YANG BERLAKU DI NAGARI LUBUK BASUNG” sebagai acuan
dan pedoman dalam berprilaku dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat. Menyadari hal demikian.
Tim penyusunan berusaha untuk menyesaikan buku “Adat Salingka Nagari Lubuk Basung” buku adat
salingka nagari Lubuk Basung diharapkan mampu menggugah dan menumbuhkan rasa cinta Anak Nagari
Lubuk Basung terhadap adat istiadat nagari yang akhirnya mampu melahirkan rasa cinta dan bangga sebagai
Anak Nagari Lubuk Basung.
Berbekal niat yang ikhlas, penulis bertekad untuk menyusun “BUKU ADAT SALINGKA
NAGARI LUBUK BASUNG”. Penulis buku ini tidak bermaksud untuk mengurangi peran ninik mamak
sebagai pemangku adat nagari di nagari, tetapi ingin menjadikan buku ini sebagai petunjuk awal bagi Anak
Nagari Lubuk Basung untuk memahami adat mereka, tetap dalam bimbingan dan pengawasan ninik mamak
di kaum dan suku masing-masing.
Penulis buku ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa cinta anak nagari terhadap adat yang
berlaku di Nagari Lubùk Basung. Dan rasa cinta akan menumbuhkan komunikasi yang harmonis antara
mamak dengán keponakan, anak dengan bapak, serta pihak lainnya di Nagari Lubuk Basung , keponakan
akan menghormati mamaknya serta paham dan mengerti akan tugas dan fungsinya ditengah-tengah
masyarakat.
Diharapkan seluruh komponen Nagari Lubuk Basung memahami adat yang berlaku di Nagari
Lubuk Basung, akhirnya tatanan hidup banagari di Lubuk Basung lebih baik dan lebih beradat.
Buku adat salingka nagari ini masih jauh dari kesempurnaan karena bahasan Adat Salingka Nagari
ini memiliki cakupan yang luas. Untuk itu diharapkan saran, kritik, dan masukan dari seluruh pihak, agar
buku ini dapat disempurnakan, akhirnya kesempurnaan hanyalah milik Allah dan kepadaNyalah usaha ini
dikembalikan.
Semoga rintisan ini menjadi amal ibadah disisi Tuhan YME, kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih. Semoga buku ini bermanfaat untuk mewujudkan
Nagari Lubuk Basung sebagai “NAGARI MODEREN TAPI BERADAT NAGARI BALDATUM
TAYYIBATUN WAWARABBUN GAFFUR.
Wabillahi Taufik Wal Hidayat, Wassalam mualaikum warahmatullahi wabarakatu.
PEYUSUN
Ttd.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT dan salawat beserta salam kita kirimkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW semoga kita semua senantiasa berada dalam keadaan sehat wal’afiat,
Aamiin.
Kami sangat bergembira dan berbahagia dengan diterbitkannya buku “ADAT SALINGKA
NAGARI LUBUK BASUNG”. Dengan terbitnya buku ini merupakan akhir dan penantian panjang Anak
Nagari Lubuk Basung akan kelahiran sebuah “SULUAH DAN PEDOMAN” dalam memahami Adat
Salingka Nagari Lubuk Basung.
Dalam pelaksanaan Adat Salingka Nagari Lubuk Basung sering terjadi perbedaan pemahaman
karena tidak adanya pedoman. Dengan terbitnya buku “ADAT SALINGKA NAGARI LUBUK BASUNG”
akan mampu menjadi suluah dan pedoman bagi seluruh Anak Nagari Lubuk Basung baik di kampung
maupun yang berada diperantauan.
Terima kasih yang tidak terhingga kami ucapkan kepada penyusun yang telah bekerja tak kenal
lelah dalam menerbitkan buku ini. Semoga apa yang telah dihasilkan akan berguna bagi kita semua dan
dicatat sebagai ibadah disisi Allah SWT.
Ttd.
Nagari Lubuk Basung secara geografis terletak pada ketinggian dari permukaan laut 40 M s/d 200
M, curah hujan 3.750 mm/th, suhu udara 28 co s/d 32 c°, dengan kondisi memiliki dataran dengan
sedikit perbukitan
Tahun 1660 sesudah Pantai Barat Sumatera (Minangkabau) lepas dari genggaman Aceh, maka
banyaklah penduduk Tanah Darek (Tambangan) melakukan perpindahan ke daerah pesisir, mereka berasal
dari Sianok, Koto Gadang dan Gaduik.
Perjalanan yang dituju adalah Luak Agam, perjalanan nenek moyang tersebut adalah dari Pariangan
lurus ke Jalo Tambangan. Setelah membangun beberapa pendiaman terjadilah perpindahan dan tambangan
menuju ke Kayu Dua di Bukik Serengan. Dari Bukik Serengan terus ke Gunung Paninjauan menyisir lereng
Gunung merapi, setelah sampai di Tanah Tilatang menetap pula disana beberapa pendiaman, kemudian
mereka pindah ke daerah Padang Gaduik, dekat Bukittinggi sekarang. Pada tahun 1770 mereka membuat
perpindahan lagi kebagian sebelah Barat sampai ke daerah Matur, Lawang dan Andaleh.
Mereka tidak lama bermukin didaerah itu sebab tanah tidak luas yang dapat di persawahi dan
diperladangi, maka mereka pindah pula dari situ menuju beberapa tempat seperti:
1. Bagi mereka yang membawa ternak mereka melakukan perpindahan ke daerah Palembayan terus
ke Sungai Sikan dan Koto Alam ada juga yang ke arah Gumarang.
2. Bagi mereka yang membawa emas perak atau barang-barang antik (kuno) dan uang, mereka lalu
ke daerah maninjau menyelereng ke Sigiran, mandaki ke Gunung Tagun, dan Gunung Tagun
menurun ke padang Sinyamur-nyamur dalam simpang / Sari Manih.
Pada tahun 1780 telah ada beberapa tokoh orang tanah darek yang diam di daerah Simpang Sari
Manih, dan Simpang Sari Manih mendekati Batang Antokan di Rimbo Kambuang ada yang menyeberang ke
Siguhung ada yang mendaki ke Damar Cikucing di lereng bukik Sirangkiang, dan Bukik Sirangkiang lurus
kearah Aia Sansang, terus ke Silayang Randah dan Bulaan. Setelah menampak Tanah luas yang kelihatan
dari Gunung Tagun. Sangatlah ingin hati mereka hendak mengambil Padang itu. Padangnya luas batang
airnya menderum dan bergemuruh bunyinya yaitu air Batang Antokan, maka berpantunlah nenek moyang
tersebut untuk menguatkan tekad. Bunyi pantun nenek moyang tesebut adalah
Dibantai kabau nan gadang
Risik indak mambali lai
Menghadap ke padang ilalang
Duduak indak babaliak lai
Kemudian turun lagi rombongan dari tanah darek untuk pergi ke daerah pasisia yaitu pantai laut
Tiku. Tujuan mereka yaitu untuk membeli dan membuat garam guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mereka membuat tungku pangaranian ditepi laut daerah pasia paneh tiku, kerja membuat garam itu disebut
BAKARAN.
Pimpinan Rombongan bakaran itu adalah :
1. Nenek Rajo Marah
2. Ninik Mahajang Dunia
3. Ninik Tumanggung Sati
Urang tuo dari Bakaran itu yaitu Mahajang Dunia Suku Jambak, setelah selesai bakaran rombongan ini
kembali lagi ketanah darek, mereka kembali dengan membawa jagung yang muda-muda lainnya. Setiba
ditanah darek mereka menceritakan kepada keluarga di darek, bahwa di pantai barat tanahnya subur dan baik
untuk pertanian. Mereka menceritakan bahwa rombongan yang terdahulu telah menetap dan membuat
perkampungan di Padang Ilalang Tahun 1800, setelah mendengar cerita dari rombongan bakaran tertariklah
hati orang darek untuk pindah ke daerah pesisir, yaitu disebelah arah Batang Antokan dengan batas-batas.
Timur berbatas dengan bukik Barisan bukik yang berpuncak gunung Silayang sebelah Utara berbatas dengan
Batang Darek. Sebelah Barat berbatas dengan padang Manggopoh, padang tersebut bernama Padang
Garagahan.
Rombongan bakaran telah berkali-kali melakukan perjalanan dari darek ke Pantai Tiku, melihat
kondisi yang demikian terniatlah dari ninik mamak Garagahan untuk menahani rombongan bakaran untuk
bersama-sama tinggal di Padang Garagahan.
Setelah ditahani oleh ninik Garagahan maka rombongan bakaran berjanji kepada ninik mamak
Garagahan untuk bersama-sama tinggal di Padang Garagahan, lengkap dengan anak keponakan.
Setelah tiga bulan, lamanya lalulah ninik yang bertiga bersama rombongan untuk pergi bakaran ke
daerah Pasir Paneh Tiku melalui padang Garagahan , oleh ninik Garagahan di tunggu janji ditagih kata yang
diucapakan, namun dibuatlah janji nan arek yaitu sesudah tiga bulan mereka akan membawa keluarga untuk
tingga bersama-sama di Padang Garagahan sesudah di tunggu 3 bulan lamanya ninik yang bertiga juga
datang ke Padang Garagahan dicari dan dijemputlah ninik yang bertiga ke tanah darek.
Mereka pergi menjemput dengan membawa hasil bumi seperti padi, jagung, dan telur ikan maka
bertemulah oleh mereka ninik yang bertiga didaerah Pariangan Padang Panjang, maka di tunggulah janji
yang dibuat dengan memperlihatkan hasil bumi yang dibawa. Melihat hasi bumi yang dibawa maka
tcrtariklah mereka untuk tinggal bersama-sama di Padang Garagahan.
Akhirnya mereka berangkat bersama-sama dengan ninik yang menjemput dari Garagahan. Rombongan
tanah darek yang berangkat dipimpin oleh 10 orang yang berasal dan Pariangan Padang Panjang.
Pimpinan Rombongan adalah:
1. Ninik Rajo Marah
2. Ninik Mahajang
3. Ninik Tumanggung sati
4. Ninik Lindung Basa
5. Ninik Mangkhudum Sati
6. Ninik Nan Bakulah Ameh
7. Ninik Tuanku Nan Renceh
8. Ninik Kali Parpatiah
9. Ninik Sutan Diateh
10. Ninik Tuanku Maulana
Mereka turun ke Padang Garagahan membawa anak dan keponakan, jumah mereka yang turun
sebanyak 30 orang setiba di Padang Garagahan mereka disambut oleh masing-masing suku:
Suku Caniago diterima oleh Caniago
Suku Tanjung diterima oleh Tanjung
Suku Jambak diterima oleh Jambak
Suku Piliang diterima oleh Piliang
Suku Melayu diterima oleh Melayu
Suku Sikumbang diterima oleh Sikumbang
Sedangkan Suku Koto tidak ada yang menyambut, karena di Padang Garagahan tidak ada Suku Koto.
Karena tidak ada yang rnenyambut, maka merajuklah pasukuan Koto dan mereka akan kembali ke Darek
atau Batipuah setelah diketahui oleh ninik Garagahan, maka dibujuklah mereka supaya tetap tinggal
bersama-sama dipadang Garagahan, mereka diberi setumpak sawah dan pasukaman di Bandar Sikumbuah.
Lama Kelamaan Masyarakat dan darek merasa senang dan betah tinggal di Padang Garagahan, maka
turunlah kaum dan keluaga yang lain dan tanah darek.
I. Rombongan Pucuak Adat
1. Dt Rajo Marah Suku Piliang
2. Dt. Tan Basa Suku Melayu
3. Dt. Rajo Mantari suku Caniago
4. Dt. Rajo Mangkuto suku Koto
5. Dt. Rajo Nan Sati suku Jambak
6. Dt. Rajo Endah suku Tanjung
7. Dt. Bandaro Kayo suku Sikumbang
II. Rombongan Urang Tuo Adat
1. Dt Mahajang Dunia suku Jambak
2. Dt Tumanggung suku Koto
3. Dt Hitam suku Caniago
4. Dt Mangiang suku Melayu
5. Dt Bagabang suku Piliang
6. Dt Ampek Suku dari suku Tanjung
III. Rombongan Cadiak Pandai Adat
1. Dt Nan Gadang suku Caniago
2. Dt Kayo suku Jambak
3. Dt Bandaro suku Piliang
4. Dt Kuning suku Piliang
5. Dt Nan Labiah suku Piliang
6. Dt Tan Mudo suku Caniago
7. Dt Bajangguik suku Caniago
8. Dt Panduko Sinaro Suku Caniago
Rombongan inilah nantinya akan melahirkan istilah ninik mamak 7 suku indu 21 ninik mamak 80
Nagari lubuk basung.
Setelah beberapa lama mereka tinggal di Padang Garagahan dan berhasil dalam bersawah Ladang,
serta jumlah kaum bertambah-tambah maka terniat dihati dari Ninik Rajo Marah, Mahajang Dunia dan
Tumanggung Sati untuk Maisi Adat Manuang Limbago, kepada Ninik Mamak Padang Garagahan, maka
pergilah ninik yang bertiga ke Pariangan Padang Panjang, untuk menjemput 2 ekor kerbau jantan yang besar
sebagai paisi Adat manuang Limbago.
1 ekor kerbau itu nan kapah tanduak
1 ekor yang kucuik tanduak
Kerbau yang 2 ekor tersebut dipakai untuk maisi adat manuang Limbago kepada ninik mamak
garagahan oleh ninik mamak nan datang.
Tahun 1824, Ninik mamak yang datang maisi adat kepada Ninik Mamak Garagahan. Adat diisi
limbago dituang, tando nagarilah diunyi dengan cara mengadakan jamuan. Maka diadakanlah jamuan
bertempat di Padang Pasamaian Kampung Mangguh. Dengan dihadiri oleh seluruh Ninik Mamak Garagahan,
yang terdiri dari :
1. Ninik mamak, panghulu
2. Rajo Tigo Selo, Basa Nan Barampek, Isi nagari Garagahan
Jamuan diadakan sebagai tanda
1. Putiah hari bakaadaan
2. Putiah Kapeh Dapek dilihek
3. Adat alah diisi limbago alah di tuang
4. Aia alah di sauak, Rantiang alah di patah
Sebagai pengisi tando di potonglah 2 ekor kerbau.
1. Kerbau nan kapah tanduak dipotong oleh ninik mamak nan mananti (Ninik Mamak Garagahan)
dengan menghadap arah ke timur
2. Kerbau nan kucuik tanduak dipotong oleh ninik mamak nan datang dengan menghadap kearah
barat.
Darahnyo samo dikalikan
Tulangnyo samo dicancang
Samo dimasak dalam kuali
Dimakan basamo-samo
Tanduaknyo samo digantuang tinggi supayo indak malukai
Juga diadakan
- Air yang sangat jernih didalam cambuang putiah (guci) dan sebuah batu yang sangat bulat
dimasukkan ke dalam air.
Kegiatan ini disebut “BACAMBUANG PUTIAH”
Disaat Bacambuang Putiah dibuat janji diucapkan sumpah jo satia
Sumpah dan janji yang dibuat dilakukan antara
1. Anak kemenakan 7 Suku nan datang dengan 7 suku nan mananti atau janji urang 14 suku
2. Bunyi sumpah dan janji antara ninik mamak nan datang dengan ninik mamak nan mananti
Kok nan lamak samo dimakan,
Kok nan paik samo diluahkan
Nan rimbo samo samo dijadikan lading
Nan lereng samo dijadikan sawah
Ka aia samo manangkok ikan
Karimbo samo baburu
Tidak akan membeda-bedakan antara rakyat yang datang dengan rakyat yang menanti, diibaratkan kok
mahukum samo adia, manimbang samo barek “siapa yang melanggar dan menyalahi janji” dimakan sumpah
satia alam Minangkabau. Janji karang buatan dibuat untuk keselamatan anak dan keponakan sampai
dikemudian hari.
Janji nan dibuat diberi tahu dan dilewakan, disuaratkan kepada anak kemenakan seluruhnya. Untuk di
pacik arek, dipegang taguah sampai kemudian hari, dipersaksikan kepada Allah SWT.
Wakil menghadiri sumpah satia dan masing-masing yang datang dan menanti
NO NINIK MAMAK YANG DATANG SUKU NINIK MAMAK MENANTI
1 DT. RAJO MARAH PILIANG DT. TAN MUDO
2 DT. MAHAJANG DUNIA JAMBAK DT. SINDO MANGKUTO
3 DT. RAJO ENDAH TANJUNG DT. RANGKAYO TAN
PAHLAWAN
4 DL RAJO MANTARI CANIAGO DT. SIAGA
5 DT. TAN BASA MELAYU DT. BANGSO DlRAJO
6 DT. BANDARO KAYO SIKUMBANG DT. SINDO
7 DT. TUMANGGUNG KOTO DT. SATI (DIPINJAM)
Dan maisi adat manuang limbago telah disepakati oleh ninik mamak nan datang, daerah sebelah utara
didiami oleh ninik mamak nan datang dengan nama GARAGAHAN BARU.
Bagian sebelah selatan di diami oleh ninik mamak nan mananti dengan nama GARAGAHAN Usang.
Tahun 1824, diadakan panghulu mamak adat di padang Garagahan sebagai berikut:
1. Garagahan baru dikepalai oleh Rang Kayo Nan Gadang Suku Caniago
2. Garagahan usang dikepalai oleh Tuangku Hitam Suku Caniago Dt. Siaga
Tahun 1834, Garagahan Baru/Lubuk Basung dipimpin oleh Urang Kayo Nan Gadang dibantu oleh
penghulu / ninik mamak. Dimasa pemerintahan Urang Kayo Nan Gadang telah dilakukan penataan dibidang
pengairan dan bandar sawah. Pemerintahan Urang Kayo Nan Gadang di akui oleh Urang XII Koto.
Setelah Urang Kayo Nan Gadang meninggal maka kepala pemerintahan di Garagahan Baru, dipegang
oeh penghulu. Seperti penghulu Jambak, Caniago dan Koto. Setelah Belanda menang perang melawan
Tuanku Imam Bonjol, maka Belanda menyusun pemerintahan dengan mengangkat Lareh ditiap-tiap nagari.
Tanggal 26 Oktober 1846, diangkatlah oleh pemerintahan Belanda seorang Raja dan tambangan
berpangkat “TUANKU LAREH” yaitu Hariman DT. Kayo Suku Jambak dengan gelar Kebesaran Tuanku
Kayo sebagai Kepala Kelarasan Lubuk Basung.
Beliau menjadi Kepala Kelarasan Lubuk Basung dan Tahun 1846 s/d 1868 beliau berhenti karena tua
dan sakit-sakitan. Beliau sangat dicintai dan dihormati oleh anak nagari Lubuk Basung berbudi dan berjasa
kepada Nagari Lubuk Basung, oleh rakyat Nagari Lubuk Basung beliau dinamai angkus Tuo bertemu
menurut adat, hidup tempat bertanya, mati tempat berkaua. Beliau dikuburkan di Kampung kabun yang
disebut “TAMPAT
LAHIRNYA” NAGARI LUBUK BASUNG”
Setelah diperintah oleh kepala kelarasan DT. Kayo, maka ninik mamak Garagahan Baru ingin
membentuk Nagari, maka diajukanlah oleh ninik mamak Garagahan Baru kepada pemerintahan lareh untuk
menjadi sebuah nagari.
Setelah diajukan kepada pemerintah Belanda permohonan tersebut dapat dipenuhi dengan syarat
jumlah ninik mamak harus berjumlah sekurang-kurangnya 80 (Delapan Puluh) orang. Persayaratan ini
dipenuhi oleh ninik mamak dengan menjadikan 80 (Delapan Puluh) orang ninik mamak yang berasal dan 7
(Tujuh) suku indu 21 (Dua Puluh Satu) ninik mamak 80 (Delapan Puuh) Nagari Lubuk Basung.
Nama-nama Ninik Mamak 7 (Tujuh) Suku Indu 21 (Dua Puluh Satu) Ninik Mamak 80 (Delapan
Puluh) diawal Pembentukan Nagari Lubuk Basung
I. CANIAGO 6 INDUK
1 Dt. Rajo Mantari Tuo Indu I Suku Caniago
2 Dt. Singo Marajo
3 Dt. Hitam Tuo Indu II Suku Caniago
4 Dt. Panghulu Batuah
5 Dt. Gunung Kayo
6 Dt. Kampung Sati
7 Dt. Mahukum
8 Dt. Manambun
9 Dt. Bagindo
10 Dt. Sari Pado
11 Dt. Jo Jale
12 Dt. Gunung Sati
13 Dt. Nan Gadang Tuo Indu III Suku Caniago
14 Dt Manjo Labiah
15 Dt. Panduko Sinaro
16 Dt. Gunung Ameh
17 Dt. Tan Batuah
19 Dt. Majo Palimo
20 Dt. Tan Mudo
21 Dt. Tan Majo Basa
22 Dt. Mulia Basa
23 Dt. Pamuncak
24 Dt. Mangkudum
25 Dt. Bajangguik
26 Dt. Nan Baredo
27 Dt. Rambang
28 Dt. Sarumpun
29 Dt. Palimo
30 Dt. Tan Kabasaran
31 Dt. Majo Kando
II. SUKU JAMBAK 3 INDUK
32 Dt. Rajo Nan Sati Tuo Indu I Suku Jambak
33 Dt. Mangkuto Nagari
34 Dt. Panghulul Agam
35 Dt. Pusako Basa
36 Dt.TanMaruhun
37 Dt. Mahajang Dunia Tuo Indu Il Suku Jambak
38 Dt. Maruhun Basa
39 Dt. Bagindo Ali
40 Dt. Jo Panghulu
41 Dt. Balidah
42 Dt. Balidah Sati
43 Dt. Kayo Tuo Indu III Suku Jambak
44 Dt. Balabiah
45 Dt. Majaro
46 Dt. Maleko
47 Dt. Tan Mangindo
III. SUKU KOTO III INDU
48 Dt. Rajo Mangkuto Tuo Indu I Suku Koto
49 Dt Simarajo
50 Dt. Batuah
51 Dt. Maharajo Dirajo
52 Dt. Tumangguang Tuo Indu II Suku Koto
53 Dt. Sati
54 Dt. Pado Sati
55 Dt.Tunaro
56 Dt. Sri Maharajo
57 Dt. Nan Labiah Tuo Indu UI Suku Koto
58 Dt. Basa
59 Dt. Malenggang Basa
60 Dt. Jo Api
IV. SUKU PILIANG 4 INDU
61 Dt. Rajo Marah Tuo Indu I Suku Piliang
62 Dt. Batu Basa
63 Dt. Batungkek
64 Dt. Bagabang Tuo Indu II Suku Piliang
65 Dt. Basalai
66 Dt. Tan Malenggang Tuo Indu III Suku Piliang
67 Dt. Bandaro
68 Dt. Bandaro Putiah
69 Dt. Bandaro Sati
70 Dt. Jo Sakampuang
71 Dt. Rangkayo Mulia
72 Dt. Maharajo Labiah
73 Dt Kuniang Tuo Indu IV Suku Piliang
74 Dt.Maruhun
75 Dt Marahindo
76 Dt Kando Marajo
V. SUKU MELAYU 2 INDU
77 Dt. Tan Basa
78 Dt. Machudum
79 Dt. Bagindo Sati
80 Dt. Mangiang Tuo Indu
81 Dt. Nan Kodoh
82 Dt. Nan Kodoh Sati
VI. SUKU TANJUNG 2 INDU
83 Dt. Rajo Endah Tuo Indu I Suku Tanjung
84 Dt. Nagari Basa
85 Dt. Maharajo Basa
86 Dt Panduko Basa
87 Dt. Indo Marajo
88 Dt. Yang Sati
89 Dt. Nan Bana Tuo Indu II Suku Tanjung
90 Dt. Nan Kulabu
91 Dt. Bagindo Bauban
VII. SUKU SIKUMBANG 1 INDU
92 Dt. Bandaro Kayo Tuo Indu
NINIK MAMAK LUBUK MANGINDO
93 Dt. Kabasaran
94 Dt. Samiak
95 Dt. Gunung Rajo
NINIK MAMAK SILAYANG
96 Dt. Mangkuto Marajo
97 Dt. Basa
98 Dt. Panduko Rajo
99 Dt. Bando Rajo
100 Dt. Panjang
101 Dt. Majo indo
102 Dt. Tumangguang
103 Dt. Bandaro Kuniang
104 Dt. Sirajo Nan Kuniang
105 Dt. Sinaro Nan Kuniang
SISTEM ADAT YANG BERLAKU DI NAGARI LUBUK BASUNG
Sistem adat yang berlaku di Nagari Lubuk Basung yaitu “ADAT BUDI CANIAGO”, kedudukan
ninik mamak’, di Nagari Lubuk Basung “TAGAK SAMO TINGGI, DUDUAK SAMO RANDAH”.
Nan rajo kato mupakat, nan bana kato saiyo.
Putuih rundiangan di sakato
Rancak rundiang di pakai
Dilahia alah samo nyato
Dibathin samo di lihati
Talatak sesuatu ditampeknyo,
Didalam cupak jo Garitang,
Di Lingkuang Barih jo Balabeh,
Dan dimakan mungkiñ jo Patuik,
Dalam kanduangan adat jo pusako
artinyo setiap sesuatu yang akan diambil dengan kata mupakat dan tidak menyimpang dan Garis
kebenaran dan terletak di tempatnya.
2. HIDUIK BAKARILAHAN
Hiduik bakarilahan bagi ninik mamak dilakukan apabila ninik mamak yang bersangkutan telah tuo, sakit-
sakitan dan tidak mampu lagi menjalarikan tugas sebagai penghulu, bak pepatah:
Tulanglah layua
Mato lah kabua
Bukiklah tinggi
Lurah lah dalam
Kalam indak tasigi
Lakuang indak tatinjau
Maka ninik mamak bersangkutan menyatakan mengundurkan diri.
Proses penggantian penghulu yang demikian dikatakan “HIDUIK BAKARILAHAN” yang didasari
musyawarah kaum.
Pengangkatan hiduik bakarilahan dilaksanakan melalui proses, yaitu:
1. Bermusyawarah dalam kaum untuk menerima permintaan dan ninik mamak bahwa ninik mamak
bersangkutan menyatakan bahwa “Tulang alah layua, matolah kabua, bukiklah tinggi, lurah lah
dalam, lakuang indak tatinjau, kalam indak tasigi. Maka di cari kato mupakat untuk menentukan
pengganti dengan mempedomani barih adat dan legaran dengan dihadiri oleh indu.
2. Hasil musyawarah kaum dan indu disampaikan kepada suku.
3. Disampaikan kepada ninik mamak nagari dan sekaligus mohon kepada Nagari untuk
mempaduduakan ninik mamak Nagari, setelah mendapat izin dan nagari melalui mampaduduakan
nagari maka disampaikan kepada KAN dan Ninik Mamak Nagari Lubuk Basung untuk mengadakan
“Batagak Gala” secara “Iduik Bakarilahan.
4. Diadakan pengangkatan dengan cara “Hiduik Bakarilahan”
5. Setelah di angkat di antaan ke Limbago Adat Nagari Lubuk Basung untuk di register dan didaftarkan
di Kerapatan Adat Nagari Lubuk Basung.