Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK

PERILAKU ORGANISASI

“SIKAP DAN KEPUASAN KERJA”

Disusun Oleh:

Kelompok II

 Baiq Deria Ayuning Fatika (I2A019057)


 Hurun Pathiya Ainy (I2A019060)
 Ni Putu Inten Nindya Paramitha (I2A019064)

MAGISTER MANAJEMEN

UNIVERSITAS MATARAM

2020
BAB I
STUDI KASUS
Pada dasarnya selama ini kerjasama internasional antara pabrik mobil memiliki makna
yang besar pada masing-masing pihak. Akan tetapi seiring perjalanannya ternyata kerjasama ini
cenderung tidak seperti yang diharapkan. Keuntungan yang diperoleh tidak seperti yang
diinginkan. Seperti General Motors akhirnya harus menjual separuh kepemilikan sahamnya
kepada Daewoo Motor Co asal Korea. Pabrik mobil itu juga harus menanggung kerugian Isuzu,
dimana pabrik tersebut memiliki saham 37,5 persen. Daftar kerjasama lintas budaya yag
mengecewakan terus berlanjut: Chrysler-Mitsubishi, Chrysler-Maserati, dan Fiat Nissan semua
menghasilkan krugian dan keuntungan yang berimbang. Dengan memburuknya hubungan antara
AS-Jepang, khususnya bidang perdagangan mobil Amerika dan jepang menjadi sangat genting.
Inilah sebuah konsekuensi dari kerjasama lintas budaya.
Sementara disisi lain Ford dan Mazda adalah sebuah pabrik motor yang berbeda dengan
yang lainnya. Perusahaan ini mampu mengatasi berbagai perbedaaan pandangan mengenai
proyek khusus, perdagangan Jepang dan Amerika, dan bahkan pernyataan tiga besar bahwa
Mazda dan pesaing jepang lainnya melakukan “ Dumping” kendaraan Minivan di Amerika
Serikat. Aliansi yang terbentuk ketika Ford masuk untuk menolong pabrik mobil Jepang di tahun
1979, tetap berdiri tegar. Kedua perusahaan bekerjasama dalam pembuatan kendaraan baru dan
bertukar keahlian Ford dalam pemasaran dan keuagan, Mazda dalam bidang manfufaktur dan
pengembangan produk.
Ford Mazda bekerjasama dalam 10 mobil terbaru, dimana Mazda berspesialisasi dalam
pembuatan mesin, dan Ford dalam Desain model. Kedua Perusahaan yang berkolaborasi ini
masing-masing memilki kontribusi yang signifikan dalam hal manufacturing sampai dengan
pendistribusian, dimana mazda memiliki kemampuan untuk menjual satu dari empat produk
yang diproduksi, sementara Ford mampu menjual dua dari setiap lima mobil yang diproduksi.
Kesuksesan Ford-Mazda terletak pada prinsip-prinsip mendasar yang diaplikasikan, yaitu :
Pertama, memberikan peluang pada manajemen puncak untuk terlibat. Para bos harus
memberikan warna. Jika tidak, para manajer madya akan menyerahkan sebagian kendali proyek
kepada partner.
Kedua, mengadakan pertemuan dan bersifat informal. Pertemuan ini harus diadakan
pada tiap tingkat dan harus meliputi waktu untuk sosialisasi. Kepercayaan tidak dapat dibangun
semata-mata di sekitar meja perundingan.
Ketiga, penggunaan moderator. Pihak ketiga dapat menengahi terjadinya perdebatan,
menyarankan cara baru dalam mendekati mitra kerja, dan menawarkan secara menampung
masukan yang independen.
Keempat, memelihara kebebasan masing-masing pihak, artinya kedua pihak masing-
masing mempertahankan keahliannya yang membuat mereka menjadi mitra yang diinginkan.
Kelima, tidak membolehkan hubungan yang menimbulkan korban. Artinya setiap proyek
harus dapat berjalan untuk setiap mitra, dimana manajemen senior harus memelihara
keseimbangan secara menyeluruh.
Keenam, menunjuk seorang pemantau untuk mengambil tanggung jawab utama untuk
memantau semua aspek dari aliansi.
Ketujuh, yaitu dengan mengantisipasi perbedaan budaya. Yaitu dengan menempatkan
eksekutif yang peka budaya di posisi strategis.
Seluruh prinsip tersebut adalah ide bahwa pengabdian segi keraman tamahan tidak
menjadi dasar untuk kemitraan. Atau, seperti yang dinyatakan oleh Ford Philip E. Benton Jr.,
“butuh kerja keras yang besar untuk membuatnya berjalan”.
BAB II
MASALAH UTAMA DALAM STUDI KASUS
Dari kasus di atas dapat kita melihat bahwa terdapat suatu masalah yaitu adanya
kerjasama antara Chrysler – Mitsubishi, Chrysler-Maserati, dan Fiat-Nissan yang menghasilkan
kerjasama yang mengecewakan antara kedua belah pihak. Hal ini menyebabkan memburuknya
hubungan AS-Jepang, khususnya dibidang perdagangan mobil yang menjadi sangat genting.
Akan tetapi dilain pihak Ford dan Mazda adalah sebuah pabrik motor yang berbeda
dengan yang lainnya. Perusahaan ini mampu mengatasi berbagai perbedaaan pandangan
mengenai proyek khusus, perdagangan Jepang dan Amerika, dan bahkan pernyataan tiga besar
bahwa Mazda dan pesaing jepang lainnya melakukan “ Dumping” kendaraan Minivan di
Amerika Serikat
Perinsip yang diterapkan oleh Ford dan Mazda oleh manajemennya adalah bahwa
keramah-tamahan serta pengabdian karyawan tidak menjadi dasar kemitraan. Melainkan konflik
diantara kedua manajemen ini bisa menguntungkan dan perlu dipelihara secara optimal dalam
mencapai tujuan perusahaan
Dari ringkasan masalah di atas dapat kita rumuskan beberapa masalah diantaranya:
1. Mengapa ada kemungkinan konflik yang tinggi dalam satu hubungan sepeti yang dialami
oleh Ford-Mazda?
2. Apakah maksud dari mengelola konflik kelompok dalam hubungan Ford Mazda?
3. Mengapa Anda berpikir kerjasama Ford-Mazda sukses, sementara yang lain tidak berhasil?
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1. Mengapa ada kemungkinan konflik yang tinggi dalam satu hubungan sepeti yang
dialami oleh Ford-Mazda?
Menurut Gibson, Ivancevich, and Donnelly (2007) ada empat factor yang menyebabkan
konflik kelompok, yaitu saling ketergantungan kerja, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan
tuntutan yang meningkat akan spesialis.
Konflik adalah proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negative, sesuatu yang
menjadi keperdulian pihak pertama (Fink dalam Robbins, 2006:545). Saling ketergantungan
kerja terjadi bila dua atau lebih kelompok organisasi tergantung satu dengan lainnya untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka (Thomson dalam Gibson, Ivancevich, and Donnelly,
2007:443).
Sementara perbedaan tujuan mengarah pada perbedaaan harapan diantara anggota tiap
unit seperti perekayasaan produksi mungkin berharap akan supervisi yang ketat sementara pakar
penelitian mungkin mengharapkan partisipasi yang penuh dalam pengambilan keputusan. Karena
perbedaan tujuan, konflik dapat terjadi ketika kelompok-kelompok berinteraksi (Gibson dkk,
2007:444). Bila sumber yang terbatas harus dibagikan, ketergantungan bersama meningkat,
bermacam perbedaan dalam tujuan menjadi jelas. Jika uang, ruang pekerja, material, dan bahan
tidak terbatas, setiap kelompok dapat memaksakan tujuannya sendiri (Gibson dkk, 2007:445).
Apabila kita melihat dari kajian teoritis di atas maka dapat kita katakan bahwa banyak
faktor yang bisa menyebabkan konflik yang bisa terjadi pada masing-masing pihak antara Ford
dan Mazda dimana keduanya memiliki banyak perbedaan, pada satu atau sejumlah dimensi yang
menyangkup kultur, agama, nlai-nilai, pendidikan, setatus perkawinan, usia, dan lain sebagainya.
Dari pengertian tersebut jelas bahwa diversitas atau keragaman adalah merupakan suatu masalah
yang memiliki peranan yang penting dan relevansi riil pada saat ini dan masa yang akan datang
bagi Ford dan Mazda yang bisa mengakibatkn potensi konflik yang besar diantara keduanya
apabila tidak di manage dengan baik.
3.2. Apakah maksud dari mengelola konflik kelompok dalam hubungan Ford Mazda?
Perselisihan tidak dapat dihindarkan dalam organisasi. Bagaimanpun, karena konflik
dapat berdampak positif dan negatif manajemen tidak harus berusaha untuk menghilangkan
semua konflik, tetapi hanya mempunyai efek menghancurkan usaha organisasi untuk mencapai
tujuan. Beberapa jenis konflik dapat menimbulkan manfaat jika digunakan sebagai alat untuk
mengubah atau inovasi. (Gibson dkk, 2007:438). Konflik fungsional adalah sebuah konflik di
antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi (Gibson dkk, 2007:438).
Konflik Disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang
merugikan organisasi atau menghalang pencapaian tujuan organisasi (Gibson dkk, 2007:439)
Maksud dari mengelola konflik dalam hubungan Ford Mazda adalah bagaimana
menjadikan konflik menjadi suatu yang menguntungkan bagi kinerja organiasi. Atau dengan kata
lain apabila konflik yang terjadi diantara kedua perusahaan mazda dan Ford menghasilkan suatu
kinerja organisasi yang tinggi maka jenis konflik ini akan dipelihara atau di manage dengan baik.
Disini kita bisa melihat antara keduanya, dimana masing-masing memiliki kompetensi
dalam dua hal yang berbeda yang mana Ford memiliki keunggulan dalam pembuatan mesin dan
Mazda memiliki keunggulan dalam mendesain model. Berangkat dari keunggulan ini keduanya
sengaja menggabungkan diri dengan adanya pertimbangan untuk mengelola perusahaan ini
dengan melakukan manajemen konflik yang konstruktif. Kedua belah pihak mendesain
kerjasama ini untuk mempertahankan Independensi nilai dan potensi yang ada pada masing-
masing pihak. Dengan tujuan agar dengan adanya konflik dari dua konsep yang berbeda, hal ini
akan menstimulasi lahirnya ide terbaik dan aplikatif Sebaliknya apabila suatu konflik bisa
memberikan dampak yang buruk bagi kinerja organisasi, maka perusahaan akan berusaha
menghilangkan konflik tersebut.
3.3. Mengapa Anda berpikir kerjasama Ford-Mazda sukses, sementara yang lain tidak
berhasil?
Kegagalan dalam menangani konflik dapat mengarah kepada akibat yang mencelakakan.
Konflik dapat menghancurkan sebuah organisasi dengan menciptakan dinding pemisah diantara
rekan kerja, menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan mengundurkan diri (Firth dalam
Gibson dkk, 2007:452) Para manajer harus menyadari bahwa karena sebab-sebab konflik
berlainan, alat untuk menyelsaikan konflik juga akan berlainan, tergantung pada keadaan
(Stephenson & pops dalam Gibson dkk, 2007:452). Memilih sebuah resolusi konflik yang cocok
tergantung pada beberapa faktor termasuk alasan mengapa konflik terjadi dan hubungan khusus
diantara manajer dan kelompok yang berkonflik (Robbins dalam Gibson dkk, 2007:452)
Banyak hal yang menjadi faktor berhasil tidaknya suatu perusahaan dalam melakukan
kerjasama dimana salah satunya adalah dengan manajemen konflik. Manajemen konflik atau
pemecahan masalah terhadap suatu konflik oleh Ford-Mazda adalah sangat efektif, diantaranya.
Pertama, memberikan peluang pada manajemen puncak untuk terlibat. Para bos harus
memberikan warna. Jika tidak, para manajer akan menyerahkan sebagian kendali proyek kepada
partner. Kedua, mengadakan pertemuandan bersifat informal. Pertemuan ini harus diadakan
pada tiap tingkat dan harus meliputi waktu untuk sosialisasi. Kepercayaan tidak dapat dibangun
semata-mata di sekitar meja perundingan. Ketiga, penggunaan moderator. Pihak ketiga dapat
menengahi terjadinya perdebatan, menyarankan cara baru dalam mendekati mitra kerja, dan
menawarkan secara menampung masukan yang independen. Keempat, memelihara kebebasan
masing-masing pihak, artinya kedua pihak masing-masing mempertahankan keahliannya yang
membuat mereka menjadi mitra yang diinginkan. Kelima, tidak membolehkan hubungan yang
menimbulkan korban. Artinya setiap proyek harus dapat berjalan untuk setiap mitra, dimana
manajemen senior harus memelihara keseimbangan secara menyeluruh. Keenam, menunjuk
seorang pemantau untuk mengambil tanggung jawab utama untuk memantau semua aspek dari
aliansi. Ketujuh, yaitu dengan mengantisipasi perbedaan budaya. Yaitu dengan menempatkan
eksekutif yang peka budaya di posisi strategis. Dengan manajemen konflik dan strategi
pemecahan konflik yang diterapkan oleh mazda dan ford di atas tentu saja menjadikan salah satu
indicator penyebab kerjasama diantara keduanya bisa berhasil.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa banyak perusahaan termasuk beberapa
perusahaan dalam kasus ini mengalami kegagalan didalam melakukan kerja sama. Jawaban
sederhananya adalah ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola dan memberikan solusi
terbaik terhadap konflik yang terjadi diantara keudanya, sehingga menimbulkan kehancuran bagi
perusahaan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Robins (dalam Gibson dkk, 2007:452)
memilih sebuah resolusi konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor termasuk alasan
mengapa konflik terjadi dan hubungan khusus diantara manajer dan kelompok yang berkonflik
BAB IV
REKOMENDASI

Bedasarkan analisis kasus di atas dapat kita berikan beberapa rekomendasi untuk
perusahaan di antaranya:
4.1. Diharapkan kepada para manajemen untuk bisa mengelola dengan baik serta
mempertahankan konflik yang bersifat fungsional, karena memberikan dampak yang positif
bagi kinerja perusahaan dan sebaliknya diharapkan kepada para manajer untuk selalu
menghindari konflik didalam perusahaan yang bersifat disfungsional yang bisa
mengakibatkan penurunan koierja perusahaan.
4.2. Para manajer diharapkan untuk lebih mengkaji secara mendalam baik melalui kajian teoritis
dan aturan kerja perusahaan tentang bagaimana memilih sebuah resolusi konflik yang cocok
sesuai pada beberapa factor termasuk alsan mengapa konflik terjadi dan hubungan khusus
diantara manajer dan kelompok yang berkonflik.
4.3. Diharapkan kepada para manajemen untuk mengkaji kemungkinan dampak yang bisa di
timbulkan oleh sebuah konflik baik yang disebabkan oleh masing-masing individu atau
kelompok di dalam perusahan.
4.4. Konflik perlu dipelihara selama itu menjadi aset positif bagi Perusahaan. Artinya selama
prilaku konflik tersebut dapat menunjukan kontribusi yang positif bagi perusahaan, konflik
sebaiknya dipelihara dengan mempertimbangkan bagaimana seharusnya mengelola konflik
tersebut menjadi optimal setiap saatnya.

.
DAFTAR PUSTAKA
Deseller, Gary. (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia, (edisi ke 10), Terjemahan, Rahayu,
P., Jakarta, PT. Index.
Gibson, J.L., Ivancevich J.M. & Donnelly, J.H. (2008). Organisasi : perilaku, Struktur, Proses,
Edisi bahasa Indonesia, Jakarta, Binaputra Aksara
Robins, Stephen P., (2008), Perilaku organisasi, (edisi ke 10), Terjemahan, Jakarta, PT. Indeks.
Robins, Stephen P., Judge, Timothy P., (2008), Perilaku organisasi, (edisi ke 12), Terjemahan,
Jakarta, salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai