Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN PEMASARAN GLOBAL

“STRATEGI KERJA SAMA DAN KEMITRAAN STRATEGI


GLOBAL”

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Made Wardana, S.E., M.P.

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Ni Putu Juni Pratiwi 1907521022


Aurora Yesaya Luhulima 1907521031
Muduartha Bella Fransisca 1907521032
I Gusti Ayu Devita Novianingsih 1907521037

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
2021
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas mengenai “Strategi Kerjasama Dan Kemitraan Strategi Global”. Makalah ini
disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Pemasaran Global. Dalam
penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih banyak kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Wardana, S.E., M.P. selaku dosen mata kuliah Pemasaran
Global yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca. Terima Kasih.

Denpasar, 20 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 3
2.1 Ilustrasi Kemitraan Strategis ........................................................................................................ 3
2.2 Kemitraan Strategis Global .......................................................................................................... 3
2.3 Berbagai Faktor Penentu Sukses .................................................................................................. 6
2.4 Keiretsu: Strategi Kerjasama di Jepang ....................................................................................... 7
2.5 Strategi Kerjasama di Amerika Serikat........................................................................................ 9
2.6 Kerjasama Internasional............................................................................................................. 10
2.7 Aliansi Strategi ........................................................................................................................... 11
BAB III ............................................................................................................................................. 13
KAITAN KASUS ............................................................................................................................. 13
BAB IV ............................................................................................................................................. 20
KESIMPULAN ................................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak diragukan lagi bahwa semua organisasi bisnis yang terbentuk menginginkan
adanya sebuah kesuksesan serta dapat mengungguli pesaing-pesaing nya, sehingga hal
tersebut menuntut mereka untuk menggunakan berbagai macam cara dan upaya agar
tujuannya terpenuhi. Salah satunya adalah dengan merencanakan dan menyusun
strategi bisnis yang jitu agar dapat menguasai pasar. Hingga saat ini banyak strategi
bisnis yang telah tercipta dan dijadikan sebagai dasar sebuah perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya. Akan tetapi di jaman globalisasi seperti sekarang akan terasa
sulit apabila sebuah perusahaan bertahan menghadapi persaingan yang semakin lama
semakin ketat, terutama bagi perusahaan yang tidak terlalu besar dan mempunyai modal
terbatas. Strategi yang dapat digunakan dalam hal ini adalah aliansi strategi atau dikenal
dengan kerja sama. Strategi dalam menjalankan bisnis itu ada banyak sekali mulai
strategi segmenting, Targetting dan Positioning namun perusahaan tidak akan bisa
begitu saja berjalan mulus dengan menerapkan strategi yang mereka anggap sesuai
dengan keinginan pasar namun apakah semua perusahaan bergerak sendiri dalam
bidang yang sama? jelas tidak mereka juga mempunyai pesaing dan terkadang
kemampuan financial, keterampilan bahkan melihat peluang pasar mereka kalah oleh
pesaing oleh sebab itu di dunia global saat ini sangatlah penting untuk memperluas
pangsa pasar suatu perusahaan sebaiknya melakukan GSP ialah global strategic
partnership dimana hal ini berbeda dengan akuisisi dan merger.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana ilustrasi kemitraan strategis dalam pemasaran global?
1.2.2 Bagaimana kemitraan strategis global?
1.2.3 Apa saja faktor penentu sukses dalam strategi kerjasama dan kemitraan strategi
global?
1.2.4 Bagaimana keiretsu: strategi kerjasama di Jepang?
1.2.5 Bagaimana strategi kerjasama di Amerika Serikat?
1.2.6 Apa yang dimaksud dengan kerjasama internasional?
1.2.7 Apa yang dimaksud dengan aliansi strategi?

1
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Agar dapat mengetahui bagaimana ilustrasi kemitraan strategis.

1.3.2 Mengetahui apa saja faktor penentu sukses dalam strategi kerjasama dan
kemitraan strategi global.
1.3.3 Mengetahui bagaimana keiretsu: strategi kerjasama di Jepang.

1.3.4 Mengetahui dan paham bagaimana strategi kerjasama di Amerika Serikat.

1.3.5 Memahami apa yang dimaksud dengan kerjasama internasional dan apa yang
dimaksud dengan aliansi strategi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ilustrasi Kemitraan Strategis


Jakarta (ANTARA)- Presiden Jokowi menyatakan kunjungan Perdana Menteri
(PM) Jepang Yoshihide Suga menunjukkan kokhnya kemitraan strategis antara
Indonesia dan Jepang. Presiden Jokowi mengaku merasa terhormat mendapat
kunjungan pertama PM Yoshihide Suga dan Ibu Mariko Suga setelah dilantik pada 16
September 2020. Menurut Jokowi, ditengah dunia yang diwarnai ketidakpastian
kunjungan tersebut menunjukkan Jepang dan Indonesia memilih untuk bekerja sama
dan saling mendukung satu sama lain.
Terdapat setidaknya empat kesepakatan antara Indonesia dan Jepang yang
disepakati dalam pertemuan itu. Pertama adalah memorandum kerja sama antara
Indonesia dan Jepang serta kontribusi Jepang bagi pembentukan Covid-19 ASEAN
Response Fund.
Kedua adalah sepakat membentuk ”travel corridor arrangement” bagi bisnis esensial
kedua negara. Ketiga adalah Presiden Jokowi menyambut baik relokasi dan perluasan
investasi perusahaan-perusahaan Jepang ke Indonesia seperti Denso, Sagami,
Panasonic, Mitshubisi Chemical dan Toyota serta kemudahan izin impor produk
pertanian, kehutanan, dan perikanan dari Indonesia. Keempat adalah Presiden Jokowi
dan PM Sugamendukung ASEAN Outlook on the Indo-Pasificgunamenciptakanlaut
China Selatan yang damaidanstabil.
Presiden Jokowi dan Perdana Menteri (PM) melakukan pertemuan tete-a-tete di
Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat pada Selasa (20/10/2020). Selanjutnya, kedua
pemimpin mengadakan pertemuan bilateral bersama delegasi dari kedua negara antara
lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar
Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Badan Usaha
Milik Negara Erick Thohir dan Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Tokyo Tri Purnajaya.

2.2 Kemitraan Strategis Global


Terminologi yang dipakai untuk menguraikan bentuk baru dari strategi kerja
sama amat bervariasi. Pengertian perjanjian kerjasama, aliansi strategik, dan kemitraan
strategic global (GSP = global strategic partnership) sering kali dipergunakan untuk
mengacu pada hubungan antara perusahaan yang bersama-sama mengejar tujuan yang

3
sama. Spektrum luas dari perjanjian antar perusahaan, termaksud usaha patungan,
dapat di cakup dengan terminologi ini. Akan tetapi, aliansi yang didiskusikan
menunjukkan sebagaian besar atau semua karakteristik berikut ini:
1. Peserta tetap bebas berbagai kelanjutan pembentukan.
2. Peserta berbagai keuntungan dari aliansi itu seperti halnya juga berbagai
kendali atas kinerja tugas yang telah ditetapkan.
3. Peserta melakukan kontribusi yang berkelanjutan dalam hal teknologi, produk,
dan bidang-bidang strategis kunci lainnya.
Kerjasama dalam mencapai tujuan yang sama mungkin sudah sering ada hal ini
dimulai pada tahun 1980-an jumlah aliansi strategis tumbuh dengan kecepatan 20
sampai 30 persen dan pertumbuhan ini lebih banyak di dominasi dengan banyaknya
pertumbuhan perusahaan yang melakukan akuisisi. Lalu apa yang sebenarnya
diharapkan oleh perusahaan yang melakukan GSP ini selain untuk mencapai tujuan
yang sama namun untuk memperjelas alasan ini Roland Smith, yang merupakan Ketua
british Aerospace mengemukakan bahwa dengan melakukan kemitraan maka itu
adalah salah satu cara yang cepat dan paling murah untuk mengembangkan usaha
adapun kelebihan pastinya dengan menggunakan sistem kemitraan global
dibandingkan kemitraan tradisional adalah sebagai berikut:
1. Alasan pendanaan pengembangan produk baru biasanya memerlukan jumlah
financial yang banyak sehingga perusahaan memerlukan mitra agar dapat
meredam biaya yang tidak diinginkan.
2. Persyaratan tekhnologi dari banyak produk kontemporer berarti bahwa suatu
perusahaan mungkin tidak memiliki keterampilan, modal, atau kepakaran
untuk mengerjakannya sendiri.
3. Kemitraan mungkin cara terbaik untuk mengamankan akses pada pasar
nasional dan wilayah.
4. Kemitraan menyediakan peluang penting untuk belajar.
Empat hal diatas mungkin sedikit jelas menggambarkan keunggulan strategi
kemitraan global saat ini disbanding kemitraan tradisional tetapi ada point yang
penting yang dapat berpengaruh terhadap perusahaan dalam melakukan kemitraan ini
menurut Proffesor Gary Hamel dari London Buisness School ia mengatakan
bahwasanya bahwa system kemitraan terbukti cara tercepat dalam melakukan proses
belajar dan siapa yang paling cepat memahami kondisi kemitraan dialah yang akan

4
mendominasi hubungan tersebut. Kelebihan serta kemudahan dalam kemitraan bukan
cara yang sangat sempurna karena system ini juga memiliki kelemahan, dan
kelemahan tersebut ialah masing-masing mitra harus bersedia mengorbankan sebagian
kendali, dan terdapat resiko potensial yang berkaitan dengan menguatnya pesaing dari
negara lain.
Dengan memahami kekurangan dan kelebihan diatas maka perusahaan juga
harus dapat membedakan enam karakteristik khusus yang dimiliki oleh kemitraan
global dibandingkan dengan kemitraan tradisional, berikut ini:
1. Dua perusahaan atau lebih mengembangkan strategi jangka panjang bersama
dengan tujuan mencapai kepemimpinan dunia dengan mengusahakan biaya
paling rendah, diferensiasi, atau kombinasi dari keduanya dan dengan
menciptakan pemosisian berdasarkan variasi, kebutuhan atau akses atau
kombinasi ketiganya.
2. Hubungan ini bersifat timbal balik. Setiap mitra memiliki kelebihan spesifik
yang akan dibagikan pada mitra lain: proses belajar harus terjadi di kedua
belah pihak.
3. Visi dan usaha mitra benar-benar global. Jauh melampaui batas negara dan
wilayah sendiri kebagian dunia.
4. Hubungan ini diatur dengan garis horizontal, bukan vertikal. Diperlukan
transfer literal keberlanjutan dari sumber daya antara mitra, berbagi tekhnologi
dan memadukan sumber daya dianggap suatu norma.
5. Jika lini itu sepanjang lini vertikal, kedua belah pihak harus memahami
kekuatan inti mereka dan mampu mempertahankan posisi daya saing mereka
terhadap kemungkinan tindakan integrasi kedepan atau kebelakang oleh mitra
vertikal, dan harus bekerja sama menciptakan nilai unik bagi pelanggan dan
mitra hilir dalam rantai nilai.
6. Kalau bersaing dalam pasar yang tidak termasuk dalam kemitraan, para peserta
mempertahankan identitas nasional dan ideologi.

Dengan memahami cirri khas diatas maka diharapkan perusahaan yang saling
bermitra dapat melangsungkan hubungan kerja jangka panjang seperti yang di
contohkan oleh Nike perusahaan besar sepatu tersebut saja walau membuat hanya
sepatu namun disana jelas rantai pasokan untuk membuatnya sehingga keuntungan
dengan mitra dapat dibagi sesuai proporsi yang disepakati.

5
Contoh dari hubungan strategis dari para mitra sepanjang lini vertikal dalam
manufaktur yang ramping; misalnya perakit mobil bergantung pada pemasok tidak
hanya untuk membuat tetapi juga merancang komponen-komponen kunci dari mobil
itu. Jenis kerjasama ini dapat menuntun pada daur rancangan yang lebih singkat, mutu
yang lebih superior dan biaya yang lebih rendah, tetapi hal itu tidak akan terjadi kecuali
kalau terdapat komitmen yang saling menguntungkan untuk bekerjasama dan
kepercayaan dikedua belah pihak bahwa mereka tidak akan melanggar wewenang
masing-masing.

2.3 Berbagai Faktor Penentu Sukses


Dengan anggapan bahwa aliansi yang diusulkan memenuhi enam prasyarat
dimana dipertimbangkan enam faktor dasar yang dipandang mempunyai dampak
signifikan sukses GSP, sebagai berikut:
• Misi
GSP yang sukses menciptakan win-win solution, dengan partisipan mengejar
tujuan dengan dasar kebutuhan akan keunggulan semua pihak (dimana semua
pihak saling memabntu mewujudkan tujuan masing-masing mitra).
• Strategi
Sebuah perusahaan dapat mendirikan GSP terpisah dengan mitra yang berbeda:
strategi harus dipikirkan jauh sebelumnya untuk menghindari konflik.
• Pengaturan
Diskusi dan konsensus harus merupakan suatu norma. Semua mitra harus
dipandang mempunyai kedudukan yang sama.
• Budaya
Sangat penting memiliki kesamaan budaya dengan kemitraan karena walau
memiliki tujuan sama namun cara kerja dalam budaya berbeda hal ini akan
menimbulkan konflik sehingga sebaiknya jika belum ada budaya organisasi yang
sama harusnya diciptakan budaya organisasi ketika sudah bermitra.
• Organisasi
Struktur dan rancangan inovatif mungkin diperlukan untuk meniadakan
kompleksitas manajemen multinegara.
• Manajemen
GSP pasti melibatkan tipe pengambilan keputusan yang berbeda, perpecahan dan
tentukan dengan jelas, kesepakatan garis wewenang yang akan menghasilkn

6
komitmen oleh semua mitra (Hal ini penting karena dalam bermitra setiap
pengambilan keputusan itu sangat berpengaruh besar terhadap semua pihak yang
terlibat sehingga sebaiknya ada aturan yang jelas dalam manajemen kebijakan
kemitraan).
Perusahaan yang membentuk GSP harus terus mengingat-ingat semua faktor
di atas. Lebih lanjutnya, mitra kerjasama yang berhasil akan dibimbing oleh empat
prinsip berikut ini:
1. Walaupun kenyataannya mitra memburu tujuan bersama, mitra harus ingat
bahwa kerja sama masih merupakan persaingan dalam bentuk berbeda.
2. Keselarasan bukan ukuran sukses yang paling, beberapa konflik diharapkan
dapat terjadi.
3. Semua karyawan, insinyur, manajer harus memahami dimana kerja sama
berakhir dan kompromi persaingan dimulai.
4. Seperti telah dikemukakan di depan, amat penting untuk belajar dari mitra.
Dengan memperhatikan semua peraturan, hal dan prinsip diatas maka
diharapkan kedepannya kemitraan akan berjalan secara lancar sesuai kesepakatan
berapa lam akan berlangsung dan bagaimana fungsi kedepannya.

2.4 Keiretsu: Strategi Kerjasama di Jepang


Suatu bentuk budaya organisasi yang sangat hebat karena pada mulanya tahun
1950an hal ini terjadi karena adanya pengelompokan ulang dari empat konglomerat
besar (ZABATSU) yang mendominasi ekonomi jepang sampai tahun 1945 dimana
kelompok ini bersifat social dalam melakukan kerjasama sesame perusahaan jepang
karena prinsip Keiretsu adalah pilihan pertama dalam kerjasam adalah anggota
keiretsu kedua adalah pemasok milik jepang dan keriga baru perusahaan local,
Sehingga jelas kepentingan yang dicari lebih sering mengarah pada keuntungan
produsen daripada konsumen walau seperti itu dengan adanya strategi ini harga
komoditi menjadi stabil. Kondisi ini kini telah melemah karena dengan adanya fair
trade commisiion dapat membubarkan system strategi ini sehingga jika ada yang
melakukan kecurangan lagi seperti ini baik perusahaan induk maupun anaknya akan
terkena sangsi.
Keiretsu di Jepang merupakan kategori spesial dari strategi bekerjasama. Suatu
keiretsu adalah aliansi antar bisnis atau kelompok perusahaan yang dalam kata- kata
salah seorang pengamat, “menggambarkan kelompok yang berjuang dengan bisnis

7
keluarga bersatu padu untuk berebut pangsa pasar. Keiretsu ada pada spectrum pasar
yang luas termasuk pasar modal, pasar barang-barang primer dan pasar suku cadang.
Hubunga keiretsu seringkali diperteguh dengan kepemilikan bank dari blok besar
saham di pemasok non keuangan. Selanjutnya eksekutif keirestu secara sah dapat
duduk dalam dewan direksi perusahaan yang lain dan berbagi informasi serta
mengkoordinasikan harga dalam rapat “dewan presiden” tertutup. Jadi, keiretsu pada
dasarnya adalah kartel yang mendapat restu dari pemerintah Jepang.
Beberapa pengamat berselisih pendapat bahwa keiretsu mempunyai dampak
pada hubungan pasar di Jepang, mengatakan sebaliknya bahwa kelompok itu terutama
mempunyai fungsi social. Pengamt lain mengakui di masa lampau pemilihan pola
perdagangan berkaitan dengan keiretsu tetapi memastikan bahwa kemudian
pengaruhnya dewasa ini melemah. Bagi perusahaan yang bersaing dengan perusahaan
Jepang atau ingin memasuki pasar Jepang, pemahaman umum mengenai keiretsu
sangan penting. Bayangkan, misalnya, apa artinya di Amerika Serikat bila sebuah
pabrik mobil (misalnya GM), sebuah perusahaan produk elektrik (GE), pabrik baja
(USX), dan sebuah perusahaan computer (IBM) saling berkaitan bukan merupakan
perusahaan terpisah. Persaingan global dalam era keiretsu berarti adanya persaingan
tidak hanya diantara produk, tetapi juga antara sistem yang berbeda dari pengaturan
korporasi dan organisasi industry.
Sebagai contoh hipotetik dari Amerika menduga, beberapa perusahaan Jepang
terbesar dan paling terkenal berada di pusat keiretsu. Misalnya, Mitsui Group dan
Mistsubishi Grroup diorganisasikan diseputar perusahaan perdagangan besar.
Keduanya, bersama dengan kelompok Sumitomo, Fuyo, Sanwa dan DKB menyusun
keiretsu “enam besar”. Setiap kelompok berjuang kerasa untuk memperoleh posisi
kuat dalam setiap sektor utama dari ekonomi Jepang. Pendapatan tahunan dari setiap
kelompok mencapai beberapa ratus miliar dollar. Dalam angka absolute, kurang dari
0,01 persen dari semua perusahaan Jepang yang masuk dalam keiretsu. Akan tetapi,
kelompok ini mencakup 78 persen penetapan nilai saham di Tokyo Stock Exchange,
sepertiga dari modal bisnis Jepang, dan kira-kira seperempat dari penjualannya.
Sebagai tambahan dari enam besar, beberapa keiretsu lain telah dibentuk, membawa
konfigurasi baru pada bentuk dasar yang telah diuraikan sebelumnya. Keiretsu
pasokan vertikal dan distribusi merupakan aliansi antara pabrik dan pengecer.

8
2.5 Strategi Kerjasama di Amerika Serikat
Kerja sama kemitraan ASEAN-Amerika Serikat (AS) secara formal dimulai
pada tahun 1977. Kerjasama dengan Amerika Serikat dilakukan pada bidang politik-
kemanan, ekonomi, sosial-budaya, dan pembangunan/pengembangan.
Kerangka kemitraan ASEAN-AS memiliki 21 bidang prioritas untuk
mendukung pembentukan Komunitas ASEAN dengan ketiga pilarnya yakni: 1)
Transnational Crime, including Counter Terrorism, 2) Good Governance, the Rule of
Law and Judiciary Systems, and Human Rights Promotion, 3) Other Political and
Security Cooperation, 4) Trade and Investment, 5) Finance Cooperation, 6) Intellectual
Property Rights, 7) Small and Medium Enterprises, 8) Information Communication
Technology, 9) Transport, 10) Energy Security and Clean Energy, 11) Science and
Technology, 12) Disaster Management, 13) Public Health, 14) Environment,
Biodiversity and Climate Change, 15) Food Security, 16) Education and Human
Resources, 17) Culture and People-to-People Exchange, 18) Social Justice and Rights,
19) Social Welfare and Family Development, 20) Partnership for Development dan 21)
Cross Sectoral Cooperation.
Di bidang ekonomi dan perdagangan, ASEAN dan Amerika Serikat telah
menyepakati ASEAN-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA)
padatahun 2006 yang menjadi dasar bagi ASEAN dan AS dalam memperkuat
kerjasama ekonomi kedua pihak. Selanjutnya pada tahun 2012, ASEAN dan AS
meluncurkan the ASEAN-US Expanded Economic Engagement Initiative (E3) dengan
tujuan untuk memperluas kerjasama perdagangan dan investasi ASEAN-AS dan
menciptakan kesempatan yang lebih luas bagi penciptaan usaha dan lapangan
pekerjaan. Kerjasama yang tertuang dalam ASEAN-US E3, antara lain: fasilitasi
perdagangan, pengembangan Usaha Kecil Menengah, dan harmonisasi standard dan
pemenuhan.
Pada tahun 2016, ASEAN dan AS meluncurkan ASEAN-US Connect sebagai
Kerangka Kerjasama Ekonomi yang bertujuan untuk mendorong pembangunan
ekonomi dan jaringan antar kalangan/pebisnis di kawasan. ASEAN-US Connect
dibangun di atas 4 (empat) pilar utama, yaitu Business Connect, Energy Connect,
Innovation Connect dan Policy Connect. ASEAN-US Connect merefleksikan
kepentingan Pemerintah dan pelaku usaha AS dalam mendukung integrasi ekonomi di
ASEAN dalam rangka meningkatkan nilai perdagangan dan investasi antara kedua
Pihak. ASEAN-U.S. Connect Centre di Jakarta diresmikan pada September 2016,
9
dipimpin oleh seorang Director sebagai bagian dari Kantor Misi AS untuk ASEAN di
Jakarta, diikuti dengan peresmian ASEAN-U.S. Strategic Connect di Singapura sebagai
financial hub dan Bangkok sebagai kantor dagang. Empat prioritas ASEAN-US
Connect adalah bisnis, energi, inovasi, dan kebijakan. ASEAN dan Amerika Serikat
merayakan 40 Tahun Peringatan Kerja Sama Kemitraan di tahun 2017.

2.6 Kerjasama Internasional


Kerja sama Internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu
negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan
untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja sama internasional, yang meliputi
kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi,
berpedoman pada politik luar negeri masing-masing.
Bentuk-bentuk kerjasama antarnegara dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Kerja Sama Bilateral
Kerja sama bilateral merupakan kerja sama antar dua negara. Misalnya,
kerja sama ekonomi yang terjalin antara Indonesia dengan Singapura atau
Amerika dengan Arab Saudi. Kerja sama bilateral bertujuan untuk membina
hubungan yang telah ada serta menjalin hubungan kerja sama perdagangan
dengan negara mitra. Pemerintah Indonesia sendiri telah mentandatangani
perjanjian perdagangan dan ekonomi di Kawasan Asia Pasifik dengan 14
negara, di Afrika dan Timur Tengah dengan 10 negara, di Eropa Timur dengan
9 negar, di Eropa Barat dengan 12 negara dan di Amerika Latin dengan 7
negara.
2. Kerja Sama Regional
Kerja sama regional merupakan kerja sama antara negara-negara
sewilayah atau sekawasan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menciptakan
perdagangan bebas antara negara di suatu kawasan tertentu. Bentuk kerja sama
regional sudah dijajaki oleh PBB melalui pembentukan komisi regional yang
dimulai dari Eropa, Asia Timur dan Amerika Latin. Komisi ini
mengembangkan kebijakan bersama untuk masalah pembangunan khususnya
pada bidang ekonomi. Kerja sama secara regional biasanya lebih pada
hubungan dengan lokasi negara serta berdasarkan alasan historis, geografis,
teknik, sumber daya alam dan pemasaran. Contoh kerja sama regional antara
lain ASEAN dan Liga Arab.

10
3. Kerja sama multilateral
Kerja sama multilateral adalah kerja sama yang dilakukan beberapa negara.
Contoh kerjasama ini antara lain Perserikatan Bangsa-Bangsa.
4. Kerja sama Internasional
Kerja sama internasional adalah kerja sama antara negara-negara
diseluruh dunia. Sedangkan bentuk kerja sama dibidang lain, seperti :
• Kerja sama dibidang ekonomi, misalnya FAO, IMF, IBRD, UNCTAD.
• Kerja sama dibidang sosial, misalnya ILO, IRO, UNICEF, WHO.
• Kerja sama dibidang kebudayaan, misalnya pendidikan, IPTEK.
• Kerja sama dibidang pertahanan, misalnya SEATO, ANZUS, NATO,
CENTO.

2.7 Aliansi Strategi


Perusahaan terkait adalah kelanjutan tahap dari evolusi aliansi strategis,
dimana dikelompokan dari perusahaan di seluruh Negara yang saling berkaitan dalam
industry dengan tujuan umum yang sama dan mendorong mereka seolah-olah
perusahaan itu satu dari banyak perusahaan dan dari konsep ini maka akan muncul
Virtual Coorporation (Istilah virtual dipinjam dari ilmu computer; beberapa computer
mempunyai kemampuan virtual memory yang membuat computer itu berfungsi
seolaholah mempunyai kapasitas penyimpanan yang lebih besar dari pada yang
sebenarnya ada dalam memory chips) ialah perusahaan yang terdiri dari banyak
perusahaan yang dikenalikan dengan system komputerisasi dan berbasis technologi
mukhtahir sehingga perusahaan itu terus dapat saling bersinergi dengan media
tekhnologi seakan-akan mereka tinggal dalam satu wilayah yang sama untuk mencapai
tujuan strategisnya masingmasing.
Lebih dari aliansi strategi sederhana yang kita ketahui dewasa ini, bentuk
tersebut akan merupakan super aliansi diantara raksasa global, dengan penghasilan
mendekati 1 triliun dollar. Mereka akan mampu menarik banyak uang dari sumbernya,
menghindari hambatan antitrust, dan mempunyai negara asal disemua pasar utama,
aliansi hubungan akan menikmati keunggulan politik karena merupakan perusahaan
“lokal” hampir dimanapun. Tipe aliansi ini semata-mata di dorong oleh perubahan
teknologi, tetapi oleh kebutuhan politik untuk mempunyai negara asal dibanyak
negara.

11
Pada tingkat global, virtual corporation dapat menggabungkan kompetensi
kembar yaitu efektivitas biaya dan kecepatan member tanggapan serta, oleh karena itu,
perusahaa seperti itu dapat dengan mudah menerapkan filosofi “berfikir global,
bertindak global”. Keadaan ini mencerminkan kecendrungan kearah penyesuaian
masal. Kekuatan yang sama mendorong pembentukan keiretsu digital yang diuraikan
di atas, seperti jaringan komunikasi berkecepatan tinggi, terpateri dalam virtual
corporation. Seperti dikatakan oleh Davido dan Malone, “Sukses dari virtual
coorporation tergantung pada kemampuan mengumpulkan dan mengintegrasikan arus
informasi masal diseluruh komponen organisasi serta bertindak secara cerdas atas
informasi tadi.”

12
BAB III
STUDI KASUS

AB InBev and SABMiller

Dua dekade lalu, Selatan African Breweries adalah


perusahaan local yang mendominasi pasar
domestiknya. Menggunakan usaha patungan dan
akuisisi, perusahaan berkembang menjadi yang
lainnya Afrika serta pasar negara berkembang utama
seperti Cina, India, dan Tengah Eropa. Saat ini,
SABMiller sudah mendunia brewer yang masih
termasuk portofolionya merek lokal. Misalnya Kilimanjaro populer di Tanzania, di mana
persaingannya mencakup merek-merek dari Pabrik Bir Afrika Timur milik Diageo sebagai
Tusker dan Serengeti. SABMiller merger dengan Anheuser-Busch InBev menciptakan
pembuat bir terbesar di dunia.
Merek andalannya, Miller Lite, telah berjuang keras untuk mempertahankan market share.
Di antara tantangan yang dihadapi SABMiller adalah merevitalisasi Merek Miller Lite di
Amerika Serikat dan kemudian meluncurkan Miller di Eropa sebagai merek premium.
Pengejaran tanpa henti SABMiller atas peluang pasar global dimulai di bawah kepemimpinan
CEO Mackay dan berlanjut dengan CEO Alan Clark saat ini (lihat Gambar 9-1). Tindakan dari
kedua eksekutif tersebut menggambarkan fakta bahwa sebagian besar perusahaan menghadapi
masalah yang luas berbagai pilihan strategis. Di bab terakhir, kami telah memeriksa
mengekspor dan mengimpor sebagai cara untuk memanfaatkan peluang pasar global. Namun,
untuk SABMiller dan pembuat bir lainnya, mengekspor merek mereka (dalam pengertian
konvensional) hanyalah salah satu cara untuk "pergi global."

Masalah Masuk Pasar di Jepang


SAB bukan satu-satunya pembuat bir yang ingin memperluas kehadiran globalnya.
Pengalaman Anheuser-Busch di Jepang memberikan studi kasus dalam opsi entrymode, dan
menyoroti keuntungan dan kerugian dari pendekatan usaha patungan. Akses ke distribusi
sangat penting untuk sukses di Jepang; Anheuser-Busch pertama kali memasuki pasar itu
melalui perjanjian lisensi dengan Suntory, yang pada saat itu merupakan yang terkecil dari
empat pembuat bir teratas Jepang. Meskipun Budweiser menjadi merek bir impor terlaris di
13
Jepang dalam satu dekade, pangsa pasar Bud di awal 1990-an masih berkurang dari 2 persen.
Anheuser-Busch kemudian membuat usaha patungan dengan Kirin Brewery, pemimpin pasar.
90 persen saham Anheuser-Busch di usaha yang berhak memasarkan dan mendistribusikan bir
yang diproduksi di Los Pabrik bir Angeles melalui saluran Kirin. Anheuser-Busch juga punya
pilihan untuk menggunakan beberapa kapasitas pembuatan bir Kirin untuk menyeduh Bud
secara lokal. Sementara itu, Kirin memiliki posisi yang baik untuk mempelajari lebih lanjut
tentang pasar global untuk bir dari pembuat bir terbesar di dunia. Di akhir Namun, dalam
dekade tersebut, pangsa pasar Bud tidak meningkat dan usaha itu merugi. Pada tanggal 1
Januari 2000, Anheuser-Busch dibubarkan usaha patungan dan menghilangkan sebagian besar
posisi pekerjaan terkait di Jepang; itu kemudian dikembalikan ke perjanjian lisensi dengan
Kirin. Pelajaran sudah jelas: Di Jepang, seringkali lebih masuk akal untuk memberikan kendali
kepada orang local bermitra melalui perjanjian lisensi daripada melakukan investasi besar.

Heineken
Heineken yang berbasis di Belanda adalah pembuat bir lain yang, seperti SAB, miliki
melakukan transisi dari merek lokal menjadi merek regional pertama dan lalu global. Hari ini
Heineken, dalam botol hijau ikonik yang dihiasi dengan bintang merah, dijual di lebih banyak
negara daripada single lainnya. Merek Heineken adalah pembuat bir independen, dan generasi
keempat dari keluarga pendiri Heineken tetap mengendalikan perusahaan. Pada tahun 2014,
Heineken menolak tawaran akuisisi dari SABMiller. Popularitas merek dapat dikaitkan
sebagian dengan semboyan iklan dari tahun 1970-an dan 1980-an yang telah menjadi
legendaris dalam sejarah komunikasi pemasaran. Pada saat itu, Whitbread PLC, pembuat bir
bir Inggris, mendistribusikan Heineken di Amerika Serikat Kerajaan. Ungkapan “Heineken
menyegarkan bagian-bagian bir lainnya tidak dapat menjangkau” membantu mengubah
konsumen Inggris dari tradisional bir untuk bir Heineken. Mengikuti rencana permainan yang
mirip dengan strategi SABMiller, Heineken CEO Jean-François van Boxmeer telah
menginvestasikan lebih dari $30 miliar sejak pertengahan 2000-an dengan melakukan puluhan
akuisisi. Sedang dikerjakan jadi, dia hampir melipat gandakan cakupan pasar perusahaan, yang
sekarang meluas ke 70 negara. Selain minuman senama, hari ini pasar perusahaan Amstel,
Affligem (berbasis di Belgia), Sol (Meksiko), dan Tiger (Singapura). Peningkatan skala adalah
salah satu cara perusahaan membantu mengurangi biaya input komoditas utama seperti gandum
malt dan aluminium.

14
Akuisisi Lainnya
Konsolidasi dalam industri pembuatan bir berlanjut dengan pesat di 2000-an. Pada
tahun 2004, Interbrew Belgia bergabung dengan perusahaan Brasil, Ambev. Entitas baru itu
dikenal sebagai InBev; pada tahun 2008, InBev diakuisisi Anheuser-Busch dalam kesepakatan
senilai $52 miliar. Setelah menyemennya status sebagai pembuat bir terbesar di dunia,
Anheuser-Busch InBev, dipimpin olehnya CEO, Carlos Brito, menjadi berita utama lagi pada
tahun 2016 ketika regulator antitrust menyetujui tawaran pengambilalihan SABMiller senilai
£ 79 miliar ($ 101 miliar). Kesepakatan itu diharapkan menghasilkan penghematan biaya
tahunan sebanyak itu $500 juta untuk raksasa itu. Pada saat itu, sekitar sepertiga dari
pendapatan AB InBev adalah dihasilkan di Amerika Serikat, di mana merek terlaris termasuk
Bud Light dan Budweiser. Namun, perusahaan itu hampir tidak punya kehadiran di Afrika.
Sebaliknya, SABMiller mengalami pertumbuhan baik penjualan maupun pendapatan di Afrika.
Secara lebih umum, pasar negara berkembang menyumbang sekitar tiga perempat dari
pendapatan SABMiller. Sebagai contoh, Snow, merek lokal China, adalah pemimpin volume
penjualan SABMiller. Sebagai dicatat dalam Bab 5, bagaimanapun, untuk memenuhi regulator
antitrust Cina, SABMiller diminta untuk menjual sahamnya di Snow sebelum akuisisi bisa
melalui. Entitas gabungan memiliki $ 64 miliar pada pendapatan 2017 dan menguasai hampir
sepertiga pasar bir global.

Pasar negara berkembang


Pembuat bir global juga meningkatkan aktivitas pemasaran mereka dan membuat
investasi strategis di pasar negara berkembang yang tumbuh cepat. SEBUAH contohnya adalah
China, pasar bir terbesar di dunia, dengan $6 miliar dalam penjualan tahunan. Sebagai Sylvia
Mu Yin, seorang analis di Euromonitor, mencatat, “Pembuat bir lokal tertarik untuk menjajaki
aliansi strategis dengan perusahaan multinasional besar. Pada saat yang sama, perusahaan asing
sangat ingin menjual kepada 1,3 miliar orang China, tetapi kurang memiliki pengetahuan lokal.
"Secara khusus, AB InBev mencari penetrasi yang lebih dalam dengan miliknya Merek
Budweiser. Vietnam juga menarik perhatian internasional besar perusahaan pembuatan bir.
Dengan populasi 90 juta orang, Vietnam adalah negara peminum bir dan menempati urutan
kelima dalam konsumsi per kapita di kawasan Asia-Pasifik (Australia peringkat nomor 1). Pada
2017, pemerintah Vietnam bergerak maju dengan rencana untuk menjual saham menjadi dua
perusahaan negara kunci. Perusahaan Minuman dan Bir Alkohol Hanoi (Habeco), terbesar

15
ketiga berdasarkan penjualan, pembuatan bir dan pasar popular Merek Hanoi Beer. Saingannya
yang lebih besar, Sabeco, berbasis di Kota Ho
Chi Minh dan menguasai sekitar 40 persen pasar dengan merek termasuk 333 dan Saigon Beer.
AB InBev, Carlsberg, Heineken, Thai Beverage, dan Kirin Holdings termasuk di antara calon
pelamar yang memandang kedua perusahaan Vietnam tersebut sebagai target investasi
potensial. Heineken, yang Heinekennya dan merek Tiger yang populer di Vietnam, sudah
memiliki 5 persen saham di Sabeco. Saham Carlsberg pembuat bir Denmark di Habeco berdiri
di 17 persen.

Afrika: Perbatasan Terakhir


Heineken saat ini beroperasi di Ethiopia dan Pantai Gading. Namun, unit SABMiller
AB InBev juga mengarahkan perhatiannya pada pendapatan rendah konsumen di Afrika.
Menurut perkiraan industri, sektor bir Afrika akan tumbuh 5 persen per tahun; sebaliknya,
konsumsi bir adalah menurun di Eropa dan Amerika Utara. Di Afrika, pembuat bir memotong
biaya dengan menegosiasikan kesepakatan dengan pemerintah daerah untuk menurunkan pajak
atas penjualan bir. Pejabat seringkali bisa dibujuk dengan argumen dua arah. Pertama,
penggunaan bir murah tanaman lokal seperti sorgum, sehingga mereka menciptakan lapangan
kerja secara lokal. Kedua, legal, minuman bermerek dari perusahaan terkenal adalah alternatif
yang lebih aman minuman rumahan ilegal. Satu konsekuensi yang tidak diinginkan: Saat petani
beralih dari tanaman pangan seperti jagung dan kacang-kacangan, harga untuk ini dan lainnya
kebutuhan pokok konsumen meningkat.

Kembali ke Amerika Serikat


Sebelum diakuisisi oleh AB InBev, SABMiller telah memperkenalkan beberapa merek
lokal dalam portofolionya di Amerika Serikat. Perusahaan berangkat untuk membuat Pilsner
Urquell, bir nomor 1 di Republik Ceko, menjadi merek nasional di Amerika Serikat. Sukses
dalam upaya itu akan berhasil fondasi untuk mengubah Pilsner Urquell menjadi premium
global merek untuk menyaingi Heineken. Bir pucat, Pilsner Urquell telah diproduksi di
Prazdroj tempat pembuatan bir di Plzen ("Pilsen") sejak tahun 1842. Minuman tersebut
mendapat manfaat dari sebuah tren yang menemukan konsumen A.S. lulus untuk membuat bir
yang memiliki rasa hop yang lebih kuat. Program pemasaran SABMiller mencakup pelatihan
bartender untuk memastikan bahwa setiap draf tuang datang dengan kepala tebal busa. Pada
tahun 2005, Adolph Coors yang berbasis di Colorado bergabung dengan Kanada Molson. Pada
tahun 2008, untuk bersaing lebih efektif dengan AB InBev, SAB Miller dan Molson Coors

16
menciptakan usaha patungan 50-50 yang disebut MillerCoors LLC. Usaha itu, kombinasi dari
operasi AS SABMiller dan orang-orang dari Molson Coors Brewing, menciptakan pembuat bir
nomor 2 di Amerika Serikat. Saat itu AB InBev memerintahkan hamper 49 persen pangsa pasar
bir AS senilai $ 100 miliar. Coors Light adalah merek bir nomor 2 berdasarkan volume; Miller
Lite adalah nomor 4. Kemudian, pada 2016, menyusul kesepakatan SAB Miller dan AB InBev,
Molson Coors meningkatkan kepemilikannya di MillerCoors menjadi kepemilikan penuh
sebagai bagian dari Kesepakatan $ 12 miliar.

Pertanyaannya:
1. Mengapa AB InBev, Heineken, dan pembuat bir global lainnya menargetkan pasar
negara berkembang seperti Vietnam ?
Jawaban:
Seperti yang terdapat pada pembahasan kasus diatas, perusahaan-perusahaan bir
tersebut memilih Vietnam karena terdapat peluang pasar yaitu pertama, Vietnam
memiliki populasi sebanyak 90 juta orang yang akan memperluas market share
perusahaan dan yang kedua, Vietnam merupakan negara peminum bir yang menempati
urutan kelima dalam konsumsi per kapita di kawasan Asia-Pasifik (Australia peringkat
nomor 1). Sehingga dari peluang pasar tersebut perusahaan bir global akan
mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan perusahaan bir global dapat
berkembang dengan pesat di negara Vietnam.
2. Apakah industri pembuatan bir itu lokal atau global ?
Jawaban:
Industry pembuatan bir tersebut merupakan industry lokal yang berusaha untuk
mencapai pasar global sehingga perusahaan-perusahaan tersebut melakukan berbagai
cara untuk mencapai pasar global dan eksis di pasar global. Cara yang dilakukan antara
lain, akuisisi, perjanjian lisensi, penggabungan dua perusahaan bir, berinvestasi,
merambah pasar negara berkembang dan mengembangkan produk agar sesuai dengan
pasar yang dituju.
3. Mengapa begitu banyak kesepakatan lisensi, merger, dan akuisisi terjadi di industri
pembuatan bir ?
Jawaban :
Kedua perusahaan berupaya untuk selalu memberikan konstribusi signifikan bagi
masyarakat dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya di seluruh siklus hidup

17
rantau pasokan - mulai dari petani, peracik bir, supir truk, hingga konsumen - serta
mengaspirasikan standar-standar tertinggi tanggung jawab sosial perusahaan.
Mergernya kedua perusahaan akan menggabungkan sumber daya dan keahlian yang
dibutuhkan untuk menciptakan dampak positif yang lebih banyak kepada dunia. Kedua
perusahaan memiliki berbagai program solid dengan menggandeng para pemangku
kepentingan untuk mendorong terwujudnya kegembiraan yang bertanggung jawab
dalam menikmati produkproduk mereka, agar dapat mengurangi dampak lingkungan,
khususnya penggunaan air, energi, daur ulang, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di lingkungan kerja mereka.

“KAITAN KASUS DENGAN MATERI”

Kaitannya Dengan Kemitraan Strategis Global


Perjanjian kerjasama, aliansi strategik, dan kemitraan strategic global (GSP = global
strategic partnership) sering kali dipergunakan untuk mengacu pada hubungan antara
perusahaan yang bersama-sama mengejar tujuan yang sama. Seperti halnya yang dilakukan
oleh Selatan African Breweries yang merupakan perusahaan local yang mendominasi pasar
domestiknya. Menggunakan usaha patungan dan akuisisi, perusahaan berkembang Afrika serta
pasar negara berkembang utama seperti Cina, India, dan Tengah Eropa. Saat ini, SABMiller
sudah mendunia brewer yang masih termasuk portofolionya merek lokal.
Sebelumnya SABMiller ini pernah masuk di pasar Jepang namun pada akhirnya
mengalami kerugian. Setelah itu, SABMiller melakukan transisi dari merek lokal menjadi
merek regional pertama lalu global namun Heineken yaitu perusahaan pembuat bir yang
berbasis di Belanda menolak tawaran akuisisi dari SABMiller. Lalu, sebelum diakuisisi oleh
AB InBev, SABMiller telah memperkenalkan beberapa merek lokal dalam portofolionya di
Amerika Serikat. Perusahaan berangkat untuk membuat Pilsner Urquell, bir nomor 1 di
Republik Ceko, menjadi merek nasional di Amerika Serikat. Sukses dalam upaya itu akan
berhasil fondasi untuk mengubah Pilsner Urquell menjadi premium global merek untuk
menyaingi Heineken.

Kaitannya Dengan Strategi Kerjasama


Kerjasama merger antara AB InBev dan SAB Miller akan menciptakan produsen bir
yang akan menjadikannya sebagai salah satu perusahaan produk konsumen terbesar di dunia
yang dapat dilihat AB InBev dan SAB Miller akan mengoperasikan bisnis di setiap pasar nir

18
terkemuka di dunia. Pembuat bir global juga meningkatkan aktivitas pemasaran mereka dan
membuat investasi strategis di pasar negara berkembang yang tumbuh cepat. Contohnya adalah
China, pasar bir terbesar di dunia, dengan $6 miliar dalam penjualan tahunan yang merupakan
salah satu faktor penentu sukses.
Mergernya kedua perusahaan ini akan menciptakan banyak peluang pertumbukan yang
signifikan dilihat dari sisi pemasaran yang digabungkan melalui jaringan distribusi ekstensif
dan akan menerapkan berbagai praktik terbaik dari kedua perusahaan. SABMiller mengalami
pertumbuhan baik penjualan maupun pendapatan di Afrika. Secara lebih umum, pasar negara
berkembang menyumbang sekitar tiga perempat dari pendapatan SABMiller.
Kaitannya Dengan Bentuk Kerjasama
Pada kasus tersebut, perusahaan-perusahaan bir didunia melakukan berbagai cara untuk
memasuki pasar global. Saat perusahaan bir AB InBev memasuki pasar di Jepang, perusahaan
melakukan perjanjian lisensi dengan Suntory dan membuat usaha patungan dengan Kirin
Brewery, pemimpin pasar namun usaha patungan itu tidak dapat bertahan lama. Dapat kita lihat
lebih baik bermitra melalui perjanjian lisensi daripada melakukan investasi besar.
Heinekan merupakan perusahaan bir yang berbasis di Belanda. Heinekan CEO Jean-François
van Boxmeer telah menginvestasikan lebih dari $30 miliar sejak pertengahan tahun 2000-an
dengan melakukan puluhan akuisisi atau dengan kata lain pengambil alihan perusahaan.
Kerjasama antar Industri pembuatan bir berlanjut dengan pesat di tahun 2000-an. Pada tahun
2004,
Interbrew Belgia bergabung dengan perusahaan Brasil, Ambev. Entitas baru itu dikenal
sebagai InBev; pada tahun 2008, InBev diakuisisi Anheuser-Busch dalam kesepakatan senilai
$52 miliar. Selanjutnya perusahaan bir SAB Miller diakuisisi oleh AB InBev.
Industri bir global juga melakukan investasi dan meningkatkan pemasarannya ke
negara berkembang seperti China dan Vietnam yang merupkan negara strategis dengan
populasi penduduk yang tinggi.

19
BAB IV
KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa, terminologi yang dipakai untuk menguraikan bentuk baru dari strategi
kerja sama amat bervariasi. Pengertian perjanjian kerjasama, aliansi strategik, dan kemitraan strategic
global (GSP = global strategic partnership) sering kali dipergunakan untuk mengacu pada hubungan
antara perusahaan yang bersama-sama mengejar tujuan yang sama. Spektrum luas dari perjanjian antar
perusahaan, termaksud usaha patungan, dapat di cakup dengan terminologi ini. Dengan anggapan bahwa
aliansi yang diusulkan memenuhi enam prasyarat dimana dipertimbangkan enam faktor dasar yang
dipandang mempunyai dampak signifikan sukses GSP, sebagai berikut:
• Misi
GSP yang sukses menciptakan win-win solution, dengan partisipan mengejar tujuan dengan dasar
kebutuhan akan keunggulan semua pihak (dimana semua pihak saling memabntu mewujudkan tujuan
masing-masing mitra).
• Strategi
Sebuah perusahaan dapat mendirikan GSP terpisah dengan mitra yang berbeda: strategi harus dipikirkan
jauh sebelumnya untuk menghindari konflik.
• Pengaturan
Diskusi dan konsensus harus merupakan suatu norma. Semua mitra harus dipandang mempunyai
kedudukan yang sama.
• Budaya
Sangat penting memiliki kesamaan budaya dengan kemitraan karena walau memiliki tujuan sama
namun cara kerja dalam budaya berbeda hal ini akan menimbulkan konflik sehingga sebaiknya jika
belum ada budaya organisasi yang sama harusnya diciptakan budaya organisasi ketika sudah bermitra.
• Organisasi
Struktur dan rancangan inovatif mungkin diperlukan untuk meniadakan kompleksitas manajemen
multinegara.
• Manajemen
GSP pasti melibatkan tipe pengambilan keputusan yang berbeda, perpecahan dan tentukan dengan jelas,
kesepakatan garis wewenang yang akan menghasilkn komitmen oleh semua mitra (Hal ini penting
karena dalam bermitra setiap pengambilan keputusan itu sangat berpengaruh besar terhadap semua
pihak yang terlibat sehingga sebaiknya ada aturan yang jelas dalam manajemen kebijakan kemitraan).
Kerja sama Internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan
negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di
dunia. Kerja sama internasional, yangmeliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan
keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri masing-masing

20
Bentuk-bentuk kerjasama antarnegara dapat digolongkan sebagai berikut: kerjasama bilateral,
regional, multinasional, dan internasional. Perusahaan terkait adalah kelanjutan tahap dari dari evolusi
aliansi strategis, dimana dikelompokan dari perusahaan di seluruh Negara yang saling berkaitan dalam
industry dengan tujuan umu yang sama dan mendorong mereka seolah-olah perusahaan itu satu dari
banyak perusahaan dan dari konsep ini maka akan muncul Virtual Corporation ialah perusahaan yang
terdiri dari banyak perusahaan yang dikenadlikan dengan system komputerisasi dan berbasis technologi
mukhtahir sehingga perusahaan itu terus dapat saling bersinergi dengan media tekhnologi seakan-akan
mereka tinggal dalam satu wilayah yang sama untuk mencapai tujuan strategisnya masing-masing.

21
DAFTAR PUSTAKA
Keegan, Warren J. 2008. Manajemen Pemasaran Global Edisi Keenam. Jakarta: PT Indeks
https://www.antaranews.com/berita/1794481/presiden-jokowi-indonesia-jepang-perkokoh-
kemitraanstrategis (diakses pada tanggal 20/04/2021).
http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/asean/asean-mitra-strategis (diakses pada tgl 20/04/2021).

22

Anda mungkin juga menyukai