Manajemen
Rantai Pasok &
Hubungan
Pelanggan
Dari Linear Supply Chain Menuju
Networked Supply Chain
14
Abstract Kompetensi
Perkembangan interkoneksi Mahasiswa memiliki kemampuan
diantara berbagai organisasi mengetahui dan menjelaskan
memnimbulkan dampak tentang linear supply chain menuju
terbentuknya suatu jaringan supply network supply chain
chain yang lebih luas.
Dari Linear Supply Chain Menuju Netwokrked Supply Chain 1
Pendahuluan
Perkembangan teknologi internet yang sedemikian cepat telah merubah anatomi manajemen
pasokan dari yang linear (LSC=Linear Supply Chain) menjadi jejaring (NSC=Networked
Supply Chain). Jika dulu produk dan informasi mengalir secara linear dari pemasok, menuju
pabrik, dan akhirnya ke wholesalers dan retailers, saat ini produk dan informasi mengalir
bebas dari satu entiti organisasi menuju yang lain tanpa hambatan dan dengan kecepatan yang
sangat tinggi. Setiap hari perusahaan akan selalu mencari cara agar proses atau akvitas
bisnisnya dapat menjadi selalu lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Topologi LSC sangat
sulit untuk melakukan hal tersebut karena hubungan keterkaitannya yang “hirarkis”
membuatnya menjadi statis, sementara NSC yang lebih bebas membuat hubungan keterkaitan
antar entiti perusahaan menjadi sangat dinamis. Namun merubah paradigma dari LSC
menjadi NSC tidak sekedar membalikkan telapak tangan, karena selain dibutuhkan
pengertian secara mendalam akan filosofis baru tersebut, struktur manajemen atau
pengelolaan rantai pasokan akan menjadi jauh lebih kompleks, karena banyaknya pihak yang
terlibat dan saling “tidak dapat mengontrol” satu dengan yang lainnya.
Kompleksitas yang ada sebenarnya berasal dari satu hal, yaitu bagaimana mensinkronisasi
kegiatan operasional pemasokan produk atau jasa (supply) dengan prediksi kebutuhan
(demand) yang biasa diperkirakan oleh fungsi pemasaran dan pembelian. Namun karena
terlibatnya banyak sekali entiti bisnis dalam NSC, baik di pihak supply maupun demand,
maka diperlukan suatu kegiatan yang dapat mengkoordinasikan semua pihak tersebut dengan
baik (Gambar 1).
Dilihat dari sisi sistem informasi, ada dua value drivers yang utama harus diperhitungkan
dalam NSC:
1. Bagaimana cara mempengaruhi permintaan pelanggan berdasarkan fisibilitas inventori;
dan
2. Bagaimana mengkoordinasikan seluruh pergerakan produk, informasi, dan sumber daya
lainnya agar memenuhi pesanan dan permintaan pelanggan.
Keseluruhan kunci sukses perusahaan yang berbasis NSC tersebut tidak akan menjadi
kenyataaan jika perusahaan tidak memiliki sebuah infrastruktur teknologi informasi yang
canggih (state-of-the-art) dan berkualitas (Gambar 2).
Di dalam perusahaan harus tersedia suatu jaringan intranet yang baik, sehingga semua pihak
dapat berkolaborasi, berkomunikasi, dan berkooperasi dengan baik. Pada bagian yang
berkaitan dengan Front Office, perusahaan harus memanfaatkan teknologi internet dan
peluang di dunia maya untuk berhubungan dengan para pelanggan. Sementara di sisi Back
Office, mau tidak mau baik melalui internet maupun ekstranet, perusahaan harus pula
menghubungkan dirinya dengan semua mitra bisnis yang bekerja-sama dalam proses
penciptaan produk atau jasa yang ditawarkan. Kualitas jaringan intranet, internet, maupun
Salah seorang praktisi manajemen dari Price Waterhouse Cooperas menamakan perusahaan-
perusahaan yang jaya di abad ke-20 tersebut sebagai Physco (singkatan dari Physical
Company) karena keberhasilan mereka terletak bagaimana mengelola sumber daya-sumber
daya fisik melalui proses-proses procurement, inventory, distribution, dan aktivitas terkait
lainnya (Gambar 3). Kinerja mereka yang begitu baik merupakan bukti dari kepiawaian
mereka di bidang pengelolaan sumber daya fisik tersebut. Namun demikian, dengan
berkembangnya teknologi informasi yang telah sanggup “merubah” banyak sekali sumber
daya fisik menjadi entiti digital, bentuk persaingan menjadi berubah.
•Procure •Transportation
Supply-Chain •Inbound Logistics •Distribute
Components •Manufacturing •Delivery
•Customer
PHYSICAL COMPANY
Logikanya cukup jelas, karena pada dasarnya, entiti digital sangat mudah dan murah untuk
diproduksi, sehingga keberadaannya menjadi tidak terbatas. Sementara itu, entiti digital dapat
pula merepresentasikan proses-proses bisnis sehari-hari seperti ATM yang menggantikan
bermacam-macam proses atau aktivitas perbankan, aplikasi e-commerce yang menggantikan
pasar tradisional, Web-TV yang menggantikan proses kolaborasi dan kompetisi, dan lain
sebagainya. Bahkan entiti digital dapat pula merepresentasikan pengetahuan yang ada di
dalam otak manusia, terbukti dengan dikembangkannya aplikasi-aplikasi artificial
intelligence dan decision support system. Berdasarkan fenomena ini, perusahaan-perusahaan
yang berjaya di abad ke-20, harus mulai memikirkan kembali strateginya, karena:
1. Semua sumber daya yang dapat didigitalisasi akan cenderung menjadi “public goods”,
dalam arti kata memiliki harga yang hampir mendekati nol (semakin besar diproduksi,
biaya variabel per item akan semakin kecil); dan
2. Jika beranggapan bahwa seluruh perusahaan telah mahir dalam menjalankan proses
produksi (the flow of products) maka satu-satunya kompetisi akan dilakukan terhadap
bagaimana menciptakan dan mendistribusikan entiti digital (the flow of digital entity).
3. Perusahaan yang mahir menggunakan asset digital untuk memperoleh keunggulan
kompetitif ini dinamakan sebagai Knowco (singkatan dari knowledge company, karena
hasil akhir dari pengolahan data digital adalah menjadi pengetahuan strategis).
Persamaan antara Supply Chain Management maupun Demand Chain Management adalah
ketergantungan perusahaan akan informasi yang akurat, detail, menyeluruh, dan holistik
yang berhubungan dengan seluruh stakeholders perusahaan (yang berkepentingan). Untuk
dapat menciptakan, mengolah, dan mendistribusikan data, informasi, dan pengetahuan ke
tempat-tempat yang tepat secara efektif dan efisien dibutuhkan dua fasilitas besar, yaitu:
aplikasi dan teknologi. Aplikasi atau yang lebih dikenal dengan istilah perangkat lunak
(software) bertugas untuk menciptakan proses interaksi antara berbagai entiti bisnis melalui
dunia maya (internet), sementara teknologi (atau yang lebih dikenal dengan istilah perangkat
keras/hardware) merupakan tulang-punggung atau infrastruktur penyaluran data maupun
informasi yang dibutuhkan tersebut. Hubungan kedua fasilitas ini seperti layaknya minuman
anggur di dalam botol, dimana minuman anggur sebagai perangkat lunak-nya dan botol
sebagai perangkat keras-nya.
Daftar Pustaka
1. Richardus Eko Indrajit, Richardus Djokopranoto, “Strategi Mengelola Manajemen Rantai
Pasokan Bagi Perusahaan Modern di Indonesia”, 2015