Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2020


UNIVERSITAS PATTIMURA

Laryngeal Mask Airway (LMA) dan Penggunaannya

Disusun Oleh :

Ragillia Ramadhanty

NIM. 2015-83-024

Pembimbing :

dr. Lukman H. Semarang, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Laryngeal Mask Airway dan Penggunaanya”. Referat ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Anestesi dan Reanimasi

Penyusunan referat ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya

bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Lukman H.

Semarang, Sp.An, selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu,

pikiran, dan tenaga untuk membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak

sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan referat ini ke depannya.

Semoga referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Ambon, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

I.1 Latar Belakang…………………………………………………………..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

II.1 Anatomi Laring..............................................................................................2

II.1.1 Lipatan Laring.......................................................................................4

II.1.2 Otot-Otot Laring...................................................................................5

II.2 Laryngeal Mask Airway (LMA)....................................................................6

II.2.1 Jenis-Jenis Laryngeal Mask Airway (LMA).........................................7

II.2.2 Ukuran Laryngeal Mask Airway (LMA)............................................13

II.2.3 Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA)....................................14

II.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Laryngeal Mask Airway (LMA)............17

BAB III PENUTUP...............................................................................................18

III.1 Kesimpulan.................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Laring………………………………………………………3

Gambar 2. Anatomi Laring………………………………………………………4

Gambar 3. LMA klasik…………………………………………………………..7

Gambar 4. Flexible LMA………………………………………………………..8

Gambar 5. Intubating LMA……………………………………………………..10

Gambar 6. LMA C Trach……………………………………………………….11

Gambar 7. Disposable LMA…………………………………………………….11

Gambar 8. Proseal LMA………………………………………………………...12

Gambar 9. Cara pemasangan LMA……………………………………………..16

Gambar 10. Inflasi Cuff…………………………………………………………16

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ukuran Laryngeal Mask Airway……………………………………..13

v
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Laryngeal Mask Airway atau sungkup laring merupakan alat yang

digunakan dalam manejemen jalan napas supraglotis yang sering digunakan dalam

anestesi dan terapi penunjang jalan napas dengan angka kejadian distensi lambung

yang minimal. LMA tidak hanya digunakan sebagai pengganti sungkup wajah

(face mask) dan bag-valve mask dalam operasi di Rumah Sakit, tetapi juga

sebagai tatalaksana gawat darurat. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga

dapat menyesuaikan hipofaring dari tenggorokan pasien.

LMA dapat digunakan pada pasien yang akan menjalani operasi dengan

durasi singkat tetapi pasien harus berpuasa. Jika pasien tidak dapat membuka

mulut lebih dari 1.5 cm maka tidap dapat dipasang LMA. LMA bersifat tidak

invasive dan dapat dilakukan pada pasien yang sulit dilakukan intubasi dengan

risiko trauma laring, bronkospasme, dan laringospasme yang rendah. Namun

penggunaan LMA dapat menyebabkan terjadinya aspirasi gastrointestinal dan

distensi lambung.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Laring


Laring merupakan organ yang berfungsi sebagai sfingter pelindung pada

pintu masuk jalan napas dan berperan dalam pembentukan suara. Laring terletak

di bawah lidah dan Os. Hyoid setinggi vertebra cervicalis 4, 5 , dan 6. Ke atas,

laring terbuka sebagai laringofaring dan ke bawah, laring berlanjut sebagai

trachea. Laring dibentuk oleh beberapa cartilage, seperti:

1. Cartilago Thyroidea

Cartilage Thryoidea merupakan cartilago terbesar yang membentuk laring

dan terdiri dari 2 lamina cartilago hyalin yang bertemu pada tonjolan

berbentuk V di garis tengah, yang disebut Adam’s apple.1

2. Cartilage Cricoidea

Cartilage Cricoidea dibentuk oleh cartilage hyaline dan berbentuk seperti

cincin cap dan terletak di bawah cartilage thyroidea1

3. Cartilage Arytenoidea

Terdapat 2 buah cartilage arytenoidea yang terletak pada permukaan

belakang laring dan berbentuk seperti piramid1

4. Cartilage Corniculata

Cartilage Corniculata bebentuk kerucut dan merupakan tempat melekatnya

plica aryepiglottica1

5. Cartilage Cuneiform

2
Terdapat 2 buah cartilage cuneiform yang terletak di dalam plica

aryepiglottica dan berfungsi memperkuat plica tersebut. 1

6. Epiglotis

Epiglotis merupakan cartilage elastis berbentuk seperti daun yang terletak

di belakang radix linguae. Sisi epiglottis dihubungkan dengan cartilage

arytenoidea oleh plica aryepiglottica. 1

Gambar 1. (A) laring tampak depan; (B) laring tampak samping

Sumber: Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan system. Sugiharto L, penerjemah.

Suwahjo A, Liestyawan YA, editor. Jakarta: EGC; 2011. Hal. 59-651

3
D

Gambar 2. (C) laring tampak belakang; (D) laring tampak samping dengan

lamina cartilage thyroidea kiri dibuka

Sumber: Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan system. Sugiharto L, penerjemah.

Suwahjo A, Liestyawan YA, editor. Jakarta: EGC; 201. Hal. 59-651

II.1.1 Lipatan Laring

a) Plica Vestibularis

Merupakan sebuah lipatan terfiksasi pada masing-masing sisi laring,

berwarna merah muda, banyak vaskularisasi, dan dibentuk oleh mukosa

b) Plica Vocalis (Pita Suara)

Plica vocalis merupakan sebuah lipatan yang mudah bergerak (pada saat

respirasi), terletak pada masing-masing sisi alring dan berperan dalam

pembentukan suara. Plica vocalis dibentuk oleh mukosa tetapi tidak memiliki

pembuluh darah sehingga berwarna putih. Pergerakan plica vocalis

bergantung pada gerakan cartilago arytenoidea. Pada saat inspirasi, plica

vocalis abduksi, sedangkan pada saat ekspirasi, plica vocalis adduksi.

4
II.1.2 Otot-Otot Laring

Otot-otot laring dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu otot intrinsic dan otot ekstrinsik

1. Otot-otot intrinsic

1.1 Otot yang mengontrol aditus laringeus

- M. Arytenoideus obliquus, yang berfungsi mempersempit aditus

- M. thyroepiglottica, yang berfungsi memperlebar aditus

1.2 Otot yang menggerakkan plica vocalis

- M. Cricothyroideus, berfungsi menegangkan pita suara

- M. Thyroarytenoideus, berfungsi melemaskan pita suara

- M. Cricoarytenoideus lateralis, yang berfungsi melakukan gerakan

aduksi

- M. Cricoarytenoideus posterior, berfungsi dalam melakukan

gerakan abduksi

- M. Arytenoideus transversal, yang bergungsi untuk mendekatkan

cartilage arytenoidea.

2. Otot-otot ekstrinsik

Otot ekstrinsik menarik laring ke atas danwah pada saat proses menelan.

2.1 Otot-Otot Elevator: M. digastricus, M. Stylohyoideus, M.

Myohyloideus, M. Geniohyoideus, M. Stylopharyngeus, M.

Salphingopharyngeus, dan M. Palatopharyngeus

2.2 Otot-Otot Depresor: M. Sternothyroideus, M. Sternohyoideus, dan M.

Omohyoideus1

5
II.2 Laryngeal Mask Airway (LMA)
Laryngeal Mask Airway atau sungkup laring merupakan alat yang

digunakan dalam manejemen jalan napas supraglotis yang sering digunakan dalam

anestesi dan terapi penunjang jalan napas dengan angka kejadian distensi lambung

yang minimal. LMA tidak hanya digunakan sebagai pengganti sungkup wajah

(face mask) dan bag-valve mask dalam operasi di Rumah Sakit, tetapi juga

sebagai tatalaksana gawat darurat. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga

dapat menyesuaikan hipofaring dari tenggorokan pasien. Secara umum, LMA

digunakan pada pasien yang tidak sadar atau tidak berespon setelah dilakukannya

anestesi.2 LMA terdiri dari tabung berlubang besar yang bagian proksimalnya

berhubungan dengan jalan napas dengan konektor standar 15 mm dan bagian

distal melekat pada cuff/mask berbentuk elips yang dapat diinflasi melalui

tabungnya.3

Cuff LMA yang awalnya deflasi dilubrikasi dan dimasukkan ke hipofaring

sehingga ketika diinflassi, cuff tersebut akan membentuk sekat bertekanan rendah

sekitar jalan masuk ke faring. Hal ini bertujuan dalam mencegah terjadinya

hambatan jalnnya udara ke orofaring. Penggunaan LMA membutuhkan anestesi

dalam dan relaksasi otot yang sedikit lebih besar dibandingkan pada penggunaan

sungkup mulut. Posisi cuff yang ideal adalah dibatasi oleh dasar lidah pada bagian

atas, sinus piriformis pada bagian lateral, dan sfingter esophageal superior pada

bagain bawah. Jika esophagus terletak pada tepi dari cuff, dapat menyebabkan

terjadinya distensi lambung dan regurgitasi.3

LMA menjaga laring dari sekresi faringeal (tetapi tidak regurgitasi

lambung) dan harus dipertahankan hingga pasien dapat bernapas spontan, yang

ditandai dengan batuk dan dapat membuka mulut ketika diberi perintah.

6
Kontraindikasi LMA adalah pasien dengan keadaan faring patologis, seperti

abses, obstruksi faring, keadaan perut yang penuh seperti kehamilan dan hernia

hiatal, atau kapasitas paru yang rendah (penyakit paru restriktif) yang

membutuhkan tekanan puncak inspirasi yang lebih besar dari 30 cm H 2O. Dulu,

LMA juga dihindari pada psien dengan bronkospasme atau tahanan jalan napas

yang tinggi, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa hal ini disebabkan

penempatan LMA tidak pada trachea.3

II.2.1 Jenis-Jenis Laryngeal Mask Airway (LMA)


1. Classic Laryngeal Mask Airway (LMA)

Terdiri dari 3 bagian, yaitu tabung jalan napas, cuff yang dapat

dikembang-kempiskan, dan selang inflasi cuff.4 LMA ini terbuat dari

silicon medis dan dapat digunakan beberapa kali.2

Gambar 3. LMA klasik

Sumber: Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and Clinical

Research. 2016: 7(7). Hal. 2-55

7
2. Flexible Laryngeal Mask Airway (Reinforced LMA)

LMA jenis ini dirancang untuk mencegah terjadinya oklusi,

meningkatkan akses untuk tindak operasi, dan mencegah pergeseran

LMA selama dilakukan operasi kepala, leher, atau orofaring.

Flexible LMA terbuat dari silicon dan karet, serta dapat digunakkan

lebih dari 1 kali dan tersedia dalam 6 ukuran, yaitu 2, 2.5, 3, 4, 5,

dan 6. LMA ini terhubung ke selang yang difiksasi dengan kawat

dengan diameter yang lebih kecil, tetapi lebih panjang selangnya.

Penambahan kawat di dalam tabung bertujuan untuk mencegah

tabung terbelit di dalam jalan napas. Selang yang lebih panjang

memungkinkan LMA dapat terhubung ke alat penunjang pernapasan

yang letaknya jauh dan diameter yang lebih kecil bertujuan untuk

memberikan ruang yang lebih luas di dalam mulut sehingga menjadi

pilihan dalam operasi mulut seperti adenotonsillectomy.4

Gambar 4. Flexible LMA


Sumber: Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and Clinical

Research. 2016: 7(7). Hal. 2-55

8
3. Intubating LMA (Fastrach)

LMA klasik tidak ideal untuk melakukan intubasi tracheal sehingga

dirancang Intubating LMA (ILMA) yang dapat menghilangkan

kebutuhan untuk manipulasi kepala dan leher sehingga ILMA ini

sangat berguna pada pasien dengan kondisi vertebra cervical

patologis. ILMA terdiri dari 3 bagian, ILMA itu sendiri, selang

tracheal, dan tangkai stabilitator. Selang ILMA cukup lebar sehingga

bisa digunakan untuk Endotracheal Tube (ETT) berukuran 8.0, dan

cukup pendek untuk memastikan ETT tidak mengenai pita suara.

Pegangan kaku yang melekat pada selang berguna untuk melakukan

insersi dan pelepasan dengan satu tangan, dan yang terpenting dapat

mengatur posisi lubangnya tepat menghadap laring. ILMA tersedia

dalam 3 ukuran, yaitu ukuran 3, 4, dan 5. Selang tracheal tersedia

dalam ukuran 7.0 mm, 7.5 mm, dan 8.0 mm (diameter) dan semua

ukuran ini dapat digunakan pada ketiga ukuran ILMA. Untuk

melepaskan ILMA setelah intubasi trachea, harus dikeluarkan

terlebih dahuilu konektor ETT 15 mm saat cuff ETT masih dalam

keadaan inflasi. Selanjutnya, putar ILMA keluar dari faring sambil

mendorong ETT ke arah dalam. Untuk mempertahankan ETT pada

posisi yang benar, tangkai stabilitator (20 cm) didorong ke ujung

proksimal sehingga memperpanjang ukuran ETT dan memudahkan

penarikan ILMA keluar mulut.4

9
Gambar 5. Intubating LMA
Sumber: Dandona S, Singh S, Batra N. A review of laryngeal mask airway

applications and limitations. International Journal of Medical and Health research.

2018: 4(10). Hal. 44-62

4. LMA C Trach

LMA ini merupakan modifikasi dari teknik LMA Fastrach dengan

serat optic terintegrasi. LMA ini menyajikan gambaran laring secara

langsung dengan viasualisasi pemasangan selang tracheal melewati

pita suara. Terdapatn 2 kanal serat fiber, yaitu dengan panduan

cahaya untuk menerangi laring dan dengan panduan gambar 10.000

pixel untuk memperlihatkan gambaran laring. Selain itu, terdapat

modifikasi batang peninggi epiglottis yang memungkinkan transmisi

cahaya dan gambar tanpa adanya gangguan.4

10
Gambar 6. LMA C Trach
Sumber: Sood J. Laryngeal mask airway and its variants. Indian Journal

Anaesthesiology. 2005: 49 (4). Hal. 275-84

5. LMA Unique

LMA ini dibuat untuk resusitasi kardiopulmonar karena LMA klasik

berbahan silicon terlalu mahal dan membutuhkan sterilisasi yang

tepat untuk mencegah infeksi silang. Selang jalan napas LMA ini

lebih kaku dan cuff lebih tebal dengan ukuran yang sama dengan

LMA klasik dan ditujukan untuk penggunaan sekali pakai.4

Gambar 7. LMA Unique


Sumber: Dandona S, Singh S, Batra N. A review of laryngeal mask airway

applications and limitations. International Journal of Medical and Health research.

2018: 4(10). Hal. 44-62

11
6. Proseal LMA

LMA jenis ini merupakan jenis yang paling kompleks dari semua

jenis LMA. Rancangan awal LMA ini adalah untuk konstruksi

sungkup laring dengan metode ventilator yang juga mencegah

terjadinya regurgitasi dan insuflasi lambung. Prinsip LMA saat ini

adalah cuff yang dimodifikasi dan selang drainase. LMA ini

memiliki sungkup ganda yang membentuk taut ke traktus

respiratorius dan traktus gastrointestinal.

Gambar 8. Proseal LMA


Sumber: Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and Clinical

Research. 2016: 7(7). Hal. 2-55

7. Laryngeal Mask Airway Supreme

LMA ini merupakan modifikasi dari Proseal LMA, dengan

reinforced cuff (cuff lebih kaku), sehingga mencegah terjadinya cuff

12
terlipat. Ukuran cuff lebih kecil untuk memudahkan insersi dan

LMA ini ditujukan untuk penggunaan sekali pakai.

Gambar 9. LMA Supreme

Sumber: Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and Clinical

Research. 2016: 7(7). Hal. 2-55

8. I-Gel Laryngeal Mask Airway

i-Gel LMA merupakan LMA tanpa Cuff, terbuat dari bahan seperti

gel yang akan beradaptasi dengan permukaan anatomi laring setelah

diinsersi. Terdapat bagian untuk insersi tabung dekompresi lambung.

Risiko nyeri tenggorokan saat pemasangan LMA lebih rendah

dengan waktu pemasangan lebih cepat.

13
Gambar 10. I-Gel LMA

Sumber: Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and Clinical

Research. 2016: 7(7). Hal. 2-55

II.2.2 Ukuran Laryngeal Mask Airway (LMA)


Tabel 1. Ukuran Laryngeal Mask Airway

Ukuran Berat Badan Volume Cuff

Mask/Cuff Pasien (Kg) (mL)

1 Infant <6.5 2-4

2 Anak 6.5-20 Hingga 10

2.5 Anak 20-30 Hingga 15

Dewasa (bertubuh

3 kecil) >30 Hingga 20

Dewasa (bertubuh

4 normal) <70 Hingga 30


Dewasa (bertubuh

5 besar) >70 Hingga 30

14
Sumber: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and mikhail’s clinical

anaesthesiology. Ed 5. New York: McGraw Hill Education; 2013. Hal. 317-93

II.2.3 Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA)

A. Indikasi Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA)

1) Prosedur operasi elektif durasi pendek dengan anestesi umum,

termasuk operasi kepala dan leher4

2) Membersihkan jalan napas pada pasien dengan kasus “tidak bisa

intubasi-bisa ventilasi” dan “tidak bisa intubasi-tidak bisa

ventilasi”. 4

3) Resusitasi Jantung Paru (RJP)4

B. Kontraindikasi Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA)

1) Pasien tidak dapat membuka mulut >1.5 cm4

2) Obstruksi jalan napas atas2

3) Kapasitas paru kurang4

4) Pasien yang tidak puasa4

5) Abses Faring3

6) Kehamilan, hernia hiatal3

C. Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)

Langkah-langkah pemasangan Laryngeal Mask Airway adalah sebagai

berikut:

1) Memastikan ventilasi adekuat dan mempersiapkan oksigenasi serta

alat suction untuk berjaga-jaga jika pasien muntah6

15
2) Memilih ukuran LMA yang tepat: ukuran 3 untuk wanita yang

bertubuh kecil, ukuran 4 untuk wanita bertubuh besar atau pria

bertubuh kecil, dan ukuran 5 untuk pria bertubuh besar. 6

3) Memastikan LMA steril dan tidak ada kerusakan; perhatikan

lumen jernih atau tidak6

4) Lakukan inflasi (kembungkan) cuff LMA untuk memastikan tidak

ada kebocoran6

5) Lakukan eksflasi atau kempeskan kembali cuff LMA sepenuhnya

dengan menekan cuff sampai kempes. 6

6) Melubrikasi bagian belakang cuff LMA6

7) Minta asisten untuk mempertahankan posisi pasien agar tidak ada

pergerakan vertebra cervical6

8) Pegang LMA dengan tangan yang dominan seperti memegang

pena. Jari telunjuk diletakkan pada percabangan cuff dan batang,

kemudian posisikan bagian LMA yang terbuka pada lidah pasien5

9) Masukkan LMA di bawah incisivus superior, dengan posisi batang

LMA paralel dengan dada pasien6

10) Dorong LMA ke posisi yang tepat.6 Bagian distal cuff berada di

hipofaring pada persimpangan antara esophagus atas dan traktus

respiratorius. Bagian proksimal cuff berada di bawah basis

linguae.4

11) Kembungkan cuff dengan volume udara yang tepat (terlihat pada

batang LMA) 6

16
12) Evaluasi lokasi LMA dengan melakukan ventilasi menggunakan

bag valve6

13) Memastikan lokasi dengan melakukan auskultasi pada lambung

untuk mendengar suara gargling dan memperhatikan

pengembangan dada.6

14) Setelah LMA terpasang pada lokasi yang tepat, dapat dipasang

gulungan kain kasa (bite block) atau Oropharyngeal Airway

(OPA) untuk mencegah pipa napas tergigit.7

Gambar 9. Cara pemasangan LMA


Sumber: Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and mikhail’s clinical

anaesthesiology. Ed 5. New York: McGraw Hill Education; 2013. Hal. 317-93

17
Gambar 10. Inflasi cuff
Sumber: American College of Surgeons. Advanced trauma life support. Ed 10.

Chicago: American College of Surgeons; 2018. Hal 31-3405

D. Indikator Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway

(LMA)

1) Pergerakan halus dari tabung LMA saat dilakukan inflasi4

2) Terlihat tonjolan kecil berbentuk oval pada leher4

3) Tidak terlihat cuff pada rongga mulut4

4) Ekspansi dinding dada sat dilakukan ventilasi bag valve4

II.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Laryngeal Mask Airway (LMA)

A. Kelebihan Laryngeal Mask Airway3

1) Tidak terlalu invasive

2) Dapat dilakukan pada pasien yang sulit dilakukan intubasi

3) Risiko trauma laring dan gigi rendah

4) Risiko bronkospasme dan laringospasme rendah dibanding

intubasi endotrakeal

5) Tidak membutuhkan relaksan otot

6) Tidak membutuhkan laringoskop

18
B. Kekurangan Laryngeal Mask Airway

1) Risiko aspirasi gastrointestinal tinggi3

2) Dapat terjadi perdarahan saat mengeluarkan LMA4

3) Tidak terlalu aman pada posisi pronasi atau jackknife3

4) Dapat menyebabkan distensi lambung3

19
20
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Laryngeal Mask Airway atau sungkup laring merupakan alat yang

digunakan dalam manejemen jalan napas supraglotis yang sering digunakan dalam

anestesi dan terapi penunjang jalan napas dengan angka kejadian distensi lambung

yang minimal. Pemilihan LMA disesuikan dengan berat badan pasien, dimana

ukuran LMA dapat terlihat pada tabungnya. Pemilihan ukuran LMA yang tidak

tepat berdampak pada kegagalan pemasangan LMA.

Terdapat beberapa jenis Laryngeal Mask Airway yang disesuaikan dengan

kebutuhan pasien. Secara umum, LMA dapat digunakan pada pasien yang akan

menjalani operasi dengan durasi singkat tetapi pasien harus berpuasa. Jika pasien

tidak dapat membuka mulut lebih dari 1.5 cm maka tidak dapat dipasang LMA.

LMA bersifat tidak invasive dan dapat dilakukan pada pasien yang sulit dilakukan

intubasi dengan risiko trauma laring, bronkospasme, dan laringospasme yang

rendah. Namun penggunaan LMA dapat menyebabkan terjadinya aspirasi

gastrointestinal dan distensi lambung.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan system. Sugiharto L, penerjemah.

Suwahjo A, Liestyawan YA, editor. Jakarta: EGC; 2011. Hal. 59-65

2. Dandona S, Singh S, Batra N. A review of laryngeal mask airway

applications and limitations. International Journal of Medical and Health

research. 2018: 4(10). Hal 44-6

3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan and mikhail’s clinical

anaesthesiology. Ed 5. New York: McGraw Hill Education; 2013. Hal.

317-9

4. Sood J. Laryngeal mask airway and its variants. Indian Journal

Anaesthesiology. 2005: 49 (4). Hal. 275-8

5. Almeida G, Costa AC, Machado HS. Supraglottic airway devices: a

review in a new eraof airway management. Journal of Anesthesia and

Clinical Research. 2016: 7(7). Hal. 2-5

6. American College of Surgeons. Advanced trauma life support. Ed 10.

Chicago: American College of Surgeons; 2018. Hal 31-340

7. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi.

Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2010. Hal. 39-40

22

Anda mungkin juga menyukai