Anda di halaman 1dari 12

Rasio Keuangan

Menurut Kasmir (2016:104) Rasio Keuangan adalah kegiatan membandingkan angka-


angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka
yang lain. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu
laporan keuangan atau antar komponen yang ada diantara laporan keuangan. Kemudian
angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa
periode

Rasio keuangan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan


dan kinerjanya. Dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan dari tahun ke tahun
dapat ditentukan apakah terdapat kenaikan atau penurunan kondisi dan kinerja perusahaan
selama waktu tersebut. Selain itu, dengan membandingkan rasio keuangan terhadap
perusahaan lainnya yang sejenis atau terhadap rata-rata industri dapat membantu
mengidentifikasi adanya penyimpangan.

Menurut Kasmir (2016:105) Dalam praktik, analisa rasio keuangan suatu perusahaan
dapat digolongkan menjadi sebagai berikut :

1. Rasio Neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari


neraca.
2. Rasio Laporan Laba Rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya
bersumber dari laporan laba rugi.
3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka daru dua sumber (data
campuran), baik yang ada di neraca maupun di dalam laporan rugi laba.

Jenis rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, rasio likuiditas,
solvabilitas, profitabilitas, aktivitas dan rasio pertumbuhan (Kasmir, 2016:129-172):

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan


perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek.

 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas


a. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih.
b. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
c. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang.
d. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan
modal kerja perusahaan.
e. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar
utang.
f. Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan
perencanaan kas dan utang.
g. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkan untuk beberapa periode.
h. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing
komponen yang di aktiva lancar utang lancar.
i. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjannya,
dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.

 Jenis-jenis Rasio Likuiditas yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan:


a. Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam


membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada
saat ditagih secara keseluruhan.

Current Ratio = Aktiva Lancar (Current Assets)

Utang Lancar (Current Liabilities)

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Aktiva Lancar (Current Asset) 1.640 1340
Total Utang Lancar (Current Liabilities) 750 750

Untuk tahun 2005 :


Current Ratio (CR) = Rp 1.640 = 2,8 kali (dibulatkan 2,2 kali)
Rp. 750

Artinya jumlah aktiva lancar sebanyk 2,2 kali utang lancar, atau setiap 1
Rupiah utang lancar dijamin oleh 2,2 rupiah harta lancar atau 2,2 : 1 antara
aktiva lancar dengan utang lancar.

Untuk tahun 2006 :

Current Ratio (CR) = Rp 1.340 , 1,8 kali (dibulatkan 1,8 kali)


Rp. 750

Artinya jumlah aktiva lancar sebanyak 1,8 kali utang lancar, atau setiap 1
Rupiah utang lancar dijamin oleh Rp 1,8 harta lancar atau 1,8 : 1 antara aktiva
lancar dengan utang lancar.

Jika rata-rata industri untuk current ratio adalah dua kali, keadaan perusahaan
untuk tahun 2005 berada dalam kondisi baik mengingat rasio diatas rata-rata
industri. Namun untuk tahun 2006 kondisi kurang baik jika dibandingkan
dengan perusahaan lain.
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan


dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka
pendek) dengan aset lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan
(inventory).

Quick Ratio (Acid Test Ratio) = Kas + Bank + Efek + Piutang

Current Liabilities

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Aktiva Lancar (Current Asset) 1.640 1340
Total Utang Lancar (Current Liabilities) 750 750
Sediaan (Inventory) 250 310

Untuk Tahun 2005 :


Quick Rasio = Rp. 1.640 – Rp. 250 = 2,52 kali
Rp. 750
Untuk tahu 2006 :
Quick Rasio = Rp. 1340 – Rp. 310 = 2,2 kali
Rp. 750
jika rata-rata industri Quick Ratio adalah 1,5 kali, maka keadaan perusahaan
lebih baik dari perusahaan lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan
tidak harus menjual sediaan bila hendak melunasi utang lancar, tetap dapat
menjual surat berharga atau penagihan piutang. Demikian pula sebaliknya,
jika rasio perusahaan dibawah rata-rata industri,keadaan perusahaan lebih
buruk dari perusahaan lain.

c. Rasio Kas (Cash Ratio)

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia
untuk membayar utang. Dapat dikatakan bahwa rasio ini menunjukkan
kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang
jangka pendeknya.

Cash Ratio = Kas + Bank

Current Liabilities
Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Aktiva Lancar (Current Asset) 1.640 1.340
Total Utang Lancar (Current Liabilities) 750 750
Kas 250 260
Giro (Bank) 350 300
Untuk tahun 2005 :

Cash Ratio = Rp. 250 + Rp. 350 = 0,8 atau 80%


Rp. 750

Untuk tahun 2006 :

Cash Ratio = Rp. 260 + Rp. 300 = 0,746 atau 75%


Rp. 750

Jika rata-rata industri cash ratio adalah 50% maka keadaan perusahaan
lebih baik dari perusahaan lain. Namun kondisi rasio kas terlalu tinggi juga
kurang baik karena ada dana yang menganggur atau yang tidak atau belum
digunakan secara optimal. Sebaliknya apabila rasio kas dibawah rata-rata
industri, kondisi kurang baik ditinjau dari rasio kas karena untuk membayar
kewajiban masih memerlukan waktu untuk menjual sebagian dari aktiva
lancar lainnya.

d. Rasio Perputaran Kas

Menurut James O. Gill, rasio perputaran kas (Cash turn over) berfungsi untuk
mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk
membayar tagihan dan membiayai penjualan. Artinya rasio ini digunakan
untuk mengukur tingkah ketersediaan kas untuk membayar tagihan (utang)
dan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan.

Rasio Perputaran Kas = Penjualan Bersih

Modal Kerja Bersih

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Penjualan Bersih (Net Sales) 5.950 5.550
Total Aktiva Lancar (Current Sales) 1.640 1.340
Total Utang Lancar (Current Asset) 750 750
Untuk Tahun 2005 :
Rasio Perputaran Kas = Rp. 5.950 = 6,68 kali dibulatkan (7 kali)
Rp. 1.640 – Rp.750
Untuk Tahun 2006 :
Rasio Perputaran Kas = Rp. 5.550 = 9,4 kali dibulatkan (10 kali)
Rp. 1.340 – Rp.750
Jika rata-rata industri untuk perputara kas adalah 10%, keadaan perusahaan
pada tahun 2005 kurang baik karena masih cukup jauh dari rata-rata industri.
Namun, kondisi tahun 2006 dikatakan baik karena kondisinya sama dengan
rata-rata industri.
e. Inventory to Networking Capital
Inventory to Networking Capital merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal
kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva
lancar dengan utang lancar.
Inventory to NWC = Inventory
Current Assets – Current Liabilities

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Aktiva Lancar (Current Asset) 1.640 1340
Total Utang Lancar (Current Liabilities) 750 750
Sediaan (Inventory) 250 310

Untuk Tahun 2005 :


Inventory to NWC = Rp. 250 = 0,105 kali dibulatkan (11%)
Rp. 1.640 - Rp. 750
Untuk Tahun 2006 :
Inventory to NWC = Rp. 250 = 0,105 kali dibulatkan (11%)
Rp. 1.640 - Rp. 750
Jika rata-rata industri untuk inventory to net working capital adalah 12%,
keadaan perusahaan pada tahun 2005 kurang baik karena masih dibawah rata-
rata industri, namun tidak terlalu buruk karena masih mendekati rata-rata
industri, hanya saja masih perlu ditingkatkan. Untuk tahun 2006 kondisinya
baik karena di atas rata-rata industri. Artinya perusahaan melakukan
peningkatan inventory to net working capital dari tahun sebelumnya.
2. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk


membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panajang
apabila perusahaan dilikuidasi (dibubarkan) (Kasmir, 2016:151).

 Tujuan dan manfaat Rasio Solvabilitas adalah :


a. Untuk menilai dan mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban
kepada pihak lainnya.
b. Untuk menilai dan mengetahui kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban yang bersifat tetap.
c. Untuk menilai dan mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva
khususnya aktiva tetap dengan modal.
d. Untuk menilai dan mengetahui seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai
oleh hutang.
e. Untuk menilai dan mengetahui seberapa besar utang perusahaan
berpengaruh terhadap pengelola aktiva
f. Untuk menilai dan mengetahui atau mengukur berapa bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.
g. Untuk menilai dan mengetahui berapa dana pinjaman yang segera akan
ditagih ada terdapat sekian kalinya modal sendiri.

 Jenis-Jenis rasio yang ada dalam Rasio solvabilitas yaitu:


a. Rasio Hutang Terhadap Aset (Debt to Assets Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang
dengan total aset.

Debt to Asset Ratio = Total debt


Total Assets

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Aktiva (Total Asset) 4.200 4000
Total Utang (Total Debt) 2.050 1.900

Untuk tahun 2005 :


Debt to assets ratio = Rp 2.050 = 0,488 kali (dibulatkan 49%)
Rp. 4.200

Rasio ini menunjukkan bahwa 49% pendanaan perusahaan dibiayai dengan


utang untuk tahun 2005. Artinya, bahwa setiap Rp. 100,00 pendanaan
perusahaan, Rp.49,00 dibiayai dengan utang dan Rp.41,00 disediakan oleh
pemegang saham.

Untuk tahun 2006 :


Debt to assets ratio = Rp 1.900 = 0,475 kali (dibulatkan 48%)
Rp. 4.000

Rasio ini menunjukkan bahwa sekitar 48% pendanaan perusahaan dibiayai


dengan utang untuk tahun 2005. Artinya, setiap Rp. 100,00 pendanaan
perusahaan, Rp.48,00 dibiayai dengan utang dan Rp.52,00 disediakan oleh
pemegang saham.

b. Rasio Hutang Terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio)


Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan
ekuitas.
Debt to Equity Ratio = Total utang (Debt)
Ekuitas (Equity)

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Utang (Total Debt) 2.050 1.900
Total Ekuitas (Total Equity) 2.250 2.100

Untuk tahun 2005 :


Debt to Equity Ratio = Rp 2.050 = 0,911% (91%)
Rp. 2.250

Untuk tahun 2006 :


Debt to Equity Ratio = Rp 1.900 = 0,904% (91%)
Rp. 2.1000

Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp.91,00 tahun 2005


untuk setiap Rp.100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau perusahaan
dibiayai oleh utang sebanyak 91%. Demikian tahun 2006 tidak jauh berbea
dengan tahun 2005, yaitu sebesar 90,4% mendekati 91% (Perusahaan
dianggap kurang baik karena dibawah atas rata-rata industri.

c. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER)


LTBtEr merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri.
Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan modal sendiri
yang disediakan oleh perusahaan.
LTBtER = Long Term Debt
Equity

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Total Utang Jangka Panjang 1.300 1.150
Total Ekuitas 2.250 2.100

Untuk tahun 2005 :


LTDtER = Rp 1.300 = 0,577% (58%)
Rp. 2.250

Untuk tahun 2006 :


LTDtER = Rp 1.150 = 0,547% (55%)
Rp. 2.100

d. Times Interest Earned

Menurut J. Fred Weston Times Interest Earned merupakan rasio untuk mencari
jumlah kali perolehan bunga. Jumlah kali perolehan bunga atau Times Interest
Earned merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana pendapatan dapat
menurun tanpa membuat perusahaan merasa malu karena tidak mampu
membayar biaya bunga tahunan.

Times Interest Earned = EBIT


Biaya Bunga (Interest)

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Earning Before Interest and Tax (EBIT) 1.800 1.300
Biaya Bunga 180 170

Untuk tahun 2005 :


Times Interest Earned = Rp 1.800 = 10 kali
Rp. 180

Untuk tahun 2006 :


Times Interest Earned = Rp 1.300 = 7,6 kali
Rp. 170
Times Interest Earned tahun 2005 adalah 10 kali atau dengan kata lain, biaya
bunga dapat ditutup 10 kali dari laba sebelum bunga pajak, kemudian, untuk
tahun 2006 adalah 7,6 kali laba sebelum bunga dan pajak.

Apabila rata-rata industri untuk usaha yang sejenis 10 kali, rasio untuk tahun
2005 baik. Akan tetapi, untuk tahun 2006, dinilai kurang baik karena maish
dibwah rata-rata industri 10 kali. Hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk
memperolah tambahan pinjaman kemudian pinjaman dikemudian hari.

e. Fixed Charge Coverage (FCC)

Fixed Charge Coverage atu lingkup biaya tetap merupakan rasio yang
menyerupai times interestearned ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio
ini dilakukan apabila perusaaan memperoleh utang jangka panjang atau
menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease Contract).

Fixed Charge Coverage = EBT + Biaya Bunga + Kewajiban sewa/Lease


Biaya Bunga + Kewajiban Sewa/Lease

Contoh : laporan keuangan PT Yumiko Maharani,Tbk

Komponen Laporan Keuangan 2005 2006


Earning Before Tax (BET) 1.650 2.130
Biaya Bunga 180 170
Kewajiban Sewa/lease 40 30
Untuk tahun 2005 :
FCC = Rp 1.650 + 180 + 40 = 8,5 kali
Rp. 180 + 40
Untuk tahun 2006 :
FCC = Rp 2.130 + 170 + 30 = 11,65 kali (12 kali)
Rp. 180 + 40
Seandainya rata-rata industri untuk fixed charge coverage adalah 10 kali,
untuk tahun 2005, hanya 8,5 kali dan ini dinilai kurang baik karena masih
dibawah rata-rata industri dan tentu menyulitkan perusahaan untuk
memperoleh pinjaman. Sementara untuk tahun 2006, dengan rasio 12 kali
dianggap cukup baik karena berada diatas rata-rata industri sehingga
memudahkan perusahaan untuk memperoleh pinjaman.
3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam


mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan (Kasmir, 2016:196). Rasio profitabilitas dibagi menjadi
4 jenis, yaitu:

a. Rasio Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Margin laba kotor
menunjukkan laba yang relatif terhadap perusahaan, dengan cara penjualan
bersih dikurangi harga pokok penjualan.
b. Rasio Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) Margin laba bersih
menunjukkan seberapa besar presentase pendapatan bersih yang diperoleh
dari setiap penjualan.
c. Rasio Pengembalian Atas Aset (Return On Assets) Rasio ini digunakan
untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap
dana yang tertanam dalam aset.
d. Rasio Pengembalian Atas Modal (Return On Equity) Rasio ini
menunjukkan berapa persen perolehan laba bersih bila diukur dari modal
pemilik. Semakin besar semakin bagus.

4. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas


perusahaan dalam menggunakan aset yang dimilikinya (Kasmir, 2016:172). Rasio
aktivitas yang digunakan adalah:

a. Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover) Rasio ini


menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar
dalam suatu periode tertentu.

b. Rasio Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover) Rasio ini


digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam asset
tetap berputar dalam satu periode.

c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover) Rasio ini digunakan


untuk mengukur perputaran semua asset yang dimiliki perusahaan dan
mengukur berapa jumlah penjualan yang diperolah dari tiap rupiah.

5. Rasio Pertumbuhan

Rasio ini menggambarkan presentasi pertumbuhan pos-pos perusahaan dari


tahun ke tahun (Harahap, 2016:309). Rasio pertumbuhan dapat dihitung dengan
beberapa rasio, yaitu:

a. Rasio Kenaikan Penjualan (Sales Growth)


Rasio ini menunjukkan persentase kenaikan penjualan tahun ini dibanding
dengan tahun lalu.
b. Rasio Kenaikan Laba Bersih (Net Income Growth)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan meningkatkan laba bersih
dibanding tahun lalu.

Anda mungkin juga menyukai