Anda di halaman 1dari 44

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam,Ihsan
2. Islam danSains
3. Islam dan PenegakanHukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan NahiMunkar
5. Fitnah AkhirZaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Dian Susilawati


NIM : C1G020066
Fakultas&Prodi: Pertanian dan Agribisnis
Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini, dengan tepat waktu

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah MuhammadSAW


atas perjuangan beliau yg telah membawa umat islam dari alam yg gelap menuju alam
yang terang menderang

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Tufik Ramdani,S.Th.,M sebagai
dosen pembimbing
pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaaf bagi kita semua

Durian, 17 Desember 2020Penyusun


Nama : Dian Susilawati
NIM : C1G020066

ii
DAFTAR ISI

HALAMANCOVER i
KATAPENGANTAR ii
DAFTARISI iii
I. Iman,Islam,Ihsan……………………………………………………………….1
II. Islamdan Sains……………………………………………………………….…9
III. Islam danPenegakanHukum……………………………………………………17
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf danNahiMunkar………………………25
V. FitnahAkhir Zaman……………………………………………………………..36
DAFTARPUSTAKA …
LAMPIRAN

iii
BAB I

IMAN ISLAM DAN IHSAN

A. Pengertian Iman, Islam dan Ihsan

1. Iman

a. Pengertian Iman

Kata iman berasal dari bahasa arab amana yang berarti percaya. Mempercayai
keberadaan Allah SWT. Sebagai satu-satunya maha pencipta. Dengan
mempercayai Allah SWT. Sebagai satu-satunya yang maha pencipta, maka tidak
patut bagi kita untuk menyembah selain kepada-Nya. Hanya kepada Allah kita
menyembah dan hanya kepadanya kita memohon pertolongan. Allah SWT.
Berfirman:
َ َ َّ َ ُ ُ ْ َ َ َّ
‫اك ن ْس َت ِع ُين‬ ‫ِإياك نعبد و ِإي‬

Artinya:

“hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan.” [2]

Menurut hadis yang telah diriwayatkan oleh umar, secara khusus iman berarti: “
memercayai Allah,para malaikat-Nya, kitab-kitabnya, para utusan-Nya, hari akhir,
dan mempercayai takdir baik dan buruk-Nya.

b. Rukun Iman dan Hikmahnya

1. Iman kepada Allah

Iman kepada Allah berarti pembenaran atau penerimaan yang pasti akan wujud
Allah, rububiyah Allah, asma’/ sifat Allah, dan Uluhiyah Allah.

Iman kepada Allah membawa muslim pada hal-hal berikut:

a) Keyakinan akan pertolongan Allah bagi mukmin

b) Keyakinan akan terwujudnya kehidupan yang baik,

c) Sikap dan perilaku tawakal


1
d) Keberuntungan dan kemenangan

e) Mendapat hidayat dan ketenangan hati

2. Iman Kepada Malaikat

Iman kepada Malaikat berarti penerimaan atau pembenaran yang pasti akan
(a) kebenaran Malaikat sebagai makhluk Allah yang selalu taat kepada-Nya, (b)
keberadaan malaikat yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui nama
mereka, (c) sifat-sifat malaikat, (d) tugas-tugas malaikat

Iman kepada Malaikat menimbulkan:

a. Keyakinan akan kesempurnaan dan keagungan Allah.

b. Semangat untuk beramal salih karena banyak sekali malaikat yang selalu taat
kepada Allah.

c. Istiqomah dalam beramal salih karena setiap amal dicatat oleh malikat.

d. Sikap dan perilaku waspada akan tipu daya setan dan kehidupan dunia ketika
kita ingan malakul maut.

e. Sikap dan perilaku syukur kepada Allah karena kita selalu dijaga oleh
Malaikat utusan Allah.

3. Iman Kepada Kitab-Kitab

Iman kepada kitab-kitab berarti pembenaran atau penerimaan yang pasti


bahwa (a) Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada rosulNya untuk
disampaikan kepada manusia, (b) kitab-kitab tersebut merupakan kalamullah
(firman Allah) iman kepada rosul yang dengan kitab-kitab tersebut Allah berbicara
kepada hamba-hambaNya, dan (c) kitab-kitab tersebut berisi kebenaran dan
petunjuk bagi manusia untuk kebaikan hidup mereka di dunia dan di akhirat.

Kitab-kitab Allah diantaranya adalah Zabur, Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Kitab
yang terakhir diturunkan Allah adalah Al-Quran. Diantara keistimewaan Al-Quran
adalah:

2
a) Berisi hukum-hukum Allah dan membenarkan Kitab-kitab terdahulu.

b) Semua manusia berpegang teguh kepada Al-Quran dan mengamalkan


hukum-hukum yang ditetapkan; hal ini berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya
yang hanya khusus bagi para umat Rosul tertentu.

c) Kemurnian al-Quran mendapat jaminan dari Allah melalui tangan Nabi,


sahabat, ulama dan umat islam yang setia.

4. Iman kepada Rosul-rosul

Iman kepada rosul berarti pembenaran atau penerimaan yang pasti bahwa (a) Allah
mengutus bagi setiap umat Rosul dari mereka yang menyeru mereka supaya
beribadah kepada Allah saja dan menjauhi Taghut, (b) para rasul yang diutus
merupakan hamba Allah yang jujur dan bertakwa dan (c) para rasul menyampaikan
kepada manusia segala sesuatu harus disampaikan tanpa menambah atau
mengurangi sesuatu.

Iman kepada rasul menumbuhkan:

a) Pengetahuan akan rahmat Allah yang diberikan kepada manusia

b) Sikap dan perilaku syukur atas rahmat tersebut.

c) Kecintaan dan kehormatan yang patut bagi mereka dan

d) Semangat untuk mengikuti petunjuk yang dibawa agar mendapat


kebahagiaan hidup.

5. Iman kepada hari kiamat atau hari Akhir

Iman kepada hari kiamat berarti pembenaran atau penerimaan yang pasti
akan kedatangannya dan mengamalkan konsekuensinya. Iman kepada hari akhir
mencakup kepada (a) tanda-tanda hari akhir,(b) tiupan sangkakala dan kematian
manusia, (c) alam barzah: kenikmatan dan sisksa didalamnya, (d) kiamat atau
bangkitnya manusia dari kubur, (e) mahsyar atau tempat berkumpul manusia, (f)

3
‘ardh atau menghadap Allah, (g) kitab catatan amal, (h) mizan atau timbangan
amal, (i) shirat atau titian diatas neraka, (j) haudh atau telaga, (k) syafaat atau
pertolongan Allah, dan (l)surga atau neraka.

Al-Quran sangat memperhatikan terhadap hari akhir. Diantara perhatian tersebut


adalah bahwa:

a) Al-Quran hampir selalu mengaitkan iman kepada Allah dengan iman kepada
hari Akhir

b) Al-quran memberikan nama yang bermacam-macam kepada hari akhir, salah


satunya Al-haqqah (yang benar-benar terjadi).

6. Iman kepada Qadha’ dan Qadar (takdir Allah)

Iman kepada Qadha’ dan Qadar berarti pembenaran atau penerimaan yang
pasti bahwa Allah telah menentuka sesuatu yang terjadi pada makhlukNya. Tidak
ada seseorangpun yang tahu takdir yang akan terjadi padanya. Oleh karena itu,
iman kepada takdir membangkitkan seseorang untuk berusaha mencari takdir yang
baik, memperkuat tawakal seseorang kepada Allah, dan menjadikan seseorang
bersabar bila mendapat musibah, tidak sombong bila mendapatkan kenikmatan,
dan tidak menyalahkan takdir ketika terlanjur melakukan maksiat. [3]

Dengan mempercayai Allah, para malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para


rosul-Nya, hari akhir atau hari kiamat, dan takdir Allah, sesungguhnya kita telah
melaksanakan enem rukun iman. Enam perkara yang menjadi rukun iman itu tidak
cukup hanya dengan dihafal. Namun, kita harus manpu mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Misalnya dengan memercayai Allah SWT., kita akan memiliki kesadaran bahwa
setiap perbuatan kita didunia akan mendapat balasannya yang setimpal nanti di
akhirat . perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya perbuatan yang
buruk akan dibalas pula dengan sesuatu yang buruk. Dengan percaya kepada para
malaikat-Nya, kita akan selalu menyadari disamping kita ada malaikatyang selalu
mencatat dan mengawasi semua yang klita lakukan. Dengan mempercayai adanya
hari kiamat, maka kita akan selalu mengingat adanya hari pembalasan yang pasti
4
terjadi. Diantaranya ciri-ciri orang beriman adalah sebagai yang diterangkat ayat
berikut.

َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ زَ ا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬ ْ َ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوبُهُ ْم َوإِ َذا تُلِي‬

Artinya: “ sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila


disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya pada
mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada tuhan mereka
bertawakal.”[4]

Keimanan adalah sesuatu yang harus terus-menerus harus kita pupuk agar
tetap kukuh dalam kehidupan kita. Jika hal itu tidak kita lakukan, tidak mustahil
kadar dan kualitas keimanan dalam diri kita akan menurun. Beriman tidak cukup
hanya sekedar ucapan. Beriman harus meliputi pembenaran dalam hati ( tashdiqbi
al-qalbi), di ucapkan dengan lisan (iqrar bi al-lisani), dan diamalkan dalam
perbuatan nyata (‘amal bi al-jawarih).

Nabi muhammad saw. Menjelaskan bahwa kadar keimanan seseorang bisa


bertambah dan berkurang. Tidak mustahil orang yang dipandang saat ini memiliki
kadar keimanan yang tinggi sewaktu saat akan melakukan perbuatan yang akan
mengurangi kadar keimanan tersebut.tidak mustahil juga seseorang yang
dipandang jahat.suatu saat akan berubah menjadi orang baik. [5]

2. Pengertian islam

Kata islam berasal dari bahasa arab aslama yang berarti berserah diri, yakni
berserah diri semata karena Allah SWT. Agar dapat keselamatan hidup di dunia dan
akhirat. Umat islam tidak boleh mengabaikan kehidupan di dunia, sebagaimana mereka
tidak boleh mengabaikan kehidupan akhirat. Kehidupan dunia adalah bekal kita untuk
menata kehidupan diakhirat. Bila kita tidak dapat menata kehidupan di dunia,
sesungguhnya bagaimana kelek kehidupan kita diakhirat tercermin dari apa yang kita
lakukan di dunia ini.

Berserah diri kepada Allah SWT. Berarti menerima semua yang menjadi ketentuan
Allah SWT. Dengan melaksanakan semua perintahnya dan menjauhi setiap yang Allah
SWT. Larang. Harus kita yakini bahwa yang semua Allah SWT. perintahkan adalah demi
5
kemaslahatan bagi kehidupan kita. Sebaliknya setiap yang Allah SWT. Larang atau
haramkan pasti ada keburukan di dalamnya. Keburukan itu selain menimpa pelakunya
dapat pula menimpa orang lain. Dengan demikian, bila ada orang yang mengaku beragam
islam, tetapi perbuatannya tidak menunjukkan keberserahdirian kepada Allah SWT.
Dengan melanggar setiap perintahnya, sesungguhnya dia bukanlah orang islam dalam
pengertian yang sebenar-benarnya.

Berikut pengertian islam berdasarkan sebuah hadis. “islam adalah engkau


mempersaksikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya,
mendirikan Salar, menunaikan zakat, berpuasa dibulan rahmadan, dan pergi haji ke
baitullah bila engkau mampu melaksanakannya.” (HR Muslim)

Menurut hadits tersebut, islam adalah persaksian terhadap Allah SWT. Dan Nabi
Muhammad saw. Sebagai rosul-Nya, mendirikan salat, membayar zakat, puasa dibulan
Ramadan, dan berhaji. Namun, kelima kelima hal ini tidak akan bermanfaat bila kita tidak
melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Banyak sekali orang yang berpuasa di bulan
ramadan, tetapi tidak memiliki kepedulian terhadap sesamanya yang membutuhkan.
Akhirnya, yang dia dapatka hanya rasa lapar dan dahaga karena menahan makan dan
minum. Begitu juga, banyak sekali orang yang mendirikan salat, tetapi masih berbuat
kejahatan. Misalnya, jika ujian masih mencontek.

‫َوأَقِ ِم الصَّالةَ إِ َّن الصَّالةَ تَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬

Artinya: “ dan laksanakanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji
dan mungkar.” [6]

Berdasarkan ayat diatas, wajib bagi kita untuk senantiasa untuk memaknai rukun
islam sehingga kita mendapatkan manfaatnya dalam kehidupan kita. Kalau kita tidak mau
memaknainya, maka semua itu tidak akan ada manfaatnya. Kita hanya merasa berat
melakukan kewajiban-kewajiban tersebut. Sehingga orang-orang munafik yang meskipun
melaksanakan salat, tetapi sesungguhnya mereka malas untuk melakukannya.

3. Pengertian ihsan

6
Kata ihsan berasal dari bahasa arab ahsana yang berarti berbuat baik. Pengertian
ihsan sebagaimana yang telah nabi saw. Ajarkan dalam sebuah hadis adalah sebagai
berikut.

Artinya: “engkau menyembah atau beribadah pada Allah seakan-akan engkau melihatnya.
Dan bila engkau tidak dapat melihatnya sesungguhnya Allah melihat engkau.”

Maksud hadis diatas, kita harus memiliki kesadaran bahwa apapun yang kita
lakukan dalam kehidupan ini selalu dalam pantauan dan pengetahuan Allah SWT. Bila
kita melakukan suatu perbuatan dan merasa dalam pantauan dan perhatian orang lain, pasti
kita akan melakukan perbuatan itu secara lebih baik dibandingkan ketika kita
melakukannya tanpa ada orang yang memperhatikan. Bila kita salat berjamaah, maka kita
akan melakukannya lebih baik dari pada ketika sendiri. Kita sering membeli baju bagus,
sepatu bagus, dan semua yang bagus-bagus karena kita ingin dilihat orang. Kalu sedang
sendiri, kita enggan untuk memakai yang bagus-bagus tadi.

Dalam ihsan, ketika kita beribadah atau melakukan perbuatan baik kita dianjurkan
seolah-olah melihat Allah SWT. Seandainya kita tidak mampu melakukannya, kita harus
yakin bahwa tuhan selalu mengawasi dan melihat apa yang kita lakukan. Hal ini
dimaksudkan agar tumbuh keinginan atau motivasi yang lebih besar untuk terus
melakukan perbuatan baik, untuk mendapatkan balasan kebaikan pula dari Allah SWT. [7]

Allah SWT. Berfirman.

ُ‫ان إِاَّل اإْل ِ حْ َسان‬


ِ ‫هَلْ َج َزا ُء اإْل ِ حْ َس‬

Artinya: “tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” [8]

B. Hubungan iman, islam dan ihsan

Iman, islam dan ihsan adalah bagian utama dalam agama tak sempurna agama
seseorang bila tidak menyempurnakan iman, islam dan ihsan dalam kehidupannya. Iman,
islam dan ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah seseorang. Keyakinan tersebut harus
diwukudkan melalui pelaksanaan ke lima rukun islam. Dengan demikian, beriman tanpa

7
melaksanakan rukun islam adalah sia-sia. Setiap orang yang mengaku beriman,
semestinya juga melakukan rukun islam.

Untuk melaksanakan kelima rukun islam itu dengan baik maka harus dilakukan
dengan cara ihsan. Cara ihsan dengan merasakan seolah olah melihat Allah SWT.
Seandainyapun tidak bisa dilakukan maka sungguh tidak ada keraguan bahwa Allah SWT.
Selalu melihat perbuatan kita. Kesadaran bahwa Allah SWT. Selalu melihat setiap
perbuatan yang kita lakukan, terutama yangberkaitan dengan pelaksanaan rukun islam,
maka kita akan melaksanakan rukun islam itu dengan kesungguhan untuk mendapatkan
ridhonya. Dengan kata lain, ihsan sesungguhnya merupakan cara untuk lebih mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

Untuk mempelajari iman, islam dan ihsan para ulama’ mengelompokkannya


dalam tiga cabang ilmu agama. Rukun islam berupa prakit amal lahiriyah disusun dalam
ilmu fiqih, yaitu ilmu yang berkaitan dengan perbuatan manusia sebagai hamba Allah.
Iman dipelajari dalam ilmu tauhid atau teologi yang menjelaskan tentang pokok-pokok
keyakinan. Sementara untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah masuk dalam
bidang ilmu tasawuf.

Setiap umat islam harus meyakini bahwa pengetahuan Allah SWT. adalah pengetahuan
yang tiada batasnya. Pengetahuan AllahSWT. meliputi segala hal yang meliputi muka
bumi dan langit, hal yang tersembunyi, samar, maupun tampa dengan jelas. Allah SWT.
Berfirman.

.....‫ َو َما تَ ْسقُطُ ِم ْن َو َرقَ ٍة إِال يَ ْعلَ ُمهَا‬.....

Artinya: “...tidak ada sehelai daunpun yang gugur yng tidak diketahuainya...” (QS Al-
Anam/6:59)

8
BAB II

ISLAM DAN SAINS

A. SAINS MODERN

Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sangatlah maju, sudah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi modern disemua aspek kehidupan. Namun dibalik semua itu ternyata
Islam memiliki peran besar didalamnya. Sebelum ilmu pengetahuan tersebut di temukan,
di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang ilmu-ilmu tersebut.

Dapat diambil contoh dari disiplin ilmiah yang dihasilkan oleh para ilmuwan muslim
di bidang astronomi, yaitu bidang yang berhubungan dengan peredaran benda-benda
langit, para ilmuan melakukan penelitian hingga begitu lama dan mendapatkan jawaban
tentang benda-benda langit, mereka mengatakan bahwa semua peredaran benda-benda
langit dapat dihitung dengan rumus-rumus. Sedangkan hal ini telah diterangkan oleh Allah
S.W.T dalam Al-Qur’an sebelum mereka lahir. “Matahari dan bulan beredar menurut
perhitungan,

” (Q.S Ar-Rahman 55 : 5)

Kemudian fungsi langit sebagai atap yang dituliskan dalam Al-Qur’an “(Dialah)
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang
menurunkan air (hujan)dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan)itu buah-buahan
sebagai rezeki untukmn. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan
bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah 2 : 22). Allah S.W.T telah
menjelaskan di dalam ayat diatas tentang langit. Hal ini kemudian diteliti selama bertahun-
tahu oleh ilmuwan dan mereka mendapatkan jawaban serta kesimpulan bahwa langit
melindungi manusia dari terpaan angin matahari (melalui medan magnet bumi), dari sinar
ultraviolet (melalui atmosfer), dari kejatuhan benda angkasa seperti meteor dan batu
angkasa (melalui atmosfer), menahan gas-gas yang diperlukan bagi kehidupan (melalui
gravitasi bumi), serta mempertahankan suhu bumi tetap hangat (melalui efek rumah kaca).

Dari dua kasus diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya dalam Al-Qur’an
telah banyak tanda-tanda keilmuan yang dapat digali oleh manusia. Namun, pada saat ini
banyak orang beranggapan bahwa penemuan-penemuan tersebut adalah penemuan-
penemuan baru yang diciptakan oleh para ilmuwan, padahal sebenarnya, itu bukanlah

9
penemuan baru yang diciptakan oleh manusia, melainkan kekuasaan Allah S.W.T yang
baru ditemukan kemudian dipelajari secara terus-menerus oleh manusia hingga
terpecahkanlah penemuan tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah
ini, makalah ini disusun untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa Islam
sangat memiliki pengaruh terhadap Ilmu Pengetahuan (Sains).

B. Ilmuwan Muslim Generasi Awal

Dunia Islam yang diterangi oleh cahaya Al-Qur’an pernah mencapai masa keemasan
di bidang sains, teknologi dan filsafat tepatnya dibawah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa
sekitar abad ke-8 sampai ke-15. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi
intelektual dan kuatnya spirit pencarian serta pengembangan ilmu pengetahuan yang
diawali dengan translasi massif atas karya-karya tulis para filsuf Yunani kuno. Dalam
rentang masa keemasan ini, lahirlah para ilmuwan besar dan masyhur, seperti Al-Biruni
(Fisika dan Kedokteran), Jabir ibn Hayyan (Kimia), Al-Khawarizmi (Matematika), Al-
Kindi (Filsafat), Al-Razi (Kimia dan Kedokteran), dan juga Al-Bitruji (Astronomi). Selain
itu, juga ada Ibn Haitsam (Teknik dan Optik), Ibn Sina (Kedokteran), Ibn Rusyd (Filsafat),
dan Ibn Khaldun (Sejarah dan Sosiologi).

Nama-nama tersebut merupakan nama-nama besar yang telah sangat terkenal sejak
lama. Sejarah ilmu pengetahuan terus menguak nama-nama sarjana muslim pada masa
keemasan peradaban Islam. Abu Al-Wafa’ Al-Buzjani yang memiliki nama lengkap Abu
Al-Wafa’ Muhammad ibn Muhammad ibn Yahya ibn Ismail ibn Abbas Al-Buzjani (1.940
M) adalah pencetus rumus sinus, kosinus, sekan kosekan. Sebelum Ibn Haitsam, Dunia
Islam telah memiliki ahli optik pencetus hukum pembiasan cahaya, yaitu Ibn Sahl atau
Abu Sad Al-Ala ibn Sahl (1.940 M, w. 1000 M). Al-Dinawari yang mempunyai nama
lengkap Abu Hanifah Ahmad Ibn Dawud Dinawari lahir pada 828 M di kota Dinawar,
menulis kitab Al-Nabat (Buku Tumbuh-Tumbuhan) yang membahas 637 jenis tanaman,
tahap demi tahap sejak tumbuh hingga mati.

Ilmuwan Muslim tidak hanya memelopori bidang sains dan kedokteran, tetapi juga
bidang teknik dan rekayasa. Abbas Qasim ibn Firnas atau Ibn Firnas adalah sarjana
pertama yang membuat percobaan penerbangan. Pada tahun 825, Ibn Firnas menggunakan

10
satu set sayap dari kain yang dibentangkan dengan kayu melompat dari menara Masjid
Agung Cordova. Percobaannya terus diperbaiki dan ia berhasil terbang secara terkendali.

Syaikh Rais Al-Amal Badi Al-Zaman Abu Al-‘Izz ibn Ismail ibn Al-Razzaz Al-
Jazari adalah sarjana pertama yang mengambangkan robotika pada abad ke-13. Robot
pertama Al-Jazari berbentuk perahu dan diapungkan di danau dengan ditumpangi empat
robot pemain musik.

Para sarjana muslim tersebut menjadi jembatan dan perantara bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia modern saat ini. Dari Dunia Islamlah, ilmu pengetahuan mengalami
transmisi, diseminasi, dan proliferasi ke dunia Barat yang mendorong munculnya zaman
pencerahan (Renaisans) di Eropa. Melalui Dunia Islam, Barat mendapat askes untuk
mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern. Singkat kata, tanpa peran
sarjana muslim klasik, tidak mungkin disaksikan telepon, mesin fax, televisi, mobil,
komputer, pesawat yang mampu mengengkut jamaah haji dengan cepat, maupun pesawat
ulang-alik Challenger atau Soyuz.

C. Ketika Sains Tidak Dipelajari

Manusia dibekali dengan akal, yaitu sebuah elemen tubuh yang dimiliki hanya oleh
menusia dan tidak dimiliki oleh hewan atau tumbuhan, sedangkan produk riil dari akal
adalah sains yang terbukti sangat ampuh dan digdaya. Dalam rentang waktu pendek,
Afganistan dan Irak yang terbelakang luluh lantak oleh produk sains negara-negara Barat,
khususnya Amerika dan Inggris. Negara-negara maju yang menjadi kiblat peradaban saat
ini baik di Barat maupun Timur adalah mereka yang menguasai sains dan teknologinya.
Itulah mengapa sains dikatakan sebagai ilmu, kerena sains adalah suatu hal yang wajib
dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar masyarakat tidak hanya
menjadi konsumen, melainkan juga dapat menjadi produsen.

Negara-negara Islam atau negara berpenduduk meyoritas muslim seperti Indonesia


pada umumnya memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Tetapi, melimpahnya
sumberdaya alam tersebut tidak membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi
masyarakat muslim. Indonesia yang dikenal dengan sebutan negeri dengan penduduk
muslim terbesar di dunia justru terlilit hutang dan menjadi pemasok tenaga kerja kasar.
Sumber daya laut yang sedemikian besar terabaikan dan sumber daya tambang berupa
11
emas dan minyak tidak terkelola sendiri, tetapi meminta bantuan orang asing untuk
mengelolanya. Sebabnya hanya satu, kita sebagai ummat muslim tidak menguasai ilmu
pengetahuan, baik toritis maupun praktis. Sehingga membuat kita selalu menggantungkan
diri kepada asing.

Perhatian negara-negara Islam terhadap sains dan pengembangannya masih sangat


rendah. Merujuk pada data Science Citation Index 2004, 46 negara Islam memberi
kontribusi 1,17 persen pada penerbitan karya ilmia dunia. Angka ini masih lebih rendah
dibandingkan satu negara seperti India dan Spanyol yang masing-masing 1,66 persen dan
1,48 persen. Sebanyak 20 negara Arab menyumbang 0,55 persen dari total karya ilmiah
dunia, sedangkan satu Israel saja menyumbang 0,89 persen.

D. Islam dan Sains Modern

Sains adalah produk manusia seperti halnya musik, film, lukisan, patung, bangunan
dan banyak lagi lainnya. Begitu mendengar alunan suara musik, seseorang dapat langsung
mengenali apakah ia adalah jenis musik keroncong, dangdut, pop, jaz, rock, klasik atau
lainnya. Demikian pula bila melihat film, lukisan, patung atau bangunan, seseorang juga
dapat segera mengidentifikasi tipe apa objek yang dilihatnya. Bahkan orang dapat
mengenali lebih jauh, misalkan musik pop yang didengarnya kategori menghibur, indah,
dan mendidik atau murahan, sekedar bunyi, cengeng atau seronok.

Setiap produk apapun jenisnya pasti membawa tata nilai dan pandangan hidup atau
pandangan dunia dari produsennya. Contoh extrem dan gamblang adalah majalah play boy
yang pernah diterbitkan di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia yaitu Indonesia.
Play boy adalah produk yang sekaligus membawa pesan masyarakat penganut hidup
bebas, termasuk freesex didalamnya. Majalah ini pelan tapi pasti akan menggiring pada
tradisi dan kehidupan mesum, membangun masyarakat bebas seperti masyarakat hewan
yang tidak memiliki akal dan tidak dapat menggali ilmu pengetahuan.

”Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan binatang-
binatang ternak, ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya
12
yang takut kepada Allah dan hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S Fatir 35 : 28 ). Produk diatas memang hasil
cipta dari akal namun memiliki nilai yang sangat bertentangan dengan tata nilai muslim
sebagai mayoritas masyarakat Indonesia.

Sains sebagai produk yang diciptakan manusia tidak dapat dikecualikan atau
diistimewakan. Ia membawa pandangan dunia tertentu dari kreatornya. Bedanya dengan
produk yang tadi yang telah disebutkan diatas, sains selain lebih abstrak juga relatif tidak
memiliki bandingan. Peradaban modern telah mencapai kemajuan material yang luar
biasa, tetapi pada saat yang bersamaan telah melahirkan krisis yang cukup akut. Biang
kerok dari semua kejadian buruk itu dituduhkan justru kepada sains sebagai panglima
peradaban modern. Apa yang salah dari sains sekarang hingga perlu dibangun sains
alternatif yang holistik, dan diantaranya adalah sains Islam? Bila sains Islam memang ada,
apa perbedaan utamanya dibanding sains modern?

Secara sederhana sains dapat dikatakan sebagai produk manusia dalam menyibak
realitas. Terkait dengan pengertian ini, sains menjadi tidak tunggal atau dengan kata lain
akan ada lebih dari satu sains, dan sains satu dengan sains yang lain dibedakan pada apa
makna realitas dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui realitas tersebut.

Setiap bangunan ilmu pengetahuan atau sains selalu berpijak pada tiga pilar utama,
yakni pilar ontologis, aksiologis dan epistemologis. Dimana ketiga pilar tersebut harus
jelas dibangun dari prinsip tauhid yang tersari dalam kalimat la ilaha illallah dan
terdeskripsi dalam arkanul iman dan arkanul islam.mengapa demikian?

Perbedaan 3 pilar sains Islam dan Modern :

Ø Pilar Ontologis, dalam Sains Islam yakni hal yang menjadi subjek ilmu, Islam
harus menerima realitas material maupun nonmaterial sebagaimana dikatakan
dalam Q.S Al-Haqqah ( 69 : 38-39 )

“Maka Aku bersumpah demi apa yang kamu lihat, dan demi apa yang tidak kamu lihat.”
(Q.S Al-Haqqah 69 : 38-39)

Hal yang menjadi subjek ilmu adalah makhluk dimana makhluk tidak dibatasi oleh yang
material dan terindra, tetapi juga yang imaterial. Tatanan ciptaan atau makhluk terdiri atas
tiga keadaan fundamental, yaitu keadaan material, psikis dan spiritual. Namun dalam

13
Sains Modern hanya menerima realitas materi dan pikiran, dan keduanya dipandang
sebagai dua substansi yang sepenuhnya berbeda dan terpisah.

Ø Pilar Aksiologis, dalam Sains Islam yakni terkait dengan tujuan dibangun atau
dirumuskannya ilmu pengetahuan. Tujuan utama ilmu pengetahuan Islam adalah
dikenalkannya Sang Pencipta melalui pola-pola ciptaan-Nya, sebagaimana
dijelaskan dalam Q.S Ali Imran ( 3 : 191 )

“Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya
Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau,
lindungilah kami dari azab neraka”.

Namun, dalam Sains Modern, tujuannya telah bergerak menuju deisme. Yakni
kepercayaan bahwa Tuhan memulai alam semesta dan kemudian membiarkannya berjalan.

Hal ini terbukti ketika ilmuwan bernama Leplace membuat buku tentang alam semesta
dan tidak pernah menyebut Sang Pencipta.

Ø Pilar Epistemologis, yakni pilar terpenting dalam ilmu pengetahuan dimana


didalamnya mencangkup penjelasan serta pertanyaan, bagaimana kita dapat
mencapai pengetahuan tersebut. Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi
Muhammad S.A.W sekaligus merupakan sumber intelektualitas dan spiritual
Islam. Ia merupakan pijakan bukan hanya bagi agama dan pengetahuan spiritual,
melainkan juga semua jenis pengetahuan. Manusia memiliki fakultas pendengaran,
penglihatan dan hati sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan. Namun meski
demikian, sumber dari segala sumber tidak lain adalah Tuhan yang maha
mengetahui. Salah satu sumber pengetahuan adalah Al-Qur’an. Meski bukan kitab
sains, Al-Qur’an memiliki fungsi sebagai petunjuk bagi ummat manusia secara
keseluruhan sebagaimana dinyatakan dalam Surah Al-Baqarah ayat 185

14
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda”.(Q.S. Al-
Baqarah 2 : 185)

Dalam ayat tersebut jelas bahwa Al-Qur’an dapat dijadikan kontruksi ilmu pengetahuan.
Namun dalam Sains Modern Al-Qur’an bukanlah apa-apa, bahkan mereka mengabaikan
dan menyangkal segala aspek metafisik, spiritual dan estetis jagat raya. Eddington dan
Whitehead menyatakan dengan tepat bahwa sains modern adalah jenis pengetahuan yang
dipilih secara subjektif karena hanya berurusan dengan aspek-aspek realitas alam semesta
yang dapat dipelajari oleh metode ilmiah.

Sains modern dibangun hanya dengan satu metodologi, yakni metodologi ilmiah
yang didalamnya terkandung unsur logika, observasi dan eksperimentasi. Sehingga ketika
mereka tidak melihat bukti secara nyata, mereka tidak akan menganggapnya ada dan
malah akan menganggap bahwa hal tersebut tidak masuk akal karena tidak dapat
dilogikakan.

Logika bukanlah khas sains modern. Jauh sebelumnya, para ilmuwan dan filsuf
muslim senantiasa menggunakan logika dan memandangnya sebagai suatu bentuk hikmah,
bentuk pengetahuan yang sangat diagungkan Al-Qur’an. Di dalam penggunaan logika di
kalangan sarjana muslim, terdapat istilah burhan, istilah yang menunjukkan metode ilmiah
demonstrasi atau bukti demonstratif.Al-Ghazali menyatakan bahwa istilah mizan yang
biasa diterjemahkan sebagai timbangan, merujuk antara lain pada logika. Artinya, logika
adalah timbangan yang dengannya manusia menimbang ide-ide dan pendapat-pendapat
untuk sampai pada penilaian yang benar.

Seperti halnya logika, observasi dan eksperimentasi sudah tersebar luas di kalangan
sarjana muslim jauh sebelum masa. Sejarah ilmu pengetahuan modern sering
menyebutkan bahwa peralihan dari pendekatan metafisis silogistik Aristotelian dalam
tradisi Yunani ke observasi dan eksperimen terjadi pada masa renasains Eropa dan
ditandai oleh Novum Organon (Logika baru) dari Francis Bacon. Penyelidikan yang
cermat dan jujur akan mengakui bahwa observasi dan eksperimen telah menjadi bagian

15
dari aktivitas yang tak terpisahkan dari para sarjana muslim enam atau tujuh abad
sebelumnya.

Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa para sarjana muslim klasik bukan hanya
sekedar penerjemah dan penerus tradisi dan pola pemikiran Yunani. Para ilmuwan muslim
juga memberi kontribusi yang signifikan bagi ilmu pengetahuan, yakni observasi dan
eksperimen.

Dalam tataran ini epistemologi sains Islam adalah epistemologi sains modern plus
atau diperluas, yakni plus penerimaan wahyu sebagai sumber informasi dan plus
metodologi yang tidak tunggal atau kemajemukan metodologi seperti penerimaan metode
ta’wil.

Metode terakhir ini terkait dengan upaya penyingkapan realitas lebih tinggi, yang
hanya mungkin pikiran tercerahkan oleh cahaya iman dan disentuh oleh keberkatan yang
tumbuh dari wahyu karena ruh ditiupkan kepada yang menginginkannya. Bagi ilmuwan
muslim adalah hal yang niscaya untuk sering berdoa dan meminta pertolongan Tuhan
dalam memecahkan masalah-masalah ilmiah maupun filosofisnya. Karena itu, dapat
dimengerti mengapa penyucian jiwa dipandang sebagai bagian yang terpadu dari
metodologi pengetahuan Islam.

Islam dan Sains Modern memiliki hubungan yang sangat erat, sains dalam Islam
merupakan penyempurnaan dari sains modern, para ilmuwan menggunakan akal dan
logika mereka untuk memikirkan pengetahuan disegala bidang, namun mereka tidak
terlepas dari hakikat agama Islam dimana dalam agama telah jelas dikatakan bahwa hanya
Allah S.W.T yang Maha Mengetahui, kita sebagai manusia hanya dapat menjangkau apa
yang dapat kita jangkau, sedangkan yang tidak, hal tersebut adalah takdir dari Allah
S.W.T.

Islam juga sebagai agama yang sempurna yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W
untuk menyempurnakan agama sebelumnya. Dari kajian diatas dapat kita ketahui bahwa
ternyata banyak ilmuwan muslim yang terkenal atas jasa-jasanya di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, mereka tentunya tidak semata-mata hanya melogikakan
sesuatu, namun menerima ketetapan dari Sang Pencipta. Apa-apa yang mereka dapat gali

16
dan diambil ilmunya, mereka lakukan. Namun jika tidak, mereka tidak memaksakan diri
mereka untuk hal tersebut.

BAB III

ISLAM DAN PENEGAKAN HUKUM

1. Pengertian Hukum Islam

Keadilan hukum Islam tidak ditemukan dama sekali di dalam Al-Quran dan
literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam Al-Quran adalah kata syariah, fiqh, hukum
Allah dan seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term
“ISLAMIC LAW” dari literatur Barat.

Dalam penjelasan tentang hukum Islam dari literatur Barat ditemukan definisi hukum
Islam Yaitu; Keseluruhan kitab Allah yang mengatur Hukum Islam lebih dekat dengan
pengertian Syariah.

Hasbi Asy-Syiddinqy memberikan kejelasan tentang arti hukum islam, perlu diketahui
lebih dahulu arti dari kata “hukum”. Sebenarnya tidak ada arti yang sempurna tentang
hukum. Namun, untuk mendekatkan kepada pengertian yang mudah dipahami, meski
masih mengandung kelemahan, definisi yang diambil oleh Muhammad Muslehiddin dari
Oxford Eenglish Dictionary perlu diungkapkan. Menurutnya, hukum adalah “the body of
rules, whether proceeding from formal enactment of from custom, which a particular state
or community recognizes as binding on its members or subject”. (Sekumpulan aturan, baik
yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa
tertentu sebagai mengikat bagi anggotanya).

Bila hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam berarti: “Seperangkat
peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia
mukallah yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang
beragama Islam.”

17
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat, dipahami bahwa huku Islam mencangkup
hukum syariah dan hukum fikih, karena arti syara’ dan fikih terkandung di dalamnya.[1]

2. Pengertian Keadilan/Adil

ADIL (Ar.: al-‘adl). Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam
rangka menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan
dirinya sendiri.

Secara etimologis, al-‘adl “tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan
yang satu dengan yang lain (Al-musawah)”. Istilah lain dari Al-‘Adl adalah Al-Qist, Al-
Misl (sama bagian atau semisal).

Seacara terminologis, adil berarti ”mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari
segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu iu menjadi tidak berat sebelah dan
berbeda satu sama lain”. Asil juga berarti “berpihak atau berpegang kepaada kebenaran”.

Keadilan lebih menitikberatkan pada pengertian “meletakkan sesuatu pada


tempatnya” (Wad’ Asysyai’ fi mawamih). *Ibnu Qudamah (ahli fikih Mazhab *Hanbali)
mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-
mata karena takut pada Allah SWT. jika keadilan telah dicapai, maka itu merupakan dalil
yang paling kuat dalam Islam sselama belum ada dalil yang lain yang menetapkannya.

Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh
seseorang, termasuk hak asasi, wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait
pula dengan amanah. Sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak
menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil
tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif lainnya (QS.4:58 dan 5:8).

Allah SWT disebut sebagai “Yang Maha Adil dan Bijaksana” terhadap semula
hamba-Nya, karena Allah SWT tidak mempunyai kepentingan apa-apa dari perbuatan
yang dilakukan oleh hamba-Nya. Jika manusia berbuat kebaikann, maka tidak akan
mempengaruhi kemahaadilan-Nya. Demikian juga jika manusia berlaku lalim kepada-Nya
tidak akan mengurangi Kemahaadilan-Nya itu. Apa yang diperbuat oleh manusia, apakah
kebaikan atau kelaliman, hasilnya akan diterima oleh manusia itu sendiri (QS.41:46 dan
45:15).
18
Dalam periwayatan hadis, unsur al-‘adl (adil) merupakan salah satu kriteria
seorang perawi (penyampai hadis) untuk menentukan apakah hadis yang diriwayatkannya
sahih atau tidak. Adil dalam ilmu hadis berarti “ketaatan menjalankan perintah Allah SWT
dan menjauhi larangan-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan keji, memelihara hak dan
kewajiban, memelihara lidah kata-kata yang dapat merusak ajaran agama, dan berani
menegakkan yang benar (muruah)”. Jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa semua
sahabat Nabi Sahabat nabi SAW adalah adil dan tidak perlu lagi membahas keadilan
mereka dalam meriwayatkan hadis dan persaksian mereka.

Dalam beberapa bidang Islam, persyaratan adil sangat menentukan benar atau
tidaknya dan sak atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Dalam Al-Quran banyak ayat
yang memerintahkan manusia atau batalnya suatu pelaksanaan hukum. Salam Al-Quran
banyak ayat yang memerintahkan manusia utuk berlaku adil dalam segala hal, walaupun
akan merugikan diri sendiri. Di antara ayat tersebut adalah: perintah agar manusia berlaku
adil dan berbuat kebaikan serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar
(QS.16:90): perlakuan adil wajib ditegakkan terhadap siapa saja, kendati terhadap orang
yang seagama (QS.42:15); alasan apapun tidak dapat diterima untuk berlaku adil,
termasuk ketidaksenangan terhadap orang tertentu (QS.5:8); dan berlaku adil akan lebih
mendekatkan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT (QS.5:8).

Dalam peradilan juga disyariatkan oleh Allah SWT untuk berlaku adil. Beberapa
ayat AL-Quran menjelaskan kewajiban bagi para penegak hukum untuk berlaku adil
dalam menetapkan atau memutuskan perkara di antara manusia sebagai pencari keadilan
(QS.4:58 dan 5:42) siapa yang tidak menetapkan hukum berdasarkan apa yang telah
diturunkan oleh Allah SWT berarti ia termasuk kafir serta berlaku aniaya dan fasik
(QS.5:44;45 dan 47). Maksud dari “apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT” itu antara
lain; berlaku adil, membayar amanah kepada yang berhak menerimanya, tidak
memutuskan hukum berdasarkan hawa nafsu, dan sebagainya (QS.5:42;49 dan 4:58).

Imam *Abu Hanifah dan Imam Asy-*Syafi’i menggarisbawahi kewajiban hakim untuk
berlaku adil di antara dua orang pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan surat Amr
bin Abi Syaibah (salah seorang sahabat) yang dikirimi ke Basra dalam bidang peradilan
dengan sanad dan Ummu Salamah yang diyakini Rasulullah SAW berkata bahwa siapa
saja yang diserahi tugas sebagai hakim harus berlaku adil dalam ucapan, tindak tanduk,
dan kedudukan. Hakim tidak boleh meninggikan suara kepada salah satu pihak sementara

19
melembutkan kepada pihak lain. Demikian juga surat Umar bin al-Khattab kepada Abu
Musa al-Asy’ari (sahabat yang menjadi kadi di kufah). Surat itu antara lain berbunyi:
“samaratakanlah manusia dalam pandangan, kedudukan, dan keputusanmu sehingga tidak
ada celah bagi orang terpandang yang menginginkan agar kamu menyeleweng. Begitu
juga tidak akan putus asa kaum yang lemah yang mendambakan keadilan darimu “HARI.
Ahmad bin Hanbal, ad-Daruqutni, dan al-Buaiki). Jika ada hakim yang memutus perkara
tanpa mendengar alasan kedua belah pihak, maka keputusannya itu sama dengan sepotong
api neraka (HARI. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummu Salamah).

Dalam *kesaksian (asy-syahadah), baik dalam perkara perdata maupun perkara


pidana, diperlukan dua orang saksi yang adi (QS.2.282 dan QS.65:2). Khusus dalam
perkara tuduhan terhadap seseorang yang diduga melakukan *zina diperlukan empat saksi
yang adil yang menyaksikan langsung perbuatan tersebut (QS.4:15). *Ibnu Rusyd (ahli
fikih Mazhab *Maliki) Mengemukakan lima persyaratan bagi orang saksi, yaitu, adil,
balig, beragama Islam, merdeka (bebas mengeluarkan pendapat), dan tidak terlibat dalam
tuduhan.

Ulama sepakat menjadikan adil sebagai salah satu syarat bagi seorang saksi.
Perbedaan pendapat terdapat pada apa yang dinamakan saksi yang adil. Jumhur ulama
mengatakan bahwa adil hanya sebagai sifat tambahan dari orang yang beragama Islam.
Maksudnya, dengan keislaman itu seseorang sudah dapat dikategorikan orang yang adil,
karena telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjalankan segala kebaikan dan
menjauhi segala yang diharamkan serta menjaga diri dari segala yang makruh. Imam Abu
Hanifah berpendapat bahwa pengertian adil cukup ditunjukkan kepada orang yang
mengaku beragama Islam saja (secara lahir), tidak diketahui atau diperhitungkan apakah ia
berbuat salah atau tidak. Mengenai orang yang tergolong fasik (QS.49:6), jumhur ulama
sepakat untuk tidak menerimanya sebagai saksi, kecuali jika ia telah *tobat, sementara itu
Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya sama sekali, walaupun ia telah tobat.[2]

3. Prinsip Keadilan Hukum Islam

sesuai dengan sunnah yang menyebutkan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh
alam ( rahmatan lil-alamin ), maka hukum Islam dapat diterapkan dalam semua masa,
untuk semua bangsa karena di dalamnya terdapat cangkupan yang begitu luas dan

20
elastisitas untuk segala zaman dan tempat. Hal ini dikarenakan hukum Islam berdiri atas
dua model:

1. Hukum Islam memberikan prinsip umum di samping aturan yang mendetail


yang memberikan oleh sunnah sebagai tafsir dari Al-Quran dan As-Sunnah
mengandung prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah kulliyah yang tidak berubah-ubah.
Bidang ini menjadi lapangan kajian yang luas bagi para mutjahid dan terjadi
perbedaan paham, perubahan, pergantian, dan perbaikan. Bagian yang mempunyai
kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip yang bersifat keseluruhan inilah yang
menjadi dasar dan pedoman yang tetap untuk menghadapi perkembangan masa.[3]

2. Hukum Islam yang mengandung peraturan-peraturan yang terperinci dalam


hal-hal yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masa, seperti dalam masalah
mahram (orang-orang yang haram untuk dikawin), Ibadah, Harta, Warisan. Hukum
terperinci, jelas, langsung dapat ditetapkan pada kejadian atau kasus tertentu.[4]

Nasrudin Razak menulis bahwa asas-asas atau prinsip yang dianut dalam Hukum Islam,
secara singkat dapat dibedakan:

1. Tidak memberatkan

2. Sangat sedikit mengadakan kewajiban secara terperinci yakni memerintah dan


melarangnya

3. Datang dengan prinsip graduasi (berangsur-angsur) bukan sekaligus disesuaikan


dengan fitrah manusia dan zaman turunnya.

Dengan asas yang dianut di atas, maka prinsip-prinsip dasar dalam Hukum Islam ialah
mengakui hak manusia untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan, menghasilkan
manfaat untuk pribadi sebagaimana dikehendaki dengan catatan bahwa tidak boleh
menyia-nyiakan hak orang lain.[5]

Hak-hak dan kewajiban setiap manusia menurut hukum Islam dapat dibagi dalam 4
kategori, yaitu:

1. Hak-hak Allah SWT., yakni:

21
a. Manusia harus beriman kepada-Nya secara benar

b. Wajib bagi manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk-Nya

c. Manusia harus taat dan patuh kepada-Nya dengan jujur tanpa ragu

d. Manusia harus menyembah-Nya

Hak-hak ini harus didahulukan atas hak-hak yang lain, bahkan kadang-kadang
penuaiannya dengan mengorbankan hak-hak ang dimiliki bagian lain.

2. Hak-hak diri sendiri, yakni:

Manusia memiliki hak-hak tertentu dan merupakan kewajiban dari manusia lain untuk
menunaikannya dengan baik. Dengan hak inilah manusia dapat menjadi dirinya sendiri.

3. Hak-hak manusia lain:

Dalam pemenuhan hak pribadi tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Hukum Islam
menerapkan keseimbangan antara hak-hak pribadi dengan hak-hak orang lain, serta hak-
hak masyarakat agar tidak terjadi pertentangan antara keduanya dan harus ada kerja sama
untuk pengembangan hukum Allah SWT.

4. Hak-hak makhluk lain: Semua ciptaan Tuhan memiliki hak tertentu terhadap
manusia.[6]

 Latar Belakang Munculnya Ayat atau Asbab al-Nuzul

Asbab an-nuzul QS. An-Nisa’ (4): 58

Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Al-Kalbi dari Abu Shaleh bahwa Ibnu Abbas berkata,
”Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Makkah beliau memanggil Utsman Bin Thalhah.
Ketika Utsman atang, Rasulullah SAW bersabda, “Tunjukkanlah kunci ka’bah kepadaku.”
lalu dia datang kembali dengan membawa kunci ka’bah dan menjulurkan tangannya
kepada Rasulullah SAW sembari membuka telapak tanganya.

Ketika itu juga al-Abbas bangkit lalu berkata, “wahai Rasulullah, berikan kunci
itu kepada saya agar tugas memberi minum dan kunci ka’bah saya pegang sekaligus.”
maka Utsman menggemgam kembali kunci itu.
22
Rasulullah SAW pun bersabda “ Berikan kepadaku kunci itu, wahai Utsman.”

Maka Utsman berkata, ”Terimalah dengan amanah Allah.”

Lalu Rasulullah SAW bangkit dan membuka pintu Ka’bah. Kemudian Beliau
melakukan thawaf mengelilingi ka’bah.

Kemudian Jibril turun menyampaikan wahyu, kepada Rasulullah SAW agar beliau
mengembalikan kunci itu kepada Utsman Bin Thalhah. Beliau pun memanggil Utsman
dan memberikan kunci itu Kepadanya. Kemudian beliau membaca firman Allah SWT,
“Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, .. “ (Al-Nisa’ [4]:58), hingga akhir ayat.”

Syu’bah meriwayatkan di dalam tafsirnya dari Hajjaj dari Ibnu Juraij, dia berkata, ‘Ayat
ini turun pada Utsman bin thalhah ketika Fathul Makkah. Setelah Rasulullah SAW
mengambil kunci Ka’bah darinya, beliau masuk ke Ka’nah bersamanya. Setelah ke luar
dari ka’bah dan membaca ayat di atas, beliau memanggil Utsman dan memberikan Kunci
Ka’bah kepadanya. Ketika Rasulullah SAW keluar dari Ka”bah dan membaca firman
Allah SWT di atas Umar bin Khattab berkata, ”sungguh saya tidak pernah mendengar
beliau membaca ayat itu sebelumnya.” Dari kata-kata Umar RA ini, tampak bahwa ayat
ini turun di dalam Ka’bah.[7]

 Korelasinya dengan Ayat lain atau Munasabah al-Ayat

Firman Allah :

ٓ
ُ ‫ْط ُشهَدَٓا َء هّٰلِل ِ َولَوْ ع َٰلى اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ِو ْال َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِ ْينَ ؕ اِ ْن يَّ ُك ْن َغنِيًّا اَوْ فَقِ ْيرًا فَاهّٰلل‬
ِ ‫ـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَوَّا ِم ْينَ بِ ْالقِس‬
‫ْرضُوْ ا فَا ِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ خَ بِ ْيرًا‬ ۤ
ِ ‫اَوْ لى بِ ِه َما ۙ فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ ٰ ٓوى اَ ْن تَ ْع ِدلُوْ ا ۚ َواِ ْن ت َْل ٗوا اَوْ تُع‬
ٰ

Terjemahannya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu.
Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan
(kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi,

23
maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan."(QS. An-
Nisa': Ayat 135)

Allah SWT berfirman:

ُ‫ٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ُكوْ نُوْ ا قَوَّا ا ِم ْينَ هّٰلِل ِ ُشهَدَٓا َء بِ ْالقِ ْس ِط ۖ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن َٰانُ قَوْ ٍم ع َٰلٓى اَ اَّل تَ ْع ِدلُوْ ا ؕ اِ ْع ِدلُوْ ا ۙ هُ َو اَ ْق َرب‬
َ‫لِلتَّ ْق ٰوى ۖ َواتَّقُوا هّٰللا َ ؕ اِ َّن هّٰللا َ خَ بِ ْي ۢ ٌر بِ َما تَ ْع َملُوْ ن‬

Terjemahannya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah
(ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa
yang kamu kerjakan."

(QS. Al-Ma'idah: Ayat 8)

 Penjelasan Ayat dari Berbagai Literatur Tafsir al-Qur’an / Syarh al-Ayat

a. Tafsir Bachtiar Surin

Amanat ialah sesuatu yang diterima, lalu dipelihara dengan baik untuk diserahkan kepada
yang berhak menerima. Orang yang dapat melaksanakan ini dengan sebaik-baiknya
dinamakan JUJUR, dan yang sebaliknya dinamakan KHIANAT.

Adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tidak memihak kepada salah satu
pihak, walaupun kerabat sendiri.[8]

b. Tafsir Prof. H. Bustami A.Gani dkk.

Allah memerintahkan agar menyampaikan “amanat” kepada yang berhak.

Pengertian “amanat” pada ayat ini ialah sesuatu yang dipercayakan kepada
seseorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Amanat Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan ialah antara lain:
melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauh larangan-Nya. Semua nikmat

24
Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan diri)
kepada-Nya.

Amanat seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain:


mengembalikan titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apapun, tidak
menipunya memelihara rahasia dan lain sebagainya.

Amanat seseorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang


menguntungkan bermanfaat bagi dirinya sendirian dalam soal dunia dan agamanya.
Janganlah ia membuat hal-hal yang membahayakan di dunia dan akhiran dan lain
sebagainya.

Ajaran Allah yang sangat baik ini yaitu melaksanakan amanat dan hukum dengan
seadil-adilnya, jangan sekali-kali diabaikan, tetapi hendaklah diindahkan, diperhatikan dan
diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita, untuk dapat mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.[9]

5. Analisis Penafsiran Ayat

Sesungguhnya Allah Menyuruh Agar Menyampaikan amanat kepada ahlinya.


Dalam hadist al-Hasan yang diterima dari Samurah mengatakan bahwa Rasulullah SAW
bersabda,

“Sampaikanlah amanat kepadamu dan janganlah kamu menghianati orang yang


menghianatimu.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Para penyusun sunan. Hadist ini
mencangkup segala bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hak-hak Allah
yang menjadi kewajiban para hambanya-Nya, yaitu Shlat, Zakat, Shaum, Kafarat, Nadzar
dan sebagainya yang berupa perkara yang dipercayakan kepada manusia tanpa perlu
diawasi oleh orang lain; berupa hak hamba yang menjadi kewajiban hamba lain, seperti
barang titipan dan perkara lain yang diamanatkan kepadanya untuk dilaksanakan tanpa
perlu disaksikan pihak lain. Allah menyurahkan untuk melaksanakan amanat. Barang
siapa yang tidak melaksanakannya di dunia, maka Dia akan menuntutnya di hari kimat,
Sebagaimana ditegaskan dalam kita sahih, “Hendaklah kamu menyampaikan hak kepada

25
penerimaannya hingga kawanan domba yang satupun menuntut alas dari kawanan domba
yang lain.”

Banyak penafsir yang menuturkan bahwa ayat itu diturunkan sehubungan dengan
kasus Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah, penjaga pinti Ka’bbah yang mulia. Ayat ini
diturunkan karena tatkala Rasulullah SAW mengambil kunci Ka’bah pada peristiwa
penakluk Mekah, Beliau mengembalikan kepada Utsman. Sebagaimana ahli Ilmu
menceritakan kepadaku nahwa rasulullah berdiri di pintu Ka’bah, lalu bersabda, “Tidak
ada tuhan melainkan Allah Yang Maha Esadan tidak ada sekutu bagi-Nya; Maha benar
janji-Nya. Dia Yang Esa menolong hamba-Nya dan mengalahkan berbagai golongan.
Ketahuilah, segala kehormatan, darah, atauu kekayaan yang diadukan, makaia berada
dibawah kedua kakiku ini, kecuali soal pemeliharaan Baitullah dan pemberian air minum
kepad ajamaah haji.”

Dia menuturkan kalimat selanjutnya yang terdapat dalam hadist yang merupakan
khutbah Nabi SAW. Pada saat itu hingga dia menuturkan, “Rasulullah SAW duduk di
masjid. Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib, sedangkan kunci Ka’bah berada ditangannya,
kemudian berkata, ‘ya Rasulullah, satukan saja kedalam tanggung jawab kita urusan
penjagaan Ka’bah danpemberian air minum kepada jamaah haji-semoga Allah
melimpahkan rahmat dan salam Kepadamu.’Maka Rasulullah SAW bersabda
kepadamu.’Dimana Utsman bin Thalhah?’ Maka utsman di panggil supaya menghadap
beliau. Lalu nabi bersabda ‘Hai utsman, Ini ambillah kuncimu! Hari ini merupakan hari ini
merupakan hari pemenuhan atas janji dan hari kebaikan.’” Meskipun ayat ini diturunkan
berkaitan dengan pengemmbalian kunci Ka’bah-karena ia merupakan amanat yang dulu
diserahkan oleh Utsman bin Thalhah kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau
mengembalikannya kepada Utsman bin Thalhah sebagaiman dikemukakan dalam hadist
diatas – makahukum ayat ini mencangkup segala jenis amanat yag dirima leh manusia.
Oleh karena itu, Ibnu Abbas berkata, “Amanat itu dibagi orang yag yang baik maupun
durhaka. Yakni, amanat itu merupakan perintah bagi setiap orang agar memberikanamanat
kepada ahlinya.”

Firman Allah Ta’ala, “Apabila kamu menetapkan keputusan diantara manusia


hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” Penggalan ini merupakan perinttah Allah
agar menghukumi dengan adil diantara manusia. Dalam sebuah hadis dikatakan,

26
“Sesungguhnya Allah bersama seorang hakim selama dia tidak curang. Apabila dia
curang, makaperkara hukum itu diserahkan kepada Dzat-Nya.

Firman allah Ta’ala, “ Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-


baiknya kepadamu.” Maksutnya, pengajaran itu berupa perintah untuk menunaikan
amanat, menetapkan hukum diantara manusia dengan adil, dan berbagai perintah serta
syariat Allah lainnya yang mulia, sempurna dan komprehensif. Firman Allah Ta’ala.
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat,” Yakni Maha mendengar
terhadap ucapanmu dan maha melihat berbagai perilakumu.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia membaca ayat:
“Sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya menyampaikan amanat kepada ahlinya.
Apabila kamu menetapkan keputusan di antara Manusia hendaklah kamu menetapkannya
dengan adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Abu Hurairah
menutup matanya, Lalu Bersabda, “Demikianlah, saya mendengar Rasulullah SAW.
Membaca ayat itu dan beliau meletakkan kedua ibu jarinya di telinnga.” Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Hibban dalam Sahihnya, al-Hakim dalam
mustradnya, Ibnu Mardawih dalam Tafsirnya, dan Abu Yunus yang merupakan budak
Abu Hurairah yang nama sebenarnya adalah Salim bin Jubeir.[10]

 Dalam pembahasan diatas dijelaskan yang paling menonjol dalam beramal adalah
menyampaikan amat dan menetapkan perkara di antara manusia dengan cara yang
adil. Allah memerintahkan kedua amal tersebut. Khusus untuk ayat ini para
mufasir banyak mengaitkanya dengan masalah pemerintahan atau urusan negara.

Oleh karena itu, apabila seseorang telah diserahi amat tertentu, ia harus melaksanakan
amanah tersebut dengan adil. Hal ini penting karena dalam menunaikan diri kita pasti
akan berhadapan dengan masyarakat dari berbagai kelompok yang beragam.

Dari kesimpulan tersebut kita dapat memetik beberapa pelajaran, yaitu:

1. Allah memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak


menerimanya.

27
2. Dalam berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang
yang berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau
miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa mereka.
Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun.

3. Taat dan ptuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi kitab suci Al Qur’an

4. melaksanakan ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah SAW pembawa amanat dari


Allah SWT untuk dilaksanakan oleh segenap hamba Nya.

5. Allah mewajibkan kepada setia muslim yang memikul amanat, supaya


melaksanakan dengan sebaik-baiknya, baik amanat yang diterimanya dari Allah SWT
atau amanat sesama manusia.

6. Allah memerintahkan kepada setiap muslim supaya berlaku adil dalam setiap
tindakannya.

7. Allah SWT memerintahkan kepada setiap muslim supaya berlaku adil dalam
tindakannya.

8. Allah SWT memerintahkan pula kepada kaum Muslimin supaya mentaati segala
perintah Nya, perintah-perintah Rasul Nyadan ketetapan-ketetapan yang ditetapkan
ulil ‘amri di antara mereka

9. Apabila terjadi perselisihan diantara mereka, maka hendaklah diselesaikan sesuai


dengan hukum Allah dan Rasul Nya.

28
BAB IV

KEWAJIBAN MENEGAKKAN AMAR MAKRUF DAN NAHI MUNGKAR

A. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Agama Islam menganjurkan kepada umatnya agar peduli terhadap nasib orang lain.
Jangan sampai orang lain terjerumus dalam kesesatan. Dalam ayat 104 Surah Ali ‘Imran
tersebut, Allah Ta’ala mengingatkan umat islam agar diantara mereka ada yang
bertanggung jawab membina masyarakat disekitarnya dengan cara melakukan amar
ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf artinya perintah agar melakukan perbuatan-perbuatan
baik, sedangkan nahi munkar berarti mencegah atau menghalangi timbulnya perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam.

Kata ma’ruf berasal dari kata urf yang artinya dikenal, dimengerti, dipahami, atau
diterima. Karena perbuatan terpuji mudah dikenal, dimengerti, dipahami, dan diterima
oleh masyarakat, maka orang yang mengerjakannya akan dikenal dengan orang yang baik,
karena dapat menggunakan akal sehatnya. Munkar berarti yang dibenci, tidak disenangi,
dan ditolak. Karena perbuatan itu tidak layak, tidak patut, dan tidak pantas dilakukan oleh
siapa pun, sebab bertentangan dengan norma-norma agama dan akal sehat. Maka orang
yang melakukan kemunkaran akan dinilai tidak baik oleh masyarakat.

29
Kata munkar itu maknanya lebih luas daripada kata maksiat. Dosa maksiat itu erat
kaitannya dengan ta’lif (pembebanan terhadap hukum). Sedangkan kemunkaran tidaklah
demikian. Misalnya ada anak kecil (belum baligh) atau orang gila (tidak berakal) sedang
pesta minuman keras, maka kita wajib membubarkannya, karena itu perbuatan munkar.
Meskipun bagi keduanya tidak dapat disebut perbuatan maksiat atau mendatangkan dosa
tetapi perbuatan tersebut adalah perbuatan munkar.[1]

Kegiatan amar ma’ruf nahi munkar sering disebut sebagai kegiatan dakwah
Islamiyah. Karena itu jangan segan-segan beramar ma’ruf nahi munkar, agar kita dapat
menikmati kehidupan masyarakat yang bahagia, aman, tentram dan sejahtera. Sebaliknya
jika sudah tidak ada lagi yang mau melakukan amar ma’ruf nahi munkar, sudah dipastikan
kehidupan dalam masyarakat akan menjadi kacau balau. merajalelanya kemunkaran yang
menjadi penyakit masyarakat akan berakibat malapetaka seperti yang pernah terjadi pada
kaum Bani Israil dalam Qur’an Surah Al-Maidah ayat 78-79 yang artinya “ Orang-orang
kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Daud dan Isa puta Maryam.
Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak
saling mencegah perbuatan munkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh sangat buruk
apa yang selalu mereka perbuat itu”. [2]

Penjelasan ayat nya yaitu Allah Ta’ala murka dan mengutuk orang-orang Yahudi
melalui ucapan Nabi Daud dan Nabi Isa, yaitu ketika orang-orang Yahudi melanggar
larangan Allah. Orang Yahudi melanggar larangan menangkap ikan pada hari Sabtu,
karena hari Sabtu hari khusus untuk beribadah. Nabi Isa pun pernah mengutuk mereka
karena, mereka telah melanggar hukum-hukum Allah. Bahkan kebiasaan orang-orang
Yahudi membiarkan kemungkaran-kemunkaran dan tidak ada yang mau beramar ma’ruf.
Dalam sebuah hadis, nabi Muhammad pernah bersabda yang artinya “

Ayat Yang Berhububungan Dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Qur’an Surah Ali-Imran: 104

ِ ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوأُولَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬

Artinya:

30
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung”

Pemaknaan Ayat:

Melalui ayat tersebut Allah Ta’ala memerintahkan kepada umat Islam agar
diantara mereka ada sekelompok orang yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu
memberi peringatan apabila nampak gejala-gejala perpecahan dan pelanggaran terhadap
ajaran agama, dengan jalan mengajak dan menyeru manusia untuk melakukan kebajikan,
menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Yakni cara yang ditempuh
dengan meyadarkan manusia bahwa perbuatan-perbuatan yang baik itu akan
mendatangkan keuntungan dan kebahagiaan baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain,
baik didunia maupun diakhirat. Begitu pula sebaliknya, bahwa kemunkaaran dan
kejahatan itu akan selalu mendatangkan kerugiaan dan kemudaratan baik bagi pelakunya
sendiri maupun orang lain.[3]

Tujuan dakwah tidak akan tercapai hanya dengan anjuran melakukan perbuatan
baik saja tanpa dibarengi dengan sifat-sifat keutamaan dan menghilangkan sifat-sifat
buruk dan jahat. Agar tujuan dakwah dapat tercapai dengan baik, maka umat Islam harus
mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk mencapainya. Kemenangan tidak
akan tercapai tanpa kekuatan, kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan,
persatuan dan kesatuan tidak akan tercapai kecuali diimbangi dengan sifat-sifat yang
utama. Sifat yang utama inipun tak akan terpelihara tanpa adanya agama Akhirnya agama
tidak akan mungkin terpelihara tanpa adanya dakwah. Dari sinilah dapat dimengerti
apabila Allah mewajibkan kepada umat Islam untuk melakukan dan menggiatkan dakwah
agar agama yang dianut dapat berkembang dengan baik dan sempurna sehingga misi
agama “memberikan rahmat bagi seluruh alam” dapat tercapai. Tanpa adanya dakwah
agama tidak mungkin akan berkembang. Dalam rangka berdakwah diperlukan syarat-
syarat yaitu harus memahami kandungan Al-Quran dan sunnah Nabi serta sejarah dakwah
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, harus memahami keadaan orang-orang yang
menjadi objek dakwah, harus memahami bahasa atau dialek orang-orang yang menjadi
objek dakwah, harus memahami agama dan madzab-madzab yang berkembang dalam
masyarakat. [4]

31
Dengan dorongan agama dan keimanan yang kuat tercapailah bermacam-macam
kebajikan yang akan membawa kepada persatuan dan kesatuan akan terwujud kekuatan
yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Q.S Ali-Imran diatas
ditujukan kepada umat Islam agar memperhatikan kepentingan dakwah yaitu
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar di masyarakat secara berkesinambungan. Sudah
dijelaskan bahwa amar ma’ruf mempunyai arti mengajak untuk saling menyeru orang lain
dalam mengerjakan kebajikan, baik perintah wajib maupun perintah sunnah yang akan
membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Nahi munkar mempunyai arti
mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah, baik perbuatan yang diharamkan maupun
makruh, yang dapat menjerumuskan manusia kejurang neraka.

Asbabun Nuzul Surah Ali-Imran ayat 104

Pada zaman jahiliyah sebelum Islam ada dua suku yaitu; Suku Aus dan Khazraj
yang selalu bermusuhan turun-temurun selama 120 tahun, permusuhan kedua suku
tersebut berakhir setelah Nabi Muhammad SAW mendakwahkan Islam kepada mereka,
pada akhirnya Suku Aus; yakni kaum Anshar dan Suku Khazraj hidup berdampingan,
secara damai dan penuh keakraban, suatu ketika Syas Ibn Qais seorang Yahudi melihat
Suku Aus dengan Suku Khazraj duduk bersama dengan santai dan penuh keakraban,
padahal sebelumnya mereka bermusuhan, Qais tidak suka melihat keakraban dan
kedamaian mereka, lalu dia menyuruh seorang pemuda Yahudi duduk bersama Suku Aus
dan Khazraj untuk menyinggung perang “Bu’ast” yang pernah terjadi antara Aus dengan
Khazraj lalu masing-masing suku terpancing dan mengagungkan sukunya masing-masing,
saling caci maki dan mengangkat senjata, dan untung Rasulullah SAW yang mendengar
perestiwa tersebut segera datang dan menasehati mereka: Apakah kalian termakan fitnah
jahiliyah itu, bukankah Allah telah mengangkat derajat kamu semua dengan agama Islam,
dan menghilangkan dari kalian semua yang berkaitan dengan jahiliyah?. Setelah
mendengar nasehat Rasul, mereka sadar, menangis dan saling berpalukan. Sungguh
peristiwa itu adalah seburuk-buruk sekaligus sebaik-baik peristiwa. Maka turunlah surat
Ali Imran ayat 104.

Kemudian pada ayat 110 pada surah yang sama Allah menjelaskan bahwa umat
yang paling baik didunia ini adalah umat yang mempunyai dua sifat utama yaitu mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan senatiasa beriman kepada Allah Ta’ala.

32
Kedua sifat ini mampu mempersatukan umat dan mendorong semangat juang kaum
muslimin dimasa nabi masih hidup, sehingga mereka menjadi umat yang kuat dan jaya.

Firman Allah Q.S Ali-Imran :110

ِ ‫اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

Artinya:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kiatab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.

Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam berpesan kepada umat Islam agar mereka senantiasa
waspada dan terus menggiatkan gerakan dakwah dan semangat juang sehingga ajaran
Islam benar-benar ditaati oleh manusia. Apabila melihat kemunkaran, kapan dan dimana
saja kita disuruh untuk mencegah dan mengubahnya sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing. Bagi yang mempunyai kekuasaan atau kekuatan ubahlah
kemunkaran itu dengan kekuasaan dan kekuatan. Bagi yang tidak mempunyai kekuasaan
dn kekuatan diperintahkan untuk menggunakan lisannya untuk memberi nasehat dan
bimbingan namun apabila kita tidak kuasa menjalankan kedua hal tersebut masih ada jalan
lain yang bisa ditempuh dengan jalan lain yaitu dengan hati. Yakni dengan mendoakan
orang-prang yang berbuat dzalim, munkar, dan sesat itu supaya diberi kesadaran untuk
dapat menginsafi perbuatannya dan pada akhirnya dapat meninggalkan kemunkaran
tersebut. Hanya saja cara yang terakhir itu merupakan cerminan orang-orang mukmin
yang lemah imannya.

2.3 Hadits Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Hadits Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudry -radhiallahu Ta’ala ‘anhu:

ِ ‫ك أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َم‬


‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Dari abi Sa’ad Al Khudry r.a ia berkata: aku mendengar Rasulullah bersabda: “siapapun
diantara kamu yang melihat kemunkaran hendaklah mengubahnya dengan tangan atau
kekuasaannya. Apabila tidak mampu dengan cara ini, maka hendaklah menggunakan
33
lisannya, apabila dengan cara itu tidak mampu maka hendaklah dengan hatinya. Demikian
itu (cara yang terakhir) adalah termasuk selemah-lemah iman”. (H.R.Muslim)[5]

Nabi Muhammad menjelaskan tiga strategi dan tingkatan dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, yaitu:

1. Dengan tangannya. Maksud dengan teladan yang baik dan tindakan nyata sesuai
profesi atau kedudukannya masing-masing.

Misalnya, bagi pengurus kelas dapat membuat tata tertib kelas dan mengawasi
peraturannya dengan ketat sehingga menjadi kelas teladan. Bagi kepala desa, bupati atau
walikota, dapat melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara menegakkan disiplin
dan mengadakan oprasi, seperti memberantas perjudian minum-minuman beralkohol,
prostitusi dan penyakit masyarakat lainnya yang menjadikan kehidupan ini tidak tentram.
Bagi para anggota dewan dapat membuat undang-undang atau peraturan daerah untuk
menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Begitu pula polisi, penegak hukum dan lain
sebagainya.

2. Dengan lisan. Jika seseorang tidak mampu melakukan amal ma’ruf dengan
tangannya, cara kedua dengan lisannya. Misalnya, memberikan nasihat yang baik,
memotivasi untuk melakukan kebaikan, dan mengingatkan akibat-akibat perbuatan
kemungkaran. Dan jika tidak dapat dilakukan secara langsung dapat lewat tulisan.
Misalnya menulis” terima kasih anda sudah membuang sampah pada tempatnya” yang
ditempel pada tempat-tempat tertentu

3. Dengan hatinya. Yaitu mengfungsikan kata hatinya yang bersih. Cara ini merupakan
cara yang paling lemah karena hanya dapat membentengi dirinya sendiri. Karena tidak
mempunyai keberanian perintah yang baik kepada orang lain apalagi mencegah dari
kemungkaran, dia hanya diam saja. Tetapi dalam hatinya tidak pernah terlintas merestui
perbuatan-perbuatan yang mungkar bahkan selalu berdoa agar kemungkaran-kemungkaran
itu cepat lenyap dan berbalik menuju kebaikan.[6]

B. Syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar:

34
a. Mengetahui al-Qur’an as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin

b. Mengetahui kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku atau
budaya mereka.

c. Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah
memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa Yahudi.

d. Mengetahui agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat


mengerti mana praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama.

Amar ma’ruf artinya perintah agar melakukan perbuatan-perbuatan baik,


sedangkan nahi munkar berarti mencegah atau menghalangi timbulnya perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam.

Dalam ayat 104 Surah Ali ‘Imran tersebut, Allah Ta’ala mengingatkan umat islam agar
diantara mereka ada yang bertanggung jawab membina masyarakat disekitarnya dengan
cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Kemudian pada ayat 110 pada surah yang sama
Allah menjelaskan bahwa umat yang paling baik didunia ini adalah umat yang mempunyai
dua sifat utama yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran dan senatiasa
beriman kepada Allah Ta’ala.

Melalui sabda Nabi Muhammad kita ingatkan agar melakukan amar ma’ruf nahi
munkar sesuai dengan kemampuan kita. Ibnu Qudamah dalam bukunya “Mukhtasar
Minhaj Al-Qasidin”, menyatakan bahwa dalam beramar ma’ruf nahi munkar harus sesuai
dengan kemampuan yang rasional. Menurutnya, jika seorang muslim sudah tahu tidak
memiliki kekuatan memadai untuk mengalahkan kemunkaran, namun tetap memaksakan
diri hingga mencelakakan dirinya, hukumnya haram.Dalam berammar ma’ruf nahi munkar
pun mempunyai syarat-syarat yang harus dilakukan

35
BAB V

FITNAH AKHIR ZAMAN

A. FITNAH AKHIR ZAMAN

Seorang mukmin, tiada hari kecuali dengan menghadapi ujian dari Allah Ta’ala.
Tujuannya jelas; agar iman seorang mukmin itu benar-benar berkualitas. Ujian yang Allah
Ta’ala berikan kepada setiap muslim (mukmin) adalah salah satu tanda cinta-Nya kepada
hamba-Nya.

Meski ujian itu datang silih berganti, tapi tidak sedikit dari kalangan umat Islam ini
yang menanggapi ujian sebagai sebuah beban dari Allah kepadanya. Padahal, Allah tidak
akan pernah membebani seseorang jika seorang hamba itu tidak mampu memikulnya. Di
situlah letak ke-Maha-adilan Allah kepada setiap makhluk-Nya.

Jangankan kita sebagai manusia biasa yang penuh salah dan dosa, para Nabi dan Rasul-
Nya pun yang sudah dijamin masuk surga, masih terus diuji hingga kematian datang

36
menjemputnya. Jika orang-orang yang menjadi pembawa risalah-Nya saja diuji, apatah
lagi dengan kita yang manusia biasa, di mana kita belum ada jaminan masuk Surga-Nya?

Secara umum, ujian dari Allah itu ada yang sifatnya untuk seorang diri, tapi di lain waktu,
ujian juga bisa disediakan untuk seluruh umat Islam. Misalnya kelak menjelang hari
kiamat tiba, maka Allah akan menguji kaum muslimin dengan kehadiran Dajjal. Dajjal
adalah ujian besar kaum muslimin di akhir zaman yang membawa fitnah besar bagi semua
manusia.

Di akhir ini banyak sekali fitnah yang mengitari kaum muslimin. Di antara sekian banyak
fitnah, setidaknya ada tiga fitnah yang bisa menjadi bahan renungan bagi kaum muslimin.
Sebab mau tidak mau fitnah akhir zaman ini pasti akan mengenai kaum muslimin.

Fitnah-fitnah itu adalah sebagai berikut.

1. fitnah peperanga. Peperangan yang terjadi antara kaum muslimin sendiri adalah
fitnah besar yang terjadi di akhir zama ini. Pada zaman para Khulafaur Rasyidin
sendiri sebenarnya fitnah berupa perang saudara sesama muslim ini pun sudah
pernah terjadi. Peristiwa memilukan itu dimulai dari pembunuhan Khalifah
Utsman bin Affan.

Lihatlah dunia di timur tengah, betapa banyak negara yang mengatakan


penduduknya beragama Islam tapi menyerang negara lain yang juga penduduknya
beragama Islam. Lihatlah bagaimana perang yang terjadi antara Arab Saudi dan
Yaman, keduanya adalah negara dengan pusat pembelajaran Islam. Tapi mengapa
Arab Saudi bisa menyerang Yaman? Terlepas dari semua misi yang ingin diraih
oleh Arab Saudi.

2. fitnah harta dan kesenangan dunia. Fitnah yang demikian ini menimpa kaum
muslimin sejak berkuasanya Dinasti Umayyah dan puncaknya terjadi ketika
industri minyak ditemukan.

37
Hari ini, kedua fitnah itu sangat terasa di tengah kehidupan kaum muslimin. Harta
dan kesenangan hidup bisa membuat orang lupa daratan. Akibatnya, ia menjadi
sangat serakah. Orang yang serakah, sudah tentu dia tidak akan merasa puas
kecuali jika kematiannya telah datang.Tentang ketidakpuasan manusia terhadap
harta ini (serakah), maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengingatkan
dalam sabdanya, ”Seandainya anak cucu Adam (manusia) mendapatkan dua
lembah yang berisi emas, niscaya ia masih menginginkan lembah emas yang
ketiga. Tidak akan pernah penuh perut anak Adam kecuali ditutup dalam tanah
(mati). Dan Allah akan mengampuni orang yang bertaubat.” (HR Ahmad).

3. fitnah aliran sesat dan pemikiran menyimpang. Fitnah yang satu ini banyak kita
temukan di sekitar lingkungan tempat tinggal bukan? Berhati-hatilah sebab
disekitar kita hari ini pemikiran liberalisme, pluralisme, sekulerisme bahkan
komunisme berkembang begitu pesat. Tidak sedikit pemikiran negatif di atas
sudah banyak merasuki cara berfikir para pemuda da pemudi Islam saat mereka
duduk di bangku kuliah.

Dampak aliran sesat ini tentu saja sangat terasa bagi umata Islam yang berusaha
menjalankan syariat Islam sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Semoga
tiga fitnah besar di akhir zaman ini bisa kita hindari. Lebih dari itu, semoga Allah
selalu melindungi kita dan keluarga dari semua fitnah akhir zaman ini. Wallahu
A’lam. (A/RS3/RS2

38
DAFTAR PUSTAKA

Prawiro, Teguh. 2011. Akidah Akhlak. Jakarta : Yudhistira

Ristiyanto, Sugeng. 2010. Tauhid kunci surga yang diremehkan. Semarang: RaSAIL
Media Group

ü Al-Qur’an (Al-‘Alim, Edisi Ilmu Pengetahuan)

ü Amhar,Fahmi. 2010. TSQ Stories. Al Azhar Press. Bogor

ü Murtiningsih,wahyu.2010.33 Dokter Paling Berpengaruh di Dunia. Cyrillus.


Yogyakarta

Dr. Mardani.2011.Ayat-ayat Tematik Hukum Islam.Jakarta: Rajawali Perss.

Prof.H.Bustami.A.Gani.dkk.1991.AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA : Universitas Islam


Indonesia.Yogyakarta:PT.Versia Yogya Grafika.

Razzak, Nazruddin. 1870. Dasar-dasar Aqiqah Islam. Jakarta: Almaarif.

Aziz Dahlan, Aziz. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1381 H. Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman. Yogyakarta:


IAIN Sunan Kalijaga.

Maududi, Abu A’la Al. 1987. Dasar-dasar Aqiqah Islam. Jakarta: Media Da’wah.

Madani. 2011. Ayat-ayat Tematik Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Surin, Bachtiar. 1991. ADZ-DRIKRAA: Terjemahan dan tafsir Al-Quran. Bandung:


Angkasa Bandung.

A.gani, Bustami. 1991. Al-Quran dan Tafsirnya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta:
PT Verisia Yogya Grafika.

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2011. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir IBNU
KATSOR jilid satu. Jakarta: Gema Insani.

Madani. Hukum Islam: Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam di Indonesia. Jakarta:
PT Fajar Interpratama Mandiri.

Referensi: https://almanhaj.or.id/3693-mewaspadai-fitnah-ujian-di-zaman-modern.html

39
40
.

41

Anda mungkin juga menyukai