Anda di halaman 1dari 80

ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

PREVALENSI GANGGUAN MENSTRUASI DAN FAKTOR-


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA SISWI PESERTA
UJIAN NASIONAL DI SMA NEGERI 1 MELAYA KABUPATEN
JEMBRANA

Ni Kadek Diah Satya Sai Shita1, Susy Purnawati2


1.
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2.
Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK
Gangguan menstruasi merupakan salah satu masalah ginekologik yang memerlukan
perhatian khusus karena sering kali berdampak terhadap kualitas hidup remaja atau dewasa
muda dan dapat menjadi indikator serius terjadinya suatu penyakit. Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui prevalensi gangguan menstruasi dan faktor-faktor yang berhubungan. Desain
penelitian ini observasional deskriptif dengan pendekatan cross sectional pada 70 orang siswi
kelas XII SMA Negeri 1 Melaya, Jembrana. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner
yang diisi sendiri oleh responden. Data dianalisis dengan menggunakan komputer dan
ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel. Didapatkan hasil bahwa jumlah siswi yang
mengalami gangguan menstruasi adalah 63 orang (90,0%) dengan gangguan menstruasi
terbanyak adalah dismenorea 80,0% dan disusul oleh PMS 70,0%. Didapatkan usia rata-rata
responden 17,5 tahun dengan gangguan menstruasi terbanyak pada usia 18 tahun (45,7%).
Sebagian besar responden mengalami menarche pada usia 11-14 tahun (87,1%). Kebanyakan
dari responden memiliki status gizi normal (64,3%), aktivitas fisiknya sedentary (64,3%), dan
tingkat stresnya terkontrol (52,9%). Setelah dianalisis tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status gizi, aktivitas fisik, tingkat stres, usia menarche dan usia dengan gangguan
menstruasi.

Kata kunci: Gangguan menstruasi, siswi SMA, tingkat stres.

ABSTRACT
Menstrual disorders are one of the most common concerns in gynecology problems
because it is frequently affect the quality of life of adolescents and teenager, besides it also can
be used as the indicators of serious underlying problems. Therefore, important to determine the
prevalence of menstrual disorders and related factors. The study use observational descriptive
cross sectional method and carried out on 70 female students from 12th grade of senior high
school 1 Melaya, Jembrana. Data were collected using a self-completion questionnaire by
respondents. Data were analyzed using the computer and showed to text and table. The results
showed that the number of students who experience menstrual disorders was 63 (90.0%) with
the most menstrual disorders are dysmenorrhea 80.0% and followed by PMS 70.0%. The
average age of respondent was 17.5 years old with the majority menstrual disorders at age 18
years old (45.7%). Most of the respondents had experienced menarche at the age 11-14 years
old (87.1%) and 64.3% of them had normal nutrional status (64.3%), sedentary physical activity
(64.3%), and controlled stress levels (52.9%). It is found that there is no significant relationship
between nutrional status, physical activity, stress levels, age of menarche and age of respondent
with menstrual disorders.

Keywords: menstrual disorders, high school students, stress levels.

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 1
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

PENDAHULUAN hidup wanita terutama pelajar putri tidak


Perkembangan pubertas merupakan suatu menurun dan aktivitas sehari-hari tidak
rangkaian kompleks yang meliputi perubahan terganggu terlebih lagi bagi pelajar putri ketika
biologis, morfologis dan juga psikologis. Pada akan mengikuti Ujian Nasional (UN) yang
remaja putri, pubertas ditandai dengan menjadi penentu kelulusan. Penelitian yang
permulaan menstruasi (menarche), yang disertai sejenis dengan mengambil sampel peserta UN
dengan perubahan fisik, mental dan sosial. belum terlalu banyak dilakukan, sehingga
Menstruasi adalah pengeluaran darah, mukus, peneliti tertarik untuk meneliti prevalensi
dan debris sel dari mukosa uterus disertai gangguan menstruasi ini.
pelepasan (deskuamasi) endometrium secara
periodik dan siklik yang dimulai sekitar 14 hari BAHAN DAN METODE
1,2
setelah ovulasi. Proses siklus menstruasi Penelitian ini menggunakan desain
kadang berlangsung pasang surut dan berubah- penelitian observasional deskriptif cross
ubah setiap bulannya yang dapat menimbulkan sectional study dengan teknik pengambilan
masalah gangguan menstruasi. Gangguan yang sampelnya secara systematic random sampling.
dialami pun bervariasi, bisa terjadi pada saat, Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1
sebelum atau sesudah menstruasi, diantaranya Melaya, Kabupaten Jembrana pada 13 sampai
sindroma pra menstruasi, dismenorea, amenore, 15 Maret 2014. Populasi dan sampel yang
1
hipermenore, dll. Pada suatu penelitian diteliti adalah siswi peserta Ujian Nasional di
dikatakan bahwa dismenorea merupakan SMA Negeri 1 Melaya, Kabupaten Jembrana
gangguan menstruasi tersering yaitu sekitar sebanyak 70 orang. Kriteria inklusi adalah siswi
3
73,83%. SMA Negeri 1 Melaya kelas XII yang akan
Tingginya prevalensi gangguan menghadapi Ujian Nasional (UN) yang bersedia
menstruasi disebabkan oleh berbagai faktor mengikuti penelitian dan subjek penelitian
seperti, stres, lifestyle, aktivitas fisik, kondisi minimal sudah mengalami menstruasi 2 tahun.
medis, kelainan hormonal dan status gizi. Pada Kriteria eksklusi adalah siswi SMA Negeri 1
penelitian sebelumnya dikatakan bahwa berat Melaya kelas XII yang akan menghadapi Ujian
badan yang meningkat, stres dan aktivitas fisik Nasional (UN) yang sedang menderita penyakit
yang rendah dapat memperpanjang siklus berat yang dapat mempengaruhi siklus
4
menstruasi. Penelitian lain mendapatkan bahwa menstruasi (tuberkulosis, hipertiroidisme, lupus
depresi dan kecemasan dapat menyebabkan eritematosus sistemik, dan gangguan koagulasi
5
terjadinya nyeri saat menstruasi. Dikatakan darah), yang mengonsumsi obat-obat hormonal
bahwa sebanyak 75% pelajar wanita di termasuk kontrasepsi dan yang tidak hadir saat
Malaysia pada usia 12-19 tahun mengalami pengambilan sampel. Instrumen dalam
6
PMS sehingga mereka absen dari sekolah. penelitian ini menggunakan kuesioner yaitu
Akibat gangguan menstruasi, waktu lebih kuesioner pola menstruasi, kuesioner stres untuk
banyak digunakan untuk beristirahat dan siswa, kuesioner indeks aktivitas fisik yang
7
konsentrasi belajar menjadi menurun. Sehingga sudah divalidasi.
diperlukan penanganan yang lebih serius Semua data yang terkumpul dicatat,
terhadap gangguan menstruasi agar kualitas dilakukan editing dan coding, kemudian data

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 2
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

dianalisis dengan statistik deskriptif untuk persentase yang paling tinggi yaitu 64,3%, dan
mengetahui rata-rata usia dan usia menarche. Tabel 6 memperlihatkan bahwa tingkat stres
Dilakukan uji statistik chi-square untuk responden terbanyak adalah terkontrol sebanyak
menganalisis hubungan antara aktivitas fisik, 37 (52,9%), disusul oleh tingkat stres ringan
status gizi, tingkat stres dengan gangguan sebanyak 30 responden (42,9%).
menstruasi dan independent t-test untuk
menganalisis hubungan antara usia, usia Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Usia (n=70)
menarche dengan gangguan menstruasi.
Kemudian hasil analisis ditampilkan dalam
Usia f %
bentuk narasi dan tabel.
16 tahun 2 2,9%
HASIL
17 tahun 31 44,3%
Distribusi Responden Berdasarkan Usia,
18 tahun 32 45,7%
Kelas, Usia Menarche, Status Gizi, Aktivitas
Fisik, Tingkat Stres 19 tahun 5 7,1%
Subjek penelitian adalah 70 siswi kelas
XII SMA Negeri 1 Melaya, Jembrana yang akan Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan
Kelas (n=70)
menghadapi Ujian Nasional. Dari Tabel 1
didapatkan bahwa rentang usia responden Kelas f %
berkisar antara 16 sampai 19 tahun. Frekuensi XII IPA 1 11 15,7%
terbanyak terdapat pada usia 18 tahun sejumlah XII IPA 2 10 14,3%
32 responden (45,7%). Rata-rata usia responden XII IPA 3 8 11,4%
adalah 17,5 tahun. Pada Tabel 2 dapat dilihat XII IPA 4 9 12,9%
jumlah responden berturut-turut terbanyak XII IPS 1 4 5,7%
terdapat pada kelas XII IPB 1 yaitu sebanyak 13 XII IPS 2 3 4,3%
responden (18,6%), XII IPB 2 yaitu 12 (17,1%), XII IPB 1 13 18,6%
XII IPA 1 sebanyak 11 responden (15,7%). XII IPB 2 12 17,1%
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas
responden mengalami menstruasi pertama kali Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
(menarche) pada usia antara 11-14 tahun yaitu Usia Menarche (n=70)
sebanyak 61 responden (87,1%) dengan rata- Usia Menarrche f %
rata usia menarche 13,5 (±13,5). Sedangkan
< 11 tahun 0 0,0%
yang mengalami menarche pada usia >14 tahun
> 14 tahun 9 12,9%
sebanyak 9 responden (12,9%) dan tidak ada
responden yang mengalami menarche pada usia 11-14 tahun 61 87,1%
<11 tahun. Tabel 4 memperlihatkan bahwa
sebagian besar responden memiliki status gizi
normal yaitu sebanyak 45 responden (64,3%).
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa responden
dengan aktivitas fisik sedentary memiliki

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 3
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan responden adalah gangguan lain yang


Status Gizi (n=70)
berhubungan dengan menstruasi sebesar 85,7%,
Status Gizi f % diikuti gangguan siklus menstruasi sebesar

Underweight 16 22,9% 68,6% dan terakhir jenis gangguan volume dan


lamanya menstruasi sebesar 32,9%. Prevalensi
Normal 45 64,3%
jenis gangguan menstruasi secara rinci
Overweight 3 4,3% ditampilkan pada Tabel 8-10.
Obese I 5 7,1% Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Gangguan Menstruasi (n=70)
Obese II 1 1,4%
Variabel f (%)
Hipermenorea
Ya 16 22,9%
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tidak 54 77,1%
Aktivitas Fisik (n=70)
Menoragia
Aktivitas Fisik f %
Ya 8 11,4%
Sedentary 45 64,3% Tidak 62 88,6%

Kurang aktif 21 30,0% Hipomenorea


Ya 9 12,9%
Cukup Aktif 2 2,9%
Tidak 61 87,1%
Aktif 2 2,9%

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan


Tingkat Stres (n=70) Jenis Gangguan Volume dan Lamanya
Menstruasi (n=70)

Tingkat Stres f %
Variabel f %
Terkontrol 37 52,9% Gangguan volume &
lamanya menstruasi
Ringan 30 42,9%
Ya 23 32,9%
Sedang 3 4,3% Tidak 47 67,1%
Gangguan Siklus
Berat 0 0,0% menstruasi
Ya 48 68,6%
Total 70 100%
Tidak 22 31,4%
Distribusi Responden yang Mengalami Gangguan lain yang
berhubungan dengan
Gangguan Menstruasi
menstruasi
Dari 70 responden yang mengisi Ya 60 85,7%
kuesioner didapatkan 63 siswi (90,0%) Tidak 10 14,3%
mengalami satu atau lebih tipe gangguan
menstruasi. Sedangkan 7 siswi lainnya (10,0%)
tidak mengeluhkan gangguan menstruasi. Tabel
7 menunjukkan bahwa jenis gangguan
menstruasi yang terbanyak dialami oleh
http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 4
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Tabel 11. Hasil Uji Chi-Square Antara
Jenis Gangguan Siklus Menstruasi Aktivitas Fisik dengan Gangguan
(n=70) Menstruasi

Variabel f (%) Frekuensi Nilai p


Variabel
(persentase)
Oligomenorea
Aktivitas Fisik
Ya 16 23,0%
Sedentary 40 (11,1%) 0,214
Tidak 54 77,0%
Kurang aktif 20 (95,25)
Polimenorea
Cukup Aktif 2 (100,0%)
Ya 26 37,0% Aktif 1 (50,0%)
Tidak 44 63,0%
Amenorea Sekunder Tabel 12. Hasil Uji Chi-Square Antara
Satus Gizi dengan Gangguan Menstruasi
Ya 21 30,0%
Tidak 49 70,0% Variabel Frekuensi Nilai p
(persentase)
Status Gizi
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Underweight 16 (100,0%) 0,364
Menstruasi (n=70) Normal 38 (84,4%)
Variabel f (%) Overweight 3 (100,0%)
Dismenorhea Obese I 5 (100,0%)
Ya 56 80,0% Obese II 1 (100,0%)
Tidak 14 20,0%
PMS Tabel 13. Hasil Uji Chi-Square Antara
Ya 54 77,0% Tingkat Stres dengan Gangguan
Menstruasi
Tidak 16 23,0%
Frekuensi
Variabel Nilai p
(presentasi)
Hubungan Antara Aktivitas Fisik, Status
Gizi, Tingkat Stres dan Gangguan Tingkat Stres
Menstruasi Terkontrol 32 (86,5%) 0,546
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa tidak
Ringan 28 (93.3%)
didapatkan hubungan yang bermakna antara
Sedang 3 (100,0%)
aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi. Baik
yang aktif, kurang aktif maupun sedentary sama-
Hubungan Antara Usia, Usia Menarche dan
sama mengalami gangguan menstruasi yang
Gangguan Menstruasi
sangat tinggi. Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak
Dari Tabel 14 setelah dilakukan analisis
ada hubungan bermakna antara status gizi dengan
independent t-test didapatkan nilai p=0,855
gangguan menstruasi. Begitu pula halnya
yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan tingkat stres dengan gangguan
hubungan bermakna antara usia menarche
menstruasi yang tidak ada hubungan bermakna
dengan gangguan menstruasi. Tidak ada
yaitu p=0,546 (Tabel 13).
hubungan bermakna (p=1,0) antara usia

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 5
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

responden dengan gangguan menstruasi (Tabel disemenorea yang lebih tinggi yaitu 71
15). responden (86,6%) mengalami dismenorea.10
Tabel 14. Hasil Uji Independent t-Test Rentang prevalensi dismenorea dari 60,6%
Antara Usia Menarche dengan Gangguan
sampai 98,5% telah dilaporkan oleh banyak
Menstruasi
penelitian lainnya.3,6,9,10,11,12
Variabel Gang- Mean SD Nilai
guan p Selain dismenorea, gangguan menstruasi
Usia yang banyak dialami oleh responden pada
Menarche Ya 13,54 0,89 0,855 penelitian ini adalah PMS (premenstruation
Tidak 13,43 1,51 syndrome) yaitu sebesar 77%. Pada penelitian
lain melaporkan prevalensi PMS 60,5%.3,6,13
Nyeri saat menstruasi dan gejala PMS menjadi
Tabel 15 Hasil Uji Independent t-Test Antara
masalah yang cukup serius yang dapat
Usia dengan Gangguan Menstruasi
berdampak pada aktivitas sehari-hari dan
Variabel Gang- Mean SD Nilai p
aktivitas belajar akademik bagi pelajar
guan
perempuan. Pada penelitian di Moroco, nyeri
Usia Ya 15,57 0,689 1,0
saat menstruasi sering menjadi penyebab utama
Tidak 15,57 0,535
absen ke sekolah pada remaja putri.14
Dalam penelitian ini tidak didapatkan
DISKUSI hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik
Pada penelitian ini didapatkan prevalensi dengan gangguan menstruasi. Hasil penelitian
gangguan menstruasi pada siswi SMA kelas XII ini sesuai dengan penelitian Lee et al. tahun
sebesar 90,0%. Penelitian sebelumnya yang 2009 yang dilakukan di Malaysia dan Sianipinar
dilakukan oleh Karout et al. tahun 2012 tentang dkk. di Jakarta.6,9 Namun, hasil ini berbeda
prevalensi gangguan menstruasi pada mahasiswi dengan penelitian Aganoff et al. yang
perawat mendapatkan hasil yang tinggi juga mendapatkan kecenderungan wanita aktif secara
yaitu 80,7%.8 Penelitian serupa juga dilakukan fisik mengalami gangguan menstruasi lebih
oleh Sianipar dkk. tahun 2009 pada siswi kelas rendah dibandingkan dengan wanita yang
X dan XI SMA di Jakarta (n=57). Berdasarkan kurang aktif.15 Hal ini mungkin disebabkan
penelitian tersebut sebanyak 36 (63,2%) karena perbedaan instrumen yang digunakan.
9
mengalami gangguan menstruasi. Hal ini Penelitian Aganof et al. tahun 2009
menunjukkan bahwa masih banyak remaja putri menggunakan kuesioner MDQ (Menstrual
yang mengalami satu atau lebih gangguan Distres Questionnaire) yang diisi sendiri oleh
menstruasi. responden selama beberapa bulan baik
Dismenorea adalah gangguan menstruasi menjelang, pada waktu maupun setelah
terbanyak (80,0%) yang dialami oleh pelajar menstruasi. 15
Sedangkan pada penelitian ini,
perempuan pada peneitian ini. Beberapa menggunakan kuesioner yang didesain untuk
penelitian lain melaporkan prevalensi wanita yang mengalami masalah ginekologi
dismenorea sebesar 73,83% , 63,1%.8 Bahkan
2
untuk menggambarkan gangguan menstruasi
pada penelitian yang dilakukan di Jakarta dan menggunakan kuesioner indeks aktivitas
(n=82), memperoleh angka kejadian fisik untuk mengkategorikan aktivitas fisik

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 6
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

responden yang diisi hanya sekali saja pada menarche bervariasi pada setiap individu yang
waktu tertentu sehingga instrumen ini kurang dipengaruhi oleh kondisi umum, genetik, sosial
sensitif dan kurang objektif. ekonomi dan faktor nutrisi.
Pada penelitian ini tidak ditemukan Pada penelitian ini tidak terdapat
hubungan bermakna (p=0,3) antara status gizi hubungan bermakna (p=0,855) antara usia
dengan gangguan menstruasi. Penelitian ini menarche dengan gangguan menstruasi. Meski
serupa dengan penelitian Singh et al. tahun terlihat rerata usia menarche yang gangguan
2008 yang menyatakan tidak ada hubungan menstruasi (13,54 tahun) lebih tinggi daripada
3
signifikan antara IMT dengan dismenorea. yang tidak mengalami gangguan menstruasi
Sedangkan penelitian Puspitorini dkk. (13,43 tahun) tetapi selisihnya tipis sehingga
menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna perbedaannya tidak signifikan. Hasil ini serupa
yaitu semakin tinggi tingkatan IMT maka dengan penelitian yang dilakukan Sianipar dkk.9
semakin tinggi resiko terjadinya PMS.16 Namun Tetapi sebenarnya pada penelitian ini tidak
disisi lain, penelitian Lee et al. melaporkan dapat menilai hubungan antara usia pertama
bahwa rendahnya IMT dapat mempengaruhi menstruasi dengan gangguan menstruasi karena
6
durasi atau lamanya menstruasi. Pada responden yang mengalami menarche pada usia
penelitian-penelitian lainnya menunjukkan <11 tahun dan >14 tahun jumlahnya sedikit.
hubungan yang bervariasi antara IMT dengan Berdasarkan hasil analisa independent t-
gangguan menstruasi sehingga tidak konsisten. test dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
Tidak ada hubungan bermakna (p=0,5) bermakna (p=1,0) antara usia responden dengan
antara tingkat stres dengan gangguan gangguan menstruasi. Rerata usia responden
menstruasi. Penemuan yang berbeda dilaporkan yang mengalami gangguan menstruasi (17,57
oleh Isnaeni tahun 2010 dan Nuraini tahun 2011 tahun) sama dengan yang tidak mengalami
dalam penelitiannya masing-masing dengan gangguan menstruasi (17,57 tahun). Hasil ini
responden 73 mahasiswi AKBID dan 178 berbeda dengan penelitian Lee et al. dan
17
mahasiswi asrama Universitas Andalas. Sianipar dkk. yang melaporkan bahwa usia
Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh muda lebih sering mengalami gangguan
karena instrumen yang digunakan berbeda. Pada menstruasi daripada usia yang lebih tua.6,9
penelitian-penelitian tersebut menggunakan SIMPULAN
kuesioner DASS (Depression, Anxiety, Stress Prevalensi gangguan menstruasi pada siswi
Scale) untuk mendeteksi tingkat stres sehingga Peserta Ujian Nasional di SMA Negeri 1
lebih sensitif. Selain itu, kondisi responden saat Melaya, Jembrana adalah 90,0%. Jenis
mengisi responden juga mempengaruhi karena gangguan menstruasi yang paling banyak
stres dapat berubah dari waktu ke waktu, dialami oleh siswi Peserta Ujian Nasional di
bersifat subjektif dan individu. SMA Negeri 1 Melaya, Jembrana adalah
Pada penelitian ini, rata-rata usia menarche gangguan lain yang berhubungan dengan
13,5 (±13,5), sedangkan pada penelitian yang menstruasi (85,7%). Dismenorea adalah
dilakukan di India rata-rata usia menarche 12,5. gangguan lain yang berhubungan dengan
Berdasarkan World Health Organization, rata- menstruasi yang paling banyak (80,0%) dialami.
rata usia menarche adalah 12 dan 13 tahun. Usia Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 7
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

status gizi, aktivitas fisik, tingkat stres, usia Lebanese nursing students. Eastern
menarche dan usia dengan gangguan menstruasi Mediterranean Health Journal. Vol 18. No
pada siswi Peserta Ujian Nasional di SMA 4. Tersedia di:
Negeri 1 Melaya, Jembrana. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22768
DAFTAR PUSTAKA 696 [diunduh: 2 November 2014].
9. Sianipar O, Bunawan NC, Almazini P, et al.
1. Proverawati, K. 2009. Buku Ajar Gizi untuk
2009. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Faktor-faktor yang Berhubungan pada Siswi
2. Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan.
SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Timur. Majalah Kedokt Indon, Volum :59,
Prawirohardjo.
Nomor 7.
3. Singh A, Kiran D, Singh A, et al. 2008.
10. Pangulu, Lili Hidayati. 2011. Gambaran
Prevalence and Severity of Dysmenorrhea:
Menstruasi dan Prevalensi Dismenorea Pada
A Problem Related to Menstruation, among
Mahasiswi Program Studi Pendidikan
First and Second Year Female Medical
Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Students. Indian J Physol Pharmacol 52(4):
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
389-397.
11. Lestari, Hesti, J Metulasa, Diana Yuliana S.
4. Harlow SD, Matanoski GM. 2009. The
2010. Gambaran Dismenorea Pada Remaja
Association Between Weight, Physical
Putri Sekolah Menengah Pertama di
Activity, and Stres and Variation in The
Manado. Sari Pediatri: Manado. Volum:12.
Length of The Menstrual Cycle. Am J Epid
No 2. Tersedia di:
133(1): 38-49. Tersedia di: http://
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-2-7.pdf
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1983897
[diunduh: 2 November 2014].
[diunduh: 20 Desember 2013].
12. Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kandungan.
5. Rowland AS, Baird DD, Stuart L. 2002.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Influence of medical conditions and lifestyle
Prawirohardjo.
factors on the menstrual cycle.
13. Parker, Melissa A. 2006. The MODT Study:
Epidemiology; 13:668-74
Prevalence of Menstrual Disorder of
6. Lee L.K, Chen PCY, Lee KK, Kaur J.
Teenagers; Exploring Typical Menstruation,
Menstruation Among Adolescent Girls in
Menstrual Pain (Dysmenorrhea),
Malaysia: a Cross Sectional School Survey.
Sympptoms, PMS and Endometriosis.
Singapore Med J. 2006 [disitasi 21 Januari
Master of Nursing (research) The University
2009] 47(10):869.
of Canberra.
7. Anamika S, Devender T, Pragya S, Renuka
14. Andersch B, Milsom J. An epidemiologic
S. Problem Related to Menstruation and
study of young women with dysmenorrhea.
Their Effect on Daily Routine of student of a
American Journal of Obstetrics and
medical college in Delhi, India. Asia Pac J
Gynecology, 1982, 144:655–660).
Pub Health, 2008 [disitasi 21 Januari 2009]
15. Aganoff JA, Boyle GJ. Aerobic exercise,
20(3):234-41.
Mood State and Menstrual Cycle Symptoms
8. Karout, Hawai, Altuwajiri. 2012. Prevalence
[disitasi 21 Januari 2009]. Diunduh dari:
and pattern of menstrual disorders among
http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 8
ISSN:2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL 5 NO 3,MARET 2016

http://epublications.Bond.edu.au/hss_pubs/3 Kabupaten Kudus. Berita Kedokteran


7. Masyarakat. Volum:23. No 1.
16. Puspitorini MD, M Hakimi, Ova Emilian. 17. Isnaeni, Desti Nur. 2010. Hubungan Antara
2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Stres dengan Pola Menstruasi Pada
Terjadinya Premenstrual Syndrome Pada Mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler
Mahasiswa Akademi Kebidanan Pemerintah Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta: Universitas Sebelah Maret

http.//ojs.unud.ac.id/index php/eum 9
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

PENGARUH MASSAGE EFFLEURAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI


DISMENORE PRIMER PADA REMAJA PUTRI DI SMA N 1 SUTERA KABUPATEN
PESISIR SELATAN

Zuraida1, Missi Aslim2


STIKes Fort De Kock Bukittinggi
Email : zuraida_jauza@yahoo.co.id

Abstract : Dysmennorrhea is mentrual pain which comes in cramps and centered in the lower part
of stomach during menstruation, even it happens severely that it distrubs activities. The purpose of
this research is to determine the effect of effleurage massage in decreasing menstrual pain in
teenagers in SMA N 1Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. The type of this research was quantitative-
quasy experimental design with the one group pretest-posttest approach. Purposive sampling was
used to get the samples. Then, 15 students were chosen as the samples. The research was
conducted in SMAN 1 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan on August to September 2018. Then, it was
tested by a statistical test T-test with a confidence degree of 95% or p <0.05. Statistical test results
obtained p = 0.0005. It indicated that there was an effect of Effleurage massage in decreasing
menstrual pain in teenagers in SMA N 1 1Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. In short, it can be
concluded that there is an effect of effleurage massage in decreasing menstrual pain because there
is average decrease in t menstrual pain after the doing effleurage massage by statistical test p
value = 0,0005 (p <0.05). Then, it is suggested that the teenagers, especially in SMA N 1 Sutera
Kabupaten Pesisir Selatan be able to use Effleurage Massage therapy in handling
menstrual/dysmennorhea pain because it is easier, more efficient and can be done independently.
Keywords : Effleurage Massage, Menstrual Pain

Abstrak : Dismenore adalah nyeri haid yang biasanya bersifat kram dan berpusat pada perut
bagian bawah yang terasa selama menstruasi, terkadang sampai parah sehingga mengganggu
aktivitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh massage effleurage terhadap penurunan
nyeri haid pada remaja putri di SMA N 1 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. Jenis
penelitian ini adalah Kuantitatif-quasy eksperimen design dengan pendekatan one group pretest-
posttest. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 15 siswi.
Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Sutera yang dilaksanakan pada bulan Agustus - September
2018. Untuk mengetahui pengaruh massage effleurage terhadap penurunan nyeri haid diuji dengan
uji statistic T-test, dengan derajat kepercayaan 95% atau p< 0,05. Hasil uji statistic didapatkan p-
Value 0,0005 artinya ada pengaruh massage Effleurage terhadap penurunan nyeri haid pada remaja
putri di SMA N 1 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu ada pengaruh massage effeleurage terhadap penurunan nyeri haid dimana terjadi penurunan
rata-rata tingkat nyeri haid setelah pemberian massage effleurage secara uji statistik didapatkan p
Value =0,0005 (p<0,05). Peneliti menyarankan kepada remaja putri, khususnya remaja putri di
SMA N 1 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan untuk dapat menggunakan terapi Massage Effleurage
ini dalam penanganan nyeri haid/dismenore karena lebih mudah, efisien dan dapat dilakukan secara
mandiri.
Kata Kunci : Massage Effleurage, Nyeri Haid

A. PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi menurut Word Health Organization (WHO) yaitu suatu kondisi sehat
fisik, mental dan sosial yang utuh, di mana seseorang mampu menjalankan fungsi dan proses
reproduksinya secara sehat dan aman. Sementara itu departemen Kesehatan Republik Indonesia
menjelaskan tujuan kesehatan reproduksi untuk mewujudkan generasi muda yang sehat dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga
guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Saat haid, pada sebagian

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 144


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

perempuan ada yang mengalami berbagai gangguan haid yang cukup berat. Misalnya ada sebagian
yang mengalami kram karena kontraksi otot-otot halus pada rahim, sakit kepala, sakit perut, gelisah
berlebihan, merasa letih dan lemas, hidung terasa tersumbat bahkan selalu ingin menangis. Selain
itu ada juga yang mengalami kemarahan tak berujung pangkal, depresi, mual kondisi ingin makan
yang berlebihan hingga nyeri haid yang luar biasa (Ariyanto, 2010).
Menurut data WHO didapatkan kejadian sebesar 1.769.425 jiwa (90%) wanita yang
mengalami dismenore dengan 10-15% mengalami dismenore berat. Di Indonesia angka kejadian
dismenore sebesar 107.673 jiwa (64,25%), yang terdiri dari 59.671 jiwa (54,89%) mengalami
dismenore primer dan 9.496 jiwa (9,36%) mengalami dismenore sekunder (Andria, 2015, dalam
Info Sehat, 2010).
Ada berbagai macam teori yang mencoba untuk menjelaskan mengapa bisa timbul dismenorea.
Teori yang paling mendekati adalah yang menyatakan bahwa saat menjelang menstruasi tubuh
wanita menghasilkan suatu zat yang disebutt prostaglandin. Zat tersebut mempunyai fungsi yang
salah satunya adalah membuat dinding rahim berkontraksi dan pembuluh darah sekitarnya terjepit
(konstriksi) yang menimbulkan iskemi jaringan. Intensitas kontraksi ini berbeda-beda tiap individu
dan bila berlebihan akan menimbulkan nyeri saat menstruasi (Proverawati & Siti, 2009).
Dismenore adalah rasa sakit yang menyerupai kejang, terasa di perut bagian bawah, dan
biasanya dimulai 24 jam sebelum haid, dan berlangsung sampai 12 jam pertama dari masa haid
(Surtiretna, 2001). Dismenore dibagi menjadi 2 macam, yaitu dismenore sekunder dan dismenore
primer (Prawiraharjo, 2006 dalam Nafiroh, 2013).
Nyeri haid jika tidak segera diatasi akan mempengaruhi fungsi seperti pemberian obat-obatan
analgesik untuk meredakan nyeri dengan cara memblok prostaglandin. Terapi non faramakologis
yang bisa digunakan yaitu dengan pengobatan herbal, relaksasi, dan terapi massage. Terapi
massage yang dapat digunakan yaiu massage effleurage. Manajemen nyeri non farmakologis lebih
aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping seperti obat-obatan karena terapi non
farmakologis menggunakan proses fisiologis (Rohani,2011)
Pengobatan menggunakan metode non farmakologis salah satunya yaitu menggunakan metode
massage untuk mengurangi rasa nyeri saatgsi mental dan fisik individu sehingga mendesak untuk
segera mengambil tindakan secara farmakologis atau non farmakologis. Terapi farmakologi haid
salah satunya adalah massage effleurage. Massage effluerage bertujuan untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menghangatkan otot abdomen, dan meningkatkan relaksasi fisik dan mental.
Massage effleurage merupakan teknik relaksasi yang aman, mudah, tidak perlu biaya, tidak
memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Setianingsih,
2013, dalam Trisnowiyanto, 2012).
Hal ini di dukung oleh penelitian oleh Siti Nurkhasana (2014) yang melakukan penelitian
tentang pengaruh massage effleurage terhadap penurunan intensitas dismenore pada siswa kelas IX
MTsN 1 Bukittinggi, bahwa rata-rata penurunan intensitas skala nyeri pre-test 4,50 dan rata-rata
penurunan skala nyeri post 2.06 dimana P = 0.000 (α = 0,05), yang berarti P lebih kecil dari α ≤
0,05 berarti Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh massage effleurage
terhadap penurunan intensitas nyeri dismenore pada siswi MTsN 1 Bukittinggi tahun 2014.
Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan peneliti di dua SMA berbeda diantaranya
adalah SMA N 1 Sutera dan SMA 2 N Sutera yang mana SMA N 2 Sutera dari 10 siswa
perempuannya yang mengalami nyeri haid 4 orang (40%) dan 6 orang (60%) tidak mengalami
nyeri haid sedangkan pada SMA N 1 Sutera terdapat 7 orang (70%) mengalami nyeri haid dan 3
orang (30%) tidak mengalami nyeri haid. Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk melakukan
penelitian di kelas X dikarenakan dismenore primer biasanya timbul pada masa remaja, yaitu
sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Jumlah siswi putri di kelas X sebanyak 254 orang,
dari jumlah seluruh siswi tersebut terdapat 46 siswi yang mengalami dismenorea. Peneliti
melakukan wawancara terhadap 20 siswa yang mengalami dismenorea, bahwa 45% mengatakan
nyeri ringan, 40% nyeri sedang, 15 % nyeri berat dan masih banyak mahasiswa yang belum
mengetahui manfaat massage effleurage sebagai pereda rasa nyeri saat menstruasi yang aman,
murah, tanpa biaya. Responden melakukan penanganan nyeri haid dengan menggunakan minyak

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 145


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

kayu putih, istirahat ditempat tidur, dan ada yang tidak melakukan apa-apa. Tujuan penelitian ini
pengaruh massage effleurage terhadap penurunan intensitas dismenore.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-quasy eksperimen design dengan
pendekatan pendekatan one group pretest posttest design yaitu dengan melibatkan suatu
kelompok subjek. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pengamatan awal kepada
kelompok sebelum dilakukan dengan cara memberikan pengamatan awal kepada kelompok
sebelum dilakukan intervensi dan setelah itu kelompok diberikan intervensi.
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 15 orang,
adalah suatu metode penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan kriteria. Dalam
melakukan penelitian ini peneliti yaitu remaja putri yang mengalami nyeri haid. Sampel akan
dilakukan pengamatan awal kemudian intervensi sebagai penelitian setelah dilakukan perlakuan.
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil penilaian tingkat nyeri
menstruasi melalui Numeric Rating Scale (NRS). Data sekunder berupa data jumlah kasus
gangguan haid tahun 2018 yang didapat data jumlah siswa SMA N 1 Sutera tahun 2018

C. HASIL PENELITIAN
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel independen dan variabel dependen
guna memperoleh gambaran penurunan nyeri haid dengan memberikan massage effleurage
menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Tabel 5.1
Rata-rata Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri Sebelum Diberikan Massage
Effleurage

Variabel N Mean SD Min Max


IntensitasNyeri 15 4,33 0,617 3 5
Haid
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata intesitas nyeri haid pada remaja putri sebelum
diberikan massage effleurage berada di nyeri sedang yaitu 4,33. Nilai standar devisiasinya adalah
0,617. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 15 responden dengan rata-rata nyeri terendah adalah 3
dan tertinggi adalah 5.

Tabel 5.2
Rata-rata Tingkat Nyeri Haid Pada Remaja Putri Sesudah
Diberikan Massage Effleurage

Variabel N Mean SD Min Max


Intensitas NyeriHaid 15 1,60 0,507 1 2

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa rata-rata intesitas nyeri haid pada remaja putri setelah
diberikan massage effleurage selama 5 menit berada pada nyeri ringan yaitu 1,60. Nilai standar
devisiasinya adalah 0,507. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 15 responden dengan rata-rata
nyeri terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 2

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 146


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

Tabel 5.3
Perbedaan Rata-rata Intesitas Nyeri Haid Sebelum dan Sesudah Diberikan Massage
Effleurage

Variabel N Mean SD P-Value


Sebelum (Pret est) 15 4,33 0,6 17 0,0005
Sesudah(Posttest) 15 1,60 0,5 07
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa adanya perbedaan rata-rata skala nyeri dismenorea
sebelum intervensi berada di nyeri sedang yaitu 4,33, standar devisiasinya adalah 0,617 dan setelah
intervensi berada di nyeri ringan adalah 1,60, standar devisiasinya 0,507. Berdasarkan hasil analisis
statistik didapatkan pvalue = 0,0005 (P<0,05), artinya terdapat perbedaan rata-rata tingkat nyeri
haid yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi.

D. PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata intesitas nyeri haid pada remaja
putri sebelum diberikan massage effleurage adalah 4,33 berada pada nyeri sedang. Nilai standar
devisiasinya adalah 0,617. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 15 responden dengan rata-rata
nyeri terendah adalah 3 dan tertinggi adalah 5.
Nyeri menstruasi atau dismenorea sangat menganggu aktivitas wanita, bahkan sering kali
mengharuskan penderita untuk beristirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari,
untuk beberapa jam atau beberapa hari. Dismenorea merupakan nyeri perut yang berasal dari kram
rahim dan terjadi selama menstruasi. Masalah yang sering muncul dalam dismenorea adalah tingkat
penurunan nyerinya. Ketika nyeri itu timbul, beberapa efek akan muncul seperti sakit kepala, mual,
sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjatuh muntah (Eva, 2010, dalam Siti
Nurkhasanah, 2014).
Hasil penelitian pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata intesitas nyeri haid pada remaja
putri setelah diberikan massage effleurage selama 5 menit adalah 1,60. Nilai standar devisiasinya
adalah 0,507 berada pada nyeri ringan. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 15 responden dengan
rata-rata nyeri terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 2.
Nyeri dapat diatasi dengan melakukan berbagai alternatif, baik secara farmakologi maupun
non farmakologis. Secara farmakologis dapat diatasi dengan obat - obatan analgetik sedangkan
penanganan non farmakologis terhadap nyeri dapat dilakukan dengan berbagai cara, meliputi
akupuntur, teknik nafas dalam, imajinasi terbimbing, terapi musik, massage effleurage dan kompres.
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa adanya perbedaan rata-rata skala nyeri dismenorea
sebelum intervensi adalah 4,33, standar devisiasinya adalah 0,617 dan setelah intervensi adalah
1,60, standar devisiasinya 0,507. Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan pvalue=0,0005
(P<0,05), artinya terdapat perbedaan rata-rata tingkat nyeri haid yang signifikan antara sebelum dan
sesudah intervensi.
setiap orang apabila dipijat akan merasakan kenyamanan, relaksasi dan tidak akan
memfokuskan perhatiannya kepada nyeri yang terjadi. Hal ini juga yang dialami responden, dimana
mereka mengatakan bahwa saat diberikan massage effleurage mereka mengatakan nyerinya
berkurang dan ada yang tidak mengalami nyeri setelah di massage. Dalam hal ini peneliti
berkesimpulan bahwa ada pengaruh saat diberikan pijatan effleurage pada saat nyeri haid karena
pemijatan ini memberikan tekanan yang menghangatkan otot abdomen dan meningkatkan relaksasi
fisik dan mental. Dan saat dilakukan pemijatan effleurage tubuh akan merangsang untuk
melepaskan senyawa Endorphin yang merupakan pereda rasa sakit dan dapat menciptakan perasaan
nyaman.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 147


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

E. KESIMPULAN

1. Rata-rata tingkat nyeri haid remaja putri sebelum pemberian massage effleurage
berada pada tingkat skala nyeri sedang dengan rata-rata 4,33.

2. Rata-rata tingkat nyeri haid remaja putri sesudah pemberian massage effleurage
berada pada tingkat skala nyeri ringan dengan rata-rata 1,60.
3. Ada pengaruh massage effeleurage terhadap penurunan nyeri haid dimana terjadi
penurunan rata-rata tingkat nyeri haid setelah pemberian massage effleurage secara uji
statistik didapatkan p Value = 0,0005 (p<0,05).

SARAN

1. Bagi Remaja
Diharapkan bagi remaja putri, khususnya remaja putri di SMA N 1 Sutera untuk
dapat memanfaatkan Massage Effleurage sebagai salah satu bentuk pemijatan
komplementer yang terbukti efektif dalam
menurunkan tingkat nyeri haid, serta penggunaan terapi ini merupakan bentuk terapi
yang praktis serta tidak memberikan efek samping jika digunakan dalam jangka yang
lama.
2. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan agar dapat memberikan informasi kepada remaja putri tentang
Massage Effleurage sebagai terapi non farmakologis dalam menurunkan nyeri agar
dapat diaplikasikan secara mandiri saat nyeri haid.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti berikutnya untuk dapat melakukan penelitian lebih
lanjut lagi tentang pelaksanaan terapi non farmakologin yang efektif terhadap
penurunan nyeri haid

F. DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, D & Wulandari, 2011. Cara Jitu Mengobati Nyeri Haid.Yogyakarta :Andi
Anurogo & Ari, 2011. Cara Jitu Mangatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: Perpustakaan Nasional

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta


Ariyanto, 2010. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta; Salemba Medika
Aslani, M. 2006. Teknik Piajt Untuk Pemula. Jakarta: Erlangga
Ayu Widyawati, dkk, 2015. Perbedaan Senam Dismenorea Dan Pijat Effleurage Terhadap Skala
Nyeri Dismenorea Pada Remaja Putri Di SMA N 15 Kota Semarang. Diakses tanggal 17 Juli
2018
Baredero Mary, dkk, 2007. Klien Gangguan Sistem Reproduksi Dan Seksualitas Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dia Purnamasari, 2015. Dasar-Dasar Patologi Terapan. Jakarta: Bumi Medika
Dian Wardina, 2017. Perbedaan Pengaruh Streaching dan Massage Effleurage Terhadap
Penurunan Nyeri Haid Pada Mahasiswi Fisioterapi di UNISA Yogyakarta. Journal
Kebidanan. Diakses tanggal 12 Agustus 2018
Djakaria Simin Nurmila, dkk, 2013. Pengaruh Pemberian Terapi Massage Terhadap Penurunan
Nyeri Haid Pada Siswi di Madrasah Aliyah Cokroaminoto Kecamatan Talaga Jaya. Diakses
pada tanggal 12 Novemver 2018
Indah Astria, dkk, 2015. Efektifitas Kombinasi Teknik Slow Deep Breathing dan Teknik Effluerage
Terhadap Intensitas Nyeri Dismenore. Diakses pada tanggal 7 Juli 2018
Kusniran Eny, 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta : Salemba Medika

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 148


E-ISSN 2528-7613
MENARA Ilmu Vol. XIV No.01 April 2020

Maryunani, Anik. 2016. Manajemen Kebidanan Terlengkap.Trassinfo Media:Jakarta


Notoadmojo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Dineka Cipta
Notoadmojo, 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Dineka Cipta
Nurkhasanah Siti & Wiwit Fectrisia, 2014. Pengaruh Massase Effleurage Terhadap Penurunan
Intensitas Skala Nyeri Dismenorea Pada Siswi Kelas IX MTsN 1 Bukittinggi Tahun 2014.
Diakses tanggal 18 Juli 2018
Nurul Hikmah, dkk, 2018. Pengaruh Pemberian Masase Effleurage Menggunakan Minyak
Aromaterapi Mawar Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Dismenore Pada Remaja Putri di
SMK N 2 Malang Jurusan Keperawatan. Journal of Issues in Midwifery. Diakses tanggal 10
Agustus 2018
Properawati Atikan, 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha
Medika
Purwanti Sugi, 2013. Analisis Perbedaan Terapi Dismenore dengan Metode Effleurage, Kneading
dan Yoga dalam Mengatasi Dismenore. Diakses 11 Juli 2018
Sarwono, 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ke-3. Jakarta: pt bina pustaka
Setianingsih, 2013. Efektifitas Pijat Effleurage Terhadap Penurunan Nyeri Haid Pada Siswi Kelas
X SMK N 1 Pedan. Diakses tanggal 10 Juli 2018
Sri Yanti Nainggalon, 2016. Atasi Nyeri Haid dengan Minyak Zaitun dan Manfaat Minyak Zaitun.
https://www.menstruasi.com. Diakses 11 Juli 2018
Tamsuri Anas, 2007. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri Seri Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
Penerbitan Buku Kedokteran EGC
Teti Metliani, 2015. Pengaruh Terapi Kombinasi Massage Effleurage Dengan Menggunakan
Minyak Zaitun dan Minyak Kayu Putih Terhadap Penurunan Nyeri Laserasi Jalan Lahir,.
Diakses tanggal 7 Juli 2018
Umami Afriza, dkk, 2015. Perbedaan Efektivitas Teknik Effleurage Dan Kompres Hangat
Terhadap Penurunan Dismenore Pada Santri Putri Asrama Pondok Pasantren Darul Ulum
Jombang. Diakses tanggal 12 Desember 2018.

ISSN 1693-2617 LPPM UMSB 149


E-ISSN 2528-7613
Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

Pengaruh Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor


Risiko Infertilitas

Fitria Saftarina1, Indrani Nur Winarno Putri2


1
Bagian Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Sindrom Polikistik Ovarium merupakan sekumpulan dari gejala yang dialami oleh perempuan usia reproduktif yang dapat
menyebabkan gangguan berupa infertilitas pada jangka pendek dan gangguan metabolic seperti resistensi insulin dan
menjadi faktor resiko diabetes melitus tipe-2 dalam jangka panjang. Menurut Ivo Broses Duke dalam American Journal of
Obstetric and Gynecology menyebutkan bahwa sekitar 4-18 % perempuan usia reproduktif mengidap polikistk ovarium di
seluruh dunia , sementara di Indonesia sendiri belum ada data yang pasti menyebutkan jumlah penderita sindrom ini yang
mungkin disebabkan system pencatatan dan pelaporan yang kurang baik. Hal yang memicu penyakit ini adalah fakor
genetik, obesitas dan haid yang tidak teratur. Diagnosis dapat diitegakkan dengan menemukan gejala seperti oligoovulasi,
hiperandrogenemia, dan gambaran polikistik ovarium pada pemeriksaan sonografi. Sindrom polikistik ovarium dapat
meningkatkan faktor resiko infertilitas , dimana infertilitas sendiri dapat diartikan sebagai suatu keadaan pasangan yang
tidak memiliki anak dalam kurun waktu 1 tahun dengan akivitas seksual aktif yang regular dan tanpa menggunakan metode
kontrasepsi apapun. Keterkaitan antara sindrom polikistik ovarium dengan peningkatan faktor resiko infertilitas terdapat
pada gangguan siklus ovulasi yang terjadi pada sindrom ini.

Kata kunci :infertilitas, oligoovuasi, polikistik ovarium

Effect of Polycystic Ovary Syndrome to Increase Infertility Risk Factors


Abstract
Polycystic Ovary Syndrome are symptoms in female with reproductive-age which cause disturbance, such as infertility for
short term and metabolic dysfunction such as insulin resistance that caused diabetes mellitus tipe - II for long term. Ivo
Brosens in American Journal of Obstetric and Gynecology said that around 4-18% reproductive-age female around the
world have this kind of syndrome, meanwhile in Indonesia there are no definitive data for this syndrome it is caused by less
support of recording and reporting system . Genetic factor, obesity, and oligomenorhea are the etiology. Criteria
diagnostic are oligoovulation , hiperandrogenemia, and polycystic ovary in sonography examination. Polycystic ovary
syndrome is often associated to the increasing of infertility factor. Infertility is a condition whose a couple don’t have a
children in one year sexual activity without any contraception method. The relation between polycystic ovary syndrome
and the enhancement of infertility risk factor can cause the ovulation cycle disorder in this syndrome.

Keyword :infertility, oligoovulation, polycystic ovary

Korespondensi :Indrani Nur Winarno Putri, alamat Jl. Abdul Muis 8 , Gedong Meneng, Bandar Lampung, HP 082182662574,
e-mail indraniputri@rocketmail.com

Pendahuluan 1935pertama kali dideskripsikan sebagai


Sering kali ditemukan wanita dengan amenorrhea yang terkait dengan bilateral
keluhan mengenai haid yang tidak teratur , polikistik ovarium.2 Namun, saat ini diartikan
ataupun sedikit , kegemukan dengan jaringan menjadi suatu kondisi klinis metabolik yang
lemak yang meningkat, timbul jerawat pada Sering terjadi pada perempuan usia
bagian wajah atau badan, tumbuhnya rambut reproduktif dalam jangka pendek yang akan
yang berlebihan pada wajah atau badan, dan menyebabkan disfungsi reproduksi. Namun,
apabila wanita tersebut sudah menikah dan jika terjadi dalam jangka panjang juga akan
ingin memiliki anak akan menjadi sulit hamil, menyebabkan gangguan metabolik .3 Salah
mungkin wanita ini mengalami gejala atau satu kriteria diagnosis untuk sindrom polikistik
manifestasi klinis yang disebut dengan ovarium ini adalah didapatkan 2 atau lebih
sindrom ovarium polikistik atau polycystic kriteria berikut yaitu haid yang tidak teratur ,
ovary syndrome (PCOS). 1 anovulasi kronik , didapatkan bukti dalam
Sindrom polikistik ovarium (SOPK pemeriksaan biokimia adanya
atauPolycistic Ovary Syndrome) dikenal juga hiperandrogenisme dan bukti
dengan Stein-Leventhal Syndrome. Pada adanyagambaran polikistik ovarium dalam

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |43


Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

pemeriksaan sonografi.4 Adanya anovulasi gonadotropin yang dihubungkan dengan


kronik merupakan suatu faktor resiko interaksi antara genetik dan
terjadinya kanker ovarium. Oleh karena itu, lingkungan.9Sindroma polikistik ovarium
pengobatan pada kista ovarium tidak hanya adalah suatu penyakit hormonal yang biasa
terbatas pada memperbaiki masalah jangka dikaitkan dengan gangguan menstruasi ,
pendek seperti masalah reproduksi tapi juga hirsutisme , jerawat di wajah, obesitas ,
efek jangka panjang yang mungkin terjadi. infertilitas dan aborsi yang dalam beberapa
Dari seluruh perempuan usia reproduksi kasus akan mempengaruhi kualitas hidup.
yang tersebar di seluruh dunia, kurang dari Penamaan penyakit ini didapatkan karena
20% diantaranya yang mengidap sindrom adanya lesi di ovarium yang membesar dan
polikistik.5 Untuk Indonesia, belum ada data didalamnya diisi dengan kista yang multiple.9
resmi yang menunjukkan jumlah penderita Penyebab sindrom polikistik ovarium ini
sindrom polikistik karena tidak adanya belum diketahui, namun diduga terdapat
kejelasan dalam pelaporan dan pencacatan keterkaitan dengan proses pengaturan ovulasi
kasusnya. Namun, sebagai gambaran di RS dan ketidakmampuan enzim yang berperan
Dharmais ditemukan kira-kira 30 penderita dalam sintesis estrogen di ovarium.9 Berikut ini
setiap tahunnya. Data hasil penelitian di RSU penjabaran mengenai etiologi dan
Raden Mattaher,Jambi terdapat 47 orang yang patogenesis sindrom polikistik ovarium :
menderita kista ovarium dari tahun 2009 – 1. Peningkatan faktor pertumbuhan
2010. Di RSUP H. Adam Malik,Medan terdapat menyebabkan peningkatan respon
jumlah seluruh penderita kista ovarium tahun ovarium terhadap Luteinizing Hormone
2008 – 2009 sebanyak 47 orang. Di Rumah (LH) dan Follicle Stimulating Hormone
Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan dari bulan (FSH), sehingga perkembangan folikel
Januari 2010 sampai dengan Oktober 2010 ovarium bertambah dan produksi
penderita kista ovarium pada wanita usia androgen akan meningkat.
subur berjumlah 34 orang, sementaradi Perkembangan folikel yang berlebihan ini
Rumah Sakit ST. Elisabeth,Medan, data akan menyebabkan banyaknya folikel
seluruh penderita kista ovarium yang yang bersifat kistik.10
diperoleh terdapat 116 orang penderita pada 2. Adanya hubungan antara obesitas dan
tahun 2008 – 2012 .6 peningkatan resiko polikistik ovarium
Infertilitas adalah suatu keadaan melalui peningkatan resistensi insulin
dimana tidak memiliki anak setelah 1 tahun yang menyebabkan sel teka
menjalani aktifitas seksual secara regular memproduksi androgen dan
tanpa menggunakan teknik kontrasepsi menghambat Sex Hormone Binding
apapun.7 Banyak hal yang dapat menyebabkan Globulin (SHBG) sehingga androgen bebas
infertilitas pada seorang wanita seperti karena meningkat. Keadaan ini menyebabkan
kelainan anaotmi , kelainan fisiologi ataupun androgen banyak di aromatisasi menjadi
kelainan faktor genetik . Faktor menstruasi, estrogen yang akan menghasilkan LH dan
faktor ovulasi, dan disfungsi uterin di anggap memicu pematangan folikel. 10
memiliki peran yang paling penting terhadap 3. Hiperandrogen , anovulasi dan polikistik
infertilitas . Prevalensi infertilitas dengan ovarium disebabkan oleh factor genetic
penyebab idiopatik dilaporkan sekitar 22-28% terkait kromosom X. 10
dan sebanyak 21% perempuan berumur Penegakan diagnosis sindrom polikistik
kurang dari 35 tahun dan 26% diatas 35 ovarium dapat dilakukan dengan melihat
tahun.8 tanda-tanda berikut :
1. Hiperandrogenemia: baik secara biokimia
Isi atau pemeriksaan fisik tanpa ada atau
Polikistik ovarium merupakan kumpulan adanya gangguan system endorkrin
dari tanda dan gejala yang heterogen sehingga pengecekan dapat dilakukan dengan
dapat menyababkan penurunan tingkat melihat pertumbuhan bulu pada tubuh
kesuburan.Diagnosisnya dapat ditegakkan penderita atau dapat dilakukan dengan
dengan menemukan gejala klinis. Gejala yang Ferriman Gallwel Score. Untuk
akan timbul tergantung dari derajat keakuratan hasil dapat pula di cek melalui
abnormalitas sistem metabolisme dan

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |44


Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

direct radioimmunoassay (RIA) dengan gangguan ovulasi memiliki gejala klinis


menghitung kadar testosterone bebas.2 amenorea, beberapa diantaranya
2. Anovulasi, yaitu tidak adanya ovulasi menunjukkan gejala oligomenorea.
selama 3 bulan atau lebih . Sementara Amenorea primer dapat disebabkan oleh
oligoovulasi yaitu ovulasi yang terjadi kondisi seperti sindrom polikistik,
lebih dari 35 hari.2 sindrom turner, terhambatnya pubertas,
3. Adanya polikistik ovarian dalam kelainan system endokrin dan adanya
pemeriksaan penunjang seperti tumor.12
ultrasonografi.2 2. Gangguan pada tuba. Keadaan ini
4. Gabungan dua diantara 3 gejala diatas biasanya disebabkan oleh adanya infeksi
yaitu : oleh Chlamidia ,Gonorrhea ataupun TBC.
- Oligovulasi dan adanya polikistik Selain itu, adanya endometriosis juga
ovarium sering dikaitkan menjadi penyebab
- Hiperandrogenemia dan adanya gangguan tuba yang berefek pada
polikistik ovarium.2 meningkatkan infertilitas. 11
Infertilitas merupakan kondisi dimana 3. Gangguan uterus, termasuk mioma
suatu pasangan tidak dapat memiliki anak submukosum, polip endometrium,
dalam 12 bulan hubungan seksual yang leiomyomas, dan sindrom asherman.11
regular dan tanpa menggunakan teknik Pemeriksaan yang dapat dilakukan
kontrasepsi apapun infertilitas ini disebut juga untuk menegakkan diagnosis infertilitas
infertilitas primer.Sedangkan infertilitas adalah pemeriksaan terkait fase ovulasi,
sekunder merupakan keadaan dimana pemeriksaan terkait kemungkinan adanya
seorang wanita tidak dapat memiliki anak atau infeksi , pemeriksaan kelainan uterus ,
mempertahankan kehamilannya. Untuk pemeriksaan kelainan tuba, dan pemeriksaan
mendiagnosis seorang wanita mengalami lendir senggama. Pada infertilitas terkait
infertilitas dapat diperiksa dengan dengan sindrom polikistik ovarium yang harus
menggunakan tes ovulasi dan potensi tuba.11 diperiksa adalah pemeriksaan terkait fase
Faktor resiko terjadinya infertilitas ovulasi yang dapat diperiksa dengan :
biasanya terkait dengan gaya hidup,yaitu 1. Anamnesis: menanyakan frekuensi
konsumsi alcohol, merokok, IMT <19 ataupun keteraturan menstruasi.
>29 ,olahraga yang berat seperti aerobik 2. Tes kadar progesteron: apabila
selama 3-5 jam perminggu, dan pekerjaan perempuan tersebut memiliki
yang terpapar zat kimia ataupun radiasi sinar- keteraturan haid namun infertilitas dalam
X.8 Sedangkan faktor penyebab infertilitas 1 tahun dan perempuan dengan
pada perempuan seperti gangguan ovulasi oligomenorhea.
yang disebabkan oleh banyak hal. WHO 3. Pengukuran kadar FSH dan LH: dilakukan
mengklasifikasikan gangguan ovulasi menjadi pada perempuan dengan siklus haid tidak
4 yaitu kegagalan pada hipotalamus dan teratur.
hipofisis , gangguan fungsi ovarium, kegagalan 4. Pengukuran kadar prolactin: dilakukan
ovarium yang ditandai dengan peningkatan apabila terdapat kecurigaan adanya
kadar gonadotropin namun kadar estradiol kelainan ovulasi terkait tumor.
yang rendah dan hiperprolaktinemia. Selain 5. Pemeriksaan cadangan ovarium
itu, infertilitas pada wanita dapat pula Untuk pemeriksaan cadangan ovarium,
disebabkan oleh adanya infeksi dan parameter yang dapat digunakan adalah
endometriosis.12 AMH (antimullerian hormone)dan folikel
Penyebab infertilitas secara umum antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan
dibagi menjadi 3 yaitu : FAB yang dapat digunakan:
1. Gangguan ovulasi seperti SOPK, gangguan a. Hiper-responder (FAB > 20 folikel /
pada siklus haid, insufiensi ovarium AMH > 4.6 ng/ml
primer Infertilitas yang disebabkan oleh b. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel /
gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan AMH 1.2 -4.6 ng/ml)
berdasarkan siklus haid, yaitu amenore c. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel /
primer atau sekunder. Namun, tidak AMH < 1.2 ng/ml)13
semua pasien infertilitas dengan

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |45


Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

Keadaan infertilitas ini terjadi akibat citratedengan dosis sebanyak 50 mg yang


absennya ovulasi dan disfungsi endometrium, dikonsumsi 1 kali sehari selama lima hari
penelitian oleh Lopes et al memperlihatkan dapat dimulai pada kapan saja namun jika
dosis konvensional progesteron mungkin pada wanita yang sedang menstruasi di
belum cukup untuk memperbaiki PCOS terkait mulai pada hari ke 5 menstruasi. Bila
endometrial disfungsi. Apabila pengaturan dengan dosis awal pasien tidak mengalami
ovulasi dapat membantu menghasilkan ovulasi dilanjutkan dengan dosis 100 mg
konsepsi, kejadian aborsi spontan , kelahiran selama 5 hari setelah 30 hari dari dosis
preterm , dan pre-eklamsia tetap dapat awal. Dapat juga menggunakan
mudah terjadi.5 Hal ini diperkuat pula oleh AromataseInhibitor Letrozole yang
penelitian Palomba et al pada wanita hamil 12 merupakan kelas terbaru yang dapat
minggu dengan PCOS ditemukan kualitas menginduksi ovulasi.15
plasenta yang lebih rendah dari berat b) Mengatasi infertilitas
plasenta, volume , ketebalan dan densitas Kombinasi antara mengatasi masalah
dibandingkan dengan wanita hamil 12 minggu ovulasi yang tidak teratur ,
tanpa PCOS. 14 hiperandrogenemia, dan pola hidup sehat
Penatalaksanaan infertilitas yang untuk menurunkan berat badan menjadi
dikaitkan hubungannya dengan sindrom cara yang dianggap paling baik untuk
polikistik ovarium adalah : mengatasi masalah kesuburan ini.14
a. Mengontrol haid yang tidak teratur.
Mengendalikan siklus haid dapat Ringkasan
dilakukan dengan pemberian kontrasepsi Sindrom polikistik ovarium merupakan
oral yang selama beberapa dekade suatu kumpulan gejala yang dialami oleh
dianggap paling manjur dan paling aman. perempuan usia produktif dan dapat
Kontrasepsi oral tidak boleh diberikan menyebabkan gangguan kesuburan pada fase
pada wanita dengan trombosis vena atau akut dan dapat menyebabkan gangguan
wanita perokok berusia lebih dari 35 metabolisme pada fase kronik. Prevalensi dari
tahun. Kontrasepsi oral yang dapat sindrom polikistik ovarium ini sekitar 4-18%
menjadi pilihan adalah perempuan usia reproduksi yang mengidap
medroxyprogesterone yang diminum 7-10 polikistik ovarium di seluruh dunia. Prevalensi
hari setiap 3 bulan sekali. Dalam 1 kali yang cukup tinggi ini menyebabkan
fase minum obat dapat mengahasilkan 4 perempuan perlu mengetahui gejala dari
siklus haid normal, dan haid akan dimulai penyakit ini diantaranyahiperandrogenemia ,
dari seminggu setelah dimulainya terapi. adanya gambaran polikistik ovarium pada
Selain itu, mengontrol kadar insulin dapat pemeriksaan sonografi, dan adanya
memperbaiki siklus menstruasi. oligoovulasi atau anovulasi pada penderita.
Didapatkan bukti penelitian bahwa Infertilitas merupakan keadaan dimana
dengan menurunkan berat badan dapat wanita dari suatu pasangan tidak kunjung
meningkatkan fase siklus haid yang hamil atau memiliki anak dalam jangka waktu
normal.14 1 tahuntelah berhubungan seksual yang
b. Mengatasi Hirsutisme. regular tanpa menggunakankontrasepsi
a) Medikamentosa apapun. Faktor resiko terjadinya infertilitas
Meningkatkan sex hormone binding diantaranya adalah kelainan pada tuba,
globulin (SHBG) dan menurunkan kadar kelainan pada uterus ataupun kelainan pada
insulin contohnya metformin sebanyak kadar hormone yang dapat juga dapat
500 mg yang dikonsumsi 2 kali dalam menyebabkan gangguan ovulasi.
sehari dan dinaikkan dosisnya menjadi 3 Hubungan antara sindrom polikistik
kali sehari apabila tidak terjadi ovulasi ovarium dengan infertilitas dapat dikaitkan
dalam 6 minggu. Selain itu, dapat juga dengan adanya gangguan ovulasi pada
dengan memblokade kerja dari hormone seorang individu dengan sindrom polikistik
testosterone menggunakan sprinolactone ovarium sehingga memperkecil kemungkinan
yang dapat dikombinasikan juga dengan pertemuan antara sperma dengan ovum.Oleh
kontrasepsi oral dapat meningkatkan karena itu, penatalaksanaan infertilitas
respon sebesar 75%.14Clomiphene disesuaikan dengan etiologinya seperti pada

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |46


Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

bahasan ini adalah sindrom polikistik ovarium http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2


dengan memperbaiki siklus ovulasi. 6212182
6. Dumaris S, Hiswani, Jemadi. Karakteristik
Simpulan Penderita Kista Ovarium yang di Rawat
Sindrom polikistik ovarium merupakan Inap di RS St Elizabeth Medan tahun
kumpulan gejala yang ditandai oleh 2008-2012. Medan: Departemen
peningkatan hormon androgen di dalam Epidemiologi Jurusan Kesehatan
darah, oligoovulasi atau anovulasi, dan adanya Masyarakat Fakultas Kedokteran
gambaran polikistik ovarium pada Universitas Sumatera Utara; 2012.
pemeriksaan sonografi.Sindrom ini dapat 7. Gurunath S, Pandian Z, Richard AR,
menyebabkan gangguan infertilitas dimana Bhatthacharya S. Defining infertility a
suatu pasangan tidak dapat memiliki anak systemic review of prevalence studies.
dalam waktu 12 bulan aktifitas seksual regular Hum Reprod Update [internet]. 2011
tanpa menggunakan metode kontrasepsi [diakses tanggal 26 Oktober 2015];
apapun. 17(5):575-88. Tersedia
dari:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Daftar Pustaka d/21493634
1. Ali B. Sindrom ovarian polikistik dan 8. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
penggunaan GnRH. Indonesia. Jakarta: Himpunan
DivisiImunoendokrinologi,Departemen Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Ginekologi dan Obstetric, Fakultas Indonesia; 2013.
Kedokteran Universitas Indonesia 9. Irani M, Merhi Z. Role of vitamin D in
[internet]. 2012 [diakses tanggal 27 ovarian physiology and its implication in
Oktober 2015]; 39(8). Tersedia dari: reproduction: a systematic review. Fertil
http://www.kalbemed.com/Portals/6/06 Steril[internet].2014[diakses tanggal 26
_196Sindrom%20Ovarium%20Polikistik% Oktober 2015];102(2):460-8. Tersedia
20dan%20Penggunaan%20Analog%20Gn dari:
RH.pdf http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
2. Fahimeh, RT. Polycystic ovary syndrome 4933120
:an apparently simple yet challenging 10. Kasim-Karakas SE., Cunningham,WM.,
diagnosis. Int J Endocrinol Metab Tsodikov, A.Relation of nutrients and
[internet]. 2015[diakses tanggal 26 hormones in polycystic ovary syndrome.
Oktober 2015]; 13(3):e28557.Tersedia Am J Clin Nutr[internet]. 2007[diakses
dari: tanggal 26 Oktober 2015 ]; 85(3):688-94.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 Tersedia dari :
6401145 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
3. Moran L, Norman RJ. Understanding and 7344488
managing disturbances insulin 11. ASRM. Definitions of infertility recurrent
metabolism and body weight in women pregnancy loss : a committee opinion.
withpolycystic ovary syndrome. Best Fertil Steril [internet]. 2013[diakses
Practice and Research Clinical Obstetrics tanggal 26 Oktober 2015 ]; 99(1):63.
and Gynecology. 2004; 5(8):719-36. Tersedia dari:
4. Carmina E, Azziz R. Diagnosis, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
phenotype,and prevalence of polycystic 3095139
ovary syndrome.Fertil Steril. 12. Balen AH, Jacobs HS. Infertility in practice
2006;86(Suppl1):S7-8. 2nd edition [internet]. London: Churchill
5. Ivo B, Giuseppe B. Menstrual Livingstone; 2003[diakses tanggal 26
preconditioning for the prevention of Oktober 2015 ]. Tersedia dari:
major obstetrical syndromes in polycistic http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article
ovary syndrome. American Journal of s/PMC1995495/
Obstetric and Gynecology [internet]. 13. Wiweko B, Prawesti D, Hestiantoro A,
2015[diakses tanggal 26 Oktober 2015 ]; Sumapraja K, Natadisastra M, Baziad A.
213(4):488-93. Tersedia dari: Chronological age vs biological age: an
age-related normogram for antral follicle

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |47


Indrani Nur dan Fitria Saftarina | Sindrom Polikistik Ovarium terhadap Peningkatan Faktor Resiko Infertilitas

count, FSH and anti-Mullerian hormone s/PMC/1069067/


[internet]. 2010 [diakses tanggal 26 15. Franik S, Kremer JAM, Nelen WLDM,
Oktober 2015 ]. Tersedia dari: Farkuhar C. Aromatase inhibitor for
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article subfertile women with polycystic ovary
s/PMC3843177/ syndrome. Cochrane Database Syst
14. Michael TS. Polycystic ovarian syndrome : Rev[internet]. 2014[diakses tanggal 26
diagnosis and management Oktober 2015 ]; 24:2. Tersedia dari :
[internet].Marshfield Clinic; 2004[diakses http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.10
tanggal 27Oktober 2015]. Tersedia dari : 02/14651858.CD010287.pub2/pdf
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article

Majority | Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 |48


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang dapat Dicegah


melalui Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas
Veny Anisya1, Ratna Dewi Puspitasari2,Rizki Hanriko3, Risti Graharti4
1
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
3
Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
4
Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Polycystic ovarium syndrome (PCOS) merupakan kumpulan gejala akibat adanya gangguan pada sistem endokrin yang
umumnya terjadi pada wanita usia reproduksi. Hal ini bisanya terjadi pada wanita dengan obesitas yang ditandai oleh
ketidak teraturan siklus menstruasi, anovulasi kronis, hiperandrogenisme bahkan adanya infertilitas. Menurut sumber data
dikatakan sebanyak 38-88% wanita dengan Polycystic ovary syndrome (PCOS) diperkirakan memiliki kelebihan berat badan.
Obesitas dapat membuat kadar androgen mengalami peningkatan sehingga akan memperparah keadaan polycystic
ovarium syndrome (PCOS). Dimana sekresi androgen pada ovarium wanita dengan Polycystic ovarium syndrome (PCOS)
berlebih dibandingkan dengan wanita normal. Menurut beberapa studi penelitian polysyclic ovarium syndrome dapat
dicegah dengan cara memodifikasi gaya hidup salah satunya yaitu melakukan pengurangan berat badan dan lemak perut
dengan cara mengurangi asupan kalori. Hal ini terbukti dapat menurunkan kadar androgen, mengurangi resistensi insulin
sehingga diharapkan dapat mengembalikan frekuensi dan amplitude LH dalam jumlah normal sehingga siklus menstruasi
dapat berjalan secara normal sehingga diharapkan dapat mengurangi risiko infertilitas pada polycystic ovarium syndrome
(PCOS).

Kata kunci: Infertilitas, obesitas, polycystic ovary syndrome (PCOS),

Policystic Ovary Syndrome: Risk of Infertility that Can be Prevented Through


Weight Loss in Obese Women
Abstract
Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) is a syndrome that caused by endocrin system dysfunction, usually occurs on
reproductive age of a woman. This syndrome usually occurs in obesity woman that marked by menstrual cycle variation,
chronic anovulation, hiperandrogenism, and also infertilization. Based on data sources mentioned that 38-88% woman with
Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) were overweight. Obesity will increase androgen levels that worst the PCOS. This
androgen secretion in woman with PCOS are higher than normal. Based on few of studies, this PCOS can be prevented by
life style modification such as weightloss and fat loss by reduce calories consumption. This was proved can reduce the
androgen level, reduce insulin resistantion, hopefully can returned the LH frequency and amplitudo to the normal level so
the menstruation cycle will be back to normal and next this can reduce the infertilazation risk in woman with polycystic
ovarium syndrome (PCOS).

Keywords: Infertility, obesity, policyctic ovary syndrome (PCOS)

Korespondensi: Veny Anisya, Alamat jl Pelita I gang Pondok Yassa RT 002 Lingkungan II No 28B, Kelurahan Labuhan Ratu,
Kecamatan Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung kode pos 35142, HP 082280584571, e-mail: 7venyanisya@gmail.com

Pendahuluan PCOS merupakan kumpulan dari tanda


Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah dan gejala yang heterogen yang menyebabkan
kondisi anovulasi kronik hiperandrogenik yang penurunan tingkat fertilitas. Diagnosisnya
kemungkinan besar merupakan gangguan ditegakkan dengan menemukan gejala klinis
heterogen.1 Sekitar 10% wanita di kelompok yang timbul tergantung dari derajat
usia reproduksi menderita gangguan ini. abnormalitas sistem metabolisme dan
Banyak remaja perempuan dan dewasa muda gonadotropin yang dihubungkan dengan
yang mencari pengobatan karena mengidap interaksi antara genetik dan lingkungan.3
gangguan ini. Etiologinya belum terdefinisi Pemeriksaan diagnostik harus dimulai dengan
jelas, dan terapi sebagian besar masih bersifat riwayat penyakit terdahulu dan pemeriksaan
simptomatis dan empiris.2 fisik. Dokter juga mengacu pada riwayat

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 257


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

menstruasi pasien serta berat badan pasien mengandung ovum. Folikel yang matang
yang berdampak pada gejala PCOS, dan memproduksi hormon androgen seperti
berdampak pada konsisi kulit (misalnya, testosteron dan androstenedion yang akan
rambut, jerawat dan alopecia).4 dilepaskan ke sirkulasi darah. Beberapa dari
Sekitar 38-88% wanita dengan PCOS hormon androgen tersebut akan berikatan
diperkirakan memiliki kelebihan berat badan dengan sex hormone binding globulin (SHBG) di
atau obesitas 5, dengan riwayat kenaikan berat dalam darah.
badan sebelum adanya onset oligomen- orrhea Androgen yang berikatan ini tidak aktif
dan hiperandrogenisme, menunjukkan peran dan tidak memberikan efek pada tubuh.
patogenik obesitas dalam perkembangan Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan
sindrom.6 Didapatkan hasil pada sebuah berubah menjadi hormon estrogen di jaringan
penelitian yang dilakukan terhadap wanita lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan
dengan berat badan berlebih di Spanyol untuk kadar estrogen meningkat, yang
menilai keberadaan PCOS dan karakteristiknya mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun.
berupa 28,3% dari 113 wanita yang Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat
berpartisipasi dalam penelitian (CI 20-36,9%) akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang
memiliki diagnosis PCOS. Para wanita dengan merangsang ovum lepas dari folikel sehingga
PCOS biasannya memiliki tujuan pengobatan terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi
untuk mengobati ketidaksuburan, mengatur luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam
siklus menstruasi, mengendalikan kondisi kadar progesteron yang diikuti penurunan
hiper-androgenik, termasuk hirsutisme dan kadar estrogen, LH dan FSH.
jerawat. Komplikasi metabolik juga harus Progesteron akan mencapai puncak pada
ditangani pada setiap pasien melalui evaluasi hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan
tekanan darah, kondisi lipid, dan tes toleransi turun sampai terjadi menstruasi berikutnya.8
glukosa oral dua jam. Pasien yang kelebihan Pada polycystic ovary syndrome siklus tersebut
berat badan harus dievaluasi untuk tanda dan terganggu. Karena adanya peningkatan
gejala apnea tidur obstruktif.7 Diet kalori aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang
dianjurkan untuk semua pasien dengan PCOS diperlukan untuk pembentukan androgen
dengan kelebihan berat badan. Penurunan ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH
berat badan telah terbukti memiliki efek positif yang tinggi akibat sekresi gonadotropine
pada kesuburan dan pro metabolik.7 releasing hormone (GnRH) yang meningkat. Hal
ini sehingga menyebabkan sekresi androgen
Isi dari ovarium bertambah karena ovarium pada
Polycystic ovary syndrome adalah suatu penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap
anovulasi kronik yang menyebabkan infertilitas stimulasi gonadotropin.
dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi Peningkatan produksi androgen
gangguan hubungan feedback antara pusat menyebabkan terganggunya perkembangan
(hipotalamus- hipofisis) dan ovarium sehingga folikel sehingga tidak dapat memproduksi
kadar estrogen selalu tinggi yang folikel yang matang. Hal ini mengakibatkan
mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh
kadar FSH yang cukup adekuat.8 ovarium dan tidak adanya lonjakan LH yang
Fisiologi ovulasi harus dimengerti lebih memicu terjadinya ovulasi. Selain itu adanya
dahulu untuk dapat mengetahui mengapa resistensi insulin menyebabkan keadaan
sindrom ovarium polikistik ini dapat hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan
menyebabkan infertilitas. Secara normal, kadar hiperandrogen, karena insulin merangsang
estrogen mencapai titik terendah pada saat sekresi andro/gen dan menghambat sekresi
seorang wanita dalam keadaan menstruasi. SHBG hati sehingga androgen bebas berikatan.
Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis
mulai meningkat dan merangsang akantosis nigrikans dan obesitas tipe android.
pembentukan folikel ovarium yang Penegakan diagnosis sindrom polikistik

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 258


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

ovarium dapat dilakukan dengan melihat peningkatan FSH


tanda-tanda berikut: c. S. Dehydroepiandrosterone sulfate.
1. Hiperandrogenemia: baik secara  Bukan sesuatu yang harus
biokimia atau pemeriksaan fisik tanpa dipertimbangkan jika
ada atau adanya gangguan system S.Testosteron normal
endorkrin. Pengecekan dapat dilakukan  Harus dipertimbangkan jika >
dengan melihat pertumbuhan bulu pada 430μg / dL signifikan. Ini
tubuh penderita atau dapat dilakukan merupakan indikasi sumber
dengan Ferriman Gallwel Score. androgen adrenal.
2. Anovulasi, yaitu tidak adanya ovulasi  Level> 700 µg / mL yang
selama 3 bulan atau lebih. Sementara mengandung androgen yang
oligoovulasi yaitu ovulasi yang terjadi menghasilkan tumor adrenal.
lebih dari 35 hari. d. Kortisol urin 24 jam
3. Adanya polikistik ovarian dalam  Cortisil <50 μg / 24 jam
pemeriksaan penunjang  Pengecualian pada sindrom
seperti
ultrasonografi. Cushing jika pasien menderita
4. Gabungan dua diantara 3 gejala diatas hipertensi.
yaitu oligovulasi, adanya polikistik e. Mengesampingkan penyebab lain
ovarium, hiperandrogenemia dan hiperandrogenisme.
adanya polikistik ovarium.(8)  Estimasi TSH untuk menyingkirkan
Atau secara spesifik, PCOS dapat disfungsi tiroid
ditentukan melalui:  Estimasi prolaktin serum untuk
1. Pemeriksaan fisik rutin: menyingkirkan hiperprolaktinemia
a. BMI (Body Mass Index)  Estimasi 17  hidroksi
 25-30 dipertimbangkan kelebihan progesteron. Tingkat normal acak
berat badan <4 ng / ml. Puasa <2 ng / ml.
 30 obesitas.  Mempertimbangkanscreening
b. Rasio pinggang-Hip untuk untuk Syncrome's
menentukan distribusi lemak tubuh  Kondisi langka seperti akromegali.
nilai> 0,72 tidak normal.  Evaluasi untuk sindrom metabolik
c. Adanya stigmata X.
 Hiperandrogenisme f. Ultrasonografi panggul: PCOS dapat
 Resistensi insulin ditegakan dengan beberala observasi
 Jerawat seperti:
 Hirsutisme  Pembesaran bilateral pada
 Alopesia androgenik. ovarium> 8.0cm.
d. Perekaman tekanan dara  Tunika albugenea menebal
2. Pemeriksaan Laboratorium  Beberapa kista kecil ( 12 foliclles)
a. Didapatkan kondisi hiperginemia 0,2-0,9 cm di setiap ovarium
biokimia, meningkatnya total  Tidak adanya folikel dominan
testosteron (> 200ng / dL) /  Stroma menebal (hyperthecosis)
menurunnya testosteron bebas>  Resting atau endometrium
2.2pg / mL. folikuler. 2
b. Estimasi S. Estradiol dan FSH.
 Tidak termasuk kondisi Modifikasi gaya hidup merupakan
hypogonadotropic hypogonadism komponen penting dari terapi untuk obesitas,
(Penurunan E2, penurunan FSH). resistensi insulin, dan gangguan terkait seperti
 Tidak termasuk kegagalan ovarium PCOS. Penurunan berat badan telah terbukti
prematur (Penurunan E2, dan mengurangi kadar androgen dan diketahui

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 259


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

memiliki efek positif pada kesuburan pada leprauchaunism.13


pasien obesitas dengan PCOS. Terapi Beberapa faktor pertumbuhan dan
farmakologis lini pertama untuk PCOS pada faktor inflamasi lainnya meningkat pada
remaja adalah penekanan hormon androgen obesitas dan selanjutnya dapat merangsang
ovarium dengan terapi estrogen / progestin produksi androgen ovarium berlebihan atau
kombinasi harian dalam bentuk pil atau menghambat aromatisasi androgen ke
tambalan kontrasepsi. Terapi ini meningkatkan estrogen. Efek Hipotalamus-Hipofisis Obesitas
SHBG dan mengurangi tingkat androgen bebas dikaitkan dengan beberapa faktor yang dapat
yang tersedia untuk menghasilkan mempengaruhi fungsi hipofisis hipotalamus.
hiperandrogenisme klinis, yang Resistensi insulin atau hiperinsulinemia
dimanifestasikan sebagai hirsutisme dan telah dikaitkan dengan efek hipotalamus
jerawat. Pada pasien yang bukan kandidat langsung yang dapat mendukung sekresi
untuk kombinasi kontrasepsi hormonal, gonadotropin yang terganggu. Kondisi dari
penarikan progesteron dianjurkan setiap 1 adipokin seperti adanya leptin adalah kunci
sampai 3 bulan.9,10 untuk mengontrol fungsi ovulasi. Hal tersebut
Terapi anti-androgen telah digunakan diilustrasikan dengan baik oleh contoh
sebagai terapi primer dan sekunder dalam anoreksia nervosa atau amenore hipotalamus
pengobatan PCOS. Anti-androgen termasuk di mana sekresi gonadotropin ditekan dengan
spironolactone dan cyproterone acetate, yang hilangnya fungsi ovulasi yang sesuai.
dapat menghambat steroidogenesis. Ketika Kenyataan bahwa penggantian leptin
sprionolactone digunakan tanpa terapi hormon saja dapat menyebabkan kembalinya sekresi
tambahan, hal tersebut dapat menyebabkan gonadotropin, perkembangan folikel, dan
perdarahan menstruasi yang tidak teratur. Ada dalam beberapa kasus ovulasi pada wanita
juga finasteride sebagai inhibitor 5-α dengan amenore hipotalamus mendukung
reduktase, mengurangi konversi testosteron peran langsung untuk marker lemak dan
menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron metabolisme energi pada fungsi reproduksi.14
yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Ada beberapa penelitian tentang efek perilaku
Administration). makan dan hormon-hormon yang dilepaskan
Data menunjukkan obat ini mungkin selama pencernaan pada fungsi reproduksi.
terbukti bermanfaat untuk pengobatan Dengan hal tersebut maka ada memungkinkan
hiperandrogenisme dan hirsutisme berikutnya, jika hormon-hormon dan regulator nafsu
tetapi saat ini tidak disetujui untuk digunakan makan lain juga dapat mempengaruhi sekresi
dalam pengobatan PCOS. gonadotropin.15
Obesitas memiliki efek yang signifikan
pada manifestasi klinis PCOS seperti gangguan Efek Obesitas Lainnya pada Fungsi HPO.
menstruasi / ovulasi cenderung lebih ditandai Obesitas dapat mempengaruhi
pada obesitas; Kadar androgen lebih tinggi metabolisme perifer steroid seks atau
berkontribusi pada hirsutisme dan acanthosis regulator steroid seks. Tindakan androgen
nigricans.11 Kesuburan menurun dan tingkat tidak hanya terkait dengan kadar androgen
aborsi spontan meningkat.12 yang bersirkulasi dan reseptor lokal, tetapi juga
berkaitan dengan metabolisme perifer dari
Efek Pada Ovarium androgen dan protein pengikat seperti globulin
Obesitas dikaitkan dengan resistensi pengikat hormon seks (SHBG) yang membatasi
insulin dan hiperinsulinemia. Telah diketahui bioavailabilitas androgen perifer. Sebagai
bahwa insulin bertanggung jawab terhadap co- contoh, androgen dianggap mengalami
gonadotropin untuk merangsang produksi aromatisasi perifer di beberapa situs yang
androgen ovarium. Pada beberapa negara dapat memiliki efek lokal yang terkait dengan
hiperinsulinemia yang sangat resisten terhadap PCOS serta tindakan sistemik jika metabolit ini
insulin pada wanita telah dikaitkan dengan disekresikan. Salah satu contohnya adalah
hiperandrogenemia yang ditandai dengan konversi androgen lemah menjadi 5α yang

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 260


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

akhirnya menurunkan nilai androgen kuat meningkatnya BMI. Sesuai dengan peran
dalam unit pilosebase.16 patofisiologi pada obesitas, penurunan berat
Ada juga contoh di mana metabolisme badan dapat mengembalikan siklus menstruasi
perifer dapat memiliki efek endokrin yang jauh. yang teratur pada wanita dengan PCOS.
Jaringan adiposa mengandung aromatase, yang Pada kondisi obesitas dilaporkan adanya
dapat meningkatkan kadar estrogen bioaktif peningkatan produksi androgen terutama pada
dari androgen, yang kemudian dilepaskan ke wanita dengan obesitas bagian atas tubuh.
sirkulasi. Hal ini dapat menyebabkan pubertas Tingkat androgen bebas juga meningkat, dan
yang dipercepat pada anak perempuan.17 beredar dengan bioavailable tetap dalam
Kondisi tersebut dianggap berkontribusi pada kisaran normal. Sebaliknya, pada PCOS,
keadaan estrogen yang dapat mendukung tersedia tingkat androgen biologis yang tinggi.
perkembangan hiperplasia endometrium dan Keabnormalan ini semakin diperburuk oleh
jumlah lemak dapat mempengaruhi fenotip obesitas, terutama obesitas sentral, karena
metabolik dan reproduksi wanita dengan globulin pengikat hormon seks, atau SHBG,
PCOS. Wanita dengan peningkatan adipositas tingkat berkurang pada keadaan ini karena
sentral dan peningkatan lemak visceral hiperinsulinemia. Selanjutnya, PCOS ditandai
umumnya menunjukkan tingkat disfungsi dengan kelainan pada GnRH, dimana hal
metabolik, peradangan, dan tersebut dapat menimbulkan peningkatan
hiperandrogenisme yang lebih tinggi. preferensi dalam pelepasan LH lebih dari
Akhirnya, keadaan yang relatif follicle stimulating hormone (FSH).
androgenik dan keadaan yang relatif resisten Pembatasan kalori dapat menyebabkan
insulin dikaitkan dengan penekanan sekresi penurunan kadar androgen, dan hal ini dirasa
SHBG hepatik Hal ini menyebabkan cukup pada beberapa pasien untuk
peningkatan bioavailabilitas androgen di mengembalikan frekuensi dan amplitudo LH
perifer. Peningkatan estrogen, baik melalui dalam jumlah normal dengan pemulihan siklus
pemberian zat estrogenik seperti klomifen atau dari menstruasi secara normal. Namun, sekresi
pil kontrasepsi oral atau melalui kehamilan LH tetap abnormal pada beberapa pasien yang
telah dikaitkan dengan peningkatan SHBG yang menunjukkan bahwa mereka mungkin memiliki
nyata pada wanita dengan PCOS.18 Demikian kelainan intrinsik fungsi aksis hipofisis –
pula, penurunan insulin , seperti yang dicapai ovarium.22
melalui agen insulin-sensitizing telah dikaitkan Leptin adalah hormon yang diproduksi
dengan peningkatan SHBG yang sama, secara eksklusif oleh adiposit dan bertanggung
sehingga dapat terjadi kehamilan pada wanita jawab (dalam keadaan fisiologis) untuk
yang dulunya tercatat PCOS. penurunan nafsu makan, dan kebutuhan
Obesitas jelas merupakan penentu asupan energi ketika seseorang merasa
utama dari banyak konsekuensi jangka panjang kenyang. Hal ini juga terlibat dalam pengaturan
pada PCOS termasuk intoleransi glukosa dan fungsi reproduksi dimana penurunan produksi
risiko penyakit kardiovaskular. Baik obesitas leptin dengan penurunan berat badan dapat
dan resistensi insulin adalah pengaruh utama membantu menormalkan fungsi reproduksi.
pada pasien dengan PCOS.19,20 Peningkatan Ghrelin adalah peptida asil 28-asam
risiko karsinoma endometrium pada pasien amino yang disekresikan oleh lambung sebagai
dengan PCOS mungkin juga lebih ditandai pada respons terhadap rasa lapar yang segera.
pasien yang mengalami obesitas dan resistensi Dimana ghrelin adalah ligan endogen untuk
insulin.21 Yang mengalami obesitas lebih reseptor hormon pertumbuhan. Sekresi
cenderung mengalami ketidakteraturan sebelum makan dapat mengurangi
menstruasi dan infertilitas dimana dibanding pengeluaran energi dan merangsang motilitas
dengan wanita dengan berat badan normal. lambung serta sekresi asam. Peningkatan kadar
Pada wanita usia reproduktif, risiko relatif ghrelin pada pasien dengan PCOS dapat
infertilitas anovulasi meningkat pada BMI 24 kg menjadi bagian dari keseimbangan energi
/ m2 dan terus meningkat dengan dalam keadaan abnormal, dan kelainan ini

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 261


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

kembali pulih ke arah normal dengan terjadi tanpa perubahan berat badan secara
pembatasan kalori dan penurunan berat keseluruhan. Secara khusus, komposisi tubuh
badan.23 pasien yang berolahraga secara teratur dapat
Asupan harian yang direkomendasikan berubah dengan peningkatan massa tubuh
untuk wanita dirangkum dalam Tabel I. tanpa lemak dan penurunan massa lemak,
tetapi tidak ada perubahan berat badan secara
Tabel I. Rekomendasi asupan kalori untuk keseluruhan.
wanita dewasa dengan PCOS Peningkatan massa tubuh tanpa lemak
Usia Level Aktivitas (otot) meningkatkan pengeluaran energi dan
(Tahun) Kurang Sedang Aktif dapat membantu meningkatkan parameter
Aktif hormonal serta metabolik pada wanita dengan
19-30 2.000 2.000- 2.400
PCOS. Untuk itu perlu adanya substitusi makan
2.200
jangka pendek untuk mencapai defisit kalori
31-50 1.800 2.000 2.200
>51 1.600 1.800 2000- sebagai pilihan untuk wanita dengan PCOS.23
2.200 Karena PCOS pada dasarnya adalah penyakit
yang juga disebabakan karena kelebihan gizi
Nilai di atas didapat berdasarkan BMI maka manajemen utamanya dalam banyak
21,5 kg / m2, wanita dengan BMI yang lebih kasus adalah berpusat pada pembatasan
tinggi memiliki kebutuhan kalori yang lebih asupan kalori.
besar. Wanita dengan keadaan kurang aktif Setiap terapi yang diberikan pada wanita
adalah mereka yang mengerjakan pekerjaan PCOS dengan berat badan berlebih akan selalu
setara dengan hanya melakukan pekerjaan berdampingan dengan anjuran penurunan
sehari- hari. Wanita dengan aktivitas sedang berat badan. Berdasarkan informasi yang
setara dengan mereka yang berjalan 1,5–3,0 dipublikasikan dirangkum dalam ulasan ini,
mil per hari pada 3–4 mil per jam. Wanita yang rekomendasi tertentu dapat dibuat tentang
disebut aktif adalah mereka yang setara diet dan olahraga pada pasien dengan PCOS.
dengan berjalan lebih dari 3,0 mil per hari. Hal-hal yang dapat direkomendasikan pada
Defisit energi dapat dicapai baik dengan wanita PCOS dengan obesitas dirangkum
membatasi asupan nutrisi atau dengan dalam poin sebagai berikut:
meningkatkan pengeluaran kalori. Pendekatan 1. Kebutuhan energi harian 2.000 - 2.400
terbaik adalah kombinasi keduanya. Defisit kcal untuk pasien dengan PCOS.
kalori harian minimal 200 kkal / hari akan 2. Berolahragalah secara teratur: Olahraga
mencegah kenaikan berat badan dan selama 30 menit setiap hari akan
meningkatkan penurunan berat badan dalam membantu mempertahankan berat
jangka panjang. Defisit 500 kkal / hari badan. Olahraga yang lebih lama atau
diperlukan untuk rata-rata orang kehilangan kuat mungkin diperlukan untuk
0,5 kg / minggu, sementara defisit 1.000 kkal menghasilkan penurunan berat badan.
diperlukan untuk kehilangan 1 kg berat badan / 3. Makan tidak lebih dari 30% kalori harian
minggu. sebagai lemak, membatasi lemak jenuh
Defisit ini sering sulit dicapai dalam hingga <10% total kalori.
praktik, yang menjelaskan mengapa banyak 4. Karbohidrat harus dihitung untuk 45 -
pasien mengalami kesulitan untuk mencapai 55% dari diet permulaan. Sebisa
penurunan berat badan yang memuaskan. mungkin mengurangi asupan
Pada penelitian yang telah dilakukan juga karbohidrat. Berkonsentrasilah pada
pernah tercatat bahwa wanita dengan PCOS makanan dengan indeks glikemik rendah
merasa lebih sulit untuk menurunkan berat yang kaya serat dan makanan gandum.
badan daripada wanita pada umumnya. 5. Mengkonsumsi protein tinggi dapat
Penting untuk mengetahui bahwa peningkatan meningkatkan rasa kenyang dan
obesitas perut dan sensitivitas insulin dapat sensitivitas insulin. Mulailah dengan 20%
protein sebagai energi harian yang juga

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 262


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

dapat digunakan sebagai pengganti kondisi obesitas. Untuk mencapai penurunan


karbohidrat untuk mengendalikan berat badan harus dilakukan pembatasan
asupan makan. asupan kalori dalam seharinya yang
6. Hindari terlalu banyak daging merah. disesuaikan dengan jenis aktivitas yang dimiliki
Mengkonsumsi ikan setidaknya sekali oleh masing-masing individu.
seminggu untuk memasok asam lemak
esensial rantai panjang (omega-3, asam Ringkasan
lemak tak jenuh ganda). PCOS merupakan kumpulan dari tanda
7. Makan setidaknya lima porsi buah atau dan gejala yang heterogen yang menyababkan
sayuran per hari. Hal ini meningkatkan penurunan tingkat fertilitas. Diagnosisnya
rasa kenyang, memasok serat dan ditegakkan dengan menemukan gejala klinis
mempertahankan kandungan yang timbul tergantung dari derajat
mikronutrien dari diet. abnormalitas sistem metabolisme dan
8. Makan teratur dan mengkonsumsi gonadotropin yang dihubungkan dengan
asupan makanan sebanyak tiga interaksi antara genetik dan lingkungan.
(maksimum empat) makanan per hari. Pembatasan kalori dapat menyebabkan
Dan harus diingat bahwa sarapan adalah penurunan kadar androgen, dan memulihkan
makanan yang penting. siklus dari menstruasi secara normal. Hal-hal
9. Hindari cemilan padat kalori karena yang dapat direkomendasikan adalah seperti
mereka akan memperberat pembatasan kalori, olahraga teratur,
hiperinsulinemia dan mendorong rasa menghitung asupan karbohidrat, konsumsi
lapar. Pastikan bahwa minuman dihitung protein tinggi, menghindari daging merah,
setiap hari perkiraan asupan kalori - jus makan buah dan sayur serta menghindari
buah dan hindari minuman beralkohol cemilan padat kalori.
karena kaya kalori dan karbohidrat.
10. Bahkan penurunan berat badan Daftar Pustaka
sederhana memiliki manfaat kesehatan. 1. Alvarez-Blasco F, Botella-Carretero JI, San
Untuk menurunkan berat badan Milla JL, Escobar-Morreale HF. Prevalence
tersebut, dibutuhkan pembatasan energi and char-acteristics of the polycystic ovary
yang bertujuan pada defisit 200 kkal syndrome in overweight and obese
sederhana (menurun asupan atau women. Arch Intern Med [internet]. 2006
peningkatan pemanfaatan akan [disitasi tanggal 20 Desember 2018];
menyebabkan penurunan berat badan 23:2081-2086. Tersedia dari:
5% dalam 6 bulan bagi banyak orang. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
Defisit energi 500 kkal per hari biasanya 7060537.
setara dengan penurunan berat badan 2. Ameet Patki. Polycystic ovarian syndrome
hingga 0,5 kg / minggu.24 in infertility. Sri Lanka Journal of
Obstetrics and
Simpulan Gynaecology[internet].2012 [disitasi
PCOS adalah gangguan kompleks yang tanggal 20 Desember 2018]; 34:112-119.
bisa disebabkan oleh resistensi insulin dan Tersedia dari:
kelebihan berat badan yang berhubungan https://sljog.sljol.info/article/10.4038/sljo
dengan hormon androgen. Perawatan PCOS g.v34i3.4886/galley/3917/download/
dapat berupa perubahan faktor gaya hidup 3. Irani M, Merhi Z. Role of vitamin D in
termasuk diet dan olahraga. ovarian physiology and its implication in
Sehingga diperlukan penurunn berat reproduction: a systematic review. Fertil
badan untuk mengurangi jumlah lemak sentral Steril[internet].2014[diakses tanggal 2
yang bertujuan untuk mengurangi resistensi November 2018];102(2):460-8. Tersedia
insulin dan menurunkan jumlah hormon dari:
androgen yang produksinya berkaitan dengan https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 263


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

%204933120 Tersedia dari:


4. Legro RS, Arslanian SA, Ehrmann DA. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
Diagnosis and treatment of polycystic 6222950
ovary syndrome: an Endocrine Society 10. Cunningham, Bradshaw, eds. Williams
clini cal practice guideline. J Clin Gynecology. USA: McGraw-Hill Co. Inc;
Endocrinol Metab. Endocrine Society. 2008.
[internet]. 2013 [disitasi Tanggal 18 11. Mor E, Zograbyan A, Saadat P, Bayrak A,
Desember 2018]; 98(12):4565-4592. Tourgeman DE, Zhang C et al. The insulin
Tersedia dari: resistant subphenotype of polycystic ovary
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 syndrome: clinical parameters and
4151290 pathogen- esis. American Journal of
5. Costello M, Shrestha B, Eden J, Sjoblom P, Obstetrics and Gynecology [internet].
Johnson N. Insulin-sensitising drugs versus 2004 [disitasi Tanggal 18 Desember 2018];
the combined oral contraceptive pill for 190:1654–1660. Tersedia dari:
hirsutism, acne and risk of diabetes, https://pdfs.semanticscholar.org/4968/a1
cardiovascular disease, and endometrial 033ce3beec4b777e13b508d9adb81aff11.
cancer in polycystic ovary syndrome. pdf
Cochrane Database Syst Rev [internet]. 12. Wang JX, Davies MJ, Norman RJ. 2001.
2007 [disitasi tanggal 20 Desember 2018]; Polycystic ovarian syndrome and the risk
(1): CD005552. Tersedia dari: of spontaneous abortion following
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 assisted reproductive technology
7253562 treatment. Human Reproduction
6. Pasquali R. Obesity, fat distribution and [internet]. 2001 [disitasi Tanggal 21
infertility. Maturitas [internet]. 2006 Desember 2018]; 16:2606 – 2609.
[disitasi Tanggal 20 Desember 2018]; Tersedia dari:
54:363-371. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 1726582
6725287 13. Dunaif A, Graf M. Insulin administration
7. Williams T, MD. Mortada R, MD. Porter S, alters gonadal steroid metabolism
MD. Diagnosis and Treatment of Polycystic independent of changes in gonadotropin
Ovary Syndrome. University of Kansas secretion in insulin-resistant women with
School of Medicine [internet]. 2016 the polycystic ovary syndrome. J Clin
[disitasi Tanggal 20 Desember 2018]; 94: Invest [internet]. 1989 [disitasi tanggal 19
106-107. Tersedia dari: Desember 2018]; 83(1):23–29. Tersedia
https://www.aafp.org/afp/2016/0715/p1 dari:
06.html https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2
8. Maharani L, Wratsangka. Sindrom ovarium 642919
polikistik: permasalahan dan 14. Welt CK, Chan JL, Bullen J, et al.
penatalaksanaannya. Bagian Obstetri - Recombinant human leptin in women with
Ginekologi Fakultas Kedokteran hypothalamic amenorrhea. N Engl J Med
Universitas Trisakti [internet]. 2002 [internet]. 2004 [disitasi Tanggal 21
[disitasi Tanggal 21 Desember 2018]; Desember 2018]; 351(10):987–997.
21;(3)99. Tersedia dari: Tersedia dari:
http://www.univmed.org/wp- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
content/uploads/2011/02/Dr._Laksmi.pdf 5342807
9. Fleischman A, Mans eld J. Diagnosis and 15. Gosman GG, Katcher HI, Legro RS. Obesity
treatment of polycystic ovarian syndrome and the role of gut and adipose hormones
and insulin resistance. Pediatr Ann in female reproduction. Hum Reprod
[internet]. 2005 [disitasi pada 20 Update [internet]. 2006 [disitasi pada 18
Desember 2018]; 34:733-8, 741-2. Desember 2018]; 12(5):585–601. Tersedia

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 264


Veny Anisya, Ratna Dewi PS, Rizki Hanriko, Risti Graharti | Policystic Ovary Syndrom: Resiko Infertilitas yang Dapat Dicegah Melalui
Penurunan Berat Badan Pada Wanita Obesitas

dari: 52:713 – 719. Tersedia dari:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 https://pdfs.semanticscholar.org/4f0d/d7
6775192 850c0967b11a85fe48fb5c958db53402e9.
16. Lobo RA, Goebelsmann U, Horton R. pdf
Evidence for the importance of peripheral 21. Hardiman P, Pillay OS, Atiomo W.
tissue events in the development of Polycystic ovary syndrome and
hirsutism in polycystic ovary syndrome. J endometrial carcinoma. The Lancet
Clin Endocrinol Metab [internet]. 1983 [internet]. 2003 [disitasi Tanggal 18
[disitasi Tanggal 22 Desember 2018]; Desember 2018]; 361:1810 – 1812.
57(2): 393–397. Tersedia dari: Tersedia dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
223045 2781553
17. Kaplowitz PB, Slora EJ, Wasserman RC, 22. Van Dam EWCM, Roelfsema F, Veldhuis
Pedlow SE, Herman- Giddens ME. Earlier JD, Hogendoorn S, Westenberg J,
onset of puberty in girls: relation to in- Helmerhorst FM et al. Retention of
creased body mass index and race. estradiol negative feedback relationship to
Pediatrics [internet]. 2001 [disitasi Tanggal LH predicts ovulation in response to
17 Desember 2018]; 108(2): 347–353. caloric restriction and weight loss in obese
Tersedia dari: patients with polycystic ovary syndrome.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 American Journal of Physiology –
1483799 Endocrinology and Metabolism [internet].
18. Morin-Papunen LC, Vauhkonen I, 2004 [disitasi Tanggal 21 Desember 2018];
Koivunen RM, Ruokonen A, Martikainen 286:E615 – E620. Tersedia dari:
HK, Tapanainen JS. Endocrine and https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
metabolic effects of metformin versus 4678951
ethinyl estradiol-cyproterone acetate in 23. Norman RJ, Noakes M, Wu R, Davies MJ,
obese women with polycystic ovary Moran L, Wang JX. Improving reproductive
syndrome: a randomized study. J Clin performance in overweight/obese women
Endocrinol Metab [internet]. 2000 [disitasi with effective weight management.
Tanggal 20 Desember 2018]; 85(9):3161– Human Reproduction Update [internet].
3168. Tersedia dari: 2004 [disitasi Tanggal 20 Desember 2018];
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 10:267 – 280. Tersedia dari:
0999803 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
19. Elting MW, Korsen TJM, Schoemaker J. 5140873
Obesity, rather than menstrual cycle 24. Farshchi, Hamid, Rane, Ajay, Love, L
pattern or follicle cohort size, determines Kennedy. Diet and nutrition in polycystic
hyperinsulinaemia, dyslipidaemia and ovary syndrome (PCOS): Pointers for
hypertension in ageing women with nutritional management. Journal of
polycystic ovary syndrome. Clinical obstetrics and gynaecology. The journal of
Endocrinology [internet]. 2001 [disitasi the Institute of Obstetrics and
tanggal 18 Desember 2018]; 55:767 – 776. Gynaecology [Internet]. 2007 [disitasi
Tersedia dari: tanggal 20 Desember 2018]; 27:762-73.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/1 Tersedia dari:
0.1046/j.1365-2265.2001.01412.x https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
20. Goodarzi MO, Erickson S, Port SC, Jennrich 8097891
RI, Korenman SG. Relative impact of
insulin resistance and obesity on
cardiovascular risk factors in polycystic
ovary syndrome. Metabolism [internet].
2003 [disitasi pada 18 Desember 2018];

Medula | Volume 9 | Nomor 2 | Juli 2019| 265


Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku


Mengatasi Ketidaknyamanan pada Masa Klimakterium

Niken Purbowati*, Wa ode Hajrah, Novia Nuraini


Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Jakarta III
*Email Korespondensi: purbowatiniken@gmail.com

Article Info ABSTRACT

Article history: Climacteric is a transitional period from the reproductive phase to the
old age phase (senium). Climacteric period 40-85% of women have
Submitted: 2019-11-01
Accepted: 2019-12-23 complaints both physically and psychologically. The differences in
Published: 2019-12-30 knowledge based on personal backgrounds cause the attitude of
each individual is different in overcoming the inconvenience of the
Keywords: climacteric phase. This study aims to determine the relationship
between the level of knowledge and attitudes towards overcoming
Knowledge; Attitude;
Behavior; Climacterium discomfort during the climacteric phase. It was a descriptive-analytic
Discomfort research method using a cross-sectional research design. The
research sample was 81 respondents. Sampling was stratified
random sampling, that is, samples taken per work area randomly.
Statistical tests use logistic regression. The results of 81 mothers
showed that the proportion of mothers with good knowledge was
87.9%, compared to a lack of knowledge as many as 20.8%. There
was a significant relationship between knowledge and behavior to
overcome climacteric discomfort (p = 0.029; CI95% = 1.2-27.1).
Mothers with good knowledge had a 5.7 times higher chance to
behave well in dealing with discomfort during climacteric times,
compared to mothers with less knowledge after being controlled by
attitude, family roles, and health worker roles.

ABSTRAK

Kata Kunci: Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi


menuju fase usia tua (senium). Masa klimakterium 40-85% wanita
Pengetahuan; Sikap; mempunyai keluhan baik fisik maupun psikologis. Adanya perbedaan
Perilaku; pengetahuan sesuai dengan latar belakang individu, sehingga sikap
Ketidaknyamanan masing-masing individu berbeda dalam mengatasi ketidaknyamanan
Klimakterium masa klimakterium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku
mengatasi ketidaknyamanan pada masa klimakterium. Metode
penelitian deskriftif analitik menggunakan desain penelitian Cross
sectional. Sampel penelitian sebanyak sampel 81 responden,
Pengambilan sampel secara stratified random sampling yaitu sampel
yang diambil per wilayah kerja secara acak. Uji statistik
menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian dari 81 ibu
menunjukkan proporsi ibu dengan pengetahuan baik sebesar 87,9%,
dibandingkan pengetahuan kurang yaitu 20,8%. Terdapat hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku mengatasi
ketidaknyamanan masa klimakterium (p=0,029; CI95%=1,2– 27,1).
Ibu yang pengetahuannya baik berpeluang 5,7 kali lebih tinggi untuk
berperilaku baik dalam mengatasi ketidaknyamanan pada masa
klimakterium, dibandingkan dengan ibu berpengetahuan kurang
setelah dikontrol variabel sikap, peran keluarga dan peran petugas
kesehatan.

23
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan nasional dibidang kesehatan salah satunya
adalah menurunnya angka kelahiran dan meningkatnya umur harapan hidup (life
expectancy). Hal ini berdampak bertambahnya 10-11% proporsi lansia atau 30 juta
jiwa pada 2020. Diperkirakan pada 2020 jumlah wanita dalam usia klimakterium atau
menopause terus bertambah jumlahnya mencapai 30,3 juta jiwa.1 Hal ini perlu
mendapatkan perhatian karena terjadi perubahan kondisi fisik, psikologis yang dapat
menimbulkan berbagai keluhan kesehatan. Menopause berarti berhentinya
menstruasi dan berakhirnya kesuburan. Usia alami menopause adalah 45-55 tahun
dan penyebab utamanya adalah penghentian aktivitas alami ovarium.2
Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase
usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun
endokrinologik dari ovarium. Penurunan produksi hormon estrogen menimbulkan
berbagai keluhan pada seorang wanita, sedangkan penurunan fertilitas sangat
bergantung pada usia wanita tersebut. Fertilitas wanita pada usia 35-39 tahun hanya
tinggal 60%, sedangkan laki-laki masih tetap tinggi, yaitu 95%. Pada usia 45-49 tahun
fertilitas wanita tinggal 5% saja dan pada laki-laki mencapai 80%.3 Pada masa
klimakterium sebesar 40-85% dari semua wanita mempunyai keluhan baik fisik
maupun psikologis. Beberapa wanita menganggap ketidaknyamanan fisik maupun
psikologis hal yang biasa, namun sebagian wanita menganggap masalah serta
merugikan dirinya.4
Pengetahuan yang baik tentang menopause akan membantu wanita
klimakterium untuk dapat menyiapkan diri, dan dapat bersikap serta berperilaku tepat
dalam melakukan pencegahan maupun mengatasi ketidaknyamanan yang muncul
pada masa klimakterium. Berbagai ketidaknyamanan yang dirasakan pada masa
klimakterium, membuat berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada
tiap wanita. Adanya perbedaan pengetahuan sesuai dengan latar belakang individu,
sehingga sikap masing-masing individu berbeda dalam mengatasi ketidaknyamanan
masa klimakterium.5 Masyarakat di daerah pedesaan yang penuh dengan kesibukan
setelah senja atau malam dengan sendirinya sudah tertidur, sehingga tidak sempat
memperhatikan diri tentang ketidaknyamanan berkaitan masalah klimakterium.4
Hasil penelitian Apriyanti, menyatakan bahwa sikap wanita klimakterium dalam
menghadapi dan mengatasi keluhan masa menopause adalah positif. Pendidikan,
informasi yang didapat dari petugas kesehatan maupun media massa memberikan
pengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang.6 Diperkuat dengan penelitian
Ismiyati, menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kesiapan menghadapi menopause, ini berhubungan dengan kesiapan ibu dalam
mengatasi ketidaknyamanan yang timbul selama periode pramenopause(6).7
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Desember 2015 di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat, dilakukan
wawancara pada 10 orang ibu yang berusia antara 40 tahun sampai dengan 50 tahun,
mereka telah memasuki masa klimakterium. Enam dari sepuluh ibu merasakan haid
mulai tidak teratur, takut ada kelainan dalam rahimnya, merasa panas pada wajah dan
tubuh di malam hari, jantung kadang berdebar, tidak bergairah untuk berhubungan
intim dengan suami, dan sulit tidur pada malam hari. Empat ibu mengatakan haid
masih teratur, tetapi jumlahnya kadang banyak atau sedikit, mulai sulit tidur di malam
hari. Mereka juga mengatakan cepat letih, kadang nyeri kepala, nyeri sendi dan otot.
Enam dari sepuluh ibu tersebut, mengatakan tidak tahu bagaimana cara mengatasi

24
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

ketidaknyamanan tersebut, mereka mengatakan apakah perlu memeriksakan diri,


perlukah minum obat atau jamu. Empat ibu lainnya mengatakan pasrah dengan
kondisi tersebut, karena menurutnya wajar terjadi menjelang akan menopause.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap
dengan perilaku mengatasi ketidaknyamanan pada masa klimakterium
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain survei analitik dengan pendekatan potong
lintang (Cross Sectional). Data untuk variabel dependen dan variabel independen
didapatkan pada waktu sesaat dan bersamaan. Populasi terjangkau adalah seluruh
ibu pramenopause (40 tahun – 48 tahun), usia Perimenopause (49 – 55 tahun) di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat pada periode
penelitian April sampai dengan September 2016. Populasi terjangkau sebanyak 170
ibu masa klimakterium.
Pengambilan sampel secara stratified random sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara
proporsional berdasarkan usia masa klimakterium yang berada di 5 kelurahan yaitu
Kelurahan Mangga Dua Selatan, Kelurahan Pasar Baru, Kelurahan Kartini, Kelurahan
Karang Anyar dan Kelurahan Gunung Sahari Utara. Selanjutnya dari 5 kelurahan
tersebut dipilih secara random 12 RW dari 46 RW keseluruhan yang ada di Wilayah
Kecamatan Sawah Besar. Dari 170 populasi terjangkau didapat sampel 81 responden,
akan diambil secara proporsional ibu yang memasuki masa klimakterium dari 12 RW.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden
dengan melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner, pendataan oleh
kader yang disinkronkan dengan data jumlah wanita usia klimakterium yang ada di
setiap RW. Analisis Bivariat Uji statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah uji
Chi Square dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Analsis multivariat yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu regresi logistik.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariat
Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap Ibu terhadap Perilaku Mengatasi
Ketidaknyamanan Pada Masa Klimakterium
Tabel 1 Karakteristik Responden Pengetahuan, Sikap Ibu terhadap Perilaku Mengatasi
Ketidaknyamanan pada Masa Klimakterium
Variabel Penelitian Frekuensi (n) Persentase (%)
Perilaku
Perilaku tidak baik 42 51,9
Perilaku baik 39 48,1
Umur
Umur Pramenopause 26 32,1
Umur Perimenopause 55 67,9
Pendidikan
Pendidikan Dasar 37 45,7
Pendidikan Menengah 33 40,7
Pendidikan Tinggi 11 13,6
Pekerjaan
Tidak bekerja 43 53,1
Bekerja 38 46,9

25
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

Variabel Penelitian Frekuensi (n) Persentase (%)


Pengetahuan
Pengetahuan kurang 48 59,3
Pengetahuan baik 33 40,7

2. Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Pera Petugas Kesehatan, Peran
Keluarga, Pengetahuan, dan Sikap dengan Perilaku Mengatasi
Ketidaknyamanan Masa Klimakterium di Puskesmas Kec. Sawah Besar

Variabel Perilaku Total OR


Tidak baik baik Nilai p
n % n % n %
Umur Pramenopause 12 46,2 14 53,8 26 100 0,7 0,640
Perimenopause 30 54,5 25 45,5 55 100
Pendidikan Dasar 26 70,3 11 29,7 37 100 0,0001
Menengah 16 48,5 17 51,5 33 100 2,5
Tinggi 0 0 11 100 11 100 3,8
Pekerjaan Tidak bekerja 28 65,1 15 34,9 43 100 3,2 0,020
Bekerja 14 36,8 24 63,2 38 100
Peran Petugas Tidak berperan 34 70,8 14 29,2 48 100 7,6 0,0001
Kesehatan Peran aktif 8 24,2 25 75,8 33 100
Peran Tidak berperan 36 75,0 12 25,0 48 100 13,5 0,0001
Keluarga Peran aktif 6 18,2 27 81,8 33 100
Pengetahuan Kurang 38 79,2 10 20,8 48 100 27,6 0,0001
Baik 4 12,1 29 87,9 33 100
Sikap Tidak baik 35 76,1 11 23,9 46 100 12,7 0,0001
Baik 7 20,0 28 80,0 35 100
Uji Statistik Chi Square

3. Analisis Multivariat
Tabel 3. Analisis Multivariat tentang Perilaku Mengatasi Ketidaknyamanan Masa
Klimakterium di Puskesmas Kec. Sawah Besar

Variabel Koefisien P Exp (B) 95% C.I. for Exp(B)


B Lower Upper
Peran Nakes 0,854 0,240 2,349 0,564 9,773
Peran Keluarga 1,399 0,056 4,051 0,964 17,028
Pengetahuan 1,742 0,029 5,707 1,201 27,124
Sikap 1,436 0,050 4,203 1,000 17,656
Uji Regresi Logistik Ganda

PEMBAHASAN
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Mengatasi Ketidaknyamanan
Masa Klimakterium
Perilaku baik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ibu yang mampu
mengatasi atau mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan pada masa
klimakterium yaitu masa menjelang terjadinya menopause. Perilaku individu atau
kelompok dipengaruhi oleh tiga faktor, mencakup organizational actions dalam
hubungannya dengan lingkungan, masing-masing mempunyai tipe yang berbeda
dalam mempengaruhi perilaku. Ketiga faktor tersebut yaitu Faktor Predisposisi

26
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

(predisposing factor), Faktor Pemungkin (enabling factor), dan Faktor Penguat


(reinforcing factor). 8
Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dengan perilaku mengatasi ketidaknyamanan masa klimakterium
(p=0,0001). Proporsi ibu dengan pengetahuan baik lebih banyak yang berperilaku
baik sebesar 87,9%, dibandingkan ibu yang pengetahuan kurang yaitu 20,8%. Ibu
dengan pengetahuan baik memiliki peluang (OR=27,55) kali berperilaku baik
mengatasi ketidaknyamanan masa klimakterium dibanding ibu yang pengetahuan
kurang.
Hasil uji regresi logistik menunjukkan proporsi ibu dengan pengetahuan baik
lebih banyak yang berperilaku baik sebesar 87,9%, dibandingkan ibu yang
pengetahuan kurang yaitu 20,8%. Hasil analisis regresi logistik pengetahuan
mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku mengatasi ketidaknyamanan
pada masa klimakterium (p=0,029). Ibu yang pengetahuannya baik akan
mempunyai peluang berperilaku baik dalam mengatasi ketidaknyamanan pada
masa klimakterium sebesar 5,7 kali lebih tinggi, dibandingkan ibu yang
pengetahuannya kurang setelah dikontrol variabel sikap, peran keluarga dan
peran petugas kesehatan. Pengetahuan ibu yang lebih baik, akan berpeluang
dalam mengatasi ketidaknyamanan yang muncul pada masa klimakterium.
Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan
diingat. Informasi dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal, percakapan harian, mendengar maupun menonton media
komunikasi verbal dan nonverbal, serta pengalaman hidup lainnya.8
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Marni menyatakan bahwa
responden dengan pengetahuan baik dalam menghadapi ketidaknyamanan masa
klimakterium sebesar 23,3%, sedangkan pengetahuan yang cukup sebesar 60%,
dengan latar belakang pendidikan SMP. Ada hubungan antara pengetahuan
dengan kesiapan menghadapi ketidaknyamanan masa klimakterium.9
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Batan di Manado menyatakan
bahwa pengetahuan ibu kategori baik tentang tata cara mengurangi keluhan
menopause sebesar 60%, pengetahuan tidak baik sebesar 40%. Pengetahuan
berhubungan dengan cara mengurangi keluhan menopause.10
Hasil peneltian Prasetya, dkk pada tahun 2012 menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang menopause pada sebagian besar subyek masih terbatas.11
Hal ini mengindikasikan bahwa diseminasi menopause belum merata di kalangan
perempuan paruh baya. Banyaknya informasi yang keliru tentang menopause
tentu bisa membentuk persepsi negatif tentang menopause dan mereka tidak
dapat mengatasi keluhan-keluhan yang timbul. Faktor keluarga terdekat, seperti
ibu dan kerabat perempuan, berperan besar dalam membentuk persepsi tentang
menopause dan cara mengatasi ketidaknyamanan masa klimakterium.
Pasangan, dalam hal ini suami, memiliki peran besar dalam menjalani kehidupan
masa klimakterium. Peran suami dibutuhkan dalam hal membantu mengatasi
ketidaknyamanan masa klimakterium, memberi perhatian bila mengalami keluhan
dan mengantar ke fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi dengan petugas
kesehatan.
Hasil penelitian Nurwahyuni menyatakan bahwa kurangnya pemahaman
responden tentang gejala menopause, keluhan-keluhan yang timbul pada masa
klimakterium dianggap hal lumrah.12 Pengetahuan responden tentang masa
klimakterium hanya sebatas tahu, keluhan-keluhan yang dirasakan menjelang
menopause dianggap proses menua. Pengetahuan mereka untuk mengatasi

27
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

ketidaknyamanan masa klimakterium dengan berolahraga dan hidup lebih


religius. Pemahaman tentang masa klimakterium yaitu menopause ini tentunya
tidak lepas dari bagaimana mereka mendapatkan informasi tentang masa
klimakterium itu sendiri. Mereka tidak mendapatkan informasi dari petugas
kesehatan tentang masa klimakterium.
2. Hubungan Sikap dengan Perilaku Mengatasi Ketidaknyamanan Masa
Klimakterium
Sikap menurut Notoatmodjo merupakan reaksi atau respons yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.13
Pendidikan memberikan pengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang,
dengan pendidikan yang lebih tinggi akan meningkatkan sikap wanita
klimakterium menjadi lebih baik. Menurut Azwar menyatakan bahwa lembaga
pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan
sikap dikarenakan lembaga pendidikan meletakkan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu.14 Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi
media massa, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara sikap dengan perilaku mengatasi ketidaknyamanan masa klimakterium
(p=0,0001). Proporsi ibu dengan sikap baik lebih banyak yang berperilaku baik
sebesar 80,0%, dibandingkan ibu yang sikap tidak baik yaitu 23,9%. Ibu dengan
sikap baik memiliki peluang 12,7 kali berperilaku baik mengatasi
ketidaknyamanan masa klimakterium dibanding ibu yang sikap tidak baik.
Sedangkan hasil uji regresi logistic menunjukkan bahwa proporsi ibu dengan
sikap baik lebih banyak yang berperilaku baik dalam mengatasi ketidaknyamanan
masa klimakterium sebesar 80,0%, dibandingkan ibu yang sikap tidak baik yaitu
23,9%. Hasil analisis chi square, ada hubungan antara sikap dengan perilaku
mengatasi ketidaknyamanan masa klimakterium. Sikap, peran keluarga dan
peran petugas kesehatan merupakan variabel pengontrol (konfounding) untuk
pengetahuan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Barrett-Connor dan Elizabeth menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu usia 45-50 tahun dengan
kecemasan menghadapi menopause. Sikap disini yaitu sikap positif dan sikap
negatif dalam menghadapi menopause.15
Hasil penelitian Apriyanti menunjukkan bahwa sikap ibu klimakterium dalam
menghadapi gangguan haid tidak teratur adalah positif sebesar 65,18%. Sikap ibu
klimakterium dalam menghadapi hot flushes yang timbul malam hari adalah
positif, sebesar 61,01%. Sikap ibu dalam menghadapi keringat banyak pada
malam hari adalah positif, sebesar 60,27%. Sikap ibu klimakterium dalam
menghadapi masa menopause adalah positif, sebesar 61,91%.6
Hasil penelitian Jurgenson et al. menyatakan bahwa wanita masa
klimakterium memilliki sikap yang berbeda-beda dalam menghadapi dan
mengatasi keluhan yang timbul menjelang menopause. Sikap yang negatif dalam
menghadapi masa menopause berhubungan dengan umur. Wanita dengan umur
di atas 40 tahun ada yang memiliki sikap positif dan sikap negatif terhadap masa

28
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

klimakterium. Sikap negatif pada wanita klimakterium antara lain ketakutan akan
tanda dan gejala yang timbul menjelang menopause, beranggapan itu adalah
penyakit, terutama masalah hot flushes, perubahan mood, kulit kendur, serta
penuaan. Adanya sikap negatif ini karena kurangnya informasi tentang
menopause dan cara mengatasi ketidaknyamanan yang timbul.16
Hasil penelitian Prasetya, dkk menunjukkan bahwa pemahaman tentang
masa klimakterium subyek penelitian yang didapat dari informasi keluarga, teman
sebaya, petugas kesehatan, majalah, internet dan sekolah mempengaruhi dalam
bersikap menghadapi menopause dan mengatasi ketidaknyamanan yang timbul
menjelang menopause terjadi.11 Pengalaman menopause dari keluarga seperti
ibunya, uwak ataupun saudara sepupu ternyata mempengaruhi sikap ibu yang
memasuki masa klimakterium. Tidak hanya pengalaman, aktivitas sehari-hari dan
kegiatan religius dapat mempengaruhi sikap ibu yang memasuki masa
klimakterium. Mereka mengakui mind set (pola pikir) yang positif tentang
menopause sangat membantunya dalam mengatasi ketidaknyamanan masa
klimakterium.
Menurut Azwar komponen sikap ada 3 yaitu komponen kognitif, afektif, dan
psikomotor. Komponen kognitif sikap adalah aspek pengetahuan dari objek,
sedangkan komponen afektif adalah perasaan positif atau negatif yang
berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki individu(13). Sikap ibu dalam
menghadapi dan mengatasi ketidaknyamanan yang timbul pada masa
klimakterium dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi sosioekonomi,
pendidikan, dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan dalam
memberikan informasi tentang menopause. Kondisi sosio-ekonomi dan dukungan
keluarga juga berpengaruh terhadap psikologis seorang ibu yang memasuki masa
klimakterium.16
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ibu dengan pengetahuan baik lebih
banyak yang berperilaku baik, dibandingkan ibu yang pengetahuan kurang.
Pengetahuan mempunyai hubungan bermakna dengan perilaku mengatasi
ketidaknyamanan pada masa klimakterium. Ibu yang pengetahuannya baik akan
mempunyai peluang berperilaku baik dalam mengatasi ketidaknyamanan pada masa
klimakterium sebesar 5,7 kali lebih tinggi, dibandingkan ibu yang pengetahuannya
kurang setelah dikontrol variabel sikap, peran keluarga, dan peran petugas
kesehatan. Penelitian ini menyarankan agar bidan puskesmas lebih proaktif dalam
memberikan edukasi kepada ibu pramenopause.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Kepala Puskesmas Kecamatan
Sawah Besar yang telah memberikan izin meneliti serta seluruh responden yang telah
berpartisipasi dengan baik sehingga penelitian ini bisa terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pusat Statistik. Laporan Demografi. Jakarta; 2010.
2. Taherpour M, Sefidi F, Afsharinia S, Hamissi JH. Menopause knowledge and attitude
among Iranian women. J Med Life. 2015;8(Spec Iss 2):72–6.
3. Baziad A. Menopause Dan Andropause Dan Terapi Sulih Hormon (TSH). Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2013.

29
Jurnal Bidan Cerdas e-ISSN: 2654-9352|p-ISSN: 2715-9965
http://jurnal.poltekkespalu.ac.id/index.php/JBC/ Vol. 2 No. 1: Desember 2019 | Hal. 23 - 30

4. Manuaba IBS. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: ECG; 2011.


5. Indriani N. Perbedaan sikap wanita dalam menghadapi masa klimakterium dilihat dari
pengetahuan tentang menopause di Desa Kampung Islam Kusamba Kecamatan Dawan
Kabupaten Klungkung Bali. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim; 2007.
6. Apriyanti E, Sumantri, Tanjung AS. Attitudes Of Klimakterium’s Women In Dealing
Menopause Perioed At Jimus Village Polanharjo District Klaten Regency. Klaten. J Ilmu
Kesehat. 2012;IV(2).
7. Ismiyati A. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Kesiapan
Menghadapi Menopause Pada Ibu Premenopause Di Perumahan Sewon Asri
Yogyakarta. Vol. 9. Universitas Sebelas Maret; 2010.
8. Green LW, Kreuter MW. Health Promotion Planning : an Educational and Environmental
Approach. Mayfield Pub. Co; 1991. 506 p.
9. Karo MB. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Menopause dan Premenopause di
RT 004 RW 005 Kelurahan Sepanjang Jaya Kota Bekasi. Sekolah Tinggi Kesehatan
Medistra; 2011.
10. Batan IS, Mewengkang M, Tendean HMM. Pengetahuan Ibu Tentang Menopause Di
Poliklinik Blu Rsu Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. J e-Biomedik. 2013;1(1):364–70.
11. Prasetya MR, Firmiana ME, Imawati R. Peran Religiusitas Mengatasi Kecemasan Masa
Menopause. J Al-AZHAR Indones SERI Hum [Internet]. 2012 Apr 26;1(3):145. Available
from: https://jurnal.uai.ac.id/index.php/SH/article/view/64
12. Nurwahyun, Ngatimin R, Arsin AA. Perilaku Wanita Menopause Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kolaka Kabupaten Kolaka Tahun 2012. Universitas Hasanuddin; 2012.
13. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Revisi 201. Jakarta: Rineka
Cipta; 2012.
14. Azwar S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. 2nd ed. Yogjakarta: Pustaka Pelajar;
2011.
15. Barrett-Connor E. Menopause, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease. Curr Opin
Pharmacol [Internet]. 2013 Apr;13(2):186–91. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S147148921300009X
16. Jurgenson JR, Jones EK, Haynes E, Green C, Thompson SC. Exploring Australian
Aboriginal Women’s experiences of menopause: a descriptive study. BMC Womens
Health [Internet]. 2014 Dec 20;14(1):47. Available from:
http://bmcwomenshealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6874-14-47

30
Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375
Terakreditasi Nasional Peringkat 3 No. 36/E/KPT/2019

ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/woh3402

Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Efektif Dalam Menurunkan


Tingkat Kecemasan Wanita Pre Menopause

Nasrawati1, KKhalidatul Khair Anwar2


1,2
Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Kendari
Email Penulis Korespondensi (K): khalidatul.megarezky@gmail.com
watinasra5@gmail.com1, khalidatul.megarezky@gmail.com2
(085241586224)

ABSTRAK

Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) menggabungkan antara spiritualitas berupa do’a,
keikhlasan, dan kepasrahan dengan energi psikologi berupa seperangkat prinsip dan teknik memanfaatkan sistem
energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku yang dilakukan dengan tiga teknik sederhana
yaitu set-up, tune-in, dan tapping. Pemanfaatan terapi SEFT dalam menurunkan kecemasan menjelang menopause
didasari asumsi bahwa kesembuhan berasal dari Tuhan, begitu individu bisa ikhlas dan pasrah dengan penekanan
pada keyakinan kepada Tuhan, secara tepat dan sederhana sehingga dapat memperbaiki The Major Energy
Meridians yang berfungsi untuk menetralisir permasalahan fisik dan emosi sebagai penyebab kecemasan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa terapi SEFT memiliki efektivitas dalam menurunkan tingkat
kecemasan pada wanita pre menopause. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan BAI (Back
Anxiety Inventory). Subjek dalam penelitian ini berjumlah 32 sampel. Pelaksanaan terapi SEFT dilakukan dengan
3 teknik yang meliputi set-up, tune-in, dan tapping dengan rancangan dalam penelitian ini menggunakan pretest-
posttest control group design. Teknik analisis data menggunakan Uji Mann-Whitney membandingkan kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan nilai p (0,000)<α 0,05. Ada perbedaan tingkat
kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen rata-rata penurunan
tingkat kecemasan adalah 23.12 sedangkan pada kelompok kontrol penurunan tingkat kecemasan adalah 9.88. Ini
menunjukkan bahwa terapi Spiritual Emotional Freedom Technique efektif menurunkan tingkat kecemasan pada
kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol cenderung mengalami peningkatan atau stagnan. Terapi
SEFT dapat dijadikan sebagai terapi komplementer dalam penanganan kecemasan yang sering terjadi pada ibu
pre-meneopause.

Kata kunci : Terapi; kecemasan; pre-menopause

Article history :
PUBLISHED BY :
Public Health Faculty Received 15 Maret 2020
Universitas Muslim Indonesia Received in revised form 08 Juni 2020
Accepted 09 Juni 2020
Address :
Jl. Urip Sumoharjo Km. 5 (Kampus II UMI) Available online 25 Oktober 2020
licensed by Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Makassar, Sulawesi Selatan.
Email :
jurnal.woh@gmail.com, jurnalwoh.fkm@umi.ac.id
Phone :
+62 85255997212

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 287


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

ABSTRACT

SEFT therapy (Spiritual Emotional Freedom Technique) combines spirituality in the form of prayer, sincerity, and
submission with psychological energy in the form of a set of principles and techniques to utilize the body's energy
system to improve the state of mind, emotions, and behavior which is carried out with three simple techniques,
namely set- up, tune-in, and tapping. The use of SEFT therapy in reducing anxiety before menopause is based on
the assumption that healing comes from God, so that individuals can sincerely and surrender with an emphasis on
belief in God, precisely and simply so as to improve The Major Energy Meridians, which functions to neutralize
physical and emotional problems as causes worry. This study aims to prove that SEFT therapy has effectiveness
in reducing anxiety levels in pre menopausal women. The measuring instrument used in this study used the BAI
(Back Anxiety Inventory). Subjects in this study amounted to 32 samples. The implementation of SEFT therapy
was carried out with 3 techniques including set-up, tune-in, and tapping. The design in this study used a pretest-
posttest control group design. The data analysis technique used the Mann-Whitney test comparing the
experimental group and the control group. The results showed the value of p (0.000) <α 0.05. There was a
difference in the level of anxiety between the experimental group and the control group. In the experimental group
the average decrease in anxiety level was 23.12, while in the control group the decrease in anxiety level was 9.88.
This shows that the Spiritual Emotional Freedom Technique therapy is effective in reducing anxiety levels in the
experimental group, whereas in the control group it tends to increase or stagnate. SEFT therapy can be used as a
complementary therapy in dealing with anxiety that often occurs in pre-menopausal mothers.

Keywords: therapy; anxiety; pre-menopause

PENDAHULUAN

Gangguan kecemasan merupakan hal yang sering dialami wanita yang akan menghadapi
menopause, kecemasan dianggap sebagai bagian dari satu mekanisme pertahanan diri yang dipilih
secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam atau membahayakan
dirinya. Kecemasan yang timbul pada wanita pre-menopause sering dihubungkan dengan adanya
kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatikan. Merasa cemas
dengan berakhirnya masa reproduksi yang berarti berhentinya nafsu seksual dan fisik. Apalagi
menyadari bahwa dirinya akan menjadi tua yang berarti kecantikan akan mundur. Seiring dengan hal itu
vitalitas dan fungsi organ-organ tubuhnya akan menurun. Hal ini dapat menghilangkan kebanggaannya
sebagai seorang wanita. Keadaan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi hubungannya dengan suami
maupun dengan lingkungan sosialnya.1
Berhentinya siklus menstruasi dirasakan sebagai hilangnya sifat inti kewanitaannya karena sudah
tidak dapat melahirkan lagi. Akibat lebih jauh adalah timbulnya perasaan tak berharga, tidak berarti
dalam hidup sehingga muncul rasa khawatir akan adanya kemungkinan bahwa orang-orang yang
dicintainya berpaling dan meningggalkannya. Perasaan itulah yang seringkali dirasakan wanita pada
masa menopause, sehingga sering menimbulkan kecemasan.2
Dampak kecemasan tersebut perlu mendapatkan penanganan. Penanganan kecemasan menjelang
menopause dapat dilakukan dengan menggunakan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique
(SEFT). Pada dasarnya solusi dari setiap masalah klien ada pada diri sendiri, dan dengan menggunakan
terapi SEFT. Terapi ini adalah suatu teknik yang menggabungkan antara spiritualitas berupa do’a,
keikhlasan, dan kepasrahan dengan energi psikologi berupa seperangkat prinsip dan teknik
memanfaatkan sistem energi tubuh untuk memperbaiki kondisi pikiran, emosi, dan perilaku yang

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 288


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

dilakukan dengan tiga teknik sederhana yaitu set-up, tune-in, dan tapping. Pemanfaatan terapi SEFT
dalam menurunkan kecemasan menjelang menopause didasari asumsi bahwa kesembuhan berasal dari
Tuhan, begitu individu bisa ikhlas dan pasrah dengan penekanan pada keyakinan kepada Tuhan YME,
secara tepat dan sederhana sehingga dapat memperbaiki The Major Energy Meridians yang berfungsi
untuk menetralisir permasalahan fisik dan emosi sebagai penyebab kecemasan.3
Feinstein dan Ashland tahun 2012 mengatakan untuk mengatasi gangguan psikologis dan
kecemasan dapat dilakukan dengan menstimulasi, menyentuh, menekan, ataupun dengan ketukan ringan
pada titik-titik acupoint yang berhubungan dengan persoalan yang dialami. Dengan melakukan stimulasi
pada titik acupoint maka secara otomatis akan melenyapkan atau mengeluarkan energi negatif dari
sistem energi individu.4
Pada SEFT digunakan stimulasi berupa ketukan ringan atau tapping pada titik acupoint. Pada
saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan
regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi hormon stres
yaitu kortisol.5 Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard Medical
School. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang yang dalam keadaan cemas kemudian
dilakukan tapping pada titik acupointnya maka terjadi penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain
terjadi penurunan aktivitas gelombang otak, hal tersebut juga membuat respons fight or flight pada
partisipan terhenti. Untuk kemudian memunculkan efek relaksasi yang akan menetralisir segala
ketegangan emosi yang dialami individu. Efek ini sama dengan respon yang muncul ketika seseorang
distimulasi dengan jarum akupuntur pada titik meridiannya.4
Pemaparan uraian di atas, didukung juga oleh beberapa praktek dan penelitian lainnya yang
menjabarkan kesuksesan terapi SEFT dalam menyelesaikan permasalahan fisik dan psikologis
diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk., tentang pengaruh SEFT terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada para pengguna NAPZA, hasilnya memperlihatkan bahwa ada
perbedaan yang bermakna antara tingkat kecemasan pada responden sebelum dan setelah intervensi.
Terdapat penurunan tingkat kecemasan pada responden setelah diberikan intervensi SEFT.6
Meninjau dari beberapa literatur tentang manfaat terapi SEFT dalam mengatasi kecemasan, maka
dipandang perlu kajian mendalam penggunaan terapi tersebut untuk memberikan efek penurunan
kecemasan ibu pre menopause. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan wanita menjelang menopause.

METODE

Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan desain quasi eksperiment tipe pretest-posttest with
control group design. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability dengan
tekhnik purposive sampling, yaitu sample ditentukan berdasarkan kriteria dari peneliti, berdasarkan
kriteria yang ditentukan oleh peneliti, yang tercantum pada kriteria inklusi dan ekslusi.7 Sampel yang
akan digunakan adalah wanita pre menopause usia 45-49 tahun yang mengalami kecemasan sedang dan

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 289


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

berat sebanyak 32 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yakni 16 subjek diberi perlakuan (kelompok
eksperimen) dan 16 subjek tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan instrument
penelitian berupa tes BAI (Beck Anxiety Inventory). Pada tes BAI yang digunakan terdapat 21 gejala
kecemasan dengan poin yang berbeda sesuai dengan derajat keluhan yang dialami oleh responden. Tes
BAI memiki skor 0 sampai 3. Skala 0 untuk tidak sama sekali, 1 untuk ringan/tidak banyak menggangu,
2 untuk sedang/kadang-kadang, 3 untuk berat/banyak mengganggu. Kategori jumlah skor 0-7 (minimal),
8-15 (ansietas ringan), 16-25 (ansietas sedang), 26-63 (ansietas berat). Semakin tinggi skor BAI
menunjukkan semakin tinggi kecemasan yang dialami subjek, begitu pula sebaliknya semakin rendah
skor BAI menunjukkan semakin rendah pula kecemasan pada subjek penelitian. Skala BAI akan
diberikan dua kali yaitu pada saat pre-test (sebelum diberikan perlakuan) dan post-test (setelah diberikan
perlakuan) baik pada kelompok perlakuan atau eksperimen maupun kelompok kontrol. Adapun teknik
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis univariat untuk
mendiskripsikan karakteristik responden, selanjutnya dilakukan analisis bivariabel menggunakan Uji
Mann-Whitney dengan gain score, yaitu uji non-parametrik yang digunakan untuk membandingkan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

HASIL
Berdasarkan grafik pada gambar 1 diketahui bahwa kelompok eksperimen terdapat penurunan
persentase pada kategori tingkat kecemasan antara pretest dan posttest. Hasil kategori tingkat kecemasan
berdasarkan hasil dari pretest ditemukan 3 (18.75%) subjek memiliki kategori kecemasan berat, 13
(81.25%) subjek pada kategori kecemasan sedang. Adapun kategori kecemasan setelah diberikan skala
posttest, terdapat 7 (43.75%) subjek memiliki kategori kecemasan sedang dan 7 (43.75%) memiliki
kategori kecemasan ringan sedangkan 2 (12.5%) subjek memiliki kecemasan sangat rendah (minimal).

14 13

12

10

8 7 7
pretest
6 posttest

4 3
2
2
0 0 0
0
Berat Sedang Ringan Minimal

Gambar 1. Grafik Tingkat Kecemasan Kelompok Eksperimen

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 290


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

Berdasarkan kategorisasi dan persentase tingkat kecemasan hasil pretest dan posttest pada
kelompok kontrol juga dapat diketahui bahwa terdapat perubahan pada beberapa subjek pada tingkat
kecemasan. Meninjau dari hasil pretest diketahui bahwa terdapat 10 (62.5%) subjek memiliki kategori
kecemasan berat, 6 (37.5%) memiliki kategori sedang. Adapun berdasarkan skala posttest dapat
diketahui kategori kecemasan yaitu terdapat 2 (12.5%) subjek memiliki kategori berat, 14 (87.5%)
subjek memiliki kategori sedang. Kategori tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

14
14
12
10
10
8 6 pretest
6 posttest
4 2
2 0 0 0 0
0
Berat Sedang Ringan Minimal

Gambar 2. Grafik Tingkat Kecemasan Kelompok Kontrol

Uji perbedaan yang dilakukan dengan menggunakan Uji Mann-Whitney gain score pre-posttest
antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0.000,
karena tingkat signifikansi lebih kecil dari tingkat kesalahan (0.000< 0.05), dengan kata lain ada
perbedaan tingkat kecemasan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana pada
kelompok eksperimen rata-rata penurunan tingkat kecemasan adalah 23.12 sedangkan pada kelompok
kontrol penurunan tingkat kecemasan adalah 9.88.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan penurunan tingkat
kecemasan yang signifikan antara kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol
setelah diberi perlakuan berupa terapi SEFT. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis
penelitian ini diterima, yaitu terapi SEFT efektif dapat menurunkan tingkat kecemasan pada wanita pre
menopause.

PEMBAHASAN
Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok
eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique). Responden yang diberi perlakuan terapi SEFT mengalami perubahan tingkat kecemasan.
Hasil uji mann-whitney dengan gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor antara gain score pre-post dengan taraf
signifikansi sebesar 0.000, karena tingkat signifikansi lebih kecil dari tingkat kesalahan (0.000< 0.05).
Hal ini sejalan dengan nilai selisih dari pre-posttest (gain score) yang diperoleh dari perbandingan nilai

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 291


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

mean pada kelompok eksperimen dengan skor 23.12 sedangkan pada kelompok kontrol penurunan
tingkat kecemasan adalah 9.88. Nilai tersebut menjadi perbandingan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol bahwasanya pada kelompok yang diberi perlakuan lebih efektif mengalami penurunan
kecemasan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan.
Wanita berusia sekitar 45 tahun ke atas, ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai
menghentikan produksi estrogen akibatnya haid tidak muncul lagi dan berefek pada penurunan drastis
kadar hormon estrogen dan progresteron yang akan diikuti berbagai perubahan fisik seperti,
inkontinensia (gangguan kontrol berkemih) pada waktu beraktivitas, jantung berdebar-debar, hot flushes
(peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba), sakit kepala, mudah lupa, sulit tidur, rasa semutan pada tangan
dan kaki, nyeri pada tulang dan otot dalam jangka panjang, rendahnya kadar hormon estrogen setelah
menopause menimbulkan ancaman osteoporosis (pengeroposan tulang) yang membuat patah tulang
serta peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler, dimana setelah mencapai menopause hormon-
hormon ini tidak diproduksi yang berarti berhentinya masa kesuburan. Hormon-hormon inilah yang
sangat berpengaruh dan mengatur emosi dan beberapa fungsi fisik.8
Menurut teori perubahan hormon, peranan hormon endorphin pada sinaps sel-sel saraf dapat
mengakibatkan penurunan sensasi nyeri serta gejala psikologis yaitu kecemasan. Ditinjau dari
Psikofisiologis, saat individu menghadapi kejadian traumatis sebagai bahaya, maka tubuh akan
memberikan respon dan mengaktifkan sistem syaraf dengan melepaskan hormon stres. Kelenjar adrenal
akan memberi tanda kepada hypotalamus untuk melepaskan kortisol, epinefrin, dan norepinefrin agar
masuk kedalam aliran darah. Reaksi segera yang terjadi dengan pelepasan hormon tersebut adalah
denyut jantung berdetak dengan cepat, sesak nafas, terjadinya tekanan darah dan perubahan metabolisme
dalam tubuh. Otot-otot bersiaga untuk memberikan respon melawan atau menghindar dengan membuka
pembuluh darah ke jantung dan dari jantung ke seluruh tubuh, sementara hati memberi respon dengan
melepaskan glukosa untuk energi dan memproduksi keringat untuk mendinginkan tubuh. Selain itu
banyak hormon stres endogen lainnya yang juga dibebaskan seperti hormon adrenocorticotropic yang
menstimulasi pelepasan glucocorticoid, glucagon untuk menggerakkan energi, endorfin untuk
memblokir rasa sakit, dan vasopresin yang juga memainkan peran dalam merespon stres
kardiovaskular.9 Hormon endorfin berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit, dimana terdapat
peningkatan kadar endorphin pada orang yang mengalami penurunan rasa nyeri.10
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aulianita dan Sudarmiati
tahun 2015 pada 30 responden wanita klimakterium yang mengalami kecemasan menunjukkan bahwa
setelah dilakukan terapi SEFT adalah tidak ada kecemasan sebanyak 4 responden (13.3%). Rata-rata
skor kecemasan (pretest) sebesar 21.50 dan rata-rata skor kecemasan (posttest) sebesar 19.43. Hasil uji
statistik dengan Wilcoxon signed rank test diperoleh nilai p = 0.000.11
Saat subjek melakukan terapi SEFT, hormon stres yang pada awalnya meningkat yaitu kortisol,
epinefrin, dan norepinefrin yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal, kemudian dapat menurun setelah
melakuan terapi SEFT disertai dengan pelepasan hormon endorfin yang dapat mengatasi rasa nyeri (rasa

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 292


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

sakit yang dialami sehingga dengan demikian subjek yang melakukan terapi SEFT akan merasa lebih
tenang, lebih nyaman dan rileks setelah melakukan terapi SEFT. Menurut San tahun 2012, bahwa
sebelum mengobati organ-organ yang terserang penyakit, maka hal pertama yang harus diperbaiki
adalah jalur energi tubuh, hal ini menjadi salah satu landasan penting dalam terapi SEFT.12 Titik-titik
tapping dalam terapi SEFT merupakan titik-titik yang mewakili organ-organ dalam tubuh, sehingga
pada saat tapping akan terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang
menurunkan regulasi Hipotalamic-Pitutiary-Adrenal Axis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi
hormon stres yaitu kortisol.5
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan dari Bakara tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap Penurunan Tingkat Gejala Depresi,
Kecemasan dan Stres pada Pasien Koroner Akut (SKA) Non Percutenous Coronary Intervention (PCI)”,
menunjukkan bahwa ada pengaruh intervensi SEFT terhadap penurunan tingkat depresi, kecemasan,
dan stress pada pasien SKA secara bermakna.13 Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah tahun 2013,
dalam penelitiannya “Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
Penanganan Nyeri Dismenorea menunjukkan bahwa terapi SEFT memberikan pengaruh terhadap
penanganan nyeri dismenorea dengan p value = 0.000.14 Penelitian yang telah dilakukan oleh Suherni
tahun 2017, dengan judul Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap
Penurunan Kecemasan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Malang,
diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.00 (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi
SEFT terhadap penurunan kecemasan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A
Malang.15
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa intervensi terapi SEFT dapat
digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, mudah dipahami, dipelajari dan merasakan efek dari terapi
SEFT secara langsung setelah melakukannya. Efek dari terapi SEFT dapat dirasakan subjek secara
langsung dan dapat bertahan lama karena tidak memiliki efek samping, dan bersifat universal.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor tingkat kecemasan yang diketahui dari
presentase tingkat kecemasan sebelum diberi perlakuan (pretest) dan sesudah diberi perlakuan (posttest)
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Ini menunjukkan bahwa terapi SEFT (Spiritual
Emotional Freedom Technique) efektif menurunkan tingkat kecemasan pada kelompok eksperimen,
sedangkan pada kelompok kontrol cenderung mengalami peningkatan atau stagnan. Terapi SEFT dapat
dijadikan sebagai terapi komplementer dalam penanganan kecemasan yang sering terjadi pada ibu pre-
meneopause.

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 293


Window of Health : Jurnal Kesehatan, Vol. 3 No. 4 (Oktober, 2020) : 287-294 E-ISSN 2614-5375

DAFTAR PUSTAKA
1. Stubbings DR, Rees CS, Roberts LD, Kane RT. Comparing In-Person To Videoconference-Based
Cognitive Behavioral Therapy For Mood And Anxiety Disorders: Randomized Controlled Trial. J
Med Internet Res. 2018;15(11):258.

2. Susanti S, Wiyono J. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Ibu Rumah Tangga dan Ibu yang
Bekerja di luar Rumah dalam Menghadapi Menopause di Dusun Mojosari Desa Ngenep Kecematan
Karangploso Kabupaten Malang. Nurs News J Ilm Keperawatan. 2017;2(1);34-44.

3. Zainuddin AF. SEFT: Spritual Emotion Freedom Technique. Jakarta: Afzan Publishing; 2015.

4. Feinstein D, Ashland O. What does energy have to do with energy psychology. Energy Psychol
Theory, Res Treat. 2015;4(2):59–80.

5. Church D, Brooks AJ. The effect of a brief EFT (Emotional Freedom Techniques) self-intervention
on anxiety, depression, pain and cravings in healthcare workers. Integr Med A Clin J. 2017;9(5):40–
4.

6. Dewi IP. Pengaruh Terapi Seft Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Para Pengguna
Napza. J Keperawatan Muhammadiyah. 2018;2(2):56-66.

7. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. kedua. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. 236 p.

8. Dalal PK, Agarwal M. Postmenopausal syndrome. Indian J Psychiatry. 2015;57(2):222-228.

9. Pujiastuti RS, Mulyantoro DK. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Intervention on
Blood Pressure among Pregnancy with Hypertension. International Journal of Nursing and Health
Services (IJNHS). 2020;3(3):402-410.

10. Anwar KK, Hadju V, Massi MN. Pengaruh Murottal Al-quran terhadap Peningkatan Kadar Beta-
endorphin dan Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Sectio Caesarea. J Kesehat. 2019;10(2):58–
62.

11. Novitriani A, Hidayati F. Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique terhadap Self-
Acceptance Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan. Psympathic: Jurnal Ilmiah
Psikologi. 2018;5(1):1-12.

12. Metty Verasari. Efektifitas terapi SPiritual Emotion Freedom Technique (SEFT) Terhadap
Penurunan Insomnia Pada Remaja Sebagai Residen NAPZA. J Sosio-Humaniora. 2014;5(1):75–
101.

13. Bakara DM, Ibrahim K, Sriati A. Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terhadap Tingkat Gejala Depresi, Kecemasan, dan Stres pada Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA)
Non Percutaneous Coronary Intervention (PCI). J Keperawatan Padjadjaran. 2013;1(1):87-95.

14. Zakiyah Z. Pengaruh dan Efektifitas Cognitive Behavioral Therapy (Cbt) Berbasis Komputer
terhadap Klien Cemas dan Depresi. E-Journal Widya Kesehat dan Lingkung. 2014;1(1):34-40 .

15. Suherni S. Pengaruh spiritual emotional freedom technique (SEFT) terhadap penurunan kecemasan
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Malang. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. International Journal of Nursing and Health Services (IJNHS). 2019
2(3):342-350.

Penerbit : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia 294


PERBEDAN EFEKTIVITAS SEDUHAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICAN
MILL) DAN AIR KELAPA HIJAU MUDA (COSOS NUCIFERA LINN) TERHADAP
TEKANAN DARAH PADA WANITA MENOPAUSE DENGAN HIPERTENSI

Endang Buda Setyowati*


*Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl.Dukuh Pakis Baru II no. 110 Surabaya
Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

ABSTRAK
Pendahuluan : Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistole yang tingginya tergantung dari usia
individu yang terkena. Survey awal yang di Desa Beliting Gresik Tahun 2015 didapatkan sebanyak 70
orang yang mengalami hipertensi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektivitas
seduhan daun alpukat dan air kelapa hijau muda terhadap tekanan darah pada wanita menopause
dengan hipertensi di Desa Beliting Gresik Tahun 2015. Metode : yang digunakan adalah pre
eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh wanita menopause yang mengalami tekanan darah
tinggi di Desa Biliting Gresik Tahun 2015. Sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling,
dengan responden berjumlah 32 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen lembar
pengumpulan data dan lembar observasi. Analisis data menggunakan uji statistik t-testdan
independent t-test.. Hasil : Hasil penelitian dari kedua perlakuan mengalami penurunan tekanan
darah.responden yang diberi seduhan daun alpukatdengan nilai mean (sistole) yaitu 123,75 mmHg
dan nilai mean (diastole) yaitu 82,50 mmHg. Sedangkan untuk ibu menopause yang diberi air kelapa
hijau muda mengalami penurunan tekanan darah denan nilai mean (sistole) yaitu 140,62 mmHg dan
nilai mean (diastole) yaitu 93,75 mmHg.Dari hasil uji t-testuntuk kedua perlakuan didapatkan nilai p-
value sistole dan diastole 0,00< 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak H1 diterima yang
artinya ada pengaruh terhadap penurunan tekanan darah yang bermakna antara tekanan darah (sistole
dan diastole) sebelum dan sesudah diberikan seduhan daun alpukat dan air kelapa hijau muda DAN
Hasil uji independent t-test.diperoleh tekanan darah (sistole) didapatkan nilai p-value sebesar 0,00.
Maka nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 < 0,05). Untuk tekanan darah (diastole) didapatkan nilai p-
value sebesar 0,00. Maka nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 < 0,05). Diskusi : bahwa terdapat
perbedaan efektivitas antara seduhan daun alpukat dan air kelapa hijau muda. Seduhan daun alpukat
lebih efektiv untuk menurunkan tekanan darah.

Kata Kunci : Hipertensi, Seduhan Daun Lapukat, Air kelapa Hijau Muda, Tekanan Darah

PENDAHULUAN hipertensi dengan komplikasinya merupakan


Menopause adalah berhentinya haid salah satu penyebab kematian tertinggi di
terakhir yang terjadi dalam masa klimakterium Indonesia tahun 2014 yaitu sebesar 5,3%.
dan hormon esterogen tidak terbentuk lagi, jadi Data Riset Kesehatan Dasar menyebutkan,
menopause merupakan satu titik waktu serta total penderita hipertensi di Jawa Timur tahun
umunya terjadi pada usia 45-55 tahun (Pieter, 2013 sebanyak 319.895 pasien (26,2%).
2010). Menopause merupakan masa yang sulit Hipertensi di Jawa Timur menduduki “top
bagi wanita yamg belum mengerti. Terlebih score” selama tiga tahun terakhir dibandingkan
masamenopause rentan terhadap penyakit yang kasus penyakit tidak menular tertinggi di Jawa
menyertainya jika tidak dapat menjaga Timur lainya (Dinkes Jatim, 2013).
kesehatan dan pola hidup yang seimbang. Salah Data Dinas Kesehatan Kota Gresik pada
satu masalah yang menyertai menopause adalah tahun 2015 terdapat 15.062 lansia yang
hipertensi. menderita hipertensi. Berdasarkan studi
Angka kematian karena hipertensi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Agustus
diperkirakan sebesar 17 juta orang setiap tahun. tahun 2015 jumlah sasaran menopause di
Kematian karena komplikasi hipertensi sebesar wilayah kerja Puskesmas Cerme sebanyak 2.244
9,4 juta setiap tahun (WHO, 2013). Menurut jiwa, dan yang mengalami hipertensi sebanyak
Data Kementrian Kesehatan menunjukan bahwa 70 orang. Secara teori dan praktik rentan usia

17
50-55 rentan menderita hipertensi karena dengan terapi herbal. Terapi herbal banyak
perubahan jantung, pembuluh darah dan digunakan oleh masyarakat dalam mengatasi
hormon. hipertensi dikarenakan memiliki sedikit efek
Penyebab terjadinya tekanan darah tinggi samping dan juga biayanya relatif murah. Terapi
menurut Grey (2007) disebabkan oleh beberapa herbal yang digunakan seperti pemanfaatan daun
faktor yaitu curah jantung dan tahanan perifer. alpukat dan air kelapa hijau muda.
Keseimbangan dan tahanan perifer sangat Asupan kalium yang terdapat dalam air
berpengaruh terhadap kenormalan tekanan kelapa hijau muda juga dapat membantu
darah. Tekanan darah ditentukan oleh mengatasi tekanan darah tinggi. Kalium sangat
konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah
arteriol kecil dan jika terjadi peningkatan sistolik dan diastolik dengan menghambat
konsentrasi yang lama akan mengakibatkan pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan
penebalan pembuluh darah arteriol dan menjadi ekskresi natrium dan air (Guyton & Hall, 2008).
awal meningkatnya tahanan perifer yang Berdasarkan penjelasan diatas maka
irreversible. peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Dampak mikro yang ditimbulkan akibat dengan judul “perbedaan efektivitas seduhan
terjadinya peningkatan tekanan darah adalah daun alpukat dan air kelapa hijau muda terhadap
keluhan tidak nyaman pada menopause dan tekanan darah pada wanita menopause dengan
cepat marah sehingga hal ini butuh penangan, hipertensi di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015”
sedangkan dampak makro akibat peningkatan
tekanan darah adalah angka kesakitan dan METODE PENELITIAN
kematian pada menopause tinggi dikarenakan Berdasarkan ruang lingkup penelitian
komplikasi yang muncul (Vina, 2008). termasuk jenis penelitian infrensial. penelitian
Menghadapi permasalahan ini maka solusi ini yaitu berdasarkan lingkup penelitian
pengelolaan hipertensi dapat dilakukan termasuk jenis penelitian inferensial kuantitatif.
menggunakan berbagai metode baik secara Penelitian ini adalah 16 orang untuk
farmakologi maupun secara nonfarmakologi. kelompok pemeberian seduhan daun alpukat dan
Pengelolaan hipertensi secara farmakologi dapat 16 untuk kelompok pemberian air kelapa hijau
dilakukan menggunakan obat-obat modern yang muda.
bersifat kimiawi seperti obat diuretik,
angiostesin converting enzyim inhibitor (ACEI),
antagonis kalsium (Mansjoer, dkk. 2007).
Salah satu penanganan secara non
farmakologis dalam mengatasi hipertensi adalah
dengan terapi komplementer. Terapi
komplementer bersifat alamiah diantaranya
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Wanita Menopause Yang Mengonsumsi Seduhan
Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Di Desa Beliting-Gresik Tahun 2015.
Seduhan Daun Alpukat
Usia Air Kelapa Hijau Muda
Responden
Frekuensi (f) Presentase (%) Frekuensi (f) Presentase (%)
45-49 tahun 3 18,8 2 12,6
50-54 tahun 4 25,0 5 31,2
55-59 tahun 4 25,0 4 25,0
≥60 tahun 5 31,2 5 31,2
Total 16 100,0 16 100,0
Sumber: Data Primer Penelitian (2015
Berdasarkan tabel 1 dapat diinterpretasikan daun alpukat hampir setengah (31,2%) yaitu
bahwa usia responden yang diberikan seduhan sebanyak 5 orang responden berusia ≥60 tahun.

18
Sedangkan usia responden yang diberikan air Karakteristik Responden Berdasarkan
kelapa hijau muda hampir setengah (31,3%) Pendidikan
yaitu sebanyak 5 orang responden berusia 50-54
tahun dan 5 orang responden berusia ≥ 60 tahun.
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Wanita Menopause Yang Mengonsumsi
Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Pendidikan Responden
Frekuensi (f) Presentase (%) Frekuensi (f) Presentase (%)
Tidak Sekolah 7 43,2 10 62,5
Dasar (SD dan SMP) 8 50,5 6 37,5
Menengah (SMA) 1 6,3 - -
Total 16 100,0 16 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 2 dapat diinterpretasikan SMP). Sedangkan responden yang diberikan air
pendidikan responden yang diberikan seduhan kelapa hujau muda sebagian besar (62,5%) yaitu
daun alpukat setengah (50,5%) yaitu sebanyak 8 sebanyak 10 orang responden tidak sekolah.
orang responden berpendidikan dasar (SD dan Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Wanita Menopause Yang Mengonsumsi
Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Pekerjaan Responden
Frekuensi (f) Presentase (%) Frekuensi (f) Presentase (%)
IRT 7 43,8 9 56,2
Tani 6 37,4 4 25,0
Wiraswasta 3 18,8 3 18,8
Total 16 100,0 16 100,0
Sumber: Data Primer Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 3 dapat diinterpretasikan (56,2%) yaitu sebanyak 9 orang responden
pekerjaan responden yang diberikan seduhan bekerja sebagai IRT.
daun alpukat hampir setengah (43,8%) yaitu Tekanan Darah Sistolik Sebelum
sebanyak 7 orang responden bekerja sebagai Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air
IRT. Sedangkan pekerjaan responden yang Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
diberikan air kelapa hijau muda sebagian besar Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi
Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik Sebelum
Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel Media Modu Media Modu
Mean n s SD Mean n s SD
156,2 155,00 140,0 13,6 156,2 150,00 150,0 13,1
Tekanan Darah Sistolik Sebelum 5 0 0 5 0 0
Perlakuan
Sumber : Data Primer Tahun 2015
muda mean 156,25 mmHg dan median 150,00
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat dijelaskan mmHg dengan hasi tes uji normalitas ρ-value =
bahwa tekanan darah sistolik sebelum pemberian 0,06.
seduhan daun alpukat mean 156,25 mmHg dan Tekanan Darah Diastolik Sebelum
median 155,00 mmHg dengan hasi tes uji Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air
normalitas ρ-value = 0,08 dan tekanan darah Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
sistolik sebelum pemberian air kelapa hijau

19
Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah Diastolik Sebelum
Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel Mea Media Modu Media Modu
n n s SD Mean n s SD
95,6 95,00 90,00 9,6 100,0 100,00 100,0 10,3
Tekanan Darah Diastolik Sebelum 2 3 0 0 2
Perlakuan
Sumber : Data Primer Tahun 2015
mmHg dengan hasi tes uji normalitas ρ-value =
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dijelaskan 0,26.
bahwa tekanan darah diastolik sebelum Tekanan Darah Sistolik Sesudah Pemberian
pemberian seduhan daun alpukat mean 95,62 Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau
mmHg dan median 95,00 mmHg dengan hasi tes Muda Terhadap Tekanan Darah Pada Wanita
uji normalitas ρ-value = 0,06 dan tekanan darah Menopause Dengan Hipertensi Di Desa
sistolik sebelum pemberian air kelapa hijau Betiting-Gresik Tahun 2015.
muda mean 100,00 mmHg dan medi an 100,00
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik Sesudah
Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel Media Modu Media Modu
Mean n s SD Mean n s SD
123,7 120,00 120,0 11,4 140,6 140,00 140,0 9,9
Tekanan Darah Sistolik Sesudah 5 0 7 2 0 7
Perlakuan
\Sumber : Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan tabel 6 diatas dapat dijelaskan 140,00 mmHg dengan hasi tes uji normalitas ρ-
bahwa tekanan darah diastolik sesudah value = 0, 20.
pemberian seduhan daun alpukat mean 123,75 Tekanan Darah Diastolik Sesudah
mmHg dan median 120,00 mmHg dengan hasi Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air
tes uji normalitas ρ-value = 0,17 dan tekanan Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
darah diastolik sesudah pemberian air kelapa Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di
hijau muda mean 140,62 mmHg dan median Desa Betiting Gresik Tahun 2015.
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tekanan Darah Diastolik Sesudah
Pemberian Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah
Pada Wanita Menopause Dengan Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel Mea Media Modu Mea Media Modu
n n s SD n n s SD
82,5 80,00 80,00 10,0 93,7 90,00 90,00 9,5
Tekanan Darah Diastolik Sesudah 0 0 5 7
Perlakuan
Sumber : Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dijelaskan mmHg dengan hasi tes uji normalitas ρ-value =
bahwa tekanan darah diastolik sesudah 0,0.
pemberian seduhan daun alpukat mean 82,50 Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat
mmHg dan median 80,00 mmHg dengan hasi tes Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap
uji normalitas ρ-value = 0,06 dan tekanan darah Tekanan Darah Pada Wanita Menopause
sistolik sesudah pemberian air kelapa hijau dengan Hipertensi Desa Betiting Gresik
muda mean 93,75 mmHg dan median 90,00 Tahun 2015

20
Pada uji normalitas menggunakan Shapiro- air kelapa hijau muda didapatkan p value 0,06
wilk tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah dan 0,20 sedangkan tekanan darah diastolik
diberikan seduhan daun alpukat didapatkan p sebelum dan sesudah diberikan air kelapa hijau
value 0,08 dan 0,17 sedangkan tekanan darah muda p value 0,26 dan 0,20. Maka uji normalitas
diastolik sebelum dan sesudah diberikan sebaran data dapat disimpulkan p value > α
seduhan daun alpukat didapatkan p value 0,06 dengan α=0,05. Sehingga, sebaran data normal
dan 0,06. Maka uji normalitas sebaran data dapat dan dapat digunakan uji parametrik dengan uji t
disimpulkan p value > α dengan α=0,05. sampel berpasangan.
Sehingga, sebaran data normal dan dapat Perbandingan Tekanan Darah Sistolik
digunakan uji parametrik dengan uji t sampel Sebelum dan Sesudah Pemberian Seduhan Daun
berpasangan. Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap
Berdasarkan pada uji normalitas Tekanan Darah Wanita Menopause Dengan
menggunakan Shapiro-wilk tekanan darah Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
sistolik sistolik sebelum dan sesudah diberikan
Tabel 8 Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Seduhan Daun
Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah Wanita Menopause Dengan
Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel
Mean SD SE Mean SD SE
Tekanan Darah Sistolik Sebelum 156,25 13,60 3,40 156,25 13,10 2,40
Tekanan Darah Sistolik Sesudah 123,75 11,47 2,86 140,62 9,97 2,50
P value = 0,000 α = 0,05
Sumber : Data Primer Tahun 2015
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan
Dapat dilihat bahwa pada tabel 5.8 uji statistik Paired Sampel T Test tekanan darah
diinterpretasikan mean tekanan darah sistolik sistolik untuk kedua perlakuan didapatkan nilai p-
terdapat penurunan 32,50 mmHg antara sebelum value sebesar 0,00. Maka nilai p-value kurang dari
pemberian seduhan daun alpukat 156,25 mmHg 0,05 (0,00 < 0,05). Hal ini menunjukan bahwa H0
dengan sesudah pemberian seduhan daun ditolak H1 diterima. Jadi kesimpulanya terdapat
alpukat sebesar 123,75 mmHg. Sedangkan untuk penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna
antara tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah
pemberian air kelapa hijau muda diperoleh mean
diberikan seduhan daun alpukat dan air kelapa hijau
tekanan darah sistolik terdapat penurunan 15,63 muda pada wanita menopause dengan hipertensi di
mmHg antara sebelum pemberian air kelapa Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
hijau muda 156,25 mmHg dengan sesudah Perbandingan Tekanan Darah Diastolik
pemberian air kelapa hijau muda sebesar 140,62 Sebelum dan Sesudah Pemberian Seduhan Daun
mmHg. Dari sini dapat dilihat adanya perbedaan Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap
tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah Tekanan Darah Wanita Menopause Dengan
pemberian seduhan daun alpukat dan air kelapa Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
hijau muda.
Tabel 9 Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Seduhan Daun
Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda Terhadap Tekanan Darah Wanita Menopause Dengan
Hipertensi Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
Seduhan Daun Alpukat Air Kelapa Hijau Muda
Variabel
Mean SD SE Mean SD SE
Tekanan Darah Diastolik sebelum 95,62 9,63 2,40 100,00 10,32 2,58

Tekanan Darah Diastolik Sesudah 82,50 10,00 2,50 93,75 9,57 2,39
P value = 0,000 α = 0,05
Sumber : Data Primer Tahun 2015
Dapat dilihat bahwa pada tabel 9 sebelum pemberian seduhan daun alpukat 95,62
diinterpretasikan mean tekanan darah diastolik mmHg dengan sesudah pemberian seduhan
terdapat penurunan 14,12 mmHg antara daun alpukat sebesar 82,50 mmHg. Sedangkan

21
untuk pemberian air kelapa hijau muda PEMBAHASAN
diperoleh mean tekanan darahdiastolik terdapat Tekanan Darah Sebelum Pemberian
penurunan 6,25 mmHg antara sebelum Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau
pemberian air kelapa hijau muda 100,00 mmHg Muda Terhadap Menopause Dengan Hipertensi
dengan sesudah pemberian air kelapa hijau Di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015.
muda sebesar 93,75 mmHg. Dari sini dapat Berdasarkan distribusi frekuensi
dilihat adanya perbedaan tekanan darah sistolik karakteristik responden berdasarkan tekanan
sebelum dan sesudah pemberian seduhan daun darah sebelum pemberian seduhan daun alpukat
alpukat dan air kelapa hijau muda. dan air kelapa hjau muda terhadap perubahan
Berdasarkan hasil uji statistik tekanan darah wanita menopause dengan
menggunakan uji statistik Paired Sampel T Test hipertensi di Desa Betiting Gresik tahun 2015
tekanan darah diastolik untuk kedua perlakuan memiliki mean sistolik sebesar 156,25 mmHg
didapatkan nilai p-value sebesar 0,00. Maka dan mean diastolik sebesar 95,62 mmHg untuk
nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 < 0,05). Hal seduhan daun alpukat dan mean sistolik sebesar
ini menunjukan bahwa H0 ditolak H1 diterima. 156,25 mmHg dan mean diastolik sebesar
Jadi kesimpulanya terdapat penurunan tekanan 100,00 mmHg untuk air kelapa hijau muda.
darah diastolik yang bermakna antara tekanan Penyebab hipertensi terbagi 2 yakni
darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
seduhan daun alpukat dan air kelapa hijau muda Seseorang dikatakan menderita hipertensi
pada wanita menopause dengan hipertensi di primer ketika tekanan darah tinggi yang
Kelurahan Betiting tahun 2015. dideritanya disebabkan oleh seperti genetik,
Terhadap Tekanan Darah Pada Wanita lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf
Menopause Dengan Hipertensi Di Kelu Desa simpatis, sistem renin-angiostesin, defek dalam
Betiting-Gresik Tahun 2015. ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
Tabel 10 Analisis Perbedaan Efektivitas intraseluler, dan faktor yang meningkatkan
Seduhan Daun Alpukat Dan Air risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta
Kelapa Hijau Muda Terhadap polisitemia.
Tekanan Darah Pada Wanita Menurut peneliti bahwa faktor yang
Menopause Dengan Hipertensi Di memicu hipertensi sebagian besar dipengaruhi
Desa Betiting-Gresik Tahun 2015 oleh usia yang bertambah sema dimana usia
Tekanan juga mempengaruhi tekanan darah seseorang,
Perlakuan Mean
Darah dengan bertambahnya usia seseorang maka
Seduhan Daun Alpukat 123,75 pembuluh darah akan cenderung kaku dan
Sistolik elastisitasnya akan berkurang sehingga akan
Air Kelapa Hijau Muda 140,62
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
Seduhan Daun Alpukat 82,50
Diastolik Namun usia yang semakin tuapun tekanan
Air Kelapa Hijau Muda 93,75 darah dapat dikendalikan dengan tetap menjaga
P value = 0,000 α = 0,05 pola asupan makanan, rajin berolahraga dan
Sumber : Data Primer Tahun 2015 melakukan pemeriksaan rutin tekanan darah.
Berdasarkan uji t independen tekanan Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh
darah sistolik dan diastolik didapatkan nilai p- pemberian seduhan daun alpukat terhadap
value sebesar 0,00. Maka nilai p-value kurang tekanan darah pada wanita menopause dengan
dari 0,05 (0,00 < 0,05). Karena kedua p-value < hipertensi di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015
0,05 (0,00 < 0,05) makaH0 ditolak H1 diterima. bahwa sebanyak 16 responden yang diberikan
Jadi kesimpulanya terdapat perbedaan seduhan daun alpukat mengalami penurunan
efektivitas pemberian seduhan daun alpukat dan tekanan darah. Nilai mean tekanan darah untuk
air kelapa hijau muda terhadap tekanan darah, sistole 156,25 mmHg, sedangkan nilai mean
dimana seduhan daun alpukat lebih efektiv untuk diastole 95,62 mmHg. Pemberian
daripada air kelapa hijau muda terhadap seduhan daun alpukat mengakibatkan terjadinya
tekanan darah pada wanita menopause dengan perubahan nlai mean antara pengukuran
hipertensi di Desa Betiting-Gresik Tahun 2015. tekanan darah sebelum dan sesudah yaitu
Jadi, baik seduhan daun alpukat maupun air 123,75 mmHg untuk nilai sistole dan 82,5
kelapa hijau muda sama mempunyai pengaruh mmHg untuk diastole.
terhadap penurunan tekanan darah.

22
Pada penelitian yang dilakukan oleh pelepasan renin sehingga terjadi peningkatan
Maryati (2007) mengatakan bahwa dengan ekskresi natrium dan air.
pemberian seduhan daun alpukat dapat Menurut peneliti untuk menurunkan
mengurangi resiko hipertensi pada wanita tekanan darah dapat mengkonsumsi seduhan
menopause, karena mengandung senyawa daun alpukat dan air kelapa hijau muda sebagai
flavonoid, saponin dan alkaloid. Flavonoid salah satu terapi alternatif atau non
dapat mempengaruhi kerja Angiotensin farmakologis yang lebih mudah untuk
Converting Enzym (ACE). Penghambatan ACE didapatkan dan biayanya relatif murah dan
akan menginhibisi perubahan ACE I menjadi memiliki banyak manfaat.
ACE II yang menyebabkan vasodilatasi Analisa Pengaruh Pemberian Seduhan
sehingga tahanan perifer turun dan dapat Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau Muda
menurunkan tekanan darah. Efek lainya dapat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
menyebabkan penurunan retensi air dan garam Wanita Menopause Di Desa Betiting-Gresik
oleh ginjal, sekresi aldosteron, dan sekresi Anti Tahun 2015.
Diuretic Hormone (ADH) oleh kelenjar Berdasarkan hasil penelitian dari 16
hipopituatari. Sekresi aldosteron yang menurun responden yang ada di Desa Betiting-Gresik
berefek terhadap retensi air dan garam oleh Tahun 2015, sebelum diberikan seduhan daun
ginjal, sedangkan penurunan sekresi ADH alpukat nilai mean tekanan darah (sistole)
menyebabkan penurunan absorpsi air. responden yaitu 156,25 mmHg dan tekanan
Penurunan retensi air dan garam serta absorpsi darah (diastole) responden yaitu 95,62 mmHg.
air menyebabkan volume darah menurun. Setelah pemberian seduhan daun alpukat dari
Saponin memiliki khasiat diuretik dengan 16 responden mengalami penurunan tekanan
menurunkan volume plasma dengan cara darah (sistole) responden yaitu 123,75 mmHg
mengeluarkan air dan elektrolit terutama dan tekanan darah (diastole) responden yaitu
natrium, sehingga pada akhirnya cardiac output 82,50 mmHg. Penurunan tekanan darah
menurun. Natrium dan air juga dapat sebelum dan sesudah diberikan seduhan daun
mempengaruhi resistensi perifer. alpukat terdapat selisih mean tekanan darah
Alkaloidsecara umum alkaloid sering (sistole) sebesar 32,50 mmHg dan tekanan
digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid darah diastolik sebesar 13,12 mmHg.
dapat berfumgsi sebagai zat antioksidan yang Berdasarkan hasil uji statistik
didukung oleh penelitian uji senyawa menggunakan uji statistik Paired Sampel T Test
antioksidan. Alkaloid berfungsi sama dengan tekanan darah (sistole) didapatkan nilai p-value
obat-obatan β-blocker mempunyai khasiat sebesar 0,00. Maka nilai p-value kurang dari
inotropik negatif dan kontropik negatif terhadap 0,05 (0,00 < 0,05). Untuk tekanan darah
jantung. Akibatnya adalah penurunan curah (diastole) didapatkan nilai p-value sebesar 0,00.
jantung, turunya denyut jantung dan kurangnya Maka nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 <
kekuatan kontraksi dari mokardium. Resistensi 0,05). Hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak H1
perifer terkadang naik, terkadang juga tetap. diterima. Jadi kesimpulanya terdapat penurunan
Pengurangan cardiac output yang kronik tekanan darah yang bermakna antara tekanan
menyebabkan resistensi perifer menurun. Hal darah (sistole dan diastole) sebelum dan
tersebut menyebabkan penurunan tekanan sesudah diberikan seduhan daun alpukat pada
darah. wanita menopause dengan hipertensi di Desa
Pada penelitian yang dilakukan oleh Betiting-Gresik Tahun 2015. Sehingga dengan
Bimantoro (2012), mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi seduhan daun alpukat secara
mengonsumsi air kelapa hijau muda merupakan rutin setiap sore dapat mempengaruhi
salah satu solusi yang dapat digunakan untuk perubahan tekanan darah baik sistole maupun
menambah asupan Kalium agar dapat diastole.
menyeimbangi kadar Natrium sehingga tekanan Penelitian yang dilakukan oleh Irawati
darah terjaga. Kalium yang terdapat dalam air (2015), tumbuhan alpukat memiliki banyak
kelapa hijau muda dapat mengimbangi natrium manfaat. Hampir semua bagian dari tanaman
sehingga darah kita tetap terjaga. Kalium sangat alpukat memiliki khasiat sebagai sumber obat-
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah obatan. Bagian tanaman alpukat yang memiliki
sistolik dan diastolik dengan menghambat banyak kasiat adalag bagian daunya. Daun
alpukat memiliki aktifitas antioksidan dan

23
membantu mencegah atau memperlambat sehingga terjadi peningkatan ekskresi natrium
kemajuan berbagai oksidatif stres yang dan air. Angiotensin II berpotensi besar
berhubungan dengan penyakit. Konsumsi meningkatkan tekanan darah karena bersifat
seduhan daun alpukat diketahui dapat sebagai vasokontriktor dan dapat merangsang
menurunkan tekanan darah secara signifikan, pengeluaran aldosteron. Aldosteron
menurunkan kadar glukosa darah serta dapat meningkatkan tekanan darah dengan jalan retesi
menurunkan kadar ureum dan kreatin pada natrium. Retensi natrium dan air menjadi
ginjal. berkurang dengan adanya kalium, sehingga
Dengan pemberian seduhan daun alpukat terjadinya penurunan volume plasma, curah
ini terhadap tekanan darah pada wanita jantung, tekanan darah dan tekanan perifer.
menopause mengalami penurunan baik itu Menurut peneliti selain dengan
tekanan darah (sistole) maupun tekanan darah mengonsumsi air kelapa hijau muda dengan
(diastole). Dalam hal ini fakta dan teori di memperhatikan gaya hidup serta rajin
tempat penelitian tidak memiliki kesenjangan. berolahraga dapat mencegah terjadinya
Dibuktikan dengan adanya penurunan tekanan hipertensi. Dengan adanya penurunan tekanan
darah (sistole dan diastole) pada wanita darah karena mengonsumsi air kelapa hijau
menopause dengan hipertensi dengan muda baik nilai sistole maupun diastole
mengkonsumsi seduhan daun alpukat. membuktikan bahwa antara teori dan fakta tidak
Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh air memiliki kesenjangan.
kelapa hijau muda terhadap tekanan darah pada Analisa Perbedaan Efektivitas Pemberian
wanita menopause dengan hipertensi di Desa Seduhan Daun Alpukat Dan Air Kelapa Hijau
Betiting-Gresik Tahun 2015, bahwa sebanyak Muda Terhadap Tekanan Darah Pada Wanita
16 responden yang diberikan seduhan daun Menopause Dengan Hipertensi
alpukat mengalami penurunan tekanan darah. Berdasarkan tabel 10 dapat
Nilai mean tekanan darah untuk sistole 140,62 diinterpretasikan bahwa wanita menopause
mmHg, sedangkan nilai mean untuk diastole dengan hipertensi yang diberikan seduhan daun
93,75 mmHg. alpukat mengalami penurunan tekanan darah
Berdasarkan hasil uji statistik (sistole) dengan nilai mean 123,75 mmHg dan
menggunakan uji statistik Paired Sampel T Test tekanan darah (diastole) dengan nilai mean
tekanan darah (sistole) didapatkan nilai p-value 82,50 mmHg. Sedangkan wanita menopause
sebesar 0,00. Maka nilai p-value kurang dari dengan hipertensi yang diberikan air kelapa
0,05 (0,00 < 0,05). Untuk tekanan darah hijau muda mengalami penurunan tekanan
(diastole) didapatkan nilai p-value sebesar 0,00. darah (sistole) dengan nilai mean 140,62 mmHg
Maka nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 < dan tekanan darah (diastole) dengan nilai mean
0,05). Hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak H1 93,75 mmHg.
diterima. Jadi kesimpulanya terdapat penurunan Menurut Kholis (2011) terapi dari
tekanan darah yang bermakna antara tekanan hipertensi terdiri dari terapi farmakologis dan
darah (sistole dan diastole) sebelum dan non farmakologis. Secara farmakologis ada
sesudah diberikan air kelapa hijau muda pada beberapa obat yang biasa digunakan untuk
wanita menopause dengan hipertensi di Desa mengatasi hipertensi, tetapi penggunaanya
Betiting-Gresik Tahun 2015. harus berdasarkan resep dan pengawasan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dokter, mengingat adanya efek samping dan
oleh Bimantoro (2012), mengatakan bahwa indikasi tertentu yang hanya dimengerti oleh
dengan mengonsumsi air kelapa hijau muda dokter. Secara non farmakologis dalam
merupakan salah satu solusi yang dapat mengatasi hipertensi adalah dengan terapi
digunakan untuk menambah asupan Kalium komplementer. Terapi komplemeter bersifat
agar dapat menyeimbangi kadar Natrium alamiah diantaranya dengan terapi herbal.
sehingga tekanan darah terjaga. Kalium yang Terapi herbal banyak digunakan oleh
terdapat dalam air kelapa hijau muda dapat masyarakat dalam mengatasi hipertensi
mengimbangi natrium sehingga darah kita tetap dikarenakan memiliki sedikit efek samping dan
terjaga. juga biayanya relatif murah. Terapi herbal yang
Kalsium sangat bermanfaat untuk digunakan seperti pemanfaatan daun alpukat
menurunkan tekanan darah sistolik dan dan air kelapa hijau muda.
diastolik dengan menghambat pelepasan renin

24
Saponin memiliki khasiat diuretik dengan dimana seduhan daun alpukat lebih efektiv
menurunkan bvolume plasma dengan cara daripada air kelapa hijau muda terhadap
mengeluarkan air dan elektrolit terutama tekanan darah pada wanita menopause dengan
natrium, sehingga pada akhirnya cardiac output hipertensi di Kelurahan Betiting tahun 2015.
menurun. Natrium dan air juga dapat Jadi baik seduhan daun alpukat maupun air
mempengaruhi resistensi perifer. kelapa hijau muda sama mempunyai pengaruh
Alkaloidsecara umum alkaloid sering dalam proses menurunkan tekanan darah baik
digunakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid sistole maupun diastolekarena kandungan yang
dapat berfumgsi sebagai zat antioksidan yang terdapat dalam seduhan daun alpukat dan air
didukung oleh penelitian uji senyawa kelapa hijau muda. Akan tetapi seduhan daun
antioksidan. Alkaloid berfungsi sama dengan alpukat lebih memberikan efek yang cepat bagi
obat-obatan β-blocker mempunyai khasiat penurunan tekanan darah.
inotropik negatif dan kontropik negatif terhadap Hal ini disebabkan karena seduhan daun
jantung. Akibatnya adalah penurunan curah alpukat mengandung lebih banyak senyawa
jantung, turunya denyut jantung dan kurangnya kimia berupa flavonoid, saponin dan alkaloid.
kekuatan kontraksi dari mokardium. Resistensi Dimana flavonoid bermanfaat untuk
perifer terkadang naik, terkadang juga tetap. mempengaruhi kerja Angiotensin Converting
Pengurangan cardiac output yang kronik Enzym (ACE). Penghambatan ACE akan
menyebabkan reistrebnsi perifer menurun. Hal menginhibisi perubahan ACE I menjadi ACE II
tersebut menyebabkan penurunan tekanan yang menyebabkan vasodilatasi sehingga
darah. tahanan perifer turun dan dapat menurunkan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh tekanan darah.
Bimantoro (2012), mengatakan bahwa dengan Alkaloid secara umum sering digunakan
mengonsumsi air kelapa hijau muda merupakan dalam bidang pengobatan. Alkaloid dapat
salah satu solusi yang dapat digunakan untuk berfumgsi sebagai zat antioksidan yang
menambah asupan Kalium agar dapat didukung oleh penelitian uji senyawa
menyeimbangi kadar Natrium sehingga tekanan antioksidan. Alkaloid berfungsi sama dengan
darah terjaga. Kalium yang terdapat dalam air obat-obatan β-blocker mempunyai khasiat
kelapa hijau muda dapat mengimbangi natrium inotropik negatif dan kontropik negatif terhadap
sehingga darah kita tetap terjaga. jantung. Saponin memiliki khasiat diuretik
Kalium sangat bermanfaat untuk dengan menurunkan bvolume plasma dengan
menurunkan tekanan darah sistolik dan cara mengeluarkan air dan elektrolit terutama
diastolik dengan menghambat pelepasan renin natrium, sehingga pada akhirnya cardiac output
sehingga terjadi peningkatan ekskresi natrium menurun. Natrium dan air juga dapat
dan air. Angiotensin II berpotensi besar mempengaruhi resistensi perifer.
meningkatkan tekanan darah karena bersifat Menurut peneliti selain dengan terapi
sebagai vasokontriktor dan dapat merangsang farmakologis dan non farmakologis, hipertensi
pengeluaran aldosteron. Aldosteron juga dapat dicegah dengan menjaga pola makan
meningkatkan tekanan darah dengan jalan retesi yang sehat dan pola hidup yang sehat.
natrium. Retensi natrium dan air menjadi
berkurang dengan adanya kalium, sehingga SIMPULAN DAN SARAN
terjadinya penurunan volume plasma, curah Simpulan
jantung, tekanan darah dan tekanan perifer. Dari hassil penelitian ialah Sebelum pemberian
Hasil analisa data yang menggunakan uji seduhan daun alpukat tekanan darah (sistole)
independen test, t tidak berpasangantekanan dengan nilai mean 156,25mmHg dan diastole
darah (sistole) didapatkan nilai p-value sebesar 95,62 mmHg, Sesudah pemberian seduhan daun
0,00. Maka nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 alpukat tekanan darah (sistole) dengan nilai
< 0,05). Untuk tekanan darah (diastole) mean 123,75 mmHg dan diastole 82,50 mmHg.
didapatkan nilai p-value sebesar 0,00. Maka Ada perbedaan tekanan darah sebelum dan
nilai p-value kurang dari 0,05 (0,00 < 0,05). Hal sesudah pemberian seduhan daun alpukat.
ini menunjukan bahwa H0 ditolak H1 diterima. Sebelum pemberian air kelapa hijau muda
Jadi kesimpulanya terdapat perbedaan tekanan darah (sistole) dengan nilai mean
efektivitas pemberian seduhan daun alpukat dan 152,25 mmHg dan diastole 100,00 mmHg.
air kelapa hijau muda terhadap tekanan darah, Sesudah pemberian air kelapa hijau muda

25
tekanan darah (sistole) dengan nilai mean Kholis.2011.Penatalaksanan Hipertensi.
140,62 mmHg dan diastole 93,75 mmHg. Jakarta: Balai Pustaka
Saran Kusumawardhani.2011. Kesehatan Reproduksi.
Disarankan agar dapat bermanfaat di Jakarta: Arean
lingkungan pendidikan sebagai referensi tambahan Kowalski. 2010. Terapi Hipertensi. Program 8
yang mengacu pada pengobatan hipertensi. Minggu Menurunkan Tekanan Darah
Tinggi Dan Mengurangi Risiko
DAFTAR PUSTAKA Serangan Jantuung Dan Stroke
Andarita, O. 2014. Kitab Dahsyatnya 50 Buah Secara Alami.Bandung: Qanita
Dan Sayur. Jakarta: Pustaka Agung Lastiko, B.2004.Menopause Dan
Harapan Andropause.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Amirudin.2009. Hipertensi Pada Lovastatin &Kahlmer. 2006. Penyakit Jantung
Lansia.Jakarta:ECG Dan Tekanan Darah Tinggi. Jakarta
Arikunto.2006.ProsedurPenelitianSuatuPendek Selatan:Prestasi Pustakaria
atanPraktik.Jakarta: RinekaCipta Marmi.2013.Kesehatan
Arusandi.2010.Klasifikasi Tekanan Reproduksi.Yogyakarta: Pustaka Belajar
Darah.Jakarta:ECG Maryati, dkk.2007. TelaahKandungan Kimia
Arumsari.2011.Khasiat Buah Dan Manfaat DaunAlpukat (Persea Americana
Sayur.Yogyakarta:Immortal Publisher Mill) [Skripsi. Bandung: ITB
Aqila &Hurlocok. 2010.Psikologis Mansjoer, dkk.2007.Kedokteran
Perkembangan.Jakarta: ECG Perioperatif.Jakarta: Interna Publishing
Baziad, A.2010.Menopause Dan Maryuni, A.2011.Keterampilan Dasar Praktik
Andropause.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Klinik Kebidanan.Jakarta: Trans Info
Bimantoro, Y. 2011. http://rohis- Media
facebook.blogspot.com/2011/05/air- Northrup.2010.BijakSaat Menopause.Bandung:
kelapa-muda-turunkan-tekanan- PustakaHidayah
darah.html [diaksestanggal 14 Juli Pieter& Lubis.2010. Pengantar Psikologi
2015] Dalam Keperawatan. Jakarta:
Black, M.2005.Medical Surgical Edisi Kencana
IV.Jakarta: BalaiPustaka Poter &Peri.2005.Buku Ajar Fundamental
Bobak.2005.BukuKeperawatanMaternitas.Jakar Keperawatan: Konsep, Proses Dan
ta: EGC Praktik Edisi 4 Volume 2.Jakarta:
Boyke.2010.Jenis Menopause Dan Faktor Yang ECG
Mempengaruhi.[serial online] Proverawati, A.2010. Menopause Dan Sindrom
http://www.menoherbs.org/tag/patofis Premenopause. Yogyakarta: Nuha
iologi-menopause[diaksestanggal 5 Medika
Juni 2015 ] Rohaendi.2008. Hipertensi Dalam Kesehatan
Davey, Patrick.2005.At A Glance Wanita. Yogyakrta:Salemba Medika
Medicine.Jakarta: Erlangga Sase, F. 2015.Hubungan Durasi Aktivitas Fisik
Grey, Dkk.2005.Lecture Note Dan Asupan Natrium dengan Tekanan
Kardiologi.EdisiKeEmpat.Jakarta:Erlangga Darah Pada Wanita Menopause.
Gunawan, L.2001. Hipertensi Tekanan Darah Artikel Penelitian. Program Ilmu Gizi
Tinggi. Yogyakarta: Kanisius Universitas Diponegoro. Semarang
Guyton &Hall. 2008. Text Book Of Medical Smeltzer, & Bare.2001.Buku Ajar Keperawatan
Physiology. 11th ed. Philadelphia, PA, Medikal Bedah Brunner
USA: Elselvier Saunders Suddarth.Volume 2 Edisi 8.Jakarta:
Hayens.2003.Buku Ajar Keperawatan Medical, EGC
Edisi 5 Vol 2. Jakarta: EGC Sugiyono.2006. Statistika Untuk Penelitian.
Irawati, T. 2007. Usia Lanjut (Aging) Bandung: Alfabeta
Menopause.http://www.kespro.info/ag Wahyunita,
ing/menopause.htm>[14 Juli 1995] V.2010.MemahamiKesehatanPadaL
Kasdhu.2010.Kiat Sehat Dan Bahagia Di Usia ansia.Jakarta: Trans Info Media
Menopause. Jakarta: Puspa Swara

26
JURNAL KEBIDANAN
Vol 6, No 3, Juli 2020 : 293-297

EFEK PIJAT KAKI TERHADAP KUALITAS TIDUR IBU MENOPAUSE


Rahmi Nurrasyidah*

*Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surakarta Jawa Tengah


email: rahmi.nurrasyidah@gmail.com

ABSTRACT

Background : Sleep disturbance is a problem that is often complained of by women who experience a
menopause transition. This has an impact on quality of life, moods, productivity, and physical health. Foot
massage therapy is a non-pharmacological therapy performed to improve sleep quality. Non-pharmacological
therapy is an option because it is cheaper and more effective when compared with medical administration.
Purpose :This study determined an effect of foot massage on the sleep quality of menopausal mothers.
Method : This is an experimental study with a post test only control group design. The sample consisted of
23 respondents aged 45-55 years. The intervention group included 12 respondents and the control group
included 11 respondents. The intervention group performed foot massage for 10 minutes on each leg. Sleep
quality in the intervention group was measured 24 hours after massage. The control group did not do foot
massage.
Results : the average respondent of intervention and control groups were in the best sleep quality (76-
100). In the control group, poor sleep quality was found in the wakefulness sleep category. There was no
difference in the average quality of sleep in mothers who did foot massage and did not do foot massage (p>
0.001) with a difference in average (95% CI) 4.5 (3.6-12.5).
Conclusion : There was no difference in the average quality of sleep between intervention and control
group.
Sugestion : Based on the results of the study, the authors recommend the need for further research on
foot massage with an increase in duration of the intervention and it is necessary to investigate the variations of
foot massage methods with aromatherapy to improve sleep quality. Further research needs to be done with more
samples and better RCT methods.

Keywords: Foot massage, sleep quality, Menopause

ABSTRAK

Latar Belakang : Gangguan tidur adalah masalah yang sering dikeluhkan ibu yang mengalami transisi
menopause. Hal ini berdampak pada kualitas hidup, suasana hati, produktivitas, dan kesehatan fisik. Terapi pijat
kaki merupakan terapi non farmakologi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tidur. Terapi non-farmakologi
menjadi pilihan karena biaya yang lebih murah dan lebih efektif bila dibandingkan dengan pemberian
medikamentosa.
Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh pijat kaki terhadap kualitas tidur ibu menopause.
Metode : Desain Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain post test only control group
desain. Sampel terdiri dari 23 responden yang berumur 45-55 tahun dengan rincian kelompok intervensi 12
responden dan kelompok kontrol 11 responden. Kelompok intervensi dilakukan pijat kaki selama 10 menit pada
setiap kaki. Kualitas tidur pada kelompok intervensi diukur 24 jam setelah dilakukan pemijatan. Kelompok kontrol
tidak dilakukan pijat kaki.
Hasil : Rata-rata responden pada kelompok intervensi maupun kontrol berada pada kualitas tidur terbaik
(76-100). Pada kelompok kontrol, didapatkan kualitas tidur yang buruk pada kategori terbangun saat tidur
(Awakenings). Tidak terdapat perbedaan rerata kualitas tidur pada ibu yang dilakukan pijat kaki dan tidak
dilakukan pijat kaki (p>0,001) dengan perbedaan rerata (IK 95%) 4.5 (3.6-12.5).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan rerata kualitas tidur pada kelompok intervensi maupun kontrol. .
Saran : Penulis merekomendasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pijat kaki dengan
peningkatan durasi intervensi serta perlu diteliti mengenai variasi metoda pijat kaki dengan aromaterapi untuk
meningkatkan kualitas tidur. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan sampel yang lebih banyak dengan
metode uji kilnis yang lebih baik.

Kata Kunci : Pijat kaki, kualitas tidur, Ibu Menopause


294 Rahmi Nurrasyidah

PENDAHULUAN Pendekatan terapi pada penderita insomnia


Menopause adalah masa berhenti ini dapat dilakukan secara farmakologis atau non-
menstruasi pada wanita. Terdapat masa transisi farmakologis, berdasarkan berat dan perjalanan
sebelum menstruasi berhenti. Masa transisi ini gejala insomnia itu sendiri. Pada dasarnya,
dimulai 4-6 tahun sebelum menstruasi berhenti. penanganan dengan obat-obatan bisa dilakukan
Biasanya terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Masa dengan benzodiazepine, non-benzodiazepine dan
pramenopause berhubungan dengan miscellaneous sleep promoting agent. Penanganan
berfluktuasinya kadar hormon dan munculnya non farmakologi insomnia dapat berupa stimulus
gejala fisiologis dan psikologis seperti hot flash, control, sleep restriction, sleep higiene dan
gangguan tidur, perubahan suasana hati, dan cognitive therapy. Berdasarkan penelitian, terapi
kekeringan pada vagina. Gejala pramenopause non-farmakologi menjadi pilihan karena biaya yang
pada wanita dapat bervariasi dalam hal frekuensi, lebih murah dan lebih efektif bila dibandingkan
keparahan, dan durasi. Pada beberapa wanita, dengan pemberian medikamentosa. (Ghaddafi, M,
gejala ini bertahan selama beberapa tahun setelah 2010)
menopause. Gangguan tidur adalah keluhan utama Terapi pijat kaki merupakan terapi non
wanita yang mengalami transisi menopause. Hal ini farmakologi yang telah banyak dilakukan untuk
berdampak pada kualitas hidup, suasana hati, meningkatkan kualitas tidur. Berdasarkan
produktivitas, dan kesehatan fisik, terutama pada metaanalisis yang dilakukan oleh Yang, H. J., Kang,
wanita yang mengalami gangguan tidur yang parah H. Y., & Kim, I. S. (2011) terdapat 18 penelitian
dan terkait dengan gangguan fungsi tubuh. (Baker, yang meneliti mengenai terapi pijat refleksi kaki
F. C., De Zambotti, M., Colrain, I. M., & Bei, B, terhadap kualitas tidur. Berdasarkan metaanalisis
2018) tersebut, pijat refleksi pada kaki dapat
Penyebab sulit tidur adalah rendahnya kadar meningkatkan kualitas tidur.
serotin pada ibu pre menopause. Kadar serotin Terapi pijat kaki pada ibu menopause masih
dipengaruhi oleh kadar endorfin. Gangguan tidur belum banyak diteliti. Berdasarkan latar belakang di
yang paling sering ditemukan adalah insomnia. atas, penulis tertarik untuk meneliti “Efek Pijat Kaki
Dilaporkan bahwa sekitar 20%-50% orang dewasa terhadap Kualitas Tidur Ibu Menopause”
mengalami gangguan tidur setiap tahunnya dan
sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. METODE PENELITIAN
Sekitar 67 % lansia mengalami gangguan tidur. Penelitian ini merupakan penelitian
Mayoritas lansia tidak memeriksakan masalah eksperimental dengan desain post test only control
gangguan tidur pada dokter. Hanya satu dari group. Kelompok intervensi diberikan pijat kaki
delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan selama 10 menit pada kaki kiri dan kanan. Kualitas
tidurnya telah didiagnosis oleh dokter. (Achadiat, C. tidur diukur sesudah 24 jam dilakukan intervensi.
M. , 2007) Kelompok kontrol tidak dilakukan intervensi apapun.
Kejadian insomnia meningkat lebih cepat Penelitian dilakukan di Dukuh Daleman, Sidomulyo
pada ibu dengan umur di atas 40 tahun. Sekitar Ampel, Boyolali pada bulan Desember 2019.
40% wanita usia 40-54 tahun mengeluh insomnia, Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 23
hanya 20% pria pada kelompok usia yang sama responden yang berumur 45-58 tahun. Teknik
yang mengeluh insomnia. Kesulitan tidur mencapai pengambilan sampel dilakukan dengan simple
puncaknya pada kelompok usia 65-69 tahun, random sampling. Kriteria ekslusi dari penelitian ini
dialami sekitar 40% wanita dan 25% pria. Wanita adalah ibu menopause dengan gangguan
1,5 kali lebih sering mengidap insomnia kesadaran, gangguan mental, terdapat cedera kaki
dibandingkan pria, dan 20-40% lansia mengeluhkan dan gangguan pembekuan darah. Kelompok
gejala-gejala insomnia tiap beberapa hari dalam 1 intervensi 12 responden dan kelompok kontrol 11
bulan. Wanita menunjukkan prevalensi insomnia responden. Pengumpulan data dilakukan dengan
lebih sering dibanding pria disebabkan terjadinya menggunakan data primer yang didapatkan melalui
menopause yang berhubungan dengan intervensi pijat kaki dan kuesioner kualitas tidur
menurunnya kadar estrogen pada wanita pada ibu menopause. Intrumen kualitas tidur
menopause. Insomnia kronis ditemukan pada menggunakan alat pengukur RSCQ (Richard
wanita yang mengalami menopause dan hal ini Campbell Sleep Questionnaire). Sebelum dilakukan
berkorelasi dengan timbulnya hot flush yang pemijatan, kaki terlebih dahulu dibersihkan dengan
merupakan sensasi panas disertai keringat. Hal ini sabun dan air mengalir. Pijat kaki dilakukan dengan
mengakibatkan ibu tidak dapat beraktifitas. menggunakan minyak zaitun, pijat kaki dilakukan
(Gunadarma, R. S. P. , 2016) selama 10 menit. Seluruh permukaan kaki dipijat

Jurnal Kebidanan Volume 6, Nomor 3, Juli 2020


Efek Pijat Kaki Terhadap Kualitas Tidur Ibu Menopause 295

dari tumit sampai jari-jari dengan kedua tangan Tabel 1.


menggunakan teknik efflurage. Pijat sela jari kaki Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
dengan teknik spiral, pijat tumit kaki dengan
genggaman tangan ke arah bawah. Lakukan pijatan Umur frekuensi Presentase (%)
akupressure pada titik K1. Analisis data 45-55 18 78,3
menggunakan Uji T Tidak Berpasangan 56-58 5 21,7
Jumlah 23 100
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden responen (78,3%) berusia 45-55 tahun.

Rata-rata kualitas tidur responden pada 2 kelompok

Tabel 2.
Tabel Rata-Rata Kualitas Tidur Responden Pada Dua Kelompok

Intervensi Kontrol
Kualitas Tidur
Mean n Mean n
Tidur nyenyak (Sleep depth) 86.3 12 78.2 11
Persiapan tidur (Sleep latency) 83.8 12 82 11
Terbangun saat tidur (Awakenings) 84.6 12 75 11
Kembali tidur (Returning to sleep) 81.7 12 79.6 11
Kualitas tidur (Sleep quality) 83.3 12 84.1 11

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terjadi pada rentang usia 50 sampai 58 tahun. Masa
rata-rata responden pada kelompok intervensi ini merupakan masa yang sangat kompleks bagi
maupun kontrol berada pada kualitas tidur terbaik perempuan karena akan mengalami perubahan
(76-100). Pada kelompok kontrol, didapatkan kesehatan fisik yang akan mempengaruhi
kualitas tidur yang buruk pada kategori terbangun kesehatan psikologisnya. Akibat dari perubahan ini,
saat tidur (Awakenings) keadaan fisik seorang perempuan sangat
mempengaruhi keadaan psikologisnya dalam
Analisis Bivariat mengahadapi hal normal sebagaimana yang
Pengaruh Pijat Kaki Pada Ibu Menopause dialami oleh semua perempuan.
Pra menopause adalah kondisi fisiologis
Tabel 3. pada wanita yang telah memasuki proses penuaan
Pengaruh Pijat Kaki Pada Ibu Menopause (aging). Hal ini terjadi karena menurunnya kadar
hormon estrogen di ovarium yang sangat berperan
Perbedaan dalam hal seksualitas, khususnya pada siklus
Rerata ±
Variabel n Rerata P haidnya. Pre menopause sering dialami wanita
sb.
(IK95%) yang berusia menjelang 40 tahun ke atas dan
Pijat kaki 12 83.9±7.8 menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan haid
4.5 (3.6- yang memanjang, hot flushes, night sweat, jumlah
Tidak >0,001
11 71±13.1 12.5) darah haid yang banyak dan merasakan nyeri saat
pijat kaki
Uji T Tidak Berpasangan haid (Rossmanith, W. G., & Ruebberdt, W., 2009)
Dalam penelitian ini, rata-rata responden
Berdasarkan tabel 3 dapat diambil pada kelompok intervensi maupun kontrol berada
kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata pada kualitas tidur terbaik (76-100). Hal ini dapat
kualitas tidur pada ibu yang dilakukan pijat kaki dan terjadi karena rata-rata responden telah melewati
tidak dilakukan pijat kaki. masa Hot Flash dan tidak mengalami depresi.
Menurut Smith, R. L., Flaws, J. A., & Mahoney, M.
PEMBAHASAN M (2018) Tidur yang buruk dalam satu tahap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menopause tidak memprediksi tidur yang buruk di
sebagian besar responden (78,3%) berusia 45-55 masa menopause selanjutnya. Depresi dan hot
tahun. Menurut Harlow, S. D., Gass, M., Hall, J. E., flash adalah faktor risiko yang konsisten untuk
Lobo, R., Maki, P., Rebar, R. W (2012) menopause kurang tidur saat menopause. Insomnia, gangguan

Jurnal Kebidanan Volume 6, Nomor 3, Juli 2020


296 Rahmi Nurrasyidah

tidur, dan tidur gelisah biasanya terjadi bersamaan. lebih tinggi daripada kelompok kontrol, sehingga
Pada kelompok kontrol, didapatkan kualitas disarankan foot massage dijadikan evidence based
tidur yang buruk pada kategori terbangun saat tidur di rumah sakit sebagai salah satu terapi
(Awakenings). Menurut Cray, L., Woods, N. F., & komplementer yang dapat dijadikan intervensi
Mitchell, E. S (2010) Tingkat keparahan terbangun mandiri keperawatan untuk membantu mengatasi
di malam hari secara signifikan terkait dengan usia, gangguan tidur pasien kritis. Pijat kaki dilakukan 2
tahap transisi menopause akhir, hot flash, suasana hari berturut-turut setiap 10 menit pada satu kaki
hati tertekan, kecemasan, nyeri sendi, sakit (Afianti, N., & Mardhiyah, A. 2017)
punggung, stres yang dirasakan, dan riwayat Pada penelitian yang lain, pijat kaki
pelecehan seksual. dilakukan selama 20 menit dalam 2 hari berturut-
Gejala terbangun dari tidur ada kaitannya turut. Menurut Oshvandi, K., Abdi, S.,
dengan asupan nutrisi dan aktivitas fisik ibu Karampourian, A., Moghimbaghi, A., &
menopause. Berdasarkan hasil penelitian Homayounfar, S (2014) pijat kaki yang dilakukan 20
Koeryaman, M. T., & Ermiati, E. (2018) mengenai menit dalam dua malam berturut-turut dapat
kualitas hidup ibu menopause, adaptasi gejala meningkatkan kualitas tidur pada pasien jantung.
perimenopause didominasi pada kategori Pijat kaki dapat digunakan sebagai terapi yang
penanganan tidak baik. Sebagian besar ibu efektif dengan biaya yang murah, tidak
menopause menunjukkan gambaran pengaturan menyebabkan komplikasi. Selain itu, prosedur pijat
nutrisi tidak baik sebesar 58,13%. Hal tersebut kaki juga mudah. Pijat kaki dapat dianjurkan untuk
menunjukkan bahwa para ibu menopause tidak meningkatkan kualitas tidur pada pasien dengan
mengatur asupan nutrisi yang seimbang. Data penyakit jantung iskemik.
lainnya menunjukkan bahwa para ibu menopause Pada penelitian selanjutnya, perlu
masih sering mengkonsumsi kopi, makanan pedas, dipertimbangkan penggunaan aromaterapi untuk
dan merokok. meningkatkan efek kualitas tidur pada pijat kaki.
Gangguan tidur pada ibu menopause dapat Menurut penelitian Yang, H. J., Kang, H. Y., & Kim,
menyebabkan penurunan kualitas hidup. Ditemukan I. S. (2011) Aroma pijat kaki bisa digunakan sebagai
perbedaan pada domain fisik dan lingkungan pada intervensi yang efektif untuk meningkatkan kualitas
ibu menopause dengan gejala yang ringan dan tidur dan menurunkan depresi lansia dengan
parah. Ibu dengan gejala menopause parah demensia ringan. Intervensi dilakukan 2 kali
mengaku lebih sering merasa sakitnya seminggu, selama 6 minggu.
menghambat aktivitas, kurang cukup memiliki Berdasarkan penelitian Frenando, F. (2018)
vitalitas, kurang puas dengan kualitas tidur mereka, yang melakukan analisis pengaruh aromaterapi
serta kurang puas terhadap kemampuan bekerja lavender dan kayu cendana terhadap kondisi tidur
dan beraktivitas sehari-hari. Hal tersebut seseorang. Kondisi tidur direkam menggunakan
kemungkinan dapat dikaitkan juga dengan gejala EEG saat tidur dan dianalisis sinyal otaknya.
menopause seperti sering mengalami kelelahan Temuan EEG menunjukkan perubahan kondisi tidur
fisik dan sakit pada persendian. Daya ingat dari rileks (alpha) pada bagian 1, tidur ringan (theta)
menurun lebih sering dialami oleh mereka. Mereka pada bagian 2 dan tidur dalam (delta) pada bagian
juga mengakui kurang memiliki kesempatan untuk 3. Kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan
berekreasi dan kurang puas terhadap akses bahwa penggunaan aromaterapi lavender dan kayu
layanan kesehatan dan akses transportasi. (Putri, cendana memberikan pengaruh terhadap
D. I., Wati, D. M., & Ariyanto, Y, 2014) kenyamanan saat tidur.
Berdasarkan penelitian ini, tidak terdapat Penelitian aromaterapi juga diteliti oleh
perbedaan rerata kualitas tidur pada ibu yang Fauziah E (2018) minyak esensial aromaterapi
dilakukan pijat kaki dan tidak dilkukan pijat kaki. kenanga yang dihirup oleh lansia merupakan terapi
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian pengobatan alternatif praktis dalam meningkatkan
sebelumnya tentang peningkatan kualitas tidur derajat kualitas tidur.
setelah dilakukan pijat kaki. Perbedaan ini
disebabkan oleh perbedaan lama intervensi pada KESIMPULAN
responden. Pada penelitian ini, intervensi hanya Berdasarkan hasil penelitian diketahui
dilakukan sehari selama 10 menit pada tiap kaki. bahwa rata-rata responden pada kelompok
Pada penelitian yang lain, intervensi dilakukan dua intervensi maupun kontrol berada pada kualitas
hari berturut turut selama 10 menit pada tiap kaki. tidur terbaik. Pada kelompok kontrol, didapatkan
Pada suatu penelitian tentang pijat kaki di kualitas tidur yang buruk pada kategori terbangun
ICU, skor kualitas tidur pada kelompok intervensi saat tidur (Awakenings). Tidak terdapat perbedaan

Jurnal Kebidanan Volume 6, Nomor 3, Juli 2020


Efek Pijat Kaki Terhadap Kualitas Tidur Ibu Menopause 297

rerata kualitas tidur pada ibu yang dilakukan pijat Medika Udayana, 4, 1-17.
kaki dan tidak dilakukan pijat kaki. Gunadarma, R. S. P. (2016). Perbedaan Tingkat
Insomnia Pada Wanita Pramenopaus Dan
SARAN Menopause Di Perumahan Jetis Permai
Penulis merekomendasikan perlunya Gentan Baki Sukoharjo (Doctoral
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pijat kaki dissertation, Universitas Muhammadiyah
dengan peningkatan durasi intervensi serta perlu Surakarta).
diteliti mengenai variasi metoda pijat kaki dengan Harlow, S. D., Gass, M., Hall, J. E., Lobo, R., Maki,
aromaterapi untuk meningkatkan kualitas tidur. P., Rebar, R. W., ... & STRAW+ 10
Penelitian juga perlu dilakukan dengan sampel yang Collaborative Group. (2012). Executive
lebih banyak dengan metode uji kilnis yang lebih summary of the Stages of Reproductive
baik. Aging Workshop+ 10: addressing the
unfinished agenda of staging reproductive
DAFTAR PUSTAKA aging. The Journal of Clinical Endocrinology
Achadiat, C. M. (2007). Dinamika etika & hukum & Metabolism, 97(4), 1159-1168.
kedokteran dalam tantangan zaman. EGC. Yang, H. J., Kang, H. Y., & Kim, I. S. (2011). The
Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017). Pengaruh Foot effects of aroma foot reflex massage on
Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di sleep, depression and problem behaviors on
Ruang ICU. Jurnal Keperawatan elderly with dementia. Korean Journal of
Padjadjaran, 5(1). Adult Nursing, 23(6), 574-583.
Baker, F. C., De Zambotti, M., Colrain, I. M., & Bei, Park, J. W., Yoo, H. R., & Lee, H. S. (2006). The
B. (2018). Sleep problems during the effects of foot reflex zone massage on
menopausal transition: prevalence, impact, patients pain and sleep satisfaction following
and management challenges. Nature and mastectomy. Journal of Korean Academic
science of sleep, 10, 73.. Society of Home Health Care Nursing, 13(1),
Cray, L., Woods, N. F., & Mitchell, E. S. (2010). 54-60.
Symptom clusters during the late Oshvandi, K., ABDI, S., Karampourian, A.,
menopausal transition stage: observations Moghimbaghi, A., & HOMAYOUNFAR, S.
from the Seattle Midlife Women's Health (2014). The effect of foot massage on quality
Study. Menopause, 17(5), 972-977. of sleep in ischemic heart disease patients
Koeryaman, M. T., & Ermiati, E. (2018). Adaptasi hospitalized in CCU.
gejala perimenopause dan pemenuhan Putri, D. I., Wati, D. M., & Ariyanto, Y. (2014).
kebutuhan seksual wanita usia 50-60 Kualitas hidup wanita menopause (quality of
tahun. Medisains, 16(1), 21-30. life among menopausal women). Pustaka
Fauziah, E. (2018). Pengaruh Pemberian Minyak Kesehatan, 2(1), 167-174.
Esensial Aromaterapi Kenanga Terhadap Smith, R. L., Flaws, J. A., & Mahoney, M. M. (2018).
Kualitas Tidur Lansia Di Dusun Karang Factors associated with poor sleep during
Tengah Nogotirto Gamping Sleman menopause: results from the Midlife
Yogyakarta. Women's Health Study. Sleep medicine, 45,
Frenando, F. (2018). Ekstraksi Sinyal EEG 98-105.
Menggunakan Wavelet dan Fast Fourier Rossmanith, W. G., & Ruebberdt, W. (2009). What
Transform Untuk Mendeteksi Kondisi Tidur causes hot flushes? The neuroendocrine
Dengan Stimulus Aromaterapi (Doctoral origin of vasomotor symptoms in the
dissertation, Universitas Kristen Maranatha). menopause. Gynecological
Ghaddafi, M. (2010). Tatalaksana Insomnia dengan Endocrinology, 25(5), 303-314.
Farmakologi atau Non-Farmakologi. E-Jurnal

Jurnal Kebidanan Volume 6, Nomor 3, Juli 2020


Vol X No.I Mei 2018

PENGARUH PEMBERIAN GENISTEIN TERHADAP PENURUNAN KADAR TNF ALPHA


PADA ZALIR PERITONEAL MENCIT MODEL ENDOMETRIOSIS

RR. Catur Leny Wulandari


Prodi D3 Kebidanan FK Unissula Semarang
Email : caturleny@unissula.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian genistein terhadap penurunan
kadar TNF-α studi pada (Mus musculus) model endometriosis. Penelitian dibagi menjadi 8
kelompok, yaitu : kontrol negatif, kontrol positif dengan perlakuan pemberian genistein dosis 50
mg/hari, 100 mg/hari, 200 mg/hari, 300 mg/hari, 400 mg/hari, 500 mg/hari. Pengukuran kadar TNF-
α menggunakan ELISA kit. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan uji
Perbandingan berganda |Ri-Rj| 5%.Menggunakan mencit model endometriosis.Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental murni (true experimental) dengan menggunakan rancangan
percobaan dengan metode randomized post-test control group design., dilakukan di Laboratorium
Fisiologi Reproduksi Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya dan
Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Ada pengaruh pemberian
genistein terhadap kadar TNF-α dalam cairan peritoneal mencit model endometriosis (p<0,05).
Genistein mampu menurunkan kadar TNF-α terendah pada dosis 100 mg/hari (148.25±7.89 pg/ml)
bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lain.

Kata Kunci: endometriosis, genistein, TNF-α, model endometriosis

PENDAHULUAN
Endometriosis adalah salah satu (interleukin 1, 6, dan 8; tumor necrosis factor,
gangguan ginekologi yang dipengaruhi oleh RANTES) dan faktor pertumbuhan endotel
hormon estrogen dalam pertumbuhannya. vaskular (VEGF) ke dalam lingkungan
Seorang wanita dikatakan menderita peritoneal, yang kemudian merekrut sekitar
endometriosis apabila ditemukan kelenjar kapiler dan leukosit. Efek utamanya adalah
endometrium dan stroma yang terdapat di proliferasi implan endometriosis dengan
dalam miometrium ataupun di luar uterus peningkatan pasokan vaskular (Macer et al.,
(Anwar, et al., 2011). Soares et al., (2012) 2012).
melaporkan bahwa patofisiologi dari Proses inflamasi pada rongga
endometriosis adalah respon inflamasi, panggul memiliki fungsi yang berubah
survive sel, proliferasi, migrasi, adhesi dan berhubungan dengan sel imun pada
invasi serta angiogenesis. Pada wanita lingkungan peritoneal, hal ini memegang
dengan endometriosis, terjadi peningkatan peranan penting dalam permulaan dan
jumlah leukosit dan makrofag di dalam dan di perkembangan endometriosis (Lu et al.,
sekitar implan endometrium dan cairan 2013). Beberapa penelitian telah
peritoneal. Sel-sel ini mensekresi sitokin menunjukkan terjadi peningkatan kadar

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 1


Vol X No.I Mei 2018

sitokin pro-inflamasi dalam cairan peritoneal inflamatorysitokin seperti TNF-α dan IL-1β
dan serum pada wanita dengan (Yavuz, 2007). Pemberian genistein dalam
endometriosis (Falconer et al., 2009). konsentrasi yang tinggi dapat menghambat
Pertama kali ditandai dengan peningkatan proliferasi sel pada kanker payudara tetapi
aktivasi makrofag dan penurunan sitotoksitas sebaliknya bila diberikan dengan konsentrasi
sel Natural Killer (NK) pada sel endometrium rendah dapat merangsang proliferasi
(Lebovic et al., 2000). Kedua ditandai dengan (Matsukura et al., 2011).
peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi Berdasarkan uraian tersebut diatas
antara lain interleukin-1 beta (IL-1β) dan dan melihat pentingnya peran genistein pada
Tumor Necrosis Factor alpha (TNF-α) (Zheng beberapa penyakit dan berbagai penelitian
et al., 2012). yang telah dilakukan dan belum pernah
Dengan mempertimbangkan dampak dilakukan tentang efek genistein terhadap
yang tidak diinginkan dari terapi penurunan kadar TNF-α pada mencit model
endometriosis terutama anti-TNF-α, maka endometriosis maka peneliti tertarik untuk
diperlukan senyawa anti-inflamasi yang lebih melakukan penelitian dengan judul
aman untuk pengobatan dari berbagai “Pengaruh pemberian genistein terhadap
gangguan inflamasi akut dan kronik. penurunan kadar TNF-α pada zalir peritoneal
Genistein merupakan anggota keluarga mencit model endometriosis”.
isoflavon yang memiliki sifat biologis
termasuk antikanker, antimikroba, antivirus, METODE PENELITIAN
anti-inflamasi, aktivitas imunomodulator dan Penelitian ini menggunakan desain true
antitrombotik. Struktur genistein menyerupai eksperimental, randomized post-test control
estradiol, dan memiliki efek baik estrogenik group design. Dilakukan di Laboratorium
dan antiestrogenik, tergantung pada Fisiologi Reproduksi Embriologi Fakultas
konsentrasi sirkulasi estrogen endogen dan Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Estrogen Reseptor (ER). Apabila berikatan Surabaya dan Laboratorium Fisiologi
dengan reseptor estrogen-β, genistein Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
memiliki efek penghambatan pada Malang pada bulan Agustus -September
endometrium (Yavuz et al., 2007). Genistein 2014. Sampel yang dipergunakan adalah
merupakan isoflavon yang memiliki mencit betina yang dibuat model
kemampuan berikatan lebih kuat dengan endometriosis, implantasi jaringan
reseptor estrogen-β (RE-β). Adanya proses myometrium dan endometrium dari bahan
kompetitif inhibitor melalui interaksi dengan operasi tumor jinak (adenomyosis). Replikasi
RE-β, mengakibatkan efek antiestrogenik, pada penelitian ini dengan 1 kelompok
sehingga menghambat aktivasi makrofag kontrol negatif, 1 kontrol positif dan 6
peritoneal dan produksi mayor kelompok dengan perlakuan genistein yaitu

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 2


Vol X No.I Mei 2018

50 mg/hari, 100 mg/hari, 200 mg/hari, 300 Ethynil Estradiol 0,1 cc/mencit secara
mg/hari, 400 mg/hari dan 500 mg/hari. intramuscular pada hari ke 1 dan 5.
Genistein yang dipergunakan dalam Kemudian ditunggu selama 14 hari dengan
penelitian ini adalah merk dagang Genistein pemberian makan dan minum, pada hari ke-
diproduksi oleh Tokyo Chemical Industry, 15 beberapa mencit di lakukan pembedahan
Jepang, nomor batch OW86I-QF, dalam untuk mengetahui terjadinya endometriosis
kemasan botol. Untuk mempermudah proses yaitu dengan adanya lesi pada peritoneum
pemberian per-oral menggunakan sonde, mencit.
genistein dalam bentuk serbuk perlu Selanjutnya kelompok perlakuan dipapar
diencerkan menggunakan minyak wijen genistein dengan berbagai dosis 50 mg/hari
sampai mencapai volume yang diinginkan (~0,13 mg/hari/mencit), 100 mg/hari (~0,26
(Hilman et al., 2007). Alat yang digunakan mg/hari /mencit), 200 mg/hari (~0,52
meliputi seperangkat alat bedah steril, mg/hari/mencit), 300 mg/hari (~0,78
timbangan analitik, sonde, pengaduk, gelas mg/hari/mencit) dan 400 mg/hari (~1,04
ukur, spuit, tabung, camera digital, Micro mg/hari/mencit) dan 500 mg/hari (~1,30
Sentrifuge Tube 1,5 ml, pipet mikro 50 μL, mg/hari/mencit) selama 14 hari. Genistein
100 μL dan 1000μL, tip falcon 15 ml, yang dipergunakan dalam penelitian ini
Sentrifuge, serta Mouse TNF-α (Catalog# adalah merk dagang Genistein diproduksi
430907/430908) dan ELISA Reader. oleh Tokyo Chemical Industry, Jepang,
nomor batch OW86I-QF, kemasan botol,
Prosedur Pembuatan Mencit (Mus yang dimurnikan dari kacang kedelai.
musculus) Model Endometriosis Dengan nomor batch 0939014 dalam
Pembuatan mencit model endometriosis kemasan botol. Untuk mempermudah proses
merujuk pada penelitian yang sudah pernah pemberian per oral melalui sonde genistein
dilakukan oleh Sutrisno et al. (2014). Pada dalam bentuk serbuk perlu diencerkan
hari pertama mencit (Mus musculus) pada menggunakan minyak wijen. Pada hari ke 29
kelompok K+ dan perlakuan diberikan injeksi dilakukan terminasi untuk diambil cairan
Syclosporin A sebanyak 0,2 cc/mencit secara peritoneal mencit (Mus musculus) dan
intramuscular untuk membuat mencit menjadi kemudian diukur kadar TNF-α dengan
imunodefisiensi. Sementara itu bahan menggunakan metode ELISA.
myometrium dan endometrium diambil dari
bahan uterus operasi tumor jinak Prosedur Pengukuran TNF-α dengan
(adenomyosis) setiap mencit akan ELISA
mendapatkan 0,1 cc disuntikan secara blind Tambahkan 50 uL Matrix A ke masing-
(intraperitoneal) pada cavum peritoneum masing yang akan berisi cairan standar dan
mencit. Selanjutnya dilakukan penyuntikan 50 uL larutan standar. Tambahkan 50 uL

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 3


Vol X No.I Mei 2018

Assay Buffer A ke masing-masing yang akan P4 : Kelompok Perlakuan 4, mencit


berisi sampel dan 50 uL cairan sampel serum model endometriosis dengan
pemberian peroral sebanyak 0,78
atau plasma, tutup plate dan inkubasi pada
mg/hari/mencit selama 14 hari.
suhu kamar selama 2 jam. cuci 4 kali. P5 : Kelompok Perlakuan 5, mencit
Tambahkan 100 uL cairan Antibodi mouse model endometriosis dengan
pemberian genistein peroral
TNF-α pada tiap well, tutup plate dan
sebanyak 1,04 mg/hari/mencit
inkubasi pada suhu kamar selama 1 jam, cuci selama 14 hari.
4 kali. Tambahkan 100 uL cairan Avidin - P6 : Kelompok Perlakuan 6, mencit
model endometriosis dengan
HRP B pada tiap well, tutup plate dan
pemberian genistein peroral
inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit, sebanyak 1,3 mg/hari/mencit
cuci 5 kali. Tambahkan 100 uL cairan selama 14 hari.
Substrat D untuk masing-masing well dan
Dengan menggunakan micro titer plate
inkubasi pada ruang gelap untuk perubahan
reader, well dibaca dengan panjang
warna yang tepat (selama 15 menit). Well
gelombang 450 nm. Kadar TNF-α selanjutnya
mengandung mouse TNF-α harus berubah
dihitung menggunakan kurva standar, yang
berwarna biru. Selama langkah ini tidak perlu
menunjukkan nilai OD kadar TNF-α. Nilai OD
untuk menutup plate. Untuk menghentikan
diperoleh dari masing-masing sampel
reaksi warna dengan menambahkan 100 uL
ditempatkan pada sumbu Y dari kurva
Stop Solution untuk setiap well. Warna solusi
standar dan selanjutnya ditarik garis lurus
berubah dari biru menjadi kuning.
dari sumbu Y ke garis regresi, dari titik
K- : Kelompok Kontrol (-), mencit sehat,
yang tidak dibuat model potong pada garis regresi tersebut
endometriosis. selanjutnya diproyeksikan ke sumbu X untuk
K+ : Kelompok Kontrol (+), mencit model mendapatkan kadar TNF-α dalam pg/ml.
endometriosis tanpa diberikan
Data dianalisis dengan uji Kruskal Wallis,
genistein.
P1 : Kelompok Perlakuan 1, mencit dilanjutkan uji Perbandingan berganda |Ri-Rj|
model endometriosis dengan 5%.
pemberian genistein peroral
Uji statistik dikatakan bermakna bila
sebanyak 0,13 mg/hari/mencit
selama 14 hari. p<0,05. Proses penghitungan dilakukan
P2 : Kelompok Perlakuan 2, mencit dengan bantuan piranti lunak (soft-ware)
model endometriosis dengan
SPSS for windows 19.0.
pemberian genistein peroral
sebanyak 0,26 mg/hari/mencit
selama 14 hari. Hasil Uji Penurunan Kadar TNF-α
P3 : Kelompok Perlakuan 3, mencit Berdasarkan Dosis Genistein
model endometriosis dengan
Proses pengujian pengaruh
pemberian genistein peroral
sebanyak 0,52 mg/hari/mencit pemberian genistein terhadap kadar TNF-α
selama 14 hari.

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 4


Vol X No.I Mei 2018

dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Tabel 1. Tabel Rata-Rata dan Pengujian


Kruskal-Wallis Kadar TNF-α
Sebagaimana telah dijelaskan dalam metode
p-
penelitian, perlakuan yang diberikan meliputi Perlakuan Mean ± SD value
b
kontrol negatif, kontrol positif, kelompok K- 169.5 ± 9.11
g
perlakuan. Secara deskriptif, rata-rata kadar K+ 2283.75 ± 863.35
d
TNF-α pada masing-masing perlakuan P1 519.75 ± 330.16
a
dijelaskan dalam gambar berikut : P2 148.25 ± 7.89
0.001
c
P3 191.25 ± 29.94
bc
P4 201.5 ± 49.17
f
P5 950.75 ± 427.8
P6 508.5 ± 106.81 e
Keterangan: Pada rata-rata ± sd jika
memuat huruf yang berbeda berarti ada
perbedaan yang bermakna dan jika
memuat huruf yang sama berarti tidak
ada perbedaan yang bermakna.

Berdasarkan tabel 1 di atas, hasil


pengujian dengan menggunakan uji Kruskal-
Gambar 1. Rata-Rata Kadar TNF-α Wallis didapatkan p-value sebesar 0,001 dan
Kelompok Kontrol dan Kelompok
Perlakuan lebih kecil daripada α = 0,05. Sehingga dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa
Keterangan : terdapat pengaruh yang signifikan pemberian
Berdasarkan pada gambar 1 di atas, genistein berbagai dosis terhadap penurunan
kelompok perlakuan kontrol positif memiliki kadar TNF-α. Atau dengan kata lain, terdapat
rata-rata kadar TNF-α paling tinggi. perbedaan yang signifikan kadar TNF-α pada
Sedangkan pada mencit yang diberi genistein masing-masing level perlakuan.
dengan berbagai level dosis, ditunjukkan Untuk mengetahui lebih lanjut
bahwa rata-rata kadar TNF-α lebih rendah perbandingan kadar TNF-α kelompok kontrol
daripada kelompok kontrol positif. Hal ini negatif dengan kelompok kontrol positif dan
menunjukkan adanya penurunan kadar TNF- perbedaan rata-rata kadar TNF-α masing-
α. Peningkatan dosis genistein berdampak masing level perlakuan, dilakukan uji lanjut
pada penurunan kadar TNF-α. Untuk menguji dengan menggunakan uji perbandingan
apakah terjadi penurunan kadar TNF-α berganda |Ri-Rj| 5%. Berikut hasil pengujian
secara signifikan atau tidak, dilakukan |Ri-Rj| 5%:
pengujian dengan menggunakan uji Kruskall-
Wallis. Berikut hasil uji Kruskall-Wallis Tabel 2. Perbandingan kadar TNF-α
Kelompok Kontrol Negatif dengan Kontrol
pengujian kadar TNF-α. Positif

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 5


Vol X No.I Mei 2018

Perlakuan Mean ± SD |Ri-Rj| 5% kontrol positif (2283.75 ± 863.35g). Hal ini


K- 169.5 ± 9.11 b menunjukkan bahwa kadar pemberian
K+ 2283.75 ± 863.35 g genistein dosis 0,26 mg/hari (P2) berdampak
Berdasarkan tabel 2 di atas, hasil pada penurunan kadar TNF-α paling rendah.
pengujian dengan menggunakan uji |Ri-Rj| Pada perbandingan kelompok kontrol
5% didapatkan notasi dengan huruf yang positif dengan pemberian genistein berbagai
berbeda. Pemberian notasi dengan huruf dosis, didapatkan pemberian notasi |Ri-Rj|
yang berbeda menunjukkan perbedaan kadar 5% yang berbeda. Hal ini menunjukkan
TNF-α yang signifikan. Dari pengujian bahwa pemberian genistein pada berbagai
tersebut ditunjukkan bahwa kadar TNF-α dosis berdampak pada penurunan kadar
kelompok mencit yang sehat berbeda TNF-α secara signifikan. Perbandingan rata-
signifikan dengan kelompok mencit rata TNF-α antara kontrol negatif dengan
endometriosis dimana kadar TNF-α kelompok pemberian genistein berbagai dosis
mencit endometriosis lebih tinggi daripada didapatkan notasi |Ri-Rj| 5% yang tidak
kelompok mencit sehat. berbeda adalah pada P4. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian genistein
Tabel 3. Tabel Uji |Ri-Rj| 5% Kadar TNF-α dosis 0,78 mg/hari (P4) (201.5 ± 49.17bc)
Total
Perlakuan Peringkat |Ri-Rj| 5% mampu menurunkan kadar TNF-α hingga
P2 21.00 a mendekati kondisi mencit yang sehat.
K- 37.00 b Perbandingan rata-rata TNF-α antar
P4 45.00 bc
kelompok perlakuan, ditunjukkan bahwa
P3 48.00 c
P1 70.00 d notasi |Ri-Rj| 5% berbeda antar level
P6 82.00 e perlakuan pemberian genistein. Hal ini
P5 104.00 f menunjukkan bahwa peningkatan dosis
K+ 121.00 g
Keterangan: Pada level kontrol dan genistein menunjukkan efek yang berbeda
perlakuan jika memuat huruf yang terhadap kadar TNF-α.
berbeda berarti ada perbedaan yang
bermakna dan jika memuat huruf yang
sama berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna.

Dari tabel 3 hasil perbandingan


bergandadengan menggunakan |Ri-Rj| 5%,
didapatkan total peringkat paling rendah
didapatkan pada kelompok perlakuan
pemberian genistein dosis 0,26 mg/hari (P2)
(148.25 ± 7.89a). Sedangkan total peringkat Gambar 2. Tren Perubahan Kadar TNF-α
paling tinggi didapatkan pada kelompok Berbagai Dosis Genistein

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 6


Vol X No.I Mei 2018

Pada gambar 2 diatas terlihat tren TNF-α pada mencit model endometriosis
perubahan kadar TNF-α. Dimulai dari yang dipapar genistein. Hal ini didukung
kelompok kontrol positif, berturut-turut terjadi dengan penelitian terdahulu membuktikan
penurunan rata-rata kadar TNF-α hingga titik bahwa pasien dengan diberikan suplemen 50
terendah pada kelompok perlakuan mg genistein per oral selama 3 minggu
pemberian genistein dosis 0,26 mg/hari (P2). menunjukkan adanya penurunan TNF-α
Ditunjukkan pula terjadi peningkatan kadar melalui supresi aktivitas NF-kB, efek
TNF-α seiring pemberian genistein lebih dari genistein pada sistem imun yaitu dengan
0,26 mg/hari namun masih lebih rendah menekan aktivitas antigen spesifik respon
daripada kelompok kontrol positif. imun dan respon proliferasi limfosit. Genistein
memodulasi respon sitotoksik melalui sel NK,
PEMBAHASAN sel T sitotoksik, dan mayor sitokin pro-
Pengaruh Pemberian Genistein Berbagai inflamasi seperti TNF-α. Genistein juga
Dosis Terhadap Kadar TNF-α pada Mencit berperan sebagai antioksidan dan memiliki
Model Endometriosis pada Kelompok kemampuan dalan inhibisi stress oksidatif
Perlakuan. melalui limfosit. Pada keadaan stress,
Adanya perbedaan yang bermakna keganasan dan penyakit kronis, tubuh akan
kadar TNF-α antara kelompok kontrol dan memproduksi TNF-α dengan jumlah yang
semua kelompok perlakuan yang terpapar berlebihan melalui aktivitas NF-kB. (Rahman,
genistein berbagai dosis. Hasil penelitian 2012). Pemberian genistein pada wistar
menunjukkan ada pengaruh pemberian albino betina (berat tikus antara 250-300 gr)
genistein pada mencit model endometriosis. yang dibuat endometriosis yang diberi dosis
Dosis optimal terhadap penurunan kadar 500 mg/kg BB per oral selama 21 hari
TNF-α pada mencit model endometriosis didapatkan hasil bahwa secara signifikan
yang dipapar genistein berada pada dosis dapat menghambat implantasi endometriosis
0,26 mg/hari(P2) setara dengan dosis 100 (Yavuz et al., 2007). Berdasarkan penelitian
mg/hari pada manusia, berdampak pada Cortoneo and Lamartiniere (2001) pada
penurunan kadar TNF-α paling rendah beberapa studi yang dilakukan untuk menilai
dibandingkan dengan dosis 0,78 mg/hari (P4) hubungan antara pemberian genistein pada
yang mampu menurunkan kadar TNF-α hewan coba, diantaranya memberi perlakuan
hingga mendekati kondisi mencit yang sehat. pada tikus ovariektomi yang dihubungkan
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dengan pertumbuhan implant endometriosis
dosis genistein menunjukkan efek yang dengan memberikan dosis genistein (5,0 µg/g
berbeda terhadap kadar TNF-α. BB dan 16,6 µg/g) melalui injeksi
Penurunan drastis terjadi pada dosis intramuscular selama 3 minggu yang
100 mg/hari pada manusia terhadap kadar hasilnya pada dosis genistein 5,0 µg/g BB

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 7


Vol X No.I Mei 2018

menghambat pertumbuhan implant isoflavon bebas dan sebagian lainnya


endometriosis, sedangkan pada dosis 16,6 mengalami fermentasi oleh bakteri yang ada
µg/g BB menyebabkan adanya pertumbuhan diusus besar. Isoflavon dimetabolisme di
endometriosis. Pada dosis genistein 250 usus oleh bakteri mikroflora usus, dimana
mg/kg BB diet per oral diberikan selama 3 genistein dikonversi menjadi metabolit yang
minggu menunjukkan tidak mendukung secara hormonal inaktif yaitu ethyl-pheno
pertumbuhan implant endometriosis. (Sakai et al., 2008). Pada usus halus aglikon
Pemberian dosis genistein 1000 mg/kg BB akan diabsorbsi dalam jumlah yang kecil dan
diet per oral selama 3 minggu pada tikus selebihnya akan diabsorbsi dalam usus
ovariektomi yang dihubungkan dengan besar. Selanjutnya metabolit diserap melalui
pertumbuhan implant endometriosis dan membran gastroinstestinal dan dibawa
ternyata memberikan pengaruh negatif menuju liver. Setelah dilakukan metabolisme
terhadap pertumbuhan implant endometriosis di liver untuk menghasilkan beberapa bentuk
pada tikus ovariektomi. conjugated (Sutrisno et al., 2010). Metabolit
Pada penelitian ini terjadi perununan isoflavon terjadi di hati, terkonjungasi dengan
kadar TNF-α pada masing-masing level dosis asam glukoranat kemudian disekresi dari
genistein secara fluktuatif, dimana kadar tubuh melalui urine dan empedu. Genistein
TNF-α pada dosis 0,26 mg/hari(P2) terjadi dieliminasi dari tubuh dalam waktu 24 jam
penurunan paling rendah tetapi pada dosis (Pilsakova et al., 2010).
1,04 mg/hari (P5) terjadi peningkatan. Hal ini Genistein dapat langsung berikatan
dikarenakan genistein yang merupakan dengan RE, reseptor berfungsi dalam
SERM pengaruhnya tergantung pada membantu transmisi pesan dari hormon
berbagai faktor yaitu cara pemberian, menuju transkripsi dari inti gen (Fritz, A. and
bioavability dan metabolisme, waktu dan Speroff., 2011). Ikatan genistein dan reseptor
tingkat paparan, keadaan estrogen endogen estrogen membentuk komplek estrogen
(Carrol et al, 2013). Metabolisme genistein reseptor estrogen komplek dan mengaktivasi
adalah setelah dikonsumsi, genistein estrogen responsive elemen (ERE) sehingga
bersama dengan isoflavon lain terkonjugasi mempengaruhi proses transkripsi (Gruber et
dengan glikosida dan dimetabolisme oleh al., 2002). Afinitas pengikatan genistein untuk
enzim usus (Banerjee et al., 2009). Bentuk ER-α adalah 4%, dan untuk ER-β adalah
aglikon isoflavon dikirim dari usus ke darah 87%, dibandingkan dengan estradiol. Jadi,
atau dimetabolisme secara langsung di usus dengan interaksi dengan reseptor estrogen,
(Pilsakova et al., 2010). Dalam usus blok genistein mengikat estrogen lebih kuat
isoflavon dipecah menjadi aglycon bebas pada saat yang sama dan mempengaruhi
gula oleh bakteri. Setelah mengalami metabolisme estrogen, dengan mengerahkan
perpecahan, 1/3 diabsorbsi sebagai peran yang menguntungkan potensial dalam

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 8


Vol X No.I Mei 2018

pencegahan hormon kanker (Banerjee, 2009; Genistein yang memiliki struktur menyerupai
Lee, 2011). Afinitas ini akan lebih estrogen dan bersifat SERM diketahui efektif
ditingkatkan bila konsentrasi fitoestrogennya dalam penghambatan produksi TNF-α
dalam jumlah yang tinggi. Dengan berikatan dengan dosis optimal yaitu 0,26 mg/hari (P2).
dengan RE-β maka fungsi RE-β akan
termodulasi dan akan bersifat anti estrogen Keterbatasan Penelitian
bila ada bersamaan dengan RE-α dan akan Pada penelitian ini tidak mengukur luas
bersifat estrogenik bila tidak bersama RE-α. implant sehingga tidak diketahui seberapa
Karakter yang bersifat SERMs ini yang bisa besar penurunan luas implant setelah diberi
membuat fitoestrogen sebagai bahan terapi genistein berbagai dosis. Kendala lain yang
untuk beberapa kelainan dan penyakit yang ditemui pada saat perlakuan pemberian
terkait dengan hormon estrogen (Kayisli, genistein terhadap hewan coba (mencit
2002; Riggs and Hartmann, 2003; Pilsakova , model endometriosis), dalam penelitian ini
2010). peneliti tidak dapat mengendalikan makanan
Genistein yang merupakan unsur yang dikonsumsi oleh mencit, terkadang
utama dari fitoestrogen golongan isoflavon didapatkan makanan yang dikonsumsi masih
sebagai salah satu pengobatan terbaru cukup banyak di dalam kandang atau
(Amberkar et al., 2010, Sutrisno et al.,2014). sebaliknya, sehingga asupan makanan setiap
Senyawa genistein termasuk golongan mencit berbeda-beda. Hal ini kemungkinan
isoflavon yang pada awalnya diidentifikasi dapat berpengaruh terhadap metabolisme
memiliki kemiripan dengan struktur estrogen. genistein dikarenakan genistein yang
Dengan adanya kesamaan struktural untuk merupakan SERM pengaruhnya tegantung
17β-estradiol, genistein telah terbukti pada berbagai faktor yaitu cara pemberian,
bersaing dengan 17β-estradiol dalam bioavability dan metabolisme, waktu dan
mengikat estrogen receptor (ER) dan tingkat paparan, keadaan estrogen endogen.
mengerahkan estrogenik lemah dan/atau
efek antiestrogenik pada berbagai sel dan KESIMPULAN
jaringan baik in vitro dan in vivo (Banerjee et Ada pengaruh yang signifikan pemberian
al., 2009; Merchant et al, 2012; genistein dosis 0,26 mg/hari (P2) terhadap
Deachapunyaa and Poonyachoti., 2013; Lie penurunan kadar TNF-α pada mencit model
et al., 2013). endometriosis. Genisteindosis 100 mg/hari
Temuan ini menunjukkan bahwa TNF-α terbukti yang paling berpengaruh terhadap
memainkan peranan penting dalam penurunan kadar TNF-α dalam cairan
endometriosis. Keberhasilan mengobati peritoneal mencit (Mus musculus) model
penyakit inflamasi khususnya endometriosis endometriosis.
terjadi penghambatan produksi TNF-α.

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 9


Vol X No.I Mei 2018

SARAN necrosis factor and anti-Müllerian


Penelitian dengan desain serupa terhadap hormone. Reproductive BioMedicine
potensi genistein dalam mempengaruhi Online. 18 (4) : 582-588.
sitokin proinflamasi (TNF-α) dapat dilakukan Fritz, A. and Speroff, L. 2011. Clinical
dengan dosis dan frekuensi yang lebih gynecologic endrocrinology and infertility.
bervariasi. 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut Philadepia.
akan potensi genistein yang lain bagi Gruber, C.J, Tschugguel, W., Schneeberger,
kesehatan manusia terutama dalam bidang C., and Huber, J.C. 2002. Mechanisms
imunologi. of disease : Production and Actions of
Estrogens. N Engl J Med. 346 (5) : 340-
DAFTAR PUSTAKA 352.
Anwar, M., Baziad, A., dan Prabowo, P. Hillman, G.G., Wang, Y., Che, M., Raffoul,
2011. Endometriosis. Ilmu Kandungan. J.J, Yudelev, M., Kucuk, O., and Sarkar,
Ed 3 Cetakan 1. PT Bina Pustaka F.H., 2007. Progression of renal cell
Sarwono Prawirodihardjo. Jakarta. 239- carcinoma is inhibited by genistein and
250 radiation in an orthotopic model. BMC
Amberkar, M.V., Meena, K.K., Mor,V., Cancer. 7 (4) : 1-12.
Semwal, A., and Adiga, S. 2010. PPAR– Herington, J.L., Bruner-Tran, K.L., Lucas,
gamma: A Dagger in Endometriosis. J.A., and Osteen, K.G. 2011. Immune
Australasian Medical Journal AMJ. 3 (12) interactions in endometriosis. Expert Rev
: 814-820. Clin Immunol. 7(5): 611–626.
Banerjee S., Li Y., Wang, Z., and Sarkar, Kayisli, U.A., Aksu, C.A.H., Berkkanoglu, M.,
F.H. 2009. Multi Targetted Therapy of and Arici, A., 2002. Estrogenicity of
Cancer by Genistein. Cancer Lett. 269 isoflavon on human endometrial stromal
(2): 226-242. and glandular cells. The journal of clinical
Deachapunyaa, C., and Poonyachoti, S. endocrinology and metabolism. 87(12):
2013. Activation of Chloride Secretion by 5539-5544.
Isoflavone Genistein in Endometrial Lafuente, A.G., Guillamo, E., Villares, A.,
Epithelial Cells. Cell Physiol Biochem. 32 Rostagno, M.A., and Martınez, J.A.
: 1473-1486. 2009. Flavonoids as anti-inflammatory
Falconer, H., Sundqvist, J., Gemzell- agents: implications in cancer and
Danielsson, K., Von Schoultz, B., cardiovascular disease. Inflammation
D’Hooghe T.M., and Fried G., 2009. Research. 58 : 537–552.
IVF outcome in women with Lebovic, D.I., Bentzien, F., Chao, V.A.,
endometriosis in relation to tumour Garrett, E.N., Meong, Y.G., and Taylor,

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 10


Vol X No.I Mei 2018

R.N. 2000. Induction of an angiogenic Meresman, G.F., Bilotas, M.A., Lombardi, E.,
phenotype in endometriotic stromal cell Tesone, M.,Sueldo,C., and Baranao,R.I.
cultures by interlukin-1 beta. Mol Hum 2003. Effect of GnRH analogues on
Reprod. 6 : 269-275. apoptosis and release of interleukin-1b
Lee, J.Y., Kim, H.S., and Song, Y.S. 2011. and vascular endothelial growth factor in
Genistein as a potential anticancer agent endometrial cell cultures from patients
againt ovaian cancer. Journal of with endometriosis. Human
Traditional and Complementary Reproduction. 18 (9) : 1767-1771.
Medicine. 2 (2) : 96-104. Pilsakova, L., Riecansky, I., and Jagla, F.
Li, Y., Meeran, S.M., Patel, S.N., Chen,H., 2010 The Physiological Actions of
Hardy, T.M., and Tollefsbol, T.O. 2013. Isoflavone Phytoestrogens. Physiological
Epigenetic reactivation of estrogen Research. 59 : 651-664.
receptor-α (ERα) by genistein enhances Rahman, S., Islam, R., Swaraz, A.M., Ansari,
hormonal therapy sensitivity in ERα- A., Parvez, A.K., and Paul, D.K. 2012.
negative breast cancer. Molecular An insight on genistein as potential
Cancer. (12) 9 : 1-17. pharmacological and therapeutic agent.
Lu, D., Song, H., and Shi, G. 2013. Anti TNF- Asian Pacific Journal of Tropical
α treatment for pelvic pain associated Biomedicine : S1924-S1937.
with endometriosis (Review). The Riggs, B.L., and Hartmann, L,D. 2003.
Cochrane Library. Selective Estrogen-Receptor Modulators
http://www.thecochranelibrary.com. to Clinical Practice Mechanisms of Action
Downloaded on 23 April 2014. and Application. N Engl J Med. 348 :
Matsukura, H., Aisaki, K., Igarashi, K., 618-629.
Matsushima, Y., Kanno, J., Muramatsu,
M., Sudo, K., and Sato, N. 2011. Soares, S.R., Varea, A.M., Hidalgo-Mora,
Genistein promotes DNA demethylation J.J., and Pellicer, A. 2012.
of the steroidogenic factor 1 (SF-1) Pharmacologic therapies in
promoter in endometrial stromal cells. endometriosis : a systematic review.
Biochemical and Biophysical Research Fertility and Sterility. 98 (3) : 529-555.
Communication. 412 : 366-372. Sutrisno, S., Mariyani, M., Herawati I., Rinata,
Merchant, K., Kumi-Diaka, J., Rathinavelu, E., Jehanara, J., Yueniwati, Y., Nurdiana,
A., Esiobu, N., Zoeller, R., and. N., Noorhamdani, N., Santoso, S., 2014.
Hormann.V. 2012. Genistein Modulation The effects of genistein as inflammatory
of Immune-Associated Genes in LNCaP and antiangiogenesis in primary
Prostate Cancer Cell Line. The Open endometriosis cell culture. Asian Pasific
Prostate Cancer Journal. 5 : 1-7. Journal of Reproduction. 3 (4) : 1-6.

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 11


Vol X No.I Mei 2018

Sutrisno, Soehartono, Arsana. 2010. Efek Yavuz, E., Oktem, M., Esinler, I., and Toru,
Genistein terhadap Ekpresi eNOS, BCL2 S.A. 2007. Genistein causes regression
dan Apoptosis pada kultur sel endotel of endometriotic implants in the rat
umbilikus (HUVECs) yang mengalami model. Fertility and Sterility. 88 (2) :
stres oksidatif. Laboratorium Obstetri dan 1129-1134.
Ginekologi FK UNAIR Surabaya. Zheng, Y., Liu, X., and Guo,S W. 2012.
Winarsi, H. 2005. Isoflavon. Ed 1, Gajah Therapeutic potential of andrographolide
Mada University Press. Yogyakarta. for treating endometriosis. Human
Reproduction. 27(5) : 1300-1313

Embrio, Jurnal Kebidanan Page 12


Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 10-16

Penurunan Skala Nyeri Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Pembedahan


Laparoskopi Konservatif dengan atau Tanpa Diikuti Terapi Medikamentosa di RSUD
Dr. Soetomo
Aida Musyarrofah, Relly Yanuari Primariawan
Departmen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga Surabaya,
RSUD dr. Soetomo Surabaya

ABSTRAK ABSTRACT

Tujuan: Mengetahui perubahan keluhan nyeri penderita endo- Objectives: Knowing the changes of pain in endometriosis
metriosis sebelum dan sesudah pembedahan laparoskopi sufferers before and after laparoscopic conservative surgery with
konservatif dengan atau tanpa diikuti terapi medikamentosa di or without medical therapy followed in dr. Soetomo hospital.
RSUD dr. Soetomo. Materials and Methods: This study is a descriptive analytic study
Bahan dan Metode: Studi ini merupakan penelitian deskriptif in patients with pelvic painsuspected have endometriosis and
analitik pada penderita dengan keluhan nyeri panggul yang conservative laparoscopic surgery will be performed and fitsthe
dicurigai menderita endometriosis dan akan dilakukan pembedahan inclusion and exclusion criteria. The study subjects were evaluated
laparoskopi konservatif serta memenuhi kriteria inklusi dan with chronic pelvic painscale, dysmenorrhea, and dyspareunia
eksklusi. Subyek penelitian dievaluasi skala keluhan nyeri panggul before and after laparoscopic laparoscopy atfirst month, second
kronik, dismenorea, dan dispareunia sebelum dilakukan month and third month by using a verbal numerical scale ranging
laparoskopi dan setelah dilakukan laparoskopi pada bulan ke-1, 0 to 10. Medical treatment received by patients after laparoscopic
bulan ke-2 dan bulan ke-3 dengan menggunakan skala numerik conservative also noted. The study was done by the Dr.Soetomo
verbal mulai 0 sampai 10. Terapi medikamentosa yang diterima hospital in july to December 2013.
penderita setelah laparoskopi konservatif juga dicatat. Studi ini Results: Obtained 28 patients who fits the inclusion and exclusion
dilakukan si RSUD dr.Soetomo bulan Juli sampai Desember 2013. criteria and were treatment by conservative laparoscopic surgery, 2
Hasil: Didapatkan 28 penderita yang memenuhi kriteria inklusi patients dropped out test and 26 patients were followed until the
dan eksklusi serta dilakukan pembedahan laparoskopi konservatif, 3rd month after the surgery. Average score of r-AFS endometriosis
2 penderita putus uji dan 26 penderita diikuti sampai bulan ke-3 26.27 (range 3-60). Based on the Wilcoxon test, on the 1st
pascapembedahan. Rata-rata skor r-AFS endometriosis 26,27 monththeaverage changes in chronic pelvic pain scale are 0.92 ±
(rentang 3-60). Berdasarkan uji Wilcoxon, pada 1 bulan pertama 0.24 (p: 0,002), dysmenorrhoea was 2.77 ± 0.33 (p: 0.000) and
didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri panggul kronik 0,92 ± dyspareunia 0.15 ± 0 , 07 (p: 0.046). At intervals of 1st month and
0,24 (p:0,002), dismenorea 2,77 ± 0,33 (p:0,000) dan dispareunia 2nd months, average change of chronic pelvic pain scale 0.23 ±
0,15 ± 0,07 (p:0,046). Pada interval bulan 1 dan bulan 2, 0.10 (p: 0.02), 0.85 ± 0.19 dysmenorrhoea (p: 0.001). At intervals
didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri panggul kronik 0,23 ± of 2nd months and 3rd months, obtained average change of chronic
0,10 (p:0,02), dismenorea 0,85 ± 0,19 (p:0,001). Pada interval pelvic pain scale at 0.15 ± 0.09 (p: 0.10), dysmenorrhoea was 0.31
bulan 2 dan bulan 3, didapatkan perubahan rata-rata skala nyeri ± 0.10 (p: 0.014).
panggul kronik 0,15 ± 0,09 (p:0,10), dismenorea 0,31 ± 0,10 Conclusion: There were no changes at the intervadispareuni l
(p:0,014). scale during 1st month and 2nd month even 2nd and 3rd.
Simpulan: Tidak didapatkan perubahan skala dispareuni pada Significant reduction in chronic pain scale occurred up to 2nd
interval bulan 1 dan bulan 2 maupun bulan 2 dan bulan 3. months, a significant reduction in the scale of dysmenorrhoea
Penurunan bermakna skala nyeri kronik terjadi sampai 2 bulan, occurred up to 3rd month, and a significant decrease of dispareuni
penurunan bermakna skala dismenorea terjadi sampai 3 bulan, dan scale up to 1 month after conservative laparoscopic surgery.
penurunan bermakna skala dispareuni terjadi sampai 1 bulan
setelah pembedahan laparoskopi konservatif. Keywords: pain, endometriosis, verbal numeric scale,
conservative laparoscopy, medicament therapy
Kata kunci: nyeri, endometriosis, skala numerik verbal,
laparoskopi konservatif, terapi medikamentosa

Correspondence: Aida Musyarrofah, Departmen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD
dr. Soetomo Surabaya, Jl Prof. Dr. Moestopo 6 – 8, Surabaya. Email : adaida.m@gmail.com.

PENDAHULUAN atau mempunyai bermacam gejala, yang paling sering


adalah nyeri panggul, termasuk di dalamnya dis-
Endometriosis merupakan penyakit jinak ginekologi menorhea, dispareunia, nyeri panggul yang tidak
yang banyak mendapat perhatian para ahli, namun berhubungan dengan siklus menstruasi, disuria,
penyebab dan patogenesisnya belum diketahui secara dischezia.3 Bermacam-macam gejala nyeri panggul
pasti.1 Endometriosis ditemukan pada sekitar 70 % sering didapatkan di masyarakat umum, sebuah hasil
pasien dengan keluhan nyeri panggul kronik.2 Endo- survei di USA menyatakan bahwa 90 % wanita
metriosis dapat tidak mempunyai gejala (asimtomatik) menderita nyeri haid, 42% wanita mengeluh nyeri
10
Aida Musyarrofah, Relly Yanuari Primariawan : Penurunan Skala Nyeri Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Laparoskopi

senggama dan 39 % wanita mengeluh nyeri panggul di variasi nyeri dan kepuasan pasien endometriosis
luar haid. Hal ini membuktikan bahwa pada wanita stadium III-IV 3-12 bulan pasca pembedahan
dengan gejala nyeri panggul kronik dan lesi endo- laparoskopi ablasi, didapatkan pengurangan skor dis-
metriotik tidak selalu disebabkan oleh endo-metriosis.4 menorea, dispareunia, dan nyeri di luar haid yang
Tetapi para ahli ginekologi menyepakati adanya signifikan pada pengamatan 3 bulan dan skor nyeri yang
hubungan antara gejala nyeri panggul kronis dan tidak berbeda signifikan pada 9 bulan berikutnya.12
endometriosis.5 Nyeri panggul kronik, dispareuni dan
dismenorea, khas untuk endometriosis. Nyeri haid Terapi berdasarkan konsensus World Endometriosis
sering muncul beberapa hari menjelang haid. Pasien Society (WES) Montpellier 2011 dikatakan membuang
tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan endometriosis dengan laparoskopi merupakan pilihan
memerlukan penegakan diagnosis serta pengobatan pertama yang baik untuk mengatasi nyeri endometriosis,
untuk menghilangkan nyeri.6 dan kistektomi laparoskopi pada endometrioma dapat
mengurangi kekambuhan keluhan maupun endo-
Kriteria standar baku emas mendiagnosis endometriosis metrioma. Eksisi lesi lebih direkomendasikan daripada
melalui visualisasi langsung dengan laparoskopi dan ablasi, terutama pada lesi endometriosis infiltrasi dalam.
atau berdasarkan hasil histopatologi. Sistem klasifikasi Pembedahan laparoskopi pada endometriosis selalu
yang menggabungkan nilai perlekatan dan susupan lesi lebih diutamakan daripada laparatomi. Dan eksisi
dikembangkan oleh the American Society for Repro- laparoskopi pada endometrioma ovarium lebih dipilih
ductive Medicine (ASRM). Terapi nyeri endo-metriosis untuk meminimalisir kekambuhan gejala dan ke-
dapat dilakukan dengan tindakan bedah, terapi medika- kambuhan endometrioma ovarium.13
mentosa dan kombinasi keduanya. Laparoskopi dapat
dilakukan sebagai sarana diagnosis dan terapi. Dengan Meskipun stadium endometriosis menurut klasifikasi
laparoskopi waktu pemulihan pasien lebih cepat, meng- ASRM tidak berhubungan dengan tingkat keparahan
hasilkan penerangan dan pembesaran yang sangat nyeri maupun prediksi hasil pasca operasi tetapi
membantu dalam mendiagnosis endometriosis serta perubahan jumlah dan ukuran lesi endometriosis sering
penting dalam terapi bedah yang efektif.7 digunakan untuk menilai efektifitas terapi endometrio-
sis. Tingkat nyeri dipengaruhi kedalaman susupan lesi
Vercellini dkk menyatakan adanya hubungan antara lesi endometriosis terhadap jaringan dan hubungan langsung
endometriosis dan keluhan nyeri, tetapi stadium lesi dengan serabut saraf yang tidak dapat dinilai dari
endometriosis menurut klasifikasi ASRM tidak ber- visualisasi selama pembedahan.14
hubungan dengan tingkat keparahan nyeri maupun
prediksi hasil pasca operasi. Beberapa cara menilai Pedoman terapi nyeri endometriosis di RSUD dr.
nyeri endometriosis dengan cara skala visual analog Soetomo juga terdapat beberapa pilihan terapi ter-
(VAS) dan skala numerik verbal dapat dilakukan dan gantung indikasi, kondisi pasien, termasuk kondisi
dinilai dengan mudah, sensitif terhadap efek terapi serta sosial ekonomi, dan data tentang hasil masing-masing
berhubungan dengan derajat pengukuran. Rekomendasi terapi tersebut belum ada. Laparoskopi pada endo-
Initiative on Methods, Measurement and Pain metriosis sebagai sarana diagnosis sekaligus terapi di
Assessment in Clinical Trial (IMMPACT), salah satu RSUD dr. Soetomo sudah dilakukan sejak lama namun
cara mengukur nyeri dengan skala numerik verbal belum pernah dilakukan evaluasi hasil. Dan sampai saat
dengan 11 titik mulai 0 sampai 10 yang menggambar- ini skala untuk mengevaluasi nyeri pada penderita
kan derajat nyeri mulai tanpa gejala sampai nyeri paling endometriosis di RSUD dr. Soetomo belum pernah
berat dan lebih mudah digunakan dibanding VAS.8 digunakan. Berangkat dari harapan menemukan terapi
endometriosis yang paling efektif terhadap perbaikan
Nyeri endometriosis dapat diterapi dengan pembedahan keluhan nyeri, maka penulis tertarik untuk melakukan
atau medikamentosa, keduanya memiliki keuntungan penelitian mengenai perubahan keluhan nyeri berdasar-
dan kerugian.9 Beberapa ahli bedah menganggap terapi kan skala numerik verbal pada penderita endometriosis
pembedahan invasif minimal lebih baik daripada sebelum dan sesudah dilakukan eksisi laparoskopi di
medikamentosa dalam waktu lama oleh karena efek RSUD dr. Soetomo.
jangka panjangnya. Terlebih lagi pada penderita yang
menginginkan anak lebih memilih pembedahan
konservatif karena medikamentosa dapat mempengaruhi BAHAN DAN METODE
ovulasi.10 Pada terapi pembedahan terjadi pengurangan
nyeri 50 – 95% tetapi sejumlah besar kasus mengalami Penelitian ini dilakukan di poli kandungan, poli
rekurensi gejala, angka rekurensi kumulatif mulai dari endokrin dan Klinik Infertilitas Graha Amerta di RSUD
13,5% dalam 3 tahun dan 40.3% dalam 5 tahun.11 Studi dr. Soetomo Surabaya yang dilakukan pembedahan
yang dilakukan Jones dan Sutton (2003) mengenai laparoskopi mulai Juli 2013 sampai September 2013

11
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 10-16

dengan desain penelitian deskriptif analitik. Penderita HASIL DAN PEMBAHASAN


dengan keluhan nyeri panggul yang dicurigai menderita
endometriosis dan akan dilakukan pembedahan laparos- Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
kopi konservatif secara consecutive sampling, dilaku- sebanyak 26 dengan rata-rata usia 32,69 tahun dan
kan information for consent, dilanjutkan penderita rentang usia 25 sampai 40 tahun. Keluhan utama
menandatangani lembar pernyataan informed consent. mayoritas penderita berupa keluhan tunggal dismenorea
Penderita akan dijaga kerahasiaannya dengan memberi maupun perpaduan dismenorea dan nyeri kronik serta
nomer dan inisial sebagai ganti identitas. keluhan selain nyeri terbanyak adalah infertilitas.

Kriteria inklusi penelitian, antara lain : mengeluh nyeri Rata-rata skor endometriosis berdasarkan klasifikasi
(dismenorea atau dispareuni atau nyeri panggul kronis); refised AFS adalah 26,27 dengan rentang 3 sampai 60.
diagnosis endometriosis berdasarkan hasil visualisasi Dan didapatkan 2 penderita endometriosis infiltrasi
laparoskopi; dapat menilai nyeri dengan cara skala dalam (DIE) dengan skor Enzian A1B2C1 dan
numerik verbal; dilakukan skoring skala nyeri sebelum A1B1C0. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
dilakukan laparoskopi; merupakan pembedahan
abdomen pertama; dilakukan eksisi atau ablasi atau Untuk menilai perubahan rata-rata skor skala nyeri,
kistektomi atau oovorektomi. Kriteria eksklusi, sebagai dilakukan uji normalitas data. Pada penelitian ini, data
berikut: memiliki penyakit saraf; menggunakan IUD skala nyeri kronik, dismenorea dan dispareuni dilakukan
atau riwayat menggunakan IUD; menopause; keluhan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dengan taraf
nyeri tanpa ditemukan tanda endometriosis berdasarkan signifikansi p>0,05. Hasil uji normalitas seluruh rata-
hasil laparoskopi maupun histopatologi; ditemukan rata skala nyeri kronik, dismenorea dan dispareuni
tanda-tanda penyakit radang panggul pada laparoskopi didapatkan p<0,05 yang menunjukan data tidak
(Fitz-Hugh-Curtis sign); dilakukan laparoskopi hister- terdistribusi normal sehingga uji beda untuk menilai
ektomi. Sedangkan kriteria putus ujinya tidak dapat perubahan rata-rata skala nyeri endometriosis ini
dievaluasi skala nyeri sampai 3 bulan setelah dilakukan dilakukan dengan uji Wilcoxon.
terapi atau mengalami pembedahan abdomen lain
selama rentang waktu evaluasi. Tabel 1. Distribusi frekuensi penderita endometriosis
yang dilakukan pembedahan laparoskopi
Penderita yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi konservatif
mengisi lembar kuesioner yang di dalamnya terdapat
skala numerik verbal, penderita diminta memberi tanda Kriteria Frekuensi
pada angka dalam garis sesuai dengan intensitas nyeri (%)
yang dirasakan penderita terkait kuesioner. Dalam Usia (tahun)
pengukuran ini penderita diberi kebebasan penuh untuk 20 – 29 6 (23,08)
memberi tanda pada skala numerik verbal sesuai dengan 30 – 39 19 (73,07)
40 – 49 1 (3,85)
intensitas nyeri yang dirasakan. Saat dilakukan Keluhan
laparoskopi ditegakkan diagnosis endometriosis dan Dismenorea 11 (42,03)
dilakukan pencatatan temuan dan tindakan, stadium dan Dispareunia 1 (3,85)
skor endometriosis berdasarkan r-AFS dan skor Enzian Nyeri kronik + dismenorea 11 (42,03)
lesi endometriosis infiltrasi dalam serta komplikasi Nyeri kronik + dismenorea + dispareuni 1 (3,85)
pembedahan, bila diagnosis belum dapat ditegakkan, Dismenorea + dispareuni 2 (7,70)
maka menunggu hasil histopatologi. Dilakukan evaluasi Keluhan lain
skala nyeri 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan sesudah Dischezia 1 (3,85)
menjalani laparoskopi dengan cara penderita mengisi Infertilitas 11 (42,03)
Konstipasi 1 (3,85)
kembali kuesioner baik dengan bertemu langsung Tanpa keluhan 13 (50,00)
penderita saat kunjungan rumah sakit atau saat Terapi medikamentosa pre op
kunjungan rumah maupun melalui telepon. Data lain NSAID 6 (23,08)
yang dikumpulkan melalui rekam medik dan kuesioner PKK 2 (7,69)
berupa usia, keluhan lain, terapi medikamentosa Tanpa terapi medikamentosa 18 (69,23)
sebelum dan setelah pembedahan. Pengukuran intensitas Stadium
nyeri dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga I 3 (11,50)
peneliti, pembimbing dan pemeriksa tidak mengetahui II 8 (30,77)
hasil dari penelitian sampai semua perhitungan III 8 (30,77)
IV 7 (26,96)
penelitian selesai.
Diagnosis durante operasi
Endometriosis 7 (26,96)
Endometrioma 15 (57,69)

12
Aida Musyarrofah, Relly Yanuari Primariawan : Penurunan Skala Nyeri Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Laparoskopi

Endometrioma + mioma uteri 4 (15,39) Berdasarkan hasil uji beda di atas, didapatkan perbedaan
Jenis tindakan laparoskopi bermakna rata-rata skala nyeri kronik sebelum dan 1
Kistektomi 7 (26,92) bulan setelah pembedahan laparoskopi serta 1 bulan dan
Kistektomi + ablasi 5 (19,22) 2 bulan setelah pembedahan laparoskopi. Tidak didapat-
Ablasi 3 (11,54)
Biopsi fokus endometriosis 1 (3,85)
kan perbedaan bermakna rata-rata skala nyeri kronik 2
Oovorektomi 1 (3,85) bulan dan 3 bulan setelah pembedahan laparoskopi.
Oovorektomi + kistektomi 1 (3,85) Didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skala dis-
Kistektomi + eksisi nodul 3 (11,54) menorea sebelum dan 1 bulan setelah pembedahan
Miomektomi + kistektomi 2 (7,69) laparoskopi; 1 bulan dan 2 bulan setelah pembedahan
Miomektomi + kistektomi + eksisi 2 (7,69) laparoskopi serta 2 bulan dan 3 bulan setelah pembedah-
nodul an laparoskopi. Dan didapatkan perbedaan bermakna
Ablasi + eksisi nodul 1 (3,85) rata-rata skala dispareuni sebelum dan 1 bulan setelah
Jenis terapi medikamentosa pembedahan laparoskopi, namun tidak didapatkan
pascapembedahan
PKK 11 (42,30)
perbedaan bermakna rata-rata skala dispareuni 1 bulan
Progestin 1 (3,85) dan 2 bulan setelah pembedahan laparoskopi serta 2
GnRH analog 11 (42,30) bulan dan 3 bulan setelah pembedahan laparoskopi.
Tanpa terapi tambahan 3 (11,55)
Karakter usia penderita pada penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan karakter usia beberapa penelitian yang
Tabel 2. Rata-rata skala nyeri berdasarkan waktu serupa. Dan perkiraan prevalensi endometriosis adalah
7-10% dari wanita usia reproduksi.15 Insiden endo-
Waktu Nyeri metriosis selama 20 tahun di Iceland, dalam rentang 15
Dismenorea Dispareuni
(bulan) kronik – 49 tahun rata-rata usia penderita 35 tahun. Penelitian
0 1,62 ± 0,43 4,27 ± 0,46 0,15 ± 0,07 lainnya tentang perubahan skala nyeri dan kepuasan
1 0,69 ± 0,22 1,54 ± 0,28 0,00 ± 0,00 penderita setelah dilakukan laparoskopi ablasi, rata-rata
2 0,42 ± 0,17 0,65 ± 0,17 0,00 ± 0,00 usia penderita 33,4 tahun dengan rentang usia 20-43
3 0,27 ± 0,10 0,31 ± 0,13 0,00 ± 0,00 tahun.12 Demikian pula rekurensi nyeri endometriosis
setelah dilakukan pembedahan konservatif, kelompok
usia penderita terbanyak adalah 31-35 tahun dengan
5 rentang usia keseluruhan penderita 17-48 tahun.16
4 4,27
3 nyeri kronik Berdasarkan studi OXEGENE, keluhan nyeri pada
2
1,62 1,54 endometriosis dapat terjadi secara tumpang tindih,
1 dismenorea
0,69 0,65 namun dari 940 pasien yang dilakukan pembedahan dan
0 0,15 0 00,42 00,31 dispareuni ditemukan endometriosis 10,7% tidak mengeluhkan
0 1 2 3 keluhan ginekologi.17 Berdasarkan pengalaman klinis
bulan bulan bulan bulan dengan para pasien, endometriosis dapat menimbulkan
gejala-gejala berupa dismenore parah (severe dys-
menorrhea), dispareunia dalam (deep dyspareunia),
nyeri pelvik kronis, gejala perimenstruasi atau siklis,
Gambar 1. Grafik perubahan skala nyeri penderita
infertilitas atau dyschezia (nyeri saat buang air besar).15
endometriosis yang dilakukan laparoskopi
Dalam penelitian ini, keluhan nyeri panggul penderita
konservatif
endometriosis bervariasi dengan distribusi terbanyak
penderita yang mengeluh dismenorea saja dan nyeri
Tabel 3. Perubahan rata-rata skala nyeri pada masing-
kronik yang disertai dismenorea masing-masing
masing interval waktu setelah pembedahan
sebanyak 11 (42,3%) orang. Didapatkan juga 2 pen-
derita dengan keluhan dismenorea yang disertai
Interval dispareunia. Selain itu, didapatkan masing-masing 1
Nyeri kronik Dismenorea Dispareuni
waktu
(p)* (p)* (p)* penderita dengan keluhan dispareunia saja dan dengan
(bulan)
0,92 ± 0,24 2,77 ± 0,33 0,15 ± 0,07
keluhan nyeri kronik disertai dismenorea juga
0–1 dispareuni. Keluhan penyerta selain nyari juga
(0,002) (0,00) (0,046)
0,23 ± 0,10 0,85 ± 0,19 0,00 ± 0,00 didapatkan pada 13 (50%) penderita dalam penelitian
1–2 ini, diantaranya keluhan infertilitas sebanyak 11
(0,02) (0,001) (1,0)
0,15 ± 0,09 0,31 ± 0,10 0,00 ± 0,00 (42,30%) penderita, konstipasi dan dischezia yang
2–3
(0,10) (0,014) (1,0) masing-masing 1 (3,85%) penderita. Hal ini juga sesuai
*p < 0,05 : signifikan; Menggunakan tes Wilcoxon dengan konsensus World Endometriosis Society (WES)

13
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 10-16

bahwa di tempat dengan sumber daya terbatas, ovulasi, menurunkan kemungkinan efek dari tumpahan
diagnosis endometriosis bisa berdasarkan 2 keluhan, pada peritoneum saat reseksi.20 Dan dalam The
yakni nyeri panggul dan infertilitas.12 Cannadian Consensus Conference on Endometriosis
dinyatakan bahwa bahwa pemberian GnRH agonis
Selama pembedahan laparoskopi didapatkan endo- selama 12 – 24 minggu setelah laparaskopi operatif
metriosis 7 (26,92%); endometrioma 15 (57,69%); (untuk endometrioma ovarium dan ablasi laser pada lesi
endometrioma dan mioma uteri 4 (15,39%). Penilaian untuk nyeri panggul) mencegah terjadinya rekurensi
stadium berdasarkan klasifikasi r-AFS, stadium endometriosis dan memperpanjang free interval dari
endometriosis terbanyak adalah stadium II (ringan) dan nyeri setelah pembedahan.21
stadium III (sedang) yaitu masing-masing 8 (30,77%).
Dengan rata-rata skor endometriosis berdasarkan Berdasarkan tabel 2, dapat dikatakan bahwa rata-rata
klasifikasi r-AFS nya 26,27 dengan rentang 3 sampai pada penderita endometriosis dalam penelitian ini nyeri
60. Didapatkan 2 penderita endometriosis infiltrasi kronik termasuk nyeri ringan, dismenorea termasuk
dalam (DIE) dengan skor enzian masing-masing A1 B2 nyeri sedang dan dispareuni termasuk nyeri ringan.
C1 dan A1 B1 C0. Berdasarkan hasil laparoskopi Berdasarkan tabel.3. dan gambar.1. tampak bahwa rata-
tersebut didapatkan 4 penderita dengan mioma uteri rata skala nyeri kronik dan dismenorea terus menurun
yang kesemuanya berdiameter tidak lebih dari 4 cm dan dari bulan ke-0, bulan ke-1, bulan ke-2 sampai bulan ke-
kemudian dilakukan miomektomi. Pada penelitian 3. Sedangkan rata-rata skala dispareuni menurun dari
serupa, stadium terbanyak adalah stadium I (30,55%), bulan ke-0 sampai bulan ke-1 yang mencapai skala 0
stadium IV (28,0%), stadium III (27,0%) dan stadium II (tidak nyeri), selanjutnya tetap skala 0 pada bulan ke-2
(24,5%). Namun stadium tidak berhubungan dengan dan bulan ke-3 serta tidak didapatkan kenaikan.
keluhan nyeri dan tingkat keparahannya.16 Berdasarkan Penurunan rata-rata skala nyeri kronik, dismenorea
hasil histopatologi penderita yang dilakukan laparos- maupun dispareuni paling besar adalah interval bulan
kopi, 21 diantaranya didapatkan hasil yang menunjuk- ke-0 dan ke-1, yakni penurunan rata-rata skala nyeri
kan kista endometriosis ovarii maupun lesi endometri- panggul kronik 0,92 ± 0,24, penurunan rata-rata skala
osis, sedangkan 5 diantaranya yang dilakukan ablasi dismenorea 2,77 ± 0,33 dan penurunan rata-rata skala
saja tidak didapatkan hasil histopatologi. Dikatakan dispareunia 0,15 ± 0,07. Dalam studi Jones KD dkk
bahwa endometriosis yang didapat dari laparoskopi yang menilai skala nyeri kronik, dismenorea dan
hanya terbukti sekitar 50% dari hasil pemeriksaan dispareuni pasien endometriosis yang dilakukan
histopatologi.18,19 Pada penelitian ini 19 kasus yang ada laparoskopi ablasi didapatkan penurunan skala nyeri dan
berupa endometrioma, sehingga dapat terbukti benar mengamati sampai 12 bulan pascalaparoskopi
adanya endometriosis dari hasil histopatologi. didapatkan penurunan rata-rata skala nyeri terbesar
terjadi selama 3 bulan pertama baik skala nyeri kronik,
Tindakan terapi operatif terbanyak dilakukan kistektomi dismenorea maupun dispareuni, kemudian bertahan atau
sebanyak 7 (26,92%), kemudian kistektomi dan ablasi terjadi perubahan yang tidak signifikan sampai bulan
sebanyak 5 (19,22%). Tindakan ablasi saja serta kistek- ke-12.12 Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian
tomi dan eksisi nodul yang masing-masing sebanyak 3 ini, dalam 3 bulan pertama di mana terjadi penurunan
(11,54%). Semua tindakan ini bersifat prosedur skala nyeri terbesar lebih rincinya terjadi penurunan
cytoreductive baik ablasi maupun eksisi lesi endo- skala nyeri terbesar pada 1 bulan pertama yang me-
metriosis atau eksisi kista endometriosis. nandakan efek intervensi terapi yang sudah dilakukan.
Dan selanjutnya tetap terjadi penurunan skala nyeri
Dua puluh tiga penderita setelah dilakukan pembedahan yang lebih kecil sampai 3 bulan pertama.
laparoskopi konservatif mendapat terapi medikamentosa
berupa PKK dan GnRH analog masing-masing Berdasarkan tabel 3 didapatkan penurunan bermakna
sebanyak 11 (42,30%); 1 (3,85%) penderita mendapat- rata-rata skala nyeri kronik sebelum dan 1 bulan setelah
kan progestin dan 3 (11,55%) penderita tidak mendapat laparoskopi dengan nilai p: 0,002 (p<0,05) serta pe-
terapi medikamentosa tambahan. Penderita yang nurunan bermakna rata-rata skala nyeri kronik 1 bulan
mendapat terapi medikamentosa tambahan setelah dan 2 bulan setelah laparoskopi dengan nilai p : 0,02
dilakukan laparoskopi, dalam waktu observasi sampai (p<0,05). Sedangkan perbedaan rata-rata skala nyeri
bulan ke-3 masih mendapatkan terapi. Jenis medika- kronik 2 bulan dan 3 bulan setelah laparoskopi masih
mentosa yang diberikan bervariasi karena sebagian terjadi penurunan namun tidak bermakna dengan nilai p
sampel merupakan pasien privat dan peneliti tidak : 0,10 (p>0,05). Pada evaluasi skala dismenorea,
melakukan intervensi, hanya mengambil data sekunder didapatkan perbedaan bermakna rata-rata skala dis-
dari rekam medis penderita. Pemberian terapi menorea sebelum dan 1 bulan setelah laparoskopi
medikamentosa postoperatif ini dimaksudkan untuk dengan nilai p : 0,000 (p<0,05); didapatkan perbedaan
menginhibisi aktivitas residual penyakit, supresi bermakna rata-rata skala dismenorea 1 bulan dan 2

14
Aida Musyarrofah, Relly Yanuari Primariawan : Penurunan Skala Nyeri Penderita Endometriosis Sebelum dan Sesudah Laparoskopi

bulan setelah laparoskopi dengan nilai p : 0,001 vatif pada penderita endometriosis dengan keluhan.22
(p<0,05) serta didapatkan perbedaan bermakna rata-rata Selain itu, pemberian GnRH agonis 3 sampai 6 bulan
skala dismenorea 2 bulan dan 3 bulan setelah laparos- pascapembedahan dapat memperpanjang fase bebas
kopi dengan nilai p : 0,014 (p<0,05). Dan didapatkan nyeri setelah pembedahan konservatif pada penderita
perbedaan bermakna rata-rata skala dispareuni sebelum endometriosis, dan efek ini dapat bertahan sampai 12
dan 1 bulan setelah laparoskopi dengan nilai p : 0,046 bulan.5 Dalam penelitian ini, perubahan skala nyeri
(p<0,05), namun tidak didapatkan perbedaan bermakna antara penderita yang mendapat terapi medikamentosa
rata-rata skala dispareuni 1 bulan dan 2 bulan setelah dan penderita yang tidak mendapat terapi
laparoskopi serta 2 bulan dan 3 bulan setelah laparos- medikamentosa pasca pembedahan sulit di-bandingkan
kopi yang masing-masing dengan nilai p : 1,0 (p>0,05). karena jumlah penderita sedikit untuk dikelompokkan
Hal ini terjadi karena pada 1 bulan setelah laparoskopi dan dibutuhkan jenis tindakan laparos-kopi yang sama
penderita yang sebelumnya mengeluhkan dispareuni, namun intervensi medika-mentosa pascalaparoskopi
skala dispareuni mencapai 0. Demikian pula pada 2 yang berbeda pada masing-masing jenis tindakan
bulan dan 3 bulan setelah laparoskopi, skala dispareuni laparoskopi tersebut. Untuk membantu memberikan
masih 0 sehingga tidak didapatkan perubahan skala. gambaran pengaruh masing-masing tindakan, maka
melihat data pemberikan medikamen-tosa sebelum
Berdasarkan hasil analisa statistik, perubahan rata-rata laparoskopi. Namun hanya didapatkan 6 penderita yang
skala nyeri kronik bulan 2 dan bulan 3 setelah mendapat NSAID dan 2 penderita mendapat PKK. Hal
laparoskopi masih terjadi penurunan tetapi tidak ini belum dapat menyingkirkan adanya pengaruh
bermakna, perubahan rata-rata skala dismenorea bulan 2 pemberian medikamentosa pasca pembedahan dalam
dan bulan 3 setelah laparoskopi masih terjadi penurunan penurunan skala nyeri.
yang bermakna; serta tidak didapatkan perubahan skala
dispareuni bulan 1, bulan 2 dan bulan 3 setelah Selain terapi medikamentosa pascapembedahan yang
laparoskopi. Penilaian skala nyeri endometriosis ini bervariasi, jenis pembedahan laparoskopi konservatif
akan lebih baik jika dilakukan pengamatan lebih lama juga bervariasi. Dalam penelitian sejenis ini dengan
lagi sehingga bisa menilai lama waktu terjadi penurunan jumlah penderita yang banyak dapat dibandingkan
skala rata-rata nyeri kronik, lama waktu terjadi perubahan skala nyeri pada masing-masing jenis
penurunan bermakna skala rata-rata dismenorea dan tindakan laparoskopi tersebut. Penilaian intensitas nyeri
menilai adanya rekurensi nyeri berdasarkan adanya masih dipengaruhi faktor subyektif meskipun secara
kenaikan rata-rata skala nyeri endometriosis. Dalam internasional sudah biasa digunakan penilaian intensitas
pengamatan 3 bulan pertama setelah pembedahan nyeri dengan skala visual analog maupun skala numerik
laparoskopi konservatif ini, kenaikan skala rata-rata verbal. Dengan demikian dapat juga dilakukan
nyeri endometriosis yang menandakan rekurensi tidak pemeriksaan obyektif lainnya sebagai sarana pendukung
didapatkan. untuk menggambarkan intensitas nyeri penderita.

Berdasarkan hasil kedua penelitian ini bisa dilakukan


pengamatan dengan frekuensi yang lebih sering, misal- SIMPULAN
nya penilaian skala nyeri setiap minggu. Diharap-kan
dalam 1 bulan pertama yang terjadi penurunan skala Pada penderita endometriosis, tindakan pembedahan
nyeri terbesar, diketahui lebih detail saat terjadinya laparoskopi konservatif dengan atau tanpa diikuti terapi
penurunan skala nyeri yang paling signifikan untuk medikamentosa akan menurunkan keluhan dismenore
selanjutnya dievaluasi faktor-faktor yang mempengaru- sampai 3 bulan, sedangkan pada nyeri kronik dan dis-
hi. Dua puluh tiga penderita dalam penelitian ini pareuni keluhan nyeri berkurang sampai 2 dan 1 bulan.
mendapat terapi medikamentosa selama 3 bulan pertama
setelah laparoskopi konservatif baik berupa PKK,
GnRH agonis, maupun progestin. Terapi ini dapat
menginhibisi aktivitas residual penyakit dan supresi DAFTAR PUSTAKA
ovulasi. Dalam studi Jones KD dkk juga didapatkan
31,5% subyek penelitiannya mendapat terapi GnRH 1. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. Media
agonis atau PKK selama 3 bulan pertama setelah Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas
dilakukan laparoskopi. Adapun hasilnya didapatkan Indonesia: Jakarta. 2003. h. 21-3.
penurunan skala nyeri terbesar pada 3 bulan pertama 2. Spaczynski RZ and Duleba AJ. Diagnosis of
dan 9 bulan berikutnya tidak didapatkan perubahan endometriosis. Semin Reprod Med. 2003;21:193-
skala nyeri yang signifikan. Terapi medikamentosa ini 208.
dapat memperbaiki keluhan nyeri pelvik dan indikator 3. Bulun SE. Mechanism of disease endometriosis.
kualitas hidup setelah dilakukan pembedahan konser- New England Journal Medicine. 2009;360:268-79.

15
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 10-16

4. Jamieson D and Steege J. The prevalence of 14. Tokushige N, Markham R, Russell P, Fraser I.
dysmenorrhea, dyspareunia, pelvic pain, and Nerve fibres in peritoneal endometriosis. Human
irritable bowel syndrome in primary care practices. reproduction. 2006;21(11):3001-7.
Obstet Gynecol. 1996;87:55-8. 15. D’Hooghe TM. Berek and Novak’s gynecology
5. Vercellini P, Cortesi I and Crosignani PG. 14th Eds. Endometriosis. Philadelphia: Lippincott
Progestins for symptomatic endometriosis: a critical Williams and Wilkins; 2007.
analysis of the evidence. Fertil Steril. 1997;68:393- 16. Vercellini P, Fedele L, Aimi G, Pietropaolo G,
401. Consonni D, Crosignani PG. Reproductive
6. Stones RW and Mountfield J. Management of performance, pain recurrence and disease relapse
chronic pelvic pain in women. Oxford: In Cochrane after conservative surgical treatment for endo-
Library; 1998. metriosis: predictive value of the current
7. Yeung PP, Shwayder J and Pasic RP. Laparoscopic classification system. Human Reproduction.
management of endometriosis. The Journal of 2006;21(10):2679-85.
Minimally Invasive Gynecology. 2009;16:9. 17. Sinaii N, Plumb K, Cotton L, Lambert A, Kennedy
8. Vincent K, Kennedy S and Stratton P. Pain scoring S, Zondervan K, et al. Differences in characteristics
in endometriosis: entry criteria and outcome among 1,000 women with endometriosis based on
measures for clinical trials. Fertility and Sterility. extent of disease. Fertility and Sterility.
2008;9:56. 2008;89(3):538-45.
9. Vercellini P, Somigliana E, Vigano P, Abbiati A, 18. Falcone T and Lue JR. Management of
Daguati R and Crosignani PG. Endometriosis: Endometriosis. The American College Of
current and future medical therapies. Best Pract Res Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin.
Clin Obstet Gynaecol. 2008;22:275-306. 2010;116(1):223-36.
10. Vercellini P, Crosignani P, Abbiati A, Somigliana 19. Royal College of Obstetricians and Gynaecologist.
E, Vigano P and Fedele L. The effect of surgery for The Investigation and Management of Endo-
symptomatic endometriosis: the other side of the metriosis. Green-top Guideline. 2010;24:1-14.
story. Human Reproduction Update. 2009;15(2): 20. Helsa JS, Jones HW. Te Linde’s Operative
177-88. Gynecology: Endometriosis. Philadelphia: Lippin-
11. American Medical Association. Pathophysiology of cott Williams & Wilkins; 2003. p. 595-630.
pain and pain management. 2012;1:1-21. 21. The Cannadian Consensus Conference on Endo-
12. Jones KD and Sutton C. Patient satisfaction and metriosis. 1999;21(6).
changes in pain scores after ablative laparoscopic 22. Vercellini P, De Giorgi O, Mosconi P, Stellato G,
surgery for stage III-IV endometriosis and Vicentini S and Crosig-Nani PG. Cyproterone
endometriotic cysts. Fertil Steril. 2003;79:1086-90. acetate versus a continuous monophasic oral
13. Johnson NP and Hummelshoj L. for the World contraceptive in the treatment of recurrent pelvic
Endometriosis Society Montpellier Consortium. pain after conservative surgery for symptomatic
Consensus on current management of endo- endometriosis. Fertil Steril. 2002;77(1):52–61.
metriosis. Human Reproduction. 2013:1–17.

16

Anda mungkin juga menyukai