DINAS KESEHATATT
J1. Merdeka No. T2Palembang 30131. Sumatera Selatan
Telp/Fax. (O711) 350651, 350523
E-maitdinkes-palembang@yahoo.co.id, website:www.dinkes.palembang.go.id
Palembang,0. Iuli2020
Nonfor : 8004ft 9/KesmasA(esg alYl[l2020 Kepada Yth,
Perihal : Pemberitahuan Protokol Kesehatan Kepala Puskesmas Sekota Palembang
Program Kesehatan Keluarga di Puskesmas di
Palembang
@Iot{o.\
130200212200r
PEMERINTAH KOTA PALEMBANG
DINAS KESEHATAN
PROTOKOL KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN IBU
PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI KOTA PALEMBANG
4. Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PLKB dan Kader untuk minta bantuan
pemberian Pil KB kepada klien yang membutuhkan yaitu: Bagi akseptor Pil yang harus
mendapatkan sesuai jadwal.
1. Pemeriksaan kehamilan pertama kali dibutuhkan untuk skrining faktor risiko (termasuk
Program Pencegahan Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak / PPIA). Oleh
karena itu, dianjurkan pemeriksaannya dilakukan oleh dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan dengan perjanjian agar ibu tidak menunggu lama. Apabila ibu hamil datang ke
bidan tetap dilakukan pelayanan ANC, kemudian ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan
oleh dokter.
2. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan skrining kemungkinan ibu menderita
Tuberculosis.
3. Pada daerah endemis malaria, seluruh ibu hamil pada pemeriksaan pertama dilakukan
pemeriksaan RDT malaria dan diberikan kelambu berinsektisida.
4. Jika ada komplikasi atau penyulit maka ibu hamil dirujuk untuk pemeriksaan dan tata
laksana lebih lanjut.
5. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat DITUNDA pada ibu dengan PDP atau
terkonfirmasi COVID-19 sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya berakhir.
Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.
6. Ibu hamil diminta mempelajari buku KIA untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
termasuk mengenali TANDA BAHAYA pada kehamilan. Jika ada keluhan atau tanda
bahaya, ibu hamil harus segera memeriksakan diri ke fasyankes.
7. Pengisian stiker P4K dipandu bidan/perawat/dokter melalui media komunikasi.
8. Kelas Ibu Hamil ditunda pelaksanaannya di masa pandemi COVID-19 atau dapat
mengikuti kelas ibu secara online.
9. Tunda pemeriksaan pada kehamilan trimester kedua. Atau pemeriksaan antenatal dapat
dilakukan melalui tele-konsultasi klinis, kecuali dijumpai keluhan atau tanda bahaya.
10. Ibu hamil yang pada kunjungan pertama terdetekdi memiliki faktor risiko atau penyulit
harus memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua. Jika Ibu tidak datang ke
fasyankes, maka tenaga kesehatan melakukan kunjungan rumah untuk melakukan
pemeriksaan ANC, pemantauan dan tataksana faktor penyulit. Jika diperlukan lakukan
rujukan ibu hamil ke fasyankes untuk mendapatkan pemeriksaan dan tatalaksana lebih
lanjut, termasuk pada ibu hamil dengan HIV, Sifilis dan Hepatitis B.
11. Pemeriksaan kehamilan trimester ketiga HARUS DILAKUKAN dengan tujuan utama untuk
menyiapkan proses persalinan. Dilaksanakan 1 bulan sebelum taksiran persalinan.
12. Ibu hamil harus memeriksa kondisi dirinya sendiri dan gerakan janinnya. Jika terdapat
risiko/tanda bahaya (tercantum dalam buku KIA), seperti mual-muntah hebat,
perdarahan banyak, gerakan janin berkurang, ketuban pecah, nyeri kepala hebat,
tekanan darah tinggi, kontraksi berulang, dan kejang. Ibu hamil dengan penyakit
diabetes mellitus gestasional, pre eklampsia berat, pertumbuhan janin terhambat, dan
ibu hamil dengan penyakit penyerta lainnya atau riwayat obstetri buruk maka
periksakan diri ke tenaga kesehatan.
13. Pastikan gerak janin dirasakan mulai usia kehamilan 20 minggu. Setelah usia kehamilan
28 minggu, hitunglah gerakan janin secara mandiri (minimal 10 gerakan per 2 jam).
14. Ibu hamil diharapkan senantiasa menjaga kesehatan denganmengonsumsi makanan
bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan tetap mempraktikan aktivitas fisik berupa
senam ibu hamil/yoga/pilates/peregangan secara mandiri di rumah agar ibu tetap
bugar dan sehat.
15. Ibu hamil tetap minum tablet tambah darah sesuai dosis yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.
16. Ibu hamil dengan status PDP atau terkonfirmasi positif COVID-19 TIDAK DIBERIKAN
TABLET TAMBAH DARAH karena akan memperburuk komplikasi yang diakibatkan
kondisi COVID-19.
17. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca perawatan,
kunjungan antenatal selanjutnya dilakukan 14 hari setelah periode penyakit akut
berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila pasien dinyatakan sembuh.
Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan pertumbuhan janin, 14
hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti bahwa gangguan
pertumbuhan janin (IUGR) akibat COVID-19, didapatkan bahwa duapertiga kehamilan
dengan SARS disertai oleh IUGR dan solusio plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga
tindak lanjut ultrasonografi diperlukan.
18. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga / dikonfirmasi
terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut: Pembentukan tim multi-
disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis penyakit infeksi jika tersedia,
dokter kandungan, bidan yang bertugas dan dokter anestesi yang bertanggung jawab
untuk perawatan pasien sesegera mungkin setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya
harus didiskusikan dengan ibu dan keluarga tersebut.
19. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan perjalanan
ke luar negeri dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang dikeluarkan
pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam 14 hari
terakhir dari daerah dengan penyebaran luas COVID-19.
Sumber : Pedoman Bagi Ibu hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi baru Lahir di Era Pandemi
COVID-19 (Revisi-1), Direktorat Kesehatan keluarga Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kemenenterian kesehatan RI, 2020
PROTOKOL STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) IBU BERSALIN
1. Ibu tetap bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan. Segera ke fasilitas kesehatan jika
sudah ada tanda-tanda persalinan.
2. Rujukan terencana untuk ibu hamil berisiko.
3. Tempat pertolongan persalinan ditentukan berdasarkan:
a. Kondisi ibu sesuai dengan level fasyankes penyelenggara pertolongan persalinan.
b. Status ibu ODP, PDP, terkonfirmasi COVID-19 atau bukan ODP/PDP/COVID-19.
Ibu dengan status ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 bersalin di rumah sakit
rujukan COVID-19,
Ibu dengan status BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 bersalin di
fasyankes sesuai kondisi kebidanan (bisa di FKTP atau FKTRL).
4. Saat merujuk pasien ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 sesuai dengan prosedur
pencegahan COVID-19
5. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur, diutamakan
menggunakan MKJP. Pelayanan KB pasca persalinan tetap dilakukan sesuai prosedur,
diutamakan
Sumber : Pedoman Bagi Ibu hamil, Bersalin, Nifas, dan Bayi baru Lahir di Era Pandemi
COVID-19 (Revisi-1), Direktorat Kesehatan keluarga Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kemenenterian kesehatan RI, 2020
PENANGANAN COVID-19
1. Ibu nifas dan Keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas (lihat buku KIA) di masa nifas.
Jika terdapat risiko / tanda bahaya, maka periksakan diri ke tenaga kesehatan.
2. Pelaksanaan kunjungan nifas pertama dilakukan di fasyankes Kunjungan rumah oleh tenaga
kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID -19), dengan melakukan upaya - upaya pencegahan penularan COVID -19 baik
dari petugas, ibu dan keluarga.
A. KF1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2 (dua) hari pasca persalinan;
B. KF2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 ( tujuh) hari pasca persalinan;
C. KF3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 ( dua Puluh delapan) hari pasca
Persalinan
D. KF4 : pada periode 29 ( dua puluh sembilan) sampai dengan 42 (empat puluh dua) hari pasca
Persalinan
4. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat perjanjian dengan petugas.
Diutamakan menggunakan MKJP.
DASAR HUKUM
PROTOKOL KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN ANAK
PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI KOTA PALEMBANG
1. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 tetap
mendapatkan pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan perawatan
tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), injeksi vit K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan
imunisasi Hepatitis B.
2. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
Tidak dilakukan penundaan penjepitan tali pusat (Delayed Chord Clamping).
Bayi dikeringkan seperti biasa.
Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak menunggu setelah 24 jam
TIDAK DILAKUKAN IMD. Sementara pelayanan neonatal esensial lainnya tetap diberikan.
3. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan bayi dalam keadaan:
a. Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap dilakukan
pemberian imunisasi Hepatitis B serta pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang
dari 24 jam).
b. Klinis sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin
K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam).
Pemberian vaksin Hepatitis B ditunda sampai keadaan klinis bayi baik (sebaiknya
dikonsultasikan pada dokter anak untuk penatalaksanaan vaksinasi selanjutnya).
4. Bayi baru lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada usia 6-8 minggu
dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis(EID) bersamaan dengan pemberian imunisasi DPT-
HB-Hib pertama dengan janji temu.
5. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi Benzatil Penisilin sesuai
Pedoman Neonatal Esensial.
6. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG di RUANG ISOLASI
KHUSUS COVID-19.
7. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di ruang ISOLASI
KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK RAWAT GABUNG).
8. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru sesuai dengan protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu
terkait COVID-19 yang dikeluarkan IDAI adalah :
a. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan melaksanakan prosedur
pencegahan COVID-19 antara lain menggunakan masker bedah, menjaga kebersihan tangan
sebelum dan setelah kontak dengan bayi, dan rutin membersihkan area permukaan di mana ibu
telah melakukan kontak.
b. Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap diberikan dalam bentuk ASI
perah dengan memperhatikan:
Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan pembersihan pompa setelah
digunakan.
Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus diperhatikan.
Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat untuk memberi
ASI.
Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik)
Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan harus
menggunakan kantong spesimen plastik.
c. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan swab negatif, sementara ibu
terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui langsung setelah 14 hari dari pemeriksaan swab
kedua negatif.
9. Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab, sementara pada bayi lahir dari
ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19 dilakukan pemeriksaan swab dan sediaan darah pada hari ke 1,
hari ke 2 (dilakukan saat masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14 pasca lahir.
10. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan, pengambilan sampel skrining
hipotiroid kongenital (SHK) dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Idealnya waktu pengambilan
sampel dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir.
Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasyankes. Kunjungan neonatal kedua
dan ketiga dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau
pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah terdampak COVID-
19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan
keluarga.
11. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh delapan) jam setelah lahir;
b. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah lahir;
c. KN 3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari setelah lahir.
12. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan tanda – tanda
bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang tercantum pada buku KIA). Apabila ditemukan tanda
bahaya pada bayi baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan tanda bahaya atau permasalahan
segera dibawa ke Rumah Sakit.
13. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan COVID-19 di ruang
perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut ada bayi lain yang sedang diberikan terapi
oksigen.
Sumber : Pedoman Bagi Ibu Hamil, Bersalin, Nifas dan Bayi Baru Lahir Di Era Pandemi Covid-
19 (Revisi-1). Direktorat Kesehatan Keluarga Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementrian Kesehatan RI 2020.
PROTOKOL PELAYANAN KESEHATAN BALITA SAKIT DI PUSKESMAS (1BULAN – 59 BULAN)
Bila terdapat penyakit penyerta/ komorbid (seperti TB, HIV, diabetes, ginjal,
autoimun dan lain-lain) segera koordinasikan petugas terkait. Balita dengan
penyakit penyerta dianjurkan untuk tetap melanjutkan pengobatan yang rutin
dikonsumsi, dengan mengupayakan pembatasan pertemuan/kontak (frekuensi
pengambilan obat lebih jarang).
Balita PDP gejala ringan, bila terdapat komorbid terutama yang terkait jantung, sakit
asma sebaiknya dirawat di rumah sakit. Balita dengan komorbid TB:
- Bila dalam pemeriksaan ODP dan PDP COVID-19 ditegakkan juga menjadi pasien
TB baru, maka perawatan PDP dilakukan di RS dalam tata laksana PDP.
- Bila ODP maka harus isolasi diri 14 hari sambil menunggu hasil swab COVID-19.
- Untuk pasien TB yang menjadi PDP maka terapi dilanjutkan di RS tempat PDP
dirawat. Balita dengan komorbid diabetes direkomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi pengukuran kadar glukosa, dan
berkonsultasi dengan dokter untuk penyesuaian dosis bila target glukosa
tidak tercapai.
• Anak yang tidak termasuk kategori OTG, ODP atau PDP diberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar praktik kedokteran yang berlaku. Apabila
tidak ada dokter di Puskesmas, maka pelayanan kesehatan anak harus
dilaksanakan menggunakan pendekatan MTBS, Jika timbul pneumonia, ikuti
alur PDP.
b. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
SUMBER :
1. Mensyaratkan tenaga kesehatan, kader dan anak serta orang tua / pengasuh dalam keadaan
sehat dan tidak menunjukkan gejala batuk, pilek, demam. Kader membantu memastikan hal
tersebut dengan menskrining suhu tubuhyang diperkenankan kurang dari 37,5 C. Semua yang
terlibat dalam pelaksanaan Posyandu menggunakan masker.
2. Membuat pemberitahuan bagi masyarakat mengenai jadwal pelayanan.
3. Tempat pelayanan berupa ruangan yang cukup besardan sirkulasi udara keluar masuk baik.
4. Memastikan area tempat pelayanan bersih.
5. Menyediakan fasilitas CTPS, handsanitizer di pintu masuk area pelayanan.
6. Mengatur jaga jarak pelayanan
7. Membatasi jenis pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu vitamin A, imunisasi dasar lengkap
dan lanjutan.
Pemberian Vitamin A:
Umur 6 – 11 bulan : 1 kapsul 100.000 IU (biru)
Umur 12 – 59 bulan : 1 kapsul 200.000 IU (merah) sebanyak 2 kali setahun (Bulan Pebruari
dan Agustus)
Jenis imunisasi menurut umur Saat lahir:
- Hepatitis Umur 1 bulan: BCG
- Polio 1 Umur 2 bulan: DPT/HB/Hib1,
- Polio 2 Umur 3 bulan: DPT/HB/Hib 2,
- Polio 3 Umur 4 bulan: DPT/HB/Hib 3,
- Polio 4, IPV Umur 9 bulan:
- Campak-Rubella1 Umur 18 bulan: DPT/HB/Hib4,
-Campak-Rubella2 Catatan: Pentavalent (DPT/HB/Hib) + OPV dapat diganti dengan
Hexavalent (Pentavalent
(DPT/HB/Hib + IPV).
Wilayah kerja terdapat kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau terdapat positif COVID-19,
untuk menunda pelayanan kesehatan balita di Posyandu, sebagai berikut:
a. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan dilakukan mandiri di rumah dengan Buku KIA
b. Pemantauan balita berisiko, pelayanan imunisasi, vitamin A, dilakukan dengan janji temu/ tele
konsultasi/ kunjungan rumah:
Tenaga kesehatan memakai masker medis. Kader dan keluarga memakai masker kain.
Anak yang berisiko berat badan kurang (BB/U dibawah -2SD) dan anak yang berat badannya
tidak naik lakukan konfirmasi dengan melihat status gizinya (BB/TB) serta perlu dipantau
pertumbuhannya oleh tenaga Kesehatan/ kader. Anak dengan BB/PB atau BB/TB dibawah -2
SD pastikan mendapat makanan tambahan (MT) program. Pastikan pemenuhan asupan gizi
seimbang dan pemantauan status gizi di rumah sesuai anjuran petugas kesehatan. Petugas
kesehatan dibantu kader menjadwalkan kunjungan rumah untuk melakukan pemantauan
maupun penanganan selanjutnya. Prioritas kunjungan dilakukan pada Baduta.
Anak gizi buruk (BB/PB atau BB/TB dibawah -3 SD), harus tetap diberikan pelayanan sesuai
tata laksana gizi buruk dengan memperhatikan beberapa pembatasan pertemuan/ kontak
(periode pertemuan/ kontrol) dan physical distancing) serta harus menggunakan alat
perlindungan diri (APD) untuk mencegah penularan Covid-19.
Distribusi makanan tambahan dapat terus dilakukan sesuai dengan kebutuhan balita
melalui petugas kesehatan dibantu oleh kader sebagai suplementasi untuk mempertahankan
kecukupan gizi balita (tetap memperhatikan pembatasan kontak/ physical distancing).
Anak dengan gangguan perkembangan yang telah dilakukan stimulasi di rumah selama 2
minggu, namun tetap belum bisa melakukan tahapan perkembangan sesuai umurnya.
Pada masa pandemi COVID-19, vitamin A merupakan hal yang penting untuk meningkatkan
imunitas tubuh, namun dalam pemberiannya harus tetap memperhatikan prinsip physical
distancing untuk mencegah penyebaran yang lebih luas lagi. Pada kondisi tidak normal
seperti masa pandemi COVID-19, Vitamin A harus dipastikan tetap diberikan dan dikonsumsi
balita 2 kali dalam setahun di bulan Vitamin A (Pebruari dan Agustus). Balita yang tidak hadir
pada saat pemberian vitamin A. Vitamin A harus dipastikan tetap diberikan dan dikonsumsi
balita 2 kali dalam setahun di bulan Vitamin A (Pebruari dan Agustus)
Jika anak mengalami penurunan nafsu makan, mengalami penurunan berat badan, edema
bilateral yang bersifat pitting minimal pada kedua punggung kaki; bayi < 6 bulan yang
mengalami kesulitan menyusu baik disebabkan karena faktor bayi maupun faktor ibu atau
mengalami gangguan kesehatan lainnya seperti diare, batuk, pilek, demam segera
menghubungi kader atau mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Anak dengan gangguan perkembangan yang telah dilakukan stimulasi di rumah selama 2
minggu, namun tetap belum bisa melakukan tahapan perkembangan sesuai umurnya.
Bayi yang lahir dari ibu HIV AIDS mendapatkan profilaksis ARV sejak lahir sampai dengan
enam minggu. Diikuti Profilaksis Cotrimoksasol. Saat enam (6) minggu diambil darahnya
untuk pemeriksaan EID (rujukan specimen). Diikuti dengan pemeriksaan konfirmasi (jika
positif) sesegera mungkin. Jika tidak menyusu diikuti dengan pemeriksaan rapid antibody
saat 18 bulan. Jika bayi mendapatkan ASI maka pemeriksaan EID dilakukan kembali enam (6)
minggu setelah berhenti menyusui. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan imunisasi
DPT/HB/Hib 2 dst sehingga meminimalkan frekuensi temu/ datang ke fasilitas kesehatan.
Bayi dari Ibu sifilis tetap dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana sesuai Pedoman Nasional.
Waktu disesuaikan bersamaan dengan imunisasi jika memungkinkan Bayi dari ibu Hepatitis B
tatalaksana sesuai Permenkes nomor 52 Tahun 2017, tetapi bila Bayi lahir dari Ibu Hamil
HBsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan bayi dalam keadaan:
o klinis baik (bayi bugar), tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap
dilakukan pemberian imunisasi hepatitis B serta pemberian HBIg (hepatitis B
immunoglobulin) kurang dari 24 jam
o klinis sakit, (bayi tidak bugar/tampak sakit) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin
K1 dan tetap dilakukan pemberian HBIg (hepatitis B immunoglobulin) kurang dari 24 jam.
Pemberian vaksin hepatitis B dapat ditunda sampai keadaan klinis bayi baik.
Balita yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis aktif dan setelah dievaluasi
dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai terduga infeksi TB
laten. Koordinasikan petugas terkait untuk pengobatan isoniazid minimal selama 6 bulan
atau Rifampetin dan INH selama 3 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai dan
anak belum atau tidak terinfeksi (uji tuberkulin negatif).
Jika janji temu disepakati di fasilitas pelayanan kesehatan, maka persiapkan sebagai berikut:
SUMBER :
- Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan 2020
PROTOKOL PELAYANAN BALITA RUJUKAN DI PUSKESMAS (1 BULAN – 59 BULAN)
1. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam pengawasan yang akan
dirujuk.
2. Petugas yang akanmelakukan rujukan harus secara rutin menerapkan kebersihan tangan dan
mengenakan masker dan sarung tangan medis ketika membawa pasien ke ambulans.
3. APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan dibuang benar dalam wadah
dengan penutup.
4. Jika merujuk anak dengan status PDP COVID-19 maka petugas menerapkan kewaspadaan
kontak, droplet dan airborne.
5. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal 1,5M)
6. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering membersihkan tangan dengan
alcohol dan sabun.
7. Ambulans dan kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan perhatian khusus
pada area yang bersentuhan dengan pasien dalam pengawasan.
SUMBER :
1. Pelayanan Kesehatan
Kegiatan penjaringan Kesehatan dan pemeriksaan berkala yang
dilakukan di sekolah/madrasah DITUNDA selama masa pendemi
Covid-19 selama pelaKsanaan kegiatan belajar mengajar di rumah.
Penyesuaian penjaringan dan pemeriksaan berkala:
Dilakukan pada anak usia sekolah yang berkunjung ke
Puskesmas (missed opportunity).
Dilaksanakan pemantauan Kesehatan melalui need assessment
(goole form).
Petugas berkoordinasi dengan guru sekolah/madrasah/pondok
pesantren dalam pendistribusian akses link form pemantauan
kesehatan.
Pengisian form pemantauan Kesehatan dilakukan oleh petugas
Kesehatan bekerjasama dengan guru
Pencatatan hasil pemantauan Kesehatan anak sekolah
dilakukan oleh petugas Kesehatan.
Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri:
Jika Tablet Tambah Darah (TTD) dibagikan sebelum belajar di
rumah:
Jika sebelum pelaksanaan belajar dirumah (study from home)
sekolah sudah membagikan TTD kepada remaja putri lanjutkan
dengan memberikan edukasi yang dapat dilakukan antara lain
melalui pembuatan kelompok murid dalam aplikasi chat atau
media social yang selama ini digunakan siswa dan guru.
Jika sekolah tida membagikan Tablet Tambah Darah (TTD)
sebelum belajar di rumah:
1. Bila memunginkan sekolah/ Puskesmas/ melalui tenaga gizi/
bidan/ kader dapat mendistribusikan TTD kepada remaja putri
atau remaja putri mendapatkan TTD secara mandiri.
2. Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan menjamin
ketersediaan TTD untuk disalurkan kepada remaja putri.
3. Guru Pembina UKS/ wali kelas diharapkan dapat
mengingatkan siswa untuk meminumTTD mandiri dengan
melalui group media social secara daring ang biasa
digunakan bersama siswa.
4. Jika sekolah masih beroperasi dan rencana akan ditutup
sementara, guru harus membekali siswa dengan TTD selama
masa SFH dan masa libur, dan mengingatkan siswa untuk m
inum TTD setiap minggu secara teratur dengan cara yang
benar untuk menghindari efek samping.
5. Konsumsi TTD dapat dicatat pada kartu control minum TTD
maupun raport kesehatanku.
6. Sekolah melaporkan hasil pantauan secara berjenjang hingga
ke Dinas Kesehatan Kota/ Kabupaten melalui berbagai media
seperti email, SMS atau aplikasi chat.
7. Untuk memudahkan pelaporan kepatuhan TTD dapat
dilakukan melalui aplikasi “Ceria” (Cegah Anemia Remaja
Indonesia).
8. Untuk remaja putri dalam pengawasan (ODP), terduga (PDP)
dan terkonfirnasi positif, pemberian TTD ditunda dan
dikonsultasikan ke dokter untuk jadwal konsumsinya.
9. Bila pandemi sudah berakhir, dan sekolah sudah Kembali
berjalan normal, remaja putri meneruskan minum TTD
bersama-sama di sekolah, setiap minggu.
Pemberian obat cacing pada anak sekolah dalam rangka pencegahan
kecacingan DITUNDA pelaksanaannya sampai kondisi pandemic
Covid-19 aman.
Pemberian imunisasi lanjutan di sekolah (BIAS) DITUNDA sampai
siswa masuk sekolah.
2. Pendidikan Kesehatan
Puskesmas berkoordinasi dengan sekolah agar Pendidikan Kesehatan
diberikan oleh guru kepada peserta didik melalui edukasi pembelajaran
jarak jauh/online.
Materi edukasi dan penerapan pembiasaan perilaku hidup sehat antara
lain:
Informsai tentang Covid-19
Physical distancing/ jaga jarak, social distancing (pembatasan
sosial).
Cara penggunaan dan manfaat masker.
Etika batuk / bersin
Mandi 2 kali/sehari.
Makan bergizi seimbang
Manfaat berjemur di bawah matahari
Aktifitas fisik/ olahraga minimal 30 menit
Kesehatan reproduksi dan pendidikan keterampilan hidup sehat
Materi dapat diambil/diunduh dari buku raport kesehatanku, buku KIE
kader Kesehatan remaja atau media KIE lainnya.
PROTOKOL KESEHATAN
PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI KOTA PALEMBANG
1. Tetap tinggal di rumah/panti wreda/senior living dan melakukan kegiatan rutin sehari-
hari.
2. Lansia maupun pendamping selalu memakai masker.
3. Menjaga jarak (1 meter atau lebih) dengan orang lain, hindari bersentuhan, bersalaman
atau cium pipi serta jauhi orang sakit.
4. Jauhi keramaian, perkumpulan dan kegiatan sosial seperti arisan, reuni, rekreasi,
berbelanja dan lain-lain
5. Menjaga kebersihan tangan dengan cara sering cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
dan atau dengan mengunakan hand sanitizer serta hindari menyentuh mata, hidung dan
mulut.
6. Bila batuk atau bersin,tutup hidung dan mulut dengan lengan atas bagian dalam atau tisu.
7. Lansia yang mempunyai penyakit kronis (seperti Hipertensi, Diabetes atau penyakit
menahun lainnya) dapat melakukan pemantauan kesehatan mandiri di rumah
menggunakan alat kesehatan sederhana yang digital. Dan pastikan obat-obatan yang rutin
diminum cukup persediaannya.
8. Istirahat dan tidur yang cukup minimal 6-8 jam sehari atau lebih.
9. Makan makanan dengan gizi seimbang ( cukup karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral). Selain itu minum yang cukup, dan bila diperlukan minum multivitamin serta
hindari dan hentikan merokok.
10. Menjaga lingkungan tempat tinggal agar sirkulasi udara baik dan terpapar sinar matahari
11. Melakukan aktivitas fisik yang cukup di rumah, seperti olahraga ringan di dalam rumah
menggunakan video tutorial, mengembangkan dan memfasilitasi hobby, seperti:
mengurus tanaman sambil berjemur di pagi hari, membuat kreatifitas tangan untuk
melatih motorik, membaca buku dan mengisi teka-teki untuk mencegah penurunan
kognisi, memasak, beribadah dan lain-lain.
12. Menjaga kesehatan jiwa dan psikososial dengan mendengarkan informasi positif . Tetap
Menjalin komunikasi dan silahturahmi dengan anak, cucu dan kerabat melalui komunikasi
jarak jauh.
13. Lansia tidak dianjurkan berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas, kecuali :
Perubahan kesadaran (bicara meracau, tidak nyambung, lebih sering mengantuk, tiba-
tiba mengompol).
Nyeri dada yang berat
Diare, muntah-mintah, tidak mau makan, lemas yang berat, demam tinggi >38 derajat
Celcius.
Patah tulang/pingsan/jatuh yang menyebabkan nyeri hebat.
Nyeri yang memberat
Pendarahan yang sukar berhenti.
Sesak napas
Gangguan saraf mendadak (kelemahan anggota badan, sakit kepala hebat, bicara pelo,
kejang)
Sumber :
Panduan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Pada Era Pandemi Covid-19
Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2020
PROTOKOL PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19 BAGI LANSIA DI PANTI
WERDHA
Sumber :
Panduan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Pada Era Pandemi Covid-19
Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2020
PROTOKOL PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19 BAGI LANSIA DI POSYANDU
Sumber :
Panduan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Pada Era Pandemi Covid-19
Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2020
PROTOKOL PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19 BAGI LANSIA DI FASILITAS
KESEHATAN
Sumber :
Panduan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Pada Era Pandemi Covid-19
Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2020
PROTOKOL PERAN KELUARGA, PENGASUH PANTI DAN MASYARAKAT DALAM
PENCEGAHAN PENULARAN COVID-19
1. Memberikan pemahaman tentang Covid -19 dengan sabar dan sesuai kemampuan lansia.
2. Apabila lansia memiliki pendamping yang bukan keluarga, tetap ditekankan penerapan
protokol pencegahan penularan Covid-19.
3. Pastikan ketersediaan masker, sabun, alat-alat desinfektan untuk kebersihan tempat
tinggal lansia.
4. Pastikan ketersediaan makanan bergizi dan multivitamin yang cukup bagi lansia.
5. Jadilah pendengar yang baik bagi lansia.
6. Mengajarkan cara penggunaan alat komunikasi jarak jauh seperti telepon selular dan
pertemuan virtual (Zoom, skype, cisco webex dl ) bagi lansia.
7. Ajak, temani dan dukung lansia untuk melakukan senam/latihan fisik memanfaatkan
video tutorial.
8. Ketahui hobby lansia dan fasilitasi agar lansia dapat melakukannya.
9. Apabila lansia tinggal sendiri:
Buatlah jadwal tetap kontak perhari menggunakan alat komunikasi jarak jauh, agar
keluarga dapat tetap memantau lansia secara teratur.
Keluarga dapat mengontak ketua RT/RW setempat untuk minta dibantu memantau.
Penuhilah kebutuhan dasar lansia (Sandang, Pangan, Papan), dan kebutuhan preventif
lansia terhadap Covid-19, dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan
penularan.
Sumber :
Panduan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Pada Era Pandemi Covid-19
Direktorat Kesehatan Keluarga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Tahun 2020
PEMERINTAH KOTA PALEMBANG
DINAS KESEHATAN
PROTOKOL KESEHATAN
PELAYANAN GIZI
PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI KOTA PALEMBANG
5. Melalui kader/ guru membuat grup media sosial dengan kelompok sasaran
pelayanan (ibu hamil, ibu balita, remaja puteri) di wilayahnya masing-masing,
untuk memberikan informasi penting terkait tumbuh kembang balita, kesehatan
remaja, ibu hamil dan menyusui serta perilaku hidup bersih dan sehat
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter.
4. Mengidentifikasi ibu hamil dengan masalah gizi, khususnya ibu hamil KEK dan
anemia sebagai kelompok prioritas.
5. Memastikan ibu hamil KEK mendapatkan MT. Walaupun demikian MT ini dapat
diberikan kepada semua ibu hamil untuk pencegahan KEK dan disertai
dengan edukasi gizi.
6. MT dapat diberikan saat pemeriksaan kehamilan di Fasyankes yang
dilakukan melalui perjanjian sebelumnya.
7. Jika ibu hamil tidak dapat datang ke Fasyankes, ibu hamil dapat meminta
keluarganya untuk membantu memperoleh MT dari Bidan Desa atau Tenaga
Gizi.
8. MT dapat juga diberikan saat kunjungan rumah. Kunjungan rumah
diprioritaskan kepada ibu hamil KEK.
9. Memberikan edukasi dan konseling gizi kepada ibu hamil KEK untuk memastikan
konsumsi MT baik melalui tatap muka dengan memperhatikan prinsip
pencegahan infeksi maupun tanpa tatap muka yang dapat dilakukan secara
daring.
10. Membuat kelompok ibu hamil dalam group secara daring, untuk diberi informasi
penting terkait perbaikan gizi untuk ibu hamil KEK.
11. Melakukan pendampingan kepada bidan desa dan kader melalui sambungan
telpon, SMS, aplikasi chat atau media daring lainnya.
12. Mengingatkan ibu hamil untuk membuat catatan harian konsumsi MT untuk
dilaporkan ke bidan atau tenaga gizi.
13. Tenaga gizi puskesmas melakukan pencatatan dan pelaporan distribusi MT yang
mengacu pada Juknis Makanan Tambahan Balita dan ibu hamil (2019) dengan
aplikasi e-PPGBM.
14. Apabila masa pandemi COVID-19 telah berakhir, MT dapat diberikan melalui
pelayanan pemeriksaan kehamilan rutin di fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Untuk daerah dengan penerapan PSBB dan terdapat transmisi lokal, Program
pemberian TTD ibu hamil tetap dilaksanakan saat pemeriksaan kehamilan di
Fasyankes sesuai jadwal kunjungan dan/ atau melalui kunjungan rumah. Kadar
Hb ibu hamil harus diperiksa untuk mengetahui status anemia. Bila ibu menderita
anemia, pemberian TTD mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan Pemberian
Tablet Tambah Darah (Kemenkes, 2015).
5. Pemeriksaan kehamilan di Fasyankes hanya dilakukan melalui perjanjian
sebelumnya.
6. Saat dilakukan pemeriksaan kehamilan di Fasyankes harus memperhatikan
prinsip pencegahan infeksi.
7. Kunjungan rumah diprioritaskan untuk ibu hamil yang berisiko anemia dan belum
mendapatkan TTD. Konseling dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan ibu
dalam mengonsumsi TTD, dengan memperhatikan prosedur pencegahan infeksi.
8. TTD dapat diperoleh melalui: Bidan atau tenaga pengelola gizi melalui
Fasyankes atau kunjungan rumah. Jika tidak dapat ke bidan, ibu hamil dapat
meminta keluarga untuk membantu memperoleh TTD pada tenaga gizi.
9. Konsumsi TTD mandiri (dengan kandungan zat besi dan asam folat sekurang-
kurangnya setara dengan 60 mg besi elemental dalam bentuk sediaan Ferro
Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Gluconat dan Asam Folat 0.4 mg).
10. Mengingatkan ibu hamil untuk mencatat TTD yang dikonsumsi, baik TTD
program maupun TTD mandiri di kartu kontrol minum TTD, di buku KIA atau
dicatat secara manual untuk dilaporkan ke bidan/ tenaga gizi setelah keadaan
menjadi normal.
Melakukan upaya peningkatan edukasi kepada masyarakat terkait risiko anemia,
pentingnya konsumsi gizi seimbang dan kepatuhan minum TTD bagi ibu hamil.
11.Melakukan supervisi suportif kepada bidan desa dan kader dengan
menggunakan sambungan telpon, SMS, aplikasi chat atau media daring lainnya.
12.Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, ibu hamil bisa mendapatkan
kembali TTD melalui pelayanan pemeriksaan kehamilan rutin di Puskesmas.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Memberikan perlindungan, promosi dan dukungan kepada seluruh ibu menyusui
untuk tetap terus menyusui bayinya.
5. Mengampanyekan pentingnya ibu tetap menyusui bayinya selama pandemi, dan
menghindari pemberian pengganti ASI.
a. Pada saat menyusui ibu tetap memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan penularan, yaitu: Praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD),
menyusui dan rawat gabung pada ibu atau bayi terkonfirmasi positif
COVID-19 atau pasien dalam pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah
sakit, mengikuti protap yang ada di RS.
b. Ibu menyusui yang sehat dan berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP)
atau Orang Tanpa Gejala (OTG) yang sedang menjalani isolasi mandiri di
rumah, tetap dapat menyusui secara langsung dengan menerapkan
prosedur pencegahan penularan COVID-19
c. Jika ibu tidak mampu menyusui secara langsung, pemberian ASI dapat
dilakukan dengan memerah ASI, dan ASI Perah (ASIP) diberikan oleh
orang lain yang sehat. Tenaga kesehatan mengajarkan ibu cara memerah
ASI (lebih disarankan menggunakan tangan) dan jika memerah ASI
menggunakan pompa ASI, pompa dan peralatan yang dipakai termasuk
wadah/botol ASI harus dicuci/ dibersihkan.
d. Ibu dan bayi tetap membatasi kontak dengan orang lain, meskipun orang
lain tersebut terlihat sehat tidak menunjukkan gejala.
6. Memastikan tidak ada donasi atau pemberian susu formula tanpa adanya
indikasi medis atau kajian mendalam. Bila ditemukan atau dilaporkan adanya
donasi susu formula, segera lapor ke puskesmas atau dinas kesehatan
setempat. Pengelolaan donasi atau pemberian susu formula dilakukan oleh
dinas kesehatan setempat.
7. Melakukan identifikasi balita gizi kurang dan gizi buruk. Sasaran ini menjadi
kelompok prioritas untuk mendapatkan pelayanan kunjungan rumah dan
konseling, selain sasaran ibu yang memiliki masalah menyusui dan masalah
dalam pemberian MP-ASI.
8. Konseling dilakukan pada kelompok prioritas dengan melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Melakukan kajian/assessment untuk mengetahui masalah yang dihadapi
ibu melalui telepon/aplikasi chat.
b. Melakukan analisa dari masalah yang dihadapi dan menyiapkan bantuan
praktis untuk diberikan baik di Puskesmas, di Posyandu, kunjungan
rumah, atau melalui telepon, SMS dan aplikasi chat.
c. Melakukan kesepakatan waktu kunjungan.
d. Menerapkan prosedur pencegahan infeksi.
9. Membuat kelompok ibu hamil dan kelompok ibu balita secara daring untuk diberi
informasi penting terkait gizi ibu hamil, ibu menyusui dan baduta, termasuk
pentingnya gizi seimbang, aktivitas fisik, pembatasan konsumsi makanan
dengan gula garam lemak tinggi, serta menjaga kebersihan.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Memastikan balita gizi kurang sebagai kelompok prioritas untuk
mendapatkan MT. Walaupun demikian MT ini dapat diberikan kepada semua
balita untuk pencegahan risiko gizi kurang dan disertai dengan
konseling/edukasi gizi.
5. Saat fasilitas kesehatan dan posyandu melakukan pelayanan terbatas, maka
sesuaikan jadwal kunjungan dengan hari buka pelayanan (berdasarkan
kesepakatan tenaga kesehatan dan ibu dengan balita gizi kurang).
6. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan MT, atau keluarga membantu
mengambil MT di fasilitas kesehatan.
7. Memberikan edukasi dan konseling gizi (secara daring/tanpa tatap muka)
kepada ibu untuk memastikan konsumsi MT balita dan asupan gizi seimbang.
8. Membuat kelompok ibu balita secara daring.
9. Melakukan edukasi kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai
saluran komunikasi.
10. Mengingatkan ibu membuat catatan harian konsumsi MT untuk dilaporkan ke
kader/bidan/Tenaga Gizi.
11. Tenaga gizi tetap melakukan pencatatan dan pelaporan distribusi MT yang
mengacu pada Juknis Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil (Kemenkes,
2019) dengan aplikasi e-PPGBM.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Memastikan Balita gizi buruk tetap mendapatkan pelayanan:
a. Balita gizi buruk dengan komplikasi medis, tetap dirujuk ke fasilitas
rawat inap.
b. Balita tanpa komplikasi medis (rawat jalan) tetap diperiksa di
Puskesmas/ Poskesdes/Pustu pada hari buka Fasyankes:
Ibu menyesuaikan kunjungan setelah melakukan perjanjian
dengan tenaga kesehatan, minimal satu kali dalam satu bulan.
Ibu mendapatkan F-100 atau produk terapi gizi lain sesuai
dengan pedoman dari bidan desa atau tenaga gizi, diberikan
setiap hari dengan dosis sesuai berat badan anak.
5. Melakukan kunjungan rumah bila ibu Balita gizi buruk tidak datang ke
pelayanan kesehatan pada waktu yang telah ditentukan.
6. Bekerjasama dengan kader untuk memastikan stok F100 atau produk terapi
gizi lain sesuai pedoman, tersedia di rumah Balita gizi buruk.
7. Memberikan konseling kepada ibu Balita dengan gizi buruk untuk
memastikan konsumsi F-100 atau produk terapi gizi lain sesuai pedoman,
dikonsumsi sesuai kebutuhan dan dosis per harinya. Pada situasi ini, konseling
dapat dilakukan melalui sambungan telepon, SMS atau aplikasi chat kepada
ibu Balita gizi buruk/ pengasuh setidaknya satu kali dalam seminggu.
8. Membuat kelompok ibu Balita dengan gizi buruk di group media sosial
secara daring dan memberikan kunci pesan gizi dan kesehatan.
9. Mengingatkan ibu untuk membuat catatan harian Konsumsi F100 atau produk
terapi gizi lain untuk dilaporkan ke bidan / Tenaga Gizi.
10. Tenaga gizi tetap melakukan pencatatan dan pelaporan yang mengacu pada
Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes,
2019) dengan aplikasi e-PPGBM.
11. Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, Balita gizi buruk bisa
mendapatkan pelayanan pemeriksaan rutin di Puskesmas atau Poskesdes.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Melakukan pemutakhiran data sasaran Balita bekerjasama dengan kader satu
bulan sebelum pelaksanaan distribusi vitamin A.
5. Melakukan kesepakatan dengan kader untuk pendistrbusian vitamin A, baik
melalui kunjungan rumah atau melalui pembagian di fasilitas kesehatan. Bila
dibagikan di fasilitas kesehatan, ibu diminta untuk tidak membawa anaknya.
Pemberian vitamin A dilakukan oleh ibu atau pengasuhnya di rumah.
6. Bila distribusi dilakukan oleh kader, maka kader membuat laporan dan
mengirimkan ke petugas gizi.
7. Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, Balita bisa mendapatkan
kapsul vitamin A di Posyandu.
1. Menggunakan masker.
2. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
3. Menjaga jarak fisik setidaknya 1-2 meter
4. Tenaga kesehatan bersama kader harus mengidentifikasi hasil penimbangan
balita sampai dengan bulan terakhir.
5. Balita dengan berat badan normal yang ditandai dengan hasil penimbangan
(BB/U berada di atas atau sama dengan -2SD), maka pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilakukan secara mandiri di
rumah dan dicatat pada buku KIA yang dapat diunduh di
http://kesga.kemkes.go.id/images/ pedoman/BUKU%20KIA%202019. pdf.
6. Balita dengan berat badan kurang yang ditandai dengan hasil penimbangan
(BB/U di bawah -2SD) maka balita perlu dipantau pertumbuhannya oleh
tenaga kesehatan/kader dan upaya edukasi kepada ibu perlu ditingkatkan.
7. Balita dengan status gizi kurang yang ditandai dengan hasil penimbangan
(BB/ TB di bawah -2SD), maka balita menjadi prioritas untuk diberikan MT dan
dipantau pertumbuhannya oleh tenaga kesehatan/kader.
8. Balita gizi buruk yang ditandai dengan hasil penimbangan (BB/TB di bawah -
3SD), maka tetap harus dilakukan pelayanan sesuai tata laksana gizi buruk.
9. Balita yang perlu dipantau oleh tenaga kesehatan/kader dapat dilakukan melalui
kunjungan rumah dengan janji temu atau melalu alternatif pelayanan yang
disepakati antara tenaga kesehatan, kader dan perangkat desa/kelurahan
setempat
10. Prioritas kunjungan rumah dilakukan untuk balita berisiko. Petugas
kesehatan/kader dan orang tua bersama-sama memastikan bahwa pemantauan
pertumbuhan tercatat dengan baik dan memastikan jadwal pelayanan
berikutnya.
11. Saat Ibu membawa bayi untuk imunisasi di Fasyankes, penimbangan dapat
sekaligus dilakukan dan dicatat dalam buku KIA.
12. Apabila masa Pandemi COVID-19 telah berakhir, balita dapat kembali di pantau
pertumbuhan dan perkembangannya di Posyandu.
Jika sebelum pelaksanaan belajar di rumah (study from home/ SFH) sekolah
sudah membagikan TTD kepada rematri, lanjutkan dengan memberikan edukasi
yang dapat dilakukan antara lain melalui pembuatan kelompok murid dalam
aplikasi chat atau media sosial yang selama ini digunakan siswa dan guru.
B. Jika sekolah tidak membagikan Tablet Tambah Darah (TTD) sebelum belajar di
rumah.
1. Bila memungkinkan sekolah/ Puskesmas/ melalui tenaga gizi/ bidan/ kader
dapat mendistribusikan TTD kepada rematri atau rematri mendapatkan TTD
secara mandiri.
2. Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan menjamin ketersediaan TTD untuk
disalurkan kepada rematri.
3. Guru pembina UKS/ wali kelas diharapkan dapat mengingatkan siswa untuk
meminum TTD mandiri dengan melalui group media sosial secara daring
yang biasa digunakan bersama siswa.
4. Jika sekolah masih beroperasi dan rencana akan ditutup sementara, guru
harus membekali siswa dengan TTD selama masa SFH dan masa libur, dan
mengingatkan siswa untuk minum TTD setiap minggu secara teratur dengan
cara yang benar untuk menghindari efek samping.
5. Konsumsi TTD dapat dicatat pada kartu kontrol minum TTD maupun raport
kesehatanku.
6. Sekolah melaporkan hasil pantauan secara berjenjang hingga ke Dinas
Kesehatan Kota/ Kabupaten melalui berbagai media seperti email, SMS atau
aplikasi chat.
7. Untuk memudahkan pelaporan kepatuhan TTD dapat dilakukan melalui
aplikasi “Ceria” (Cegah Anemia Remaja Indonesia).
8. Untuk remaja putri dalam pengawasan (ODP), terduga (PDP), dan
terkonfirmasi positif, pemberian TTD ditunda dan dikonsultasikan ke dokter
untuk jadwal konsumsinya.
9. Bila pandemi sudah berakhir, dan sekolah sudah kembali berjalan normal,
rematri meneruskan minum TTD bersama-sama di sekolah, setiap minggu.