Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga


Lina Ardila Sari, Suharsono, Muslim Ansori
Jurusan Matematika FMIPA Universitas Lampung
Alamat Email : linaardilasari@ymail.com

Abstrak. Aksioma – aksioma terkait untuk geometri insidensi Euclid berdimensi n dapat
dipenuhi dengan model – model berhingga, yaitu model – model yang memuat hanya
sejumlah hingga titik, garis, bidang dll. Model – model ini adalah ruang vektor linier
berdimensi n atas Lapangan hingga GFq dengan q = ph. Masalahnya adalah aksioma –
aksioma urutan dan aksioma – aksioma kekongruenan dapat dipenuhi dalam geometri
berhingga. Untuk kasus h ≠ 1, penggantian aksioma 3 dalam paper ini memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Kata Kunci. Geometri Euclidian, Geometri insidensi, aksioma, kekongruenan, geometri terhingga.

PENDAHULUAN Sebuah garis (garis lurus) dapat


Geometri berhingga adalah geometri dibayangkan sebagai kumpulan dari titik –
yang memiliki sejumlah kecil aksioma titik yang memanjang secara tak terhingga
dan teorema serta sejumlah titik yang ke kedua arah [2].
berhingga. Salah satu contah dari geometri Ruas Garis
terhingga adalah geometri empat titik. Ruas garis lurus dilambangkan dengan
Pada dasarnya sudah diketahui bahwa . Ruas garis lurus adalah bagian dari
kejadian aksioma atau yang sesuai dengan garis lurus yang berada di antara dua titik
suatu peristiwa geometri Euclidian pada garis lurus tersebut, termasuk kedua
berdimensi n dapat dipenuhi dengan titik tersebut.
model-model terhingga, yaitu model- Jika suatu ruas garis dibagi menjadi
model yang hanya mengandung titik-titik, bagian-bagian:
garis-garis, bidang-bidang dalam jumlah 1. Panjang keseluruhan ruas garis sama
terhingga, model ini adalah ruang-ruang dengan jumlah dari panjang semua
vektor linier berdimensi n dalam bidang bagiannya.
terhingga GFq, q = ph. Aksioma-aksioma 2. Panjang keseluruhan ruas garis lebih
tentang orde dan aksioma-aksioma tentang besar dari panjang bagiannya yang
kekongruenan juga dapat dipenuhi dalam manapun.
geometri terhingga. Hubungan 3. Dua ruas garis yang mempunyai
kekongruenan dalam geometri terhingga, panjang sama dikatakan kongruen.
penelitian ini akan diberikan solusi untuk Jadi, jika AB = CD maka kongruen
kasus-kasus p = 2 atau n > 2. Pada tulisan dengan , sehingga ditulis .
ini akan dibahas mengenai pembuktikan Jika suatu ruas garis dibagi menjadi
teorema yaitu bila O, I, K adalah tiga titik dua bagian yang sama:
kolinier berbeda, O, J, L adalah tiga titik 1. Titik bagiannya adalah titik tengah ruas
koliner berbeda, dan IJ sejajar dengan KL, garis tersebut.
maka OI = OJ berimplikasi dengan OK = 2. Garis yang memotong pada titik tengah
OL. Dengan menggunakan aksioma- dikatakan membagi dua ruas garis
aksioma yang ada di geometri terhingga. tersebut.
Jika tiga titik A, B, dan C terletak pada
LANDASAN TEORI
satu garis, maka ketiganya disebut
Garis
kolinear. Jika A, B, dan C kolinear dan AB

Semirata 2013 FMIPA Unila |313


Lina Ardila Sari dkk: Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga

+ BC = AC, maka B terletak di antara A 1. Titik.


dan C [6]. 2. Himpunan titik-titik yang dinamakan
garis.
3. Himpunan titik-titik yang dinamakan
Gambar 2.1. Tiga titik A, B, dan C yang bidang.
kolinear. Ketiga unsur tak terdefinisi tersebut
Bidang dikaitkan satu sama lain dengan sebuah
Sebuah bidang dapat dianggap sebagai sistem aksioma. Pada geometri insidensi
kumpulan titik yang jumlahnya tak sistem aksioma yang digunakan adalah
terhingga yang membentuk permukaan sistem aksioma insidensi yang terdiri dari
rata yang melebar ke segala arah sampai enam aksioma, yaitu :
tak terhingga [2]. 1. Garis adalah himpunan titik-titik yang
Geomertri Euclid EG(2, pn) mengandung paling sedikit dua titik.
Lapangan adalah daerah integral yang 2. Dua titik yang berlainan terkandung
setiap elemen yang tidak nol mempunyai dalam tepat satu garis (satu dan tidak
invers terhadap pergandaan. F adalah lebih dari satu garis).
suatu lapangan perluasan dari lapangan K. 3. Bidang adalah himpunan titik-titik
Jika K merupakan lapangan bagian dari F. yang mengandung paling sedikit tiga
Selanjutnya jika K lapangan dengan f(x) titik yang tidak terkandung dalam satu
polinominal yang tidak konstan maka garis (tiga titik tak segaris atau tiga titik
terdapatlah lapangan perluasan F dari K, yang tak kolinear).
dan elemen F. Jika lapangan F 4. Tiga titik berlainan yang tak segaris
mempunyai jumlah F terhingga disebut terkandung dalam satu dan tidak lebih
lapangan terhingga. Lapangan dengan dari satu bidang.
jumlah elemen yang terhingga yaitu pn, 5. Apabila sebuah bidang memuat dua
dimana p bilangan prima dan n sebarang titik berlainan dari sebuah garis, maka
bilangan bulat positif disebut Galois field bidang itu akan memuat setiap titik
GF (pn). Elemen F yang jumlahnya pada garis tersebut (garis terkandung
terhingga dapat digunakan untuk dalam bidang itu, atau garis terletak
mengkostruksi sebuah sistem geometri pada bidang itu).
yang disebut geometri Euclid. 6. Apabila dua bidang bersekutu pada
Geometri Euclid (Euclidean Geometry) sebuah titik maka kedua bidang itu
EG (m, q) dengan m dimensi terbentuk akan bersekutu pada titik kedua yang
dari lapangan berhingga GF(q), dimana p lain (ada titik lain dimana bidang
bilangan prima. Geometri Euclid dari dua tersebut juga bersekutu).
dimensi atas lapangan GF(pn) dinotasikan Sebuah himpunan titik-titik bersama
dengan EG (2, pn) [1]. dengan himpunan bagian seperti garis dan
Geometri Insidensi bidang yang memenuhi sistem aksioma 1
Suatu geometri dibentuk berdasarkan sampai dengan 6 disebut suatu geometri
aksioma yang berlaku dalam geometri- insidensi [5].
geometri tersebut. Geometri insidensi Konsep Kekongruenan
didasari oleh aksioma insidensi. Di dalam Bentuk-bentuk kongruen adalah
sebuah geometri selain aksioma bentuk-bentuk yang memiliki ukuran dan
diperlukan juga unsur-unsur tak bentuk yang sama: bentuk-bentuk tersebut
terdefinisi. merupakan duplikat yang persis satu sama
Untuk membangun suatu geometri lain. Bentuk-bentuk tersebut dapat dibuat
diperlukan unsur tak terdefinisi sebagai tumpang tindih sehingga bagian-
berikut :

314| Semirata 2013 FMIPA Unila


Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

bagiannya yang bersesuaian saling titik kolinier, dan garis AA‟, BB‟, CC‟,
berimpitan. DD‟ sejajar, maka AB = A‟B‟
Dua lingkaran yang mempunyai jari- mengakibatkan CD = C‟D‟.
jari sama adalah lingkaran-lingkaran yang Dari aksioma 2 diperoleh dua teorema
kongruen. Dan segitiga-segitiga yang yaitu:
kongruen adalah segitiga-segitiga yang Teorema 1.
mempunyai ukuran dan bentuk yang AA = BC mengakibatkan B = C.
sama. Kongruen adalah keadaan Teorema 2.
dua bangun datar yang sama dan Bila A, B adalah dua titik yang
sebangun. Semua bangun datar yang berbeda, maka terdapat satu dan hanya
sebangun belum tentu kongruen, tapi satu titik C sedemikian sehingga A, B, C
semua bangun datar yang kongruen sudah kolinier, B C, dan AB = AC [3].
pasti sebangun [6].
Kekongruenan ruas garis memiliki METODE PENELITIAN
sifat-sifat berikut [5]:
1. (sifat refleksif) Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode studi pustaka,
2. maka (sifat
yaitu dengan mempelajari, memahami dan
simetrik) mengkaji mengenai buku-buku, jurnal
3. maka maupun makalah yang berhubungan
(sifat transitif) dengan penelitian.
Dalam melakukan penelitian ini, ada
4. , dengan
langkah–langkah yang harus penulis
(ABC), ( A’B’ C’) maka lakukan untuk mempermudah penulis
5. Andaikan sebuah sinar dan dalam memperoleh maupun
sebuah ruas, maka ada sebuah titik P ϵ menyelesaikan hasil penelitian. Langkah-
langkah yang penulis lakukan dalam
sehingga
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Beberapa Aksioma dan teorema 1. Mengumpulkan referensi yang
Sebuah hubungan yang unik tentang berhubungan dengan penelitian.
kekongruenan dalam bidang Euclidian 2. Menuliskan aksioma-aksioma dan
terhingga pada setiap bidang Galois GFq, teorema-teorema yang berhubungan
q = ph, p 2. dengan penelitian.
Ditulis secara singkat “AB = CD” 3. Mempelajari dan memahami aksioma-
untuk preposisi “ruas antara titik A dan B aksioma dan teorema-teorema yang
adalah kongruen dengan ruas antara titik berhubungan dengan penelitian.
C dan D”. 4. Menguraikan dan menggunakan
Aksioma 1. aksioma-aksioma dan teorema-teorema
AB = CD mengakibatkan BA = CD sebagai acuan dalam melakukan
dan CD = AB. AB = CD dan CD = EF penelitian untuk memperoleh hasil
mengakibatkan AB = EF. penelitian ini.
Aksioma2. 5. Melakukan penelitian tentang
Bila AB dan CD sejajar, maka hubungan kekongruenan dalam
AB=CD valid jika hanya jika AC sejajar geometri terhingga.
dengan BD atau AD sejajar dengan BC. 6. Penarikan kesimpulan.
Aksioma 3.
Bila A, B, C, D adalah empat titik HASIL DAN PEMBAHASAN
kolinier dan A‟, B‟, C‟, D‟, adalah empat

Semirata 2013 FMIPA Unila |315


Lina Ardila Sari dkk: Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga

Dari penelitian ini didapat beberapa Diterangkan melalui gambar dibawah


penjelasan dan pembuktian untuk aksioma ini
dan teorema. Dapat di lihat di bab ini
penjelasan dan bukti nya. Ditulis secara
singkat “AB = CD” untuk preposisi “ruas
antara titik A dan B adalah kongruen
dengan ruas antara titik C dan D”.
Aksioma 1.
AB = CD mengakibatkan BA = CD Gambar .3. Aksioma 3
dan CD = AB. AB = CD dan CD = EF AA‟, BB‟, CC‟, DD‟, adalah saling
mengakibatkan AB = EF. paralel (sejajar). Untuk AB = A‟B‟
Penjelasan nya: mengakibatkan CD = C‟D‟.
AB = CD mengakibatkan BA = CD Dari aksioma 2 diperoleh dua teorema
dan CD = AB, ini berarti untuk yaitu:
menyatakan suatu ruas garis AB dapat Teorema 1. AA = BC mengakibatkan B
ditulis BA. Karena AB = CD suatu = C.
proposisi walau di bolak – balik tetap Bukti :Dengan aksioma 2, ditulis AA =
sama. AD pada gambar dengan A = D

Gambar .1. Aksioma 1


Aksioma 2.
Bila AB dan CD sejajar, maka Gambar .4. Teorema 1
AB=CD valid jika hanya jika AC sejajar Gambar di atas adalah konstruksi jajar
dengan BD atau AD sejajar dengan BC. genjang ABCD dengan AD // BC maka
Penjelasannya: dengan aksioma 2, AD = BC
Diterangkan melalui gambar jajar mengakibatkan AB // DC atau AB // CD.
genjang yaitu gambar 4.2 aksioma 2, ini Karena A = D, maka AB dan CD berimpit
jelas terlihat bahwa AB dan CD sejajar. sehingga menjadi B = C.
Teorema 2. Bila A, B adalah dua titik
yang berbeda, maka terdapat satu dan
hanya satu titik C sedemikian sehingga A,
B, C kolinier, B C, dan AB = AC.
Bukti: Dapat ditunjukkan dengan
membangun sebuah jajar genjang ABDE,
seperti dibawah ini:

Gambar .2. Aksioma 2


Aksioma 3.
Bila A, B, C, D adalah empat titik
kolinier dan A‟, B‟, C‟, D‟, adalah empat
titik kolinier, dan garis AA‟, BB‟, CC‟,
DD‟ sejajar, maka AB = A‟B‟
mengakibatkan CD = C‟D‟.
Penjelasannya: Gambar 5. Teorema 2

316| Semirata 2013 FMIPA Unila


Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Dengan melihat konstruksi titik C tiga titik kolinier berbeda, O, J, L adalah


sedemikian sehingga CE // AD, tiga titik koliner berbeda, dan IJ sejajar
mengakibatkan AC = DE ( aksioma 2 ) dengan KL, maka OI = OJ mengakibatkan
karena DE = AD ( pada jajar genjang dengan OK = OL. Terbukti
ABDE ) maka dengan aksioma 1 haruslah Saran
AC = AB. Selanjutnya diharapkan dapat
Teorema 3.Bila O, I, K adalah tiga titik dirumuskan teorema baru sebagai
kolinier berbeda, O, J, L adalah tiga titik pengembangan dari teorema 3.
koliner berbeda, dan IJ sejajar dengan KL, UCAPAN TERIMA KASIH
maka OI = OJ berimplikasi dengan OK = Syukur Alhamdulillah penulis
OL. panjatkan kepada Allah SWT yang telah
Bukti: Membuktikan teorema 3 ini memberikan rahmat dan ridho-Nya
merupakan tujuan dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulis, dibawah ini gambar dari teorema penelitian ini. Tak lupa shalawat serta
3. salam selalu tercurah kepada baginda
Nabi Muhammad SAW. Penelitian
dengan judul “Hubungan Kekongruenan
Dalam Geometri Terhingga”. Dalam
proses penyusunan skripsi ini, banyak
pihak yang telah membantu dalam
memberikan bimbingan, dukungan serta
saran demi terwujudnya penelitian ini.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Suharsono. S, M.Si., M.Sc., Ph.
D selaku dosen pembimbing utama
yang telah meluangkan waktu diantara
kesibukannya untuk membimbing serta
mengarahkan dengan penuh kesabaran,
sehingga penelitian ini dapat
Gambar 3.6 Teorema 3 terselesaikan.
Buat JJ‟ // IK dan II‟ // JL pandang 2. Bapak Dr. Muslim Ansori, selaku
jajar genjang JII‟L karena diketahui dosen pembimbing pembantu yang
IJ//KL, demikian juga pada jajar genjang telah memberikan pengarahan dan
JII‟L, IJ // I‟L, maka dengan aksioma ( 2... motivasi dalam proses penyusunan
) IJ = I‟L. Sehingga I‟K = KL – I‟L = KL penelitian ini.
– IJ. 3. Ibu Dra. Dorrah Aziz, M.Si., selaku
Kemudian pandang jajar genjang IJJ‟K penguji dan juga selaku Pembimbing
karena diketahui IJ // KL, demikian hal Akademik untuk saran dan kritik yang
nya pada jajar genjang IJJ‟K, IJ // KL, diberikan untuk masukkan bagi
maka dengan aksioma ( ..2.. ) IJ = KJ‟. penelitian ini. Dan juga selaku Ketua
Sehingga LJ‟ = KL – KJ‟ = KL – IJ. Program Studi Matematika Jurusan
Dengan demikian, I‟K = LJ‟. Matematika FMIPA Universitas
Lampung.
KESIMPULAN
4. Datuk tersayang, Emak, Ayah, Wodang
Kesimpulan Shaura, Dang Amir, Adek, Mak Wo,
Dari pembahasan dimuka dapat Pak Wo, yang selalu membantu dan
disimpulkan bahwa bila O, I, K adalah mendoakan ku.

Semirata 2013 FMIPA Unila |317


Lina Ardila Sari dkk: Hubungan Kekongruenan Dalam Geometri Terhingga

5. Indah, Perti, Damay, Ana, Wo Desi, Transducers Journal, Vol. 16, Issue 3,
Wo Iin, dan kawan-kawan atas bantuan juli 2008 p. 106 – 111.
dan persahabatan yang telah terjalin. Kohn, Ed. 2003. Cliffs Quick Review
6. Keluarga besar “GEOMETRI ‟09“ Geometry. Bandung: Pakar Karya
(Generation Mathematics Real and
Inspirative „09), atas kebersamaan dan Kustaanheimo, P. (1957). On The
keceriaannya selama ini, semoga Relation Of Congruence In Finiti
terjalin sampai kapanpun. Geometri. Sensors & Transducers
7. Semua pihak yang telah membantu Journal, Vol. 5, Issue 1, Maret 2013
penulis dalam menyelesaikan laporan p.197 – 201.
kerja praktik ini, yang tidak dapat
penulis sebut kan satu persatu. Mulyati, Sri. 2000. Geometri Euclid.
Malang: JICA
DAFTAR PUSTAKA Rawuh. Geometri. Jakarta: Universitas
Terbuka
Irawanto, B. (2008). Geometri Berhingga
Atas GF(PN) Untuka Membentuk Schaum‟s. 2005. Geometri. Jakarta:
Orthogonal Series Designs.. Sensors & Erlangga

318| Semirata 2013 FMIPA Unila

Anda mungkin juga menyukai