LP Kateterisasi Jantung
LP Kateterisasi Jantung
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Angiografi koroner adalah tindakan memasukkan kateter melalui arteri
femoralis (Judkins) atau arteri brachialis (Sones) yang didorong sampai ke
aorta assendens dan diarahkan ke arteri koronaria yang dituju dengan bantuan
fluoroskopi (Woods, Froelicher, Motzer & Bridges, 2005). Diagnostik invasif
kardiovaskuler adalah suatu tindakan pemeriksaan diagnostik untuk
menentukan diagnosa secara invasif pada kelainan jantung dan pembuluh
darah. Dikatakan invasif, karena tindakan ini memasukkan selang/tube kecil
(kateter) ke dalam jantung, melalui pembuluh darah baik vena atau arteri. Oleh
karena itu biasa disebut juga pemeriksaan kateterisasi jantung (Rokhaeni,
Purnamasari & Rahayoe, 2001).
Kateterisasi jantung adalah suatu pemeriksaan jantung dengan
memasukkan kateter ke dalam sistem kardiovaskular untuk memeriksa keadaan
anatomi dan fungsi jantung. Angiografi koroner atau penyuntikan bahan
kontras ke dalam arteri koronaria merupakan tindakan yang paling sering
digunakan untuk menentukan lokasi, luas dan keparahan sumbatan dalam arteri
koronaria (Price & Wilson 2006). Price dan Wilson (2006) menyebutkan
bahwa angiografi koroner dapat memberikan informasi tentang lokasi lesi atau
sumbatan pada koroner, derajat obstruksi, adanya sirkulasi kolateral, luasnya
gangguan jaringan pada area distal koroner yang tersumbat dan jenis morfologi
lesi.
D. Zat Kontras
1. Angiografin
Angiografin merupakan jenis kontras media ionik.
Komposisi 1 ml Angiografin mengandung 0,65 gr Meglumine
Amidotrizoate (meglumine diatrizoate ) dalam setiap larutan.
Angiografin mempunyai viskositas (kekentalan) yang tinggi, serta
mempunyai osmolalitas (daya larut) yang tinggi pula.
Indikasi : Angiografin digunakan untuk Intravenus urografi, Retrograde
Urografi, Cerebral Thoracic, Abdominal dan Ekstremitas angiografi,
Plebografi, Computerize Tomography (CT).
Kontra indikasi : Angiografin tidak baik digunakan untuk Myelografi,
Ventrikulografi, Sisternografi, karena bisa menimbulkan neurotoksis.
2. Iopamiro
Iopamiro merupakan jenis kontras media non ionik.
Iopamiro mempunyai jenis molekul benzine dikarboxamide monomerik.
Tekanan osmotik yang rendah, sifat non ionik dari molekul serta
kemotoksitas yang rendah merupakan toleransi dari Iopamiro.
Indikasi :
a. Kasus-kasus neurologis (Myeloradikulografi, Sisternografi, dan
Ventrikulografi).
b. Kasus-kasus Angiografi (Cerebral Angiografi, Coronoriarteriografi,
Thorasic aortografi, Abdominal aortografi, DSA)
c. Kasus urografi (Intravena urografi, kontras enhancement pada CT
Scanning, Artrografi, Fistulografi)
Kontra indikasi: Tidak ada kontra indikasi yang sifatnya absolut pada
pemakain Iopamiro, kecuali waldenstrom’s, macroglobulinemia, multiple
myeloma serta penyakit hati dan ginjal.
3. Ultravist
Ultravist merupakan kontras media non ionik dalam bentuk cair yang
dipergunakan untuk pemeriksaan radiografi
Triidinated monomeric contras media
Digunakan secara intra arterial dan intravenous
Pada kateterisasi jantung, injeksi zat kontras dilakukan untuk mengetahui
adanya hambatan maupun penyempitan pada pembuluh darah. Jumlah zat
kontras yang diinjeksikan ke dalam pembuluh darah diusahakan dalam jumlah
paling minimal. Untuk tindakan diagnostik biasa digunakan 20-30cc dan
maksimal 50cc. Sedangkan untuk tindakan intervensi sekitar 100-200cc.
Pemasukan zat kontras kedalam tubuh harus juga melihat nilai laboratorium
ureum kreatinin pasien.
E. Komplikasi
Berdasarkan Nuray dkk (2007), komplikasi yang ditemukan dibagi
menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor.
1. Komplikasi mayor/utama
Komplikasi utama meliputi reoklusi akut, miokard infark baru,
pendarahan hebat di selangkangan kaki, tamponade jantung akibat pecah
atau robeknya dinding arteri koroner atau jantung ruang dan kematian.
2. Komplikasi minor
Komplikasi minor PCA antara lain oklusi cabang pembuluh koroner,
ventrikel/atrium aritmia, bradikardi, hipotensi, perdarahan, arteri trombus,
emboli koroner. Komplikasi minor lain adalahkehilangan darah yang parah
dan membutuhkan transfusi, iskemia pada ekstremitas tempat penusukan
femoral sheath, penurunan fungsi ginjal karena media kontras, emboli
sistemik dan hematoma di selangkangan, hematoma retroperitoneal,
pseudoaneurisma, fistula AV.
Komplikasi yang timbul pasca angiografi koroner melalui arteri arteri
femoral dipengaruhi oleh strategi untuk mengurangi komplikasi vaskuler
yang terkait dengan kateterisasi jantung melalui identifikasi faktor risiko
yang terkait dan pelaksanaan strategi pengurangan risiko. Antara ahli
jantung dan perawat memainkan peran penting dalam pengenalan dini dan
pengelolaan komplikasi ini. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko individu
pasien merupakan aspek penting dari perawatan selama kateterisasi jantung.
Hal-hal yang dapat meningkatkan risiko untuk pengembangan komplikasi
vaskular pasca kateterisasi jantung yaitu usia (yakni usia lebih dari 70
tahun), jenis kelamin perempuan, sangat kurus atau gemuk tidak sehat,
adanya penyakit pembuluh darah perifer, hipertensi (PA-PSRS, 2007).
F. Persiapan Pasien Pre Tindakan
1. Persiapan fisik
Penjelasan tentang prosedur tindakan oleh dokter
Rekaman EKG 12 lead
Puasa 4-6 jam sebelum tindakan perlu diperhatikan adalah puasa makan
saja, pasien boleh minum dan obat-obatan tetap diberikan sesuai resep
dokter
Sehari sebelumnya meminum obat yang diinstruksikan dokter seperti
aspilet 2 tablet pada malam hari dan 1 tablet pada pagi hari, clopidogrel 4
tablet pada malam hari dan 2 tablet pada pagi hari.
Cukur area penusukan (daerah inguinalis kanan dan kiri bila arteri
femoralis atau daerah radialis kanan bila dari arteri radialis)
Memasang condom cetheter atau dower cetheter untuk pasien yang akan
dilakukan tindakan PTCA, Ablasi, dan sejenisnya kecuali koroner
angiografi
Memasang infus pada pasien, untuk tindakan koroner angiografi pada
umumnya tidak dipasang infus kecuali pada pasien dengan hasil kreatinin
lebih dari 1,5 diberikan cairan NaCl 0,9% . Pada pasien yang akan
dilakukan PTCA, Ablasi dan sejenisnya yang memerlukan waktu yang
lama diberikan cairan RL dan cairan NaCl 0,9% untuk pasien dengan
creatinin lebih dari 1,5
Mengukur tanda – tanda vital pasien (tekanan darah, heart rate , respirasi,
dan suhu )
Mengukur berat badan dan tinggi badan
Hasil pemeriksaan laboratorium seperti :
a. Pemeriksaan Hb, Hb yang tinggi akan mempengaruhi tindakan
kateterisasi dimana lebih mudah terjadi pembekuan darah pada
kateter, begitu juga Hb yang rendah karena kemungkinan terjadi
pendarahan selama tindakan
b. Leukosit, untuk mengetahui apkah pasien dalam keadaan dalam
infeksi atau tidak
c. Ureum dan kreatinin, mengtahui fungsi ginjal pasien berhubungan
dengan penggunaan zat kontras saat tindakan, bila hasilnya tinggi
dilakukan hidrasi terlebih dahulu dengan obat oral flumucyl 2 tablet
dan loading cairan NaCl 0,9% sesuai instruksi dokter (biasa
diberikan 100 cc) . zat kontras yang osmolaritasnya lebih redah,
(misalnya omnipaque) dan dosis yang lebih sedikit
d. CT, BT, PT, APTT untuk mengetahui apakah memanjang waktu
pendarahan dan pembekuan karena berhubungan dengan saat
pencabutan sheath
e. HbsAg untuk mencegah terjadinya penularan baik terhadap petugas
maupun kepasien lain
Mencatat obat yang diminum, ditunda atau dihentikan pemberiannya.
Obat hipertensi dan obat diureik tetap diberikan, sedangkan obat DM,
anti koagulan, ditunda pemberiannya sesuai dengan instruksi dokter
Menanyakan riwayat alergi pasien terhadap obat-obatan
Mengkaji keluhan pasien apakah ada nyeri dada, sesak nafas, pusing
atau keluhan yang lain
Mengganti pakaian pasien dengan pakaian rumah sakit, termasuk pakaian
dalam dilepas
Memberitahu kepada pasien bahwa alat bantu seperti kaca mata, alat
bantu dengar (hearing aid), gigi palsu boleh tetap dipakai selama
tindakan untuk lebih memudahkan berkomunikasi dengan pasien tetapi
tetap diinformasikan pada saat serah terima pasien dengan petugas
diruang tindakan
Melakukan allent test bila tindakan dilakukan melalui arteri radialis,
untuk melihat sirkulasi darah ditangan pasien. Teknik menilai allen test:
a. Anjurkan pasien untuk mengepal tangannya dengan kuat selama 3-15
menit.
b. Periksa pulsasi arteri radialis kemudian tekan arteri radialis dengan
tiga jari tangaan kiri/ibu jari dan tekan arteri uinaris dengan tiga jari
tangan kanan/ibu jari secara bersamaan.
c. Buka kepalan tangan pasien , telapak tangan akan terlihat pucat.
d. Lepas tekanan arteri ulnaris, arteri radialis tetap ditekan.
e. Lihat jika refeskuler 1-3 detik berarti arteri ulnaris baik dan tindakan
dapat dilakukan melalui arteri radialis.
2. Persiapan mental
Mengkaji pengetahuan pasien mengenai tindakan kateterisasi jantung
Bila pasien belum mendapat penjelasan, fasilitasi agar dokter/asisten
dokter untuk menjelaskannya
Memberi penjelasan hal-hal yang mungkin diperlukan saat dilakukan
tindakan seperti cara nafas dalam dan batuk efektif dan juga
memberitahukan keluhan yang mungkin timbul saat tindakan kepada
petugas atau perawat
Melakukan pendekatan spiritual dengan mengajak berdoa
3. Persiapan pasien dari ruangan / rawat inap
Persiapan sama seperti pasien datang dari rumah , hanya saja
persiapannya dilakukan oleh perawat ruangan. Jadi perawat di ruang pre
keteterisasi hanya dilakukan serah terima pasien dengan petugas ruangan
dan memeriksa kembali kelengkapan persiapan administrasi fisik dan
mental pasien serta membuat form laporan kateterisasi jantung untuk pasien
yang akan dilakukan tindakan koroner angiografi dan form laporan
angioplasti koroner untuk pasien yang akan dilakukan tindakan PTCA,
ablasi dan sejenisnya
4. Persiapan Administrasi
a. Surat ijin tindakan/inform concent.
b. Surat pernyataan pembayaran (keuangan).
c. Persiapan Mental
d. Pemberian pendidikan kesehatan tentang prosedur kateterisasi jantung
(apa, bagaimana, tujuan, manfaat, komplikasi dan prosedur kerja).
IV. PERENCANAAN
A. Pre Tindakan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan
yang akan dilaksanakan dan hasil akhir pasca operatif.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien berkurang atau
hilang dengan kriteria hasil:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya.
c. Pasien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang
memengaruhi ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan.
e. Wajah pasien tampak rileks
Intervensi:
a. Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut.
b. Kaji tanda ansietas verbal dan non verbal. Dampingi pasien dan lakukan
tindakan bila pasien mulai menunjukkkan perilaku merusak.
c. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi.
d. Beri dukungan pra bedah.
e. Hindari konfrontasi
f. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
g. Tingkatkan kontrol sensasi pasien.
h. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
i. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
j. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
k. Kolaborasi: pembrian anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
2. Defisiensi pengetahuan (tindakan kateterisasi) berhubungan dengan kurang
pengalaman sebelumnya, kurang pemanjanan informasi, kurang
kemampuan mengingat kembali, kurang familier dengan sumber-sumber
informasi
Tujuan : pasien dan keluarga akan mampu memperlihatkan pemahaman
mengenai tindakan kateterisasi jantung, menambah pendidikan kesehatan
pasien dan keluarga untuk mengurangi kecemasan/ketakutan pasien, mulai
mencari informasi/mengajukan pertanyaan, berpartisispasi dalam proses
belajar,
a. Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien
memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan
b. Beri penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi
bila diperlukan
c. Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan seperti redemontrasi dan
berikan umpan balik secara verbal dan tertulis
d. Bina hubungan saling percaya
e. Ikut sertakan keluarga atau orang terdekat bila perlu
B. Post Tindakan
1. Resiko penurunan cardiac output berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas, gangguan frekuensi, iskemia ventrikel
Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung teratasi, dengan kriteria klien
akan, menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol atau
hilang dan bebas gejala gagal jantung, warna kulit normal , melaporkan
penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban
kerja jantung.
a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
b. Catat bunyi jantung
c. Palpasi nadi perifer
d. Pantau tekanan darah
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
f. Pantau haluaran urin, catat penurunan haluaran dan kepekatan/ kosentrasi
urin
g. Kaji perubahan pada sensori, contoh latergi, bingung, disorientasi, cemas,
dan depresi
h. Berikan istirahat pada tempat tidur atau kursi.
i. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang; menjelaskan
manajemen medik/ keperawatan; membantu pasien menghindari situasi
stress, mendengar/berespons terhadap ekspresi perasaan/takut
j. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal dalam lingkungan yang
tenang
k. Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respon valsalva,
contoh mengejan selama defekasi, menambah nafas selama perubahan
posisi
l. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
m. Berikan obat sesuai indikasi (contohnya Diuretik, Vasodilator, Captopril,
Morfin sulfat, sedatif, antikoagulan)
n. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari
cairan garam
o. Pantau/ganti elektrolit
p. Panatau seri EKG dan perubahan foto dada
q. Pantau pemeriksaan laboratorium (fungsi ginjal, fingsi hati, pemeriksaan
koagulasi)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar, udema paru akut
Tujuan : Pasien akan menunjukkan ekspansi paru simetris, mempunyai
kecepatan dan irama pernafasn normal, tidak ada suara nafas tambahan,
mempunyai fungsi paru dalam batas normal, tidak mengalami ortopneu.
a. Kaji suara paru, frekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas
b. Pantau adanya pucat dan sianosis
c. Pantau saturasi oksigen
d. Pantau kadar elektrolit dan status mental
e. Auskultasi suara nafas
f. Berikan pasien posisi nyaman
g. Berikan terapi oksigen jika diperlukan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (prosedur
kateterisasi)
Tujuan : menunjukkan perilaku/tehnik untuk meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasi, menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu
a. Lihat tempat insisi, evaluasi proses penyembuhan
b. Anjurkan menggunakan baju/celana yang tidak sempit, biarkan insisi
terbuka terhadap udara sebanyak mungkin
c. Perhatikan/laporkan pada dokter insisi yang tidak sembuh, pembukaan
kembali insisi yang telah sembuh, adanya darinase berupa darah atau
purulen, area lokal yang bengkak dengan kemerahan, rasa nyeri
meningkat, dan panas pada sentuhan.
d. Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan adekuat.
4. Defisiensi pengetahuan (perawatan pasca kateterisasi) berhubungan dengan
kurang kemampuan mengingat kembali, kurang pemajanan informasi
Tujuan : pasien akan berpartisipasi dalam belajar, mulai mencari
informasi/mengajukan pertanyaan, mengungkapkan pemahaman tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan terapeutik.
a. Anjurkan untuk tidak mengangkat beban berat selama seminggu kedepan
dan pasien tidak dianjurkan untuk membawa kendaraan/mengemudi
b. Dorong periode istirahat bergantian dengan aktifitas, hindari mengangkat
berat
c. Anjurkan mempertahankan masukan nutrisi dan cairan secara adekuat,
pertahankan diet yang dijalani
d. Anjurkan untuk melanjutkan meminum obat-obatan yang telah ditentukan
oleh dokter
e. Anjurkan untuk melapor kepada dokter jika merasakan nyeri dada, sesak
nafas dan pusing
DAFTAR PUSTAKA
Nuray, E., Umman, S., Arbal, M., Altok, M. G., Enuzun, F., Uysal, H., Ncekara, E.,
Ulusoy, S., & Baran, A. E. (2007). Nursing Care Guidelines in Percutaneous
Coronary and Valvular Intervention. Turkish Society of Cardiology ISBN 9944-
5914-2-4.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik, Edisi 4, Volume II. Jakarta: EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (6th Edition). Jakarta: EGC.
Rokhaeni, H., Purnamasari, E., & Rahayoe, A. U. (2001). Buku Ajar Kardiovaskuler
Pusat Jantung Nasional (National Cardiovasculer Center Harapan Kita). Jakarta:
Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional “Harapan Kita”.
Woods, S. L., Froelicher, E. S. S., Motzer, S. U., & Bridge, E. J. (2005). Cardiac
Nursing . 5th Edition. Philadelpia: Lippincot Williams and Walkins.
Yilmaz, E., Gurgun, C., & Dramali, A. (2007). Minimizing Short-Term Complications
in Patients Who Have Undergone Cardiac Invasive Procedure: A Randomized
Controlled Trial Involving Position Change and Sandbag. Unadolu Kardiyol derg
2007; 7: 390-396.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KATETERISASI JANTUNG
Disusun oleh:
Choirun Nisa Nur Aini
P1337420916006