Instrumen Penelitian A. Pengertian Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian A. Pengertian Instrumen Penelitian
Secara garis besar, instrumen dibedakan menjadi dua, yaitu tes dan non
tes. Menurut Arifin (2014:226) instrumen tes memiliki sifat mengukur,
sedangkan instrumen nontes memiliki sifat menghimpun. Instrumen tes terdiri
dari beberapa jenis, seperti tes tertulis, lisan, dan tindakan. Instrumen nontes
terdiri dari angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman
dokumentasi, peralatan
mekanik, daftar check, skala dan lain sebagainya. Jenis-jenis instrumen tersebut
diuraikan sebagai berikut ini.
1. Tes
Menurut Arifin (2014:226), tes merupakan suatu tehnik pengukuran yang
didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden. Instrumen tes dapat
dibedakan menjadi berbagai macam, diantaranya disajikan dalam tabel
berikut.
5
4) Hindari penggunaan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan.
5) Hindari pertanyaan berlaras dua, yaitu mengandung pertanyaan yang
lebih dari satu persoalan. Apabila ada dua item persoalan, sebaiknya
dibuat menjadi dua butir.
6) Hindari pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban yang diinginkan
peneliti.
7) Jika terdapat angket yang tidak dikembalikan, maka peneliti harus
membagikan lagi angket itu kepada responden yang lain sebanyak
angket yang tidak dikembalikan.
8) Apabila ada kata-kata yang memerlukan penekanan, sebaiknya diberi
tanda seperti menebalkan huruf atau menggaris bawahi atau
menuliskan dengan warna yang berbeda.
9) Angket disusun dengan sebaik dan semenarik mungkin agar
responden tertarik untuk mengisinya.
Penggunaan angket memiliki kelebihan, yaitu sebagai berikut ini.
1) Responden dapat menjawab dengan bebas dan waktu relatif lama
sehingga obektifitas dapat terjamin.
2) Informasi atau data lebih mudah dianalisis karena itemnya homogen.
3) Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari responden yang
jumlahnya cukup banyak.
Angket juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut ini.
1) Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
2) Hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat.
3) Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada
6
mempertimbangkan kemungkinan perilaku penting lain yang belum tercakup
dalam daftar cek. Dengan kata lain peneliti tidak perlu terlalu kaku dalam
menggunakan daftar cek.
c. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan responden. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
wawancara adalah pedoman wawancara. Menurut Creswell (Sudaryono,
Margono, & Rahayu, 2013:35), pedoman wawancara berisi tentang uraian
penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan agar
proses wawancara dapat berjalan dengan baik. Isi pertanyaan mencakup
fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden
berkenaan dengan fokus masalah atau variabel yang dikaji dalam penelitian.
Menurut Arifin (2014:233) & Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:37), teradapat tiga bentuk pertanyaan wawancara yang dapat disusun
dalam pedoman wawancara, yaitu sebagai berikut ini.
1) Terstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan
apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pedoman wawancara ini
disusun secara rinci. Pertanyaan ini biasanya digunakan jika masalahnya
tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2) Tidak terstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga
responden bebas menjawab pertanyaan. Pedoman wawancara hanya
memuat garis besar yang akan ditanyakan. Jenis ini digunakan untuk
mengungkap perasaan, pikiran, dan alasan tingkah laku.
3) Campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang
terstruktur ada pula yang bebas.
Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:36) bagi peneliti
yang sudah berpengalaman pedoman wawancara hanya berupa pertanyaan
pokok atau inti saja. Dalam pelaksanaan wawancara, pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi. Bagi
peneliti pemula atau para mahasiswa, pedoman wawancara memuat
pertanyaan pokok yang disusun dengan lebih rinci.
7
Kriteria penulisan pertanyaan dalam pedoman wawancara menurut
Kerlinger (2014:777) adalah sebagai berikut ini.
1) Pertanyaan berfungsi untuk memancing informasi yang dapat digunakan
untuk menguji hipotesis atau pertanyaan penelitian.
2) Pemilihan tipe pertanyaan yang sesuai.
3) Pertanyaan jelas dan tidak mengandung tafsir majemuk. Hindari
pertanyaan yang memuat lebih dari satu gagasan.
4) Hindari pertanyaan yang menggiring responden untuk memberikan
alternatifjawaban tertentu.
5) Mempertimbangkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh
responden.
6) Pertanyaan yang menuntut ihwal yang bersifat pribadi, kepekaan, dan
kontroversial diletakkan di bagian belakang setelah tercapai
keakraban.
7) Menghindari pertanyaan yang mengarahkan responden untuk
mengungkapkan sentimen-sentimen yang hanya dipandang baik
secara sosial saja.
d. Pedoman Observasi
Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian. Salah satu instrumen yang digunakan dalam melakukan
observasi adalah pedoman observasi. Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:39) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, pedoman
observasi hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan
yang akan diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi
dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi. Dalam
penelitian kuantitatif, pedoman observasi dibuat lebih rinci, dalam
penelitian tertentu pedoman observasi dapat berbentuk check list.
Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:39), minimal terdapat
dua format observasi untuk penelitian kuantitatif, yaitu (1) berisi butir-
butir pokok kegiatan yang akan diobservasi, dalam pelaksanaan pengamat
membuat deskripsi singkat berkenaan dengan perilaku yang diamati; dan
(2) berisi butir-butir kegiatan yang mungkin diperlihatkan oleh individu-
individu yang diamati. Pedoman observasi dapat pula disusun dalam
bentuk skala.
8
e. Pedoman Dokumentasi
Dokumen yang digunakan dalam penelitian dapat berupa dokumen
yang sudah ada maupun dokumen yang dirancang selama penelitian.
Menurut Arifin (2014:243), dokumen merupakan bahan-bahan tertulis,
misalnya silabus, program tahunan, program bulanan, program mingguan,
rencana pelaksanaan pembelajaran, catatan pribadi siswa, buku raport, kisi-
kisi, daftar nilai, lembar soal atau lembar tugas, lembar jawaban, dan lain
sebagainya. Dokumen dapat juga berbentuk dokumen yang terkait dengan
kondisi lingkungan sekolah, data guru, data siswa, dan organisasi sekolah.
Trianto (2011:268) menyatakan bahwa bentuk instrumen dokumentasi
terdiri dari dua macam, yaitu pedoman dokumentasi yang memuat garis-
garis besar atau kategori yang akan dicari datanya dan check list yang
memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Pada pedoman
dokumentasi, peneliti cukup menuliskan tanda centang dalam kolom gejala,
sedangkan pada check list peneliti memberikan tally pada setiap pemunculan
gejala.
h. Peralatan mekanis
Menurut Margono (2010:159) peralatan mekanis digunakan untuk
merekam proses observasi, wawancara, atau kegiatan penelitian yang lain.
Peralatan mekanis yang biasa digunakan meliputi kamera dan recorder.
Hasil rekaman dapat berupa video, foto, rekaman suara, kaset, dan lain-lain.
1
i. Skala
Kerlinger (2014:775) menyatakan bahwa skala adalah sehimpunan
butir verbal yang pada setiap butirnya dijawab oleh responden dengan
menyatakan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuannya, atau menjawab
dengan cara lain. Butir-butir skala mempunyai alternatif tertentu dan
menempatkan responden pada titik tertentu di skala tersebut. Skala yang
digunakan dalam penelitian meliputi berbagai macam, diantaranya adalah
sebagai berikut ini.
1) Skala sikap
Arifin (2014:236) menyatakan bahwa sikap menunjuk pada perbuatan
atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan
sikap. Untuk mengukur sikap, perlu memperhatikan tiga komponen sikap,
yaitu kognisi, afeksi, dan konasi (kecenderungan bertindak).
2) Skala minat
Minat merupakan dorongan atau aktivitas mental yang dapat
merangsang perasaan senang terhadap sesuatu. Minat merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Berminat tidaknya
seseorang terhadap sesuatu dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain
perhatian, perasaan, motivasi dan sikap (Arifin, 2014:241).
3) Skala penilaian (rating scale)
Skala ini banyak digunakan dalam observasi. Perilaku manusia, baik
sikap, aktivitas, maupun prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu
sehingga perlu skala penilaian. Arifin (2014:242) menyatakan bahwa skala ini
tidak hanya melihat ada atau tidaknya onjek yang diamati, tetapi juga mengukur
intensitas fenomena yang disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah
ditentukan. Menurutnya, skala penilaian memiliki beberapa kelemahan yaitu,
halo effects, generousity affects, and carry-over effects. Halo effects merupakan
kelemahan yang timbul jika observser terpikat oleh kesan-kesan umum yang
baik pada responden tetapi tidak menyelidiki kesan-kesan umum tersebut.
Generosity effects timbul jika ada keinginan untuk berbuat baik.
Carry-over effects timbul jika observer tidak dapat memisahkan satu
fenomena dengan fenomena yang lain.
D. SKALA PENGUKURAN DALAM INSTRUMEN PENELITIAN
13
Menurut Sugiyono (2016:141), analisis pada skala ini seperti pada Likert.
Jawaban setuju diberi skor 1 dan jawaban tidak setuju diberi skor 0.
Negatif Positif
14
disediakan. Dengan demikian skala ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk
pengukuran sikap, tetapi juga mengukur persepsi responden terhadap fenomena
lain seperti status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain.
Berikut disajikan contoh instrumen skala penilaian terhadap kualitas dosen.
No Item Pertanyaan Skor
1. Kesiapan memberikan kuliah. 5 4 3 2 1
2. Ketertiban penyelenggaraan perkuliahan. 5 4 3 2 1
3. Kejelasan penyampaian materi. 5 4 3 2 1
Pemanfaatan media dan teknologi
4. 5 4 3 2 1
pembelajaran.
5. Pemberian umpan balik terhadap tugas. 5 4 3 2 1
Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket yang diberikan kepada
40 responden, data dapat ditabulasikan seperti tabel berikut.
No Jawaban Responden untuk item nomor
Jumlah
Responden
1 2 3 4 5
1 5 4 3 4 2 18
2 3 5 4 1 3 16
3 4 3 2 1 3 13
40 3 3 1 2 3 12
Jumlah 790
- Jumlah skor kriterium maksimal = 5 x 5 x 40 = 1000
- Jumlah skor hasil pengumpulan data = 7
- Secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.
STB TB C B SB
Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 40 responden, skor 790 terletak pada
daerah mendekati baik.
U
sikap kepada individu (Kerlinger, 2014:796). Setiap butir diberi nilai skala
yang menunjukkan kekuatan sikap yang terkandung di dalam butir. Pada
umumnya, setiap butir mempunyai asosiasi nilai terurut antara 1 sampai 10.
Artinya setiap butir memiliki nilai skala yang berbeda-beda, tetapi nilai-nilai
tersebut tidak diketahui oleh responden. Berikut ini
disajikan contoh penggunaan skala Tunderstone.
Kriteria penilaian setiap butir dan nilai akhir adalah sebagai berikut ini.
No. Item Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 8 3 7 10 2 9 1 5 6 4
Nilai tertinggi Nilai terendah
16
E. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN
1
3. Keterampilan instrumen sebagai alat pengumpul data, baik dari keajegan,
kesahihan maupun objektivitasnya.
4. Jenis data yang diharapkan dari penggunaan instumen harus jelas, peneliti
dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
5. Mudah dan praktis digunakan dan dapat menghasilkan data yang diperlukan.
Arifin (2014:224) menyatakan bahwa dalam mengukur suatu variabel
penelitian, seorang peneliti dapat menyusun sendiri instrumen penelitian. Namun,
dalam hal-hal tertentu, peneliti dapat menggunakan instrumen yang telah ada,
yaitu berupa instrumen baku atau yang telah digunakan dalam penelitian
sebelumnya. Peneliti juga dapat menggunakaninstrumen yang sudah ada,
yang disusun berdasarkan suasana sosial budaya asing. Pemakaian instrumen
yang telah ada tersebut tidak luput dari kriteria yang dikenakan pada instrumen
dan juga harus dilakukan pengujian mutu instrumen sesuai dengan kriteria yang
dimaksud.
Menurut Arifin (2014:225) jika ingin menyadur instrumen baku yang
dikembangkan dalam bahasa asing, ada beberapa langkah yang harus dilakukan,
yaitu sebagai berikut ini.
1. Menelaah instrumen asli dengan mempelajari panduan umum (manual)
instrumen dan butir-butimya. Hal ini dilakukan untuk memahami konstruksi
variabel yang diukur, kisi-kisi, butir-butir, dan cara penafsiran jawaban.
2. Menerjemahkan setiap butir instrumen ke dalam Bahasa Indonesia.
Penerjemahan ini harus dilakukan oleh dua orang secara terpisah.
3. Memadukan kedua terjemahan tersebut oleh orang ketiga.
4. Menerjemahkan kembali ke dalam bahasa asalnya. Hal ini untuk mengetahui
kebenaran penerjemahan.
5. Memperbaiki butir instrumen apabila diperlukan.
6. Menguji pemahaman subyek terhadap butir instrumen.
7. Menguji validitas dan reliabilitas instrumen.
Pengembangan.
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN POP-UP MATH BOOK
BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI BANGUN
RUANG SISI DATAR KELAS VII SMP NEGERI 16 KOTA
JAMBI oleh:
Rhomiy Handican (A1C211065)-Universitas Negeri Jambi 2015
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat di identifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan media pembelajaran Pop-up math book dalam
pembelajaran matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP
Negeri 16 Kota Jambi
2. Bagaimana persepsi siswa terhadap penggunaan Pop-up Math Book berbasis
pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang
Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi?
3. Bagaimana pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan menggunakan Pop-up
Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada
materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi?
Tujuan Pengembangan
Tujuan dari Penelitian pengembangan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menghasilkan media Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik
pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota
Jambi.
2. Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penggunaan media Pop-up Math
Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi
Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi.
3. Untuk mengetahui pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan
menggunakan Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai
media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP
Negeri 16 Kota Jambi.
21
Model Pengembangan
41
DAFTAR PUSTAKA
42