Anda di halaman 1dari 27

INSTRUMEN PENELITIAN

A. PENGERTIAN INSTRUMEN PENELITIAN

Sugiyono (2014:133) menyatakan bahwa instumen penelitian digunakan


untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Secara lebih detail Arikunto
(2013:203) menjelaskan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis
sehingga lebih mudah diolah. Senada dengan pendapat tersebut, Riduwan
(2013:25) berpendapat bahwa instrumen penelitian merupakan alat bantu
peneliti dalam pengumpulan data, mutu instrumen akan menentukan mutu data
yang dikumpulkan, sehingga tepatlah dikatakan bahwa hubungan instrumen
dengan data adalah sebagai jantungnya penelitian yang saling terkait.
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa instrumen
penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian agar
data lebih mudah diolah dan menghasilkan penelitian yang berkualitas. Data
yang telah terkumpul dengan menggunakan instrumen akan dideskripsikan,
dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu
penelitian.
Instrumen memiliki peranan penting di dalam penelitian. Sukardi
(2013:75) menyatakan bahwa fungsi dari intrumen penelitian adalah untuk
memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sedang mengumpulkan
informasi dilapangan. Menurutnya, pembuatan intrumen dalam penelitian
kuantitatif merupakan bagian dari kegiatan yang harus dibuat secara intensif
sebelum peneliti memasuki lapangan atau sebagai kelengkapan proposal.
Berbeda dengan penelitian kualitatif, pada penelitian kualitatif intrumen
penelitian dapat dibuat ketika penelitian berlangsung agar sesuai dengan
penelitian di lapangan.

B. JENIS-JENIS INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian dapat berupa instrumen pengumpulan data baku


yang telah tersedia maupun instrumen data yang dikembangkan sendiri oleh
peneliti. Untuk dapat mengembangkan instrumen, peneliti perlu memahami
jenis-jenis instrumen. Pembahasan tentang jenis instrumen tidak akan terlepas
dari jenis metode pengumpulan data karena ada beberapa nama instrumen
penelitian yang sama dengan metodenya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh
Arikunto
(2013:193) & Riduwan (2013:25) bahwa beberapa instrumen memiliki nama
yang sama dengan metodenya, antara lain adalah sebagai berikut ini.

a. Instrumen untuk metode tes adalah soal tes


b. Instrumen untuk metode observasi adalah pedoman observasi atau panduan
pengamatan dan juga check list
c. Instrumen untuk metode dokumentasi adalah pedoman dokumentasi atau check
list

Menurut Arikunto (2000:134); Margono (2010:159); & Sanjaya (2013:274),


kaitan antara metode dan instrumen pengumpulan data secara lebih detail dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
No. Jenis Metode Jenis Instrumen
1. Angket (questionnaire) o. Angket (questionnaire)
Daftar cocok (checklist)
c. Skala (scala)
d. Inventori (inventory)
2. Wawancara (Interview) a. Pedoman wawancara (interview guide)
Daftar cocok (checklist)
c. Peralatan mekanis
3. Pengamatan/Observasi a. Lembar pengamatan
(observation) b. Panduan pengamatan
c. Panduan observasi (observation sheet
atau observation schedule
d. Catatan anekdot (anecdotal record)
e. Skala penilaian (rating scale)
f. Peralatan mekanis
g. Daftar cocok (checklist)
4. Ujian atau Tes (test) a. Soal ujian (soal tes)
Inventori (inventory)
5. Dokumentasi a. Daftar cocok (checklist)
b. Tabel

Secara garis besar, instrumen dibedakan menjadi dua, yaitu tes dan non
tes. Menurut Arifin (2014:226) instrumen tes memiliki sifat mengukur,
sedangkan instrumen nontes memiliki sifat menghimpun. Instrumen tes terdiri
dari beberapa jenis, seperti tes tertulis, lisan, dan tindakan. Instrumen nontes
terdiri dari angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman
dokumentasi, peralatan
mekanik, daftar check, skala dan lain sebagainya. Jenis-jenis instrumen tersebut
diuraikan sebagai berikut ini.

1. Tes
Menurut Arifin (2014:226), tes merupakan suatu tehnik pengukuran yang
didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan, atau serangkaian tugas
yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden. Instrumen tes dapat
dibedakan menjadi berbagai macam, diantaranya disajikan dalam tabel
berikut.

Aspek Jenis Tes


Fungsi Tes prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, tes
diagnostik, tes penempatan, tes formatif, dan tes
sumatif.
Bidang Psikologi Tes intelegensia umum, tes kemampuan khusus, tes
prestasi belajar, dan tes kepribadian
Jumlah peserta Tes kelompok dan tes perseorangan
Cara penyusunan Tes baku atau standar (standardized test) dan tes
nonstandar
Aspek kemampuan Tes kemampuan dan tes kecepatan
Bentuk Tes tulis (objektif, uraian terbatas, dan uraian bebas),
tes
lisan, dan tes perbuatan.
Dari berbagai jenis tes tersebut, menurut Arifin (2014:227), salah satu
bentuk tes yang paling sering digunakan adalah tes tulis objektif. Tes objektif
ini dapat berbentuk tes benar salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi,
atau jawaban singkat. Menurutnya, tes ini memiliki kelebihan yaitu sebagai
berikut ini.
a. Ruang lingkup item luas dan bisa mencakup seluruh materi
b. Dapat menghindari kemungkinan jawaban spekulatif dalam ujian.
c. Jawaban bersifat mutlak sehingga penilaian menjadi lebih objektif
d. Koreksi dapat dilakukan oleh siapa saja
e. Pemberian skor mudah dan cepat
f. Korektor tidak terpengaruh dengan baik atau buruknya tulisan
g. Tidak mungkin ada dua orang responden yang jawabannya sanna, tetapi
skornya berbeda
Disamping kelebihan, tes bentuk ini juga memiliki kelemahan
(Arifin, 20l4;228), yaitu sebagai berikut ini.
a. Sulit dalam mengonstruksi soal.
b. Membutuhkan waktu yang lama.
c. Ada kemungkinan responden mencontoh jawaban orang lain dan berpikir pasif
d. Umumnya hanya mampu mengukur proses-proses mental yang dangkal.
2. Nontes
Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:33) menyatakan bahwa instrumen
non tes lebih komprehensif, tidak hanya menilai aspek kognitif saja, tetapi juga
aspek afektif, dan psikomotorik. Instrumen ini meliputi berbagai macam jenis,
yaitu sebagai berikut ini.
a. Angket (Questioner)
Menurut Arifin (2014:228), angket adalah instrumen penelitian yang
berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan untuk menjaring data atau
informasi yang harus dijawab responden secara bebas sesuai dengan
pendapatnya. Menurutnya, angket terdiri dari beberapa bentuk yaitu sebagai
berikut ini.
1) Terstruktur, yaitu angket yang menyediakan beberapa kemungkinan
jawaban. Bentuk ini meliputi tiga bentuk, yaitu (a) bentuk jawaban
tertutup, yaitu pada setiap pertanyaan sudah tersedia berbagai alternatif
jawaban; (b) bentuk jawaban tertutup tetapi pada bagian terakhir
diberikan alternatif jawaban secara terbuka untuk memberikan
kesempatan pada responden menjawab secara bebas; dan (c) bentuk
jawaban bergambar, yaitu memberikan jawaban dalam bentuk gambar.
2) Tak berstruktur, yaitu angket yang memberikan jawaban secara terbuka,
responden bebas menjawab pertanyaan tersebut. Angket ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam, tetapi kurang dapat dinilai
secara objektif. Jawaban tidak dapat dianalisis secara statistik sehingga
kesimpulannya hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun dan
menyebarkan angket menurut Arifin (2014:229); Sanjaya (2013:259); &
Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:33) adalah sebagai berikut ini.
1) Berikan pengantar dan petunjuk pengisian angket dengan jelas. Tuliskan
maksud pengedaran angket, jaminan kerahasiaan jawaban dan ucapan
terima kasih.
2) Buat pertanyaan yang tepat sasaran.
3) Setiap pertanyaan dirumuskan secara jelas, menggunakan bahasa yang
baik, benar, jelas, singkat, dan mudah dimengerti oleh responden.

5
4) Hindari penggunaan dua kata sangkal dalam satu kalimat pertanyaan.
5) Hindari pertanyaan berlaras dua, yaitu mengandung pertanyaan yang
lebih dari satu persoalan. Apabila ada dua item persoalan, sebaiknya
dibuat menjadi dua butir.
6) Hindari pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban yang diinginkan
peneliti.
7) Jika terdapat angket yang tidak dikembalikan, maka peneliti harus
membagikan lagi angket itu kepada responden yang lain sebanyak
angket yang tidak dikembalikan.
8) Apabila ada kata-kata yang memerlukan penekanan, sebaiknya diberi
tanda seperti menebalkan huruf atau menggaris bawahi atau
menuliskan dengan warna yang berbeda.
9) Angket disusun dengan sebaik dan semenarik mungkin agar
responden tertarik untuk mengisinya.
Penggunaan angket memiliki kelebihan, yaitu sebagai berikut ini.
1) Responden dapat menjawab dengan bebas dan waktu relatif lama
sehingga obektifitas dapat terjamin.
2) Informasi atau data lebih mudah dianalisis karena itemnya homogen.
3) Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari responden yang
jumlahnya cukup banyak.
Angket juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut ini.
1) Ada kemungkinan angket diisi oleh orang lain.
2) Hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat.
3) Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada

b. Daftar Cek (check list)


Daftar cek merupakan suatu daftar yang berisi subyek dan aspek-aspek
yang diamati. Melalui daftar cek, peneliti dapat mencatat tiap-tiap
kejadian penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya
dicantumkan dalam datar cek. Observer tinggal memberikan tanda cek (1)
pada tiap-tiap aspek sesuai dengan pengamatannya. Daftar cek memiliki
manfaat untuk membantu peneliti dalam mengingat apa yang harus diamati.
Daftar cek juga memberikan informasi kepada stakeholder. Namun
peneliti juga harus

6
mempertimbangkan kemungkinan perilaku penting lain yang belum tercakup
dalam daftar cek. Dengan kata lain peneliti tidak perlu terlalu kaku dalam
menggunakan daftar cek.

c. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan
melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan responden. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
wawancara adalah pedoman wawancara. Menurut Creswell (Sudaryono,
Margono, & Rahayu, 2013:35), pedoman wawancara berisi tentang uraian
penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan agar
proses wawancara dapat berjalan dengan baik. Isi pertanyaan mencakup
fakta, data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden
berkenaan dengan fokus masalah atau variabel yang dikaji dalam penelitian.
Menurut Arifin (2014:233) & Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:37), teradapat tiga bentuk pertanyaan wawancara yang dapat disusun
dalam pedoman wawancara, yaitu sebagai berikut ini.
1) Terstruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban agar sesuai dengan
apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pedoman wawancara ini
disusun secara rinci. Pertanyaan ini biasanya digunakan jika masalahnya
tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2) Tidak terstruktur, yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga
responden bebas menjawab pertanyaan. Pedoman wawancara hanya
memuat garis besar yang akan ditanyakan. Jenis ini digunakan untuk
mengungkap perasaan, pikiran, dan alasan tingkah laku.
3) Campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang
terstruktur ada pula yang bebas.
Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:36) bagi peneliti
yang sudah berpengalaman pedoman wawancara hanya berupa pertanyaan
pokok atau inti saja. Dalam pelaksanaan wawancara, pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi. Bagi
peneliti pemula atau para mahasiswa, pedoman wawancara memuat
pertanyaan pokok yang disusun dengan lebih rinci.

7
Kriteria penulisan pertanyaan dalam pedoman wawancara menurut
Kerlinger (2014:777) adalah sebagai berikut ini.
1) Pertanyaan berfungsi untuk memancing informasi yang dapat digunakan
untuk menguji hipotesis atau pertanyaan penelitian.
2) Pemilihan tipe pertanyaan yang sesuai.
3) Pertanyaan jelas dan tidak mengandung tafsir majemuk. Hindari
pertanyaan yang memuat lebih dari satu gagasan.
4) Hindari pertanyaan yang menggiring responden untuk memberikan
alternatifjawaban tertentu.
5) Mempertimbangkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh
responden.
6) Pertanyaan yang menuntut ihwal yang bersifat pribadi, kepekaan, dan
kontroversial diletakkan di bagian belakang setelah tercapai
keakraban.
7) Menghindari pertanyaan yang mengarahkan responden untuk
mengungkapkan sentimen-sentimen yang hanya dipandang baik
secara sosial saja.

d. Pedoman Observasi
Observasi merupakan pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian. Salah satu instrumen yang digunakan dalam melakukan
observasi adalah pedoman observasi. Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:39) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, pedoman
observasi hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan
yang akan diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi
dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi. Dalam
penelitian kuantitatif, pedoman observasi dibuat lebih rinci, dalam
penelitian tertentu pedoman observasi dapat berbentuk check list.
Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:39), minimal terdapat
dua format observasi untuk penelitian kuantitatif, yaitu (1) berisi butir-
butir pokok kegiatan yang akan diobservasi, dalam pelaksanaan pengamat
membuat deskripsi singkat berkenaan dengan perilaku yang diamati; dan
(2) berisi butir-butir kegiatan yang mungkin diperlihatkan oleh individu-
individu yang diamati. Pedoman observasi dapat pula disusun dalam
bentuk skala.
8
e. Pedoman Dokumentasi
Dokumen yang digunakan dalam penelitian dapat berupa dokumen
yang sudah ada maupun dokumen yang dirancang selama penelitian.
Menurut Arifin (2014:243), dokumen merupakan bahan-bahan tertulis,
misalnya silabus, program tahunan, program bulanan, program mingguan,
rencana pelaksanaan pembelajaran, catatan pribadi siswa, buku raport, kisi-
kisi, daftar nilai, lembar soal atau lembar tugas, lembar jawaban, dan lain
sebagainya. Dokumen dapat juga berbentuk dokumen yang terkait dengan
kondisi lingkungan sekolah, data guru, data siswa, dan organisasi sekolah.
Trianto (2011:268) menyatakan bahwa bentuk instrumen dokumentasi
terdiri dari dua macam, yaitu pedoman dokumentasi yang memuat garis-
garis besar atau kategori yang akan dicari datanya dan check list yang
memuat daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Pada pedoman
dokumentasi, peneliti cukup menuliskan tanda centang dalam kolom gejala,
sedangkan pada check list peneliti memberikan tally pada setiap pemunculan
gejala.

f. Catatan anekdot (anecdotal record)


Catatan anekdot biasanya digunakan dalam tehnik observasi. Menurut
Margono (2010:159) catatan ini digunakan untuk mencatat gejala-gejala
khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian. Catatan ini dibuat segera
setelah peristiwa terjadi. Catatan berupa bagaimana kejadiannya, bukan
pendapat pencatat tentang kejadian.

g. Catatan berkala (insidental record)


Catatan ini biasanya digunakan dalam tehnik observasi. Menurut
Margono (2010:159) pencatatan dilakukan menurut urutan waktu munculnya
suatu gejala tetapi tidak dilakukan secara terus menerus, hanya pada waktu
tertentu, dan terbatas pada jangka waktu yang ditetapkan pada pengamatan.

h. Peralatan mekanis
Menurut Margono (2010:159) peralatan mekanis digunakan untuk
merekam proses observasi, wawancara, atau kegiatan penelitian yang lain.
Peralatan mekanis yang biasa digunakan meliputi kamera dan recorder.
Hasil rekaman dapat berupa video, foto, rekaman suara, kaset, dan lain-lain.

1
i. Skala
Kerlinger (2014:775) menyatakan bahwa skala adalah sehimpunan
butir verbal yang pada setiap butirnya dijawab oleh responden dengan
menyatakan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuannya, atau menjawab
dengan cara lain. Butir-butir skala mempunyai alternatif tertentu dan
menempatkan responden pada titik tertentu di skala tersebut. Skala yang
digunakan dalam penelitian meliputi berbagai macam, diantaranya adalah
sebagai berikut ini.
1) Skala sikap
Arifin (2014:236) menyatakan bahwa sikap menunjuk pada perbuatan
atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan
sikap. Untuk mengukur sikap, perlu memperhatikan tiga komponen sikap,
yaitu kognisi, afeksi, dan konasi (kecenderungan bertindak).
2) Skala minat
Minat merupakan dorongan atau aktivitas mental yang dapat
merangsang perasaan senang terhadap sesuatu. Minat merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Berminat tidaknya
seseorang terhadap sesuatu dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain
perhatian, perasaan, motivasi dan sikap (Arifin, 2014:241).
3) Skala penilaian (rating scale)
Skala ini banyak digunakan dalam observasi. Perilaku manusia, baik
sikap, aktivitas, maupun prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu
sehingga perlu skala penilaian. Arifin (2014:242) menyatakan bahwa skala ini
tidak hanya melihat ada atau tidaknya onjek yang diamati, tetapi juga mengukur
intensitas fenomena yang disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah
ditentukan. Menurutnya, skala penilaian memiliki beberapa kelemahan yaitu,
halo effects, generousity affects, and carry-over effects. Halo effects merupakan
kelemahan yang timbul jika observser terpikat oleh kesan-kesan umum yang
baik pada responden tetapi tidak menyelidiki kesan-kesan umum tersebut.
Generosity effects timbul jika ada keinginan untuk berbuat baik.
Carry-over effects timbul jika observer tidak dapat memisahkan satu
fenomena dengan fenomena yang lain.
D. SKALA PENGUKURAN DALAM INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam pengukuran penelitian, variabel yang bersifat kualitatif berskala


nominal, sedangkan variabel kuantitatif berskala ordinal, interval atau rasio.
Sementara penggunaan instrumen skala dimaksudkan untuk menjaring data yang
berskala interval. Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:45) menyatakan bahwa
skala biasanya digunakan untuk mengecek dan menetapkan nilai suatu faktor
kualitatif dalam ukuran-ukuran kuantitatif. Hampir sanna dengan pendapat
tersebut, Sugiyono (2016:133) menyatakan bahwa skala pengukuran merupakan
kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya
interval dan rasio yang ada dalam alat ukur sehingga akan menghasilkan data
kuantitatif. Skala bertujuan untuk menempatkan individu pada titik tertentu pada
kontinum kesepakatan dengan sikap yang ditanyakan (Kerlinger, 2014:795).
Beberapa skala yang digunakan dalam penelitian terdiri dari skala Likert,
skala Guttman, rating scale, semantic deferential dan skala Tunderstone. Masing-
masing diuraikan sebagai berikut ini.

1. Skala Likert (Skala Tingkat Sumatil)


Skala Likert digunakan untuk mengukur persepsi atau sikap seseorang.
Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel yang
digunakan sebagai titik tolak dalam menyusun butir-butir instrumen
(Sugiyono, 2016:134). Pada skala Likert setiap butir instrumen mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Arifin (2014:236)
menyatakan bahwa model skala Likert yang dapat digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Mengggunakan bilangan untuk menunjukkan tingkat-tingkat dari objek
sikap yang dinilai, seperti 1, 2, 3, 4, dan seterusnya.
2. Menggunakan frekuensi terjadinya atau timbulnya sikap, seperti selalu,
seringkali, kadang-kadang, pernah dan tidak pernah.
3. Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti bagus sekali,
baik, sedang, dan kurang. Dapat juga menggunakan istilah sangat setuju,
setuju, tidak tahu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
4. Menggunakan istilah-istilah yang menunjukkan kedudukan seperti sangat
rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan sangat tinggi.
5. Menggunakan kode bilangan atau huruf, misalnya “selalu” diberi kode 5,
“kadang-kadang” (4), arang” (3), arang sekali” (2), dan “tidak pernah” (1).
Sukardi (2013:147) menyatakan bahwa pilihan interval yang digunakan dapat
bermacam-macam. Peneliti juga dapat menentukan apakah pilihannya berjumlah
ganjil atau genap. Namun, berdasarkan pengalaman pada beberapa penelitian di
Indonesia, kebanyakan responden cenderung memberikan pilihan jawaban pada
kategori tengah karena alasan kemanusiaan sehingga akan menyebabkan
kesulitan bagi peneliti dalam membuat kesimpulan. Untuk mengatasi hal ini,
peneliti
dianjurkan membuat tes skala Likert dengan menggunakan banyak pilihan genap.
Likert (Arifin, 2014:237) memberikan petunjuk agar skala Likert
berkualitas, yaitu sebagai berikut ini: 1) pernyataan harus menggambarkan
perilaku yang diinginkan dan bukan menyatakan suatu fakta, 2) pernyataan harus
jelas, singkat, terarah, dan tidak mempunyai tafsiran ganda, 3) diusahakan supaya
kecenderungan jawaban tidak terhimpun di satu ujung kontinum, tetapi sebagian
berada di ujung lain, dan sebagian lagi terletak di tengah kontinum arah sikap
tersebut, 4) keseluruhan perangkat skala sikap hendaknya mencakup dua
kelompok pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pertanyaan negatif untuk
menghindari jawaban yang strereotip dari responden, 5) setiap pertanyaan harus
mengandung satu variabel sikap dan tidak boleh lebih.
Instrumen dengan skala ini dapat dibuat dalam bentuk check list ataupun
pilihan ganda. Berikut ini disajikan contoh skala Likert.
Alternatif Jawaban
No Pernyataan
SS S R TS STS
1 Matematika merupakan mata pelajaran
favorit saya.
2 Saya tidak senang dengan mata
pelajaran matematika.
dst
Matematika merupakan mata pelajaran favorit saya.
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
Misalnya angket tersebut diberikan pada 50 responden. Salah satu
cara menganalisis angket tersebut adalah sebagai berikut ini (Sugiyono,
2016:137). Analisis jawaban butir 1.
12 orang menjawab = 12 x 5 = 60
SS 20 orang = 20 x 4 = 80
menjawab S =5x3 = 15
5 orang menjawab R
10 orang menjawab TS = 10 x 2 = 20
3 orang menjawab STS =3x1 =3
Jumlah total = 178
- Jumlah skor ideal untuk seluruh item 5 x 50 = 250
- Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian = 178
%t persetujuan 50 responden terhadap mata pelajaran ematika sebagai mata pelajaran favorit adalah = 78zso x 100% = 71,2 % dari
Two

- Secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut ini.


STS TS RG S SS

50 100 150 200 250


Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 50 responden, skor 178 terletak pada
daerah mendekati setuju.

2. Skala Guttman (Skala Kumulatif)


Skala ini mirip dengan skala Likert. Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:33) menyatakan bahwa skala ini digunakan untuk menjawab suatu
permasalahan yang bersifat tegas dan konsisten. Menurut Sugiyono
(2016:139) pada skala ini hanya ada dua interval, yaitu setuju atau tidak
setuju, ya atau tidak, pernah atau tidak pernah, positif atau negatif, dan lain
sebagainya. Skala ini juga dapat digunakan dalam bentuk pilihan ganda
maupun bentuk check list. Berikut ini disajikan contoh skala Guttman.
Alternatif Jawaban
No Pernyataan
S TS
1. Penguasaan Matematika sangat membantu
dalam mempelajari bidang studi lain.
Penguasaan Matematika sangat membantu dalam mempelajari bidang studi lain.
a. Setuju
b. Tidak Setuju

13
Menurut Sugiyono (2016:141), analisis pada skala ini seperti pada Likert.
Jawaban setuju diberi skor 1 dan jawaban tidak setuju diberi skor 0.

3. Semantik Defferensial (Perbedaan Semantik)


Skala ini untuk mengukur sikap. Berbeda dengan skala Likert dan
Guttman, skala ini tidak berbentuk pilihan ganda atau check list tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum. Sudaryono, Margono, & Rahayu
(2013:53) menyatakan bahwa skala perbedaan semantik berisikan serangkaian
karakteristik bipolar, seperti panas-dingin, populer-tidak populer, baik-tidak
baik, dan lain sebagainya. Jawaban sangat positif terletak di bagian kanan
garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri, atau sebaliknya.
Dengan kata lain, skala ini dikonstruksi dengan memilih kata-kata sifat yang
berpasangan untuk menggambarkan dimensi evaluatif. Pasangan kata-kata
tersebut biasanya ditampilkan dengan tujuh skala kategori jawaban.
Responden diminta untuk memberikan tanda (X) pada salah satu skala yang
menggambarkan keadaan yang paling sesuai. Berikut ini disajikan contoh
skala semantik defferensial.
Penilaian terhadap pembelajaran matematika.
1. Menyenangkan
7 6 5 4 3 2 1 Membosankan
2. Sulit
7 6 5 4 3 2 1 Mudah
3. Bermanfaat
7 6 5 4 3 2 1 Sia-sia
4.Buruk 4 3 2 1
7 6 5 Baik
5. Menantang 7 6 5 4 3 2 1 Menjemukan

Data dapat diinterpretasikan sebagai berikut ini.


Netral

Negatif Positif

4. Rating Scale (Skala Penilaian)


Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:53) menyatakan bahwa pada
skala penilaian, penilai atau responden memberi angka pada suatu kontinum
di mana individu atau objek akan ditempatkan. Pada ketiga skala sebelumnya,
data yang diperoleh adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan. Dalam skala
ini, data yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab salah satu
14
jawaban kuantitatif yang

14
disediakan. Dengan demikian skala ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk
pengukuran sikap, tetapi juga mengukur persepsi responden terhadap fenomena
lain seperti status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain.
Berikut disajikan contoh instrumen skala penilaian terhadap kualitas dosen.
No Item Pertanyaan Skor
1. Kesiapan memberikan kuliah. 5 4 3 2 1
2. Ketertiban penyelenggaraan perkuliahan. 5 4 3 2 1
3. Kejelasan penyampaian materi. 5 4 3 2 1
Pemanfaatan media dan teknologi
4. 5 4 3 2 1
pembelajaran.
5. Pemberian umpan balik terhadap tugas. 5 4 3 2 1
Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket yang diberikan kepada
40 responden, data dapat ditabulasikan seperti tabel berikut.
No Jawaban Responden untuk item nomor
Jumlah
Responden
1 2 3 4 5
1 5 4 3 4 2 18
2 3 5 4 1 3 16
3 4 3 2 1 3 13

40 3 3 1 2 3 12
Jumlah 790
- Jumlah skor kriterium maksimal = 5 x 5 x 40 = 1000
- Jumlah skor hasil pengumpulan data = 7
- Secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.
STB TB C B SB

200 400 600 800 1000

Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 40 responden, skor 790 terletak pada
daerah mendekati baik.

5. Skala Tunderstone {Equal Appearing interval Scale)


Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:53) menyatakan bahwa skala ini
meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa
pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda-beda. Hasil akhirnya
berupa sehimpunan butir pertanyaan sikap yang dapat digunakan untuk
memberikan skor

U
sikap kepada individu (Kerlinger, 2014:796). Setiap butir diberi nilai skala
yang menunjukkan kekuatan sikap yang terkandung di dalam butir. Pada
umumnya, setiap butir mempunyai asosiasi nilai terurut antara 1 sampai 10.
Artinya setiap butir memiliki nilai skala yang berbeda-beda, tetapi nilai-nilai
tersebut tidak diketahui oleh responden. Berikut ini
disajikan contoh penggunaan skala Tunderstone.

Petunjuk: Pilihlah 5 pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda

terhadap pelajaran matematika dengan cara memberikan tanda cek (


( )1. Saya senang belajar Matematika.
( ) 2. Saya pasrah terhadap ketidakberhasilan saya dalam Matematika.
( ) 3. Penguasaan Matematika akan sangat membantu dalam mempelajari
bidang studi lain.
( )4. Jika ada pelajaran kosong saya lebih suka belajar matematika.
( ) §. Saya merasa asing jika ada teman yang membicarakan matematika.
( )6. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan saya
dalam matematika.
( ) 7. Pelajaran Matematika sangat menjemukan.
( ) 8. Matematika adalah mata pelajaran favorit saya.
( ) 9. Belajar Matematika menumbuhkan sikap kritis dan
kreatif. ( ) 10. Pelajaran Matematika tidak menantang.

Kriteria penilaian setiap butir dan nilai akhir adalah sebagai berikut ini.
No. Item Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai 8 3 7 10 2 9 1 5 6 4
Nilai tertinggi Nilai terendah

Contoh hasil rekapitulasi data responden A yang memilih butir 1, 3, 4, 6, dan 8.


No. Item Pertanyaan 10
Jawaban Responden Nilai
10

Kesimpulan: Responden A mempunyai respon yang tinggi dalam pelajaran Matematika

16
E. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN

Pemilihan tehnik pengumpulan data dan instrumen penelitian yang digunakan


perlu dipertimbangkan dengan baik karena setiap tehnik pengumpulan data dan
instrumen penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam melaksanakan suatu
penelitian biasanya digunakan lebih dari satu metode atau instrumen agar dapat
saling menutupi kelemahan. Sugiyono (2016:172) menyarankan pertimbangan
penggunaan tehnik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut ini.
1. Angket digunakan bila jumlah responden banyak, dapat membaca dengan
baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia.
2. Observasi digunakan bila obyek penelitian bersifat perilaku manusia, proses
kerja, gejala alam, dan responden atau lingkupnya kecil.
3. Wawancara digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara
lebih mendalam dan jumlah responden sedikit.
4. Gabungan ketiganya digunakan bila ingin mendapatkan data yang lengkap,
akurat, dan konsisten.
Di samping itu, Sanjaya (2014:255) mengungkapkan bahwa angket
digunakan jika jumlah responden yang dijadikan sebagai sumber cukup banyak
sehingga tidak mungkin digunakan dengan cara lain, angket juga digunakan
apabila ingin menggali pendapat atau opini responden tentang isu-isu yang
sedang berkembang, dan biasanya permasalahan yang digali adalah permasalahan
yang terbatas.
Selain pertimbangan tersebut, Arikunto (2013:207) menyatakan bahwa
secara garis besar pemilihan metode penelitian dan instrumen pengumpulan data
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu tujuan penelitian, sampel penelitian, lokasi,
pelaksana, biaya, waktu, jenis data yang dibutuhkan, tehnik analisis, serta faktor-
faktor pendukung dan penghambat lainnya. Margono (2010:155-157)
memberikan penjelasan yang lebih rinci dalam mempertimbangkan pemilihan
dan penyusunan instrumen penelitian, antara lain sebagai berikut ini.
1. Masalah dan variabel yang diteliti harus jelas dan spesifik sehingga dapat
menetapkan jenis instrumen yang akan digunakan dengan mudah.
2. Sumber data atau informasi dan jumlah keragamannya harus diketahui
terlebih dahulu sebagai bahan atau dasar dalam menentukan isi, bahasa,
sistematika, dan item dalam instrumen penelitian.

1
3. Keterampilan instrumen sebagai alat pengumpul data, baik dari keajegan,
kesahihan maupun objektivitasnya.
4. Jenis data yang diharapkan dari penggunaan instumen harus jelas, peneliti
dapat memperkirakan cara analisis data guna pemecahan masalah penelitian.
5. Mudah dan praktis digunakan dan dapat menghasilkan data yang diperlukan.
Arifin (2014:224) menyatakan bahwa dalam mengukur suatu variabel
penelitian, seorang peneliti dapat menyusun sendiri instrumen penelitian. Namun,
dalam hal-hal tertentu, peneliti dapat menggunakan instrumen yang telah ada,
yaitu berupa instrumen baku atau yang telah digunakan dalam penelitian
sebelumnya. Peneliti juga dapat menggunakaninstrumen yang sudah ada,
yang disusun berdasarkan suasana sosial budaya asing. Pemakaian instrumen
yang telah ada tersebut tidak luput dari kriteria yang dikenakan pada instrumen
dan juga harus dilakukan pengujian mutu instrumen sesuai dengan kriteria yang
dimaksud.
Menurut Arifin (2014:225) jika ingin menyadur instrumen baku yang
dikembangkan dalam bahasa asing, ada beberapa langkah yang harus dilakukan,
yaitu sebagai berikut ini.
1. Menelaah instrumen asli dengan mempelajari panduan umum (manual)
instrumen dan butir-butimya. Hal ini dilakukan untuk memahami konstruksi
variabel yang diukur, kisi-kisi, butir-butir, dan cara penafsiran jawaban.
2. Menerjemahkan setiap butir instrumen ke dalam Bahasa Indonesia.
Penerjemahan ini harus dilakukan oleh dua orang secara terpisah.
3. Memadukan kedua terjemahan tersebut oleh orang ketiga.
4. Menerjemahkan kembali ke dalam bahasa asalnya. Hal ini untuk mengetahui
kebenaran penerjemahan.
5. Memperbaiki butir instrumen apabila diperlukan.
6. Menguji pemahaman subyek terhadap butir instrumen.
7. Menguji validitas dan reliabilitas instrumen.

Jika instrumen dikembangkan oleh peneliti sendiri, terdapat langkah-


langkah pengembangan instrumen yang hampir baku. Menurut Sumadi
(2014:53); Margono (2010 155-157); & Arifin (2014:244), secara umum langkah-
langkah pengembangan instrumen adalah sebagai berikut ini.
1. Pengembangan spesifikasi instrumen
Spesifikasi instrumen adalah rancangan pokok (grand design) instrumen.
Semua kegiatan dalam pengembangan instrumen dilakukan berdasar spesifikasi
tersebut sehingga spesifikasi harus dibuat secara hati-hati. Spesifikasi harus memuat
semua hal yang akan dilakukan secara spesifik. Hal-hal yang perlu dimuat adalah (a)
wilayah yang direkam, (b) dasar konseptual atau teoritis yang akan digunakan
sebagai landasan, (c) subjek yang akan diambil datanya, (d) tujuan pengambilan
data, (e) materi instrumen, (f) tipe butir pertanyaan atau pernyataan,
(g) jumlah butir pertanyaan dan pernyataan, (h) kriteria seleksi butir pertanyaan
atau pernyataan yang dianggap baik.
Pada tahap ini juga dilakukan analisis variabel penelitian, yaitu mengkaji
variabel yang menjadi subpenelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut
bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan. Peneliti menetapkan jenis
instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel, subvariabel dan indikator-
indikatornya. Satu variabel bisa diukur oleh satu jenis instrumen atau lebih.
2. Membuat kisi-kisi atau layout instrumen
Kisi-kisi berisi lingkup materi pertanyaan, abilitas yang diukur, jenis
pertanyaan, banyak pertanyaan dan waktu yang dibutuhkan. Lingkup materi
pertanyaan didasarkan pada indikator variabel. Artinya setiap indikator akan
menghasilkan beberapa lingkup isi pertanyaan dan abilitas yang diukur. Abilitas
yang dimaksudkan adalah kemampuan yang diharapkan dari subjek yang diteliti.
3. Penulisan butir-butir pertanyaan atau pernyataan
Pada tahap ini, peneliti menyusun butir atau pertanyaan yang sesuai
dengan jenis instrumen yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi. Jumlah pertanyaan
bisa dibuat lebih dari yang telah ditetapkan sebagai indikator pada kisi-kisi.
4. Telaah dan revisi butir-butir pertanyaan atau pernyataan
Butir-butir pertanyaan dan pernyataan harus ditelaah secara cermat apakah
sudah sesuai dengan yang dirancangkan atau apakah perlu direvisi. Telaah dan
revisi butir-butir pertanyaan dan pernyataan dilakukan oleh team, akan lebih baik
apabila diselenggarakan dalam kegiatan seperti seminar, agar butir-butir
pertanyaan dan pernyataan itu dapat dicermati dari berbagai aspeknya. Aspek-
aspek utamanya adalah (a) kesesuaian dengan spesifikasi, (b) kesesuaian dengan
landasan teoretis, (c) kesesuaian dengan format yang dilihat dari sudut ilmu
pengukuran, (d) ketepatan bahasa yang digunakan dengan melihat dari sudut
bahasa baku dan subjek yang memberikan respon.
5. Penyusunan butir-butir pertanyaan atau pernyataan ke dalam perangkat
instrumen
Dalam penyusunan butir-butir pertanyaan, masing-masing pertanyaan
bebas satu sama lain atau respon subjek penelitian terhadap suatu pertanyaan
tidak boleh mempengaruhi responnya terhadap pertanyaan yang lain. Peneliti
juga melengkapi instrumen dengan petunjuk pengisian dan pengantar.
6. Uji coba instrumen
Instrumen yang dibuat sebaiknya diuji coba. Uji coba dilakukan untuk
memperoleh informasi awal mengenai kualitas instrumen yang dikembangkan.
Karaktristik subjek uji coba harus sama dengan karakteristik subjek penelitian.
7. Analisis uji coba
Hasil uji coba dianalisis dengan cara menguji kualitas setiap butir
pertanyaan atau pernyataan. Analisis butir pertanyaan (atribut kognitif) mencari
informasi mengenai distribusi respons, taraf kesukaran, dan daya beda. Analisis
butir pernyataan (atribut non-kognitif) mencari informasi mengenai distribusi
respons dan daya beda butir pernyataan.
8. Pengujian reliabilitas dan validitas instrumen
Realibilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil pengumpulan data
jika instrumen digunakan oleh seseorang atau kelompok orang yang sama dalam
waktu berlainan atau jika instrumen itu digunakan oleh orang yang berbeda dalam
waktu yang sama atau waktu yang berlainan. Dari hasil reliabilitas, instrumen dapar
dipercaya atau dapat diandalkan. Sementara untuk menguji validitas terdapat tiga
macam cara, yaitu validitas isi, validitas construct, dan validitas kriteria.
9. Penentuan perangkat akhir instrumen
Berdasarkan hasil analisis didapatkan butir-butir yang sesuai dengan
spesifikasi. Kemudian disusun menjadi perangkat akhir instrumen yang akan
digunakan dalam penelitian. Pada tahap ini, instrumen direvisi, misalnya dengan
membuang intrumen yang tidak perlu, menggantinya dengan yang baru atau
perbaikan isi, redaksi, tata letak dan bahasa.
F. CONTOH INSTRUMEN PENELITIAN

Contoh Instrumen Penelitian

Pengembangan.
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN POP-UP MATH BOOK
BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK PADA MATERI BANGUN
RUANG SISI DATAR KELAS VII SMP NEGERI 16 KOTA
JAMBI oleh:
Rhomiy Handican (A1C211065)-Universitas Negeri Jambi 2015

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat di identifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan media pembelajaran Pop-up math book dalam
pembelajaran matematika materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP
Negeri 16 Kota Jambi
2. Bagaimana persepsi siswa terhadap penggunaan Pop-up Math Book berbasis
pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi Bangun Ruang
Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi?
3. Bagaimana pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan menggunakan Pop-up
Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada
materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi?

Tujuan Pengembangan
Tujuan dari Penelitian pengembangan yang dilakukan peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menghasilkan media Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik
pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota
Jambi.
2. Untuk mengetahui persepsi siswa terhadap penggunaan media Pop-up Math
Book berbasis pendekatan saintifik sebagai media pembelajaran pada materi
Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP Negeri 16 Kota Jambi.
3. Untuk mengetahui pencapaian siswa melalui hasil belajar dengan
menggunakan Pop-up Math Book berbasis pendekatan saintifik sebagai
media pembelajaran pada materi Bangun Ruang Sisi Datar di kelas VIII SMP
Negeri 16 Kota Jambi.

21
Model Pengembangan

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ADDIE.


Model ini sesuai dengan namanya terdiri dari lima tahap utama yaitu (A)nalisis,
(D)esign, (Dlevelopment, (I)mplementation, dan (Elvaluation yang dilakukan
dengan tahap yang sistematik.

Tabel 3.1 tabel ADDIE (R.M. Branch. 2009 : 3)

Analyze Design Develop Implement Evaluate

K mengidentifikasi Verifikasi Menghasilkan Menyiapkan Menilai

alasan kemungkinan performa yang produk dan lingkungan kualitas produk


N
untuk sebauh diinginkan dan memvalidasi belajar dan pembelajaran

E kesenjangan metode produk mengikutser dan prosesnya,


P pelaksanaan pengujian yang penelitian -ta peserta sebelum dan
tepat pembelajaran didik sesudah
implementasi

p 1. Memvalidasi 1. Mengadakan 1. Uji Coba 1. Menyiapk 1. Level 1


Kesenjangan inventaris yang Perorangan -an guru persepsi
R Pelaksanaan dibutuhkan 2. Uji Coba 2. Level 2
2. Menyiapk
O2. Menetapkan 2.Menyusun Kelompok -an siswa pengetahuan
s Tujuan Tujuan Kecil 3. Level 3
3. Menganalisis Pelaksanan 3. Uji Coba pelaksanaan
E Lapangan
Pembelajar atau
D pengembangan
4. Sumber daya yang
p 3.Menghasilkan
tersedia
R 5. Membuat Strategi
Rencana Pengujian
Kerja
PENUTUP
Instrumen penelitian merupakan salah satu komponen penting dalam
penelitian. Instrumen penelitian dapat didefinisikan sebagai alat yang digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian agar data lebih mudah diolah dan memperoleh
hasil penelitian yang berkualitas. Dalam mengembangkan instrumen, peneliti perlu
mengetahui jenis-jenis instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian. Secara
umum, jenis-jenis instrumen dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu instrumen
tes dan non tes. Masing-masing jenis tersebut masih memiliki berbagai macam jenis.
Selain jenis instrumen, peneliti juga perlu mempertimbangkan skala pengukuran
yang akan digunakan dalam penyusunan instrumen. Dengan demikian peneliti dapat
menyusun instrumen penelitian yang berkualitas dengan mengikuti beberapa langkah
penyusunan instrumen.

41
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2014). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Bam. Bandung:


Rosdakarya.
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Kerlinger, F. N. (2014). Asas-asas Penelitian Behavioral tEdisi Ketiga). (L. R.
Simatupang, Terjemahan). Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Margono, S. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan, Komponen MKDK. Jakarta:
Riena Cipta.
Mustafa, Z. (2013). Mengurai Variabel Hingga Instrumentasi. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode, dan Prosedur (Edisi
Pertama). Jakarta: Kencana.
Sudaryono, Margono, G, & Rahayu, W. (2013). Pengembangan Instrumen
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D1. Bandung: Alfabeta
Sukardi. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sumadi, S. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Trianto. (2011). Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi
Pendidikan tenaga Kependidikan (Edisi Pertamal. Jakarta: Kencana.

42

Anda mungkin juga menyukai