Ayat Hafalan
QS. Al-Baqarah: 30
Ali- Imran : 104, 110, 190
QS. Al-Ahzab: 72
QS. Al-Maidah: 5-6
IBADAH
Note: Hafal bacaan shalat dan artinya, pelajari buku kontroversial shalat (Syakir
Jamaluddin)
A. Pengertian Ibadah
Ibadah menurut bahasa taat, pasrah, mengabdi, merendahkan diri dan semacamnya
kepada Allah swt. Sebagai pencipta alam semesta berikut isinya. Sedangkan menurut istilah
ibadah adalah segala ketaatan yang dilakukan hanya kepada Allah untuk mendapatkan
ridho-Nya.
Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT,karena didorong dan
dibangkitkan oleh aqidah tauhid.
Ibadah itulah tujuan hidup manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Adz-
dzaariat :56, yang artinya : “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka meangabdi (ibadah) kepada-Ku”.
Defenisi Ibadah dirumuskan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah sebagai berikut :
“Ibadah adalah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada ALLAH, dengan mentaati segala
perintah-perintah-Nya, menjauhi segala larangan-laranganNya dan mengamalkan segala
yang di izinkanNya.”
Salah satu wujud dari rasa sykur kita kepada Allah swt adalah dengan beribadah kepada-
Nya.
B. Macam-macam Ibadah
1. Ibadah Umum (am)
Adalah segala amalan atau perbuatan yang dilakukan oleh manusia dan bersifat umum
yang pelaksanaannya tidak ditentukan dalam Islam.
Dalam hal ibadah umum berlaku qaidah fiqh bahwa segala urusan muamalah dibolehkan
kecuali yang dilarang atau ada pelarangan.
Prinsip-prinsip muamalah antara lain :
- Saling meridhoi atau adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
- Al-adhlu (adil) yaitu memihak pada kebenaran
- Mengandung unsur manfaat/mashlahat
- Bebas dari semua yang bersifat curang
2. Ibadah khusus (khash)
Adalah amalan-amalan ketaatan yang dijelaskan secara rinci dalam Islam atau
berdasarkan pada apa yang pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad saw.
Ibadah khusus dapat pula diartikan apa yang telah ditetapkan Allah swt akan perincian-
perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.
Dalam hal ibadah khusus berlaku qaidah fiqh adalah tidak diperbolehkan menyembah
kepada Allah kecuali ada perintah dan syariatnya. Seperti sholat (QS. Luqman: 17, QS.
29:45), puasa .Al-Baqarah: 183). “Tidaklah puasa itu menahan makan dan minum melainkan
puasa itu juga menahan dari perbuatan dan perkataan yang tercela. Apabila ada orang yang
mencaci dan menjahilimu maka katakan bahwa saya sedang puasa”(HR.Ibn Khuzaimah).
zakat (QS. 9:103), dan haji (QS.2:196-197)
Syarat ibadah adalah sagala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan sesuatu
amalan.
Rukun ibadah adalah sesuatu yang harus ikut terlaksana dalam melakukan sesuatu
amalan.
C. Syarat ibadah
1. Islam
2. Berakal sehat
3. Suci dari najis dan hadats
4. Menutup aurat
5. Menghadap kiblat
D. Rukun ibadah
1. Ikhlas
2. Itthiba’ (mengikuti tuntunan Rasul)
E. Pokok-pokok Ibadah yang diwajibkan ialah :
1. Thaharah ( bersuci )
2. Shalat lima waktu
3. Zakat
4. Puasa di bulan ramadhan
5. Naik Haji
6.
Pelaksanaan pokok-pokok Ibadah merupakan realisasi adanya aqidah atau iman, ibadah
dan aqidah adalah penting bagi manusia secara filsafat, sosiologis dan psikologis. Tetapi
secara hukum, pokok-pokok ibadah itu adalah wajib atau fardhu atas tiap-tiap muslim,
artinya sesuatu yang dimestikan atau diharuskan dan bila ditunaikan mendapat pahala.
Fardhu itu ada dua macam, yaitu:
1. Fardhu A’in adalah wajib bagi tiap-tiap muslim yang telah dewasa baik perempuan
maupun laki-laki
2. Fardhu Kifayah adalah apabila telah dilakukan seorang atau lebih maka anggota-
anggota masyarakat islam lainnya bebas dari kewajiban itu
Lawan dari pada wajib atau fardhu ialah haram (larangan). Larangan itu apabila
dikerjakan mendapat mendapat dosa yang berujung kepada siksaan. Antara perbuatan wajib
dan perbuatan haram,ada tiga macam perbuatan yaitu :
1. Perbuatan yang masuk sunnah (diutamakan), mustahab (diharapkan) atau mandub
(dianjurkan).
2. Perbuatan yang termasuk kategori ini,bila dilaksanakan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan tidak mendapat siksaan.
3. Perbuatan yang termasuk mubah atau jaiz, yaitu perbuatan yang diperkenankan. Bila
dilaksanakan atau tidak, tidak mendapat pahala atau siksaan.
4. Perbuatan yang makruh, yang apabila tidak dilakukan mendapat pahala, sedang apabila
dilakukan tidak mendapat siksaan maupun pahala.
1. Thaharah
2.Rukun shalat :
Berdiri tegak
Niat
Takbiratul ihram
Membaca al-fatihah
Ruku’
I’tidal
Sujud
Duduk di antara dua sujud
Tasyahud
Shalawat atas nabi
Salam ke kiri dan ke kanan
Tertib
Dirikanlah shalat karena sesungguhnya shalat mampu mencegah kita dari perbuatan keji
dan munkar (QS. 29:45)
Ke – IMM – an
A. Pendahuluan
Gerakan mahasiswa dimanapun berada senantiasa memiliki peran yang signifikan dan
strategis dalam mewujudkan sebuah perubahan. Gerakan mahasiswa menurut Anthony
Giddens memenuhi karakteristik dasar sebuah gerakan sosial, yakni dari segi kolektifitasnya,
kesengajaan pengorganisasiaannya, kesinambungan tujuan dan kepentingan bersama yang
dilakukan di luar institusi yang ada dan bertujuan jangka panjang. Kelahiran IMM
merupakan sebuah keniscayaan sejarah, karena perubahan membutuhkan penggerak atau
actor perubahan yang lahir dari rahim sejarah itu sendiri. Kelahiran IMM adalah sebuah
keharusan sejarah, dimana kondisi umat Islam dan bangsa Indonesia yang mengalami
pengrusakan dari dalam dan luar menuntut lahirnya gerakan mahasiswa yang independent,
murni dan bermoral. Anggun dalam moralitas dan unggul dalam intelektualitas bukan
sekedar bahasa jargon organisasi, melainkan nilai mulia yang senantiasa harus terinternalisasi
dalam diri kader IMM, sebagai identitas. Ilmu amaliah amal ilmiah, merupakan logika
gerakan IMM dalam membumikan setiap gagasannya dan mempertanggung jawabkan setiap
gerakannya.
IMM telah menegaskan diri melakukan keberpihakan kepada yang lemah (mustadhafin),
tetapi tidak ditempatkan dalam konstruk perjuangan kelas. IMM juga tanpa berhenti terus
menerus melakukan pergulatan dalam studi-aksi-refleksi, menyiapkan diri tidak sekedar
sebagai agen perubahan, melainkan akan mendorong diri sebagai pelaku dalam arus
perubahan peradaban (agent of historical change)
B. Sejarah Kelahiran IMM
Secara garis besar kelahiran IMM disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama, yakni faktor internal
dan eksternal.
a. Faktor Internal
Adalah faktor yang berasal dari dalam Persyarikatan Muhammadiyah selaku induk
ortom-ortom yang ada. Faktor ini banyak dipengaruhi oleh motivasi idealisme untuk
mengembangkan ideology Muhammadiyah atau paham Islam menurut Muhammadiyah
sampai kepada cita-citanya. Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi kemasyarakat
berbasis Al Qur’an dan Al Hadits bertujuan untuk menegakkan dan menunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah
SWT (AD Bab II : 3)
Cita ideal ini mengharuskan Muhammadiyah untuk mampu memasuki seluruh lini
kehidupan manusia yang heterogen, termasuk di dalamnya adalah kalangan mahasiswa.
Walaupun Muhammadiyah sebagai anggota istimewa Masyumi, terikat ikrar Abadi umat
Islam yang dicetuskan pad tanggal 25 Desember 1949 yang salah satu isinya menyatakan
bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam adalah HMI. Namun Muhammadiyah
secara institusional berpendapat bahwa kehadiran HMI sebagai organisasi mahasiswa
Islam terlalu terbuka dengan berbagai macam faham keagamaan yang dibawa oleh
masing-masing anggotanya, hal ini tidak memungkinkan bagi HMI untuk membawa misi
pencerahan dakwah amar ma’ruf nahi munkar Muhammadiyah.
Akhirnya pada Muktamar Muhammadiyah ke – 25 pada tahun 1936 di Jakarta.
Muhammadiyah bertekad untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah yang
ditindaklanjuti dengan perintisan Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang yang
berdiri pada tanggal 18 November 1955 dan secara berturut-turut diikuti dengan
berdirinya Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Jakarta dan di Surakarta, Akademi
Tabligh Muhammadiyah di Yogyakarta serta Fakultas ILmu Sosial di Jakarta. Kemudian
pada tahun 1962 diadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta,
kemudian pada tanggal 15 Desember 1963 didirikan Lembaga Dakwah Mahasiswa yang
kemudian diusulkan berubah nama menjadi IMM. Selanjutnya Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) secara resmi berdiri pada tanggal 14 Maret 1964 di Jogjakarta,
berdasarkan SK PP Muhammadiyah tanggal 14 Maret 1964/29 Syawal 1384 H.
Adapun pendiri IMM antara lain : Djazman Al Kindi, Soedibjo Markoes, M. Amien Rais,
Yahya Muhaimin, dan Rosyad Saleh
b. Faktor Eksternal
Adalah faktor yang berawal dari luar Muhammadiyah atau kondisi umat Islam dan
kondisi bangsa Indonesia pasca kemerdekaan yang mengalami banyak pergolakan.
Kondisi umat Islam pra dan pasca kemerdekaan cenderung tidak mengalami
perkembangan yang signifikan. Umat Islam masih terjebak dalam ritus beragama yang
berkembang di masa lalu yang banyak dipengaruhi oleh budaya nenek moyang yang
mengarah kepada sinkritisme bahkan animisme yang bertolak belakang dengan ajaran
Islam yang murni. Hal ini tidak hanya melanda masyarakat yang rata-rata memiliki
tingkat pendidikan yang rendah tapi juga kalangan mahasiswa, yang seharusnya berfikir
lebih maju dibanding masyarakat secara umum. Umat Islam pada masa itu juga
terjerembab sangat jauh dalam kemiskinan dan kebodohan yang terstruktur akibat
penjajahan di masa pra kemerdekaan. Kemiskinan dan kebodohan ini adalah faktor utama
yang menyebabkan terjadinya kemerosotan paham agama yang terdistorsi oleh
ketidakmampuannya melawan hegemoni budaya nenek moyang yang sinkritis tersebut.
Sedangkan kondisi kebangsaan pada masa itu banyak diwarnai gerakan komunis PKI
yang secara terang-terangan memberangus seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa yang
banyak dipelopori oleh ormas-ormas Islam. Hal ini semakin diperparah dengan terjadinya
pergolakan ditingkat OKP (Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda). Organisasi
mahasiswa dan kepemudaan menemui jalan buntu dalam mempertahankan independensi
dan partispasi aktif dalam membangun bangsa pasca kemerdekaan. Bahkan gerakan
mahasiswa sudah mulai terpolarisasi (terkotak-kotak) oleh kepentingan sesaat
(pragmatisme) sehingga semakin lama semakin melemah dan berekses terhadap
persatuan dan kesatuan dalam skala nasional.
C. Maksud dan Tujuan IMM
Maksud didirikannya IMM adalah sebagai berikut :
1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa
2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
3. Sebagai upaya untuk menopang, pelangsung, penyempurna cita-cita pembaruan dan amal
usaha Muhammadiyah
4. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan
bangsa, umat dan persyarikatan
Tujuan didirikannya IMM adalah sebagai berikut :
Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlaq mulia dalam rangka mencapai
tujuan Muhammadiyah (AD Pasal 7)
D. Enam Penegasan IMM
Peresmian berdirinya IMM di Gedung Dinoto ditandai dengan penandatanganan Enam
Penegasan IMM oleh KH Ahmad Badawi (Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu), yang
berbunyi :
1. IMM adalah gerakan mahasiswa Islam
2. Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM
3. Fungsi IMM adalah organisasi yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-
undang, peraturan, serta dasar dan falsafah Negara
4. Ilmu adalah amaliah dan amalan adalah ilmiah
5. Amal IMM adalah Lillahi Ta’ala dan senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat
6. IMM adalah pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah
E. Identitas IMM
1. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah organisasi kader yang bergerak dibidang
keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah
2. Sesuai dengan gerakan Muhammadiyah, maka Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
memantapkan gerakan dakwah ditengah-tengah masyarakat, khususnya dikalangan
mahasiswa
3. Setiap anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, harus mampu memadukan
kemampuan ilmiah (intelektual) dan aqidahnya (spiritual)
4. Oleh karena itu, setiap anggota harus tertib dalam beribadah, tekun dalam studi dan
mengamalkan ilmunya untuk menyatalaksanakan ketaqwaan dan pengabdiannya kepada
Allah SWT.
D. Falsafah Gerakan IMM
1. Semua amal gerak harus diabdikan kepada Allah SWT
2. Keikhlasan harus menjadi landasan gerak
3. Ridha Allah harus senantiasa menjadi ghirahnya, karena tidak ada perjuangan yang
berhasil tanpa ridha Allah
4. Tenaga perbuatan (power of action) sangat menentukan karena nasib kita tergantung
kepada usaha kita masing-masing (Ar Ra’du : 11)
F. Postur Kader IMM
1. Kompetensi dasar aqidah adalah kemampuan kader untuk memformulasikan kehidupan
berjiwa tauhid menurut ajaran Islam. Indikatornya adalah :
a. Aqidah yang terimplementasi dalam sikap hidup yang membebaskan diri dari
penghambaan terhadap segala sesuatu selain Allah dan terhadap sesama (penindasan,
ketundukan pada penguasa, dll)
b. Tertib dalam Ibadah juga terefleksikan dalam bentuk kepekaan dan kepedulian sosial,
yang dalam bahasa Al Qur’an mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
c. Menggembirakan dakwah, artinya memiliki kreatifitas dalam merumuskan metode
dakwah, perjuangan atau aktivitasnya
d. Akhlakul karimah, yang menjadi bagian identitas dirinya selaku pemimpin
Perisai pena : berarti lambang yang menuntut ilmu berlapis tiga maknanya ; iman, islam dan
ihsan atau iman, ilmu dan amal
HITAM
Kekuatan, ketabahan dan keabadian
KUNING
Kemuliaan tujuan
MERAH
Keberanian dalam berpikir, berbuat dan bertanggung jawab
HIJAU
Kesejahteraan
PUTIH
Kesucian
SINAR MATAHARI
Lambang muhammadiyah
MELATI
Kecintaan, keharuman IMM itu sebagai kader muda
muhammadiyah dalam pitanya berarti berlomba-lomba dalam
kebijakan
TANGKAI BUNGA TINGGI
Ketauhidan
LIMA SINAR MATAHARI
Rukum islam
ENAM KELOPAK BUNGA
Rukum iMAN
DUAN BUAH DAUN
Syahadatain
PITA
kegembiraan
Ke-Muhammadiyah-an
A. Pendahuluan
Ormas atau organisasi kemasyarakatan memiliki peran yang signifikan dalam sejarah
panjang bangsa Indonesia, baik itu pra kemerdekaan maupun pasca kemerdekaan. Ormas
senantiasa berada dibaris depan dalam perjuangan bangsa merebut kemerdekaan dari
penjajah.
Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) telah memberikan
konstribusi positif dalam memajukan bangsa Indonesia dari semua aspek. Ormas dengan
kekuatan dan jejaring anggotanya yang sampai di daerah-daerah serta berbagai sarana
pendidikan, kesehatan, sosial yang dimilikinya mampu meningkatkan kualitas masyarakat
Indonesia ketika terpuruk pada masa awal pasca kemerdekaan. Salah satu ormas yang
membantu bangsa ini dalam meraih kemerdekaannya sekaligus meningkatkan kualitas dan
kesejateraan hidup masyarakat pasca kemerdekaan adalah Persyarikatan Muhammadiyah.
Secara etimologis Muhammadiyah berasal dari dua suku kata ; Muhammad dan iyah.
Muhammad berarti Nabi dan Rasulullah (Muhammad SAW) sedangkan Iyah berarti
pengikut. Jadi persyarikatan Muhammadiyah secara etimologis berarti peningikut nabi
Muhammad SAW, dalam arti mengamalkan sunnah-sunnahnya sekaligus jejak
perjuangannya dalam memajukan agama Islam. Muhammadiyah merupakan gerakan Islam,
dakwah amar makruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan sunah,
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Zulhijah 1330 H, bertepatan 18 November
1912 Miladiyah di Kauman kota Yogyakarta. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada
pemerintah pada waktu pendiriannya, terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan
sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi,
Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota.
B. Sejarah Kelahiran
Secara garis besar kelahiran Muhammadiyah dilandasi oleh 2 (dua) faktor utama, yakni
faktor subjektif dan faktor objektif. Faktor subjektif adalah faktor yang datangnya dari KH.
Ahmad Dahlan secara personal, sedangkan faktor objektif terbagi menjadi 2 (dua), yakni
internal atau kondisi umat Islam dan bangsa Indonesia dan eksternal atau kondisi umat Islam
secara global.
a. Faktor subjektif
ini dilandasi oleh perenungan (kontemplasi) KH. Ahmad Dahlan yang melakukan
pembacaan secara kritis terhadap kondisi umat dan bangsa. Beliau menilai ajaran Islam
yang universal (rahmatan lil alamin) yang bersumber dari AL Qur’an dan As Sunnah
tidak dipahami dan tidak dinyatalaksanakan dengan konsisten, hal ini menurut beliau
menyebabkan terjadinya bias dalam beragama (signifitasi), dimana umat Islam
menjalankan Islam tidak sesuai dengan sumbernya melainkan cenderung terhegemoni
oleh ajaran nenek moyang maka yang terjadi adalah nilai ajaran Islam terdistorsi oleh
ajaran nenek moyang (animisme dan sinkritisme) dan menyebabkan lahirnya penyakit
tauhid yakni takhyul, bid’ah dan khurafat. Selain itu beliau melihat, rendahnya
pemahaman agama (Islam) umat pada masa itu menyebabkan sebagian besar umat
terkungkung dalam kemiskinan dan kebodohan karena menganggap kedua hal tersebut
adalah takdir semata yang harus diterima begitu saja, padahal Islam mengajarkan
optimisme dalam menjalankan hidup, bahkan beliau sangat risau ketika melihat Islam
hanya diamalkan sebagai ritus semata.
Hal ini membuat beliau tergerak untuk menghadirkan Islam yang transformatif, yang
membangun hubungan dengan Allah (transenden), sekaligus membebaskan manusia dari
kemiskinan dan kebodohan struktural, serta penindasan bahkan penghambaan manusia
atas manusia (liberasi) dan mengajarkan umat untuk membangun hubungan yang baik
atas sesama makhluk dengan prinsip tolerasi, egaliter, tolong menolong, dan lain-lain
(Humanitas). Upaya tersebut diyakini oleh KH. Ahmad Dahlan akan lebih baik dan lebih
cepat terwujud apabila dilakukan secara bersama, diorganisir, terencana, sistematis,
kontinyu dan senantiasa berlandaskan keikhlasan ( Al Imran 104).
b. Faktor Objektif
- Internal
Pada abad XIX kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia telah semakin mantap, yang
tentu saja secara langsung berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan di dalam
masyarakat. Secara politik, kontrol pemerintah kolonial terhadap wilayah, penguasa
lokal, dan masyarakat secara umum telah berjalan secara sistematis melalui jaringan
birokrasi kolonial yang telah mampu bcrpengaruh sampai tingkat yang paling rendah’
walaupun di beberapa daerah, terutama di luar pulau Jawa, masih terjadi perlawanan
terhadap perluasan kekuasaan kolonial. Politik tanam paksa yang dilakukan penjajah
semakin memperburuk kondisi masyarakat pada masa itu.
Pemerintah kolonial juga membatasi pendidikan hanya untuk sedikit rakyat pribumi
khususnya bagi mereka yang ningrat(darah biru) dan pribumi yang mendukung
pendudukan kolonial di Indonesia. Walau begitu, hal ini mampu dimanfaatkan oleh
sebagian rakyat, sehingga secara perlahan komunitas intelektual (terpelajar) terbentuk
dan mulai menyusun strategi untuk mengusir penjajah.
Sejalan dengan kondisi bangsa, kondisi umat Islam Indonesia tidak lebih baik, pada
masa itu sangat jauh menyimpang dari ajaran Islam murni yang bersumber dari Al
Qur’an dan As Sunnah. Islam di Indonesia pada abad XIX juga mengalami krisis
kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan pertentangan internal.
Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa awal melalui
proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan kuantitas
umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang
menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Pengamalan ajaran Islam bercampur dengan
takhyul, bid’ah, dan khurafat. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga terbelenggu
oleh otoritas madzhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak dilakukan
lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur’an yang menjadi sumber ajaran
hanya diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjemahan dan tafsir hanya boleh
dipelajari oleh orang-orang tertentu saja.“’
Begitupun dengan aplikasi atau pengamalan Al Qur’an tidak nampak baik dalam
kehidupan pribadi maupun social kemasyarakatan. Sementara itu, pertentangan yang
bersumber pada masalah khilafiyah dan firu‘iyah sering muncul dalam masyarakat
Muslim, akibatnya muncul berbagai firqah dan pertentangan yang bersifat laten.
Kondisi umat Islam yang sangat merosot sedikit banyak dipengaruhi akibat dari
kedatangan kolonial yang mengalami perlawanan dari umat Islam sehingga langsung
maupun tidak langsung umat Islam menjadi musuh utama kolonial Belanda.
Eksternal
Kondisi umat Islam secara global juga mengalami kemorosotan akibat friksi-friksi yang
kuat karena perbedaan penafsiran, taqlid terhadap ulama dan mazhab tertentu. Di
tengah-tengah kemerosotan itu, sejak pertengahan abad XIX muncul usaha untuk
mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran Islam, akidah, maupun
pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh dominasi
kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab--sebab lain yang ada dalam
masyarakat Muslim itu sendiri muncul ide-ide pemurnian ajaran dan kesadaran politik
di kalangan umat Islam melalui pemikiran dan aktivitas tokoh--tokoh seperti:
Jamaludin Al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan para pendukung
Muhammad bin Abdul Wahab.‘L Jamaludin Al-Afgani banyak bergerak dalam bidang
politik, yang diarahkan pada ide persaudaraan umat Islam sedunia dan gerakan
perjuangan pembebasan tanah air umat Islam dari kolonialisme Barat. Sementara itu,
Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi kestatisan,
syirk, bid’ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam.
Kesadaran tersebut juga mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk melakukan
pembaharuan Islam di Indonesia.
C. Tujuan
Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah
mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah.
Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula. Pada
waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut :
- Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw. kepada penduduk bumi-putra, di
dalam residensi Yogyakarta
- Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya
Hingga tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan redaksional maksud dan tujuan
Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang diselenggarakan di Jakarta bulan Juli
2000 telah ditetapkan maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu : Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang
diridhai Allah SWT (BAB II Pasal 3)
D. Rumusan Ideologis
Ideologi Berasal Dari Kata Idea Dan Logos, Yaitu Ajaran Atau Ilmu Pengetahuan Yang
Secara Sistematis Dan Menyeluruh Membahas Gagasan, Cita-Cita, Angan-Angan Atau
Gambaran Dalam Pikiran Untuk Mendapatkan Keyakinan Mengenai Hidup Dan Kehidupan
Yang Benar Dan Tepat (Jindar Taminy)
Muhammadiyah sebagai gerakan agama yang didalamnya terkandung sistem keyakinan,
pengetahuan, organisasi, raktik aktivitas, yang mengarah pada tujuan yang dicita-citakan
3 (tiga) Pilar ideologi Muhammadiyah :
- Jamaah (warga)
- Jam’iyah (organisasi)
- Imamah (kepemimpinan)
Adapun hal-hal yang mendukung ideology Muhamadiyah adalah :
1. Alam pikiran muhammadiyah telah diadopsi masyarakat luas sehingga menjadi sebuah
gerakan tersendiri yang membedakan dengan gerakan lain
2. Telah memiliki doktrin gerakan
3. Muhammadiyah telah tumbuh sebagai sebuah sistem gerakan yang terorganisasi rapi
untuk mencapai cita-cita sosialnya
4. Telah dianut oleh sejumlah besar umat
5. Mempunyai cita-cita sosial, yaitu masyarakat islam yang sebenar-benarnya
AMAL USAHA
Pengantar Filsafat
Pengantar
Seiring bertambahnya usia, dan seiring dengan semakin kompleksnya perjalanan hidup,
pertanyaan-pertanyaan yang menggugat manusia dan kehidupan semakin sering bermunculan.
Rasa ingin tahu dan keinginan untuk menemukan jawaban-jawaban atas berbagai fenomena
kehidupan semakin besar bahkan tidak mungkin untuk ditahan. Pertanyaan seperti “siapa aku”,
mengapa aku ada”, “apakah hidup ini akan berakhir”, “adakah Tuhan”, “kemanakah aku”, “apa
itu manusia”, “apakah itu kebenaran”, dan sebagainya merupakan pertanyaan yang sering
menghinggapi setiap manusia dimuka bumi.
Apakah filsafat itu
Istilah filsafat mulai dikenal manusia sejak 2.000 tahun lebih yang silam, pada masa kuno. Di
Miletos, Asia Kecil, tempat perantauan orang Yunani. Sejarah filsafat ditandai dengan
munculnya tokoh-tokoh pemikir besar pada zamanya, seperti : Thales, Anaximandros dan
Anaximanes. Theleslah orang pertama yang yang mempersoalkan “subtansi terdalam dari segala
sesuatu”. Kemudian pada abad ke 4 sebelum masehi hadir tokoh filsafat bernama Socrates yang
mengubah jalannya filsafat, yang membumikan filsafat dari penjelajahannya di awang-awang.
Generasi penerus Socrates adalah para muridnya, antara lain Plato, Aristoteles dan lain-lain.
FILSAFAT, secara etimologi, berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. Philos berarti suka,
cinta, atau kecenderungan akan sesuatu. Sophia berarti kebijaksanaan (sebagaian besar ilmuan
memahami kebijaksanaan disepadankan dengan "kebenaran sejati"). Dengan demikian, secara
sederhana, filsafat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan (Nina Winangsih
Syam, 2002: 19)
Filsafat biasanya didefinisikan sebagai upaya manusia dan keseluruhan lingkungan untuk
memperoleh jawaban-jawaban. Filsafat sesungguhnya tidak tidak memberikan jawaban atau
simpulan akhir melainkan mengajarkan kepada manusia untuk berusaha mencari kejelasan dan
kecermatan secara gigih yang dilakukan terus menerus. Filsafat bertujuan untuk mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik, dan menilai pengetahuan ini,
menemukan hakekat-subtansi-nya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk
yang sistematis.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan
yang lebih layak dan tepat. Dengan kata lain filsafat juga berarti tindakan manusia yang
didasarkan atas pemikiran-pemikiran, tetapi tindakan itu tidak merupakan bagian dari filsafat.
Jadi filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai
suatu masalah atau fenomena kehidupan, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu
sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.
Filsafat sebagai pemikiran dan perenungan, mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan
memadainya pengetahuan agar kita dapat memperoleh pemahaman. Untuk itu kegiatan filsafat
dimulai dari meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang
satu dengan lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik dibandingan
dengan jawaban yang tersedia pada pandangan pertama.
Filsafat dengan menggunakan metode-metode tertentu biasa juga disebut dengan filsafat
akademis, sedangkan filsafat awam adalah filsafat yang dibiarkan liar dan bebas. Berfilsafat
dengan metode, berarti lebih terarah dalam mencapai sasaran dan tujuannya.
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi : benar-salah (logika), baik-buruk
(etika/filsafat moral), dan indah-jelek (estetika/filsafat seni). Untuk memasuki filsafat kita
menggunakan beberapa pintu, yakni :
Pintu Defenisi
Berarti mencari jawaban atas berbagai pertanyaan dengan menggunakan metode radikal, integral,
kritis, reflektif, dan sistematis.
1. Radikal
Berasal dari kata radix yang berarti akar. Jadi berfikir dengan metode radikal berarti
senantiasa mencari sumber asli atau otentik ilmu pengetahuan atau masalah tertentu
2. Integral
Berrfikir dengan metode integral berarti memandang suatu masalah/realitas secara holistik,
menyeluruh, tidak parsial dari semua sisi/perspektif. Bahwa sisi yang satu saling melengkapi
dengan sisi yang lain.
3. Kritis
Befikir dengan metode kritis berarti memikiran atau menalar sesuatu secara mendalam
4. Reflektif
Berfikir dengan membayangkan, merefleksikan atau mewakili masa lalu menjadi bahan
pemikiran yang sifatnya proyektif, ke masa depan
5. Sistematis
Berfikir secara runtut atau tersusun dan teratur sesuai dengan susunan atau mekanisme pikir
yang ada
Pintu Tematis/Wilayah Tematis
wilayah tentang ada (being), tahu (knowing), dan nilai (Value) atau biasa juga disebut dengan
ontologi, epistemologi, dan aksiologis. Wilayah ontologis berbicara tentang keadaan ada atau
hal-hal yang bersifat mentafisika, ada, kenyataan, eksistensi, perubahan, tunggal, dan jamak.
Wilayah epistemologis membahas tentang sumber, sarana, keabsahan, dan batas-batas ilmu
pengetahuan, meliputi metodologi, filsafat ilmu (tentang ciri dan cara ilmu pengetahuan
diperoleh), sedangkan wilayah aksiologi meliputi etika (baik atau tidak baik) atau predikat-
predikat nilai betul dan salah dalam arti susila (moral) dan tidak susila (immoral) dan estetika
atau predikat-predikat indah atau tidak indah. Lebih jauh lagi tentang tiga wilayah tematis
filsafat, adalah berikut :
Ontologi
Ontologi atau metafisika umum adalah cabang filsafat ilmu yang mempelajari hakikat
sesuatu (obyek) yang dipelajari ilmu tertentu. Cabang ini dijalankan untuk menghasilkan
definisi, ruang lingkup, dan teori-teori tentang ilmu yang bersangkutan. Ontologi
mempelajari hal-hal yang abstrak yang berkaitan dengan realitas (materi) yang ditelaah oleh
ilmu pengetahuan sebagai obyek.
Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat ilmu yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan gagasan
pengetahuan manusia. Singkatnya, cabang filsafat ilmu ini menjawab pertanyaan mengenai
cara mendapatkan atau mencapai suatu pengetahuan tentang realitas sebagai sebuah ilmu.
Secara etimologi, epistemologi berarti teori pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki
manusia, seperti disebutkan sebelumnya, belumlah serta-merta menjadi ilmu (ilmiah). Sebab
untuk menjadi ilmu, pengetahuan itu harus disusun secara benar, tidak serampangan atau
spekulatif saja. Ketika kita bertanya bagaimana menyusun pengetahuan itu secara benar,
maka kita telah mencoba bergerak di wilayah cabang filsafat ilmu yang disebut epistemologi.
Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah (Suriasumantri, 1984: 105).
Aksiologis
Aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang mempelajari nilai-nilai. Nilai-nilai yang dipelajari
oleh axiologi sebagai cabang filsafat ilmu adalah yang berkaitan dengan pengembangan dan
kegunaan dari ilmu-ilmu itu. Materi pokok dalam axiologi adalah Apakah ilmu (ilmu
pengetahuan) itu bebas nilai? Tesis umumnya adalah ilmu itu bebas nilai, bersifat netral, ilmu
tidak mengenal sifat baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang harus
mempunyai sikap.
Jadi segala sesuatu itu dapat dikatakan benar apabila atau yang dikatakan benar itu apabila
memenuhi kriteria seperti tersebut diatas. Sesuai dengan logika dan jenis kebenarannya dapat
diketahui suatu kebenaran itu menurut jalur-jalurnya yang telah dikemukakan diatas.
2 Cara Berfikir
Cara berfikir atau cara menalar untuk mengambil keputusan tentang suatu masalah, terdapat 2
cara yaitu :
Deduktif
Cara berfikir deduktif dengan menggunakan analisis yang berpijak dari pengertian-
pengertian atau fakta-fakta yang bersifat umum, kemudian diteliti dan hasilnya memecahkan
persoalan khusus
Untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat dan benar dengan cara berfikir deduktif, maka
harus didasarkan pada dasar-dasar deduktif yang benar, karena kesimpulan sangat tergantung
pada dasar-dasar deduksi ini.
Induktif
Cara berfikir induktif berpijak pada fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian diteliti dan
akhirnya dtemui pemecahan persoalan yang bersifat umum.
Cara berfikir ini menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan menyatakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruanglingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
\\\
Pada pembahasan ini dikemukakan tentang beberapa ideologi besar, yaitu yang ideologi
mempunyai pengaruh dan dampak yang sangat kuat kepada masyarakat termasuk para
penganutnya. Sebetulnya tidak mutlak pembahasan ideologi besar, tetapi walaupun demikian
pertimbangannya secara eksistensi dalam kehidupan masyarakat menunjukkan eksis atau tidak
eksistennya suatu ideologi, pembahasan ini pula sebagai ilustrasi atau paparan historis ideologi-
ideologi di dunia.
Ideologi dalam hal inilah tidak dipandang secara abstrak tetapi harus mampu terukur terhadap
kiprah eksistensinya, sehingga tidak heran apabila Soekarno pernah mengatakan tentang
perseteruan ideologi besar dunia. Beliau mengutif mengemukakan: “Bertrand Russel pernah
menulis, bahwa di dalam sejarah manusia adalah dua dokumen historis yang sampai sekarang
menguasai alam-hati dan alam-fikirannya bagian-bagian besar dari umat manusia, dan yang
bersaingan hebat satu sama lain. Dan dokumen historis itu ialah ‘declaration of independence’
Amerika tulisan Thomas Jafferson, dan ‘Manifes Komunis’ tulisan Karl Marx.” (Dibawah
Bendera Revolusi. 1965. Hal: 329).
Untuk mengenal lebih lenjut tentang ideologi di dunia, berikut akan dikemukakan beberapa
faham di dunia, baik yang masih bertahan membasis di masyarakat dunia maupun yang hanya
tercatat dalam blantika politik dunia.
1.Kapitalisme
Kapitalisme merupakan sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa sekitar abad ke-16 sampai
abad ke-19an, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa. Menurut faham
kapitalis, individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat
memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti
tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan
dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara
melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat
kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak
semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan
feodal.
Teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri,
dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan
kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk
membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan
pasaran. Dengan demikian kapitalisme sangat berkeyakinan meraih keuntungan dengan kekuatan
kepemilikan modalnya dan menghegemoni para pekerja atau konsumen untuk selalu tunduk dan
memberikan keuntungan terhadap para kapitalis.
2.Marxisme
Karl Marx dilahirkan tahun (1918-1883) di Treves, yaitu sebuah kota kecil di wilayah Rhineland
Jerman. Beliau keturunan Yahudi dari ayah dan ibunya, yang kemudian ayahnya pindah agama
ke Protestan. Marx menerima pendidikan di Universitas Bon, Berlin dan Jena. Sebagai orang
yang cerdas pemikirian Marx telah menyumbangkan manfaat besar bagi masyarakat dunia,
termasuk terhadap ilmu pengetahuan dan politik. Pada dasarnya Marx sangat memahami
bagaimana politik dapat diciptakan apabila ekonomi masyarakat sudah mampu dibangun.
Sebagaimana dikatakan oleh Hendry J. Schmandt bahwa :
“ Marx sangat anti agama (“aku membenci semua tuhan,” demikian ia pernah berkata), dan
filsafatnya didasarkan atas materialistik. Menurut analisis Marx manusia pertama-tama harus
mempunyai makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal sebelum mereka terlibat dalam
masalah politik, ilmu seni dan agama. Pembentukan sarana kebutuhan pokok yang sangat
mendesak ini, oleh karenanya menjadi pondasi yang di atasnya institusi sosial dan ide-ide
dibangun”. (2005. hal: 516).
Marx merupakan kritikus dari paham liberalisme klasik. Dia berpikir bahwa manusia mempunyai
suatu tujuan yang cukup berbeda dari pemenuhan nafsu yang sederhana atau pengejaran
kesenangan. Dia berpikir bahwa manusia sebagai makhluk hidup yang mana kreativitasnya
memerlukan bentuk organisasi sosial tertentu untuk ekspresinya. Sebagaimana ditulis R. Hoover
(1994. Hal 110),: sebagai berikut:
“ Marx viewed a communist society as having everything in place for a life of maximum
conscious productivity. First of all, basic needs for food, shelter, and clothing would be provided
by the community”. Goods and service would be produced in a way that did not consume all of
people’s productive energy or destroy their motivation to be creative.
Marx memandang suatu masyarakat komunis memiliki segala sesuatunya untuk suatu kehidupan
yang produktivitas dasarnya maksimal. Yang utama, kebutuhan dasar untuk makan, tempat
tinggal, dan pakaian akan disediakan oleh masyarakat. Barang dan jasa akan diproduksi dengan
cara tidak menggunakan semua energi produktif orang-orang atau merusak motivasi mereka
untuk menjadi kreatif. Marx juga menyebutkan kenapa perilaku akan merubah sesuatu, sehingga
orang-orang akan berpartisipasi dengan sukarela dalam suatu sistem: setiap orang akan bekerja
bersama-sama untuk bagian dalam hari kerja sekarang ini. (hal 110)
Marx meyakini bahwa organisasi produksi yang rasional dalam suatu sistem komunis akan
mengatasi penurunan dan akan mengijinkan pemenuhan potensi sosial orang-orang. Namun,
dalam perkembangannya ajaran Marx atau Marxisme telah menjadi pembenaran untuk
sentralisasi kekuasaan negara ditangan penganut Partai Komunis.
3.Sosialisme
Sekitar abad 18 terjadi perubahan besar-besaran dalam perekonomian dunia, khususnya di Barat
yang melahirkan revolusi industri. Dalam perkembangannya adanya revolusi industri yang
ditandai dengan berbagai penemuan baru dan peletakkan mesin sebagai alat ampuh dalam
produksi ternyata belum merasuk diterima masyarakat, bahkan saat itu menimbulkan gejolak
baru karena sebagian masyarakat terutama yang tenagannya tidak terpakai karena adanya mesin
produksi harus terpinggirkan. Upaya untuk menjawab permasalahan dilakukan para kaum
sosialis dan sekaligus menandai lahirnya sosialisme pada abad ke-19 .
Istilah sosialisme mencakup berbagai jenis teori ekonomi dan sosial, mulai dari teori yang
menyerukan pemilikan publik dari monopoli kekayaan alam tertentu sampai teori sepenuhnya
Marxis. Banyak jenis sosialisme yang mempunyai kesamaan dalam seruan mereka akan
kepemilikan dan kontrol bersama, paling tidak terhadap beberapa alat produksi tertentu. Seperti
dikemuakakan J. Schandt, Hendry.(2005 hal 520), Beberapa aliran sosialisme berbeda dalam
beberapa hal yang mendasar, yaitu: (1) tingkat dan sejauh mana kepemilikan dan kontrol
bersama terhadap milik itu dijalankan; (2) doktrin ideologis dan filosofis yang menjadi dasar
program-programnya; dan (3) cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan mereka.
Orang-orang sosialis berpendapat bahwa keperluan bersama akan terpenuhi dengan baik melalui
pembagian kerja dan pembagian yang adil dari hasil kerja tersebut. Mereka menambahkan
gagasan tentang pembagian ekonomis dalam konsep politis yang sederajat. Mereka yang kecewa
dengan kondisi sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri, seperti dapat ditemukan dalam
beberapa tulisan penulis perancis dan inggris abad ke-19 mulai yang mempertanyakan keadilan
dan validitas sistem kapitalis. Di Perancis kembali pada revolusi tahun 1781 dan pada Francois
Babeuf (1760-1797) yang berpendapat bahwa semua orang mempunyai hak yang sama pada
kekayaan diatas bumi ini. Gagasan bahwa persamaan politik tidak mencukupi bahwa paling tidak
harus ada tingkat persamaan ekonomi tertentu menyebar alam pemikiran perancis ketika dampak
teknologi dirasakan di Benua Eropa. Henri Saint Simon (1760-1825), aristokrat yang bertempur
dengan Lafayette di Amerika, menyarankan bahwa hak waris seharusnya dihapuskan, bahwa
setiap orang seharusnya bekerja, dan bahwa resep bagi distribusi hasil-hasil produksi adalah
“dari tiap-tiap orang menurut kemampuannya, untuk setiap orang menurut kebutuhannya”.
Charles Fourier, pemburu perancis lainnya, menyerukan pembentukan kembali tatanan sosial.
Pada masa kecilnya, ia menyaksikan timbunan keras yang berlebihan dari kapal yang tujuannya
menjaga harga tetap tinggi. Fourier mengusulkan pengaturan kembali masyarakat menjadi unit-
unit yang mencukupi diri sendiri (kelompok yang terdiri dari 1620 orang) di mana anggotanya
menggabungkan modalnya untuk tujuan bersama. Doktrin Fourierisme ini menyebar ke Amerika
Serikat di mana sekitar tiga puluh kelompok didirikan yang semuanya tidak bertahan lama.
Kemudian disusul oleh Louis Blanc (1811-1882), pura pegawai rendah pemerintah perancis,
menyungguhkan pendekatan lain pada reformasi sosial. Dalam karya utamanya, Organization of
Labor, ia mengusulkan pembentukan tempat-tempat kerja nasional yang dibiayai oleh negara
tetapi dimiliki dan dijalankan oleh kelompok kerja sama pekerja. Setelah membayar bunga pada
pemerintah dari uang yang diberikan dan setelah menyisihkan jumlah uang yang memadai untuk
membayar pensiun dan mengganti mesin-mesin dan perlengkapan, perimbangan keuntungan
perlu didistribusikan pada para pekerja dengan prinsip “dari tiap-tiap orang menurut
kemampuannya, bagi setiap orang menurut kebutuhannya”. Rumusan ini kemudian diadopsi oleh
Marx.
Di Inggris, gerakan sosialis diprakarsai oleh Robert Owen (1771-1837), seorang pengusaha
kapas yang sukses yang memulai karirnya sebagai penjaga toko dan kemudian menjadi kaya raya
pada umur empat puluh tahun. Sebagaimana pemikir sosialis perancis lainnya, pendekatan Owen
pada persoalan zamannya, pada dasarnya, bersifat romantis. Yakin betul bahwa watak manusia
dibentuk oleh lingkungannya “lingkungan dibentuk untuk dan bukan oleh manusia”. Menurutnya
secara meyakinkan bahwa jika masalah ini sudah menjadi jelas, orang bisa mengambil langkah
untuk memperbaiki nasib kaum miskin dan bukannya menyalahkan kondisi mereka.
Owen mengusulkan bahwa pemerintah perlu membangun perkampungan-perkampungan kerja
sama bagi kaum miskin, bukannya memberi mereka sedekah. Perkampungan ini akan menjadi
unit-unit yang mencukupi diri sendiri sebagaimana kelompok Fourier. Orang-orang akan
menghasilkan produksi yang dibutuhkan untuk konsumsinya sendiri dan mereka akan saling
menukar surplus berbagai jenis barang. Tujuannya tidak hanya meringankan beban kebutuhan
kaum miskin, tetapi juga untuk melatih warga yang baik. Unit-unit kerja sama dan tidak bersaing
jenis ini secara bertahap akan menggantikan sistem kapitalis ketika orang mulai sadar akan
manfaatnya yang besar. New view of Society merupakan upaya Owen pertama untuk
mempropagandakan keyakinan ini. Pada tahun 1825 ia mendirikan perkampungan kerja sama
yang terkenal dengan New Harmony di atas areal tanah seluas 30.000 ha di Indiana. Dua tahun
kemudian proyek ini berakhir karena penduduknya saling bertikai satu sama lain.
Meskipun berbagai teori dan pengalaman sejarah ini tidak begitu penting, ia menjadi transisi bagi
bentuk-bentuk sosialisme modern. Semuanya merupakan serangan terhadap sistem kapitalistik
yang ada, dan mengemukakan cara hidup yang didasarkan pada bentuk kontrol kolektif. Namun
demikian, solusi yang ditawarkan sangat jauh dari realitas, terlalu utopis dan romantis, sehingga
tidak bisa menjadi tolok ukur keberhasilan. Gerakan reformasi sosial yang mereka tawarkan pada
umumnya tumbang ketika keuntungan praktis bagi para pekerja tidak bisa terpenuhi dengan
segera. Ketika sosialisme utopian menyebar inilah Karl Marx menawarkan doktrin sosialisme
“ilmiah” pada dunia.
4.Komunisme
Komunisme merupakan faham dari perkembangan pemikiran Marxisme. Dalam pandangan
Marx terdapat beberapa yang menandai transisi dari Kapitalisme menuju Komunisme yang
sebenarnya: pencapaian dan konsolidasi supremasi politik oleh kaum proletariat, sosialisasi alat-
alat produksi, dan akhirnya masyarakat Komunis. Langkah pertama adalah membawa kaum
proletariat pada posisi kelas yang berkuasa dengan merampas kontrol negara. Pemerintahan oleh
proletariat harus menggantikan pemerintahan Borjuis. (Hendry J. Schmandt: 524).
Paham komunis lahir sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis. Masyarakat
kapitalis merupakan hasil dari suatu ideologi ideologi liberal. Berkembangnya liberalisme
sebagai awal munculnya kapitalisme, mengakibatkan penderitaan rakyat kecil sehingga
komunisme muncul sebagai reaksi atas penindasan terhadap rakyat kecil oleh kalangan kapitalis
yang didukung oleh pemerintah.
Memandang bahwa hakikat, kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Ideologi komunisme
mendasarkan pada sebuah keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial
saja. Manusia pada hakikatnya adalah sekumpulan relasi sehingga yang mutlak adalah komunitas
dan bukan individualitas.
Hak milik pribadi tidak ada karena akan menimbulkan kapitalisme, yang pada gilirannya akan
melakukan penindasan pada kaum proletar. Oleh karena itu, hak milik individual harus diganti
dengan hak milik kolektif dan individualisme diganti dengan sosialisme komunis.
Dalam kaitannya dengan negara, bahwa negara dianggap sebagai manifestasi dari manusia
sebagai makhluk sosial. Mengubah masyarakat secara revolusioner (perubahan secara cepat)
harus berakhir dengan kemenangan kaum proletar. Sehingga pada gilirannya pemerintahan
negara harus dipegang oleh orang-orang yang meletakan kepentingannya pada kelas proletar.
Demikian juga dengan hak asasi manusia dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif
sehingga hak individual pada hakikanya tidak ada. Atas dasar pamahaman ini sebenarnya
komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.
Dalam hal beragama, komunisme yang dirumuskan Karl Marx menyatakan bahwa manusia
adalah suatu hakikat yang menciptakan dirinya sendiri dengan menghasilkan sarana-sarana
kehidupan sehingga sangat menentukan dalam perubahan sosial, politik, ekonomi, kebudayaan,
dan agama. Dalam hal ini, komunisme berpaham atheis (tidak bertuhan) karena manusia
ditentukan oleh dirinya sendiri dan bukan oleh hal-hal lain di luar dirinya. Ciri utama
Komunisme: manusia pada hakikatnya adalah hanya sebagai makhluk sosial, manusia pada
hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan
bukannya individualitas, hak milik pribadi tidak ada, karena hal itu akan menimbulkan
kapitalisme. Dengan demikian hak milik individu harus diganti dengan hak milik kolektif,
individualisme diganti dengan sosialisme komunis, suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi
keuntungan kelas masyarakat secara keseluruhan dan negara adalah manifestasi dari manusia
sebagai makhluk sosial, mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan
kemenangan proletar. Pemerintah negara harus dipegang oleh orang-orang yang meletakan
kepentingan pada kelas proletar. Selain itu negara yang menganut komunisme bersifat atheis
bahkan bersifat antitheis, sehingga melarang dan menekan kehidupan agama.
5.Leninisme.
Nicolai Lenin (1870-1924) dilahirkan dengan Vladimir Llyich Ulyanov, putra intelektual kelas
menengah. Ayahnya pegawai sekolah, dan ibunya anggota bangsawan. Lima anak dalam
keluarga ini semuanya menjadi revolusi, salah satunya dihukum mati pada usia tujuh belas
karena melakukan persekongkolan menentang Tzar. Lenin belajar di Universitas Kazan tetapi
dikeluarkan karena melakukan agitasi politik. Ia kemudian pindah ke St. Peterburg, di sana ia
belajar hukum dan diijinkan untuk menjalani profesi ini. Propagandanya tentang doktrin Marxis
menyebabkannya ditawan dan dideportasi ke Siberia selama tiga tahun. Selama pengasigannya di
sana, ia menggunakan nama Lenin, diambil dari sungai Lena yang terletak dekat tempat
tahanannya. Pada tahun 1900 ia meninggalkan Rusia, menghabiskan sebagian besar waktunya di
London, Paris, dan Genewa. Lima tahun kemudian ia kembali berpartisipasi dalam revolusi yang
gagal tahun 1905. Terpaksa melarikan diri untuk menghindari penawanan, ia menghabiskan
sebagian besar tahun-tahun berikutnya di Switzerland, mencurahkan dirinya untuk melakukan
propaganda rahasia. Awal April tahun 1917, ia kembali ke Rusia dengan bantuan pemerintah
Jerman. Pada November tahun yang sama, ia memimpin penggulingan yang berhasil menentang
rejim moderat Kerensky yang menggantikan pemerintah Tzarist hanya enam bulan sebelumnya.
Lenin adalah pribadi dengan energi yang besar, percaya diri, dan jeli. Bakatnya lebih di bidang
praktis dan politik dari pada teoretis dan ilmiah. Meskipun ia bukanlah pemikir yang brilian dan
orisinal, ia mempunyai kemampuan menggiring teori Marxian ke arah yang diinginkannya.
Terlebih lagi, ia mempunyai kemampuan luar biasa untuk menilai situasi, dan sense of timing
(naluri untuk menentukan waktu yang tepat) yang luar biasa. Ia tidak hanya bagaimana bertindak
tetapi juga kapan harus bertindak. Selama musim panas tahun 1917 yang penuh ketidakpastian,
di antara para pemimpin politik hanya Lenin yang sepenuhnya yakin bahwa ia tahu jalan yang
harus diikuti. Kepercayaan diri yang besar ini, ditambah dengan keteguhannya, yang akhirnya
bisa meyakinkan kalangan Bolshevik yang skeptis untuk mengikuti rencana besarnya. Selama
masa pengasingannya di luar negeri, Lenin menjadi co-editor jurnal revolusioner Iskra. Sebelum
ia meninggal, ia mampu menyulut api revolusi Marxian.(Hal 546)
6.Anarkisme
Istilah anarkisme berasal dari bahasa Yunani an-archos yang artinya tanpa pemimpin. Orang-
orang anarkis percaya bahwa pengesahan atas penggunaan pemaksaan oleh negara adalah bukan
solusi tetapi masalah dalam masyarakat. (Hendry J. Schmandt. 2005. hal 76). Sedangkan Anarkis
berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Sedangkan isme sendiri berarti faham
atau ajarannya Jadi, secara keseluruhan Anarkisme yaitu sesuatu faham yang mempercayai
bahwa segala bentuk negara, pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang
menumbuh suburkan penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan,
beserta perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan. Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis
tanpa pemerintahan. Ia dimulai diantara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan
kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia. Penghapusan eksploitas dan
penindasan manusia hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan
pemerintahan yang menindas.
Anarkis adalah teori politik yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa hirarkis (baik
dalam politik, ekonomi, maupun sosial). Para anarkis berusaha mempertahankan bahwa anarki,
ketiadaan aturan-aturan, adalah sebuah format yang dapat diterapkan dalam sistem sosial dan
dapat menciptakan kebebasan individu dan kebersamaan sosial. Anarkis melihat bahwa tujuan
akhir dari kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara
satu dengan yang lainnya. Atau dalam tulisan Bakunin yang terkenal: Kebebasan tanpa
sosialisme adalah ketidakadilan, dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan
kebrutalan.
Anarkisme berpendapat bahwa ketika institusi pemerintahan tidak lagi ada untuk mencegah dan
menahan rasa kemanusiaan kita, suatu kelimpahan kegiatan masyarakat yang besar akan terjadi.
Orang-orang akan melakukan semua jenis mutualitas dan kerja sama yang tanpa pamrih. Oleh
karena itu, orang-orang anarkis memandang penggulingan kekuasaan pemerintah sebagai pintu
pembuka sisi baik dari sifat manusia. (hal 66)
Orang-orang anarkis sangat sensitif kepada sumber-sumber pemaksaan yang terpisah dari
negara. Mereka juga memandang bahwa dalam teknologi terdapat adanya kecenderungan
terhadap meningkatnya jumlah hirarki dan dominasi didalam masyarakat. (hal 77)
Orang-orang anarkis menyadari bahwa kesetaraan yang absolut akan memerlukan penindasan
perbedaan, mereka berpendapat bahwa setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan utama yang
sama. Orang-orang anarkis lebih menyukai bentuk demokrasi langsung, (hal 78).
Orang-orang anarkis memperluas pemberontakan mereka terhadap dominasi dari bidang
teknologi. Orang-orang anarkis yang modern tidak menolak teknologi, tetapi mereka melihat
teknologi sebagai suatu fenomena yang berbahaya yang harus digunakan dengan hati-hati pada
tingkat pengijinan kontrol individu dan pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan, (hal 78).
7.Fasisme
Tokoh terkenal yang menggulirkan faham Fasis adalah Benito Musolini pada sekitar abad ke-20
di Italia. Musolini memiliki gagasan “gilanya” untuk menguasai dunia, ia pernah berkata berkata
“kita telah menciptakan mitos kita. Mitos kita adalah sebuah keyakinan, sebuah keyakinan besar.
Mitos tidak harus berupa realitas, mitos kita adalah bangsa, mitos kita adalah kebesaran bangsa,
dan untuk mitos ini, untuk kebesaran inilah, kita ingin mengubahnya menjadi kenyataan, kita
taklukkan semuanya”. (Hendry J. Schmandt: 595: 2005). Bagi lenin “negaralah yang
menciptakan bangsa”.
Kata fasisme diambil dari bahasa Italia, fascio, sendirinya dari bahasa Latin, fascis, yang berarti
seikat tangkai-tangkai kayu. Ikatan kayu ini lalu tengahnya ada kapaknya dan pada zaman
Kekaisaran Romawi dibawa di depan pejabat tinggi. Fascis ini merupakan simbol daripada
kekuasaan pejabat pemerintah. Selain itu fasisme merupakan sebuah paham politik yang
mengangungkan kekuasaan absolut tanpa demokrasi. Dalam paham ini, nasionalisme yang
sangat fanatik dan juga otoriter sangat tentara.
Istilah fasisme membangkitkan kenangan tentang Adolf Hitler dan Benito Mussolini dan
gambaran tentang kediktatoran totaliter di negara Jerman, Italia dan Jepang selama Perang Dunia
II. Fasisme merupakan gabungan dari rasisme, nasionalisme, dan otoritarisme yang berpusat
pada suatu keyakinan mistis terhadap superioritas sekelompok orang tertentu. Definisi ini
diilustrasikan dengan fasisme di negara Jerman dengan doktrinnya tentang superioritas bangsa
Arya dan keyakinan pada prinsip kediktatoran Fuhrer yang absolut, (hal 168).
Orang-orang fasis percaya bahwa setiap orang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-
beda. Intinya yaitu bahwa setiap orang harus melakukan usaha yang terbaik untuk setiap tugas
yang diberikan oleh negara kepadanya, (hal 171).
Fasisme berusaha menggabungkan suatu seruan terhadap persatuan dengan otoritarianisme.
Dalam impian orang-orang fasis hanya terdapat solidaritas tetapi tidak terdapat persamaan, (hal
172).
8.Liberalisme
Tokoh-tokoh pelopor lahirnya paham liberal: Thomas Aquinas (1225-1274), Martin Luther
(1483-1546), John Calvin (1509-1564), Baron de Montesquiue (1689-1755), Thomas Jefferson
(1743-1826).
Orang-orang liberal klasik bertindak berdasarkan keyakinan bahwa setiap orang berbagi
kapasitas untuk berpikir dan menuntut atas haknya dalam kebebasan berekspresi. Setiap orang
mampu untuk berpikir dan tidak ada seorangpun yang lebih cocok untuk mengatur seseorang
selain dirinya sendiri.
Imej liberal dalam kehidupan politik mempunyai pengaruh yang kuat. Pemikiran-pemikiran
liberal berkembang didalam suatu sistem pemikiran politis yang mempengaruhi setiap dimensi
hubungan kekuasaan di masyarakat. (hal 16).
Masyarakat liberal diorganisir disekitar dua institusi utama, yaitu pasar dan pemerintahan yang
mencerminkan pilihan rakyat, (hal 17). Tema yang penting dari liberalisme yaitu kebebasan
individu, (hal 22). Orang-orang liberal berpendapat bahwa persamaan yang dimiliki oleh setiap
manusia seperti kebijakan publik yang harus didasarkan pada konsep hak-hak asasi dan
perlakuan yang adil. Orang-orang liberal berpendapat bahwa kebijakan publik seharusnya
didasarkan pada hak-hak dasar dan perlakuan yang sama, (hal 46).
Pada akhir abad ke-18, di Inggris telah terjadi revolusi di bidang ilmu pengetahuan. Revolusi ini
berlanjut dengan revolusi teknologi dan industri. Akhirnya kedua revolusi tersebut membawa
perubahan orientasi masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial dan politik.
Ideologi liberal berpangkal pada pemikiran, bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk
individu yang bebas (liberty). Menurut paham liberalisme, manusia merupakan pribadi yang utuh
dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu mempunyai potensi
yang senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam pengertian inilah maka dalam hidup
masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi
manusia lainnya yang menurut istilah Thomas Hobbes disebut homo homini lupus (manusia
menjadi srigala bagi manusia lainnya). Negara menurut liberalisme harus tetap menjamin
kebebasan individu, dan untuk itu manusia secara bersama-sama mengatur negara.
Dalam hal hubungan agama dengan negara menurut liberalisme, negara harus memberikan
kebebasan bagi warganya untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing, bahkan bebas untuk tidak bertuhan (atheis) sekalipun.
Selain itu, ada pemisahan antara nilai-nilai agama dengan negara, nilai-nilai agama tidak boleh
dicampuradukan dengan nilai-nilai duniawi atau kenegaraan, keputusan dan ketentuan
kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan
individu-individu sebagai warga negaranya. Ciri-cirinya adalah Manusia pada hakikatnya adalah
makhluk individu yang bebas, manusia merupakan pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas
dari manusia lainnya, manusia sebagai individu memiliki potensi yang senantiasa berjuang untuk
dirinya, negara harus tetap menjamin kebebasan bagi warganya untuk memeluk dan beribadah
sesuai dengan agama dan keyakinannya dan negara bersifat sekuler, yakni memisahakan urusan
beragama dengan urusan bernegara.
9.Konservatisme
Orang-orang konservatif tradisional mendasarkan pandangan mereka pada pemikiran bahwa
manusia memiliki kemampuan, karakter dan kualitas yang berbeda-beda. Bagi mereka,
perbedaan-perbedaan ini merupakan faktor yang kritis untuk menemukan jawaban-jawaban
tentang perintah, batas-batas kebebasan, dan keadilan. Tujuan dari institusi konservatif yaitu
untuk menata dunia sehingga menadi tempat yang layak bagi setiap orang untuk bekerja dalam
batas kemampuannya. Tentara, Gereja, keluaga, dan badan hukum merupakan institusi-institusi
yang mencerminkan konsep tradisional tentang perbedaan dan hirarki peranan, (hal 8).
Walaupun orang-orang konservatif percaya pada hak-hak dasar tertentu, tetapi mereka
berpendapat bahwa tujuan institusi politik yaitu untuk meyakinkan bahwa perbedaan-perbedaan
diantara individu-individu akan diakui. Orang-orang konservatif individualis kontemporer
memandang pasar sebagai institusi yang akan menghargai kemampuan dan kerja keras ketika
mengalihkan tujuan usaha yang dilakukan oleh orang-orang yang kurang produktif dimasyarakat,
(hal 46).
Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi mereka pada pembentukan institusi-institusi
sosial dan politis yang akan menghasilkan kekuatan dan meminimalkan kelemahan yang terdapat
pada setiap kepribadian yang berbeda. Mereka memandang masyarakat sebagai suatu jaringan
rencana, otoritas dan keyakinan tertentu yang timbul dari kebiasaan, perbedaan kemampuan, dan
pembatasan pada rasionalitas manusia. Daripada memandang individu-individu sebagai alat
pemikiran kepentingan pribadi, orang-orang konservatif lebih berpendapat bahwa orang-orang
telah menghabiskan hidupnya untuk berjuang karena adanya dorongan kemauan yang besar.
Bagi orang-orang konservatif tradisionalis, masyarakat adalah hal yang utama, (hal 47).
Kebebasan akademis merupakan konsep yang relatif untuk orang-orang konservatif, dan
kebenaran yang utama tentang kebudayaan tidak boleh disangkal dengan pengajaran “yang
salah”.
10.Individualisme
Kaum individualis dikenal sejak jaman konservatif. Dalam masyarakat yang ideal dari
konservatif individualis, terdapat pajak yang kecil, kesejahteraan yang minimal dan tidak ada
wajib militer. Tidak ada keyakinan atau agama yang dipaksakan. Milik pribadi tidak dapat
diganggu gugat.
Mereka para konservatif individualis meyakini akan kebebasan secara individual. Alasannya
didasarkan karena menurutnya setiap individu sangat berbeda dan unik. Karena pemahaman
yang menempatkan kepentingan individu sebagai yang utama, maka mereka cenderung
menginginkan minimalisasi peran pemerintahan, sebagai tujuan politik utama. Dengan demikian
konservatif individualis lebih memandang pemindahan bahwa kekuasaan pemerintahan harus
memberikan bantuan yang riil terhadap kepentingan pribadi sifat manusia.
Bagi konservatif individualis, masyarakat politis tertentu mungkin bergantung kepada inisiatif
individual, (hal 69).
Konservatif individualis percaya pada ketidaksempurnaan. Dan mereka percaya bahwa harapan
terbaik untuk kehidupan manusia terletak pada kebebasan individual, (hal 70).
11.Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah
negara (“nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Para kaum nasionalis berasumsi bahwa negara adalah berdasarkan beberapa
“kebenaran politik” (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas
budaya”, debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak
rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini
terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ.
Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk
mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal
tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam
dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu
negeri. Namun, bila suasanany aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu,
sirnalah kekuatan ini.
Di zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang
berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para
ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem
seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan
negara) yang populer berdasarkan pendapat warga negara, etnis, budaya, keagamaan dan
ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme
mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.
Hubungannya dalam lingkup kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak
rakyat”; “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau yang
menulis buku On the Social Contract. Atau yang dikenal dengan teori kontrak sosial. Kemudian
nasionalisme lingkup etnis, yaitu nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik
didasarkan atas budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johan Gotfried von
Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (Jerman untuk “rakyat”), yang kemudian dipakai
dalil oleh Hitler.
Nasionalisme Lingkup Budaya dan Agama. Lingkup budaya adalah nasionalisme dimana negara
memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama. Sebagai contoh misalnya rakyat Tionghoa
yang menganggap negaranya berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan dimana
golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok.
Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Cina membuktikan keutuhan budaya
Cina. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Cina sebab persamaan
budaya mereka tetapi menolak RRT karena pemerintahannya berpaham komunisme. Kemudian
nasionalisme yang berkaitan dengan masalah agama dimaksudkan bahwa nasionalisme karena
negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Sebagai contoh adanya Zionisme
Israel, Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut
agama Protestan serta nasionalisme di India karena pengaruh kuat agama Hindu.
Ketika nazisme dijalankan, berbagai cara-cara tidak manusiawi dilakukan oleh Hitler. Rakyat
dipropaganda dan didoktrinasi dengan mitos politik yang dikatakan baru pada waktu itu. Selain
itu rakyat dipaksa memuja terhadap pemimpin secara berlebihan, rakyat harus menerima dan
yakin bahwa Hitler selalu benar (Hitler Hat Immer Recht), karena tidak mungkin bertindak salah.
Dengan demikian siapapun yang menentang berarti harus dimusnahkan karena melawan sang
pemimpin yang benar. Lembaga pengawas konstitusional tidak diperlukan, karena ia hanya
menghambat pemimpin dalam menjalankan tugas bangsa.
13.Stoicisme
Mazhab Stoic, institusi akademik Athena terbesar yang terakhir, mempunyai asal mula yang
sejaman dengan Epicureanisme. Namun demikian, sejarahnya lebih panjang, doktrinnya tidak
begitu kaku, dan pengaruhnya jauh lebih besar.
Sebagaimana dikembangkan Stoicisme, ia secara gradual lebih menganggap aspek-aspek positif
dari pada yang ia tunjukan pada langkah-langkah sebelumnya. Idenya mengenal masyarakat
mistik di mana semua orang setara di bawah satu hukum alamiah yang universal mulai
memperoleh maknanya dalam konteks politik. Alih-alih polis kuno, pemikiran orang-orang Stoic
menggantikan kosmo polis dengan kewargaannya, persaudaraan manusianya dan pengikatan
hukum universal terhadap semua rakyat. Negara ideal harus meliputi seluruh dunia sehingga
seseorang tidak perlu mengatakan, “saya orang yunani” atau “saya orang sidon”, melainkan
“saya warga dunia.” Negara-negara yang ada hanyalah kebutuhan temporer, sementara orang-
orang yang bijak berada sejauh mungkin darinya seraya mengharapkan persaudaraan semua
manusia dalam kewargaan dunia. Aspek universal Stoicisme mengharap orng-orang Romawi
yang agaknya ditakdirkan untuk membawa semua ras ke dalam kontrol politik mereka. Untuk
bisa terima oleh filsafat politik mereka, Stoic harus dibersihkan dari unsur-unsur kesendirian
menuju kehidupan publik dan dijadikan untuk lebih bisa diaplikasikan secara langsung pada
ideal-ideal politik. Tugas merevisi ini jatuh pada Panaetius dari Rhodes (189-109 SM).(Hal 117).
Panaetius, sebagaimana koleganya dari yunani, polybius, merupakan seorang raja sangat
bergairah. Keduanya merupakan teman akrab Scipto Africanus dan mereka dikelilingi oleh
masyarakat Romawi yang hebat dan cerdas. Dalam lingkaran ini telah dapat pengaruh
pentransmisian filsafat Yunani ke Romawi baru. Panaetius, sebagai penafsir utama pemikiran
Yunani selama masa ini, mengembalikan filsafat Stoic menurut arahan Plato dan Aristoteles.
Dengan cara demikian, dia berhasil menghadirkan Stoicisme kepada sahabat-sahabat
Romawinya yang berpengaruh dalam bentuk yang bisa diterima. Alih-alih menolak aktivitas
politik Panaetius menyebukan bahwa pekerjaan tertinggi manusia adalah mendedikasikan dirinya
pada persoalan publik. Stoicisme merupakan mazhab yang mendidik negarawan sebaik para
filsuf. Bersama-sama dengan doktrin hukum universal dan kewargaan dunia, Stoic baru
tampaknya menyeru kepada temperamen dan pandangan orang-orang Romawi yang dimasukan
ke dalam sistem politik dan hukum mereka.
Marcus Aurelius, tokoh terkemuka dari mazhab Stoic, merepresentasikan tipe baru kebajikan
Stoic. Dia bukan hanya menghabiskan waktu secara sungguh-sungguh untuk meditasi namun
mencurahkan 16 jam setiap harinya pada pemerintah kerajaan Romawi. Tetapi apa yang terbaik
dari semua pelayanan publik ini jika, sebagaimana klaim Stoicisme, dunia tidak berarti dan jika
kesehatan, kekayaan atau kekuasaan yang ada pada mereka tidak berguna? Bagi Aurelius dan
kaum Stoic baru, jawabannya sangat jelas, bahwa hidup adalah seperti permainan. Apa yang
nyata adalah bahwa permainan bisa dihadirkan secara benar dan para pemain bisa memenuhi
bagian-bagian mereka secara benar. Tuhan memberi setiap individu suatu peran: seseorang
mungkin berada dalam kasta penguasa, yang lain mungkin sebagai budak. Pemain yang baik
harus bisa memainkan keduanya, yang penting baginya adalah menerima peran tersebut tanpa
berlebihan atau mengeluh dan menjalankannya dengan baik. Bagian dalam permainan,
sebagaimana semua hal di dunia ini, semuanya tidak berguna. Namun untuk menjadi pemain yag
baik seseorang harus menjalankan fungsinya, apa pun peran yang harus dilakukan. Dia harus
berupaya menuju kesempurnaan apakah dengan berperan sebagai raja ataukah budak karena
kebaikan watak terletak pada perbuatan menuju kesempurnaan tersebut. Dengan penalaran itu
Stoicisme bisa memberikan bimbingan untuk para wali maupun pelayan publik.(Hal 118).
14. Pancasila
Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr.
Muhammad Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno. Orang pertama yang memberikan
pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin. Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan lima
asas yaitu: a. peri kebangsaan, b. peri ke Tuhanan, c. kesejahteraan rakyat d. peri kemanusiaan e.
peri kerakyatan. Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan
pula lima asas yaitu: a. Persatuan b. mufakat dan demokrasi c. keadilan sosial d. Kekeluargaan e.
musyawarah.
Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara
Indonesia merdeka yaitu: a. Kebangsaan Indonesia b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan c.
Mufakat atau demokrasi d. Kesejahteraan sosial e. Ketuhanan yang Maha Esa. Kelima asas dari
Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga
Sila yaitu: a. Sosionasionalisme b. Sosiodemokrasi dan c. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Eka sila yaitu
sila Gotong Royong.
Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang
BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk
membentuk panitia khusus yang diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali
usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang
Anda kenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil. Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan
mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar
Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi a. Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya; b. Kemanusiaan yang adil dan
beradab; c. Persatuan Indonesia; d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan; e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Cirinya: Ideologi Pancasila: Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk individu dan makhluk sosial, Manusia merupakan bagian dari
seluruh anggota masyarakat organis, Mengutamakan kepentingan masyarakat sebagai suatu
kesatuan, Semua golongan berada dalam kesatuan masyarakat yang integral dalam naungan
negara, Negara tidak memihak satu golongan atau kelas yang kuat, kepentingan dan keselamatan
hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan perlu
diutamakan
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Cecep M.Si., Drs., 2002. Wacana Politik Dan Demokrasi. Pustaka Aulia Press:
Bandung.
E. Apter, David. 1987. Politik Modernisasi: PT Gramedia: Jakarta
E. Apter, David. 1996. Pengantar Analisa Politik. LP3S: Jakarta
J. Schandt, Hendry. Filsafat Politik: kajian historis dari zaman Yunani kuno sampai zaman
modern. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
R. Hoover, Kenneth. 1994. Ideology And Political Life. International Thomson Publishing:
California.
Suseno, Franz Magnis. 1989. Etika Dasar. Kanisius. Yogyakarta
Factor eksternal
Penyebab eksternal sebagaimana berikut :
· Pengaruh negative dari aliran-aliran alam pikiran Islam periode sebelumnya
· Pengaruh perang bumi hangus yang dilancarkan oleh bangsa Tartar dari Timur dan serangan
Tentara Salib Nasrani dari Barat.
KESIMPULAN
Dari gambaran diatas penulis dapat mengambil sebuah konklusi bahwa :
1. Kemajuan pemikiran Islam sangatlah erat kaitannya dengan perkembangan peradaban dan
kebudayaan yang ada. Masa kemajuan kita kenal dengan masa keemasan yang puncaknya terjadi
pada dinasti abbasiyah (650-1000 M).
2. Beberapa factor yang mendorong kemajuan Islam, yaitu : terjdinya asimilasi antara bangsa
Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu
pengetahuan, pluralistic dalam pemerintahan dan politik, stabilitas pertumbuhan ekonomi dan
politik, gerakan penterjemahan dan berdirinya perpustakaan-perpustakaan yang menjadi pusat
penterjemahan dan kajian ilmu pengetahuan.
3. Islam bagaikan roda berputar, adakalanya dibawah dan adakalanya diatas, begitu pula yang
terjadi pada perkembangan Islam. Ada kemajuan pasti ada kemunduran. Tetapi kemajuan ini
telah dihancurkan oleh orang Islam sendiri dengan prilakunya yang tidak mencerminkan sebagai
seorang muslim. Seorang pembaharu islam dari mesir mengatakan “isla>m mahju>bun li al-
muslim” (islam itu tertutupi oleh orang islam sendiri). Masa kemunduran (1250-1500 M) terkait
dengan bangsa Mongol dan dinasti Ilkhan, serangan Timur lenk dan dinasti Mamalik di Mesir.
4. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kemunduran Islam adalah adanya factor internal
dan eksternal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap merosotnya ilmu pengetahuan yang sudah
berkembang pesat pada masa Abbasiyah.
http://referensiagama.blogspot.com/Januari/2011
Filsafat adalah salah satu ilmu yang telah dipelajari sejak zaman dahulu dan dianggap sebagai
akar dari ilmu yang saat ini banyak dipelajari didunia (baca sejarah agama islam dan sejarah
islam dunia). Ilmu filsafat diketahui berasal dari budaya bangsa Yunani dan sebagian besar dari
kita mengenal sosok filsuf atau tokoh filosofi dari Yunani seperti Socrates, aristoteles dan lain
sebagainya. Setelah itu kemudian muncul tokoh-tokoh filosofi yang mendalami ilmu filsafat
islam. Meskipun ilmu filosofi islam diadaptasi dari ilmu filsafat bangsa Yunani, ada beberapa hal
yang muncul dari pemikiran para filsuf islam itu sendiri. Untuk mengetahui apa sebenarnya ilmu
filsafat islam dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan, simak penjelasan berikut ini.
(baca perkembangan islam di Eropa dan sejarah islam Arab Saudi)
Sebelum kita mengetahui lebih lanjut tentang ilmu filsafat islam maka kita harus mengetahui
terlebih dahulu definisi ilmu filsafat secara umum. Secara bahasa kata filsafat berasal dari kata
falsafah dalam bahasa Arab dan berasal dari bahasa Yunani philoshophia atau philein yang
artinya mencintai dan Sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi bisa disimpulkan kata filosofi
sendiri diartikan sebagai kecintaan terhadap kebijaksanaan atau pemikiran.Ilmu filsafat yang
sekarang dikenal adalah suatu ilmu yang mempelajari hasil pemikiran manusia dan merupakan
pandangan hidup seseorang yang mendasari pemikirannya akan kehidupan yang ingin ia jalani.
(baca juga hukum menuntut ilmu dan ilmu pendidikan dalam islam)
Orang-orang yang mendalami ilmu filsafat biasanya sering berpikir dan disebut sebagai filsuf.
Banyak tokoh filosofi Yunani yang sangat terkenal hingga hari ini dan nama mereka disebutkan
dalam buku-buku fiksafat dunia. Meskipun demikian tidak berarti bahwa umat islam tidaklah
memiliki dasar ilmu filsafat sendiri. Umat islam atau para cendekiawan muslim dulu banyak
yang merupakan tokoh filosofi dan mereka menuangkan pemikiran mereka sendiri kedalam ilmu
filsafat tersebut.
Ilmu filsafat juga mempelajari hakikat kebenaran suatu ilmu dan berdasarkan pada ajaran dan
nilai-nilai agama islam disebut sebagai ilmu filsafat islam. Meskipun diadaptasi dari nilai-bilai
budaya barat atau YUnani, ilmu filsafat islam tetap memiliki kaidah tersendiri. Hal yang
biasanya dipikirkan atau dibahas dalam filsafat islam adalah mengenai ketauhidan atau
ketuhanan, kerasulan, kitab, hubungan manusia dan sesamanya, lingkungan dan juga ,mencakup
ilmu tasawuf atau kebatinan.(bacahubungan tasawuf dengan ilmu kalam dan pengertian tasawuf
dalam islam)
Telah disebutkan sebelumnya bahwa ilmu filsafat islam berkembang dari adaptasi ilmu filsafat
bangsa Yunani yang berasal dari benua Eropa. Timbulnya ilmu filsafat islam juga tidak jauh
berkaitan dengan perkembangan islam di Eropa tersebut. (baca perkembangan islam di
inggris dan islam di Amerika)
Sejarah filsafat islam dimulai ketika Raja Iskandar Zulkarnain melakukan ekspansi militer ke
beberapa Negara dibenua Eropa dan Afrika dan termasuk menguasai kota Iskandariah di Mesir.
Dikota tersebut yakni sekitar abad ke 3 Masehi, Raja Ptolomeus di Mesir membangun
Universitas Iskandaria dan dari situlah para ilmuwan barat memperkenalkan ilmu filsafat
termasuk diantaranya para cendekiawan atau pemikir dari Yunani. Selanjutnya budaya bangsa
Yunani tersebut mulai mengalami perbaduan dengan budaya baru bangsa Arab dan kemudian
dikenallah ilmu filsafat dalam islam.
Selain kota Iskandariyah, pengarut budaya falsafah bangsa barat juga berkembang dikota Harran
yang terletak disebelah utara negeri Syiria atau yang saat itu dikenal dengan sebutan Syam. Kota
Harran tersebut kemudian jatuh ketangan bangsa Arab dan selanjutnya menjadi lebih terbuka
dengan falsafah dan kebudayaan bangsa barat khususnya bangsa Yunani. Ilmu pengetahuan dan
falsafah saat itu kemudian banyak diterjemahkan kedalam bahasa Arab sehingga bangsa Arab
dapat dengan mudah mempelajarinya. (baca jazirah islam dan perkembangan islam abad
pertengahan)
Baghdad, ibukota Negara Iraq juga merupakan salah satu pusat perkembangan ilmu filsafat pada
jaman dahulu. Setelah Baghdad mengalami perkembangan pesat, pusat studi ilmu dan filsafat
berpindah dari Harran ke Baghdad dan selanjutnya para ahli yang menguasai filsafat juga turut
berpindah ke kota tersebut.
Sebut saja penerjemah terkenal ilmu filsafat dari kalangan bangsa Arab yang terkenal yakni
Tsabit bin Qurrah dan juga Qista bin Luca. Kemajuan pesat ilmu filsafat saat itu memang
didukung oleh para guru dan penterjemah sehingga tidak hanya kota dan kebudayaannya saja
yang berkembang, dizaman itu juga lahirlah sosok penikir islam yakni Al Farabi dan Al Kindi.
(baca islam dan ilmu pnegetahuan)
Dalam ilmu filsafat islam ada beberapa tokoh yang dianggap membawa pengaruh dan karya-
karyanya dikenal oleh sebagian umat muslim saat ini. Beberapa tokoh tersebut antara lain
1. Al-Kindi
Al-Kindi atau Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Ash-Shabah bin Imran bin Ismail bin Al-Asy’ats
bin Qays Al-Kindi dikenal sebagai sosok muslim pertama yang memunculkan gagasan tentang
filsafat dan ia jugalah yang berpendapat bahwa ajaran agama islam sebenarnya tidak berbeda
jauh dengan ilmu filsafat atau falsafah sehingga keduanya bukanlah dua hal yang bertentangan.
Tidak hanya cerdas sebagai filsuf atau pemikir islam yang diakui oleh bangsa barat, Al kindi
juga menghasilkan banyak karya dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya seperti aritmatika dan
musik
2. Al-Farabi
Al Farabi atau Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi‘ adalah seorang tokoh ilmuwan
sekaligus filsuf muslim yang berusaha memadukan beberapa aliran filsafat antara lain aliran
falsafah al taufiqhiyah yang berkembang sebelumnya dari hasil pe mikiran filsuf Yunani seperti
Plato, Aristoteles, Plotinus.
Al farabi juga berpandapat bahwa pada hakikatnya filsafat itu mmeiliki satu tujuan yakni untuk
mencari kebenaran dari suatu hal.
3. Ibnu Rusyd
Abu Walid Muhammad bin Rusyd atau yang dikenal dengan nama ibnu rusyid adalah salah satu
tokoh ilmuwan muslim yang cukup dikenal. Ia juga merupakan salah seorang filsuf yang dikenal
dnegan aliran rasionalnya. Sebagai seorang filsuf dan pemikir, Ibnu Rusyid menjunjung tinggi
akal dan peranananya dalam kehidupan. Ibnu rusyid juga berpendapat bahwa akal fikiran bekerja
dengan didasari oleh pengertian umum atau maj’ani kulliyah dandidalamnya tercakup hal-hal
yang bersifat partial atau disebut juz’iyah.
4. Ibnu Sina
ibnu sina yang terkenal sebagai ilmuwan dalam bidnag kedokteran juga dikenal sebagai seorang
sosok filsuf muslim. Ia berpendapat bahwa semua intelenji atau akal berasal dari Tuhan dan
segala hal yang menyangkut dasar semua ilmu juga berasal dari Tuhan. Ibnu sina jugalah yang
menyatakan bahwa esensi berada dalam akal dan wujud berada diluarakal. Ia juga banyak
membahas mengenai metafisika dan filsafah tentang jiwa.
5. Al-Ghazali
Muhammad bin Ahmad, Al-Imamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali atau yang lebih
dikenal sebagai Al Ghazali adalah salah seorang filsuf ternama yang berasal dari daerah Thusi
yang merupakan bagian dari Negara Persia. Al ghazali banyak menghasilkan karya dibidang
filsafat dan ia pada mulanya berpendapat bahwa ilmu pengetahuan sebenarnya tidak bisa
ditangkan dengan menggunakan panca indera manusia. Al ghazali lebih cenderung percaya
terhadap akal daripada kelima panca indera. Dizamannya, ia pernah menjadi guru besar di
Nidzamiyah, Baghdad selama empat tahun.beberapa kitab karangan Al ghazali yang terkenal
antara lain Ihya Ulum Ad-Din, Tahafut al-Falasifah dan Al-Munqidz min adh-Dhalal
Demikian pengertian, sejarah dan tokoh-tokoh filsafat islam yang bisa diketahui. Semoga
Bermanfaat. (baca juga tasawuf akhlaqi dalam islam dan hubungan akhlak dan tasawuf dalam
islam)
A. Al-Kindi
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imron
ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Kindah merupakan suatu nama kabilah
terkemuka pra-Islam yang merupakan cabang dari Bani Kahlan yang menetap di Yaman.
Kabilah ini pulalah yang melahirkan seorang tokoh sastrawan yang terbesar kesusasteraan Arab,
sang penyair pangeran Imr Al-Qais, yang gagal untuk memulihkan tahta kerajaan Kindah setelah
pembunuhan ayahnya.
Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H dari keluarga kaya dan terhormat. Ayahnya,
Ishaq ibnu Al- Shabbah, adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan Al-Mahdi dan Ar-
Rasyid. Al-kindi sendiri mengalami masa pemerintahan lima khalifah Bani Abbas, yakni Al-
Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al- Wasiq, dan Al-Mutawakkil.
Dalam hal pendidikan Al-Kindi pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan
teologi Islam. Dan ia pernah menetap di Baghdad, ibukota kerajaan Bani Abbas, yang juga
sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu. Ia sangat tekun mempelajari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karena itu tidak heran jika ia dapat menguasai ilmu astronomi,ilmu ukur, ilmu
alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik meteorologi,, optika, kedokteran, matematika,
filsafat, dan politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan ilmu lainnya telah menempatkan ia
menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran filosof terkemuka. Karena
itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Faiasuf al-‘Arab ( filosof berkebangsaan Arab).
a. Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutya filsafat adalah
pengetahuan yang benar ( knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen
yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang
dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan
teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya
agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya.
Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang
benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan
dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah
mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, karena
pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang ke-Esaan-Nya,
tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan
untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari
manapun datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada
kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang
mengatakan dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran,
sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika diibaratkan maka orang
yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama,
dan pada akikatnya orang itu tidak lagi beragama.
Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa
yang menurut mereka telah mutlak digariskan Al-Qur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi,
tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun
demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaaan antara keduanya, yaitu:
1) Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan
agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui
proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
2) Jawaban filsafat menunjukan ketidakpastian ( semu ) dan memerlukan berpikir atau
perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang dibawa Al-Qur’an memberi jawaban
secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak mendewa-
dewakan akal.
b. Jiwa
Tentang jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.
Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan
cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berbeda dari
tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim,
kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Argumen yang
diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu
dan pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat Al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang pendapat
Aristoteles. Aristoteles mengatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah bentuk bagi
badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk kesatuan isensial, dan
kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan jiwa. Sedangkan Plato berpendapat bahwa
kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak
mengakibatkan lenyapnya jiwa. Namun Al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan
bahwa jiwa berasal dari alam ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya,
yakni: daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah
qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena
diqadimkan oleh Tuhan.
3. Moral
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa
sorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri
(Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam para ulama yang
memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa
kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam negara. Ia merasa diri korban
kelaliman negara seperti Socrates. Dalam kesesakkan jiwa filsafat menghiburnya dan
mengarahkannya untuk melatih kekangan, keberanian dan hikmak dalam keseimbangan sebagai
keutamaan pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara. Sebagai filsuf, Al-Kindi
prihatin kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Karena
itu dalam akhlak atau moral dia mengutamakan kaedah Socrates.
B. Al-Farabi
1. Biografi
Nama lengkapnya Abu Nashr Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Auzalagh.
Dikalangan orang-orang latin abad tengah, Al-Farabi lebih dikenal dengan Abu Nashr. Ia lahir di
Wasij, Distrik Farab (sekarang kota Atrar), Turkistan pada 257 H. Pada tahun 330 H, ia pindah
ke Damaskus dan berkenalan dengan Saif al-Daulah al-Hamdan, sultan dinasti Hamdan di
Allepo. Sultan memberinya kedudukan sebagai seorang ulama istana dengan tunjangan yang
sangat besar, tetapi Al-Farabi memilih hidup sederhana dan tidak tertarik dengan kemewahan
dan kekayaan. Al-Farabi dikenal sebagai filsuf Islam terbesar, memiliki keahlian dalam banyak
bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta mengupasnya secara
sempurna, sehingga filsuf yang datang sesudahnya, seperti Ibnu Sina dan Ibn Rusyd banyak
mengambil dan mengupas sistem filsafatnya.
2. Pemikirannya
Al-Farabi berusaha memadukan beberapa aliran filsafat yang berkembang sebelumnya terutama
pemikiran Plato, Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat. Karena itu ia dikenal
filsuf sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Dalam ilmu logika dan fisika, ia
dipengaruhi oleh Aristoteles. Dalam masalah akhlak dan politik, ia dipengaruhi oleh Plato.
Sedangkan dalam hal matematika, ia dipengaruhi oleh Plotinus.
Untuk mempertemukan dua filsafat yang berbeda seperti dua halnya Plato dan Aristoteles
mengenai idea. Aristoteles tidak mengakui bahwa hakikat itu adalah idea, karena apabila hal itu
diterima berarti alam realitas ini tidak lebih dari alam khayal atau sebatas pemikiran saja.
Sedangkan Plato mengakui idea merupakan satu hal yang berdiri sendiri dan menjadi hakikat
segala-galanya. Al-Farabi menggunakan interpretasi batini, yakni dengan menggunakan ta’wil
bila menjumpai pertentangan pikiran antara kedanya. Menurut Al-Farabi, sebenarnya Aristoteles
mengakui alam rohani yang terdapat diluar alam ini. Jadi kedua filsuf tersebut sama-sama
mengakui adanya idea-idea pada zat Tuhan. Kalaupun terdapat perbedaan, maka hal itu tidak
lebih dari tiga kemungkinan:
2) Adanya kekeliruan dalam pengetahuan orang-orang yang menduga bahwa antara keduanya
terdapat perbedaan dalam dasa-dasar falsafi.
3) Pengetahuan tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar, padahal definisi
keduanya tidaklah berbeda, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang yang ada secara mutlak.
Adapun perbedaan agama dengan filsafat, tidak mesti ada karena keduanya mengacu kepada
kebenaran, dan kebenaran itu hanya satu, kendatipun posisi dan cara memperoleh kebenran itu
berbeda, satu menawarkan kebenaran dan lainnya mencari kebenaran. Kalaupun terdapat
perbedaan kebenaran antara keduanya tidaklah pada hakikatnya, dan untuk menghindari itu
digunakab ta’wil filosofis. Dengan demikian, filsafat Yunani tidak bertentangan secara hakikat
dengan ajaran Islam, hal ini tidak berarti Al-farabi mengagungkan filsafat dari agama. Ia tetap
mengakui bahwa ajaran Islam mutlak kebenarannya.
b) Jiwa
Adapun jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus. Jiwa
bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak berpindah-pindah dari
suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan secara accident,
artinya antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa
binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi,
sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa
diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Mengenai keabadian jiwa, Al-Farabi membedakan antara jiwa kholidah dan jiwa fana. Jiwa
khalidah yaitu jiwa yang mengetahui kebaikan dan berbuat baik, serta dapat melepaskan diri dari
ikatan jasmani. Jiwa ini tidak hancur dengan hancurnya badan.
c) Politik
Pemikiran Al-Farabi lainnya yang sangat penting adalah tentang politik yang dia tuangkan dalam
karyanya, al-Siyasah al- Madiniyyah (Pemerintahan Politik) dan ara’ al-Madinah al-Fadhilah
(Pendapat-pendapat tentang Negara Utama) banyak dipengaruhi oleh konsep Plato yang
menyamakan negara dengan tubuh manusia. Ada kepala, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya
yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Yang paling penting dalam tubuh manusia
adalah kepala, karena kepalalah (otak) segala perbuatan manusia dikendalikan, sedangkan untuk
mengendalikan kerja otak dilakukan oleh hati. Demikian juga dalam negara. Menurut Al-Farabi
yang amat penting dalam negara adalah pimpinannya atau penguasanya, bersama-sama dengan
bawahannya sebagai mana halnya jantung dan organ-organ tubuh yang lebih rendah secara
berturut-turut. Pengusa ini harus orang yang lebih unggul baik dalam bidang intelektual maupun
moralnya diantara yang ada. Disamping daya profetik yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, ia
harus memilki kualitas-kualitas berupa: kecerdasan, ingatan yang baik, pikiran yang tajam, cinta
pada pengetahuan, sikap moderat dalam hal makanan, minuman, dan seks, cinta pada kejujuran,
kemurahan hati, kesederhanaan, cinta pada keadilan, ketegaran dan keberanian, serta kesehatan
jasmani dan kefasihan berbicara.
Tentu saja sangat jarang orang yang memiliki semua kualitas luhur tersebut, kalau terdapat lebih
dari satu, maka menurut Al-Farabi yang diangkat menjadi kepala negara seorang saja, sedangkan
yang lain menanti gilirannya. Tetapi jika tidak terdapat seorang pun yang memiliki secara utuh.
Dua belas atribut tersebut, pemimpin negara dapat dipikul secara kolektif antara sejumlah warga
negara yang termasuk kelas pemimpin.
Pemikiran Al-Farabi tentang kenegaraan terkesan ideal sebagaimana halnya konsepsi yang
ditawarkan oleh Plato. Hal ini dimungkinkan, Al-Farabi tidak pernah memangku suatu jabatan
pemerintahan, ia lebih menyenangi berkhalawat, menyendiri, sehingga ia tidak mempunyai
peluang untuk belajar dari pengalaman dalam pengelolaan urusan kenegaraan. Kemungkinan lain
yang melatarbelakangi pemikiran Al-Farabi itu adalah situasi pada waktu itu, kekuasaan
Abbassiyah diguncangkan oleh berbagai gejolak, pertentangan dan pemberontakan.
C. Ibnu Sina
1. Biografi
Nama lengkapnya Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan
didesa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai kecerdasan dan
ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal Al-Qur’an,
sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika karangan Aristoteles setelah
dibacanya empat puluh kali. Pada usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu pengetahuan,
sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu kedokteran dipelajarinnya
sendiri.
2. Pemikirannya
a) Kenabian
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu Sina membagi manusia kedalam empat
kelompok: mereka yang kecakapan teoretisnya telah mencapai tingkat penyempurnaan yang
sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan
kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang demikian rupa sehingga berkat
kecakapan imajinatif mereka yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung
pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki
kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya
teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya
hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang Nabi, yaitu memiliki
imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu
mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi pada umumnya.
Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang
mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji
dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau
membacanya tidak hanya menjadi percaya tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila
kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan
minuman. Pelambangan dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi,
menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan
oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.
b) Tasawuf
Tasawuf, menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan
keduniaan sebagaimana yang dilakukan orag-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf dengan
akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima
ma’rifah dari al-fa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan
ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada
ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia tidak
diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui
prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak
tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena manusia mendapat sebagian pancaran
dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui
akal fa’al.
D. Al-Razi
Nama lengkap al-razi adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi. Dalam
wacana keilmuan barat, beliau dikenal dengan sebutan Razhes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah
kota tua yang masa lalu bernama Rhoges, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1
Sya’ban 251 H/865 M. Perlu diingat bahwasanya tempat yang ia tinggali yakni Iran ,yang
sebelumnya terkenal dengan sebutan Persia, merupakan tempat dimana terjadinya pertemuan
berbagai kebudayaan terutama kebudayaan Yunani dan Persia. Dengan suasana seperti
lingkungan seperti ini mendorong bakat Al-Razi tampil sebagai seorang intelektual.
Ada beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggil al-razi, yakni Abu Hatim Al-Razi dan
Najmun Al-Razi. Oleh karena itu, untuk membedakan Al-Razi dengan yang lainnya, perlu
ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya).
Beliau pernah menjadi tukang intan pada mudanya, penukar uang, dan pemain kecapi. Lalu
beliau memusatkan perhatiannya pada ilmu kimia dan meninggalkannya akibat eksperimen-
eksperimen yang dilakukannya yang menyebabkan mata terserang penyakit. Setelah itu, beliau
mendalami ilmu kedokterang dan filsafat yang ada pada masa itu.
Ayahnya berharap Al-razi menjadi seorang pedagang besar, maka dari itu ayahnya membekali
Al-razi ilmu-ilmu perdagangan. Akan tetapi, Al-Razi lebih memilih kepada bidang intelektual
ketimbang dengan perdagangan karena menurutnya bidang intelektual merupakan perkara yang
lebih besar ketimbang urusan dengan materi belaka.
Karena ketekunannya dalam bidang kedoteran dan filsafat, Al-Razi menjadi terkenal sebagai
dokter yang dermawan, penyayang kepada pasien-pasiennya, oleh karena tiu dia sering memberi
pengobata cuma-Cuma kepada orang miskin. Dan karena reputasinya dalam kedokteran, dia
pernah mejabat sebagai kepala rumah sakit Rayy pada masa pemerintahan Gubernur Al-Mansur
ibnu Ishaq. Kemudian dia berpindak ke Baghdad dan memimpin rumah saki di sana pada masa
pemerintahan Khlifah Al-Muktafi. Setelah Al-Muktafi meninggal, ia kembali ke kota
kelahirannya, kemudian id berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya dan meninggal
dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 27 Oktober 925 dalam usia 60 tahun.
2. Karyanya
Mengenai karyanya, tentu berkaitan dengan siapa dia belajar, dan siapa yang mengajarkan ilmu
pengetahuan kepadanya. Menurut Al-Nadim, beliau belajar filsafat kepada Al-Bakhli yang
menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Ia sangat rajin dalam menulis dan membaca, mungkin
inilah yang menyebabkan penglihatannya secara berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta
total. Ia menolak akan untuk di obati dengan mengatakan bahwa pengobatan untuknya itu sia-sia
karena tak sebentar lagi dia akan meninggal.
Tak heran jika karya-karyanya sangat banyak sekali bahkan dia menuliskan pada salah satu
kitabnya, bahwasanya dia menulis tidak kurang sari 200 karya tulis dalam berbagai ilmu
pengetahuan. Karya-karyanya yang meliputi:
1. Ilmu Falak,
2. Matematika,
3. Bidang kimia, yang terkenal dengan Kitab As-rar
4. 4. Bidang kedoteran, yang terkenal dengan al-mansuri Liber al-Almansoris
5. 5. Bidang Medis, yang terkenal dengan kitab Al-Hawi,
6. 6. Mengenai penyakit cacar dan pencegahannya, yakni Kitab al-Judar wa al-Hasbah
Sebagian dari karyanya telah dikumpulkan menjadi satu kitab yang bernama al-Rasa’il
Falsafiyyat dan buku-buku yang lainnya seperti Thib al-Ruhani, al-Sirah al-Falsafah dan lain
sebagainya. Dia terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding dengan sebagai
filosof.
3. Filsafatnya
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya’kub ibnu
Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pada tahun 330 H/ 941 M dan wafat di asfahan pada
tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M. Dari buku yang kami dapatkan, tidak ada
penjelasan yang sangat rinci mengungkapkan biograpinya. Namun, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan, bahwa ibnu miskawaih belajar sejarah terutama Taarikh al-Thabari kepada Abu
Bakar Ibnu Kamil Al-Qadhi dan belajar filsafat kepada Ibnu Al-Khammar, mufasir kenamaan
karya-karya aristoteles.
Ibnu Miskawaih adalah seorang penganut syi’ah. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya kepada
sultan dan wazir-wazir syi’ah pada masa pemerintahan Bani Buwaihi ( 320 – 448 M ). Dan
ketika sultan Ahmad ‘Adhud Al-Daulah menjabat sebagai kepala pemerintahan, ibnu Miskawaih
menduduki jabatan yang penting, seperti pengangkatannya sebagaiKhazin, penjaga perpustakaan
Negara dan bendarahara negara.
2. Karyanya
Dalam karyanya dalam disiplin ilmu meliputi kedokteran, sejarah dan filsafat. Akan tetapi, dia
lebih terkenal sebagai seorang filosof akhlak, ( al-falsafat al-‘amaliyat ) ketimbang dengan
seorang filosof ketuhanan ( al-falsafat al-nazhariyyat al-Illahiyat ).
Dalam buku The History of the Muslim Philoshopy disebutkan bahwa karya tulisannya itu; Al-
Fauz al-Akbar, al-Fauz al-Asghar, Tajaarib al-Umaan ( sebuah sejarah tentang banjir besar yana
ditulis pada tahun 369 H/ 979 M), Uns al-Fariid ( yakni koleksi anekdot, syair, peribahasa, dan
kata-kata hikmah ), Tartiib al-Sa’adat ( isinya ahlak dan politik ), al-Mustaufa ( isinya syair-
syair pilihan ), al-Jaami’, al-Siyaab, On the Simple Drugs ( tentang kedokteran ), On the
composition of the Bajats ( tentang kedokteran ), Kitaab al-Ashribah ( tentang minuman ),
Tahziib al-Akhlak ( tentang akhlak ), Risaalat fi al-Lazza wa al-Aalam fil jauhar al-Nafs,
ajwibaat wa As’ilat fi al-Nafs wa al-‘Aql, Al-Jawaab fi Al-Masaa’il al-Salas, Risaalat fi Jawaab
fi Su’al Ali ibnu Muhammad Abuu Hayyan al-Shufii fi HAqiiqat al-‘Aql, dan Tharathat al-Nafs.
3. Akhlak
Ibnu miskawaih yang terkenal sebagai seorang yang moralis berpendapat bahwa akhlak adalah
suatu sikap atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa berpikir dan sama sekali
tidak ada pertimbangan. Dengan kata lain, ahklak adalah tindakan yang tidak ada sama sekali
pertentangan dalam dirinya untuk melakukan sesuatu. Menurut kami, ungkapan beliau mengenai
hal ini sama dengan perkataan plato yang mengatakan bahwasanya cinta adalah gerak jiwa yang
kosong.
Ibnu Miskawaih juga membagi tingkah laku pada dua unsur yakni; unsur watak naluriah dan
unsur watak kebiasaan dengan melakukan latihan ( riyadhoh ). Serta dia berpandangan bahwa
jiwa mempunyai tiga daya yang mana apabila ketigak daya ini beserta sifat-sifatnya selaras,
maka akan menimbulkan sifat yang keempat yakni adil.
Adapun tiga daya yang dia maksud adalah; daya pikir, daya marah, dan daya keinginan.
Sedangkan yang dia maksud dengan sifat utama mengenai ketiga daya ini antara lain adalah;
sifat hikmah merupakan sifat utama bagi jiwa yang berpikir yang mana hikmah ini lahir dari
ilmu. Rasa berani merupakan sifat utama bagi jiwa marah yang mana sifat berani ini timbul dari
sifat hilm ( mawas diri ). Sedangkan sifat utama bagi jiwa keinginan adalah sifat murah yang
merupakan sifat utamanya yang lahir dati ‘iffah ( memelihara kehormatan diri ).
Dapat disimpulkan bahwasanya sifat utama itu antara lain; hikmah, berani, dan murah yang
apabila ketiga sifat utama ini selaras, maka sifati keempat akan timbul darinya, yakni keadilan.
Sedangkan lawan dari semua sifat itu adalah bodoh, rakus, penakut, dan zalim.
F. Ibnu Rusyd
Nama asli dari Ibnu Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad
ibnu Rusyd, beliau dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/ 1126 M, 15 tahun setelah
kematiannya imam ghazali. Di dunia barat dia lebih terkenal dengan sebutan Averros, sedang di
dunia islam sendiri lebih terkenal dengan nama ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah keturunan
keluarga terhormat yang terkenal sebagai tokoh keilmuwan, sedang ayah dan kakeknya adalah
mantan hakim di andalus. Pada tahun 565 H/ 1169 M dia diangkat menjadi seorang hakim di
Seville dan Cordova. Dan pada tahun 1173 ia menjadi ketua mahkamah agung, Qadhi al-
Qudhat di Cordova.
Salah satu faktor yang membuatnya menjadi seorang ilmuwan adalah karena dia tumbuh dan
hidup dalam keluarga yang Ghirah-nya besar sekali dalam bidang keilmuwan. Akan tetapi yang
menjadi faktor utamanya karena ketajamannya dalam berpikir serta kejeniusan otaknya. Dengan
semua faktor-faktor di atas, tidaklah heran apabila dia menjadi seorang ilmuwan Muslim yang
terkemuka.
Hal yang sangat mengagumkan dari ibnu Rusyd adalah semenjak dia sudah mulai berakal ( masa
baligh ) hampir semua hidupnya ia pergunakan untuk belajar dan membaca. Tak pernah dia
melewatkan waktunya selain untuk berpikir dan membaca, kecuali pada malam ayahnya
meninggal dan ketika malam pernikahannya. Dengan keadaan seperti ini, membuat
pemikirannya semakin tajam dan kuat dari waktu ke waktu.
Kehidupannya sebagai seorang hakim tidaklah mulus, ibnu Rusd pernah mengalami akan
tuduhan pahit, yang pada dasarnya hanya untuk keperluan mobilisasi menghadapi
pemberontakkan Kristen Spanyol, dia di tuduh kafir, lalu dia di adili dan sebagai hukumannya
dia di buang ke Lucena, dekat Cordova. Tidak hanya itu saja, semua jabatannya sebagai hakim
mahkamah agung dicopot serta semua bukunya di bakar, kecuali buku yang bersifat ilmu
pengetahuan murni ( sains ), seperti kedokteran, matematika dan astronomi.
Setahun lamanya ibnu Rusyd mengalami masa yang sangat getir itu, dan pada tahun 1197 M,
khlifah mencabut hukumannya dan mengembalikkan semua pangkat yang pernah dia pegang
sebelumnya. Ibnu Rusyd meninggal 10 desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di marakesh dalam
usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyah.
2. Karyanya
Tulisan ibnu Rusyd yang dapat kita dapati pada sekarang ini antara lain; Fashl al-Maqaal fi maa
bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishaal, buku ini berisikan korelasi antara agama dan
filsafat. Al-Kasyf’an Manaahij al-Sdillah fi Aqaa’id al-Millat, sedang buku ini berisikan tentang
kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi. Tahaafut al-Tahaafut, kitab ini berisikan
tentang kritikan terhadap imam ghazali yang kitabnya berjudul Tahaafut al-Falaasifah.
Sedangkan karnyanya dalam bidah fiqih yaitu buku yang berjudul Bidaayat al-Mujtahid wa
Nihaayat al-Muqtashid.
3. Hukum Sebab-Akibat dan Hubungannya dengan Mukjizat
Berikut ini merupakan bantahan Ibnu Ruysd terhadap imam ghazali mengenai sebab-akibat yang
memang merupakan kejadian yang keluar dari kebiasaan;