Anda di halaman 1dari 8

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang hendal melakukan shalat ialah suci

(thoharoh) dari hadast dan najis, baik tempat, badan, dan pikiran. Hadast dibagi menjadi dua,
kecil dan besar. Hadast kecil dapat dihilangkan dengan wudlu, sedangkan hadast besar hanya
dapat dihilangkan dengan mandi janabah. Baik wudlu maupun mandi janabah, bila ada
keterpaksaan, dapat diganti dengan tayamum.
A. Wudlu’
Syarat syahnya shalat diantaranya adalah suci dari hadast besar dan kecil. Mensucikan diri
dari hadast kecil dapat dilakukan dengan berwudlu dengan air bersih dan suci, tidak
mengandung kotoran yang dapat menimbulkan penyakit. Menghilangkan hadast kecil dapat
juga dilakukan dengan tayamum apabila tidak ada air, karena sakit atau dalam keadaan
darurat, Adapun tatacara berwudlu adalah sebagai berikut ;
1) Mengucapkan “bismillahirrahmannirrahim” serta niat dalam hati untuk membersihkan
hadast kecil karena Allah semata dan berharap kepada Allah agar dosa-dosa kita diampuni.
2) Membasuh telapak tangan tiga kali sambil membersihkan sela jari-jari tangan
3) Berkumur sambil menghisap air ke dalam hidung (bila tidak berpuasa) tiga kali. Gunakan
telapak tangan kanan dalam memasukkan air ke mulut/hidung. Pada waktu berkumur
hendaknya sambil membersihkan gigi (menggosok gigi)
4) Membasuh muka tiga kali sambil membersihkan kotoran yang ada di sudut mata dan
jenggot (jika berjenggot). Adalah suatu kebaikan apabila dapat melebihkan bagian muka yang
dibasuh.
5) Membasuh kedua tangan sampai siku-siku. Mulailah tangan kanan tiga kali kemudian
tangan kiri tiga kali
6) Mengusap kepala dengan air tiga kali, mulai dari ubun-ubun dari tengkuk ke ubun-ubun
7) Membasuh kedua telinga luar dan dalam
8) Membasuh kedua kaki minimal sampai mata kaki. Mulailah dengan membasuh kaki
kanan tiga kali kemudian kaki kiri tiga kali. Usahakan sela-sela jari kaki juga dibersihkan,
demikian juga kuku jari-jari kaki
9) Berdo’a
Asyhadu anal ilaha illallah. Wahdahu la syarikalah. Waasyhadu anna Muhammadan abduhu
warasuluh.

B. Tayamum
Tayamum dapat menggantikan wudlu dalam keadaan tertentu. Cara bertayamum adalah :
1) Membaca basmalah (bismillahirrahmannirrahim)
2) Meletakkan kedua telapak tangan kepada benda atau tempat yang berdebu bersih
3) Kedua telapak tangan tersebut dihirup atau ditapukkan kemudian diusapkan ke muka
4) Kedua telapak tangan, tangan kiri mengusap punggung telapak tangan kanan, dan
sebaliknya tangan mengusap punggung telapak tangan kiri
Catatan :
1) Urutan nomor-nomor di atas harus dilakukan dengan tertib
2) Wudlu atau tayamum menjadi batal apabila : ada sesuatu yang keluar dari dua jalan
(persunatan dan dubur), bersentuhan dengan lain jenis (setubuh), menyentuh kemaluan, tidur
nyenyak dengan posisi miring.

C. Mandi Wajib (Junub)


Apabila selesai mengadakan hubungan seksual (bersetubuh) atau keluar mani karena mimpi
atau karena yang lain, atau baru selesai haid/nifas bagi orang perempuan, disebut hadast
besar. Apabila hendak shalat, maka diwajibkan mandi besar dengn cara sebagai berikut :

1) Mulailah dengan membaca basmalah, sambil berniat karena Allah


2) Membasuh kedua telapak tangan
3) Membasuh kemaluan dan sekitarnya sampai bersih
4) Berwudlu’
5) Menyiramkan air ke seluruh tubuh sambil membersihkan bagian anggota tubuh. Bagi
Anda yang tidak dapat menggunakan air dingin karena rematik atau yang lain, maka airnya
dapat dihangatkan terlebih dahulu.

HAID
Pertanyaan :

Dalam bulan Ramadhan ini kita dianjurkan banyak membaca Al Qur’an. Bolehkah orang
yang berhadas besar (misalnya wanita yang sedang haid) membaca al-Qur’an, sebab dalam
surat al-Waqi‘ah ayat 79 disebutkan laa yamassuhu illal-muthahharuun?

Jawaban:
Pertanyaan seperti di atas pernah diajukan dan telah dijawab, serta dapat dibaca pada buku
Tanya Jawab Agama Jilid II Cet. VI hal. 34-35. Pada kesimpulan penjelasan yang dimuat
dalam buku Tanya Jawab Agama tersebut dinyatakan bahwa larangan membaca al-Qur’an
bagi orang yang berhadas besar hanyalah berdasarkan etis dan kepatutan serta sebagai tanda
memuliakan dan menghormati Kalamullah, karena tidak ditemukan hadits yang dapat
dijadikan hujjah yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Bahkan ada hadits shahih
yang mengisyaratkan bahwa orang yang berhadas besar boleh membaca al-Qur’an.

]‫ [رواه مسلم وأبو داود والترمذى‬. ‫َع ْن َعاِئَشَة َرِض َي ُهللا َع ْنَها َقاَلْت َك اَن الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َيْذ ُك ُر َهللا َع َلى ُك ِّل َأْح َياِنِه‬.
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata: Adalah Nabi saw menyebut nama Allah
dalam segala hal.” [HR. Muslim, Abu Dawud, dan at-Turmudzi].

Dari hadits di atas dapat difahami bahwa orang yang berhadas besar boleh berzikir menyebut
nama Allah. Membaca al-Qur’an dapat disamakan dengan menyebut nama Allah.

Mengenai ayat laa yamassuhu illal-muthahharuun (al-Waqi‘ah ayat 79) menurut riwayat
diturunkan di Makkah, sebelum Nabi saw hijrah ke Madinah. Sedang mushaf al-Qur’an baru
ada pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, yang berarti adanya mushaf al-Qur’an setelah
lebih kurang 30 tahun setelah ayat tersebut diturunkan. Pada masa Khalifah Utsman baru ada
lima mushaf dan itupun belum beredar ke tengah masyarakat. Mushaf al-Qur’an baru dicetak
dan mulai beredar ke tengah masyarakat lebih kurang 900 tahun kemudian. Karena itu, ayat
di atas tidak ada kaitannya dengan mushaf al-Qur’an.

Dari pendapat para mufassir dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan al-
muthahharuun, ialah orang yang suci yang benar-benar beriman kepada Allah, melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Orang-orang inilah yang dapat menyentuh isi dan
kandungan al-Qur’an. Sedangkan orang yang tidak suci tidak akan dapat menyentuh
kandungan dan isi al-Qur’an. Orang-orang suci yang dimaksud mungkin malaikat, dan
mungkin manusia, dan mungkin pula kedua-duanya.

Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam berpendapat, yang paling baik bagi orang yang hendak membaca al-Qur’an adalah ia
dalam keadaan suci dari hadas dan najis, serta berwudlu terlebih dahulu. Karena yang akan
kita baca bukan sembarang kitab, melainkan wahyu Allah yang menjadi petunjuk hidup bagi
manusia. Pendapat ini sesuai pula dengan pendapat Ibnul Qayyim.
Shalat Idul Fitri : Pengertian, Hukum,
Persiapan dan Cara Pelaksanaannya
√ Islamic Base

 Post authorReview by : Redaksi Dalamislam


Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa ramadhan (baca puasa ramadhan
dan fadhilahnya) dan merasakan keistimewaan ramadhan, seluruh umat islam di dunia
akan merayakan hari besar yakni idul fitri . Idul fitri diartikan sebagai hari suci atau
hari dimana umat islam seperti terlahir kembali dan bersih dari dosa. Idul fitri atau
yang biasa disebut dengan hari lebaran adalah salah satu momen yang ditunggu oleh
umat islam baik di Indonesia atau di negara lain dan dirayakan pada tanggal 1 Syawal.
Saat idul fitri kita melakukan satu ibadah yang hanya dilaksankana pada hari raya idul
fitri saja yakni shalat idul fitri atau yang biasa disebut sebagai shalat id.

Shalat idul fitri adalah salah satu shalat yang hanya dikejakan saat perayaan hari raya
idul fitri. Shalat idul fitri berbeda dengan shalat sunnah lainnya seperti shalat
dhuha (baca keutamaan shalat dhuha), shalat tahajud (baca keutamaan shalat
tahajud) shalat witir dan shalat wajib dalam hal cara melaksanakan. Shalat idul fitri
dilaksanakan pada pagi hari saat hari raya idul fitri dan umat islam akan beramai-
ramai mengunjungi mesjid atau lapangan untuk melaksanakan shalat idul fitri secara
berjamaah.

Hukum Shalat Idul Fitri


Meskipun shalat idul fitri termasuk shalat sunnah, namun beberapa hadist dan dalil
menyatakan bahwa hukum melaksanakan shalat idul fitri adalah wajib. Berikut adalah
beberapa dalil tentang shalat idul fitri

‫ – َأْن ُنْخ ِرَج ِفى اْلِع يَد ْيِن اْلَع َو اِتَق َو َذ َو اِت اْلُخ ُدوِر َو َأَم َر اْلُحَّيَض َأْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َأَم َر َنا – َتْع ِنى الَّنِبَّى‬
‫َيْعَتِزْلَن ُمَص َّلى اْلُم ْس ِلِم يَن‬.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat
‘ied agar mengeluarkan para gadis yang beanjak dewasa dan wanita yang dipingit,
begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita
yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.”
Shalat eid diwajibkan berdasarkan beberapa pendapat. Seperti yang dijelaskan berikut
ini :

 Rasullullah memerintahkan umatnya untuk melaksanakan shalat idul fitri dan bila
seseorang memiliki uzur ia tetap harus keluar rumah dan pergi ketempat
dilaksanakannya shalat namun tetap harus menjaga jaraknya
 Rasullullah selalu melaksanakan shalat id dan tidak pernah meninggalkannya
 Perintah Allah SWt dalam surat Al Kautsar ayat 2 “Dirikanlah shalat dan
berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2)
 Boleh meninggalkan shalat jum’at jika pagi harinya telah melaksanakan shalat id (jika
idul fitri jatuh pada hari jum’at) hal ini ditafsirkan bahwa seseuatu yang sifatnya wajib
bisa gugur karena sesuatu yang wajib pula.

Waktu Shalat Idul Fitri

Shalat idul fitri dilaksanakan pada hari raya idul fitri tanggal 1 Syawal. Berbeda
dengan shalat idul adha yang dilakukan pada waktu pagi dan lebih awal, shalat idul
fitri dilaksanakan lebih akhir sekitar pukul 7-8 karena setelah idul fitri tidak ada
pelaksanaan penyembelihan hewan kurban

Tempat Shalat Idul Fitri

Pada hari raya idul fitri kita menyaksikan banyak umat islam yang melaksanakan
ibadah shalat id di sebuah tanah lapang hal ini sesuai hadits rasullullah SAW yang
menyatakan bahwa shalat idul fitri di sebuah tanah lapang lebih afdhol daripada shalat
id dalam masjid

‫َر ُسوُل ِهَّللا – صلى هللا عليه وسلم – َيْخ ُرُج َيْو َم اْلِفْطِر َو اَألْض َح ى ِإَلى اْلُمَص َّلى‬

“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan
‘Idul Adha menuju tanah lapang.” (HR Abu Said)
Namun jika memiliki uzur seperti hujan, dan tidak adanya tanah lapang disekitar
tempat tinggal anda maka shalat id boleh dilaksanakan di dalam masjid.

Persiapan Shalat Idul Fitri


Setelah mengetahui hukum, waktu dan tempat melaksanakan kita perlu mengetahui
tata cara dan hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan shalat idul fitri.
Simak penjelasan berikut ini

1. Mandi dan mensucikan diri

Sebelum melaksanakan shalat idul fitri hendaknya kita mandi dan mensucikan diri.
Jangan lupa untuk berwudhu sebelum berangkat menuju tempat shalat. Terkadang
seseorang lupa untuk mengambil wudhu terutama wanita yang memakai make up
setelah mandi. Jangan lupa bahwa wudhu adalah salah satu syarat sahnya shalat.

2. Memakai pakaian terbaik

Saat hendak melaksanakan shalat idul fitri, sebaiknya kita menghias diri dan memakai
pakaian terbaik. Pria juga dianjurkan untuk memakai wangi-wangian. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim bahwa “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
keluar ketika shalat Idul Fithri dan Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.
3. Makan

Sebelum melaksanakan shalat id kita dianjurkan untuk makan dipagi hari dan hal
inilah yang membedakan shalat idul fitri dengan shalat idul adha dimana saat sebelum
shalat idul adha kita tidak dianjurkan untuk makan hal ini dimaksudkan bahwa pada
hari raya idul fitri umat islam tidak lagi melakukan ibadah puasa seperti sebelumnya
pada bulan ramadhan. Sebagaimana hadist Rasullullah SAW

‫ َال َيْغ ُدو َيْو َم اْلِفْطِر َح َّتى َيْأُك َل َو َال َيْأُك ُل َيْو َم اَألْض َح ى َح َّتى َيْر ِج َع َفَيْأُك َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا‬
‫ِم ْن ُأْض ِح َّيِتِه‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul
Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak
makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil
qurbannya.”

4. Berjalan kaki dan menempuh jalan yang berlainan

Yang dinaksud dengan menempuh jalan yang berlainan adalah saat pergi dan pulang
shalat idul fitri hendaknya kita melewati jalan yang berbeda hal ini dimaksudkan
supaya saat pergi maupun pulang kita lebih banyak bertemu dengan orang-orang yang
juga melaksanakan shalat id dan saling berminal aidzin. Pergi menuju tempat shalat id
juga dianjurkan untuk berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan kecuali jika ada
halangan atau hajat. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Jabir :

‫َك اَن الَّنِبُّى – صلى هللا عليه وسلم – ِإَذ ا َك اَن َيْو ُم ِع يٍد َخ اَلَف الَّطِريَق‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang
berbeda ketika berangkat dan pulang.
Dan Hadist yang diriwayatkan oleh ibnu umar

‫ َيْخ ُرُج ِإَلى اْلِع يِد َم اِش ًيا َو َيْر ِج ُع َم اِش ًيا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َك اَن َر ُسوُل ِهَّللا‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan


berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki
5. Melafalkan takbir

Saat sebelum melaksanakan shalat id sebaiknya kita melafalkan kalimat takbir kepada
Allah SWT sebagai tanda bahwa kita gembira menyambut hari raya idul fitri
(baca manfaat takbir)
Kalimat takbir adalah sebagai berikut :

‫ُهَّللا َأْك َبُر ُهَّللا َأْك َبُر اَل إَلَه إاَّل ُهَّللا َو ُهَّللَا َأْك َبُر ُهَّللا َأْك َبُر َوِهَّلِل اْلَحْم ُد‬

“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahi
ilhamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak
disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala
pujian hanya untuk-Nya)

Tata Cara Shalat Idul fitri

Shalat idul fitri hampir sama cara pelaksanaannya seperti shalat wajib atau shalat
sunnah hanya saja terdapat sedikit perbedaan. Shalat idul fitri dilaksanakan dua rakaat
secara berjamaah dan tidak ada adzan maupun iqamat untuk mengawalinya. Berikut
adalah penjabarannya

1. Dimulai dengan takbiratul ikhram sebagaimana shalat lainnya


2. Bertakbir sebanyak 7 kali selain takbiratul ikhram dan dengan melafadzkan kalimat
takbir. Diantara takbir-takbir tersebut hendaknya membaca kalimat

‫ الَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلي َو اْر َحْم ِن‬. ‫ُسْبَح اَن ِهَّللا َو اْلَحْم ُد ِهَّلِل َو اَل إَلَه إاَّل ُهَّللا َو ُهَّللَا َأْك َبُر‬

“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar.


Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada
sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan
rahmatilah aku).
3. Membaca Alfatihah kemudian membaca surat lainnya pada rakaat pertama

4. Kemudian lakukan gerakan shalat seperti pada shalat umumnya yakni ruku, itidal
dan sujud

5. Setelah bangkit dan masuk rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali dan dengan
lafadz yang sama seperti rakaat pertama

6. Membaca surat Alfatihah dan surat lainnya

7. Selanjutnya lakukan gerakan shalat sebagaimana biasanya sampai tahyat akhir dan
salam

Setelah shalat id boleh khotib akan menyampaikan khutbah atau ceramah, jamaah
boleh mengikuti khutbah ini dan mendengarkan namun juga boleh meninggalkan jika
memiliki kepentingan. Sebagaimana hadits Rasullullah SAW

‫ِإَّنا َنْخ ُطُب َفَم ْن َأَح َّب َأْن َيْج ِلَس ِلْلُخ ْطَبِة َفْلَيْج ِلْس َو َم ْن َأَح َّب َأْن َيْذ َهَب َفْلَيْذ َهْب‬

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan
khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi. (HR Abdullah
Said)
Demikian pengertian dan segala penjelasan tentang shalat idul fitri yang perlu
diketahui. Semoga kita sebagai umat islam bisa melaksanakan ibadah shalat id tanpa
halangan apapun. Shalat id ini sangat afdol dilakukan terutama setelah sebulan penuh
melaksanakan puasa, kita kana merasa seperti terlahir kembali jika puasa dan ibadah
yang kita laksanakan hanya untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Semoga
bermanfaat. ( baca juga tips agar lancar berpuasa, tips agar kuat berpuasa, tips
persiapan puasa, persiapan puasa menurut islam dan tips berpuasa sambil bekerja)

Anda mungkin juga menyukai