079 Ni Ketut Budiasih 2b
079 Ni Ketut Budiasih 2b
NIM :P07134018079
KLS :2b
PRAKTIKUM MIKOLOGI
A. TRICOPHYTON
1. Trichophyton sp.
Trichophyton sp. merupakan jamur yang termasuk dalam golongan Deuteromycetes atau
jamur tidak sempurna (fungi imperfecti), karena selama hidupnya hanya memiliki fase vegetatif
(fase aseksual) saja, yaitu melalui pembentukan konidia. Fase generatifnya (fase seksual) tidak
ditemukan (Prianto, 2001). Menurut Frobisher and Fuert’s (1983) Trichophyton sp. dapat
diklasifikasikan sebagai berikut
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Familia : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
A. Morfologi
Secara mikroskopis, Trichophyton sp. memiliki hifa dengan beberapa percabangan, umumnya
cabang-cabang yang dimiliki pendek dan merupakan hasil dari pertunasan hifa. Hifa atau
miselium tersebut umumnya tidak bersekat, kecuali pada hifa yang akan membentuk atau
menghasilkan konidia (Gambar 1a.). Konidia yang dimiliki Trichophyton sp. dapat berbentuk
makrokonidia maupun mikrokonidia. Makrokonidia yang dimiliki berbentuk pensil dan terdiri
dari beberapa sel, sedangkan mikrokonidia berbentuk lonjong dan berdinding tipis. Jamur
Trichophyton sp. pada media pertumbuhan memperlihatkan hifa atau miselium yang halus
berwarna putih dan tampak seperti kapasmeskipun kadang dapat juga berwarna lain tergantung
dari pigmen yang dimilikinya (Saputra, 2014).
Trichophyton merupakan jamur yang paling umum menjadi menyebabkan infeksi jamur
kronis pada kulit dan kuku manusia. Pertumbuhan koloninya dari lambat hingga bisa menjadi
cepat. Teksturnya yang lunak, dari depan warnanya putih kekuning-kuningan (agak terang) atau
bisa juga merah violet. Kalau dilihat dari belakang tampak pucat, kekuning-kuningan, coklat,
atau cokelat kemerahan
Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak. Mikrokonidia
berdinding halus, berbentuk tetesan air mata sepanjang sisi- sisi hifa, pada beberapa strain
terdapat banyak mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah pada sisi
yang sebaliknya. Beberapa strain dari T. rubrum telah dibedakan yaitu : T. rubrum berbulu halus
dan T. rubrum tipe granuler. T. rubrum berbulu halus mempunyai karakteristik yaitu produksi
mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak mempunyai makrokonidia.
Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu produksi mikrokonidia dan makrokonidia
yang jumlahnya sangat banyak. Mikrokonidia berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia
berdinding tipis, dan berbentuk seperti cerutu. T. rubrum berbulu halus adalah strain jamur yang
paling banyak menginfeksi manusia. Strain ini dapat menyebabkan infeksi kronis pada kulit.
Pertumbuhan Trichophyton sp. yaitu pertambahan ukuran atau panjang hifa (miselium) yang
dihasilkan dari pertunasan hifa. Pertunasan hifa tersebut akan membentuk percabangan yang
bagian terminalnya akan membentuk konidia. Reproduksi aseksual yang dimiliki Trichophyton
sp. ini meliputi pembentukan konidia melalui pertunasan, fragmentasi (pemotongan) hifa dan
pembentukan konidiospora (Hujjatusnaini, 2012). Pertumbuhan Trichophyton sp. sangat
dipengaruhi oleh faktor luar (lingkungan), seperti suhu, nutrisi, pH, kelembaban, dan zat – zat
metabolit seperti toksin dan antibiotik. Sel jamur yang patogenik dapat tumbuh optimal jika
berada pada rentang suhu 25º – 32º C (Saputra, 2014)
2. Trichophyton Rubrum
Ciri-ciri mikroskopis
- Hifa halus
- Membentuk banyak mikrokonidia
- Mikrokonidia keci, berdinding tipis, dan bentuk lonjong
- Mikrokonidia terletak pada konidiofora pendek dan tersusun satu
persatu/makrokonidia seperti pensil ada beberapa sel.
3. Trichopthyton Mentagrophytes
Ciri-ciri mikroskopis :
- Mikrokonidia bentuk bulat
- Memiliki banyak bentuk hifa spiral
- Makrokonidia berbentuk pensil
B. MICROSPORUM
Divisi : Amastigomycotina
Kelas : Deuteromycetes
Bangsa : Moniliales
Suku : Moniliaceae
Marga : Microsporum
Gambaran mikroskopis spesies ini memiliki makrokonidia multiseluller dengan dinding tebal,
kasar dan memiliki dinding berduri. Makrokonidia menyerupai tong dengan bagian ujung yang
tidak simetris dan memiliki panjang 10-50 µm yang terdiri dari 6-15 sel. Mikrokonidia berbentuk
seperti buah pir dan terkadang berbentuk oval (Ellis, 2013). Pertumbuhan koloni pada media
SGA setelah 5-10 hari akan membentuk kapas putih di permukaan biakan dengan batas luar
berwarna kuning tua hingga orange (Descamps dkk., 2002).
C. EPIDEMIPHYTON
Epidemiphyton
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Jamur
Divisi: Ascomycota
Bagian: Pezizomycotina
Kelas: Eurotiomycetes
Memesan: Onygenales
Keluarga: Arthrodermataceae
Marga: Epidermophyton
Jenis: E. floccosum
Epidermiphyton pada media biakan
berwarna putih dan berserat pada bagian bawah berwarna kuning pekat dan mengeras.
Menempel pada dinding cawan, seperti kapas pada permukaan atas, hitam pucat, menempel
pada serbuk Berserabut dan koloni berwarna kuning, berbentuk pada sisi berlawanan.
Hifa kasar, Tidak bersekat (asepta) berbentuk spiral, microconidia jarang ditemukan E.
floccosum memiliki septate, hifa hialin. Fitur utamanya adalah makrokonidia berdinding tipis,
berdinding tipis, dan tidak ada mikrokonidia. [4] Makrokonidia ditanggung sendiri-sendiri atau
dalam kelompok 2 atau 3; panjangnya 20–40 μm dan lebar 7–12 μm, terdiri dari 1 hingga 9
septa. [6] Basis sempit dan lebar, ujung klub dari makrokonidium telah dibandingkan dalam
bentuknya dengan ekor berang - berang .
1. Epidermophyton floccosum
Ciri-ciri mikroskopis :
Ciri-ciri mikroskopis :
- Hifanya melebar
- Makrokondia berbentuk gada berdinding tebal, terdiri atas 2-4 sel.
- Beberapa makrokonidia tersusun pada 1 konidiopora
- Mikrokonidia biasanya tidak ditemukan
Daftar Pustaka
Adelberg, E.A.E. Jawetz and J.L Melnick. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Brown G.R dan Tony Burns. 2005. Dermatologi. Jakarta :ErlanggaCourtney.2005. MR. Tinea
pedis. www.emedicine.com
Hainer BL. 2013. Dermatophye Infections. Medical University of South Carolina. Charleston.
www.aafp.org
Madani, F.. 2000. Infeksi Jamur Kulit. dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit Kulit, Penerbit
Hipokrates, Jakarta
Perdoski. 2001. Dermatofitosis Superfisialis. Balai penerbit FK UI. Jakarta Siregar. 2005.
Penyakit Jamur kulit. Penerbit buku kedokteran PalembangSoekandar, TM. 2004. Angka
Kejadian dan Pola Jamur Penyebab Tinea Pedis di Asrama Brimob Semarang. Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK UNDIP.