Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI JAMUR

ACARA PRAKTIKUM KE : VI

PENGAMATAN MIKROSKOPIS JAMUR: YEAST, ZYGOMYCETES,


DEUTEROMYCETES, DEMATIACEAE

Nama : Elbibiya Izzul Penidda

NIM : 24020119140109

Kelompok :9

Hari, tanggal : Rabu, 31 Maret 2021

Asisten : Tubagus Royhan Fachira

LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2021 LAPORAN RESMI


ACARA VI
PENGAMATAN MIKROSKOPIS JAMUR YEAST, ZYGOMYCETES,
DEUTEROMYCETES, DEMATIACEAE
I. KOMPETENSI DASAR
I.1 Mahasiswa dapat membuat preparat jamur dengan teknik yang
benar.
I.2 Mahasiswa dapat mengenal berbagai jenis jamur mikroskopis
Zygomycetes, Deuteromycetes, Dematiaceae, dan Khamir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Zygomycetes
Jamur atau cendawan zygomycota adalah cendawan yang
memiliki ciri dinding sel jamur zygomycota tersusun atas kitin dan
glucan. Seperti pada anggota kingdom fungi lainnya, struktur hifa
jamur zygomycota tidak memiliki sekat disebut coenocytic.
Reproduksi jamur zygomycota (cendawan zygomycota) terdiri dari
dua tahap atau daur kehidupan yakni aseksual dan
seksual/generative. Daur reproduksi aseksual (haploid) jamur
zygomycota lebih dominan dibanding fase generatif/seksual yang
diploid. Pengelompokan berdasarkan sistematika mikrob modern
yang dianalisis menggunakan metode molekuler ini mengakibatkan
zygomycota dihapus digantikan oleh keempat sub-fillum tersebut,
Mocoromycotina, Zoopagomycotina, Entomor-phthoromycotina,
Kickxellomycot (Silfister, 2017).
Kelompok Zygomycetes terkadang disebut sebagai “jamur
rendah” yang dicirikan dengan hifa yang tidak bersekat
(coneocytic), dan berkembangbiak secara aseksual dengan
zigospora. Kebanyakan dari anggota kelompok Zygomycetes
adalah saprofit yaitu Pilobolus, Mucos, Absidia, dan Phycomyces.
Rhizopus nigricans adalah contoh dari anggota kelompok
Zygomycetes, berkembangbiak juga melalui hifa yang tidak
bersekat dan juga berkonjugasi dengan hifa lain. Ketika
sporangium pecah, spora bersel satu tersebar dan jika mereka jatuh
pada medium yang cocok akan berkecambah dan tumbuh menjadi
individu baru. Spora seksual pada kelompok jamur disebut
Zygospora (Waretno, 2017).
II.2 Deuteromycetes
Deuteromycota berasal dari 2 kata yaitu deutero yang
artinya urutan kedua atau tidak sempurna, dan mycota yang artinya
fungi. Deuteromycota adalah jamur kelas dua atau jamur yang
tidak sempurna. Deuteromycota awalnya adalah suatu kelas dari
jamur yang setara dengan Basidiomycota, Ascomycota, dan
sebagainya yang hanya diobservasi dari morfologi dan fisiologinya
saja, namun cara perkembangbiakan secara generatif belum
diketahui. Perkembangbiakan Deuteromycota menggunakan
konidia dan tidak ditemukan askus maupun basidium sehingga
tidak termasuk dalam kelas jamur Ascomycota atau
Basidiumycota. Oleh karena itu, jamur Deuteromycota merupakan
jamur yang tidak sempurna (jamur imperfeksi). Semua jamur yang
tidak jelas seperti itu masuk ke Deuteromycota (Mohammad,
2018).
Namun sejak tahun 1990an, takson Deuteromycota sudah
tidak ada lagi, para ahli mycologi sepakat untuk memasukkan
jamur-jamur yang ada pada Deuteromycota ke kelas lain sesuai
dengan aspek fisiologis dan morfologisnya. Dengan adanya konsep
pengklasifikasian berbasis DNA, jamur-jamur ex-Deuteromycota
berpindah-pindah lagi, namun bukan secara kelas melainkan pada
tingkatan famili atau genus. Ciri utama dari divisi ini adalah belum
diketahuinya reproduksi seksual selama siklus hidupnya. Jamur
Deuteromycota hanya ditemukan di daratan. Sebagian besar
anggota divisi ini kemungkinan berkerabat dengan Ascomycota
karena adanya pembentukan konidia. Sisanya kemungkinan adalah
Zygomycota dan Basidiomycota yang tidak melakukan reproduksi
seksual. Jika studi lebih lanjut pada suatu spesies Deuteromycota
menunjukan adanya reproduksi seksual, maka spesies itu akan
dikeluarkan dari divisi ini (Mohammad, 2018).
II.3 Dematiaceae
Dematiaceae merupakan keluarga jamur yang tidak
sempurna yang memiliki hifa berwarna gelap atau konidia. Jamur-
jamur ini mempunyai konidiofor dan konidia yang berwarna.
Kadang-kadang hanya konidiofor atau hanya konidianya sajalah
yang berwarna. Dematiaceae hidup sebagai saprofit pada
tumbuhan, pada hewan atau pada manusia. Beberapa spesies ada
yang hidup sebagai parasite. Dematiaceae sering disebut sebagai
jamur hitam. Nama merujuk konidiofor atau konidia yang
menghasilkan coklat gelap warna kehitaman cetakan ini dengan
memasukkan melanin yang (pigmentasi). Banyak spesies dalam
keluarga ini adalah patogen tanaman atau bahan tanaman
membusuk. Keluarga Dematiaceae misalnya, termasuk jamur dari
genus Alternaria, Bispora, Cercospora, Cladosporium,
Curvularia, Fusicladium, Heterosporium, Helminthosporium,
Hormodendrum, Memnoniella, Monodictys, Stachybotrys,
Stemphylium, Trichocladium dan Trichosporium. Pada genus
Alternaria, konidia agak besar dengan persekatan agak lurus satu
sama lain (Dictyosporae) ditemukan dimana-mana sebagai
kontaminan dan sebagai parasit pada banyak tumbuhan (Gandjar,
2016).
Suku Dematiaceae mempunyai konidium dan konidiophora
yang berwarna atau kadang-kadang hanya konidium atau
konidiphoranya saja berwarna. Famili khusus Dematiaceae
mempunyai konidium dan konidiofora yang berwarna. Hidup
sebagai parasit dan ada yang menyebbakan penyakit kulit yang
berbahaya dan bercak pada tanaman, misalnya dari genus
Cercospora dan ada pula yang saprofit. Contoh, Cercospora
menyebabkan penyakit pada berbagai tumbuhan dan juga pada
manusia, Hormodendrum penyebab penyakit kulit pada manusia,
Helminthosporium parasit pada padi-padian, Cladosporium
penyebab penyakit pada daun tomat, Alternaria penyebab penyakit
pada berbagai tumbuhan dan sebagai kontaminan (Sastrahidayat,
2011). Jamur dematiaceae merupakan kelompok jamur memiliki
hifa berwarna gelap. Hal ini dikarenakan jamur yang termasuk
suku Dematiaceae memiliki pigmentasi hifa dan struktur
reproduksi yang berwarna dasar coklat tua hingga kehitaman.
Jamur dematiaceae secara alami mudah ditemukan pada serasah
dan peranan besar dalam proses dekomposisi awal serasah daun
(Ilyas, 2011).
II.4 Yeast
Yeast merupakan mikroorganisme yang termasuk dalam
fungi uniseluler yang menyebabkan terjadinya fermentasi. Yeast
biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi
dan media biakan bagi mikroorganisme tersebut. Media tumbuh
yeast ini dapat berbentuk cairan nutrien.Yeast umumnya digunakan
dalam industri pangan untuk membuat makanan dan minuman
hasil fermentasi seperti acar , roti dan bir. Yeast berkembang biak
dengan suatu proses yang dikenal dengan istilah pertunasan, yang
menyebabkan terjadinya peragian. Dalam pembuatan adonan roti,
sebagian besar yeast berasal dari mikroorganisme jenis
Saccharomyces cerevisiae. Yeast merupakan bahan pengembang
adonan dengan memproduksi gas karbondioksida (Mudjajanto dan
Yulianti, 2014).
Khamir merupakan fungi uniselular dan dapat bersifat
dimorfistik, yaitu memiliki dua fase dalam siklus hidupnya
bergantung kepada keadaan lingkungan yaitu fase hifa
(membentuk miselium) dan fase khamir (membentuk sel tunggal).
Khamir dapat membentuk hifa palsu (pseudohypha) yang tumbuh
menjadi miselium palsu (pseudomycelium) dan ada juga sejumlah
khamir yang dapat membentuk miselium sejati, misalnya pada
khamir Trichosporon spp. Pseudomiselium adalah sel-sel tunas
khamir yang memanjang dan tidak melepaskan diri dari sel
induknya, sehingga saling berhubungan membentuk rantai
misalnya pada Candida sp, Kluyveromyces sp., dan Pichia sp.,
(Kurtzman & Fell, 2011).
III. METODE PENELITIAN
III.1 Alat
1. Buku penuntun praktikum
2. Gawai (laptop atau handphone) yang terhubung internet
III.2 Bahan
1.PPT Acara VI
2.Video pembelajaran
III.3 Cara Kerja
1.Alat dan bahan disiapkan.
2.Laptop yang sudah tersambung internet disiapkan.
3.Pemaparan materi dari asisten diperhatikan, meliputi
penjelasan mekanisme praktikum, serta pemaparan video
mengenai praktikum.
4. Laporan sementara dan laporan resmi disusun.
IV. HASIL PENGAMATAN
IV.1 Zygomycetes
No. Spesies Makroskopis Mikroskopis Keterangan
1. Rhizopus oryzae Makroskopis :
Koloni tampak atas
berwarna putih kemudian
berubah menjadi abu –
kehitaman.
Mikroskopis :
(Saputra, 2013) sporangiofor tidak
bercabang. Kolumela
berwarna coklat,
berbentuk globose atau

(Saputra, 2013) subglobose


Reproduksi : Rhizopus
oryzae beroproduksi
secara aseksual dan
seksual. Reproduksi
secara aseksual adalah
dengan sporangium,
sedangkan reproduksi
seksualnya dengan
konjugasi.

2. Syncephalastru Makroskopis : warna


m racemosum koloni tampak atas
semula putih kemudian
membentuk cincin
konsentrik berwarna abu-
(Setyoko & Utami, abu gelap.
2016) Mikroskopis : memiliki
(Setyoko & Utami, 2016)
merosporangium yang di
dalamnya terdapat
merospora. Tersusun
seperti tajuk bunga.
Sporangiofor dapat
bercabang
Reproduksi :
Syncephalastrum
racemosum
beroproduksi secara
aseksual dan seksual.
Reproduksi secara
aseksual adalah dengan
sporangium, sedangkan
reproduksi seksualnya
dengan konjugasi.

IV.2 Deutromycetes

No Spesies Makroskopis Mikroskopis Keterangan


.
1. Aspergillus Mikroskopis :
niger 1. Punya vesikula
2. Konidia
berbentuk bulat
(Praja & Yudhana, 3. Konidial head
2017) memiliki susunan
yang melingkar
(radiate) atau
columnar
(Gautam, 2013)
4. Hifa bersepta dan
hialin
5. Konidiofor
muncul dari foot
cell.
6. Beberapa spesies
dapat
menghasilkan sel
hulle
Makroskopis:
Warna koloni hitam,
dengan reverse
berwarna putih atau
kuning.
Reproduksi :
Aspergillus melakuk
an reproduksi secara
seksual dan aseksual.
Reproduksi secara
aseksual terjadi
dengan pembentukan
kuncup atau tunas
pada jamur
uniseluler serta
pemutusan benang
hifa (fragmentasi
miselium) dan
pembentukan spora
aseksual (spora
vegetatif) pada fungi
multiseluler.
Reproduksi jamur
secara seksual
dilakukan oleh spora
seksual.
2. Penicillium sp. Mikroskopis :
1. Memiliki konidia
yang terletak di
fialid
2. Konidia berbentuk

(Prayekti & Sumarsono, bulat


(Doyon et. al., 2012)
2019) 3. Konidial head
memiliki susunan
seperti kipas atau
kuas
Makroskopis :
Warna koloni
bervariasi dari abu-
abu muda sampai
abu-abu tua,
kekuningan pucat,
dan hijau
Reproduksi :
Bereproduksi secara
aseksual melalui
konidia (spora
aseksual) yang
terjadi pada
konidiofor. Ini ereksi
dan berdinding tipis,
dengan sedikit
phialides (sel yang
menghasilkan
konidia).
Reproduksi seksual
terjadi melalui
askospora (spora
seksual). Ini
diproduksi di ascos
berdinding tebal
(tubuh buah).

IV.3 Dematiaceae

No Spesies Makroskopis Mikroskopis Keterangan


.
1. Alternaria Mikroskopis
sp 1. Hifa bersepta,
berwarna coklat dan
hitam.
(Ata dkk, 2016) 2. Konidiofor bersepta.
(Ata dkk, 2016) 3. Konidia (spora)
bersepta transversal
dan horizontal,
berbentuk Clavate
(gada) atau Ovoid
dengan tipe spora
aseksual Dictyspora,
susunan membentuk
rantai atau tunggal
Makroskopis
1. Warna koloni coklat
keabuan
2. Berdiameter 6cm
3. Sifat koloni beludru,
berkapas, dan warna
khas bagian dasar
hitam kecoklatan.
Reproduksi
Reproduksi secara
aseksual melalui konidia.
2. Culvulari Mikroskopis
a sp 1. Konidia terdiri
dari 3-5 sel, septa
melintang warna
gelap.

(Alex dkk, 2013) (Alex dkk, 2013) 2. Sel sentral lebih


gelap dibanding sel
terminalnya.
3. Tipe spora
aseksual :
Phragmospora, Bentuk
: Reniform
Makroskopis
1. Koloni berwarna
coklat kehitaman
2. Permukaan koloni
seperti beludru atau
kapas
3. Miselium teratur
4. Pertumbuhan koloni
rata dan tebal
sementara tepi koloni
tidak rata dan
berwarna putih
kecoklatan
Reproduksi
Secara seksual,
berkembang biak dan
disebarkan dengan
konidiumnya, baik karena
terbawa angin maupun
karena percikan air hujan
dan air siraman, dan juga
oleh serangga

4.4 Yeast

No Spesies Makroskopis Mikroskopis Keterangan


.
1. Saccharomyces Makroskopis
sp. 1. Koloni berbentuk
bulat berwarna putih
2. Mengkilap
3. halus.
Mikroskopis
(Septriani, 2011)
(Septriani, 2011) 1. Uniseluler
2. berbentuk bulat
lonjong
3. Inti di tengah
4. Terdapat tunas.
Reproduksi
Pembelahan tunas, yaitu
gabungan antara
pertunasan dan
pembelahan. Pada
proses ini mula-mula
terbentuk tunas, tetapi
tempat melekatnya
tunas pada sel induk
relatif besar, kemudian
terbentuk septa yang
memisahkan tunas dari
induk selnya. Pada
Saccharomyces, areal
tempat melekatnya
tunas pada induk
sedemikian kecilnya
sehingga seolah tidak
pernah terbentuk septa
(tidak dapat dilihat oleh
mikroskop biasa)

2. Candida spp. Makroskopis


1. Koloni berwarna
putih kekuningan.
2. Bentuk bulat
3. Halus
(Grece, 2015) (Indrayati dan Sari,
Mikroskopis
2018)
1. Sel bulat lonjong
2. Ukuran 2-4 µm
Reproduksi
Candida berkembang
biak dengan cara
memperbanyak diri
dengan spora yang
tumbuh dari tunas yang
disebut dengan
blastospora
V. PEMBAHASAN
Praktikum Biologi Jamur Acara VI yang berjudul Pengamatan
Mikroskopis Jamur Yeast, Zygomycetes, Deuteromycetes,
Dematiaceae dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Maret 2021 secara daring
melalui Microsoft Teams pukul 13.00-15.50. Tujuan dari praktikum ini
adalah mahasiswa dapat membuat preparat jamur dengan teknik yang
benar dan Mahasiswa dapat mengenal berbagai jenis jamur
mikroskopis Zygomycetes, Deuteromycetes, Dematiaceae, dan
Khamir. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah buku PP, alat
tulis, HP dan laptop. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah
PPT Acara VI dan video pembelajaran. Cara kerjanya yaitu alat dan
bahan disiapkan. Laptop yang sudah terhubung internet dibuka.
Pemaparan materi dari asisten diperhatikan, meliputi penjelasan
mekanisme praktikum. Laporan sementara dan laporan resmi disusun.
V.1Zygomycetes
Zygomycetes merupakan jamur yang hifanya tidak bersekat
dan bercabang, hidupnya saprofit, serta dinding sel dari zat kitin.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Azzahra (2017) yang menyatakan
bahwa Zygomycota adalah jamur yang memiliki karakteristik
berserabut, bercabang hifa tidak bersekat sehingga terlihat seperti
pipa yang umumnya kurang lintas dinding, biasanya hidup sebagai
saprofit, miselium bercabang, dinding sel terdiri atas kitin.
Zygomycetes termasuk ke dalam kingdom fungi karena
jenis perbanyakan diri seksualnya, terutama pada pembentukan
zigospora. Zigospora terjadi karena peleburan dua gametangium
yang menghubungkan kedua hifa induk seperti jembatan
penghubung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Faubya (2017) yang
menyatakan bahwa fungi mempunyai tubuh berbentuk hifa. Hifa
yakni struktur bentuk seperti tabung yang tersusun dari spora dan
konidia. Hifa yang berkumpul menjadi berbentuk miselium.
Struktur yang berbentuk menyerupai payung yang merupakan alat
reproduksi yang disebut karpus atau tubuh buah muncul di waktu
tertentu.
Cara mengidentifikasi jamur kelompok zygomycetes yakni
dilihat dari ciri morfologi koloninya yakni dari warna, diameter,
dan sifatnya serta melalui ciri mikrokopisnya yakni ciri hifa,
konidiofor, dan konidianya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nasichah, dkk (2016) yaitu Identifikasi kelompok jamur dilakukan
berdasarkan karakter morfologi koloni meliputi warna koloni,
warna dasar koloni, diameter koloni dan sifat koloni, serta karakter
mikroskopis yang meliputi warna hifa, diameter hifa, warna
konidiofor, diameter konidiofor, warna konidia dan diameter
konidia, pada preparat yang diamati dengan metode slide culture.
Contoh jamur Zygomycetes yaitu Rhizopus oryzae. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Azzahra (2017) yang menyatakan bahwa
Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus adalah dua contoh
jamur zygomycota yang secara umum dikenal.
V.1.1 Rhizopus oryzae
Ciri makroskopis Rhizopus oryzae yakni koloni
tampak atas berwarna putih kemudian berubah menjadi
abu – kehitaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sine
& Soetarto (2018) yaitu ciri-ciri makroskopis Rhizopus
oryzae yakni koloni berwarna keputihan dan menjadi
abu-abu kecoklatan dengan bertambahnya usia biakan,
serta mencapai tinggi kurang lebih 10 mm.
Ciri mikroskopis Rhizopus oryzae yakni
sporangiofor tidak bercabang. Kolumela berwarna
coklat, berbentuk globose atau subglobose. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sine & Soetarto (2018) yaitu
ciri-ciri mikroskopis Rhizopus oryzae yakni stolon
berdinding halus atau agak kasar, dan hampir tidak
berwarna hingga coklat kekuningan. Rhizoid berwarna
kecoklatan, bercabang berlawanan arah dengan
sporangiofor, atau sporangiofor dapat muncul langsung
dari stolon tanpa adanya rhizoid. Sporangiofor dapat
tunggal atau berkelompok hingga 5, kadang-kadang
membentuk struktur sperti percabangan garpu,
berdinding halus, memiliki panjang 150-2000 µm dan
berdiameter 6-14 µm. sporangia berbentuk bulat hingga
semi bulat, dinding berduri, berwarna coklat gelap
hingga coklat kehitaman, dan berdiameter 50-200 µm.
Kolumela berbentuk avoid atau berbentuk bulat, avoid
atau tidak teratur, sering kali berbentuk polygonal,
bergaris-garis pada permukaannya, dan memiliki
panjang sekitar 4-10 µm. khlamidiospora berbentuk
bulat, berdiameter 10-35 µm, atau berbentuk elips atau
silindris dan berukuran (8-13)x(16-24) µm.
Rhizopus oryzae beroproduksi secara aseksual dan
seksual. Reproduksi secara aseksual adalah dengan
sporangium, sedangkan reproduksi seksualnya dengan
konjugasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Faubya
(2017) yaitu Rhizopus oryzae beroproduksi secara
aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual Rhizopus
oryzae dimulai dengan produksi sporangiospores di
strukutrnya yang bernama sporangium. Reproduksi
seksual Rhizopus oryzae yakni zygospore diproduksi
saat kedua miselium yang cocok berfusi.
Peranan Rhizopus oryzae yaitu berperan dalam
pembuatan tempe. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sine & Soetarto (2018) yang menyatakan bahwa
Rhizopus oryzae mempunyai karakteristik yang sangat
berperan dalam fermentasi tempe. Rhizopus oryzae
menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat,
membuat komponen makro pada kedelai dipecah
menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah
dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh.
Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak
dan meningkatkan nilai nutrisinya. Rasa dan aroma
kedelai memang berubah setelah menjadi tempe. Tempe
yang masih baru memiliki rasa dan bau yang spesifik.
V.1.2 Syncephalastrum racemosum
Ciri makroskopis Syncephalastrum racemosum
yakni warna koloni tampak atas semula putih kemudian
membentuk cincin konsentrik berwarna abu-abu gelap.
Hal ini sesuai dengan pendapat Nasichah, dkk (2016)
yaitu ciri-ciri makroskopis Syncephalastrum
racemosum yaitu koloni berwarna abu-abu, sifat seperti
kapas dengan diameter 2,5 cm pada masa inkubasi 7 x
24 jam dan berwarna pucat pada bagian dasarnya.
Ciri mikroskopis Syncephalastrum racemosum
yakni memiliki merosporangium yang di dalamnya
terdapat merospora. Tersusun seperti tajuk bunga.
Sporangiofor dapat bercabang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nasichah, dkk (2016) yaitu ciri-ciri
mikroskopis Syncephalastrum racemosum dengan
mikroskop cahaya diperoleh data sebagai berikut: hifa
berwarna kelabu, bersekat, berdiameter 2,5 µm.
Vesikula berbentuk globose, berwarna kecoklatan
dengan diameter 25 µm. Konidiofor berwarna kelabu,
lateral, berdinding halus, dengan panjang 162,5 µm dan
terdapat pada percabangan lateral dengan diameter 12,5
µm. Merosporangia berbentuk silindris dan berwarna
kelabu, berukuran 2,5 µm x 5 µm. Merospora berbentuk
bulat, berwarna coklat muda, berdinding halus dan
berdiameter 5 µm.
Syncephalastrum racemosum beroproduksi secara
aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual
adalah dengan sporangium, sedangkan reproduksi
seksualnya dengan konjugasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mohanty et al. (2019) yaitu jamur
Syncephalastrum racemosum di dalam sporangiol
terdapat spora aseksual (konidia) yang berbentuk
bulat dan tersusun dalam barisan membentuk rantai,
mempunyai zigospora yang merupakan spora seksual.
Peranan Syncephalastrum racemosum yaitu sebagai
jamur antagonis menyebabkan penyakit kuku dan
penyakit alzheimer. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Huang et al. (2014) yang menyatakan bahwa
Syncephalastrum racemosum dapat menyebabkan
penyakit kuku, terutama pada kuku yang rusak dan
telah diusulkan terkait dengan penyakit Alzheimer,
meskipun pekerjaan ini telah banyak dikritik karena
masalah metodologis.
V.2Deuteromycetes
Deuteromycetes merupakan kelompok jamur yang belum
diketahui cara perkembangbiakan secara generatifnya. Hal ini
sesuai dengan Faubya (2017) bahwa Deuteromycetes juga dikenal
sebagai “the imperfect fungi” atau fungi yang tidak sempurna.
Deuteromycetes adalah satu-satunya jamur yang tidak
menunjukkan proses reproduksi secara seksual, sedangkan divisi
jamur yang lain menunjukkan proses reproduksi seksual dan
aseksual. Deuteromycetes memproduksi miselium yang memiliki
septate dan memiliki hifa yang tegak lurus. Untuk proses
reproduksinya, mereka memiliki spora aseksual yang terdapat di
konidiofor.
Deuteromycota termasuk jamur yang disebut fungi
imperfecti (jamur tidak sempurna) karena belum diketahui
reproduksi seksualnya. Jamur ini multiseluler dengan hifa bersekat
dan bereproduksi vegetatif dengan konidiospora. Hidup jamur ini
bersifat saprofit atau parasit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Arifiana (2018) bahwa Deuteromycetes adalah jamuryang belum
diketahui proses reproduksi seksualnya. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan konidia.
Cara identifikasi jamur Deuteromycetes dapat dilakukan
secara makroskopis dengan diamati warna koloni, bentuk koloni,
permukaan koloni. Sedangkan secara mikroskopis dengan diamati
bentuk hifa, warna hifa, jumlah dari konidiofor atau sporangiofor.
Hal ini sesuai dengan Ade (2013) untuk pengidentifikasian secara
makroskopis diamati bentuk koloni, warna koloni, permukaan
koloni dan bentuk spora. Sedangkan secara mikroskopis diamati
bentuk, warna, jumlah dan posisi dari konidiofor atau sporangiofor.
Contoh dari Deuteromycetes adalah Candida albicans,
Helminthosprium oryzae, Ephydermophyton floocossum, Tinea
versicolor, dan Sclerotium rolfsii. Menurut Faubya (2017) bahwa
contoh dari Deuteromycetes adalah Hypomycetes, Aspergillus
niger, Penicillium, Coelomycetes yang dalam kehidupan sehari-
harinya dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan
keju. Menurut Proborini (2015) bahwa contoh jamur yang
tergolong Deuteromycetes yaitu Helminthosprium oryzae
penyebab penyakit bercak coklat pada padi, Ephydermophyton
floocossum penyebab penyakit kaki atlet, Candida
albicans penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis
pada sebagai kulit manusia, mukosa, dan organ yang ada dalam
indera manusia, Tinea versicolor penyebab panu, dan Sclerotium
rolfsii merupakan salah satu jamur patogen yang dapat
mengakibatkan beberapa penyakit pada tanaman, seperti busuk
batang, layu serta rebah kecambah.
V.2.1 Aspergillus niger
Ciri mikroskopis dari Aspergillus niger yaitu
memiliki vesikula, konidia berbentuk bulat, konidia
memiliki susunan yang melingkar (radiate) atau
columnar, hifa bersepta dan hialin, konidiofor muncul
dari foot cell. Hal ini sesuai dengan pernyataan Praja &
Yudhana (2017) bahwa Aspergillus secara mikroskopis
menunjukkan adanya tangkai konidia (konidiofora),
vesikel dan spora atau konidia berbentuk bulat
berwarna hijau kebiruan. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan adanya tangkai konidia (konidiofora)
pendek halus berwarna kehijauan, kepala konidia
(vesikel) berbentuk seperti gada (clavate) dan bulat, dan
menjadi lonjong (columnar) dengan bertambahnya
umur koloni. Sterigmata tampak menutupi setengah
bagian atas dari vesikel. Spora atau konidia berbentuk
bulat, berwarna kehijauan, dan permukaan bergerigi
(echinulate) secara mikroskopis dicirikan dengan warna
konidia, phialid memenuhi seluruh permukaan vesikel
dan vesikel bulat besar. vesikel berbentuk bulat hingga
semi bulat. Konidia bulat hingga semi bulat dan
berwarna coklat. Secara mikroskopis Aspergillus niger
dicirikan dengan warna konidia, phialid memenuhi
seluruh permukaan vesikel dan vesikel bulat besar.
Vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Konidia
bulat hingga semi bulat dan berwarna coklat
Ciri makroskopis Aspergillus niger yaitu warna
koloni hitam dengan reverse berwarna putih atau
kuning. Hal ini sesuai dengan pernyataan Praja &
Yudhana (2017) bahwa Aspergillus niger berwarna
koloni hitam dengan pinggiran putih dan permukaan
bawah koloni berwarna kekuningan sampai coklat.
Aspergillus niger melakukan reproduksi secara
seksual dan aseksual. Reproduksi jamur secara seksual
dilakukan oleh spora seksual. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ikhsani, dkk. (2014) bahwa
Aspergillus melakukan reproduksi secara seksual dan
aseksual. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan
pembentukan kuncup atau tunas pada jamur uniseluler
serta pemutusan benang hifa (fragmentasi miselium)
dan pembentukan spora aseksual (spora vegetatif) pada
fungi multiseluler. Reproduksi jamur secara seksual
dilakukan oleh spora seksual.
Peranan Aspergillus niger merupakan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan banyak
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat,
asam glukonat, dan beberapa enzim seperti pektinase
dan amilase.  niger mampu mensintesis asam sitrat
dalam medium fermentasi ekstraseluler dengan
konsentrasi yang cukup tinggi, jika dibiakkan dalam
media yang kadar garamnya rendah dan mengandung
gula sebagai sumber karbon. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mamuaja & Gumolong (2018) bahwa A.
niger terutama digunakan untuk memproduksi beberapa
enzim, misalnya produksi asam sitrat (E330) dan asam
glukonik (E574) dan untuk produksi enzim ekstraseluler
yang berguna bagi pengolahan pangan dan juga
digunakan pada pembuatan protein seperti protein
sitokin interleukin manusia. Aspergillus niger juga
menjadi kapang yang mampu menghasilkan enzim
lipase, suatu enzim yang mampu menghidrolisis
trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol, sehingga
membantu industri pangan dalam memproduksi pangan
berenergi rendah dan juga untuk produksi obat.
V.2.2 Penicillium sp.
Ciri mikroskopis Penicillum sp. yaitu memiliki
konidia yang terletak di fialid, konidia berbentuk bulat
dan konidial head memiliki susunan seperti kipas atau
kuas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ristiari, dkk.
(2018) bahwa bentuk mikroskopis jamur Penicillium sp.
yaitu memiliki hifa yang hialin, konidia yang bulat, dan
uniseluler, serta memiliki sekumpulan fialid.
Penicillium sp. secara mikroskopis yaitu memiliki
rantai konidia bersel tunggal yang diproduksi dari sel
khusus konidia yang disebut fialid. Terlihat pada
mikroskop bahwa fialid berada pada ujung metula yang
bercabang, tiap cabang memiliki fialid yang
menghasilkan banyak konidia, sehingga konidia
berbentuk seperti rantai panjang, berbentuk bulat, atau
silindris.
Ciri makroskopis Penicillum sp. yaitu warna koloni
bervariasi dari abu-abu muda sampai abu-abu tua,
kekuningan pucat, dan hijau. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ristiari, dkk. (2018) bahwa koloni
Penicillium sp. awalnya berwarna putih, kemudian
berubah menjadi biru kehijauan, abu-abu kehijauan,
abu-abu zaitun, terkadang kuning atau
kemerahmerahan, dan warna sebalik biasanya berwarna
kuning pucat.
Bereproduksi secara aseksual melalui konidia (spora
aseksual) yang terjadi pada konidiofor. Ini ereksi dan
berdinding tipis, dengan sedikit phialides (sel yang
menghasilkan konidia). Reproduksi seksual terjadi
melalui askospora (spora seksual). Ini diproduksi di
ascos berdinding tebal (tubuh buah). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Azizah (2016) bahwa Penicillium
sp. merupakan jamur yang berkembang biak secara
aseksual dengan membentuk konidium yang berada di
ujung hifa. Setiap konidium akan tumbuh menjadi
jamur baru.
Penicillium sp. memiliki peran yaitu penghasil
antibiotic, penghasil pigmen, penghasil enzim,
penghasil mikotoksin dan fermentasi. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ristiari, dkk. (2018) bahwa
Penicillium sp. dilaporkan dapat melindungi tanaman
terhadap serangan patogen sekaligus meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Selain itu, Penicilium juga
berperan sebagai dekomposer yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah . Penicillium sp. merupakan mikroba
tanah yang berperan di dalam penyediaan unsur hara
yakni sebagai mikroba pelarut fosfat (P) dengan
mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi
bentuk terlarut (H2PO4¯) dan HPO42- sehingga dapat
diserap tanaman. Mikroba dengan kemampuan
melarutkan P yang tinggi, umumnya juga memiliki
kemampuan tinggi dalam melarutkan kalium (K).
V.3Dematiaceae
Dematiaceae yaitu kelompok jamur dengan hifa warna
gelap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (2011) yang
menyatakan bahwa jamur dematiaceae merupakan kelompok jamur
memiliki hifa berwarna gelap. Hal ini dikarenakan jamur yang
termasuk suku Dematiaceae memiliki pigmentasi hifa dan struktur
reproduksi yang berwarna dasar coklat tua hingga kehitaman.
Jamur dematiaceae secara alami mudah ditemukan pada serasah
dan peranan besar dalam proses dekomposisi awal serasah daun.
Dematiaceae digolongkan kedalam kelompok “Imperfect
Fungi” atau fungi Deuteromycetes karena kelompok fungi pada
family ini tidak diketahui reproduksi seksualnya. Hal ini sesuai
dengan Ilyas (2011) bahwa jamur yang tidak
sempurna adalah jamur yang tidak cocok dengan
taksonomi klasifikasi jamur yang didasarkan pada spesies konsep
biologi atau karakteristik morfologi struktur seksual karena bentuk
seksual mereka reproduksi belum pernah diamati. Hanya bentuk
reproduksi aseksualnya yang diketahui, artinya jamur ini
menghasilkan spora secara aseksual, dalam proses yang
disebut sporogenesis.
Identifikasi dapat dilakukan secara morfologi dan
molekuler. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ilyas (2011) bahwa
identifikasi jamur anggota Dematiaceae secara morfologi
dilakukan dengan melihat ciri makroskopis dan mikroskopis.
Identifikasi cara morfologi tidak dapat menggambarkan filogeni
hingga tingkat spesies, oleh karena itu dilakukan pula teknik
identifikasi secara molekuler. Jamur dematiaceous, termasuk
spesies yang penting secara medis, biasanya diidentifikasi dengan
mengamati morfologi dan karakteristik fisiologisnya. Namun
metode seperti itu melelahkan dan terkadang tidak dapat
membedakan spesies tersebut dengan konidiogenes polimorfik atau
konidia yang kurang.
Contoh dari famili dematiaceae yaitu Alternaria sp,
Cladosporium dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sastrahidayat (2011) yang menyatakan bahwa famili khusus
Dematiaceae mempunyai konidium dan konidiofora yang
berwarna. Hidup sebagai parasit dan ada yang menyebbakan
penyakit kulit yang berbahaya dan bercak pada tanaman, misalnya
dari genus Cercospora dan ada pula yang saprofit. Contoh,
Cercospora menyebabkan penyakit pada berbagai tumbuhan dan
juga pada manusia, Hormodendrum penyebab penyakit kulit pada
manusia, Helminthosporium parasit pada padi-padian,
Cladosporium penyebab penyakit pada daun tomat, Alternaria
penyebab penyakit pada berbagai tumbuhan dan sebagai
kontaminan.
V.3.1 Alternaria sp.
Karakteristik makroskopis dari jamur Alternaria sp.
adalah miselium yang tumbuh pada medium PDA
berwarna putih keabu-abuan, arah pertumbuhan
misellium ke samping dan struktur miselium kasar.
Menurut Hartatik dkk. (2020), Jamur Alternaria sp.
memiliki karakteristik makroskopis seperti warna
koloni hitam keabu abuan, Konidia berbentuk bundar
(radial). permukaan koloni seperti kapas dengan Tepi
koloni yang bergelombang dan kasar. hasil isolasi daun
sawi hijau yang memiliki gejala bercak daun Alternaria
sp. pada medium PDA.
Ciri mikroskopis Alternaria sp. yaitu memiliki hifa
bersepta, berwarna coklat dan hitam, konidiofor
bersepta, konidia (spora) bersepta transversal dan
horizontal, berbentuk Clavate (gada) atau Ovoid dengan
tipe spora aseksual Dictyspora, susunan membentuk
rantai atau tunggal.. Menurut Faidah dkk. (2017),
karakteristik mikroskopis jamur Alternaria sp. memiliki
konidiofor gelap, sebagian besar sederhana (penentu
atau sympodium), agak pendek , konidia gelap,
biasanya dengan kedua septa memanjang berbagai
bentuk, obclavate untuk elips atau bulat telur, sering
apical atau bercabang tambahan, parastik atau saprofit
pada bahan tanaman. Menurut Hartatik dkk. (2020),
Jamur Alternaria sp. memiliki karakter makroskopis
yaitu permukaan atas koloni berwarna putih keabu-
abuan dan sebalik koloni berwana kehitaman.
Altenaria sp. bereproduksi secara aseksual melalui
konidia. Hal ini sesuai dengan Bilss (2011) Alternaria
sp. merupakan kelompok jamur tidak sempurna
(deuteromycetes) dengan siklus hidup polisiklik.
Patogen ini bereproduksi secara aseksual melalui
konidia. Infeksi umumnya dimulai pada daun tua (daun
terbawah yang paling dekat dengan tanah). Beberapa
waktu kemudian terbentuklah gejala berupa bercak atau
bintik-bintik pada daun. Dari bintik atau bercak-bercak
tersebut konidia banyak diproduksi dan disebarkan.
Konidia ini menginfeksi tanaman lain atau bagian lain
dari tanaman yang sama dalam musim tanam yang
sama. Perkembangan patogen dapat diperburuk oleh
peningkatan inokulum dari inang alternatif, yaitu gulma
atau spesies solanaceous lainnya.
Peranan Alternaria sp. berperan sebagai endofit,
saprofit dan patogen tanaman, beberapa spesies
menyebabkan alergi dan penyakit pada sistem
pernapasan,kulit, dan kuku manusia. Menurut Sutarman
dalam Hartatik dkk. (2020), Bercak daun disebabkan
oleh jamur salah satunya adalah jamur Alternaria sp.
jamur patogen memiliki penyebaran luas di wilayah
tropis seperti Indonesia. Serangan jamur patogen dalam
aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh cuaca. Kasus
serangan berat sering terjadi pada musim hujan. Ferniah
et al. dalam Nurkanti (2020), Alternaria sp. dikenal
sebagai bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya
bercak pada beberapa daun. Menurut Ellis dalam
Nurkanti (2020), Alternaria sp. adalah parasit pada
tanaman hidup atau saprofit pada substrat organik.
V.3.2 Culvularia sp.
Ciri makroskopis dari Culvularia yaitu koloni
berwarna putih dengan tepik tidak rata. Menurut Nopri
dkk. (2018), Secara makroskopis jamur ini akan
membentuk koloni berwarna putih, tepi koloninya tidak
teratur.
Ciri mikroskopis Curvularia sp. yaitu memiliki
konidia terdiri dari 3-5 sel, septa melintang warna
gelap. Sel sentral lebih gelap dibanding sel terminalnya.
Tipe spora aseksual : Phragmospora, Bentuk :
Reniform. Menurut Nopri dkk. (2018), Secara
mikroskopis konidiofor berwarna cokelat, sebagian
besar bantalan konidia tumbuh pada hifa; konidia
(porospora) gelap, ujung sel bening, memiliki 3 hingga
5 sel, selnya menekuk, salah satu sel sentral membesar
Reproduksinya dengan tiga alat yaitu mikrokonida,
makrokonidia dan klamidispora. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nugrahaeni (2011 )yang menyatakan bahwa
mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu mikrokonidia
(terdiri dari 1-2 sel), makrokonidia (3-5 septa), dan
klamidospora (pembengkakan pada hifa). Makrokonidia
berbentuk melengkung, panjang dengan ujung yang
mengecil dan mempunyai satu atau tiga buah sekat.
Mikrokonidia merupakan konidia bersel 1 atau 2, dan
paling banyak dihasilkan di setiap lingkungan bahkan
pada saat patogen berada dalam pembuluh inangnya.
Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas,
melengkung seperti bulan sabit, terdiri dari 3-5 septa,
dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman yang
terserang lanjut. Klamidospora memiliki dinding tebal,
dihasilkan pada ujung miselium yang sudah tua atau
didalam makrokonidia, terdiri dari 1-2 septa dan
merupakan fase atau spora bertahan pada lingkungan
yang kurang baik.
Culvularia coimbatorensis berperan sebagai jamur
patoden pada beberapa jenis tanaman. Dimana
Culvularia coimbatorensis dapat menyebabkan
munculnya bercak hitam yang berukuran kecil pada
daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Lal (2013)
yang menyatakan bahwa Jamur Curvularia sp sudah
dikenal menjadi patogen pada beberapa jenis tanaman,
karena memiliki kisaran inang yang luas. Jamur
Curvularia sp. dapat menyebabkan munculnya bercak
berwarna hitam pada tanaman dengan ukuran kecil-
kecil (berukuran diameter 0,5 - 1 mm). Selain itu
Culvularia coimbatorensis juga dapat menyebabkan
alergi pada manusia dan hewan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Krizsan et al. (2016) yang menyatakan
bahwa Culvularia coimbatorensis bersifat patogenik
atau menjadi alergen (penyebab alergi) pada manusia
dan hewan, karena kemampuannya menghasilkan toksin
yang berbahaya, yaitu brefeldin dan curvularin.
V.4Yeast
Khamir merupakan jamur mikroskopis, eukariotik dan
uniseluler. Ukuran sel khamir pada umumnya lebih besar
dibandingkan dengan sel bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Kurtzman dan Fell (2011), bahwa Khamir adalah mikroorganisme
eukariot yang diklasifikasikan dalam kingdom Fungi, dengan 1.500
species yang telah dapat dideskripsikan (diperkirakan 1% dari
seluruh spesies fungi). Khamir merupakan mikroorganisme
uniseluler, meskipun beberapa spesies dapat menjadi multiseluler
melalui pembentukan benang dari sel-sel budding tersambung yang
dikenal sebagai hifa semu (pseudohyphae), seperti yang terlihat
pada sebagian besar kapang.
Termasuk kedalam kingdom fungsi karena jenis
perbanyakan diri seksualnya menggunakan askospora dan
basidiospora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guo dan King
(2013), bahwa Askospora merupakan spora yang terdapat atau
diproduksi di dalam askus. Spora jenis ini khusus terdapat pada
Fungi yang diklasifikasikan sebagai Ascomycota. Umumnya,
sebuah askus dapat mengandung delapan askospora, yang
merupakan hasil meiosis yang diikuti dengan mitosis. Basidiospora
merupakan spora yang dihasilkan oleh sel khusus yang disebut
basidium. Basidiospora ini khusus terdapat pada Fungi yang
diklasifikasikan sebagai Basidiomycota.
Cara mengidentifikasi khamir yaitu dengan mengamati ciri
makroskopis dan mikroskopis khamir. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Arif dkk (2012), bahwa Identifikasi dilakukan dengan
mengamati ciri makroskopis dan mikroskopis jamur. Ciri
makroskopis yang diamati adalah warna jamur, koloni jamur dan
bentuk tubuh buah jamur. Pengamatan ciri mikroskopis mencakup
hifa, spora, sporangium, konidia dan konidiofor dan ciri khusus
yang akan menentukan jenis jamur tersebut.
Contoh spesies dari khamir adalah Saccharomyces
cereviceae, Candida albicans, dan Rhodotorula spp. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Camacho dkk (2011), bahwa Saccharomyces,
Rhodotorula spp, dan Candida spp merupakan genus khamir/ragi.
V.4.1 Saccharomyces sp.
Ciri makroskopis dari Saccharomyces spp adalah
Koloni berbentuk bulat berwarna putih, mengkilap, dan
halus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Simbolon dkk
(2018), bahwa Untuk khamir sendiri, secara
makroskopis memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih
susu atau putih kekuningan, memiliki spora dan tidak
berlendir.
Ciri mikroskopis dari Saccharomyces spp adalah
uniseluler, berbentuk bulat lonjong, inti di tengah, dan
terdapat tunas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Agustining (2012), bahwa khamir ini berbentuk oval
(bulat telur) dengan ukuran sekitar 1-5μm atau 20-25μm
dengan lebar sekitar 1-10μm. Koloninya berbentuk rata,
lembab, mengkilap dan halus (Agustining,
2012). Saccharomyces cerevisiae termasuk dalam
golongan Ascomycomycetes karena dapat membentuk
askospora dalam askus.
Reproduksi Saccharomyces spp pada vegetative
pembelahan tunas sedangkan pada generatif
menggunakan membentuk askus dan askospora. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Arroyo dkk (2013), bahwa
pembelahan tunas, yaitu gabungan antara pertunasan
dan pembelahan. Pada proses ini mula-mula terbentuk
tunas, tetapi tempat melekatnya tunas pada sel induk
relatif besar, kemudian terbentuk septa yang
memisahkan tunas dari induk selnya. Pada
Saccharomyces, areal tempat melekatnya tunas pada
induk sedemikian kecilnya sehingga seolah tidak pernah
terbentuk septa (tidak dapat dilihat oleh mikroskop
biasa). Pada pembentukan akospora. Pada khamir
diploid seperti Saccharomyces cerevisiae, meiosis dapat
terjadi langsung dari sel vegetative. Spora berbentuk
bulat atau oval dengan permukaan halus.
Peran Saccharomyces cereviceae adalah salah
satunya dalam pembuatan bir dan roti. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Arroyo dkk (2013), bahwa
Saccharomyces cerevisiae berfungsi dalam pembuatan
roti dan bir, karena Saccharomyces bersifat fermentatif
(melakukan fermentasi, yaitu memecah glukosa
menjadi karbon dioksida dan alkohol) kuat. Namun,
dengan adanya oksigen, Saccharomyces juga dapat
melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi
karbon dioksida dan air.
V.4.2 Candida spp.
Ciri makroskopis dari Candida spp adalah koloni
berwarna putih kekuningan, bentuk bulat, dan
permukaan halus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Indrayanti dan Sari (2018), bahwa Candida albicans
memiliki ciri – ciri seperti berbau asam, mempunyai
koloni seperti ragi, berwarna putih kekuningan, dan
permukaan koloninya basah dan cembung.
Ciri mikroskopis dari Candida spp adalah Sel
berbentuk bulat lonjong dan berukuran 2-4 µm. hal ini
sesuai dengan pernyataan Indrayanti dan Sari (2018),
bahwa Candida albicans memiliki ciri – ciri berbentuk
bulat, lonjong atau bulat lonjong. Koloninya pada
medium padat sedikit menimbul dari permukaan
medium, dengan permukaan halus, licin atau berlipat –
lipat, berwarna putih kekuningan dan berbau ragi. Besar
koloni bergantung pada umur.
Candida berkembang biak dengan cara
memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari
tunas yang disebut dengan blastospora. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Jawetz et al (2012), bahwa Candida
albicans memperbanyak diri dengan spora yang
dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan inti
dan berbentuk tunas. Candida membentuk pseudohifa
yang sebenarnya adalah rangkaian blastospora yang
bercabang-cabang.
C. psesudotropicalis berperan dalam fermentasi
laktosa pada susu, sedangkan Candida albicans
merupakan spesies fungi yang termasuk sebagai fungi
patogen yang dapat menyebabkan keputihan pada
wanita, penyakit kulit, serta pada mukosa manusia. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Kokare (2017), bahwa
Candida albicans adalah spesies cendawan patogen dari
golongan deuteromycota. Spesies cendawan ini
merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut
kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam
manusia.

VI. KESIMPULAN
VI.1 Pembuatan preparat jamur dilakukan dengan terlebih
dahulu membersihkan kaca obyek yang digunakan, kemudian
ditetesi ‘mounting fluid’ lactophenol atau asam laktat 3%,
selanjutnya kultur kapang diambil pada bagian tepi beserta sedikit
agar dan diletakkan pada tetesan ‘mounting fluid’ dan ditetesi
alkohol 70% untuk menghilangkan spora yang berlebihan,
kemudian preparat ditutup dengan kaca penutup dan dilewatkan di
atas api, preparat diamati di bawah mikroskop.
VI.2 Untuk mengenali berbagai jenis jamur, perlu
memperhatikan ciri-ciri dari setiap jamur. Zygomycetes merupakan
jamur yang memiliki spora yang disebut sebagai Zigospora, hifa
bersekat, dan memiliki stolon, rizoid, dan sporangiofor. Contoh
spesies Zygomycetes adalah Rhizopus oryzae dan Mucor
racemosus. Karakteristik pada Deuteromycetes antara lain, hifa
bersekat, alat reproduksi berupa kondiospora, bersifat mikroskopis,
dan merupakan jamur multiseluler. Contoh spesies Deuteromycetes
ialah Aspergillus sp. dan Penicillium sp. Dematiaceae memiliki
ciri-ciri antara lain, sporangia berwarna gelap, kondiofor
bercabang, makrokonidia dan mikrokonidia membengkok di
bagian dorsal sehingga tampak seperti sekat. Contoh spesies
Dematiaceae ialah Altenaria alternata dan Curvularia sp. Adapun
karakteristik pada yeast/khamir meliputi, koloni berwarna putih
hingga putih kekuningan, berbau seperti alkohol, dan tidak terdapat
lendir pada sporanya. Contoh jamur yang termasuk yeast ialah
Candida albicans dan Saccharomyces cerevisiae.
DAFTAR PUSTAKA

Agustining, D. 2012. Daya Hambat Saccharomyces Cerevisiae Terhadap


Pertumbuhan Jamur Fusarium Oxysporum. Fungipedia. 1(9).

Arif, A., Muin, M., & Kuswinanti, T. 2012. Isolasi Dan Identifikasi Jamur Kayu
Dari Hutan Pendidikan universitas Hasanuddin Di Bengo-Bengo
Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros. Perennial. 5(1), 15-22.

Arifiana, E. 2018. Pengembangan BAHAN Ajar Fungi Berbasis Web


Menggunakan Aplikasi Moodle Untuk Pembelajaran Biologi SMA.
Skripsi. Universitas Jember

Arroyo-López FN, Orlić S, Querol A, Barrio E 2013. "Effects of temperature, pH


and sugar concentration on the growth parameters of Saccharomyces
cerevisiae, S. kudriavzevii and their interspecific hybrid. Int. J. Food
Microbiol. 131 (2–3): 120–7.

Ata, S. H, Papuangan, Nurrmaya, Bahtiar. 2016. Identifikasi Cendawan Patogen


pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L). Universitas Khairun,
Kampus Akehuda, Ternate

Azizah, A. 2016. Metode Pembelajaran Field Trip Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Fungi Jamur. Universitas Padjajaran.

Azzaha, Athalika. 2017. Jenis - Jenis Fungi dan Perannya di Dunia. Jurnal Teknik
Dasar, 1(1) : 21-24.

Bills, G.F. and Polishook, J.D., (2011). Abundance and Diversity of Microfungi in
Leaf Litter of Lowland Rain Forest in Costa Rica. Mycologia. 86(2), 187-
198.

C. R. Kokare. 2017. Pharmaceutical Microbiology Principles and Applications.


Nirali Prakashan. 
Camacho-Ruiz L, Pérez-Guerra N, Roses RP. 2011. Factors affecting the growth
of Saccharomyces cerevisiae in batch culture and in solid state
fermentation. Electron J Environ Agric Food Chem 2(5): 531-542.

Faidah, Fikriatul. Puspita, Fifi. Ali, Muhammad. 2017. Identifikasi Penyakit Yang
Disebabkan Oleh Jamur Dan Intensitas Seranganya Pada Tanaman Buah
Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) diKabupaten Siak Sri Indrapura.
JOM Faperta UR, Vol. 4 No. 1: 1-14.

Faubya, Adha. 2017. Enam Divisi Jamur. Jurnal Teknik Dasar, 1(1) : 13-16.

Gandjar, Indrawati & Wellyzar Sjamsuridzal. 2016. Mikologi Dasar dan Terapan.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Guo H, King MC 2013. A quality control mechanism linking meiotic success to


release of ascospores. PLoS ONE. 8 (12)

Hartatik, Nia Sri. Sucianto, Eddy Tri. Purwati, Endang Sri. 2020. Genera Jamur
Patogen dan Persentase Penyakit Bercak Daun yang ditemukan pada
Pertanaman Sawi Hijau (Brassica juncea) di Desa Serang, Kecamatan
Karangreja, Purbalingga. BioEksakta: Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed,
Volume 2, Nomor 3: 392 – 402.

Huang, W. K., Sun, J. H., Cui, J. K., Wang, G. F., Kong, L. A., Peng, H., ... &
Peng, D. L. 2014. Efficacy Evaluation of Fungus Syncephalastrum
racemosum and Nematicide avermectin Against The Root-Knot Nematode
Meloidogyne Incognita on Cucumber. PLoS one, 9(2), e89717.

Ikhsani, dkk. 2014. Morfologi Jamur. Universitas Gadjah Mada.

Ilyas, Muhammad. (2011). Kelimpahan dan Keragaman Kapang pada Sampel


Tanah di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat.
Jurnal Biologi Indonesia 5 (3): 245-257.

Indrayati, S., & Sari, R. I. 2018. Gambaran Candida albicans Pada bak
Penampung Air di Toilet SDN 17 Batu Banyak Kabupaten
Solok. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis's Health
Journal). 5(2), 133-138.

Jawetz, et al. 2012. Medical Microbiology. 23rd edition. Singapore: McGrawHill


Companies, Inc. ISBN: 007-141207-7, Pp: 818

Kurtzman CP, Fell JW. 2011. Yeast Systematics and Phylogeny—Implications of


Molecular Identification Methods for Studies in Ecology. Biodiversity and
Ecophysiology of Yeasts, The Yeast Handbook,. Springer.

Kurtzman, C.P. and J.W. Fell. 2011. The Yeast, a Taxonomic Study. Elsevier.
Netherlands

Indrayati, S., Suraini, S., & Afriani, M. (2018). Gambaran Jamur Candida sp..
Dalam Urine Penderita Diabetes Mellitus Di RSUD Dr. Rasidin Padang.
Perintis's Health Journal, 5(1), 46-50.

Mamuaja, M. N. & Gumolung, D. 2018. Uji Tumbuh Kapang Aspergillus niger


pada Beberapa Media Bahan Pangan Asal Sulawesi Utara. Fullerene
Journ. Of Chem, 3 (2)

Mohammad, Saleh Yasmine. 2018. Screening of Some Deuteromycetes as


Biological Control Against White Rot Fungi Trametes versicolor in
Some Syrian Coastal Areas. Research Journal of Pharmacy and
Technology. Vol 10 (10). Page 3375 – 3378

Mohanty, P., Dash, S., Mohapatra, L., & Jain, M. 2019. Total Dystrophic
Onychomycosis Due to Syncephalastrum racemosum–A Rare Cause and
Its Novel Treatment Option. Indian Dermatology Online Journal, 10(2),
171.

Mudjajanto, Eddy setyo dan Yulianti, Lilik Noor., 2014. Membuat Aneka Roti.
Penebar Swadaya. Jakarta

Nasichah, A. Z., Hastuti, U. S., Suarsini, E., & Rohman, F. 2016. Identifikasi
Morfologi Kapang Endofit Cengkeh Afo dari Ternate. In Proceeding
Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and
Learning (Vol. 13, No. 1, pp. 787-792).

Nopri, Deny. Mamie E. Pellondi’u. Simamora, Agnes V. 2018. Identifikasi Jamur


Penyebab Penyakit Pada Pohon Ampupu (Eucalyptus urophylla) Di
Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Pertanian, 209-223.

Nugrahaeni, E.S. 2011. Karakterisasi Biologi Isolat-Isolat Fusarium sp. Pada


Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Asal Boyolali. Skripsi.
UNS

Nurkanti, Mia. Halimah, Mimi. Silfister, Yosi. Suganda, Handi. 2020. Potensi
Ekstrak Lengkuas (Alpinia Purpurata K. Schum) Sebagai Fungisida
Terhadap Jamur Alternaria Sp. Pada Tanaman Jeruk. Biotropic, Vol.4
(No.2): 110– 118.

Praja, N, R. Yudhana, A. 2017. Isolasi dan Idnetifikasi Aspergilus spp pada Paru-
Paru Ayam Kampung yang Dijual di Pasar Banyuwangi. Jurnal Medik
Veteriner. Vol 1 (1) : 6-11

Prayekti, E. Sumarsono, T. 2019. Analisis Jumlah Dan Morfologi Penicillium sp.


Pada Media Ampas Tahu. Jurnal SainsHealth Vol.3 No.2. Universitas
Maarif Hasyim Latif Sidoarjo.

Ristiari, dkk. 2018. IsolasiDan Identifikasi Jamur Mikroskopis Pada Rizosfer


Tanaman Jeruk Siam (Citrus nobilis Lour) Di Kecamatan Kintamani,
Bali. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, 6 (1)

Saputra, Yanuar. 2013. Perbedaan dari 4 Kelas pada Kingdom Fungi. Makalah.
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Jember.

Sastrahidayat, Ika Rochdjatun. 2011. Fitopatologi Ilmu Penyakit Tumbuhan.


Malang: Universitas Brawijaya Press.
Septriani (2011). Efek Fermentasi Dengan Saccharomyces cerevisiae Terhadap
Karakteristik Biokimia Tapioka. Agritech, 33(3), 281-287.

Setyoko, H., & Utami, B. 2016. Isolasi dan karakterisasi enzim selulase cairan
rumen sapi untuk hidrolisis biomassa. In Proceeding Biology Education
Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 13, No.
1, pp. 863-867).

Simbolon, N. C., Wijaya, I. M. M., & Gunam, I. B. W. 2018. Isolasi dan


Karakterisasi khamir Potensial Penghasil Bioetanol dari Industri Arak di
Karangasem Bali. Jurnal Rekayasa dan manajemen Agroindustri. 6(4):
316-326.

Sine, Y., & Soetarto, E. S. 2018. Isolasi dan Identifikasi Kapang Rhizopus pada
Tempe Gude (Cajanus cajan L.). Savana Cendana, 3(04), 67-68.

Waretno, L. 2017. Inventarisasi Jamur Makroskopis di PT. Perkebunan Nusantara


III Perkebunan Karet Sarang Giting Dolok Masihul. Skripsi. Universitas
Medan Area
HALAMAN PENGESAHAN

Mengetahui, Ponorogo, 31 Maret 2021

Asisten Praktikan

Tubagus Royhan Fachira Elbibiya Izzul Penidda


NIM. 24020117130053 NIM.24020119140109
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai