Anda di halaman 1dari 6

TOPIK VI

SITOLOGI BUCCAL SMEAR

Nama : Denny saba


NIM : 19010100012
Tanggal Praktikum : 23 Desember 2020
Dosen Pengampu : Acivrida Mega Charisma, S.Si., M.Si.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah ephitelium berasal dari kata ephi yang berarti upon atau di atas dan thele yang
berarti nipple atau punting. Istilah tersebut untuk pertama kali digunakan terhadap suatu
lapisan pada permukaan bibir yang tembus cahaya. Di bawah lapisan tersebut terdapat
punting-punting atau papillae jaringan pengikat yang banyak mengandung kapiler darah.
Punting jaringan pengikat tadi menonjol-nonjol ke lapisan penutup permukaan yang bersifat
tembus cahaya, dan lapisan inilah yang sebenarnya berbentuk sebagai epitel. Selanjutnya
penggunaan istilah epitel meluas untuk semua bentuk lapisan yang terdiri atas lembaran sel-
sel (cellular membrane) baik yang bersifat tembus cahaya ataupun yang tidak. Lembaran sel
tersebut terdapat menutupi dan membatasi di luar ataupun di luar tubuh (Subowo, 2002).
Jaringan epitel mempunyai ciri-ciri umum terdiri atas sel-sel yang saling berdekatan,
yang berbentuk pipih. Hanya ada sedikit material antarsel. Jaringan bersifat avaskular atau
tanpa pembuluh darah. Permukaan atas epithelium bebas, atau terbuka bagi bagian luar tubuh
atau rongga tubuh bagian dalam. Permukaan basal berada pada jaringan ikat. Pembelahan sel
pada epithelium terjadi secara terus menerus untuk menggantikan sel-sel yang rusak. Ada 2
macam jaringan epithelium, yaitu epithelium permukaan merupakan epitel pelapis berbaris
yang menutupi permukaan tubuh dan organ tubuh bagian dalam, epitelium kelenjar
menyekresi hormon atau produk lain.

Pengamatan kondisi patologis yang terjadi di dalam rongga mulut dapat dilakukan
dengan membuat preparat apusan yang diperoleh dengan membuat irisan tipis dari sepotong
kecil jaringan yang telah di fiksasi, kemudian dipulas, dilekatkan dalam medium dengan
indeks refraksi yang sesuai diatas kaca objek lalu ditutup dengan kaca penutup.

1.2 Tujuan Praktikum


 Mengetahui cara pengambilan sampel buccal smear
 Dapat membuat sediaan sitologi buccal smear
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Istilah ephitelium berasal dari kata ephi yang berarti upon atau di atas dan thele yang
berarti nipple atau punting. Istilah tersebut untuk pertama kali digunakan terhadap suatu
lapisan pada permukaan bibir yang tembus cahaya. Di bawah lapisan tersebut terdapat
punting-punting atau papillae jaringan pengikat yang banyak mengandung kapiler darah.
Punting jaringan pengikat tadi menonjol-nonjol ke lapisan penutup permukaan yang bersifat
tembus cahaya, dan lapisan inilah yang sebenarnya berbentuk sebagai epitel. Selanjutnya
penggunaan istilah epitel meluas untuk semua bentuk lapisan yang terdiri atas lembaran sel-
sel (cellular membrane) baik yang bersifat tembus cahaya ataupun yang tidak. Lembaran sel
tersebut terdapat menutupi dan membatasi di luar ataupun di luar tubuh (Subowo, 2002).

Epitel mukosa mulut termasuk dalam epithelium skuamosa simpel, adalah lapisan
tunggal sel gepeng dengan nucleus sentral seperti lempengan. Distribusi epithelium skuamosa
simpel terdapat pada area:
1. Melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfe (endothelium)
2. Melapisi rongga tubuh (mesotelium)
3. Saluran terkecil dari banyak kelenjar
4. Bagian tubulus ginjal
5. Duktus terminal dan kantong udara pada sistem respirasi.

Penampakan dalam sebuah potongan melintang mikroskopik adalah selembar gabungan sel
gepeng yang terlihat seperti sepiring telur goreng (Sloane, 2003).

Prinsip kerja apusan sitologi adalah setetes cairan pleura dipaparkan diatas gelas
objek lalu dicat dan diperiksa menggunakan mikroskop. Sediaan apus harus dibuat dan
dipulas dengan baik untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik (Budiawanty, 2017).
Tahap awal dilakukan proses sentrifuge untuk memisahkan antara supernatant dan endapan,
kemudian dilakukan fiksasi. Sebelum dilakukan fiksasi sediaan preparat tidak boleh terlalu
kering karena dapat merusak sel dan hilangnya afinitas pada pewarnaan. Fiksasi digunakan
utnuk memeriksa struktur sel dengan jelas (Astuti, 2017).
Prinsip pengecatan papanicolaou adalah melakukan pewarnaan, hidrasi, dan dehidrasi
sel. Pengambilan sediaan yang baik, fiksasi dan pewarnaan sediaan yang baik serta
pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan langkah yang harus ditempuh dalam
menegakkan diagnosa (Astuti, 2017). Pengecatan papanicolaou menggunakan zat-zat warna
yaitu Haris hematosillin untuk mewarnai kromatin dan membran inti (biru-ungu) dan anak
inti (merah, merah muda, atau orange). Orange G untuk memberi warna cerah pada
sitoplasma (kuning-orange), dan polychrome (EA-50). Sel-sel yang memiliki afinitas
terhadap eosin yaitu sitoplasma asidofil (asam) terdapat bayangan merah muda atau kuning
dan sel-sel spesifisial lebih asidofil sedangkan sitoplasma basofil (basa) berwarna biru pucat
atau kehijauan, sel-sel intermediat, parabasal dan basal lebih basa (Astuti, 2017).

Cat utama yang digunakan dalam pengecatan papanicolaou yaitu cat hematosilin, sel-
sel yang overstained dan kelebihan hematosilin dihilangkan dengan ekstraksi diferensial di
HCl, cat Eosin-alkohol/ EA-50 memiliki formula yang sama digunakan untuk melihat reaksi
pewarnaan sitoplasma. Blueing yaitu subsitusi kebiruan solusion dapat digunakan untuk
memperjelas bentuk/ struktur sel. Proses hidrasi yang merupakan penggunakan serangkaian
alkohol bertingkat (50%, 70%, 80%, dan 90%) untuk hidrasi dan dehidrasi berguna untuk
menghindari terjadinya penyusutan pada sel (Astuti, 2017).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung centrifuge, mikroskop, cover
glass, objek glass, wadah, bejana, gelas ukur, deck glass, timer.

3.2 Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadest, alkohol 95%, sampel
urin sewaktu, xylol, eosin, orange G-6, larutan Harris Hematoksilin, larutan eter, etil alkohol
95%, Entellan, tisu.

3.3 Prosedur Kerja

A. Pengambilan sampel buccal smear dan pembuatan sediaan apus

 Menyiapkan batang aplikator yang sudah di sterilisasi dan kaca objek yang
bersih
 Persiapkan pasien duduk di kursi dengan posisi kepala agak menengadah
 Mengusap aplikator pada mukosa mulut atau pipi bagian dalam dengan sedikit
ditekan
 Mengoleskan aplikator yang tadi ke atas permukaan objek glass
 Lakukan beberapa kali dengan alur searah tidak dibolak-balik karena akan
merusak sel
 Pengolesan pun tidak boleh dilakukan dengan cara terlalu ditekan karena akan
merusak sel
 Segera lakukan fiksasi dengan larutan alkohol 95% selama 10-20 menit
B. Pengecatan Papanicolaou

1. Lakukan proses rahidrasi sebagai berikut:


 Alkohol 95%, 80%, 75%, 70%, 65%, 60%, 50%, 40%, 30%, aquadest
sebanyak masing masing masing 4 kali celup bolak balik.
2. Pewarnaan dengan larutan Harris Hematoksilin yang sudah diencerkan dengan
aquadest dengan perbandingan yang sama.
3. Masukkan ke dalam bejana dengan air mengalir selama 5-10 menit (proses blueing
dihentikan jika dirasa warna biru pada sediaan dirasa cukup, semakin lama dalam air
mengalir menyebabkan warna biru pada sediaan semakin tua).
4. Lakukan proses rehidrasi cengan sebagai berikut:
 Aquadest, alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95% sebanyak
masing masing 4 kali celup bolak balik.
5. Pewarnaan dengan Orange G-6 selama 2-3 menit,
6. Celupkan ke dalam larutan alkohol 95% I dan II masing masing 4 celupan dengan
cepat
7. Pewarnaan dengan Eosin selama 2-3 menit.
8. Celupkan lagi ke dalam alkohol 95% I dan II masing masing 4 celupan dengan cepat.
9. Lakukan proses clearing dengan tahapan:
 Alkohol : xylol (3:1) : 4 kali celup bolak balik
 Alkohol : xylol (1:1) : 4 kali celup bolak balik
 Alkohol : xylol (1:3) : 4 kali celup bolak balik
 Xylol I : 5 menit sambil pembersihan sediaan
 Xylol II : 5 menit sambil pembersihan sediaan
 Xylol III : 5-10 menit
10. Lakukan proses mounting (menutup hasil pewarnaan dengan deck glass dan perekat
entellen) dan biarkan sediaan kering.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Epitel mukosa mulut termasuk dalam epithelium skuamosa simpel, adalah lapisan
tunggal sel gepeng dengan nucleus sentral seperti lempengan. Distribusi epithelium skuamosa
simpel terdapat pada area:
1. Melapisi pembuluh darah dan pembuluh limfe (endothelium)
2 Melapisi rongga tubuh (mesotelium)
3. Saluran terkecil dari banyak kelenjar
4. Bagian tubulus ginjal
5. Duktus terminal dan kantong udara pada sistem respirasi.

Penampakan dalam sebuah potongan melintang mikroskopik adalah selembar gabungan sel
gepeng yang terlihat seperti sepiring telur goreng (Sloane, 2003).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pengamatan


apusan cairan pleura yang sudah dilakukan teknik apusan dan pengecatan Papanicolaou dan
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10× lensa okuler dan 100× lensa objektif
sehingga menjadi 1000× perbesaran. Dari pengamatan tersebut didapatkan hasil bahwa dalam
sel epitel dalam pemeriksaan buccal smear tersebut setelah diamati dibawah mikroskop yaitu
latar berwarna putih dengan penampakan sel yang berwarna merah karena sesudah
pewarnaan. Sel yang berwarna merah tersebut terdapat inti sel (nukleus) dan sitoplasma.
Sel-sel epitel mukosa mulut terdiri dari empat lapisan berturut-turut dari yang paling
dalam ke permukaan yaitu lapisan germinativum/basalis, lapisan spinosum, lapisan
granulosum dan lapisan corneum. Stratum basalis terdiri dari selapis sel berbentuk kubus
yang berbatasan dengan lamina propia dan mengandung sel-sel induk yang secara kontinyu
bermitosis dan anak selnya dikirimkan ke lapisan yang lebih superfisial. Stratum spinosum
terdiri dari beberapa lapis sel berbentuk bulat atau oval dan mempunyai karakteristik sel yang
mulai matang. Stratum granulosum terdiri dari beberapa lapis sel yang lebih gepeng dan lebih
matang dari stratum spinosum dan mengandung banyak granula keratohyalin yang
merupakan bakal sel keratin. Stratum corneum terdiri dari selapis atau berlapis-lapis sel
(tergantung regio) berbentuk pipih yang tidak berstruktur dan tidak mempunyai inti sel.

Mukosa mulut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu mukosa pengunyahan,
mukosa penutup dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdapat di regio rongga mulut
yang menerima tekanan kunyah seperti gusi dan palatum durum. Jaringan epitelnya
parakeratinised (mempunyai lapisan keratin tipis yang beberapa selnya da yang masih
memiliki inti sel yang tidak sempurna). Mukosa penutup terdapat pada dasar mulut,
permukaan inferior lidah, permukaan dalam bibir dan pipi, palatum molle dan mukosa
alveolaris kecuali gusi. Tipe epitelnya nonkeratinised (tidak memiliki lapisan keratin).
Mukosa khusus terdapat pada dorsum lidah, tipe epitelnya ortokeratinised (memiliki lapisan
keratin yang tebal yang terdiri dari sel-sel yang sudah tidak berinti). Perbandingan antara sel
basal-parabasal, sel intermediet, dan sel superfisial disebut indeks maturasi. Pada kondisi
normal, jumlah sel pada lapisan superfisial sesuai dengan jumlah sel pada lapisan sel basal.

Mayoritas sel yang terdapat pada masing-masing mukosa adalah sel intermediate,
kemudian sel superfisial, dan yang paling sedikit adalah sel basal. Hasil ini sesuai dengan
teori Balaciart (2004) yang menyatakan bahwa sel terbanyak yang biasa ditemukan pada
mukosa oral yang normal adalah intermediate sel dan bukannya basal-parabasal sel. Hal ini
terjadi karena aktivitas proliferasi pada epitel mulut yang normal tampak lebih banyak terjadi
pada lapisan intermediet daripada sel basal-parabasal maupun sel superfisial.
Inti Sel

Sitoplasma

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kita
dapat mengetahui cara pengambilan sampel buccal smear dengan baik dan benar serta dapat
membuat sediaan sitologi dari buccal smear dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur
yang telah disepakati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sei-sel yang terdapat pada
masing-masing mukosa tersebut didominasi oleh sel intermediet.

DAFTAR PUSTAKA

Rudyatmi, Ely. 2015. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA Unnes.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Subowo. 2002. Histologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai