Hak
Anak sekecil itu menyandarkan tubuhnya di bangunan-bangunan beton pinggiran kota
Di sana ada bau tak sedap dan asap kendaraan bermotor
Apakah ia dilarang untuk menikmati udara bersih yang sehat?
Apakah sudah tak ada lagi pohon peneduh yang rindang?
Kalaupun ada, itu hanya separuh
Matahari pun masih bisa menemukannya sekalipun ia bersembunyi
Negeri ini sesak dipadati gedung-gedung yang menjulang tinggi
Seakan berlomba-lomba untuk bisa menjamah langit
Tampaknya anak itu sudah tak sanggup lagi untuk berjalan
Apakah ia merasa lapar?
Ataukah hanya ingin rehat sejenak?
Bukankah minuman, makanan, pendidikan, dan tempat yang layak adalah hak bagi anak bangsa di
negeri ini?
Bagaimana bisa anak-anak itu tak bersekolah?
Padahal di negeri ini tidak sedikit orang berpendidikan tinggi bahkan sampai ke luar negeri.
Kerinduan
Wajah mentari sudah tak nampak lagi
Sekarang hanya ada rembulan dan jutaan galaksi
Kusibakkan tirai
Kubiarkan jendela terbuka
Kukatakan pada bintang bahwa aku senang melihat pancaran sinarnya
Kukatakan pada bulan bahwa sungguh mulia dirinya menerangi makhluk bumi
Mataku berkaca-kaca
Senyumku melebar
Kutanyakan kabar saudara-saudaraku disana
Apakah baik-baik saja?
Ingin rasanya kumemeluk saudara-saudaraku
Aku muak pada makhluk bumi
Bertindak sewenang-wenang
Acuh tak acuh pada hidup atau mati
Oh, surga-Mu adalah harapanku
Kelak aku akan menyusul
Tuhan, sampaikan salamku buat keluarga yang kurindu
Profil Penulis
Penulis kelahiran Sumatera Utara, 6 April 1998 silam ini memiliki nama pena Raya Averyll. Punya
hobi menulis dan menggambar. Mulai belajar dunia kepenulisan di tahun 2017. Jejaknya bisa dilacak
melalui akun ig @angguntiarena. Ada beberapa karyanya, yaitu buku antologi quotes berjudul
“Suratan Cinta Untuk Lombok” (Raditeens, 2018), antologi puisi berjudul “Aku Tahu Literasi”
(Penerbit Cendekia Press, 2018), dan puisi berjudul “Terbang Bersama Deen Assalam” (GMB
INDONESIA, 2019).