Anda di halaman 1dari 171

ANALISIS KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS

TIPE 2 DI RSUD LABUANG BAJI DAN RS IBNU SINA


KOTA MAKASSAR TAHUN 2015

ANALYSIS OF QUALITY OF LIFE OF PATIENTS WITH TYPE


2 DIABETES MELLITUS IN LABUANG BAJI LOCAL
GENERAL HOSPITAL AND IBNU SINA HOSPITAL
MAKASSAR 2015

MUHAMMAD AKBAR SALCHA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ANALISIS KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELITUS
TIPE 2 DI RSUD LABUANG BAJI DAN RS IBNU SINA
KOTA MAKASSAR TAHUN 2015

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

MUHAMMAD AKBAR SALCHA

kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : MUHAMMAD AKBAR SALCHA

NIM : P1804213502

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan menjiplak hasil

karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Makassar, 19 Agustus 2015

Yang membuat pernyataan,

MUHAMMAD AKBAR SALCHA

iv
PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu Alaikum Wr.Wb

Tiada kata yang paling indah untuk penulis haturkan segala puja dan

puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Pencipta

semesta alam atas segala limpahan berkat, rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Labuang Baji

dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015”. Tesis ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat

di Universitas Hasanuddin.

Salawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabat beliau yang

telah memberikan pondasi keimanan serta tauladan pada para umat

manusia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan, meskipun penulis telah

berusaha semampunya untuk menyempurnakan penulisan. Tidak sedikit

hambatan dan tantangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan tesis

ini namun berkat ketabahan, kesabaran, dan dukungan dari berbagai pihak,

akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati dan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yakni

v
Ayahanda tercinta Drs. Chaeruddin Askar, M.Pd dan Ibunda terkasih

Salla, sebagai cermin kerendahan hati, kebeningan, kesucian dan

keberadaannya dalam setiap kebaikan, yang telah membesarkan,

mengasuh, mendidik dengan curahan kasih sayangnya, atas doa-doa yang

tiada pernah berhenti dipanjatkan dengan ketulusan hati dan dengan

kebesaran jiwanya memberi dukungan bagi penulis baik moril maupun

materil. Serta kepada kakak dan adikku tersayang, Istikamah Charsal S.E

dan Muhammad Ainullah Salcha Amd.Rad yang selalu menjadi sumber

motivasi penulis untuk terus melangkah ke depan agar lebih baik lagi.

Selain itu, juga penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang

sedalam-dalamnya dan dengan kerendahan hati serta penghargaan yang

setinggi-tingginya, kepada :

Ibu Dr. Ida Leida Maria, SKM, MKM, M.Sc.PH., selaku Ketua

Komisi Penasihat dan Ibu Dr. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes selaku

sekretaris Komisi Penasihat yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan

waktunya dalam memberikan bimbingan, arahan, motivasi, masukan dan

dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

1. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes, Bapak Prof. Dr. drg.

A. Arsunan Arsin, M.Kes dan Ibu Dr. Suriah, SKM, M. Kes selaku

penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan kepada

penulis.

2. Bapak Dr. Syamsul Bachri, S.H., MS selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

vi
3. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, MS selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan

serta seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan

ilmu bermanfaat selama penulis menempuh pendidikan;

4. Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, MSc selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin;

5. Kepada nenek tercinta Andi Kambesse Opu Dg Tarima, Kakek Tercinta

Abdul Rahman Raden dan Tante yang paling cantik Andi Nikma S.E

atas segala doa dan bantuannya selama menjalani proses perkuliahan

hingga tersusunnya tesis sampai selesai.

6. Kepada Tante Rahayu Djalle dan Paman Asri atas bantuan baik materi

maupun moril kepada penilis selama proses perkuliahan.

7. Kepada yang terkasih Arni juliani yang selalu mendampingi, memberi

motivasi, dan bantuan kepada penulis untuk bersama-sama

menyelesaikan tugas akhir ini;

8. Sahabat-sahabat epidemiologi angkatan 2013 Konsentrasi

Epidemiologi Magister Kesehatan Masyarakat PPS Unhas atas segala

kebersamaan, kekompakan, dukungan, serta motivasi yang diberikan

selama perkuliahan hingga dalam penulisan tesis ini;

9. Sahabat-sahabat non regular pascasarjana promosi kesehatan 2013,

dan teman-teman seperjuangan dari FKM UMI 2007;

vii
10. Sahabat-sahabat dari alumni 2006 kelas III IPA 1 Sma Neg. 1 Belopa

(Risal Syam, Indra Jaya, Salam, Acep,) atas dukungan dan bantuan

serta motivasi yang terus mengalir kepada penulis;

11. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu

per satu, atas segala dukungan dan bantuannya dalam proses

penyusunan tesis ini.

Penulis sangat menyadari dengan segala keterbatasan dan

kelemahan yang dimiliki, tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, besar harapan dan kritik yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan tesis ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas segala

kekurangan dan kekhilafan. Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang terbaik dari-Nya. Amin Ya Rabbal

Alamin.

Makassar, 18 Agustus 2015

MUHAMMAD AKBAR SALCHA

viii
ABSTRAK

MUHAMMAD AKBAR SALCHA. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar
Tahun 2015 (Dibimbing oleh Ida Leida M dan Nurhaedar Jafar).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang berisiko


terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 yaitu tingkat
depresi, tingkat kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama
menderita DM.
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar. Desain penelitian yang digunakan yaitu kohor
retrospektif dengan jumlah sampel sebanyak 73 orang. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan, yaitu consectutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang secara signifikan
berisiko terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 yaitu
tingkat depresi (RR = 1,538 ;CI 95% : 1,111-2,131), tingkat kecemasan
(RR = 1,595 ;CI 95% : 1,092-2,329) dan dukungan keluarga (RR =
1,724;CI : 1,160-2,564). Sedangkan faktor risiko yang tidak signifikan yaitu
komplikasi (RR = 1,254 ;CI 95% : 0,717-2,195) dan lama menderita DM (RR
= 1,009; CI 95%:0,695-1,465). Analisis regresi logistik menunjukkan
menunjukkan bahwa dukungan keluarga sebagai faktor yang paling berisiko
terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan RR 3,764
(CI 95%; 1,321-10,724).
Kata Kunci: Diabetes mellitus tipe 2, kualitas hidup, WHOQoL BREF,
dukungan keluarga
ABSTRACT

MUHAMMAD AKBAR SALCHA. Analysis of Quality of Life of Patients


with Type 2 Diabetes Mellitus in Labuang Baji Local General Hospital and
Ibnu Sina Hospital Makassar 2015 (Supervised by Ida Leida M and
Nurhaedar Jafar).

The purpose of this research was to determine the risk factors on


the quality of life of patients with diabetes mellitus type 2 such as level of
depression, level of anxiety, complications, family support and duration of
DM disease.
This research was carried out in Labuang Baji General Hospital and
Ibnu Sina Hospital of Makassar. The design of this research is a
retrospective cohort with a total sample of 73 people. Sampling technique
were used, namely consectutive sampling.
The results showed that significant risk factors on the quality of life
of patients with diabetes mellitus type 2 is the level of depression (RR =
1,538 ;CI 95% : 1,111-2,131), the level of anxiety (RR = 1,595 ;CI 95% :
1,092-2,329) and family support (RR = 1,724;CI : 1,160-2,564). Meanwhile
the insignificant risking factors were complications (RR = 1,254 ;CI 95%
: 0,717- 2,195) and duration of diabetes mellitus disease (RR = 1,009;
CI 95%: 0,695-1,465). The logistic regression analysis showed that the
family support as the most risking factor on the quality of life of patients with
type 2 diabetes mellitus with RR 3,764 (CI 95%; 1,321-10,724).

Keywords: type 2 diabetes mellitus, quality of life, WHO QoL BREF,


family support
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………….ii

PRAKATA ……………………………………………………………………......v

ABSTRAK………………………………………………………………………..ix

ABSTRACT………………………………………………………………………x

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xii

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………...xv

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ……………………………………..xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus .................................... 12

B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup........................................ 28

C. Tinjauan Umum Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 .............................. 31

D. Kerangka Teori............................................................................... 51

E. Kerangka Konsep........................................................................... 54

xi
F. Hipotesis Penelitian........................................................................ 55

G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif....................................... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................... 59

B. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 60

C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 61

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 64

E. Pengolahan Data ........................................................................... 65

F. Analisis Data .................................................................................. 66

G. Kontrol Kualitas .............................................................................. 68

H. Aspek Etik Penelitian...................................................................... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian............................................................................... 71

B. Pembahasan .................................................................................. 87

C. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 108

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan .................................................................................... 109

B. Saran.............................................................................................. 110

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

1 Beberapa perbedaan antara DM Tipe 1 dan Tipe 2 15

2 Klasifikasi Diabetes Menurut Perkeni 23

3 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Depresi Terhadap 33


Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

4 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kecemasan 36


Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

5 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Komplikasi Terhadap 38


Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

6 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Dukungan Keluarga 48


Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

7 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Lama Menderita 50


Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

8 Distribusi Karakteristik Responden Pasien DM Tipe 2 72


di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar

9 Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2 73


Berdasarkan Variabel Penelitian di RSUD Labuang
Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

10 Distribusi Dimensi Dukungan Keluarga Pada Pasien 74


DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina
Kota Makassar Tahun 2015

11 Distribusi Jenis Komplikasi Penyakit Pada Pasien 75


DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina
Kota Makassar Tahun 2015

12 Distribusi Responden Berdasarkan Banyaknya 76


Komplikasi Penyakit Pada Pasien DM Tipe 2 di
RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar Tahun 2015

xiii
13 Distribusi Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan Domain 77
Kualitas Hidup di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar Tahun 2015

14 Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2 78


Berdasarkan Variabel Kualitas Hidup Pada
Beberapa Rumah Sakit di Kota Makassar Tahun
2015

15 Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2 78


Berdasarkan Variabel Total Kualitas Hidup di RSUD
Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar
Tahun 2015

16 Analisis Risiko Tingkat Depresi terhadap Kualitas 79


Hidup Pasien DM Tipe di RSUD Labuang Baji dan
RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

17 Analisis Risiko Tingkat Kecemasan terhadap 81


Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang
Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

18 Analisis Risiko Komplikasi terhadap Kualitas Hidup 82


Pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS
Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

19 Analisis Risiko Dukungan Keluarga terhadap 83


Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang
Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015
20 Analisis Risiko Lama Menderita DM terhadap 84
Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang
Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

21 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat 83

22 Hasil Analisis Multivariat Kualitas Hidup Pasien DM 85


Tipe 2 dengan Metode Backward LR di RSUD
Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar
Tahun 2015

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Teori Penelitian 53

2 Kerangka Konsep Penelitian 54

3 Rancangan Penelitian 60

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Output analisis data kuesioner penelitian

Lampiran 4 Kode Etik Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina

Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 7 Riwayat Hidup

xvi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Istilah/Singkatan Arti dan Keterangan


ADA American Diabetes Association

ADH Anti Deuratic Hormone

AIDS Aquired Immuno Deficiency Syndrome

DASS Depression Anxiety and Stress Scale

Defisiensi Insulin Kurangnya kadar hormon insulin

DM Diabetes Melitus

GDP Gula Darah Puasa

GDS Gula Darah Sewaktu

GODM Gestasional Onset Diabetes Melitus

Hiperglikemia Suatu kondisi yang terjadi pada orang dengan

diabetes bila kadar glukosa darah mereka

terlalu tinggi

HIV Human Immunodeficiency Virus

Homeostasis Suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan

keseimbangan dalam menghadapi kondisi

yang di alaminya

IDF International Diabetes Federation

NCD Non Communicable Disease

PERKENI Perhimpunan Endokrinologi Indonesia

Poliuria Banyak kencing

Polidipsia Banyak minum

xvii
Polifagi Banyak makan

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

RS Rumah Sakit

TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral

WHO World Health Organization

xviii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang merupakan

kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

darah akibat kekurangan atau resistensi insulin. Kriteria diagnosis dari

diabetes melitus menurut WHO (2006) adalah apaibila kadar glukosa darah

puasa > 7,0 mmol (126 mg/dl) atau glukosa darah 2 jam setelah puasa

adalah > 11,1 mmol (200mg/dl). Kasusnya menunjukkan peningkatan

prevalensi di masyarakat, khususnya DM tipe 2 yang meliputi lebih dari 90%

dari semua populasi diabetes melitus, sehingga menjadi beban kesehatan

masyarakat. Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan dunia yang

menghinggapi hampir seluruh lapisan masyarakat dunia (Bustan, 2007).

Diabetes merupakan global killer yang menyebabkan kematian yang

jauh lebih banyak dari pada HIV/AIDS (Apriyanti, 2012). Apabila penyakit

diabetes melitus dibiarkan begitu saja atau penderita tidak menyadari telah

menderita diabetes, keadaan hiperglikeminya yang berlangsung bertahun-

tahun akan menimbulkan berbagai komplikasi dan kematian (Dalimartha,

2012).

Data dari Global status report on Noncommunicable Diseases (NCD)

World Health Organization (WHO) DM menempati peringkat ke-6 sebagai

penyebab kematian. IDF memperhitungkan angka kejadian DM di dunia


2

pada tahun 2012 adalah 371 juta jiwa, tahun 2013 meningkat menjadi 382

juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2035 DM akan meningkat menjadi

592 juta jiwa (Triyanisya, 2013).

Di Asia Tenggara sedikitnya 71 juta orang diperkirakan mengalami

diabetes pada tahun 2010, dengan masalah toleransi glukosa terganggu

(TGT). Sebanyak 3,4 juta orang di dunia dan 1 juta orang di Asia Tenggara

meninggal setiap tahunnya dengan kasus diabetes. Sebanyak 3,4 juta

orang di dunia dan 1 juta orang di Asia Tenggara meninggal setiap

tahunnya dengan kasus diabetes (Depkes, 2014).

Menurut WHO, Indonesia merupakan negara kedua terbesar setelah

India yang mempunyai penderita DM terbanyak yaitu 8.426.000 orang di

tingkat Asia Tenggara, dan diperkirakan meningkat menjadi 21.257.000

pada tahun 2030. Menurut studi International Diabetes Federation pada

tahun 2013 menjadi sekitar 382 juta orang. Indonesia merupakan negara

yang menduduki urutan ketujuh dengan penderita DM terbanyak dengan

jumlah penderita DM sebanyak 7,6 juta jiwa dan diperkirakan akan terus

meningkat enam persen setiap tahunnya (Rachmaningtyas, 2013).

Berdasarkan survei kesehatan nasional (SKRT) tahun 2010, diabetes

melitus merupakan penyakit peringkat ke-9 terbanyak pada pasien rawat

jalan di rumah sakit dan juga penyebab kematian peringkat ke-9 penyakit

tidak menular di rumah sakit (Depkes, 2011). Prevalansi penyakit ini

meningkat terutama karena terjadi perubahan gaya hidup, kejadian jumlah


3

kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah

populasi manusia usia lanjut.

Berdasarkan data Riskesdas 2007, penderita DM di Indonesia (1,1%),

sedangkan di Sulawesi Selatan (0,8%), diperoleh pula bahwa proporsi

penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45 – 54 tahun di daerah

perkotaan menempati ranking ke dua, yaitu 14, 7 % dan untuk daerah

pedesaan menempati rangking ke enam, yaitu 5,8%. Tahun 2011 Indonesia

berada pada peringkat sepuluh negara dengan penderita DM terbanyak

(usia 20 – 79 tahun), yaitu mencapai 7,3 juta orang (Riskesdas, 2013).

Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15

tahun dengan DM adalah 6,9 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis

dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%),

Sulawesi Utara (2,4%), dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes

yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di

Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%)

dan Nusa Tenggara Timur (3,3%) (Riskesdas, 2013).

Laporan rekam medis pasien rawat inap di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar tahun 2012 diketahui bahwa jumlah penderita

penyakit diabetes mellitus pada tahun 2012 dengan prevalensi 27,3. Hal ini

menunjukkan bahwa masih tingginya angka kejadian penyakit diabetes

mellitus dan adapun 10 (sepuluh) jenis penyakit penyebab utama kematian

di Kota Makassar tahun 2012 salah satunya adalah penyakit diabetes

mellitus (Bidang Bina P2PL Dinkes Kota Makassar, 2012).


4

Dari data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Kota

Makassar pada tahun 2012 terdapat 214 kasus baru, tahun 2013 terdapat

217 kasus dan pada tahun 2014 terdapat 321 kasus. Dari data tersebut

dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kasus baru penyakit DM di RSUD

Labuang baji Kota Makassar dari tahun ke tahun. Untuk rumah sakit Ibnu

Sina Kota Makassar jumlah kasus DM tipe 2 periode Januari – April 2015

pada pasien rawat jalan sebanyak 153 kasus yang terdata pada poli interna

rumah sakit.

Kualitas hidup adalah penilaian seseorang terhadap apa yang terjadi

di dalam kehidupannya berdasarkan pengalaman hidup yang telah dilalui.

Kualitas hidup dapat dikaitkan dengan penilaian subjektif seseorang

terhadap apa yang telah terjadi dengan apa yang diinginkan dalam terjadi

dalam hidupnya. Kualitas hidup memengaruhi kesehatan fisik, kondisi

psikologis, tingkat ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan pasien

dengan lingkungan sekitarnya (Skevington dalam Isa & Baiyewu, 2006).

Kualitas hidup memiliki beberapa dimensi yang diantaranya dimensi

fisik, psikososial, sosial, somatik, dan spritual (Borrott, 2008). Ketika

dikaitkan dengan kesehatan maka keduanya memiliki hubungan yang erat.

Ketika seseorang memiliki kesehatan yang baik maka akan memengaruhi

peningkatan kualitas hidup seseorang tersebut. Salah satu yang banyak

menyebabkan penurunan kualitas hidup adalah penyakit.

Kualitas hidup pasien DM dapat dipengaruhi oleh berbagai macam

faktor yaitu faktor demografi yang terdiri dari usia dan status pernikahan,
5

faktor medis yakni lama menderita dan komplikasi yang dialami serta faktor

psikologis yang terdiri dari kecemasan (Raudatussalamah & Fitri, 2012).

Faktor-faktor tersebut dapat memberikan dampak negatif dan

memengaruhi kualitas hidup pasien DM sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Sari et al (2011) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin, usia,

lama menderita, pendidikan, status pernikahan, dan pekerjaan

berpengaruh terhadap kualitas hidup.

Kualitas hidup merupakan suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh

seseorang dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang

kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan

terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap penentu utama dalam

penilaian kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif

yang menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil

dalam jangka waktu lama. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM

merupakan perasaan puas dan bahagia akan hidupnya secara umum

khususnya hidup dengan DM tersebut ( Kurniawan, 2008).

Menurut Mandagi (2010) hal yang mendorong perlunya pengukuran

kualitas hidup, khususnya pada penderita DM adalah karena kualitas hidup

merupakan salah satu tujuan utama perawatan, karena DM merupakan

penyakit kronis yang belum dapat disembuhkan, namun apabila kadar gula

darah dapat terkontrol dengan baik maka keluhan fisik akibat komplikasi

akut atau kronis dapat diminimalisir atau dicegah. Selain itu, kualtas hidup

yang rendah serta problem psikologis dapat memperburuk gangguan


6

metabolik, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui

komplikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan status kualitas hidup ada

hubungannya dengan umur (p=0,040 dengan OR=5,359), olahraga

(p=0,019 dengan OR=3,4), waktu tidur (p=0,036 dengan OR=4,444),

pengetahuan (p=0,003 dengan OR=9), kepatuhan berobat (p=0,041)

dengan OR=4,333) dukungan keluarga (p=0,003 dengan OR=6,333).

Penelitian ini menunjukkan bahwa umur dan dukungan keluarga adalah

faktor yang paling berkontribusi besar terhadap kualitas hidup pasien DM

tipe 2. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Hedrianti (2013)

menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa faktor dukungan keluarga (p =

0.000 OR 5.143); depresi (p = 0.000 OR 3.306), lama menderita (p = 0.004

OR 7.425); dan komplikasi (p = 0.000 OR 8.125).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita

DM tipe II diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial

ekonomi, status pernikahan, lama menderita atau durasi dan komplikasi

DM. Moons et al (2004) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah

satu faktor yang memengaruhi kualitas hidup. Tingkat pendidikan dan

status sosial ekonomi yang rendah juga berhubungan secara bermakna

dengan kualitas hidup penderita diabetes. Disamping keempat faktor

tersebut, lamanya menderita diabetes juga berpengaruh terhadap

keyakinan pasien dalam pengobatan yang tentunya akan menyebabkan

pasien berisiko untuk mengalami komplikasi, sehingga memberikan efek

penurunan terhadap kualitas hidup pasien yang berhubungan secara


7

signifikan terhadap angka kesakitan dan kematian, hal tersebut dapat

memengaruhi usia harapan hidup pasien DM (Yusra, 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Robinson (2010) pada 19 pasien

diabetes melitus dengan hasil bahwa dukungan keluarga merupakan faktor

yang paling utama untuk mempertahankan kontrol metabolik yang akan

memperngaruhi kualitas hidup pasien. Selanjutnya Griffin et al dalam

Skarbec (2006) menemukan hubungan yang kuat antara peran keluarga

dengan status kesehatan, dimana dukungan negatif dapat mengakibatkan

rendahnya status kesehatan pasien. Kesimpulan pada penelitian tersebut

adalah dukungan keluarga paling signifikan terhadap kontrol gula darah dan

manajemen diabetes melitus yang berpengaruh terhadap penurunan

kualitas hidup (Yusra, 2010).

Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan namun

bagaimana persepsi penerima terhadap makna bantuan tersebut. Persepsi

ini erat hubungannya dengan ketepatan dukungan yang diberikan, dalam

arti seseorang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi

dirinya. Rendahnya dukungan keluarga akan berdampak terhadap

keterlaksanaan pengelolaan DM tipe 2 yang berisiko terhadap penurunan

kualitas hidup. Dukungan penghargaan dan dukungan informasi yang

cukup kepada anggota keluarga yang sakit merupakan bentuk fungsi afektif

keluarga yang dapat meningkatkan status psikososial dan akan memberi

motivasi untuk dapat menjaga kondisi kesehatan menjadi lebih baik

(Friedman, 2010).
8

Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan yang paling

serius dalam kesehatan masyarakat. Depresi yang terjadi pada pasien

diabetes terkait dengan kepatuhan pengobatan yang buruk, kualitas hidup

terganggu, peningkatan tingkat hiperglikemia, komplikasi penyakit dan

mortalitas (Carmody, 2005). Selanjutnya Reindhardt (2001) menjelaskan

bahwa depresi berkaitan dengan dukungan keluarga yang negatif dan akan

memberikan implikasi yang negatif terhadap manajemen diabetes melitus

serta kualitas hidup pasien.

Komplikasi psikologis yang muncul diantaranya dapat berupa

kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan penyakit penyerta yang

sering muncul pada pasien DM. Kecemasan yang terjadi dapat disebabkan

karena penyakitnya sendiri yang bersifat long life disease ataupun oleh

karena komplikasi lain yang ditimbulkannya. Kondisi ini apabila tidak

ditangani secara baik maka akan menimbulkan masalah tersendiri yang

akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan penyakit DM. Secara sosial

penderita DM akan mengalami beberapa hambatan utamanya berkaitan

dengan pembatasan dalam diet yang ketat dan keterbatasan aktifitas

karena komplikasi yang muncul. Dalam bidang ekonomi, biaya untuk

perawatan penyakit dalam jangka panjang dan rutin merupakan masalah

yang menjadi beban tersendiri bagi pasien. Beban tersebut masih dapat

bertambah lagi dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang

berkaitan dengan perawatan ataupun akibat penyakitnya. Kondisi tersebut

berlangsung kronis dan bahkan sepanjang hidup pasien, dan hal ini akan
9

menurunkan kualitas hidup pasien DM (Amidah, 2002). Beberapa hasil

penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup penderita DM Tipe 2 sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, namun studi mengenai kualitas hidup

penderita dengan menggunakan metode kohort retrospektif masih kurang,

sehingga penelitian ini dimaksudkan untuk melihat risiko beberapa faktor

seperti depresi, kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama

menderita penyakit dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

B. Rumusan Masalah

Pentingnya masalah determinan kualitas hidup penderita DM tipe 2

diteliti dikarenakan tingginya risiko (OR=6.75) penurunan kualitas hidup

seseorang yang menderita DM tipe 2. Keunikan penyakit ini yang salah

satunya ditandai dengan peningkatan jumlah penderita. Diabetes mellitus

adalah salah satu penyakit kronik yang terjadi pada jutaan orang di dunia

(American Diabetes Assosiation/ADA, 2011).

Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronik yang sulit

untuk disembuhkan secara total. Angka kejadian di setiap tahunnya

mengalami peningkatan. Jika tidak ada penanganan pada penderita DM,

maka akan mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti retinopati,

neuropati, dan nefropati. Kualitas hidup penderita DM dapat mengalami

penurunan akibat komplikasi tersebut. Berdasarkan latar belakang yang

telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Faktor-faktor yang berisiko terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di

RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015”.
10

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berisiko terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota

Makassar Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui risiko faktor depresi terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota

Makassar Tahun 2015

b. Untuk mengetahui risiko faktor kecemasan terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota

Makassar Tahun 2015

c. Untuk mengetahui risiko faktor komplikasi penyakit DM Tipe 2

terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan

RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015

d. Untuk mengetahui risiko faktor dukungan keluarga dengan kualitas

hidup pasien DM Tipe di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota

Makassar Tahun 2015

e. Untuk mengetahui risiko faktor lama menderita penyakit terhadap

kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu

Sina Kota Makassar Tahun 2015


11

f. Untuk mengetahui faktor yang paling berisiko terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota

Makassar Tahun 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan bagi yang membacanya dan sebagai bahan informasi untuk

penelitian berikutnya.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi

bagi instansi terkait setempat sebagai salah satu pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman

tentang kualitas hidup pasien DM tipe 2

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas hidup

dan penyakit DM Tipe 2 sehingga masyarakat dapat melakukan

pengendalian dan pencegahan.


12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mengganggu

kemampuan tubuh untuk menggunakan sari-sari makanan secara

efisien. Hormon insulin yang diproduksi di pankreas membantu tubuh

dalam mengubah makanan menjadi energi. Diabetes terjadi bila satu dari

dua kondisi ini terjadi yaitu pankreas gagal memproduksi insulin atau

tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah diproduksi (D’Adamo

P & Whitney C, 2006)

Diabetes melitus dikarakteristikan dengan peningkatan kadar

glukosa dalam darah, peningkatan ini dapat disebabkan karena

penurunan atau tidak adanya produksi insulin dalam pankreas yang

mengontrol gula darah melalui pengaturan dan panyimpanan glukosa.

Hal ini dapat menyebabkan abnormalitas pada metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak (Yusra, 2011).

Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam

darah akibat adanya masalah dengan produksi hormon insulin oleh

pankreas baik hormon itu tidak diproduksi dengan jumlah benar maupun

tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin dengan benar (Basuki,


13

2007). Diabetes melitus adalah suatu kondisi dimana kadar gula di dalam

darah lebih tinggi dari biasa/normal (normal: 60 mg/dl sampai dengan

145 mg/dl), karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan

hormon insulin secara cukup (Maulana, 2008).

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit, dimana tubuh

penderitanya tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat gula

(glukosa) dalam darahnya. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas

hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-

otot dan jaringan lain untuk memasuk energy (R. W. Bilous, 2002)

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis merupakan

suatu penyakit, penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa

darah melebihi nilai normal yaitu kadar gula sewaktu sama atau lebih dari

200 mg/dl dan kadar gula puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dl.

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes

melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hipoglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya (Laniwaty, 2001)

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Smeltzer & Bare (2002), diabetes mellitus ini terdapat

beberapa klasifikasinya yakni sebagai berikut:

a) DM tergantung insulin (DM tipe 1). Diabetes mellitus ini dikenal

sebagai tipe juvenileonist dan tipe dependen insulin yang dapat

terjadi disembarang usia. DM tipe ini terjadi akibat tubuh tidak


14

mampu memproduksi insulin sama sekali. Hal tersebut dikarenakan

adanya disfungsi proses autoimun dengan kerusakan sel-sel beta.

Kemudian penyebab lainnya yaitu idiopatik, tidak ada bukti adanya

autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

b) DM tak tergantung insulin (DM tipe 2). Dikenal sebagai tipe non

dependen insulin. Dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin

sebagaimana mestinya. Pada diabetes ini terdapat dua masalah

utama yang berhubungan insulin yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan tidak terikat oleh

reseptor khusus pada permukaan sel. Pada tipe ini tidak terjadi

ketoasidosis diabetikum karena masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya.

c) DM kehamilan atau Gestasional Onset Diabetes Mellitus (GODM).

GODM ini terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum

kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat

sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus

menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk

mendeteksi kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi,

kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes

gestasional akan kembali normal. Walaupun begitu, banyak wanita

yang mengalami diabetes gestasional ternyata kemudian hari

menderita diabetes tipe 2. Oleh karena itu, semua wanita yang


15

menderita diabetes gestasional harus mendapatkan konseling guna

mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan

secara teratur sebagai upaya untuk menghindari penyakit diabetes

tipe 2.

d) DM tipe lain dapat disebabkan oleh sindrom atau kelainan lain,

infeksi, obat atau zat kimia, pankreatektomi, insufisiensi pankreas

akibat pankreatitis, dan gangguan endokrin.

Tabel 1. Beberapa perbedaan antara DM Tipe 1 dan tipe 2

Kategori Diabetes mellitus Tipe 1 Diabetes Melitus Tipe 2


Nama lain Diabetes melitus yang Diabetes mellitus yang
bergantung insulin, tidak bergantung pada
diabetes remaja insulin, Diabetes yang
timbul setelah dewasa
Umur Biasanya dibawah usia 40 Biasanya diatas usia 40
terjadinya Tahun Tahun
Berat badan Kurus Biasanya kelebihan berat
badan
Gejala Muncul mendadak Muncul perlahan-lahan
Produksi Tidak ada Tidak memedai atau cacat
Insulin
Pengendalian Membutuhkan suntikan Bisa dikendalikan dengan
Insulin Insulin obat-obatan, jika tidak
insulin mungkin dibutuhkan
Sumber: Ramaiah S, 2003

3. Gejala Diabetes Melitus

Tanda dan gejala pada penyakit DM menurut Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah sebagai berikut:


16

a) Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) merupakan gejala umum

pada penderita diabetes melitus, banyaknya kencing ini disebabkan

kadar gula dalam darah berlebihan, sehingga merangsang tubuh

untuk berusaha mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan

kencing, gejala banyak kencing ini terutama menonjol pada waktu

malam hari, yaitu saat kadar gula dalam darah relatif tinggi.

b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat

besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel.

Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel

akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi

ke plasma yang hipotonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel

merangsang pengeluaran Anti Diuretic Hormone (ADH) dan

menimbulkan rasa haus.

c) Polifagia (peningkatan rasa lapar) merupakan gejala yang tidak

menonjol. Terjadinya banyak makan ini disebabkan oleh

berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula

dalam darah tinggi. Sehingga dengan demikian, tubuh berusaha

untuk memperoleh cadangan gula dari makanan yang diterima.

d) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi

mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada

penderita diabetes kronik.


17

e) Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul. Kelainan kulit berupa gatal-gatal,

biasanya terjadi di lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah

payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

f) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

g) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh. Proses penyembuhan

luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur

makanan yang lain. Pada penderita DM bahan protein banyak

diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang

dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami

gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan

oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.

h) Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi, Penderita DM

mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan

testoteron dan sistem yang berperan.

i) Mata kabur, disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi

perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan

pada korpus vitreum.

4. Patogenesis dan Patofisiologi Diabetes Melitus

Diabetes saat ini belum diketahui dengan pasti, oleh karena

mekanisme terjadinya dari awal sampai saat ini belum diketahui mana

yang lebih dahulu terjadi. Apakah proses kekurangan sistem perifer

yaitu di otot dan hati maupun jaringan lemak. Kedua keadaan ini secara

sendiri-sendiri atau bersama menyebabkan peningkatan kadar glukosa


18

darah yang disebut hiperglikemia atau diabetes mellitus. Namun yang

pasti bagian sekresi insulin dan kerja insulin disebabkan oleh faktor

genetik dan faktor lingkungan.

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karna kurangnya produksi hormon

insulin atau insulin tidak bekerja maksimal sebab adanya hambatan

pada kerja insulin (resistensi insulin) (Nurrahmani, 2012). Pada kondisi

normal, glukosa dalam tubuh yang berasal dari makanan diserap ke

dalam aliran darah dan bergerak ke sel-sel di dalam tubuh. Glukosa

tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pengubahan

glukosa dalam darah menjadi energi dilakukan oleh hormon insulin yang

dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin juga berfungsi untuk

mengatur kadar glukosa dalam darah.

Namun apabila insulin yang tersedia jumlahnya terbatas atau tidak

bekerja dengan normal, maka sel-sel di dalam tubuh tidak terbuka dan

glukosa akan terkumpul dalam darah. Kadar glukosa darah =10 mm/liter

merupakan kondisi di atas ambang serap ginjal. Apabila kadar glukosa

dalam darah berlebihan, maka sebagian glukosa kemudian dibuang

bersama urin (Kurnia, 2012).

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang

terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang

disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap

pakai) tidak dapat menurunkan glukosa darah sehingga merangsang

fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa


19

untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu

meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada

fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi

glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa

meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk

menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM

tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi

dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi

akan tetapi gangguan sel beta.

Sekresi insulin oleh sel beta tergantung oleh 3 faktor utama yaitu,

kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels dan Voltage-sensitive

Calcium Channels sel beta pankreas. Mekanisme kerja ketiga faktor ini

sebagai berikut : Pada keadaan puasa saat kadar glukosa darah turun,

ATP sensitive K channels di membran sel beta akan terbuka sehingga

ion kalium akan meninggalkan sel beta (K-efflux),dengan demikian

mempertahankan potensial membran dalam keadaan hiperpolar

sehingga Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke

dalam sel beta sehingga perangsangan sel beta untuk mensekresi

insulin menurun.

Sebaliknya pada keadaan setelah makan, kadar glukosa darah

yang meningkat akan ditangkap oleh sel beta melalui glucose

transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa


20

akan mengalami fosforilase menjadi glukosa-6 fosfat (G6P) dengan

bantuan enzim penting, yaitu glukokinase. Glukosa 6 fosfat kemudian

akan mengalami glikolisis dan akhirnya akan menjadi asam piruvat.

Dalam proses glikolisis ini akan dihasilkan 6-8 ATP. Penambahan

ATP akan meningkatkan rasio ATP/ADP dan ini akan menutup

terowongan kalium. Dengan demikian kalium akan tertumpuk dalam sel

dan terjadilah depolarisasi membran sel, sehingga membuka

terowongan kalsium dan kalsium akan masuk ke dalam sel. Dengan

meningkatnya kalsium intrasel, akan terjadi translokasi granul insulin ke

membran dan insulin akan dilepaskan ke dalam darah.

Mengingat GLUT2 mempunyai sifat mengangkut glukosa ke

dalam sel tanpa batas, agaknya enzim glukokinase bekerja sebagai

“pembatas” agar proses fosforilasi berjalan seimbang sesuai kebutuhan,

dengan demikian peristiwa depolarisasi dapat diatur dan pelepasan

insulin dari sel beta ke dalam darah disesuaikan dengan kebutuhan.

Oleh karena itu enzim glukokinase disebut sebagai glucose sensor

karena bertindak sebagai sensor terhadap glukosa.

Faktor lingkungan seperti perubahan pola hidup dari pola hidup

tradisional ke pola hidup modern atau kebarat-baratan serta kemajuan

teknologi dan meningkatnya derajat sosial ekonomi masyarakat

sehingga aktifitas fisik menurun dan pola makan berubah merupakan

faktor yang dipastikan sebagai penyebab diabetes (Tandra, 2008).


21

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme (metabolic

syndrome) dari distribusi gula. Penderita diabetes tidak bisa

memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tak mampu

menggunakan insulin secara efektif, sehingga terjadilah kelebihan gula

dalam tubuh. Kelebihan gula yang kronis kedalam darah (hiperglikemia)

ini menjadi racun pada tubuh. Saat jaringan tubuh kekurangan pasokan

glukosa karena terlambat di pembuluh darah itu, muncullah gejala

kelelahan, lapar gula, dan perasaan mudah tersinggung. akan membuat

darah menjadi kental dan alirannya melambat, sehingga mengakibatkan

gangguan kepada pasokan oksigen yang cukup untuk membakar gula

menjadi energi. Akibat kekurangan oksigen tersebut, tubuh kehilangan

tenaga dengan muncul gejala kelelahan, perubahan suasana hati, sakit

kepala, dan jantung bekerja lebih keras (berdebar-debar) (Ilyas, 2007).

5. Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis diabetes mellitus dapat dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a. Tes kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah diuji setiap waktu sepanjang hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir. Jika kadar glukosa darah

sama atau di atas 200 mg/dl, hal itu menunjukan adanya diabetes

mellitus.
22

b. Tes kadar glukosa darah puasa

Tes ini memerukan puasa 12-14 jam sebelum darah diambil

untuk pemeriksaan. Puasa adalah keadaan tanpa suplai makanan

(kalori) selama minimum 8 jam, tetapi tetap diperbolehkan minum air

putih. Jadi bukan puasa makan dan minum seperti yang biasa

dilakukan. Jika kadar darah puasa sama atau lebih dari 126 mg/dl

maka dikategorikan diabetes mellitus.

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA), ada dua

tes yang dapat dijadikan sebagai dasar terhadap diagnosis diabetes

mellitus yang didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa plasma

vena.

1) Kadar glukosa darah sewaktu (tidak puasa) ≥ 200 mg/dl

2) Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Pada Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO), kadar glukosa darah yang diperkiksa

kembali setelah 2 jam ≥200 mg/dl.

Berdasarkan sumber dari Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (PERKENI), berikut klasifikasi penentuan dasar

seseorang terkena diabetes mellitus atau tidak.


23

Tabel 2. Kalsifikasi diabetes Menurut PERKENI

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah tidak puasa


Plasma vena < 110 100-199 ≥200
Darah kapiler < 90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa


Plasma vena < 100 100-125 ≥126
Darah kapiler < 90 90-99 ≥100
Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011
c. Pemeriksaan urin

Pemeriksaan urin dapat memperkuat dugaan adanya

diabetes mellitus, tetapi pemeriksaan urin tidak dapat digunakan

sebagai dasar diagnosis adanya diabetes melitus. Pada

pemeriksaan urin, urin akan dianalisis, mengandung glukosa atau

tidak, hal itu dapat memperkuat dugaan adanya diabetes mellitus.

d. Tes keton

Keton ditemukan dalam urin jika kadar glukosa darah sangat

tinggi atau sangat rendah. Jika hasil tes positif dan kadar glukosa

juga tinggi, dapat memperkuat dugaan adanya diabetes mellitus.

e. Pemeriksaan mata

Dari hasil pemeriksaan, pada mata menampakkan adanya

retina yang abnormal (tidak normal). Hal ini terjadi pada penderita

diabetes mellitus kronis akibat komplikasi penyakit diabetes mellitus.


24

6. Pengobatan diabetes melitus

a. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan harus sering diberikan oleh dokter atau

perawat kepada para penderita diabetes melitus. Penyuluhan

tersebut meliputi beberapa hal, antara lain pengetahuan perlunya

diet secara ketat, latihan fisik, minum obat dan juga pengetahuan

tentang komplikasi, pencegahan maupun perawatannya.

Penyuluhan dapat diberikan langsung baik secara perseorangan

maupun kelompok atau melalui poster.

b. Diet

Pada diet diabetes melitus penderita harus pantang gula dan

makanan yang manis untuk selamanya dan harus memperhatikan

tiga “J”, yaitu : jumlah makanan, jadwal makan dan jenis makanan.

1. Jumlah makanan harus disesuaikan dengan jumlah kalori

yang dibutuhkan setiap harinya. Kebutuhan ini ditentukan

secara individual berdasarkan berat badan (obesitas, kurus

atau ideal), Jenis kelamin, usia, gaya hidup dan aktifitas.

2. Jadwal makan atau frekuensi makan, dengan tujuan untuk

membagi secara merata pemasukan kalori setiap harinya,

sehingga dapat menghindari kenaikan kadar gula darah yang

terlalu tinggi.
25

3. Jenis makanan atau komposisi diet yang dianjurkan bagi

penderita diabetes melitus, hendaknya dari karbohidrat,

protein dan lemak.

c. Latihan Fisik Teratur

Semua penderita diabetes melitus dianjurkan untuk

melakukan latihan fisik ringan secara teratur setiap harinya

selama kurang lebih 20 menit. Latihan dilakukan 1,5 jam setelah

makan. Bagi para penderita diabetes melitus dengan obesitas

sangat dianjurkan untuk melakukan latihan fisik.

d. Obat Hipoglikemik

Obat hipoglikemik (penurunan kadar darah) bisa berbentuk

oral (tablet obat anti diabetis) atau injeksi /suntikan (insulin) mana

cara yang baik tergantung situasi penderita diabetes melitus.

e. Cangkok Pankreas (R. W. Bilous, 2002).

7. Pencegahan Diabetes Melitus

Ada tiga jenis pencegahan diabetes melitus yaitu :

1. Pencegahan primer

Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan

kelompok risiko tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi

berpotensi untuk menderita penyakit ini, yaitu mereka yang

tergolong kelompok usia dewasa (diatas 45 tahun) kegemukan,

tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat keluarga

DM, dan lain-lain (Tandra, 2008).


26

Upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya

diabetes melitus dengan menghilangkan faktor-faktor yang dapat

menyebabkan diabetes melitus, baik secara genetik maupun

secara lingkungan. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan dalam

pencegahan primer.

a. Pola makan sehari-hari harus seimbang dan tidak berlebihan

b. Olah raga secara teratur dan tidak banyak berdiam diri

c. Usahakan berat badan dalam batas normal

d. Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes

melitus.

Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya

pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya

masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikut sertakan.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan ini berupa upaya untuk mencegah dan

menghambat timbulnya penyakit dengan tindakan deteksi dini

dan dilakukan sejak awal timbulnya penyakit. Tindakan ini berarti

mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyakit lanjut.

Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang

peran yang penting untuk meningkatkan kepatuhan berobat

(Maulana, 2008).

Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaringan

(screening), namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar.


27

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola

DM dengan baik agar tidak menimbulkan komplikasi penyakit

DM.

Pencegahan sekunder tujuannya untuk mencegah agar

penyakit diabetes melitus yang sudah timbul tidak menimbulkan

komplikasi penyakit lain, menghilangkan gejala, dan keluhan

penyakit diabetes melitus, terutama bagi kelompok yang berisiko

tinggi terkena diabetes melitus. Bagi yang dicurigai terkena

diabetes melitus, perlu diteliti lebih lanjut untuk memperkuat

dugaan adanya diabetes melitus (Laniwaty, 2001)

Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam pencegahan

sekunder.

a. Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat

b. Menjaga berat badan seimbang dan sehat

c. Usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi

komplikasi diabetes melitus

d. Olahraga teratur sesuai dengan kemampuan fisik dan

umur.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kecacatan

lebih lanjut dari komplikasi penyakit yang sudah terjadi dan

merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan

tersebut menetap.
28

Berikut ini upaya pencegahan yang dimaksud :

a. Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang pembuluh

darah ginjal.

b. Mencegah gagal ginjal kronik jika menyerang pembuluh darah

ginjal

c. Mencegah stroke jika menyerang pembuluh darah otak.

d. Mencegah terjadinya gangrene jika terjadi luka

Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan secara rutin dan

berkala terhadap bagian organ tubuh yang rentan terhadap

komplikasi dan kecacatan (Sugondo, 2007).

Pelayan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar

disiplin terkait sangat diperlukan, terutama di rumah sakit

rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli

jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti

bagian ilmu penyakit mata, bedah otopedi, bedah vascular,

radiologi, rehabilitasi medis, gizi, dan lain sebagainya.

B. Tinjauan Umum Tentang Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap

posisinya dalam kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai

dimana mereka hidup yang berhubungan dengan perhatian, harapan,

standar hidup, kesenangan, dan tujuan hidup mereka. Hal ini

merupakan konsep luas yang terangkum secara kompleks mencakup


29

kesehatan fisik, kondisi psikologis, derajat kebebasan, hubungan sosial,

keyakinan individu dan hubungan seseorang dengan lingkungannya

(WHO dalam Isa & Baiyewu 2006).

Menurut WHO dalam Skevington (2004), kualitas hidup

merupakan persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam

kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai dimana ia tinggal dalam

hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik

lainnya. Selain itu, menurut WHO dalam Skevington (2004) juga

mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu kesejahteraan yang

dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan atau

ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka.

Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan puas

dan bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM

tersebut (Kurniawan, 2008).

Menurut Post, Witte, dan Schrijvers (1999), ada tiga cara yang

dapat digunakan untuk mengoperasionalkan konsep dari kualitas hidup

yaitu melihat kualitas hidup sebagai kesehatan, sebagai kesejahteraan,

dan sebagai konstruk yang bersifat global (superordinate construct).

Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk

mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan

oleh WHO dalam Silitonga (2007), bidang tersebut adalah kesehatan

fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktifitas, hubungan sosial dan


30

lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk

kualitas hidup adalah sebagai berikut:

a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan

vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat.

b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar

memori dan konsentrasi.

c. Tingkat aktifitas (level of independence): mobilitas, aktifitas sehari-

hari, komunikasi, kemampuan kerja.

d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan

sosial.

e. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan

kerja.

2. Pengukuran Kualitas Hidup

Kualitas hidup terkait kesehatan merupakan suatu variabel

abstrak. Kualitas hidup mengandung dua komponen yaitu ungkapan

subjektif atau persepsi seseorang dan komponen objektif. Data objektif

yang diukur adalah status kesehatan seseorang. Ungkapan subjektif

lebih sulit diukur tetapi masih bisa diukur secara tidak langsung dengan

menggunakan sekumpulan pertanyaan/kuesioner. Jawaban dari orang

tersebut kemudian dikonversi menjadi suatu nilai/skala sehingga bisa

diukur secara objektif (Rochmayanti, 2011).

Dalam penelitian ini untuk mengukur kualitas hidup digunakan

kuesioner WHOQOLBREF terdiri dari 26 facets yang mencakup 4


31

domain dan terbukti dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup

seseorang. Keempat domain tersebut adalah: i) kesehatan fisik

(physical health) terdiri dari 7 pertanyaan; ii) psikologik (psychological)

6 pertanyaan; iii) hubungan sosial (social relationship) 3 pertanyaan; dan

iv) lingkungan (environment) 8 pertanyaan. WHOQOL-BREF juga

mengukur 2 facets dari kualitas hidup secara umum yaitu: i) kualitas

hidup secara keseluruhan (overall quality of life); dan ii) kesehatan

secara umum (general health).

C. Tinjauan Umum Tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2 dan pengobatannya dapat memengaruhi

kualitas hidup pasien. Kualitas hidup sangat penting bagi pasien diabetes

dan pemberi layanan kesehatan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi

kualitas hidup penderita DM tipe 2 yaitu sebagi berikut:

1. Tinjauan Umum tentang Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai

dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah,

menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan,

hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa

dilakukan. Depresi sering kali berhubungan dengan berbagai masalah

psikologis lain, seperti serangan panik, penyalahgunaan zat, disfungsi

seksual dan gangguan kepribadian (Davison et al, 2006). Depresi sebagai

suatu gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tidak ada harapan dan
32

patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil

keputusan untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu untuk

berkonsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba

untuk bunuh diri (Lubis, 2009). Episode depresi biasanya berlangsung

selama kurang dari 9 bulan, tetapi pada 15 - 20% penderita bisa

berlangsung selama 2 tahun atau lebih.

Penelitian Ikeda et al dalam Skarbek (2006) yang menemukan

adanya hubungan yang signifikan antara kecemasan, depresi, efikasi diri,

regulasi gula darah, dan mekanisme koping pada pasien DM tipe 2.

Diperkirakan 10,9% sampai 32,9% pasien DM mengalami depresi. Gejala

depresi yang terjadi ditandai dengan perasaan tidak berdaya, tertekan,

sedih, perasaan tidak berharga pada pasien DM tipe 2 yang dapat timbul

karena terjadinya penurunan kondisi fisik, munculnya komplikasi. Depresi

dapat memengaruhi motivasi seseorang dalam menyelesaikan tugas dan

hasil yang diharapkan. Depresi dapat berkontribusi pada penurunan fungsi

fisik dan emosional yang menyebabkan seseorang menjadi kehilangan

motivasi untuk melakukan perawatan diri harian secara rutin (Wu et al,

2007).

Pasien DM tipe 2 yang mengalami depresi cenderung lebih mudah

menyerah dengan keadaannya dibandingkan dengan pasien yang tidak

mengalami depresi. Egede et al dalam Wu et al (2007) menemukan bahwa

rata-rata individu dengan DM beresiko 2 kali mengalami depresi

dibandingkan dengan individu yang sehat, dan pasien DM yang mengalami


33

depresi beresiko 4,5 kali mengeluarkan biaya lebih mahal dibandingkan

dengan pasien DM yang tidak mengalami depresi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami depresi memiliki

efikasi diri yang baik.

Lovibond (1995) memberikan standar tentang kategori depresi

berdasarkan kuesioner DASS yang terdiri dari 42 pertanyaan. Kategori

depresi dalam kuesioner ini adalah normal (0-9), lembut (10-13), cukup (14-

20), berat (21-27) dan sangat berat (28+). Dalam penelitian ini dikategorikan

bahwa depresi berat bila rentang skor ≥ 21 dan ringan dikategorikan dengan

rentang skor <21.

Tabel 3. Sintesa Hasil Penelitian terkait Depresi terhadap Kualitas Hidup


Pasien DM Tipe 2

Metode Penelitian
Judul dan Peneliti
No Desain Temuan
Sumber Jurnal (tahun) Subjek Instrumen
Penelitian
1 Relationship of (Elizabet 4.463 pasien Kuesioner Cross Depresi memengaruhi
Depression and h et al, DM yang Patient sectional kepatuhan pasien DM
Diabetes 2004) diperoleh dari Health terhadap pengobatan
Self-Care, gabungan untuk dan pemeriksaan gula
Medication beberapa mengukur darah sehingga
Adherence, and Pelayanan tingkat memengaruhi kualitas
Preventive Kesehatan di depresi hidup.
CareSumber Washington
(http://care.diabe
tesjournals.org)
2 The Prevalence Anderso 21.351 Menggunak Meta Nilai OR untuk
of Comorbid n et al subjek dari an uji chi Analisis kemungkinan
Depression (2001) 42 studi square dan depresi pada pasien
in Adults With tentang uji OR DM adalah 5,2 LL-Ul
DiabetesSumber depresi dan (1,8 – 2,2)
(http://care.diabe diabetes
tesjournals.org)
Sumber : Elizabeth (2004), Anderson (2001)
34

2. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

Kecemasan merupakan kondisi perasaan yang tidak

menyenangkan yang merujuk pada rasa khawatir, takut, was-was, yang

ditimbulkan oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang

belum terjadi dan sangat mengganggu aktivitas. Kecemasan merupakan

satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala

somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf

autonom (SSA). Kecemasan merupakan perasaan takut yang tidak

menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan dan sering disertai gejala

fisiologis. Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik

yang sering merupakan satu fungsi emosi disertai dengan rasa kosong di

perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau

rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa

ingin bergerak dan gelisah (Hutagalung, 2007).

Penyebab gangguan kecemasan kurang jelas. Gejala muncul

biasanya disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial termasuk

genetik dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang merupakan

stresor munculnya gejala ini. Penyakit kronis diabetes melitus misalnya,

merupakan salah satu pemicu terjadinya kecemasan. Mekanisme

terjadinya kecemasan belum diketahui dengan pasti, tetapi kecemasan

diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sistem limbik

(amigdala, hipokampus), thalamus, korteks frontal secara anatomis dan

norepinefrin (lokus seruleus), serotonin (nucleus rafe dorsal), dan GABA


35

(reseptor GABA berpasangan dengan reseptor benzodiasepin) pada sistem

neurokimia, yang mana hingga saat ini belum diketahui jelas bagaimana

kerja bagian-bagian tersebut menimbulkan anxietas. Sistem saraf pusat

memegang peranan penting dalan kejadian gejala ini. Sistem saraf pusat

memproduksi beberapa mediator utama dari gejala ini yaitu: norepinephrine

dan serotonin (Ashadi, 2009).

Penyakit DM sebagai penyakit kronis yang banyak menimbulkan

komplikasi dan membutuhkan biaya perawatan tinggi yang berkelanjutan.

Pasien akan mengalami gangguan fisik, psikis, sosial, dan menimbulkan

beban ekonomi yang berat. Keadaan penyakit dan komplikasi ini berpotensi

menimbulkan stresor yang sifatnya kronis bagi pasiennya. Kondisi

kompleks ini selain memengaruhi integritas fisik juga akan mengancam

integritas psikologis pasien. Kondisi psikologis yang sering muncul pada

pasien DM berupa kecemasan. Kecemasan merupakan gejala yang umum

dialami oleh pasien DM selain gangguan kesehatan lain diakibatkan oleh

DM (Collins et all, 2008).

Penyebab kecemasan diantaranya oleh karena kurangnya

manajemen penyakit yang tepat, biaya perawatan yang tinggi, kendala

karena jumlah hari sakit yang panjang, risiko kematian yang tinggi,

konsekuensi dari regimen terapi, dan komplikasi yang bervariasi dari ringan

sampai berat, berhubungan dengan kontrol kadar gula yang kurang, dan

meningkatnya risiko penyakit koroner. Kejadian kecemasan bervariasi pada

individu. Kecemasan terutama dijumpai pada pasien yang baru didiagnosis


36

penyakit ini. Penanganan pasien dengan Diabetes Mellitus harus ditujukan

kepada masalah psikis, fisik, sosial, dan ekonomi. Tenaga Kesehatan harus

mempunyai perhatian lebih pada masalah psikis yang dialami pasien,

dengan memberikan terapi suportif yang dibutuhkan pasien (Li, 2008).

Lovibond (1995) memberikan standar tentang kategori kecemasan

berdasarkan kuesioner DASS yang terdiri dari 42 pertanyaan. Kategori

depresi dalam kuesioner ini adalah normal (0-7), lembut (8-9), cukup (10-

14), berat (15-19) dan sangat berat (20+). Dalam penelitian ini dikategorikan

bahwa depresi berat bila rentang skor ≥ 15 dan ringan dikategorikan dengan

rentang skor <15.

Tabel 4. Sintesa Hasil Penelitian terkait Kecemasan terhadap Kualitas


Hidup Pasien DM Tipe 2
Metode Penelitian
Judul dan Peneliti
No Temuan
Sumber Jurnal (tahun) Desain
Subjek Instrumen
Penelitian
1 Psychology (Collins et 2.049 Kuesioner Cross Berdasarkan HADS,
Anxiety and al , 2008) pasien Hospital sectional ada bukti dari tingkat
Depression dengan DM Anxiety and kecemasan tinggi
Symptoms in Tipe 1 dan Depression dan gejala depresi
Patients with Tipe 2 di Scale pada pasien dengan
Diabetes beberapa diabetes; 32,0 (95%
Sumber pelayanan confidence interval=
(https://www.pu kesehatan di 29,5-34,6
bmed.com) Irlandia
2 A longitudinal Fisher et 572 pasien Obesrvasi Studi non Pasien diabetes
study of al (2008) yang menggunak intervensi menggambarjan
affective and terdaftar di an selama 18 tingginya tingkat
anxiety rekam kuesioner bulan gangguan afektif dan
disorders, medis dari untuk kecemasan dari waktu
depressive 14 pusat melihat ke waktu, tergantung
affect and pelayan tingkat dari komunitas pasien
diabetes kesehatan kecamasan dewasa
distress in dan depresi
adults with Type
2 diabetes
Sumber
(http://www.pub
medi.com/journ
als/
Sumber : Collins (2008), Fisher (2008)
37

3. Tinjauan Umum Tentang Komplikasi

Komplikasi diabetes bisa terjadi dalam kategori komplikasi

metabolisme akut. Komplikasi ini terjadi akibat perubahan yang relatif akut

dari kadar glukosa plasma. Hal ini akan menimbulkan berbagai masalah

kesehatan bagi individu yang bersangkutan. Kategori lainnya adalah

komplikasi vaskuler jangka panjang baik mikrovaskuler maupun

makrovaskuler tentunya akan merusak fungsi bagian tubuh yang terkena.

Penyakit-penyakit seperti infark miokardium, angina pektoris, neuropati,

nefropati, katarak, hipertensi merupakan beberapa contoh penyakit yang

dapat muncul pada pasien DM tipe 2 sebagai akibat gangguan pada

vaskuler tersebut

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa penyakit DM tipe 2 dapat

meningkatkan resiko pasien untuk mengalami ketidakmampuan baik

secara fisik,. psikologis dan sosial yang diakibatkan komplikasi DM tipe 2

yang dialami. Keluhan yang menyertai DM tipe 2 terutama hipertensi,

neuropati seperti rasa kesemutan, nyeri, rasa panas pada telapak kaki, rasa

kebas pada kaki paling sering dirasakan oleh responden. Gejala yang

dirasakan dan komplikasi yang dialami mengakibatkan keterbatasan baik

dari segi fisik, psikologis bahkan sosial. Gangguan fungsi dan perubahan

tersebut akan berdampak terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Komplikasi seperti halnya hipoglikemia merupakan keadaan gawat

darurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Isa & Baiyewu

(2006), dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pada umumnya pasien


38

DM tipe 2 menunjukan kualitas hidup yang cukup baik berdasarkan

kuesioner WHO tentang kualitas hidup. Kualitas hidup yang rendah

dihubungkan dengan berbagai komplikasi dari DM tipe 2 seperti gagal

ginjal, katarak, penyakit jantung, gangren.

Tabel 5. Sintesa Hasil Penelitian terkait Komplikasi terhadap Kualitas Hidup


Pasien DM Tipe 2

Metode Penelitian
Judul dan Peneliti
No Desain Temuan
Sumber Jurnal (tahun) Subjek Instrumen
Penelitian
1 Health-related Harvey 72 Kuesioner Survei Adanya komplikasi
quality of life and V. responde SF 36 Komunitas penyakit diabetes
Type 2 diabetes: Thomm n yang untuk secara signifikan
a study of people asen,et menderit menilai berpengaruh
Living in the bella al a DM tipe kualitas terhadap beberapa
coola valley (2006) 2 Hidup item dari survei
Sumber : kesehatan yang
biomedcentral berhubungan
dengan kualitas
hidup
2 Psychometric Marie 469 Kuesioner Cross- Komplikasi dari
Properties of the Olsen responde Untuk sectional penyakit
Swedish et al n yang menilai merupakan faktor
Version of the (2013) berasal rasa takut yang memengaruhi
Fear of dari 2 dan kualitas hidup
Complications rumah komplikasi
Questionnaire sakit
Sumber: universita
(http://www.scirp. s di
org/journal/ojemd Swedia
)
3 Kualitas Hidup Yance 50 orang Mengguna Cross Hasil penelitian
Pada Pasien Anas pasien kan Sectional menunjukkan dari
Diabetes Melitus dkk DM tipe 2 Diabetes berbagai
Tipe 2 Rawat (2008) rawat Quality of karakteristik pasien
Jalan Di Rumah jalan Life yang diukur, nilai
Sakit Umum Questionna kualitas hidup
Tidar Magelang ire tertinggi dengan
Sumber: komplikasi
www.scribd.com mikrovaskuler,
yaitu sebesar
0,611.
Sumber : Thomassen (2006), Olsen (2013), Anas (2008)
39

4. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

Menurut Taylor dalam Yusra (2010) dukungan keluarga diartikan

sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain sehingga

akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang

diharapkan pada situasi stres. Dukungan sosial keluarga adalah proses

yang terjadi selama masa hidup dengan sifat dan tipe dukungan sosial

bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan keluarga.

Menurut Sacco & Yanover (2006), dukungan keluarga yang

memadai akan meningkatkan kesehatan fisik penderita diabetes dengan

menurunkan gejala depresi. Dukungan keluarga dapta meningkatkan

kesehatan fisik terutama terkait dengan kontrol gula darah yang lebih baik

dan meningkatkan kepatuhan dalam perawatan diri pasien diabetes. Hal ini

menurunkan resiko komplikasi pada penderita dan meningkatkan kualitas

hidupnya (Tang et al, 2008). Sesuai dengan sebuah hasil studi oleh Huang

et al (2001) yang menemukan bahwa peningkatan intervensi dukungan

keluarga akan meningkatkan metabolisme glukosa dan mengurangi depresi

pada penderita diabetes.

Pengaruh dukungan keluarga pada kesehatan fisik ini akan

memediasi melalui faktor psikologis yaitu penurunan depresi pada

penderita diabetes. Selain itu dukungan keluarga diketahui dapat

meningkatkan kemampuan adaptif dari kognisif termasuk meningaktkan

optimisme penderita diabetes, mengurangi kesepian dan meningkatkan


40

kemampuan diri yang akhirnya tarjadi peningkatan kualitas hidup (Soutwick

et al, 2005).

Menurut Root & Dooley (1995) dalam Kuncoro (2002) ada dua

sumber dukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga

yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya

secara spontan dengan orang-orang yang berasa disekitarnya misalnya

anggota keluarga (anak, istri, suami, kerabat) teman dekat atau relasi.

Dukungan ini bersifat non formal sedangkan dukungan artifisial adalah

dukungan yang dirancang ke dalam kubutuhan primer seseorang misanya

dukungan keluarga akibat bencana alam sebagai sumbangan sehingga

sumber dukungan natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingan

dengan dukungan keluarga artifisial.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hedrianti (2013) diketahui

bahwa dimensi emosional yang diberikan keluarga antara lain keluarga

mengerti dengan masalah yang dialami oleh responden, mendengarkan

keluhan responden tentang penyakit yang dirasakan, serta memberikan

kenyamanan kepada responden dalam mengatasi masalahnya. Sedangkan

dimensi penghargaan yang diperoleh responden antara lain dorongan dari

keluarga untuk mengontrol gula darah, mematuhi diet, pengobatan serta

kontrol kesehatan. Dimensi instrumental yang diperoleh responden antara

lain keluarga membantu mengingatkan dan menyediakan makanan sesuai

diet, mendukung usaha responden untuk olah raga, mendukung usaha

perawatan DM tipe 2 serta membantu membayar pengobatan. Selanjutnya


41

dimensi informasi yang diperoleh responden antara lain menyarankan

responden untuk ke dokter, menyarankan mengikuti edukasi serta

memberikan informasi baru kepada responden tentang diabetes.

Dimensi dukungan keluarga menurut Sarafino (2004), Hensarling

(2009) adalah sebagai berikut :

a. Dimensi emosional

Dukungan ini melibatkan ekspresi, rasa empati dan perhatian

terhadap seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik

memperoleh kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai

pada saat stress. Dimensi ini memperlihatkan adanya dukungan

keluarga, adanya pengertian dari anggota keluarga yang menderita

DM. Komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga diperlukan

untuk memahami situasi anggota keluarga. Dimensi ini didapatkan

dengn mengukur persepsi pasien tentang dukungan keluarga

berupa pengertian dan kasih sayang dari anggota keluarga yang

lainnya.

Menurut House dalam Setiadi (2008), mengatakan bahwa

bentuk dukungan emosional berupa dukungan simpati dan empati,

cinta, kepercayan dan penghargaan. Dengan demikian seorang

yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung

beban sendiri tapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau

mendengarkan segala keluhannya dan berempati terhadap


42

persoalan yang dihadapinya bahkan mau membantu memecahkan

masalah yang dihadapi.

Diabetes mellitus dapat menimbulkan gangguan psikologis

bagi penderitanya. Hal ini disebabkan karena penyakit DM tidak

dapat disembuhkan dan mempunyai risiko untuk mengalami

komplikasi. Kondisi seperti ini dapat memengaruhi seseorang dalam

mengendalikan emosi. Bila muncul masalah depresi pada pasien

bantuan medis mungkin diperlukan, namun yang tidak kalah

pentingnya adaya dukungan keluarga yang akan mendorong pasien

untuk dapat mengendalikan emosi dan waspada terhadap hal yag

mungkin terjadi (Yusra 2010).

b. Dimensi Penghargaan

Dimensi ini terjadi melalui ekspresi berupa sambutan yang

positif dengan orang-orang disekitarnya, dorongan atau pertanyaan

setuju terhadap ide-ide atau perasaan individu. Perbandingan yang

positif dengan orang lain seperti pertanyaan bahwa orang lain

mungkin dapat bertindak lebih baik. Dukungan ini membuat

seseorang merasa berharga, kompeten, dihargai. Dukungan

penghargaan lebih melibatkan adanya penilaian positif dari orang

lain terhadap individu. Bentuk dukungan penghargaan ini muncul

dari pengakuan dan penghargaan terhadap kemampuan dan

prestasi yang dimiliki seseorang. Dukungan ini juga muncul dari


43

penerimaan dan penghargaan terhadap keberadaan seseorang

secara total meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.

Friedman (2003) mengatakan bahwa dukungan penilaian/

penghargaan yaitu keluarga bertindak sebagai umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah. Dukungan ini

juga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga yang dapat

meningkatkan status psikososial pada keluarga yang aktif. Melalui

dukungan ini, pasien akan mendapatkan pengakuan atas

kemampuan dan keahlian yang dimilikinya (Yusra 2011)

Dapat dikatakan bahwa adanya dukungan penilaian yang

diberikan keluarga terhadap penderita DM berupa penghargaan,

dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi dan

peningkatan harga diri, karena dianggap masih berguna dan berarti

utuk keluarga, sehingga diharapkan dapat membentuk perilaku yang

sehat pada penderita DM dalam upaya meningkatkan status

kesehatannya.

Sedangkan Peterson & Bredow (2004) menyatakan bahwa

aspek ini terdiri dari dukungan peran sosial yang meliputi umpan

balik, perbandingan sosial dan afirmasi (persetujuan). Perawatan

pasien DM dilakukan dalam waktu yang panjang atau dapat

dikatakan seumur hidup. Hal tersebut bukan hanya merubah gaya

hidup pasien tetapi juga aka merubah gaya hidup dan kebiasaan

keluarga yang dapat menimbulkan kejenuhan dan stres tersendiri


44

bagi keluarga yang merawat pasien DM. Keluarga dapat mengambil

langkah positif untuk mengurangi kejenuhan dan stres dengan

meluangkan waktu beberapa saat untuk berkumpul dengan teman.

Pertemuan dengan keluarga lain dan bersama-sama mencari

jalankeluar dari masalah adalah salah satu cara mengatasi

kejenuhan dan tetap bias menerima kelebihan dan kekurangan

pasien DM.

c. Dimensi Instrumental

Dukungan yang bersifat nyata, dimana dukungan ini berupa

bantuan langsung. Dimensi ini memperlihatkan dukungan dari

keluarga dalam bentuk nyata ketergantungan anggota keluarga.

Peterson & Bredow (2004) menyatakan dimensi instrumental ini

meliputi penyediaan sarana (peralatan atau sarana pendukung

lainnya) untuk mempermudah atau menolong orang lain, termasuk

didalamnya adalah memberikan peluang waktu.

Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan

atau bantuan penuh dalam bentuk memberikan bantuan tenaga,

dana maupun menyediakan waktu untuk melayani dan

mendengarkan keluarga yang sakit dalam menyampaikan

perasaannya (Bomar 2004). Selanjutnya Friedman (2003),

menyampaikan bahwa dukungan instrumental yaitu keluarga

merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan

instrumental juga termasuk kedalam fungsi perawatan kesehatan


45

keluarga dan fungsi ekonomi yang diterapkan terhadap keluarga

yang sakit. Fungsi perawatan kesehatan seperti penyediaan

makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan dan

perlindungan terhadap bahaya dan fungsi ekonomi berupa

penyediaan sumber daya yang cukup seperti finansial dan ruang

(Yusra 2011).

Menurut House dalam Yusra (2010) dukungan instrumental

bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan

aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang

dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang

dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan

memadai bagi pasien, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan

dan lain-lain. Dengan adanya dukungan instrumental yang cukup

pada pasien DM diharapkan kondisi pasien DM dapat terjaga dan

terkontrol dengan baik sehingga meningkatkan status kesehatannya.

d. Dimensi Informasi

Dukungan ini berupa pemberian saran percakapan atau

umpan balik tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu,

misalnya ketika seseorang mengalami kesulitan dalam pengambilan

keputusan, dia akan menerima saran dan umpan balik tentang ide-

ide dari keluarganya. Dimensi ini menyatakan dukungan keluarga

yang diberikan bisa membantu pasien dalam mengambil keputusan

dan menolong pasien dari hari ke hari dalam manajemen


46

penyakitnya. Lebih lanjut Bomar dalam Yusra (2010), menyatakan

dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau

bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk informasi-informasi

penting yang dibutuhkan keluarga yang sakit dalam upaya

meningkatkan status kesehatannya.

Dukungan informasi yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan penyebar informasi. Dukungan keluarga yang diberikan

merupakan salah satu bentuk fungsi perawatan keluarga terhadap

anggota keluarga yang sakit. Keluarga merupakan sistem dasar

tempat perilaku kesehatan dan perawatan diatur, dilakukan dan

dijalankan. Keluarga memberikan promosi kesehatan dan perawatan

kesehatan preventif, serta berbagai perawatan bagi anggotanya

yang sakit (Friedman, 2003).

Berdasarkan hal tersebut pasen DM sangat membutuhkan

dukungan dari orang lain dalam arti keluarga berupa dukungan

informasi. Dukungan informasi yang dibutuhkan pasien DM dapat

berupa pemberian informasi terkait dengan kondisi yang dialami dan

bagaimana cara perawatannya.

Menurut Wortman dalam Sarafino (2004) dalam tipe

dukungan yang diterima dan sangat dibutuhkan seseorang

tergantung dari situasi yang menimbulkan stres, misalnya dukungan

emosional dan informasi lebih penting bagi orang yang mengalami

sakit yang serius. Sebagai makhluk sosial seseorang tidak lepas dari
47

hubungannya dengan orang lain. Keberaaan orang lain

menimbulkan hubungan yang positif ataupun negatif. Positif apabila

hubungan yang berkembang menguntungkan dan cenderung

memberikan dukungan seperti kasih sayang, rasa aman,

kebahagiaan. Adapun yang bersifat negatif adalah hubungan yang

menimbulkan perasaan yang tidak nayaman, mengancam bahkan

dapat menimbulkan stres. Dimensi ini penting bagi individu yang

memberikan dukungan keluarga karena menyangkut persepsi

tentang keberadaan dan ketepatan dukungan keluarga bagi

seseorang.

Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan,

tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima

terhadap makna bantuan tersebut. Persepsi ini erat hubungannya

dengan ketepatan dukungan yang diberikan. Artinya seseorang yang

menerima dukungan merasakan manfaat bantuan bagi dirinya,

karena sesuatu yang actual dan memberikan kepuasan (Kuncoro

2002).

Berikut ini adalah sintesa tabel penelitian dukungan keluarga

dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dari berbagai sumber :


48

Tabel 6. Sintesa Hasil Penelitian terkait Dukungan Keluarga terhadap


Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2
Metode Penelitian
Penelit
Judul dan Sumber Desain
No i Temuan
Jurnal Subjek Instrumen Peneliti
(tahun)
an
1 Diabetes Mellitus Abdel Responen Kuesioner Analisis Kualitas hidup
Patients' Family W. den WHO SF Perbandi pasien meningkat
Caregivers' Subjective Awadall adalah 36 Untuk ngan terkait dukungan
Quality of Life a, et al 105 menilai keluarga (nilai
Sumber: (2006) pasien kualitas p=0,0003)
(pubmed.com) DM tipe 1 fidup
dan 135
pasien
DM Tipe 2
di Sudan
2 Hubungan Antara Aini 120 orang Kuesioner Cross Uji statistic
Dukungan keluarga Yusra pasien Dukungan Sectiona mendapatkan
Dengan Kualitas (201o) DM tipe 2 keluarga l terdapat hubungan
Hidup Pasien Diabetes dan bermakna antara
Melitus Tipe 2 Di Diabetes dukungan keluarga
Poliklinik Penyakit Quality Of dengan kualitas
Dalam Rumah Sakit Life hidup responden
Umum Pusat (nilai p = 0,001)
Fatmawati Jakarta
Sumber:
Lontar UI
Sumber : Awadala (2006), Yusra (2010)

5. Tinjauan Umum Tentang Lama Menderita DM

Pada penelitian Fisher et al (2005) responden yang baru

menderita DM selama 4 bulan sudah menunjukan efikasi diri yang

baik tentunya perawatan diri pasien juga akan baik sehinga mampu

mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik juga. Sedangkan

penelitian Wu et al (2006) menemukan bahwa pasien yang menderita

DM ≥11 tahun memiliki efikasi diri yang baik daripada pasien yang

menderita DM <10 tahun. Hal ini disebabkan karena pasien telah

berpengalaman mengelola penyakitnya dan memiliki koping yang

baik.
49

Mengalami DM tipe 2 sering kali kurang menggambarkan

proses penyakit yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan banyak sekali

pasien DM tipe 2 yang baru terdiagnosa pada saat telah mengalami

komplikasi, padahal proses perjalanan penyakit telah terjadi

bertahun-tahun sebelumnya, namun belum terdiagnosa.

Berdasarkan temuan yang peneliti dapatkan terkait lamanya DM,

bahwa pada umumnya respoden menjawab lamanya DM

berdasarkan waktu pertama didiagnosa. Selain hal tersebut walaupun

lama menderita DM masih dalam waktu yang singkat, namun jika

disertai komplikasi baik jangka panjang maupun jangka pendek,

maka akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup.

Sebaliknya durasi DM yang panjang tetapi disertai dengan kepatuhan

dan terhindar dari komplikasi, tentunya kualitas hidup yang baik akan

terpelihara.

Menurut Rubin (1999), pasien yang menderita DM selama

lebih dari 5 tahun memiliki risiko tinggi untuk mendapatkan kualitas

hidup yang buruk, hal ini disebabkan oleh keterbatasan fisik yang

dialami oleh pasien DM sehingga berpengaruh terhadap psikologis.

Selain itu komplikasi yang dialami selama menderita DM juga

berperan penting dalam penurunan fisik pasien DM. Durasi penyakit

yang panjang serta proses pengobatan yang akan dilakukan oleh

pasien DM akan membuat perubahan pola interaksi sosial dan


50

perubahan pola makan yang lebih terbatas sehingga kecenderungan

pasien DM akan mengisolasikan diri dari lingkungan sekitarnya.

Berikut ini adalah sintesa tabel hasil penelitian untuk lama

menderita DM dengan kualita hidup pasien DM tipe 2

Tabel 7. Sintesa Hasil Penelitian terkait Lama Menderita DM terhadap


Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2
Metode Penelitian
Judul dan Peneliti
No Instrum Desain Temuan
Sumber Jurnal (tahun) Subjek
en Penelitian
1 (Analyze Quality of Dwi 45 pasien Menggu Cross Hasil menggunakan
Life in Patients Wahyu yang nakan Sectional uji regresi logistik
With Type II Ningtyas menderita Diabete didapatkan hasil
Diabetes Mellitus dkk DM tipe 2 s nilai p-value=0,048
at Public Hospital (2013) Quality dengan Odds Ratio
of Of Life sebesar 3,8 dan
Bangil, Pasuruan) Questio 95% Confidence
Sumber : ner Interval (1,014=-
www.scribd.com 14,49)
2 The quality of life Kosana 95 pasien Kuesion Studi Tidak ada
of patients with Stanetiće DM tipe 2 er WHO Desktriftif hubungan antara
type 2 diabetes t al1 di Pusat SF 36 Prospektif lama menderita DM
mellitus (2011) Pengobata Untuk dengan Kualitas
Sumber: n keluarga menilai Hidup Pasien DM
(http://www.pubme Di Banja kualitas tipe 2
d.com) Luka fidup
3 Hubungan Antara Aini 120 orang Kuesion Cross Uji statistik
Dukungan Yusra pasien DM er Sectional mendapatkan tidak
keluarga Dengan (2010) tipe 2 Dukung terdapat hubungan
Kualitas Hidup an bermakna antara
Pasien Diabetes keluarg lama menderita DM
Melitus Tipe 2 Di a dan dengan kualitas
Poliklinik Penyakit Diabete hidup responden
Dalam Rumah s (nilai p = 0,45)
Sakit Umum Pusat Quality
Fatmawati Jakarta Of Life
Sumber:
Lontar UI
Sumber : Ningtyas (2013), Konsana (2011), Yusra (2010)
51

D. KERANGKA TEORI

Diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan metabolisme dimana

produksi insulin ada, tetapi jumlahnya tidak adekuat atau reseptor insulin

tidak dapat berespon terhadap insulin. Tipe ini merupakan tipe diabetes

melitus yang paling umum dan insidensinya mencapai 90-95% dari penyakit

diabetes melitus secara umum. Faktor yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya diabetes melitus diantaranya adalah usia, genetik, obesitas,

kurangnya aktifitas fisik, pola makan dan kurang gizi. Polidipsi, polifagia dan

poiuria merupakan kumpulan gejala yang dikeluhkan oleh pasien DM,

selain itu pasien juga dapat mengeluhkan penurunan nafsu makan,

penurunan berat badan, kelelahan, penglihatan kabur dan gangguan

integritas kulit. Untuk memastikan diagnosa penyakit perlu dilakukan

beberapa pemeriksaan kadar glukosa darah dan glikosilat hemoglobin

(HbA1c). Perubahan dari keadaan normal dari pada pemeriksaan ini

memberikan informasi bahwa pasien menderita penyakit DM Tipe 2.

Manajemen penyakit ini biasanya dilakukan dengan dua pendekatan

yaitu terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Pengontrolan DM

Tipe 2 secara nonfarmakologis diantaranya adalah terapi gizi,

meningkatkan aktifitas fisik dan latihan jasmani serta pola edukasi.

Pendekatan farmakologis lebih kepada kepada pemberian obat-obatan

yang bertujuan untuk mengatur kadar glukosa dalam darah dan

pencegahan terjadi komplikasi.


52

Dalam perjalanan penyakit dan pengobatan DM Tipe 2 terdapat

berbagai komplikasi yang dapat dialami pasien, baik komplikasi akur seperti

ketoasidosis dan hipoglikemia maupun komplikasi kronik seperti kerusakan

pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar

(makrovaskuler). Komplikasi yang terjadi dapat memengaruhi harapan

hidup dan respon pasien terhadap penyakit. Depresi, kecemasan dan

menurunnya kemampuan hubungan sosial merupakan respon yang

umumnya terjadi dan hal tersebut dapat memengaruhi kualitas hidup pasien

dalam menjalani penyakit dan pengobatannya.

Keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien dapat menjadi sumber

dukungan dan motivasi pasien dalam manaj emen penyakitnya. Adanya

dukungan keluarga, akan dapat memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis bagi pasien yang dihadapkan pada situasi sakit. Dukungan

keluarga yang tepat tentunya menjadi faktor penting dalam manajemen

terapeutik dan memberikan dampak positif terhadap perawatan diri pasien

DM Tipe 2. Terlaksananya ketepatan dukungan dari keluarga tentunya

diawali dengan adanya persamaan persepsi antara keluarga dengan

pasien DM Tipe 2.
53

Berikut ini adalah bagan teori kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

Produksi Insulin Tidak Reseptor Insulin Tidak


Adekuat Berespon Terhadap
insulin

Faktor Risiko :
1. Usia
2. Genetika Gangguan Metabolisme :
3. Obesitas Hiperglikemi
4. Kurang Aktivitas
5. Pola Makan

Poliuria, polidipsia Pemeriksaan glukosa


dan polifagia, darah: Glukosa darah
paretesis, pandangan sewaktu ≥ 200 mg/dl
kabur, infeksi kulit dan glukosa darah
dan kelelahan puasa ≤ 126 mg/ dl

Komplikasi : Manajemen Terapeutik :


1. Komplikasi Akut ( Diabetes 1. Non Farmakologis (terapi
ketoasidosis diabetik melitus tipe 2 gizi, aktifitas dan latihan,
dan hipoglikemia) program edukasi)
2. Komplikasi Kronik 2. Farmakologis : Obat-
(mikroangiopati dan obatan dan terapi insulin
makroangiopati)

Respon psikologis : KUALITAS HIDUP


Depresi dan Kecemasan

Karakeristik Individu : Usia, Dukungan Keluarga :


Jenis Kelamin, Pendidikan, Dimensi Emosional, Dimensi
Sosial Ekonomi, Status Penghargaan, Dimensi
Pernikahan, Komplikasi DM Instrumen dan Dimensi
dan Lama menderita DM Informasi

Gambar 1 : Kerangka Teori


Sumber : Modifikasi dari teori Friedman (2010), Hensarling J (2009) dan
Isa & Baiyewu (2006)
54

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan penyederhadaan dari kerangka teori.

Kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini yaitu variabel

dependen dan independen. Variabel dependen adalah kualitas hidup

pasien diabetes mellitus tipe 2 sedangkan variabel independennya adalah,

depresi, kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama menderita

diabetes mellitus. Variabel penelitian yang terpilih selanjutnya disusun

dalam sebuah kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Faktor-faktor yang
berhubungan dengan Variabel Dependen
kualitas hidup :

Depresi KUALITAS HIDUP


PASIEN DM TIPE 2 :
Kecemasan
Komplikasi diabetes melitus - Kuesioner WHO
Quality Of Life-
Dukungan keluarga: BREF

- Dimensi informasi - Gula Darah


Terkontrol
- Dimensi penilaian
- Dimensi instrumental
- Dimensi emosional
Lama menderita diabetes

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian Analisis Kualitas Hidup Pasien


DM Tipe 2
55

F. Hipotesis Penelitian

1. Ada risiko depresi dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

2. Ada risiko kecemasan dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

3. Ada risiko komplikasi penyakit DM Tipe 2 dengan kualitas hidup pasien

DM Tipe 2.

4. Ada risiko dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

5. Ada risiko lama menderita penyakit dengan kualitas hidup pasien DM

Tipe 2.

G. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

1. Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

Kualitas hidup pasien adalah persepsi atau pandangan subjektif pasien

DM tipe 2 terhadap kepuasan dan dampak yang dirasakan, baik

terhadap kemampuan fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan

dengan menggunakan kuesioner WHO Quality of Life (2004). Kuesioner

terdiri atas 26 item pertanyaan dengan rentang jawaban menggunakan

skala likert. Skor kualitas hidup dinyatakan dengan angka, rentang nilai

0 – 100.

Kriteria Obyektif :

Baik : Bila jawaban responden tentang kualitas hidup dari

kuesioner WHO ≥ 3 domain yang baik dan/atau gula darah

terkontrol
56

Buruk : Bila jawaban responden tentang kualitas hidup dari

kuesioner WHO < 3 domain yang baik dan/atau gula darah

tidak terkontrol

2. Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan

kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah,

menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan,

hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa

dilakukan setelah terdiagnosis menderita Diabetes Melitus Tipe 2.

Pengukuran depresi menggunakan kuesioner Depression Anxiety and

Stress Scale

Kriteria objektif (Lovibond, 1995) :.

Paparan Positif : Apabila responden mendapatkan nilai total skor

dari jawaban untuk kuesioner depresi ≥ 21.

Paparan Negatif : Apabila responden mendapatkan nilai total skor

dari jawaban untuk kuesioner depresi < 20.

3. Kecemasan

Kecemasan merupakan kondisi perasaan yang tidak menyenangkan

yang merujuk pada rasa khawatir, takut, was-was, yang ditimbulkan oleh

pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum terjadi

dan sangat, mengganggu aktivitas setelah terdiagnosis menderita

Diabetes Melitus Tipe 2. Pengukuran kecemasan menggunakan

kuesioner Depression Anxiety and Stress Scale


57

Kriteria Objektif : (Lovibond, 1995)

Paparan Positif : Apabila responden mendapatkan nilai total skor

dari jawaban untuk kuesioner kecemasan ≥ 15.

Paparan Negatif : Apabila responden mendapatkan nilai total skor

dari jawaban untuk kuesioner kecemasan < 15.

4. Komplikasi DM

Suatu keadaan yang merupakan akibat dari penyakit dan pengobatan

yang dijalani oleh pasien sejak mulai terdiagnosis menderita DM Tipe 2.

Kriteria Objektif :

Paparan Positif : bila terdapat penyakit penyerta yang didiagnosis

pada pasien sesuai dengan data rekam medik RS

saat penelitian dilakukan

Paparan Negatif : tidak ada penyakit penyerta sesuai data rekam medik

saat penelitian dilakukan.

5. Dukungan Keluarga

Dukungan yang diberikan keluarga kepada pasien DM Tipe 2 yang

terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi emosional, dimensi

penghargaan, dimensi instrumental dan dimensi informasi selama

responden terdiagnosis menderita Diabetes Melitus Tipe 2 dan

menjalani pengobatan. Untuk mengukur dukungan keluarga digunakan

kuesioner yang diadopsi dari Hensarling Diabetes Family Support Scale

(Hensarling, 2009)
58

Kriteria objektif :

Paparan Positif : Apabila responden mendapatkan nilai total jawaban

untuk kuesioner dukungan keluarga < nilai mean.

Paparan Negatif : Apabila responden mendapatkan nilai total jawaban

untuk kuesioner dukungan keluarga ≥ nilai mean.

5. Lama Menderita DM

Rentang waktu responden menderita diabetes melitus dihitung mulai

pertama kali terdiagnosis sampai dilakukan penelitian.

Kriteria objektif : (Rubin, 1999)

Paparan Positif : bila telah menderita DM > 5 tahun

Paparan Negatif : bila menderita DM ≤ 5 tahun


59

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasional analitik dengan desain kohort retrospektif atau kohor sejarah

yaitu kelompok yang terpapar dan kelompok tidak terpapar berasal dari

register yang sama. Penelitian kohor adalah suatu penelitian yang

digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan

efek melalui pendekatan longitudinal ke depan atau prospektif. Artinya,

faktor risiko yang akan dipelajari diidentifikasi dahulu kemudian diikuti ke

depan secara prospektif timbulnya efek, yaitu penyakit atau salah satu

indikator status kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan

retrospektif. Dengan kata lain, studi kohort bersifat retrospektif jika paparan

telah terjadi sebelum peneliti memulai penelitiannya (Murti, 1997;

Notoatmodjo, 2002).

Pada penelitian ini akan dilihat beberapa faktor independen pada

penderita DM Tipe 2 yaitu depresi, kecemasan, komplikasi, dukungan

keluarga dan lama menderita DM serta melihat kualitas hidup penderita DM

Tipe 2 dan penurunan kadar gula darah selama dua bulan masa

pengobatan.

Penelitian ini untuk mengetahui risiko antara faktor depresi,

kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama menderita terhadap


60

kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 setiap responden yang terdata

pada rekam medik diikuti dengan wawancara dan dinilai kualitas hidupnya..

Adapun skema penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut ini.

Ditelusuri Penelitian Follow Up 1


Retrospektif Dimulai bulan

Kualitas
DIagnosis
Hidup dan
Awal DM
kadar gula
darah
DM Tipe 2 terkontrol

Faktor Risiko : Faktor Risiko :


1. Lama Menderita 1. Depresi
DM 2. Kecemasan
2. Komplikasi DM 3. Dukungan keluarga

Gambar 3. Rancangan Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di RS Ibnu Sina, dan RSU Labuang Baji Kota

Makassar. Penelitian ini rencanaya dilaksanakan pada buan Juni hingga

Agustus 2015. Pertimbangan memilih lokasi penelitian adalah karena akses

yang baik untuk lokasi penelitian ini sebab berada di pinggir jalan utama

sehingga akses kendaraan baik pribadi dan umum dapat dijangkau oleh

masyarakat.
61

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan

penyakit DM Tipe 2 yang terdata di bagian rekam medik RS Ibnu Sina,

dan RSU Labuang Baji Makassar Tahun 2015 yaitu sebanyak 296

orang pasien di kedua rumah sakit.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan DM tipe 2

yang terdata dalam rekam medik RS Ibnu Sina, dan RSUD Labuang Baji

Kota Makassar Tahun 2015 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

penelitian yang telah ditetapkan. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi

penelitian adalah sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Pengambilan sampel dilakukan dengan beberapa kriteria inklusi

antara lain :

1. Pasien yang terdiagnosis menderita DM Tipe 2

2. Usia responden ≥ 35 tahun

3. Sedang atau telah melakukan pengobatan saat penelitian

dilakukan

4. Bersedia diwawancarai selama masa penelitian dilakukan

5. Berdomisili di Kota Makassar dan memiliki alamat yang jelas


62

b. Kriteria Eksklusi

Adapun kriteria eksklusi antara lain :

1. Pasien DM tipe 2 yang mengalami masalah kesehatan mendadak

seperti pusing, letih dan lemah dan masalah lain yang tidak

memungkinkan untuk jadi responden.

2. Tidak bersedia diwawancarai selama penelitian.

3. Perhitungan Besar Sampel

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel minimal size (untuk

menentukan batas minimal dari besarnya sampel) yang ditentukan

dengan rumus sebagai berikut (Lemeshow, 1997) :

2∝
1− ( 2 )
=

Keterangan :

n : Jumlah sampel

2α/2 : Standar deviasi normal dengan CI 95% = 1,96

P : Presentase sensitivitas pemeriksaan pasien DM tipe 2 (95%)

d : alpha (0,05)

0,95 1 − 0,95 (1,96)


=
(0,05)

= 73 orang

Untuk mengantisipasi kemungkinan subjek terpilih yang drop out,

maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel yang dihitung,

dengan rumus :
63

= /(1 − )

Keterangan :

n = Besar sampel yang dihitung

f = Perkiraan proporsi drop out sebesar 10% (f = 0,1)

Maka besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 81

orang.

4. Teknik Penarikan Sampel

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan tekhnik non

probability sampling jenis consecutive sampling yaitu semua pasien DM

Tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi penelitian selama penelitian

berlangsung hingga jumlah sampel terpenuhi. Berikut ini adalah

tahapan penarikan sampel

a. Melist nama-nama pasien DM Tipe 2 rawat jalan yang terdata dalam

rekam medik untuk menentukan sampel yang memenuhi kriteria

inklusi.

b. Melihat rekam medik untuk mengetahui komplikasi dan awal pasien

terdiagnosis menderita penyakit DM Tipe 2 serta mengambil alamat

serta nomor telpon responden.

c. Mengunjungi rumah responden dan melakukan wawancara untuk

melihat tingkat depresi dan kecemasan pasien serta dukungan

keluarga selama menderita DM Tipe 2.


64

d. Melakukan follow-up dengan mengukur kualitas hidup responden

dengan menggunakan kuesioner dan gula darah pasien sebulan

setelah dilakukan pengukuran tingkat depresi dan kecemasan.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Menentukan Responden

Peneliti melihat diagnosa medis pasien lalu menentukan responden

yang sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Pemberian Informed Consent.

Setiap responden dimintai persetujuan dengan mengisi lembaran

informed consent. Responden diberi penjelasan tentang tujuan dan

manfaat penelitian, potensi risiko serta hal yang tidak menyenangkan

yang mungkin timbul selama penelitian berlangsung. Begitu juga

dengan keuntungan yang diperoleh dan kerahasiaan responden.

3. Sumber data

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara terhadap

responden.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan rekam medik

(medical record) di RS Ibnu Sina, dan RSU Labuang Baji Kota

Makassar.

4. Instrumen Penelitian

Instrument penelitan yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari

3 kuesioner yaitu kuesioner kualitas hidup dari WHO yaitu WHOQOL-

BREFF untuk mengukur kualitas hidup pasien DM tipe 2, kuesioner


65

Depression Anxiety Stress Scale untuk mengukur tingkat kecemasan

dan depresi serta kuesioner untuk dukungan keluarga diadopsi dari

Hensarling Diabetes Family Support Scale (Yusra, 2010).

E. Pengolahan Data

Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan komputer

dengan aplikasi SPSS versi 20 kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan

narasi. Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut:

1) Screening

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan seberapa banyak data yang

missing yang ditemukan dalam kuesioner.

2) Editing

Pada tahap ini semua kesalahan yang telah didapatkan pada tahap

screening divalidasi dengan cara membuka kembali kuesioner yang

datanya tidak sesuai. Ini dilakukan dengan tujuan agar data yang

diperoleh merupakan informasi yang benar dan lengkap sesuai

dengan variabel yang direncanakan.

3) Coding

Pada tahap ini variabel yang datanya kualitatif diberikan kode numerik.

Pengkodean ini dimaksudkan untuk menyingkat data yang diperoleh

untuk mempermudah mengolah dan menganalisis data dengan

memberi kode dalam bentuk angka.


66

4) Processing

Dalam kegiatan ini jawaban dari responden yang telah diterjemahkan

menjadi bentuk angka, selanjutnya diproses agar mudah dianalisis.

5) Cleaning

Kegiatan ini merupakan pembersihan data dengan cara pemeriksaaan

kembali data yang sudah dimasukkan dalam master tabel, apakah ada

kesalahan atau tidak. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan ulang

terhadap data, dan pengkodean.

F. Analisis Data

Setelah melakukan pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis

data. Analisis data terbagi dalam tiga tahap analisis yaitu:

1) Analisis Univariat

Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendiskripsikan setiap variabel penelitian berupa distribusi

frekuensi serta persentase tunggal terkait dengan tujuan

penelitian.

2) Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui kemaknaan

hubungan variabel dependen (kualitas hidup dan perubahan

kadar glukosa darah) dan independen (depresi, kecemasan,

komplikasi dukungan keluarga dan lama menderita DM). Ukuran

asosiasi yang digunakan adalah Relative Risk (RR), yaitu


67

perbandingan proporsi kelompok terpapar dengan proporsi

kelompok tidak terpapar.

Rancangan tabulasi silang penelitian ini adalah :

Kualitas Hidup Pasien


Variabel Independen DM Tipe 2 Jumlah
Buruk Baik
Positif a b a+b
Negatif c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

RR = a/(a+b)/c/(c+d). Interpretasi hasilnya adalah sebagai berikut :

1) Bila RR = 1, berarti tidak ada asosiasi faktor paparan penelitian

dengan hasil kejadian

2) Bila RR < 1, berarti asosiasi faktor paparan penelitian dengan

hasil kejadian adalah efek perlindungan (efek proteksi)

3) Bila RR > 1, berarti asosiasi faktor paparan penelitian dengan

hasil kejadian adalah efek penyebab.

3) Analisis Multivariat

Selanjutnya dilakukan analisis multivariat, yaitu untuk melihat

hubungan antara satu variabel dependen dngan seluruh variabel

independen, sehingga dapat diketahui variabel independen yang

paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup dengan

melakukan uji Regresi Logistik.

Agar diperoleh model regresi yang dapat menjelaskan

hubungan antara variabel independen dan dependen maka

dilakukan tahapan sebagai berikut :


68

a. Memasukkan variabel kandidat dalam proses analisa

multivariat Regresi Logistik, dengan cara memilih variabel

independen dengan nilai p < 0,25. Alasan penggunaan standar

nilai p < 0,25 adalah karena penetapan nilai standar dengan p

value < 0,05 seringkali gagal dalam menjelaskan variabel yang

dianggap penting. Dengan penggunaan nilai p value < 0,25

beberapa variabel yang secara terselubung sesungguhnya

sangat penting dimasukkan di dalam analisa multivariat (Murti

B, 1997).

b. Melakukan analisis semua variabel independen yang masuk

dalam pemodelan, dengan cara mengeluarkan variabel

independen yang memiliki nilai p terbesar, sehingga didapatkan

model awal dengan variabel faktor penentu yang memiliki p ≤

0,05.

c. Hasil uji multivariat yang mempunyai nilai p < 0,05 merupakan

model akhir dari penentu faktor risiko yang memengaruhi

kualitas hidup.

G. Kontrol Kualitas

Kontrol kualitas dimaksudkan untuk melakukan pengawasan

kepada semua tahapan proses pengukuran untuk mencapai hasil yang

sah (valid) dan konsisten (reliable) sehingga diperoleh hasil yang benar-

benar mendekati yang sebenarnya dan memperoleh teori yang baik


69

sebagai bahan kajian ilmiah untuk mengurangi kesalahan-kesalahan

ilmiah.

1. Standarisasi Alat Ukur

Ada beberapa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.

Untuk menilai kualitas hidup penderita DM menggunakan kuesioner

WHO Quality of Life yang telah terstandarisasi. Selain itu, kuesioner

dukungan keluarga yang diadopsi dari Hensarling Diabetes Family

Support Scale dan untuk mengukur tingkat kecemasan maka

dugunakan kuesioner Depression Anxiety Stress Scale (DASS).

Untuk melihat kontrol kadar glukosa pasien, maka digunakan hasil

pengukuran menggunakan alat yaitu Glukometer.

2. Kesalahan Objek yang diukur

Untuk menghasilkan informasi yang benar dari responden

maka wawancara dilakukan dengan :

1) Informed Consent

Pada penelitian ini semua responden bersedia menjadi

sampel penelitian dan mengisi informed consent.

2) Confidentiality (Kerahasiaan)

Dalam penelitian ini, semua informasi yang telah

dikumpulkan, dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset


70

H. Aspek Etik Penelitian

Pertimbangan etik dalam penelitian ini :

1. Semua subjek yang terpilih, terlebih dahulu mendapatkan penjelasan

tentang penelitian ini.

2. Pernyataan keikutsertaan secara sukarela sebagai sampel penelitian

dinyatakan tertulis pada informed consent.

3. Teknik pengambilan sampel dijamin tidak memberikan dampak negatif

terhadap subjek dan kerahasiaan data akan dijaga dengan

menggunakan inisial pada nama subjek.

4. Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komisi etik

penelitian pada manusia Fakultas Kedokteran UNHAS dengan nomor

registrasi UH15060472
71

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di RS Ibnu Sina dan RSUD Labuang Baji

Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui risiko antara

tingkat depresi, tingkat kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga, dan

lama menderita penyakit terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2 di RSUD

Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar dengan menggunakan

desain kohor retrospektif.

Penelitian ini dilakukan mulai pada tanggal 05 Mei hingga 28 Juli 2015

terhitung dari penelusuran rekam medik sampai pada tahap wawancara

kualitas hidup. Sebanyak 73 orang responden sebagai sampel penelitian

yakni pasien yang tercatat di rekam medik RS Ibnu Sina dan RSUD

Labuang Baji Kota Makassar yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa kelengkapannya

dan diolah menggunakan program SPSS. Adapun hasil penelitian disajikan

secara deskriptif dengan tabel distribusi frekuensi (univariat), analisis

bivariat untuk mengetahui kemaknaan hubungan variabel dependen

(kualitas hidup pasien DM tipe 2) dan independen (tingkat depresi, tingkat

kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga, dan lama menderita penyakit)

menggunakan ukuran asosiasi Relative Risk (RR), dan analisis multivariat


72

menggunakan analisis regresi logistik dengan menggunakan metode

Backward LR.

1. Hasil Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Tabel 8. Distribusi Karakteristik Responden Pasien DM Tipe 2 di


RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar
Tahun 2015.

Kualitas Hidup
Karakteristik Buruk Baik Jumlah
n (44) % n (29) % n (73) %
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 11 25,0 13 44,8 24 32,9
Perempuan 33 75,0 16 55,2 49 67,1
2. Kelompok Umur
(Tahun)
35-45 2 4,5 0 0,0 2 2,7
46-55 11 25,0 11 37,9 22 30,1
56-65 15 34,1 11 37,9 26 35,6
> 65 16 36,4 7 24,1 23 31,5
3. Pendidikan
Tidak Sekolah 6 13,6 4 13,8 10 13,7
SD 10 27,6 2 6,9 12 16,4
SMP 16 36,4 2 6,9 18 24,7
SMA 7 15,9 13 44,8 20 27,4
Akademi/PT 5 11,4 8 27,6 13 17,8
4. Pekerjaan
PNS 1 2,3 2 5,4 3 4,1
Karyawan Swasta 0 0,0 1 2,7 1 1,4
Wiraswasta 6 13,6 9 27,0 14 20,5
IRT 31 70,5 8 32,4 39 53,4
Pensiunan PNS/Swasta 6 13,6 7 27,0 13 17,8
Purnawirawan 0 0,0 2 2,0 2 2,7
Sumber : Data Primer, 2015

Tabel 8 menunjukkan distribusi karakteristik pasien DM Tipe

2 berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan dan

pekerjaan. Distribusi jenis kelamin responden yang paling banyak

berkualitas hidup buruk yaitu jenis kelamin perempuan sebesar 75%

(33 orang) dan paling banyak pada kelompok umur > 65 tahun
73

sebesar 36,4% (16 orang). Pasien DM Tipe 2 dengan tingkat

pendidikan SMP paling banyak yang berkualitas hidup buruk yaitu

36,4% (16 orang) dan juga lebih banyak pada pasien dengan status

pekerjaan adalah IRT sebesar 70,5% (31 orang).

b. Variabel Penelitian

1) Variabel Independen

Tabel 9. Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan


Variabel Penelitian di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar Tahun 2015

Frekuensi
Variabel Penelitian
N (73) %
Tingkat Depresi
Negatif 13 17,8
Positif 60 82,2
Tingkat Kecemasan
Negatif 33 45,2
Positif 40 54,8
Komplikasi
Negatif 59 80,8
Poditif 14 19,2
Dukungan Keluarga
Negatif 35 47,9
Positif 38 52,1
Lama Menderita
Negatif 38 52,1
Positif 35 47,9
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2015

Tabel 9 menunjukkan deskripsi variabel independen. Pasien

DM Tipe 2 dengan tingkat depresi yang positif (ringan) lebih banyak

yaitu 82,2% (60 orang), tingkat kecemasan yang positif (ringan) lebih

banyak dengan persentase 54,8% (40 orang). Variabel komplikasi

menunjukkan bahwa pasien DM Tipe 2 paling banyak memiliki


74

komplikasi yaitu sebesar 80,8% (59 orang). Pasien DM Tipe 2

dengan dukungan keluarga yang baik lebih banyak sebesar 52,1%

(38 orang) dan untuk lama menderita penyakit lebih banyak pada

yang menderita lebih dari 5 tahun (risiko tinggi) sebanyak 52,1 % (38

orang).

Variabel dukungan keluarga memiliki empat dimensi yaitu

dimensi emosional, dimensi penghargaan, dimensi instrumental dan

dimensi informasi. Kategori baik dan buruk dari dimensi ini

menggunakan nilai mean dari total skor pertanyaan dari jawaban

responden. Distribusi keempat dimensi tersebut dapat dilihat pada

tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Dimensi Dukungan Keluarga Pada Pasien DM


Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar Tahun 2015
Frekuensi
Dimensi Dukungan Keluarga
N (73) %
Emosional
Buruk 40 54,8
Baik 33 45,2
Penghargaan
Buruk 38 52,1
Baik 35 47,9
Instrumental
Buruk 33 45,2
Baik 40 54,8
Informasi
Buruk 33 45,2
Baik 40 54,8
Sumber : Data Primer, 2015

Tabel 10 menunjukkan bahwa dukungan keluarga pada

dimensi emosional buruk lebih tinggi yaitu 54,8% (40 orang)


75

dibandingkan dengan dimensi emosional baik sebesar 45,2% (33

orang). Dukungan keluarga pada dimensi penghargaan buruk juga

lebih tinggi yaitu 52,1% (38 orang) dibandingkan dengan yang baik

sebesar 47,9% (35 orang). Sedangkan untuk dukungan keluarga

dimensi instrumental dan informasi memiliki nilai yang sama besar,

yaitu dimensi instrumental dan informasi yang baik lebih tinggi yaitu

54,8% (40 orang) dibandingkan dimensi instrumental dan informasi

yang buruk yaitu sebesar 45,2% (33 orang).

Distribusi jenis penyakit untuk variabel komplikasi penyakit

pada pasien DM tipe 2 dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Jenis Komplikasi Penyakit Pada Pasien DM


Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar Tahun 2015
Frekuensi
Jenis Komplikasi
N (99) %
1. Hipertensi 42 42,4
2. PJK 11 11,1
3. Katarak (Mata) 13 13,1
4. Neuropati 7 7,1
5. Ginjal 4 4,0
6. TB 3 3,0
7. Usus Buntu 1 1,0
8. Stroke 1 1,0
9. Gondok 1 1,0
10. Gatal-gatal 1 1,0
11. Asma 1 1,0
12. Tidak ada 14 14,1
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2015

Tabel 11 menunjukkan jenis komplikasi penyakit yang diderita

oleh pasien DM tipe 2. Jenis komplikasi penyakit yang tertinggi

diderita oleh pasien DM Tipe 2 adalah hipertensi yaitu sebesar


76

42,4% (42 orang) sedangkan yang tidak memiliki komplikasi sebesar

14,1% (14 orang). Beberapa resonden dalam penelitian ini tidak

hanya memiliki satu jenis komplikasi penyakit saja, bahkan terdapat

beberapa responden yang memiliki dua bahkan tiga komplikasi yang

diderita berdasarkan data rekam medik dan wawancara saat

penelitian dilakukan.

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Banyaknya


Komplikasi Penyakit Pada Pasien DM Tipe 2 di RSUD
Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar Tahun
2015
Frekuensi
Banyaknya Komplikasi
N (73) %
1. Tiga Komplikasi 2 2,7
2. Dua Komplikasi 21 28,8
3. Satu Komplikasi 36 49,3
4. Tidak ada 14 19,2
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2015

Tabel 12 menunjukkan banyaknya komplikasi yang diderita

oleh pasien DM tipe 2. Hasil menunjukkan bahwa responden dengan

satu komplikasi paling tinggi sebesar 49,3% (36 orang) dilanjutkan

dengan yang memiliki dua komplikasi sebesar 28,8% (21 orang) dan

memiliki tiga komplikasi penyakit sebesar 2,7% (2 orang). Bila dilihat

dari proporsi yang memiliki komplikasi yang lebih banyak diderita

oleh responden daripada yang tidak memiliki komplikasi.

2) Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas

hidup yang diukur menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF yang


77

terdiri dari 4 domain, yaitu domain fisik, psikologis, sosial, dan

lingkungan. Distribusi pasien DM Tipe 2 berdasarkan domain

tersebut dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Distribusi Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan Domain


Kualitas Hidup di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina
Kota Makassar Tahun 2015
Frekuensi
Domain Kualitas Hidup WHO
N (73) %
1. Fisik
Buruk 41 56,2
Baik 32 43,8
2. Psikologis
Buruk 41 56,2
Baik 32 43,8
3. Sosial
Buruk 36 49,3
Baik 37 50,7
4. Lingkungan
Buruk 31 42,5
Baik 42 57,5
Sumber : Data Primer, 2015

Tabel 13 menunjukkan distribusi responden pasien DM Tipe

2 berdasarkan domain kualitas hidup. Domain fisik dan psikologis

redponden dengan kualitas hidup buruk adalah yang paling tinggi

yaitu sebanyak 56,2% (41 orang). Domain sosial responden dengan

kualitas hidup yang baik paling banyak dengan nilai sebesar 50,7%

(37 orang) namun pada domain lingkungan, kualitas hidup baik yang

paling tinggi dengan persentase yaitu 57,5% (42 orang). Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat variasi kualitas hidup responden

dalam penelitian ini dilihat dari segi pembagian empat domain

kualitas hidup.
78

Tabel 14. Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan


Variabel Kualitas Hidup Pada Beberapa Rumah Sakit
di Kota Makassar Tahun 2015
Frekuensi
Variabel Kualitas Hidup
N (73) %
Kualitas Hidup Kuesioner WHO
Buruk 36 49,7
Baik 37 50,7
Status Gula Darah
Tidak terkontrol 47 64,4
Terkontrol 26 35,6
Sumber : Data Primer, 2015

Tabel 14 menunjukkan distribusi responden pasien DM Tipe

2 berdasarkan kategori kualitas hidup dan status gula darah. Pada

kategori kualitas hidup paling banyak responen yang memiliki

kualitas hidup yang baik sebesar 50,7% (37 orang). Pasien DM tipe

2 dengan status gula darah tidak terkontrol yaitu sebesar 64,4% (47

orang) lebih banyak dari pada yang tidak terkontrol yaitu sebesar

35,6% (26 orang).

Tabel 15. Distribusi Responden Pasien DM Tipe 2


Berdasarkan Variabel Total Kualitas Hidup di RSUD
Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar
Tahun 2015

Frekuensi
Variabel Kualitas Hidup
N (73) %
Kualitas Hidup Kuesioner WHO dan
Status Gula Darah
Buruk 44 60,3
Baik 29 39,7
Sumber : Data Primer, 2015

Tabel 15 menunjukkan distribusi responden pasien DM Tipe

2 berdasarkan kategori kualitas hidup dan status gula darah.


79

Kategori kualitas hidup diperoleh dari akumulasi dari empat domain

kualitas hidup di kuesioner WHO dan status gula darah, hasilnya

responden dengan kualitas hidup yang buruk lebih banyak yaitu

sebesar 60,3% (44 orang) dibandingkan dengan responden yang

berkualitas baik yaitu sebesar 39,7% (29 orang).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel dependen (kualitas hidup) dan variabel independen (tingkat

depresi, tingkat kecemasan, komplikasi, dukungan keluarga dan lama

menderita penyakit). Adapun hasil tabulasi silang tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut :

a. Risiko Tingkat Depresi terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe

Tabel 16 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dengan tingkat

depresi berat (paparan positif) lebih banyak yang memiliki kualitas

hidup buruk yaitu 25% (11 orang) dibandingkan dengan yang

memiliki kualitas hidup yang baik yaitu 6,9% (2 orang). Adapun risiko

antara tingkat depresi terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2

dapat dilihat lebih lengkap pada tabel berikut :


80

Tabel 16. Analisis Risiko Tingkat Depresi terhadap Kualitas Hidup


Pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar Tahun 2015

Kualitas Hidup
Buruk Baik RR
Tingkat
Total % 95%CI
Depresi
n % n % (LL-UL)

Positif 11 25,0 2 6,9 13 17,8 1,538


Negatif 33 75,0 27 93,1 60 82,2 (1,111-
Total 44 100,0 29 100,0 73 100,0 2,131
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa tingkat depresi

merupakan faktor risiko kualitas hidup pasien DM tipe 2 dengan nilai

RR = 1,538 (CI 95% : 1,111-2,131), artinya depresi berisiko

sebanyak 1,538 kali terhadap pasien untuk mendapatkan kualitas

hidup buruk.

b. Risiko Tingkat Kecemasan terhadap Kualitas Hidup Pasien DM tipe

Tabel 17 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 yang memiliki

tingkat kecemasan berat (paparan positif) lebih banyak yang memiliki

kualitas hidup buruk yaitu 58,6% (25 orang) dibandingkan dengan yang

memiliki kualitas hidup baik yaitu 27,6% (8 orang). Adapun risiko antara

tingkat kecemasan terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat

dilihat lebih lengkap pada tabel berikut :


81

Tabel 17. Analisis Risiko Tingkat Kecemasan terhadap Kualitas Hidup


Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina
Kota Makassar Tahun 2015

Kualitas Hidup
Buruk Baik RR
Tingkat
Total % 95%CI
Kecemasan
n % n % (LL-UL)

Positif 25 58,6 8 27,6 33 45,2 1,595


Negatif 19 43,2 21 72,4 40 54,8 (1,092-
Total 44 100,0 33 100,0 73 100,0 2,329)
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tingkat kecemasan

merupakan faktor risiko terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2

dengan nilai RR = 1,595 (CI: 95% : 1,092-2,329), artinya tingkat

kecemasan memiliki risiko sebesar 1,595 kali terhadap kualitas hidup

pasien DM Tipe 2.

c. Risiko Komplikasi terhadap Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2

Tabel 18 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 yang memiliki

komplikasi (paparan positif) lebih banyak yang kualitas hidupnya buruk

yaitu 84,1% (37 orang) dibandingkan dengan yang kualitas hidupnya

baik yaitu 75,9% (22 orang). Adapun risiko antara komplikasi terhadap

kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat dilihat lebih lengkap pada tabel

berikut:
82

Tabel 18. Analisis Risiko Komplikasi terhadap Kualitas Hidup Pasien


DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar Tahun 2015
Kualitas Hidup
RR
Buruk Baik
Komplikasi Total % 95%CI
n % n % (LL-UL)

Positif 37 84,1 22 75,9 59 80,8 1,254


Negatif 7 15,9 7 24,1 14 19,2 (0,717-
Total 44 100,0 29 100,0 73 100,0 2,195)
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa komplikasi

merupakan faktor risiko kualitas hidup pasien DM tipe 2 dengan nilai

RR sebesar 1,254 (CI 95% ; 0,717-2,195), namun risiko komplikasi

tidak berhubungan secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai LL-

UL (Lower Limit-Upper Limit) mencakup nilai satu.

d. Risiko Dukungan Keluarga terhadap Kualitas Hidup Pasien DM

tipe 2

Tabel 19 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dengan

dukungan keluarga yang buruk (paparan positif) lebih banyak yang

memiliki kualitas hidup buruk yaitu 61,4% (27 orang) dibandingkan

dengan yang memiliki kualitas hidup baik yaitu 27,6 (8 orang). Adapun

risiko antara dukungan keluarga terhadap kualitas hidup pasien DM

tipe 2 dapat dilihat lebih lengkap pada tabel berikut :


83

Tabel 19. Analisis Risiko Dukungan Keluarga terhadap Kualitas


Hidup Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar Tahun 2015
Kualitas Hidup RR
Dukungan
Buruk Baik Total % 95%CI
Keluarga
(LL-UL)
n % n %
Positif 27 61,4 8 27,6 35 47,9 1,724
Negatif 17 38,6 21 72,4 38 52,1 (1,160-
Total 44 100,0 29 100,0 73 100,0 2,564)
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil uji statistik, dapat disimpulkan bahwa

dukungan keluarga merupakan faktor risiko kualitas hidup pasien DM

tipe 2 dengan nilai RR = 1,724 ( CI 95% : 1,163-3,172), dengan nilai

tersebut dapat dilihat bahwa dukungan memiliki risiko sebesar 1,724

kali terhadap kualitas hidup pasien DM TIpe 2.

e. Risiko Lama Menderita DM terhadap Kualitas Hidup Pasien DM

tipe 2

Tabel 20 menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dengan lama

menderita DM di atas 5 tahun (paparan positif) lebih banyak yang

memiliki kualitas hidup buruk yaitu 52,3% (23 orang) dibandingkan

dengan yang memiliki kualitas hidup baik yaitu 51,7% (15 orang).

Adapun risiko antara lama menderita DM terhadap kualitas hidup

pasien DM tipe 2 dapat dilihat lebih lengkap pada tabel berikut :


84

Tabel 20. Analisis Risiko Lama Menderita DM terhadap Kualitas


Hidup Pasien DM tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu
Sina Kota Makassar Tahun 2015

Kualitas Hidup RR
Lama Tot
Buruk Baik % 95%CI
Menderita DM al
(LL-UL)
n % n %
Positif 23 52,3 14 51,7 38 52,1 1,009
Negatif 21 47,7 23 48,3 35 47,9 (0,695-
Total 44 100,0 29 100,0 73 100,0 1,465)
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa lama

menderita DM merupakan faktor risiko kualitas hidup pada pasien DM

tipe 2 dengan nilai RR = 1,009 (CI 95% : 0,695-1,465), namun risiko

lama menderita DM tidak berhubungan secara signifikan. Hal ini dapat

dilihat dari nilai LL-UL (Lower Limit-Upper Limit) mencakup nilai satu.

Untuk memudahkan dalam analisis multivariat, berikut disajikan

rangkuman hasil analisis bivariat variabel-variabel penelitian :

Tabel 21. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat

No Variabel RR p value
1 Tingkat Depresi 2,031 0,096
2 Tingkat Kecemasan 2,424 0,027
3 Komplikasi 1,186 0,569
4 Dukungan Keluarga 1,921 0,01
5 Lama Menderita DM 1,151 1,00
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2014

Tabel 21 menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) variabel dalam

penelitian yang akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis multivariat.


85

Variabel-variabel tersebut antara lain : tingkat depresi, tingkat

kecemasan dan dukungan keluarga,

3. Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang

paling berisiko terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2. Variabel

diikutkan dalam analisis ini yaitu variabel yang memiliki nilai p < 0,25.

Hasil analisis lebih lanjut dengan menggunakan metode backward LR

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 22. Hasil Analisis Multivariat Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2


dengan Metode Backward LR di RSUD Labuang Baji dan RS
Ibnu Sina Kota Makassar Tahun 2015.

95% CI
Variabel
B Wald Sig. RR
Penelitian Lower Upper
Tingkat Depresi 0,471 0,245 0,418 1,62 0,248 10,330
Tingkat 1,118 4,309 0,038 3,058 1,064 8,768
Kecemasan
Dukungan 1,325 6,154 0,013 3,764 1,321 10,724
Keluarga
Constant -4,255 13,363 0,000 0,014 - -
Sumber : Data Primer dan Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil analisis multivariat pada tabel 22, dapat ditarik

kesimpulan bahwa variabel dukungan keluarga tetap merupakan faktor

yang paling berisiko terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2 dengan

nilai RR sebesar 3,764 (CI 95% : 1,321-10,724). Kemudian diikuti oleh

variabel tingkat kecemasan dengan nilai RR sebesar 3,058 (CI 95% :

1,064-10,330).
86

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat dibuat sebuah

persamaan logistik untuk kualitas hidup pasien DM tipe 2 sebagai berikut:

Logit kualitas hidup = -4,255 + 1,325 (dukungan keluarga) +1,118

(tingkat kecemasan)

y = Konstanta + a1x1 + a2x2 + .... + aixi

y = -4,255 + 1,325 + 1,118

= -1,812

Nilai probabilitas pasien DM tipe 2 memiliki kualitas hidup buruk di

RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota Makassar yaitu sebagai

berikut :

p=

dimana,

p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + .... + aixi

℮= bilangan natural = 2,72

p=

= ( ,
,

=
,

=
,
87

= 0,14 atau 14 %

Artinya probabilitas variabel dukungan keluarga dan tingkat

kecemasan memiliki probabilitas 14% berhubungan dengan kualitas

hidup buruk pasien DM tipe 2.

B. PEMBAHASAN

1. Tingkat Depresi

Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai

dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan

bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan

selera makan, hasrat seksual dan minat serta kesenangan dalam

aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi sering kali berhubungan dengan

berbagai masalah psikologis lain, seperti serangan panik,

penyalahgunaan zat, disfungsi seksual dan gangguan kepribadian

(Davison et al,2006). Depresi sebagai suatu gangguan suasana hati

yang dicirikan dengan tidak ada harapan dan patah hati,

ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan

untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu untuk berkonsentrasi, tidak

punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba untuk bunuh diri

(Lubis, 2009). Episode depresi biasanya berlangsung selama kurang

dari 9 bulan, tetapi pada 15 - 20% penderita bisa berlangsung selama

2 tahun atau lebih.

Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan tingkat depresi

yang berat atau memiliki paparan yang positif memiliki kualitas hidup
88

yang buruk dibandingkan dengan yang memiliki kualitas hidup yang

baik. Pada umumnya pasien diabetes melitus sangat rentan untuk

mengalami depresi. Gangguan depresi yang dialami adalah akibat dari

cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Hal ini disebabkan karena

adanya distorsi kognitif pada diri sendiri. Mereka akan mengalami

isolasi sosial di masyarakat, mempunyai mobilitas yang rendah, dan

memerlukan sering pengobatan klinis. Hal itu juga mengalami dampak

psikologis negatif pada pasien. Pasien dengan diabetes melitus sering

mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi, takut untuk tidak puas,

masa depan yang tidak ringan pada kehidupan pribadi mereka dan

penyesuaian psikososial (Mazlina et al., 2011).

Tingkat depresi pada orang dengan diabetes meningkat secara

signifikan dan diperkirakan akan setidaknya dua kali lipat bagi mereka

dengan diabetes dibandingkan dengan mereka yang tanpa penyakit

kronis. Sebuah laporan terbaru dari Survei Kesehatan Dunia

memperkirakan prevalensi depresi (berdasarkan kriteria ICD-10) pada

245.404 orang dari 60 negara di seluruh dunia dengan hasil selama

satu tahun dari laporan gejala depresi pada individu dengan diabetes

adalah 9,3% (Lloyd et al., 2010).

Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa tingkat depresi

berisiko sebesar 1,538 kali terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2

yang buruk (CI 95% : 1,111-2,131) sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh (Egede and Ellis, 2010) yang meneliti mengenai


89

Diabetus mellitus II and depression: Global perspectives menyimpulkan

bahwa penyakit diabetes mellitus II dan depresi adalah saling

berhubungan secara signifikan mengenai morbiditas, mortalitas, dan

biaya kesehatan. Egede et al dalam Wu et al (2007) menemukan bahwa

rata-rata individu dengan DM beresiko 2 kali mengalami depresi

dibandingkan dengan individu yang sehat, dan pasien DM yang

mengalami depresi beresiko 4,5 kali mengeluarkan biaya lebih mahal

dibandingkan dengan pasien DM yang tidak mengalami depresi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami

depresi memiliki efikasi diri yang baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak

memiliki depresi berat (61,5%) dari pada laki-laki (38,5%), hal ini

dikarenakan proporsi jumlah sampel penelitian lebih banyak

perempuan daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Egede dan Ellis (2010) dimana prevalensi depresi lebih

banyak pasien DM tipe 2 dengan jenis kelamin perempuan (23,8%)

daripada pasien laki-laki (12,8%).

Demikian pula, Sotiropoulus et al (2008) menemukan bahwa

33,4% dari kelompok orang dewasa Yunani dengan diabetes tipe 2

melaporkan gejala depresi yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh

Khamseh et al (2007) menunjukkan bahwa tingkat depresi yang besar

ditemukan di 71,8% dari sampel 206 pasien di Iran dengan diabetes

tipe 1 dan tipe 2. S Ali et al (2006) menemukan bahwa prevalensi


90

depresi secara signifikan lebih tinggi di antara pasien dengan diabetes

tipe 2 (17,6%) dibandingkan tanpa diabetes (9,8%).

Pada kondisi depresi, tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon

stress yang akan mempengaruhi peningkatan kadar gula darah. ACTH

akan menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi glukokortikoid,

terutama kortisol. Peningkatan kortisol akan mempengaruhi

peningkatan kadar gula darah. Selain itu kortisol juga dapat

menginhibisi pengambilan glukosa oleh sel tubuh (Smeltzer & Bare,

2012).

Depresi sendiri prevalensinya dua kali lipat lebih sering ditemukan

pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Culbertson and Frances,

1997). Penyebabnya antara lain dapat dibagi dari penyebab biologis

dan psikososial yang membedakan antara laki-laki dan perempuan.

Secara biologis menjelang menopause, dan saat menopause pada

perempuan memegang peranan penting mengapa perempuan lebih

rentan terhadap depresi dibanding laki-laki (Hoeksema and Nolen,

2001). Selain itu, untuk jenis pekerjaan yang paling banyak memiliki

tingkat depresi berat adalah pekerjan sebagai ibu rumah tangga

(61,5%), hal ini terjadi karena rendahnya aktivitas fisik dan kegiatan

yang mereka lakukan. Tingginya angka depresi pada ibu rumah tangga

kemungkinan disebabkan karena banyaknya tanggung jawab serta

tuntutan, ditambah lagi pekerjaan yang cenderung monoton dan tidak

ada batasan jam kerja.


91

Hasil penelitian juga menunjukkan responden dengan usia lebih

dari 65 tahun paling banyak mengalami tingkat depresi berat (46,2%).

hal ini sejalan dengan penelitian Vamos et al (2009) yang menyatakan

bahwa depresi pada pasien DM paling tinggi terjadi pada orang lanjut

usia. Pasien lanjut usia pada umumnya merasa terisolasi, kekhawatiran

akan penghidupan masa depan yang tidak menentu serta penurunan

kesehatan tubuh dan disabilitas karena usia tua (Rihmer et al., 2009).

Pasien lanjut usia dengan DM seringkali harus menghadapi berbagai

macam masalah kesehatan serta berbagai jadwal pemeriksaan

kesehatan yang kompleks secara terus-menerus dan dapat

menurunkan motivasi pasien dalam berobat dan menurunkan energi

pasien dalam usaha perawatan dirinya.

Berdasarkan domain kualitas hidup, depresi yang berat pada

responden memiliki kualitas hidup yang buruk pada domain lingkungan

sebesar (32,3%). Domain lingkungan terdiri dari rasa aman dan

pemenuhan kebutuhan hidup yang dialami oleh responden, sarana dan

informasi tentang DM tipe 2 dan kepuasan terhadap pelayanan serta

transportasi. Hal ini menunjukkan bahwa depresi yang berat

mempengaruhi aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden selama

menderita DM tipe 2.
92

2. Tingkat Kecemasan

Kecemasan merupakan kondisi perasaan yang tidak

menyenangkan yang merujuk pada rasa khawatir, takut, was-was, yang

ditimbulkan oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu

yang belum terjadi dan sangat, mengganggu aktivitas. Kecemasan

merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai

dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan

dari susunan saraf autonom (SSA). Kecemasan merupakan perasaan

takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan dan sering

disertai gejala fisiologis. Kecemasan merupakan gejala yang umum

tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi disertai

dengan rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat

berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar.

Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah

(Hutagalung, 2007).

Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alami perasaan

(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran

yang mendalam dan berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa lebih banyak pasien DM Tipe 2 dengan tingkat kecemasan yang

berat (papparan positif) yang memiliki kualitas hidup buruk yaitu

sebesar 56,8%. Sedangkan pada pasien DM Tipe 2 dengan tingkat

kecemasan rendah (paparan negatif), lebih banyak memiliki kualitas

hidup baik yaitu sebesar 72,4%. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui
93

bahwa tingkat kecemasan berisiko sebesar 1,595 kali terhadap kualitas

hidup pasien DM TIpe 2 yang buruk (CI 95% : 1,092-2,329).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roupa et al (2009)

menunjukkan bahwa kecemasan berisiko sebesar 5,981 kali dialami

oleh pasien DM tipe 2. Sejalan dengan itu hasil penelitian lain yang

dilakukan oleh Palizgr et al (2013) menunjukkan bahwa kecemasan

berisiko dialami oleh pasien DM tipe 2 sebesar 2,774 kali.

Kecemasan apabila tidak ditangani secara baik maka akan

menimbulkan masalah tersendiri yang akan semakin menyulitkan dalam

pengelolaan penyakit DM. Secara sosial penderita DM akan mengalami

beberapa hambatan utamanya berkaitan dengan pembatasan dalam

diet yang ketat dan keterbatasan aktifitas karena komplikasi yang

muncul.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Donald et al (2013) dimana kecemasan secara signifikan berhubungan

dengan kualitas hidup pasien DM. Beberapa penelitian menunjukan

pevalensi kecemasan pada pasien DM terjadi sekitar 67% (Nikibakht et

al., 2009). Secara sosial penderita DM akan mengalami beberapa

hambatan terutama berkaitan dengan pembatasan dalam diet yang

ketat dan keterbatasan aktifitas karena komplikasi yang muncul.

Kondisi tersebut berlangsung kronis dan bahkan sepanjang hidup

pasien, dan hal ini akan menurunkan kualitas hidup pasien (Rahmat,

2010). Dari penelitian yang dilakukan oleh (Collins, et al 2008) juga


94

menunjukkan bahwa manajemen kecemasan pada penderita Diabetes

yang dilakukan dengan baik, yang salah satunya dengan konseling

akan meningkatkan keberhasilan dalam mengontrol kadar gula darah,

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Fisher et al, 2008)

mendapatkan bahwa pasien diabetes mengalami gangguan tingkat

afektif dan kecemasan yang tinggi dari waktu ke waktu dimana hal ini

tergantung dari komunitas pasien tersebut.

Penyebab gangguan kecemasan kurang jelas. Gejala muncul

biasanya disebabkan interaksi dari aspek-aspek biopsikososial

termasuk genetik dengan beberapa situasi, stres atau trauma yang

merupakan stresor munculnya gejala ini. Penyakit kronis, Diabetes

Melitus misalnya, merupakan salah satu pemicu terjadinya kecemasan.

Sistem saraf pusat memegang peranan penting dalan kejadian gejala

ini. Sistem saraf pusat memproduksi beberapa mediator utama dari

gejala ini yaitu: norepinephrine dan serotonin (Ashadi, 2010).

Responden perempuan lebih banyak yang memiliki tingkat

kecemasan berat (72,7%) dibandingkan laki-laki (27,3%). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Roupa et al (2009) dimana

persentase kecemasan pada perempuan lebih tinggi yaitu 62%

dibandingkan laki-laki sebesar 21,5%. Berdasarkan kelompok usia 55

hingga 65 tahun, kelompok usia ini yang paling banyak mengalami

kecemasan berat yakni sebesar 36,4%. Menurut Kaplan dan Sadock

dalam Rihmer et al (2009) gangguan kecemasan dapat terjadi pada


95

semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada

wanita dimana angka prevalensi kecemasan ditemukan berkisar antara

11% sampai 80% di kalangan pasien dewasa.

Secara normal seiring bertambah usia seseorang terjadi

perubahan baik fisik, psikologis bahkan intelektual. Penambahan usia

terutama pada usia lanjut akan mengakibatkan perubahan anatomis,

fisiologis dan biokimiawi. Hal ini akan menyebabkan kerentanan

terhadap suatu penyakit serta bisa menimbulkan kegagalan dalam

mempertahankan homeostasis terhadap suatu stress. Kegagalan

mempertahankan homeostasis ini, akan menurunkan ketahanan tubuh

untuk hidup dan meningkatkan kemudahan munculnya gangguan pada

diri individu tersebut.

Hasil penelitian ini tingkat kecemasan juga memberikan efek yang

buruk terhadap kesehatan dan efek yang buruk pula terhadap kualitas

hidup pada domain sosial sebesar 69,4% sehingga dirasa perlu

dilakukan deteksi sedini mungkin dengan melakukan skrining pada

masyarakat, khususnya pada pasien DM Tipe 2 Hal ini dimaksudkan

agar masyarakat dan pasien DM Tipe 2 yang mengalami kecemasan,

dapat diberikan mekanisme koping yang sesuai maupun pengobatan

yang tepat sehingga dapat terhindar dari risiko penyakit DM TIpe 2 serta

dapat mempertahankan kualitas hidup pasien. Respons psikologis yang

buruk terutama kecemasan pada pasien DM tipe 2 akan memberikan

pengaruh yang buruk pada kemampuannya dalam melakukan


96

hubungan personal dan sosial yang baik, kehidupan seksual yang akan

menurun serta akan membuat pasien merasa dukungan dari lingkungan

yang menurun.

3. Komplikasi

Diabetes dihubungkan dengan rentang komplikasi yang serius

dengan hasil penurunan kualitas hidup. Komplikasi diabetes bisa terjadi

dalam kategori komplikasi metabolisme akut. Komplikasi ini terjadi

akibat perubahan yang relatif akut dari kadar glukosa plasma. Hal ini

akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan bagi individu yang

bersangkutan. Kategori lainnya adalah komplikasi vaskuler jangka

panjang baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler tentunya akan

merusak fungsi bagian tubuh yang terkena. Penyakit-penyakit seperti

infark miokardium, angina pektoris, neuropati, nefropati, katarak,

hipertensi merupakan beberapa contoh penyakit yang dapat muncul

pada pasien DM tipe 2 sebagai akibat gangguan pada vaskuler tersebut.

(IDF, 2005)

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa penyakit DM tipe 2

dapat meningkatkan risiko pasien untuk mengalami ketidakmampuan

baik secara fisik,. psikologis dan sosial yang diakibatkan komplikasi DM

tipe 2 yang dialami. Keluhan yang menyertai DM tipe 2 terutama

hipertensi, neuropati seperti rasa kesemutan, nyeri, rasa panas pada

telapak kaki, rasa kebas pada kaki paling sering dirasakan oleh

responden (Yusra, 2010).


97

Gejala yang dirasakan dan komplikasi yang dialami

mengakibatkan keterbatasan baik dari segi fisik, psikologis bahkan

sosial. Gangguan fungsi dan perubahan tersebut akan berdampak

terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2 (Anas et al., 2008). Komplikasi

seperti halnya hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang

dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Penelitian yang dilakukan

oleh (Isa and Baiyewu, 2006) menyimpulkan bahwa pada umumnya

pasien DM tipe 2 menunjukan kualitas hidup yang cukup baik

berdasarkan kuesioner WHO tentang kualitas hidup.

Komplikasi diabetes bisa terjadi dalam kategori komplikasi

metabolisme akut. Komplikasi ini terjadi akibat perubahan yang relatif

akut dari kadar glukosa plasma. Hal ini akan menimbulkan berbagai

masalah kesehatan bagi individu yang bersangkutan. Kategori lainnya

adalah komplikasi vaskuler jangka panjang baik mikrovaskuler maupun

makrovaskuler tentunya akan merusak fungsi bagian tubuh yang

terkena. Penyakit-penyakit seperti infark miokardium, angina pektoris,

neuropati, nefropati, katarak, hipertensi merupakan beberapa contoh

penyakit yang dapat muncul pada pasien DM tipe 2 sebagai akibat

gangguan pada vaskuler tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak pasien DM Tipe

2 dengan komplikasi (paparan positif) terhadap memiliki kualitas hidup

buruk yaitu sebesar 84,1%. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui

bahwa tingkat kecemasan berisiko sebesar 1,254 kali terhadap kualitas


98

hidup pasien DM Tipe 2 yang buruk namun tidak signifikan sebab nilai

dari interval kepercayaan mencakup nilai 1 (CI 95% : 0,717-2,195).

Komplikasi yang paling banyak diderita oleh responden pada penelitian

ini adalah hipertensi sebesar 46,7%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komlikasi tidak

berhubungan secara statistik dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2,

hali ini dilihat dari persentasi antara pasien yang memiliki komplikasi

memiliki kualitas hidup yang buruk hampir sama dengan yang memiliki

komplikasi dan memiliki kualitas hidup baik. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chyun et al., 2006)

menyatakan bahwa faktor komplikasi yang dialami oleh pasien DM Tipe

2, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas

hidup, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh (Isa and

Baiyewu, 2006) yang menyatakan ada hubungan bermakna antara

komplikasi DM seperti hipertensi, katarak, gangren, gangguan seksual

merupakan faktor risiko untuk terjadinya penurunan nilai kualitas hidup

pasien DM Tipe 2.

Status gula darah responden menunjukkan bahwa pasien DM tipe

2 yang memiliki komplikasi dengan gula darah tidak terkontrol lebih

besar yaitu 82,6% (38 orang) dibandingkan dengan yang tidak memiliki

komplikasi sebesar 77,8% (21 orang). Kadar gula darah yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi kerusakan organ

seperti ginjal, mata, saraf, jantung, dan peningkatan risiko penyakit


99

kardiovaskular sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Sebagian besar

pasien DM tipe 2 tidak mengetahui bila menderita DM tipe 2 karena tidak

pernah melakukan kontrol gula darah. Mereka baru mengetahui

menderita DM tipe 2, saat memeriksakan dirinya ke tempat pelayanan

kesehatan karena adanya keluhan penyakit lain yang sebenarnya

merupakan komplikasi dari penyakit DM tipe 2.

Seseorang yang didiagnosis menderita diabetes melitus harus

merubah seluruh gaya hidupnya guna menghindari terjadinya

komplikasi yang tidak diinginkan atau penyakit yang lebih parah.

Penanganan diabetes melitus sangat memerlukan motivasi dan

ketekunan dari penderitanya. Apabila penderita sedikit saja lalai dalam

mengontrol kadar gulanya, enggan berolah raga secara teratur, dan

menjalani pola makan yang tidak sesuai, maka akan menyebabkan

munculnya komplikasi yang tidak diinginkan.

4. Dukungan Keluarga

Menurut Taylor dalam Yusra (2010) dukungan keluarga diartikan

sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain

sehingga akan memberikan kenyamana fisim dan psikologis pada

orang yang diharapkan pada situasi stres. Dukungan sosial keluarga

adalah proses yang terjadi selama masa hidup dengan sifat dan tipe

dukungan sosial bervariasi pada masing-masing tahap siklus

kehidupan keluarga.
100

Menurut Sacco & Yanover (2006), dukungan keluarga yang

memadai akan meningkatkan kesehatan fisik penderita diabetes

dengan menurunkan gejala depresi. Dukungan keluarga dapta

meningkatkan kesehatan fisik terutama terkait dengan kontrol gula

darah yang lebih baik dan meningkatkan kepatuhan dalam perawatan

diri pasien diabetes. Hal ini menurunkan resiko komplikasi pada

penderita dan meningkatkan kualitas hidupnya (Tang et al,2008).

Sesuai dengan sebuah hasil studi oleh Huang et al (2001) yang

menemukan bahwa peningkatan intervensi dukungan keluarga akan

meningkatkan metabolisme glukosa dan mengurangi depresi pada

penderita diabetes.

Pengaruh dukungan keluarga pada kesehatan fisik ini akan

memediasi melalui faktor psikologis yaitu penurunan depresi pada

penderita diabetes. Selain itu dukungan keluarga diketahui dapat

meningkatkan kemampuan adaptif dari kognisif termasuk

meningaktkan optimisme penderita diabetes, mengurangi kesepian dan

meningkatkan kemampuan diri yang akhirnya terjadi peningkatan

kualitas hidup (Soutwick et al, 2005).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak pasien DM Tipe

2 dengan dukungan keluarga yang baik (paparan negatif) memiliki

kualitas hidup yang baik pula yaitu sebesar 72,4% dibandingkan

dengan pasien DM Tipe 2 dengan dukungan keluarga yang buruk

(paparan positif) yang juga memiliki kualitas hidup yang buruk pula yaitu
101

sebesar 61,4%. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa

dukungan keluarga yang baik memiliki kontribusi sebesar 1,724 kali

terhadap kualitas hidup pasien DM TIpe 2 yang baik (CI 95% : 1,160-

2,564).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Herdianti,

2013) dimana dukungan keluarga baik dimensi emosional,

penghargaan, instrumental dan informasi memiliki kontribusi sebesar 5,

143 kali terhadap kualitas hidup yang baik. Hal ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Yusra, 2010) yang menyatakan bahwa

dukungan keluarga berhubungan secara signifikan terhadap kualitas

hidup pasien DM Tipe 2 (p=0,001).

Lebih lanjut (Allen, 2006) menjelaskan bahwa dukungan keluarga

berupa kehangatan, keramahan, dukungan emosional terkait

monitoring glukosa, diet dan latihan dapat meningkatkan efikasi diri

pasien sehingga mendukung keberhasilan dalam perawatan diri

sendiri. Dari perawatan diri yang baik akan menciptakan kualitas hidup

yang baik pula. (Mills, 2008) menyatakan ada bebrapa hal penting yang

dapat dilakukan untuk mendukung anggota keluarga yang menderita

DM Tipe 2 yaitu dengan meningkatkan kesadaran dirinya untuk

mengenali penyakit DM Tipe 2, bahwa penyakit tersebut dapat dikontrol

sehingga pasien memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengelolah

penyakitnya.
102

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden dengan

dukungan keluarga yang baik memiliki tingkat depresi yang ringan

sebesar 92,1%. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh tingkat

kecemasan. Respondeden dengan dukungan keluarga yang baik

memiliki tingkat kecemasan yang ringan sebesar 63,2%.

Rasa nyaman yang timbul pada diri pasien DM tipe 2 akan muncul

karena adanya dukungan baik emosional, penghargaan, instrumental

dan informasi dari keluarga. Kondisi ini akan mencegah munculnya

stress pada pasien DM tipe 2. Dapat dipahami jika pasien DM tipe 2

mengalami stres, tentunya ini akan berpengaruh kepada fungsi tubuh.

Terjadinya peningkatan kortisol akibat stres akan mempengaruhi

peningkatan glukosa darah melalui glukoneogenesis, katabolisme

protein dan lemak. Selain itu kortisol juga dapat menghalangi

pengambilan glukosa oleh sel tubuh, sehingga dapat mempengaruhi

kadar glukosa darah. Selanjutnya kortisol juga akan berdampak

terhadap penurunan daya tahan tubuh pasien DM tipe 2, sehingga akan

mudah untuk mengalami permasalahan kesehatan.

Dampak yang terjadi baik fisik maupun psikologis tentunya akan

berlanjut terhadap penurunkan kualitas hidup pasien DM tipe 2, Selain

itu tinggal bersama dengan anggota keluarga yang sakit dan

memberikan bantuan, menyediakan waktu, mendorong untuk terus

belajar dan mencari tambahan pengetahuan tentang DM merupakan


103

bentuk-bentuk kegiatan yang bisa dilakukan keluarga dalam rangka

memberi dukungan pada anggota keluarga yang sakit

Kualitas hidup adalah kapasitas fungsional, psikologis dan

kesehatan sosial serta kesejahteraan individu. Kualitas hidup

mempengaruhi kesehatan fisik, kondisi psikologis, tingkat

ketergantungan, hubungan sosial dan hubungan pasien dengan

lingkungan sekitarnya (Isa and Baiyewu, 2006). Meningkatnya

dukungan keluarga dan terhindar dari berbagai komplikasi tentunya

akan lebih meningkatkan status kesehatan pasien DM Tipe 2 sehingga

komponen kualitas hidup tentunya juga akan terpelihara dengan baik.

Penelitian ini diketahui bahwa dimensi emosional yang diberikan

keluarga antara lain keluarga mengerti dengan masalah yang dialami

oleh responden, mendengarkan keluhan responden tentang penyakit

yang dirasakan, serta memberikan kenyamanan kepada responden

dalam mengatasi masalahnya. Sedangkan dimensi penghargaan yang

diperoleh responden antara lain dorongan dari keluarga untuk

mengontrol gula darah, mematuhi diet, pengobatan serta kontrol

kesehatan. Dimensi instrumental yang diperoleh responden antara lain

keluarga membantu mengingatkan dan menyediakan makanan sesuai

diet, mendukung usaha responden untuk olah raga, mendukung usaha

perawatan DM tipe 2 serta membantu membayar pengobatan.

Selanjutnya dimensi informasi yang diperoleh responden antara lain

menyarankan responden untuk ke dokter, menyarankan mengikuti


104

edukasi serta memberikan informasi baru kepada responden tentang

diabetes.

Hasil analisis dimensi dukungan keluarga dan kualitas hidup

menunjukkan bahwa dimensi penghargaan secara signifikan

berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai RR = 2,456.

Dukungan keluarga berupa dorongan dari keluarga untuk mengontrol

gula darah, mematuhi diet, pengobatan serta kontrol kesehatan ini

merupakan dukungan yang harus di lakukan dengan baik sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

5. Lama Menderita DM

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien DM Tipe 2 dengan

risiko tinggi lama menderita DM (paparan positif) yang memiliki kualitas

hidup buruk yaitu sebesar 52,3%, sedangkan pasien yang berisiko

rendah (paparan negatif) yang dengan kualitas hidup buruk sebesar

47,7%. Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui bahwa lama menderita

DM berisiko sebesar 1,009 kali terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe

2 yang buruk namun tidak signifikan sebab nilai dari interval

kepercayaan mencakup nilai 1 (CI 95% : 0,695-1,465).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama menderita DM

pada pasien adalah selama 7,07 tahun dengan nilai minimum

menderita DM adalah selama 1 tahun dan maksimum selama 30 tahun.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Taloyan et al.,

2013) dimana durasi atau lama menderita DM secara statistik tidak


105

signifikan dengan kualitas hidup pasien (p=0,22). Namun penelitian lain

yang dilakukan oleh (Javanbakht et al., 2012) menyatakan bahwa lama

menderita DM berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2

dan (Islam et al., 2013) mengemukakan bahwa durasi DM erat

kaitannya dengan tingkat stres pada pasien DM.

Selain itu dinyatakan pula oleh (Isa and Baiyewu, 2006) bahwa

lama DM tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

Ditambahkan lagi oleh (Mier et al., 2008) pada penelitiannya tentang

kualitas hidup, bahwa lama DM tidak menentukan kondisi kualitas hidup

pasien DM Tipe 2. Hasil penelitian ini secara statistik tidak menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara DM dengan kualitas hidup

walaupoun memiliki risiko sebesar 1,151 kali.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa lama mengalami DM

tipe 2 seringkali kurang menggambarkan proses penyakit yang

sebenarnya. Hal ini dikarenakan pasien yang baru mengetahui

terdiagnosis DM Tipe 2 oleh tenaga medis pada saat telah mengalami

komplikasi, artinya bahwa proses perjalanan penyakit sudah terjadi

selama bertahun-tahun sebelumnya namun belum terdiagnosis.

Selain hal tersebut walaupun lama menderita DM masih dalam

jangka waktu yang singkat, namun jika disertai komplikasi baik dalam

jangka panjang maupun jangka pndek, maka akan berdampak pada

penurunan kualitas hidup, hal ini terlihat dari hasil penelitian, meskipun

masih dalam kategori lama menderita risiko rendah (≤ 5 tahun) namun


106

banyak responden yang telah memiliki komplikasi sebesar 44,1%.

Perbedaan persentase ini tidak terlalu banyak bila dibandingkan

dengan yang telah menderita DM tipe 2 lebih dari 5 tahun (risiko tinggi)

sebesar 55,9%). Sebaliknya durasi DM yang panjang disertai dengan

kepatuhan dan terhindar dari komplikasi tentunya akan membuat

pasien memiliki kualitas hidup yang baik dan terpelihara. Hal ini

berdasarkan temuan peneliti terhadap responden yang menderita DM

Tipe 2 dalam jangka waktu yang masih pendek namun telah mengalami

komplikasi.

6. Analisis Multivariat.

Hasil analisis multivariat dari penelitian ini menunjukkan bahwa

ada hubungan antara beberapa variabel penelitian (dukungan keluarga

dan tingkat kecemasan) dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Dari

analisis ini diperoleh bahwa yang paling besar pengaruhnya dari semua

faktor risiko yang diteliti adalah dukungan keluarga (p=0.013) dan hasil

probabilitas dukungan keluarga dan tingkat kecemasan terhadap

kualitas hidup sebesar 14%.

Adanya dukungan keluarga sangat membantu pasien DM Tipe 2

untuk dapat meningkatkan keyakinan akan kemampuannya melakukan

tindakan perawatan diri. Pasien DM Tipe 2 yang berada dalam

lingkungan keluarga dan diperhatikan oleh anggota keluarganya akan

dapat menimbulkan perasaan nyaman dan aman sehingga akan


107

tumbuh rasa perhatian terhadap diri sendiri dan meningkatkan motivasi

untuk melaksanakan perawatan diri.

Dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam penelitian ini

berupa pendampingan saat kontrol gula darah di rumah sakit,

pengaturan diet dan aktiitas fisik serta dukungan untuk tetap dapat

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dukungan tersebut akan

mencegah munculnya respon psikologis yang buruk pada pasien DM

tipe 2. Dukungan keluarga yang baik akan mereduksi respons psikologis

yang buruk pada pasien DM tipe 2, dengan penghargaan, empati dan

dorongan untuk tetap dapat merasakan hidup yang positif walaupun

telah menderita penyakit akan meningkatkan kualitas hidup pasien DM

tipe 2.

Dalam penelitian ini dukungan keluarga pada dimensi

penghargaan berupa dorongan dari keluarga untuk mengontrol gula

darah, mematuhi diet, pengobatan serta kontrol kesehatan merupakan

yang paling signifikan untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan

dukungan terutama pada dukungan dalam mengatur pola makan akan

meningkatkan kepatuhan dan efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam

menjalankan pengobatan dan perawatan diri serta keteraturan dalam

menerapkan pola hidup yang lebih sehat agar gula darah dapat tetap

terkontrol dengan baik.


108

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan yang dialami peneliti selama melakukan penelitian ini

antara lain :

1. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif, sehingga rentan

terhadap bias informasi. Beberapa responden mengalami kesulitan

dalam mengingat kembali informasi yang telah terjadi di masa lampau.

2. Banyak alamat responden yang tidak sesuai dengan pencatatan pada

kartu status.

3. Sebagian responden sudah berusia lanjut dan mengalami gangguan

pendengaran, sehingga memperlambat dalam pengambilan data. Pada

saat wawancara berlangsung, responden harus didampingi oleh

keluarganya atau peneliti bertanya dengan suara yang keras.


109

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dengan mengacu

kembali pada rumusan masalah dan hipotesis, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat depresi merupakan faktor yang signifikan dan berisiko terhadap

kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

2. Tingkat kecemasan merupakan faktor yang signifikan dan berisiko

terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

3. Komplikasi merupakan faktor yang berisiko namun tidak signifikan

terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

4. Dukungan keluarga merupakan faktor yang signifikan dan berisiko

terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

5. Lama menderita DM merupakan faktor yang berisiko namun tidak

signifikan terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2.

6. Dukungan keluarga adalah fakor yang paling berisiko terhadap kualitas

hidup pasien DM TIpe 2


110

B. SARAN

1. Pentingnya manajemen stres dalam kehidupan, termasuk melatih

diri untuk selalu berpikir positif agar dapat terhindar dari depresi dan

kecemasan berlebih. Selain itu, perlunya deteksi sedini mungkin

dengan melakukan skrining depresi dan kecemasan di fasilitas

pelayanan kesehatan, khususnya pada pasien DM Tipe 2. Hal ini

dimaksudkan agar masyarakat dan pasien DM Tipe yang

mengalami depresi dan kecemasan dapat diberikan tindakan

perawatan dan pengobatan yang tepat sehingga dapat

mempertahankan kualitas hidup pasien.

2. Pentingnya peran keluarga dan orang-orang terdekat untuk saling

memberikan dukungan dalam berperilaku hidup sehat, mengontrol

diet untuk pasien DM Tipe 2, membantu dalam proses pengobatan

ke pelayanan kesehatan dan memberikan dukungan sosial serta

motivasi kepada pasien DM Tipe 2 agar selalu dapat berfikir positif

selama menderita DM Tipe 2

3. Peran semua pihak terutama petugas kesehatan sangat diperlukan

untuk mendorong masyarakat, khususnya pasien DM Tipe 2 agar

dapat menerapkan pola hidup sehat serta dapat berbagi

pengalaman selama menderita DM Tipe 2. Peran pemerintah dan

pejabat yang berwenang juga sangat dibutuhkan terutama dalam

bidang konseling terhadap pasien DM Tipe 2.


111

4. Pedoman praktek klinis merekomendasikan pasien DM Tipe 2 untuk

rutin melakukan aktivitas fisik/olahraga intensitas sedang selama ±

30 menit pada sebagian besar hari dalam seminggu.

5. Menerapkan pola makan sehat dengan banyak mengkonsumsi

buah-buahan dan sayur-sayuran, mengurangi konsumsi makanan

tinggi lemak, makanan cepat saji/jajanan, serta makanan yang

mengandung banyak pemanis (gula) agar dapat mengurangi risiko

penyakit degeneratf.

6. Penelitian lanjutan secara prospektif diperlukan untuk melihat

seberapa besar faktor risiko yang telah diteliti di atas dengan

beberapa faktor risko lain terhadap kualitas hidup pasien DM Tipe 2

7. Pentingnya perhatian khusus baik pada petugas kesehatan maupun

pasien sendiri tentang komplikasi penyakit yang dialami pasien DM

Tipe 2. Penyakit penyerta (komplikasi) yang dialami oleh pasien

kemungkinan dapat mempengaruhi pelaksanan pengobatan.


DAFTAR PUSTAKA
Allen. 2006. Support of Diabetes From The Family [Online]. Available:
http://www.buzzle.com/editorials 2013]

American Diabetes Association/ADA. 2011. Diagnosis and Clasification of


Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 27, 55-60.

Amidah, Y. 2002. Gangguan Kecemasan Pada Pasien Diabetes Mellitus.


Universitas Muhammadiyah Malang.

Anas, Y., Rahayu, W. A. & Andayani, T. M. 2008. Kualitas Hidup Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Tidar
Magelang. Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik 5, 10-13.

Anderson, R. J., Freedland, K. E., Clouse, R. E. & Lustman, P. J. 2001. The


Prevalence of Comorbid Depression in Adults With Diabetes Diabetes
Care, 24, 1069-1078.

Apriyanti, M. 2012. Meracik Sendiri Obat dan Menu Sehat Bagi Penderita
Diabetes Melitus, Yogyakarta, Pustaka Baru Press.

Ashadi 2009. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi.

Awadalla, A. W., Ohaeri, J. U., Awadi, S. A. A. & Tawfiq, A. M. 2005. Diabetes


Mellitus Patients' Family Caregivers' Subjective Quality of Life. Journal
Of The National Medical Association, 98, 727-736.
Basuki, E. 2007. Tehnik Penyuluhan Diabetes Melitus, Jakarta, Balai Penerbit
FK UI.

Borrott, N. & Bush, R. 2008. Measuring Quality of Life Among Those With Type
2 Diabetes in Primary Care. Health Communities Research Centre The
University of Queensland.

Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, Rineke


Cipta.

Carmody, T. J., Rush, A. J., Berinstein, I., Warden, D., Brannan, S. & Burnham,
D. 2005. The Montgomery Asberg and The Hamilton Ratings of
Depression : A Comparison of Measure. Euro Neuropsycopharmacol,
16, 601-611.
Chyun, D. A., Melkus, G. D., Katten, S. D., Price, D. M., Davey, W. J., Grey,
N., Heller, G. & Wackers, F. J. T. 2006. The Association of Psychological
Factors, Physical Activity, Neuropathy and Quality of life in Type 2
Diabetes. Biological Res Nurse, 7, 279-288.

Collins, M. M., Corcorant, P. & Perry, I. J. 2008. Anxiety and Depression


Symptoms in Patients With Diabetes. Psychology Article.

D'Adamo, P. J. & Whiteney, C. 2007. Diabetes, Penemuan Baru Memerangi


Diabetes Melalui Diet Golongan Darah, Yogyakarta, B-First.

Dalimartha, S. & Felix, A. 2012. Makanan dan Herbal Untuk Penderita Diabetes
Mellitus, Jakarta, Penebar Swadaya.

Davison, G. C., Neale, J. M. & Kring, A. M. 2006. Psikologi Abnormal Jakarta,


PT Raja Grafindo Persada.

Depkes 2011. Pedoman Teknis dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus,


Jakarta, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Depkes RI.

Depkes (ed.) 2014. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia


Mencapai 21,3 Juta Orang Jakarta: Depkes.

Dinas Kesehatan Kota Makassar. 2012. Profil Data Kesehatan Kota Makassar,
Makassar, Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Donald, M., Dower, J., Coll, J. R., Baker, P., Mukandi, B. & Doi, S. A. 2013.
Mental health issues decrease diabetes-specific quality of life
independent of glycaemic controland complications: findings from
Australia’s living with diabetes cohort study. BioMed Central, 11, 1-8.

Dwi Wahyu Ningtyas, Wahyudi, P. & Prasetyowati, I. 2013. Analisis Kualitas


Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Bangil Kabupaten
Pasuruan. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa Universitas
Jember.
Egede, L. E. & Ellis, C. 2010. Diabetes and depression: Global perspectives.
Diabetes Research and Clinical Practice, 87, 302-312.

Elizabeth H.B. Lin, Wayne Katon, Michael Von Korff, Carolyn Rutter, Simon,
G. E., Oliver, M., Paul Ciechanowski, Ludman, E. J., Bush, T. & Young,
B. 2004. Relationship of Depression and Diabetes Self-Care, Medication
Adherence, and Preventive Care. Diabetes Care, 27, 2154-2160.

Fisher, L., Skaff, M. M., Mulan, J. T. & Glasgow, R. 2008. A Longitudinal Study
of Affective and Anxiety Dosorders Affect and Diabetes Distress in
Adults With Type 2 Diabetes. Diabetes UK Medicine, 26, 153-161.

Friedman, M. M., Bowden, V. R. & Jones, E. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan


Keluarga, Riset, Teori dan Praktek, Jakarta, FK UI.

Hensarling, J. 2009. Development and Psycometric Testing of Hensarling's


Diabetes Family Support Scale. Journal for Nursing Practitioner, 5, 523-
535.

Herdianti. 2013. Determinan Kualitas Hidup Penderita DM Tipe 2 di RSUD


Ajjappange Kabupaten Soppeng Tahun 2013. Program Pasca Sarjana
Universitas Hasanuddin.

Hilliard, M. E. 2009. Pedictors of Diabetes Related Quality of Life After


Transitioning to The Insulin Pump. Journal of Pediatric Psychology, 34,
137-146.

Hoeksema & Nolen, S. 2001. Gender Differences in Depression. American


Psychological Society Journal, 10, 173-176.

Hutagalung, E. A. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas.


Simposium Sehari Kesehatan Jiwa dalam Rangka Menyambut Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia, 2007 Jakarta. IDI

IDF (International Diabetes Federation). 2005. Panduan Global untuk Diabetes


Tipe 2.

Ilyas, E. I. 2007. Olahraga Bagi Diabetesi Jakarta, Balai Penerbit FK UI.

Isa, B. A. & Baiyewu, O. 2006. Quality of Life Patient With Diabetes Mellitus In
A Nigerian Teaching Hospital. Hongkong Journal Psychiatry, 16, 27-33.

Islam, M. R., Karim, M. R., Habib, S. H. & Yesmin, K. 2013. Diabetes distress
among type 2 diabetic patients. International Journal of Medicine and
Biomedical Research, 2, 113-124.
Javanbakht, M., Abolhasani, F., Mashayekhi, A., Baradaran, H. R. & noudeh,
Y. J. 2012. Health Related Quality of Life in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus in Iran: A National Survey. Plos One, 7, 1-9.

Khamseh, M. E., Baradaran, H. R. & Rajabali, H. 2007. Depression and


diabetes in Iranian patients: a comparative study. International Journal
of Psychiatri Med, 37, 81-86.

Kosana Stanetićet al. 2011 The Quality Of Life Of Patients With Type 2
Diabetes Mellitus, Општа медицина 2012;18(3-4):70-77

Kuncoro, W. 2002. Pendekatan Dukungan Sosial Keluarga. Diakses dari :


http://www.e-psikologi.com/index.php. Pada tanggal 18 Januari 2015

Kurnia, S. T. & Setyogoro, S. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus


Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta barat Tahun
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5, 6-11.

Kurniawan, H. M. 2008. Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di RSUD


Daerah Cianjur Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10, 76.

Laniawaty, E. 2001. Diabetes Melitus, Yogyakarta, Kansius.

Lemeshow 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta,


Gajah Mada University Press.

Li, C. 2008. Diabetes and Anxiety in U.S Adults : Findings From 2006
Behavioral Risk Factor Surveilance System. Atalanta Diabetic
Mediicine, 25, 878-881.

Lindsay, G., Kathryn Inverarity & McDowell, J. S. 2011. Quality of Life in People
with Type 2 Diabetes in Relation to Deprivation, Gender, and Age in a
New Community-Based Model of Care. Hindawi Publishing Corporation
Nursing Research and Practice, 1-6.

Lloyd, C. E., Hermanns, N., Nouwen, A., Pouwer, F., Underwood, L. & Winkley,
K. 2010. The Epidemiology ofDepression and Diabetes. Depression and
Diabetes, John Wiley & Sons, Ltd.
Lovibond, S. H. & Lovibond, P. F. 1995. Manual for the Depression Anxiety
Stress Scales (2nd. Ed.). , Sydney, Psychology Foundation.
Lubis, N. L. 2009. Depresi Tinjauan Psikologis, Jakarta, Kencana Prenada
Media Grup.

Mandagi, A. M. 2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Kualitas Hidup


Penderita Diabetes Melitus di puskesmas Pakis Kecamatan Sawahan
Kota Surabaya Universitas Airlangga.

Maulana, M. 2008. Mengenak Diabetes Melitus, Yogyakarta, Kelompok


Penerbit Ar Ruzz.

Mazlina, M., S, A. S. & Jefferey 2011. Health-related Quality of Life in Patients


with Diabetic Foot Problems in Malaysia. Malaysia Medical Journal, 66.

Mier, N., Alonso, A. B., D, Z., Zuninga, M. A. & Acosta, R. I. 2008. Health-
Related Quality of Life in A Binational Population With Diabetes at The
Texas-Mexico Borders. Rev Panam Salud Publica, 23, 154-163.

Mills, L. 2008. Diabetes : Self-esteem and Family Support [Online]. Available:


http://www.americanchronicle.com 2014].

Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemilogi, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press.

Nikibakht, A., Moayedi, F., Zahre, S., Mahboohi, H., Banaei, S., Khorgoei, T. &
Jahanshahi, K. 2009. Anxiety and depression among Diabetic patients
in Bandarababbas, Southern Iran. Australasian Medical Journal, 10, 25-
28.

Ningtyas, D.W, dkk 2013. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe
2 di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan Artikel Ilmiah Hasil Penelitian
Mahasiswa 2013 Universitas Jember.

Notoatmodjo, S. 2002. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineke Cipta.

Nurrahmani, U. 2011. Stop Diabetes, Yogyakarta, Familia.

Olsen, M., Anderbro, T., Amsberg, S., Leksell, J., Moberg, E., Lisspers, J.,
Gudbjörnsdottir, S. & Johansson, U.-B. 2013. Psychometric Properties
of the Swedish Version of the Fear of Complications Questionnaire.
Open Journal of Endocrine and Metabolic Disease, 4, 69-76.
Palizgir, M., Bakhtiari, M. & Esteghamati, A. 2013. Association of Depression
and Anxiety With Diabetes Mellitus Type 2 Concerning Some
Sociological Factors. Iranian Red Crescent Medical Journal., 15, 644-
648.

PERKENI 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia tahun 2011.

Post, M. W., Witte, L. P. & Schrijvers, A. J. 1999. Quality of life And The ICIDH
: Towards An Integrated Conceptual Model For Rehabilitation Outcome
Research. Pubmed, 13, 5-15.

Preston, S. J. & Bredow, T. S. 2004. Middle Range Theory, Aplication to


Nursing Research, Philadelpia, Lippincot Williams & Willkins.

Rahmaningtyas, A. 2013. Jumlah penderita diabates di Indonesia masuk 7


dunia. Artikel Sindonews Diperoleh pada tanggal 4 Februari 2015 dari
http://international.sindonews.com.

Rahmat, W. P. 2010. Pengaruh konseling terhadap kecemasan dan kualitas


hidup pasien Diabetes Mellitus di Kecamatan Kebakkramat. Universitas
Diponegoro.

Ramaiah, S. 2007. Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya


Sejak Dini, Jakarta, PT Buana Ilmu Populer.

Raudatussalamah & Fitri, A. R. 2012. Psikologi Kesehatan, Pekanbaru, Al


Mujtahadah Press.

Reinhardt, J. P. 2001. Effects of positive and negative social support received


and provided on adaptation to chronic visual impairment. Applied
Developmental Science, 5.

Rihmer, Zoltan & Angst, J. 2009. Mood Disorder: Epidemiology., Lippincott


Williams & Wilkins

Riskesdas 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian Dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Rochmayanti. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas


Hidup Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit PELNI Jakarta.
. Universitas Indonesia.
Roupa, Z., Koulori, A., Sotiropoulo, P., Makrinika, E., Marneras, X., Lahana, I.
& Gourni, M. 2009. Anxiety And Depression In Patients With Type 2
Diabetes Mellitus, Depending On Sex And Body Mass Index. Health
Science Journal, 3.

Rubin, R. R. & Peyrot, M. 1999. Quality of Life and Diabetes.


Diabetes/Metabolism Research And Reviews, 15, 205-218.

Ruby, W. B. 2002. Bimbingan Dokter Pada Diabetes, Jakarta, Dian Rakyat.

Sacco, P. & Yanover, T. 2006. Diabetes and Depression: Tha Role of Social
Support and Medical Symtoms. Journal of Behavioral Medicine, 26.

Sarafino, E. P. 2004. Health Psychology: Biopsychosocial Interaction (2nd ed).


, New York, John Wilky and Sons Inc.

Sari, M. R., Thobari, J. A. & Andayani, T. M. 2011. Evaluasi Kualitas Pasien


Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Diterapi Rawat Jalan Dengan Anti
Diabetik Oral Di Rsud Dr. Sardjito. Jurnal managemen dan pelayanan
farmasi 1.

Setiadi 2008. Konsep & Proses Keperawatan Keluarga., Yogyakarta, Graha


Ilmu.

Silitonga, R. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup


penderita penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf dr Kariadi. Universitas
Diponegoro.

Skarbek, E. A. 2006. Psycososial Predictors of Self Care Behavior in Type 2


Diabetes Mellitus Patient : Analysis of Social Suport, Self-Efficacy and
Depression. http://citeseerx.ist.psu.edu/wiewdos/download.pdf.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah (ed
8) Jakarta, EGC.

Sotiropoulos, A., Papazafiropoulou, A., Apostolou, O., Kokolaki, A., Gikas, A.


& Pappas, S. 2008. Prevalence of depressive symptoms among non
insulin treated Greek type 2 diabetic subjects. BMC Res. Notes 1 101.

Southwick, S. M., Vythilingam, M. & Charney, D. S. 2005. The psychobiology


of depression and resilience to stress: Implications for prevention and
treatment. . Annual Review of Clinical Psychology, 1, 255-291.
Staneti, K., Savi, S. & Rači, M. 2011. The Quality of Life of Patient With Type
2 Diabetes Mellitus. Општа медицина 18, 70-77.

Sugondo, S. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini, Jakarta,


Balai Penerbit FK UI.

Taloyan, M., Saleh-Stattin, N., Johansson, S.-E., Agréus, L. & Wändell, P.


2013. Health-Related Quality of Life in Assyrian/Syrian and Swedish-
Born Patients with Type 2 Diabetes. British Journal of Medicine &
Medical Research 3, 1847-1857.
Tamara, E., Bayhakki & Nauli, F. A. 2013. Hubungan Antara Dukungan
Keluarga Dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Di Rsud
Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM PSIK, 1.

Tandra, H. 2008. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes,
PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Umum.

Tang, T. S. 2008. Social Support, Quality of Live, and Self-Care Behavior


Among African Americans With Type 2 Diabetes. Diabetes Educations.

Thommasen, H. V. & Zhang, W. 2006. Health-related quality of life and type 2


diabetes: A study of people living in the Bella Coola Valley. MEDICAL
JOURNAL 48.

Triyanisya 2013. Jumlah penyandang Diabetes di Indonesia terbanyak ketujuh


di Dunia. Metrotvnews. Diperoleh tanggal 3 Januari 2014 dari
http://www.metrotvnews.com.

Vamos, R., Richard, M. & Barbara, L. 2009. Comorbid Depression Is


Associated With Increased Healthcare Utilization and Lost Productivity
in Persons With Diabetes: A Large Nationally Representative Hungarian
Population Survey. Psychosomatic Medicine, 71, 501-507.

WHO 1994. WHO QOL-BREF Introduction, Administration, Scoring And


Generic Version of the Assesment rev.1. December 1994., Programme
on Mental Health.
http://www.who.int/entity/mental_health/media/en/76.pdf. World Health
Organization Geneva.

WHO 2004. WHOQOL Instrument Users Manual.


http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/77776/1/WHO_MSD_MER_Re
v.2012.03_eng.pdf?ua=.
Wu, S. F. V. 2007. Self Efficacy, Outcome Expectation, and Self Care Behavior
In People With Type Diabetes in Taiwan. Journal Of Clinical Nursing,
16, 250-257.

Yusra, A. 2010. Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup


pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di poliklinik penyakit dalam rumah sakit
umum pusat Fatmawati Jakarta. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
RAHASIA

KUESIONER PENELITIAN

Analisis Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di RSUD Labuang Baji dan RS Ibnu Sina Kota
Makassar Tahun 2015
____ / ___ / 2015

Kode Responden :

A. Karakteristik responden
Nama : …………………………………………………………………….
Alamat/ no. telp : …………………………………………………………………….
…………………………………………………………………….
…………………………………………………………………….
……………………………………………………………………..
Umur : ………………………….. tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : 1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
Pekerjaan : 1. PNS
: 2. Pegawai Swasta
: 3. TNI/Polri
: 4. Wiraswasta
: 5. Lainnya, Sebutkan
Kadar Glukosa : ………………..mg/dl
Komplikasi DM : …………………………………………………….
Lama Menderita DM : …………… tahun …………...bulan
Keluarga yang merawat : Suami/isteri
: Anak
: Ayah/ibu
: Lainya, sebutkan ……………………………
DASS
(Deppresion Anxiety Stress Scale)

Petunjuk Pengisian

Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman
Bapak/Ibu/Saudara dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat empat pilihan
jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:

0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.


1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau lumayan
sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.

Selanjutnya, Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda silang
(X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman Bapak/Ibu/Saudara selama
satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah
sesuai dengan keadaan diri Bapak/Ibu/Saudara yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban
pertama yang terlintas dalam pikiran Bapak/Ibu/ Saudara.

Tingkat Depresi Kecemasan


Normal 0–9 0-7
Ringan 10 – 13 8–9
Sedang 14 – 20 10 – 14
Parah 21 – 27 15 – 19
Sangat parah > 28 > 20
No PERNYATAAN (DEPRESI) Tidak Jarang Sering Selalu
Pernah
1 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan
positif.
2 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu
kegiatan.
3 Saya merasa sedih dan tertekan.
4 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal.
5 Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang
manusia.
6 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat.
7 Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari berbagai
hal yang saya lakukan.
8 Saya merasa putus asa dan sedih.
9 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun.
10 Saya merasa bahwa saya tidak berharga.
11 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan.
12 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti.
13 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam
melakukan sesuatu.

No PERNYATAAN (KECEMASAN) Tidak Jarang Sering Selalu


Pernah
1 Saya merasa bibir saya sering kering.
2 Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya:
seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernafas
padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya).
3 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau ’copot’).
4 Saya menemukan diri saya berada dalam situasi yang
membuat saya merasa sangat cemas dan saya akan
merasa sangat lega jika semua ini berakhir.
5 Saya merasa lemas seperti mau pingsan.
6 Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya: tangan
berkeringat), padahal temperatur tidak panas atau tidak
melakukan aktivitas fisik sebelumnya.
7 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas.
8 Saya mengalami kesulitan dalam menelan.
9 Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak
sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya: merasa
detak jantung meningkat atau melemah).
10 Saya merasa saya hampir panik
11 Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh tugas-
tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan.
12 Saya merasa sangat ketakutan.
13 Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya
mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri
sendiri.
14 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan).
KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA

IDENTITAS PASIEN (Kode responden) :


Conteng salah satu dari 4 pilihan tersebut !!!

No Pertanyaan Tidak Jarang Sering Selalu


pernah
1 Keluarga memberi saran agar saya
kontrol ke dokter
2 Keluarga memberi saran agar saya
mengikuti edukasi tentang diabetes
3 Keluarga memberi informasi baru
tentang diabetes kepada saya
4 Keluarga mengerti saat saya
mengalami masalah yang
berhubungan dengan diabetes
5 Keluarga mendengarkan jika saya
bercerita tentang diabetes
6 Keluarga mau mengerti tentang
bagaimana saya merasakan diabetes
7 Saya merasakan kemudahan
mendapatkan informasi dari
keluarga tentang diabetes
8 Keluarga mengingatkan saya untuk
mengontrol gula darah jika saya
9 Keluarga
lupa mendukung usaha saya
untuk berolahraga
10 Keluarga mendukung saya untuk
mengikuti rencana diet/makan
11 Keluarga membantu saya untuk
menghindari makanan manis
12 Keluarga makan makanan pantangan saya
di dekat saya
13 Diabetes yang saya alami membuat
keluarga merasa susah
Tidak
No Pertanyaan Jarang Sering Selalu
pernah
14 Keluarga mengingatkan saya untuk
memesan obat diabetes
15 Saya merasakan kemudahan minta
bantuan kepada keluarga dalam
mengatasi masalah diabetes
16 Keluarga mengingatkan saya
tentang keteraturan waktu diet
17 Keluarga merasa terganggu dengan
diabetes saya
18 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksakan mata saya ke dokter
19 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksakan kaki saya ke dokter
20 Keluarga mendorong saya untuk
periksa gigi ke dokter
21 Saya merasakan kemudahan minta
bantuan keluarga untuk
mendukung perawatan diabetes
22 Keluarga
saya menyediakan makanan
yang sesuai dengan diet saya
23 Keluarga mendukung usaha diet
saya
24 Keluarga tidak menerima bahwa
saya menderita diabetes
25 Keluarga mendorong saya untuk
memeriksaan kesehatan saya ke
dokter
26 Keluarga membantu ketika saya
cemas dengan diabetes
27 Keluarga memahami jika saya
sedih dengan diabetes
28 Keluarga mengerti bagaimana cara
membantu sayadalam mengatasi
diabetes saya
29 Keluarga membantu saya
membayar pengobatan diabetes
WHOQOL-BREF

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal-
hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan
dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda
tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan,
pikiran pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik.
Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda.
Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu
terakhir.
Sangat
Sangat buruk Buruk Biasa-biasa saja Baik
baik

1. Bagaimana menurut anda kualitas


hidup anda?
1 2 3 4 5

Sangat
Sangat tdk Tdk Memuas-
Biasa-biasa saja memuas-
memuaskan memuaskan kan
kan

2. Seberapa puas anda terhadap kesehatan


anda?
1 2 3 4 5

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini
dalam empat minggu terakhir.
Tdk sama Dlm jumlah Sangat Dlm jumlah
Sedikit
sekali sedang sering berlebihan

3. Seberapa jauh rasa sakit fisik anda


mencegah anda dalam beraktivitas sesuai 5 4 3 2 1
kebutuhan anda?
4. Seberapa sering anda membutuhkan terapi
medis untuk dpt berfungsi dlm kehidupan 5 4 3 2 1
sehari-hari anda?
5. Seberapa jauh anda menikmati hidup anda? 1 2 3 4 5
6. Seberapa jauh anda merasa hidup anda
berarti?
1 2 3 4 5

7. Seberapa jauh anda mampu berkonsentrasi? 1 2 3 4 5


8. Secara umum, seberapa aman anda rasakan
1 2 3 4 5
dlm kehidupan anda sehari-hari?
9. Seberapa sehat lingkungan dimana anda
1 2 3 4 5
tinggal (berkaitan dgn sarana dan prasarana)
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4
minggu terakhir?
Tdk sama Sepenuhnya
Sedikit Sedang Seringkali
sekali dialami
10. Apakah anda memiliki vitalitas yg
1 2 3 4 5
cukup untuk beraktivitas sehari2?
11. Apakah anda dapat menerima
1 2 3 4 5
penampilan tubuh anda?
12. Apakah anda memiliki cukup uang
1 2 3 4 5
utk memenuhi kebutuhan anda?
13. Seberapa jauh ketersediaan
informasi bagi kehidupan anda dari 1 2 3 4 5
hari ke hari?
14. Seberapa sering anda memiliki
kesempatan untuk bersenang- 1 2 3 4 5
senang /rekreasi?

Biasa-biasa
Sangat buruk Buruk Baik Sangat baik
saja
15. Seberapa baik kemampuan anda
1 2 3 4 5
dalam bergaul?

Sangat tdk Tdk Biasa-biasa Sangat


Memuaskan
memuaskan memuaskan saja memuaskan
16. Seberapa puaskah anda dg tidur
1 2 3 4 5
anda?
17. Seberapa puaskah anda dg
kemampuan anda untuk
1 2 3 4 5
menampilkan aktivitas kehidupan
anda sehari-hari?
18. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
kemampuan anda untuk bekerja?
19. Seberapa puaskah anda terhadap
1 2 3 4 5
diri anda?
20. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
hubungan personal / sosial anda?
21. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
kehidupan seksual anda?
22. Seberapa puaskah anda dengan
dukungan yg anda peroleh dr 1 2 3 4 5
teman anda?
23. Seberapa puaskah anda dengan
kondisi tempat anda tinggal saat 1 2 3 4 5
ini?
24. Seberapa puaskah anda dgn akses
1 2 3 4 5
anda pd layanan kesehatan?
25. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
transportasi yg hrs anda jalani?

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal
berikut dalam empat minggu terakhir.

Tdk pernah Jarang Cukup sering Sangat sering Selalu

26. Seberapa sering anda memiliki


perasaan negatif seperti ‘feeling
5 4 3 2 1
blue’ (kesepian), putus asa, cemas
dan depresi?
Table 4 - Method for converting raw scores to transformed scores

DOMAIN 1 DOMAIN 2 DOMAIN 3 DOMAIN 4


Raw Trasnformed Raw Trasnformed Raw Transformed Raw Transformed
Score scores score scores score scores score scores

4-20 0-100 4-20 0-100 4-20 0-100 4-20 0-100

7 4 0 6 4 0 3 4 0 8 4 0
8 5 6 7 5 6 4 5 6 9 5 6
9 5 6 8 5 6 5 7 19 10 5 6
10 6 13 9 6 13 6 8 25 11 6 13
11 6 13 10 7 19 7 9 31 12 6 13
12 7 19 11 7 19 8 11 44 13 7 19
13 7 19 12 8 25 9 12 50 14 7 19
14 8 25 13 9 31 10 13 56 15 8 25
15 9 31 14 9 31 11 15 69 16 8 25
16 9 31 15 10 38 12 16 75 17 9 31
17 10 38 16 11 44 13 17 81 18 9 31
18 10 38 17 11 44 14 19 94 19 10 38
19 11 44 18 12 50 15 20 100 20 10 38

20 11 44 19 13 56 21 11 44
21 12 50 20 13 56 22 11 44
22 13 56 21 14 63 23 12 50
23 13 56 22 15 69 24 12 50
24 14 63 23 15 69 25 13 56
25 14 63 24 16 75 26 13 56
26 15 69 25 17 81 27 14 63
27 15 69 26 17 81 28 14 63
28 16 75 27 18 88 29 15 69
29 17 81 28 19 94 30 15 69
30 17 81 29 19 94 31 16 75
31 18 88 30 20 100 32 16 75

32 18 88 33 17 81
33 19 94 34 17 81
34 19 94 35 18 88
35 20 100 36 18 88

37 19 94
38 19 94
39 20 100
40 20 100

References
Bergner, M., Bobbitt, R.A., Carter, W.B. et al. (1981). The Sickness Impact Profile: Development and final revision of
a health status measure. Medical Care, 19, 787-805.
WHO/MSA/MNH/PSF/97.4
English only
Distr.: Limited

WHOQOL-BREF

PROGRAMME ON MENTAL HEALTH


WORLD HEALTH ORGANIZATION
GENEVA

For office use only

Equations for computing domain scores Raw score Transformed scores*

4-20 0-100
Domain 1 (6-Q3) + (6-Q4) + Q10 + Q15 + Q16 + Q17 + Q18
d + d + d + d + d + d+ d =

Domain 2 Q5 + Q6 + Q7 + Q11 + Q19 + (6-Q26)


d + d + d + d + d + d =

Domain 3 Q20 + Q21 + Q22


d + d + d =

Domain 4 Q8 + Q9 + Q12 + Q13 + Q14 + Q23 + Q24 + Q25


d + d+ d + d+ d + d+ d +d =

* Please see Table 4 on page 10 of the manual, for converting raw scores to transformed scores.

This document is not issued to the general public, and all rights are reserved by the World Health Organization (WHO). The
document may not be reviewed, abstracted, quoted, reproduced or translated, in part or in whole, without the prior written
permission of WHO. No part of this document may be stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means -
electronic, mechanical or other - without the prior written permission of WHO.
OUTPUT ANALISIS
Jenis_kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Laki-laki 24 32.9 32.9 32.9
Valid Perempuan 49 67.1 67.1 100.0
Total 73 100.0 100.0

Kategori Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
35-45 2 2.7 2.7 2.7
46-55 22 30.1 30.1 32.9
Valid 56-65 26 35.6 35.6 68.5
> 65 23 31.5 31.5 100.0
Total 73 100.0 100.0

Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Sekolah 10 13.7 13.7 13.7
SD 12 16.4 16.4 30.1
SMP 18 24.7 24.7 54.8
Valid SMA 20 27.4 27.4 82.2
Perguruan Tinggi 13 17.8 17.8 100.0
Total 73 100.0 100.0

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
PNS 3 4.1 4.1 4.1
Karyawan Swasta 1 1.4 1.4 5.5
Wiraswasta 15 20.5 20.5 26.0
Valid IRT 39 53.4 53.4 79.5
Pensiunan PNS/Swasta 13 17.8 17.8 97.3
Purnawirawan 2 2.7 2.7 100.0
Total 73 100.0 100.0

Kategori Depresi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Berat 13 17.8 17.8 17.8
Valid Ringan 60 82.2 82.2 100.0
Total 73 100.0 100.0

Kategori Kecemasan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Berat 33 45.2 45.2 45.2
Valid Ringan 40 54.8 54.8 100.0
Total 73 100.0 100.0
Komplikasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Ada 59 80.8 80.8 80.8
Valid Tidak Ada 14 19.2 19.2 100.0
Total 73 100.0 100.0

Banyaknya_Komplikasi_Yang_Diderita
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tiga Komplikasi 2 2.7 2.7 2.7
Dua Komplikasi 21 28.8 28.8 31.5
Valid Satu Komplikasi 36 49.3 49.3 80.8
Tidak Ada Komplikasi 14 19.2 19.2 100.0
Total 73 100.0 100.0

Kat_LAmaDM
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Risiko Tingi 38 52.1 52.1 52.1
Valid Risiko Rendah 35 47.9 47.9 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dimensi_emosi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 40 54.8 54.8 54.8
Valid Baik 33 45.2 45.2 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dimensi_Penghargaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 38 52.1 52.1 52.1
Valid Baik 35 47.9 47.9 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dimensi_Instrumental
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 33 45.2 45.2 45.2
Valid Baik 40 54.8 54.8 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dimensi_Informasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 33 45.2 45.2 45.2
Valid Baik 40 54.8 54.8 100.0
Total 73 100.0 100.0
Kategori Dukungan Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 35 47.9 47.9 47.9
Valid Baik 38 52.1 52.1 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dom_Fisik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 41 56.2 56.2 56.2
Valid Baik 32 43.8 43.8 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dom_Psikologis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 41 56.2 56.2 56.2
Valid Baik 32 43.8 43.8 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dom_Sosial
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 36 49.3 49.3 49.3
Valid Baik 37 50.7 50.7 100.0
Total 73 100.0 100.0

Dom_Lingkungan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 31 42.5 42.5 42.5
Valid Baik 42 57.5 57.5 100.0
Total 73 100.0 100.0

Gula_Darah
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Terkontrol 46 63.0 63.0 63.0
Valid Terkontrol 27 37.0 37.0 100.0
Total 73 100.0 100.0

Kualitas_Hidup_Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Buruk 44 60.3 60.3 60.3
Valid Baik 29 39.7 39.7 100.0
Total 73 100.0 100.0
Jenis_kelamin * Kategori Depresi Crosstabulation
Kategori Depresi Total
Berat Ringan
Count 5 19 24
Laki-laki
% within Kategori Depresi 38.5% 31.7% 32.9%
Jenis_kelamin
Count 8 41 49
Perempuan
% within Kategori Depresi 61.5% 68.3% 67.1%
Count 13 60 73
Total
% within Kategori Depresi 100.0% 100.0% 100.0%

Jenis_kelamin * Kategori Kecemasan Crosstabulation


Kategori Kecemasan Total
Berat Ringan
Count 9 15 24
Laki-laki % within Kategori
27.3% 37.5% 32.9%
Kecemasan
Jenis_kelamin
Count 24 25 49
Perempuan % within Kategori
72.7% 62.5% 67.1%
Kecemasan
Count 33 40 73
Total % within Kategori
100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan

Kategori Usia * Kategori Depresi Crosstabulation


Kategori Depresi Total
Berat Ringan
Count 1 1 2
35-45
% within Kategori Depresi 7.7% 1.7% 2.7%
Count 1 21 22
46-55
% within Kategori Depresi 7.7% 35.0% 30.1%
Kategori Usia
Count 5 21 26
56-65
% within Kategori Depresi 38.5% 35.0% 35.6%
Count 6 17 23
> 65
% within Kategori Depresi 46.2% 28.3% 31.5%
Count 13 60 73
Total
% within Kategori Depresi 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori Usia * Kategori Kecemasan Crosstabulation
Kategori Kecemasan Total
Berat Ringan
Count 1 1 2
35-45 % within Kategori
3.0% 2.5% 2.7%
Kecemasan
Count 9 13 22
46-55 % within Kategori
27.3% 32.5% 30.1%
Kecemasan
Kategori Usia
Count 12 14 26
56-65 % within Kategori
36.4% 35.0% 35.6%
Kecemasan
Count 11 12 23
> 65 % within Kategori
33.3% 30.0% 31.5%
Kecemasan
Count 33 40 73
Total % within Kategori
100.0% 100.0% 100.0%
Kecemasan

Komplikasi * Gula_Darah Crosstabulation


Gula_Darah Total
Tidak Terkontrol Terkontrol
Count 38 21 59
Ada
% within Gula_Darah 82.6% 77.8% 80.8%
Komplikasi
Count 8 6 14
Tidak Ada
% within Gula_Darah 17.4% 22.2% 19.2%
Count 46 27 73
Total
% within Gula_Darah 100.0% 100.0% 100.0%

Crosstabs
Kategori Depresi * Kualitas_Hidup_Total
Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 11 2 13
Berat % within
25.0% 6.9% 17.8%
Kualitas_Hidup_Total
Kategori Depresi
Count 33 27 60
Ringan % within
75.0% 93.1% 82.2%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.914a 1 .048
Continuity Correctionb 2.775 1 .096
Likelihood Ratio 4.356 1 .037
Fisher's Exact Test .063 .044
Linear-by-Linear Association 3.860 1 .049
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.16.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori
4.500 .918 22.071
Depresi (Berat / Ringan)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.538 1.111 2.131
Buruk
For cohort
.342 .093 1.261
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Kategori Kecemasan * Kualitas_Hidup_Total
Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 25 8 33
Berat % within
56.8% 27.6% 45.2%
Kualitas_Hidup_Total
Kategori Kecemasan
Count 19 21 40
Ringan % within
43.2% 72.4% 54.8%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.030a 1 .014
Continuity Correctionb 4.908 1 .027
Likelihood Ratio 6.189 1 .013
Fisher's Exact Test .017 .013
Linear-by-Linear Association 5.947 1 .015
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.11.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori
3.454 1.259 9.478
Kecemasan (Berat / Ringan)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.595 a1.092 2.329
Buruk
For cohort
.462 .236 .904
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73

Komplikasi * Kualitas_Hidup_Total
Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 37 22 59
Ada % within
84.1% 75.9% 80.8%
Kualitas_Hidup_Total
Komplikasi
Count 7 7 14
Tidak Ada % within
15.9% 24.1% 19.2%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .764a 1 .382
Continuity Correctionb .325 1 .569
Likelihood Ratio .751 1 .386
Fisher's Exact Test .545 .282
Linear-by-Linear Association .753 1 .385
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.56.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Komplikasi
1.682 .520 5.435
(Ada / Tidak Ada)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.254 .717 2.195
Buruk
For cohort
.746 .401 1.386
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Kategori Dukungan Keluarga * Kualitas_Hidup_Total

Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 27 8 35
Buruk % within
61.4% 27.6% 47.9%
Kualitas_Hidup_Total
Kategori Dukungan Keluarga
Count 17 21 38
Baik % within
38.6% 72.4% 52.1%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.991a 1 .005
Continuity Correctionb 6.694 1 .010
Likelihood Ratio 8.210 1 .004
Fisher's Exact Test .008 .004
Linear-by-Linear Association 7.881 1 .005
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.90.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori
Dukungan Keluarga (Buruk / 4.169 1.510 11.511
Baik)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.724 1.160 2.564
Buruk
For cohort
.414 .211 .810
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Dimensi_emosi * Kualitas_Hidup_Total

Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 27 13 40
Buruk % within
61.4% 44.8% 54.8%
Kualitas_Hidup_Total
Dimensi_emosi
Count 17 16 33
Baik % within
38.6% 55.2% 45.2%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total
Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


(2-sided) (2-sided) (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.930a 1 .165


Continuity Correctionb 1.320 1 .251
Likelihood Ratio 1.931 1 .165
Fisher's Exact Test .230 .125
Linear-by-Linear Association 1.903 1 .168
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.11.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for


Dimensi_emosi (Buruk / 1.955 .755 5.058
Baik)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.310 .883 1.944
Buruk
For cohort
.670 .380 1.183
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Dimensi_Penghargaan * Kualitas_Hidup_Total

Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 32 6 38
Buruk % within
72.7% 20.7% 52.1%
Kualitas_Hidup_Total
Dimensi_Penghargaan
Count 12 23 35
Baik % within
27.3% 79.3% 47.9%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 18.965a 1 .000
Continuity Correctionb 16.937 1 .000
Likelihood Ratio 19.943 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 18.705 1 .000
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.90.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Dimensi_Penghargaan 10.222 3.346 31.232
(Buruk / Baik)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 2.456 1.522 3.965
Buruk
For cohort
.240 .111 .520
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Dimensi_Instrumental * Kualitas_Hidup_Total

Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 25 8 33
Buruk % within
56.8% 27.6% 45.2%
Kualitas_Hidup_Total
Dimensi_Instrumental
Count 19 21 40
Baik % within
43.2% 72.4% 54.8%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact
(2-sided) (2-sided) Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 6.030a 1 .014
Continuity Correctionb 4.908 1 .027
Likelihood Ratio 6.189 1 .013
Fisher's Exact Test .017 .013
Linear-by-Linear Association 5.947 1 .015
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for


Dimensi_Instrumental (Buruk 3.454 1.259 9.478
/ Baik)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.595 1.092 2.329
Buruk
For cohort
.462 .236 .904
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Dimensi_Informasi * Kualitas_Hidup_Total
Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 23 10 33
Buruk % within
52.3% 34.5% 45.2%
Kualitas_Hidup_Total
Dimensi_Informasi
Count 21 19 40
Baik % within
47.7% 65.5% 54.8%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.233a 1 .135
Continuity Correctionb 1.573 1 .210
Likelihood Ratio 2.258 1 .133
Fisher's Exact Test .156 .105
Linear-by-Linear Association 2.203 1 .138
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for


Dimensi_Informasi (Buruk / 2.081 .791 5.476
Baik)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.328 .916 1.924
Buruk
For cohort
.638 .346 1.176
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73
Lama DM Crosstab
Kualitas_Hidup_Total Total
Buruk Baik
Count 23 15 38
Risiko Tingi % within
52.3% 51.7% 52.1%
Kualitas_Hidup_Total
Kat_LAmaDM
Count 21 14 35
Risiko Rendah % within
47.7% 48.3% 47.9%
Kualitas_Hidup_Total
Count 44 29 73
Total % within
100.0% 100.0% 100.0%
Kualitas_Hidup_Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .002a 1 .963
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .002 1 .963
Fisher's Exact Test 1.000 .576
Linear-by-Linear Association .002 1 .964
N of Valid Cases 73

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.90.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kat_LAmaDM
(Risiko Tingi / Risiko 1.022 .400 2.612
Rendah)
For cohort
Kualitas_Hidup_Total = 1.009 .695 1.465
Buruk
For cohort
.987 .561 1.737
Kualitas_Hidup_Total = Baik
N of Valid Cases 73

Crosstabs
Kategori Depresi * Dom_Fisik Crosstabulation
Dom_Fisik Total
Buruk Baik
Count 9 4 13
Berat
% within Dom_Fisik 22.0% 12.5% 17.8%
Kategori Depresi
Count 32 28 60
Ringan
% within Dom_Fisik 78.0% 87.5% 82.2%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Fisik 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori Depresi * Dom_Psikologis Crosstabulation
Dom_Psikologis Total
Buruk Baik
Count 10 3 13
Berat
% within Dom_Psikologis 24.4% 9.4% 17.8%
Kategori Depresi
Count 31 29 60
Ringan
% within Dom_Psikologis 75.6% 90.6% 82.2%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Psikologis 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Depresi * Dom_Sosial Crosstabulation


Dom_Sosial Total
Buruk Baik
Count 11 2 13
Berat
% within Dom_Sosial 30.6% 5.4% 17.8%
Kategori Depresi
Count 25 35 60
Ringan
% within Dom_Sosial 69.4% 94.6% 82.2%
Count 36 37 73
Total
% within Dom_Sosial 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Depresi * Dom_Lingkungan Crosstabulation


Dom_Lingkungan Total
Buruk Baik
Count 10 3 13
Berat
% within Dom_Lingkungan 32.3% 7.1% 17.8%
Kategori Depresi
Count 21 39 60
Ringan
% within Dom_Lingkungan 67.7% 92.9% 82.2%
Count 31 42 73
Total
% within Dom_Lingkungan 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Kecemasan * Dom_Fisik Crosstabulation


Dom_Fisik Total
Buruk Baik
Count 22 11 33
Berat
% within Dom_Fisik 53.7% 34.4% 45.2%
Kategori Kecemasan
Count 19 21 40
Ringan
% within Dom_Fisik 46.3% 65.6% 54.8%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Fisik 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori Kecemasan * Dom_Psikologis Crosstabulation
Dom_Psikologis Total
Buruk Baik
Count 22 11 33
Berat
% within Dom_Psikologis 53.7% 34.4% 45.2%
Kategori Kecemasan
Count 19 21 40
Ringan
% within Dom_Psikologis 46.3% 65.6% 54.8%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Psikologis 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Kecemasan * Dom_Sosial Crosstabulation


Dom_Sosial Total
Buruk Baik
Count 25 8 33
Berat
% within Dom_Sosial 69.4% 21.6% 45.2%
Kategori Kecemasan
Count 11 29 40
Ringan
% within Dom_Sosial 30.6% 78.4% 54.8%
Count 36 37 73
Total
% within Dom_Sosial 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Kecemasan * Dom_Lingkungan Crosstabulation


Dom_Lingkungan Total
Buruk Baik
Count 20 13 33
Berat
% within Dom_Lingkungan 64.5% 31.0% 45.2%
Kategori Kecemasan
Count 11 29 40
Ringan
% within Dom_Lingkungan 35.5% 69.0% 54.8%
Count 31 42 73
Total
% within Dom_Lingkungan 100.0% 100.0% 100.0%

Komplikasi * Dom_Fisik Crosstabulation


Dom_Fisik Total
Buruk Baik
Count 33 26 59
Ada
% within Dom_Fisik 80.5% 81.2% 80.8%
Komplikasi
Count 8 6 14
Tidak Ada
% within Dom_Fisik 19.5% 18.8% 19.2%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Fisik 100.0% 100.0% 100.0%

Komplikasi * Dom_Psikologis Crosstabulation


Dom_Psikologis Total
Buruk Baik
Count 35 24 59
Ada
% within Dom_Psikologis 85.4% 75.0% 80.8%
Komplikasi
Count 6 8 14
Tidak Ada
% within Dom_Psikologis 14.6% 25.0% 19.2%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Psikologis 100.0% 100.0% 100.0%
Komplikasi * Dom_Sosial Crosstabulation
Dom_Sosial Total
Buruk Baik
Count 30 29 59
Ada
% within Dom_Sosial 83.3% 78.4% 80.8%
Komplikasi
Count 6 8 14
Tidak Ada
% within Dom_Sosial 16.7% 21.6% 19.2%
Count 36 37 73
Total
% within Dom_Sosial 100.0% 100.0% 100.0%

Komplikasi * Dom_Lingkungan Crosstabulation


Dom_Lingkungan Total
Buruk Baik
Count 26 33 59
Ada
% within Dom_Lingkungan 83.9% 78.6% 80.8%
Komplikasi
Count 5 9 14
Tidak Ada
% within Dom_Lingkungan 16.1% 21.4% 19.2%
Count 31 42 73
Total
% within Dom_Lingkungan 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Dukungan Keluarga * Dom_Fisik Crosstabulation


Dom_Fisik Total
Buruk Baik
Count 26 9 35
Buruk
% within Dom_Fisik 63.4% 28.1% 47.9%
Kategori Dukungan Keluarga
Count 15 23 38
Baik
% within Dom_Fisik 36.6% 71.9% 52.1%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Fisik 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Dukungan Keluarga * Dom_Psikologis Crosstabulation


Dom_Psikologis Total
Buruk Baik
Count 25 10 35
Buruk
% within Dom_Psikologis 61.0% 31.2% 47.9%
Kategori Dukungan Keluarga
Count 16 22 38
Baik
% within Dom_Psikologis 39.0% 68.8% 52.1%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Psikologis 100.0% 100.0% 100.0%

Kategori Dukungan Keluarga * Dom_Sosial Crosstabulation


Dom_Sosial Total
Buruk Baik
Count 24 11 35
Buruk
% within Dom_Sosial 66.7% 29.7% 47.9%
Kategori Dukungan Keluarga
Count 12 26 38
Baik
% within Dom_Sosial 33.3% 70.3% 52.1%
Count 36 37 73
Total
% within Dom_Sosial 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori Dukungan Keluarga * Dom_Lingkungan Crosstabulation
Dom_Lingkungan Total
Buruk Baik
Count 22 13 35
Buruk
% within Dom_Lingkungan 71.0% 31.0% 47.9%
Kategori Dukungan Keluarga
Count 9 29 38
Baik
% within Dom_Lingkungan 29.0% 69.0% 52.1%
Count 31 42 73
Total
% within Dom_Lingkungan 100.0% 100.0% 100.0%

Kat_LAmaDM * Dom_Fisik Crosstabulation


Dom_Fisik Total
Buruk Baik
Count 22 16 38
Risiko Tingi
% within Dom_Fisik 53.7% 50.0% 52.1%
Kat_LAmaDM
Count 19 16 35
Risiko Rendah
% within Dom_Fisik 46.3% 50.0% 47.9%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Fisik 100.0% 100.0% 100.0%

Kat_LAmaDM * Dom_Psikologis Crosstabulation


Dom_Psikologis Total
Buruk Baik
Count 22 16 38
Risiko Tingi
% within Dom_Psikologis 53.7% 50.0% 52.1%
Kat_LAmaDM
Count 19 16 35
Risiko Rendah
% within Dom_Psikologis 46.3% 50.0% 47.9%
Count 41 32 73
Total
% within Dom_Psikologis 100.0% 100.0% 100.0%

Kat_LAmaDM * Dom_Sosial Crosstabulation


Dom_Sosial Total
Buruk Baik
Count 20 18 38
Risiko Tingi
% within Dom_Sosial 55.6% 48.6% 52.1%
Kat_LAmaDM
Count 16 19 35
Risiko Rendah
% within Dom_Sosial 44.4% 51.4% 47.9%
Count 36 37 73
Total
% within Dom_Sosial 100.0% 100.0% 100.0%

Kat_LAmaDM * Dom_Lingkungan Crosstabulation


Dom_Lingkungan Total
Buruk Baik
Count 14 24 38
Risiko Tingi
% within Dom_Lingkungan 45.2% 57.1% 52.1%
Kat_LAmaDM
Count 17 18 35
Risiko Rendah
% within Dom_Lingkungan 54.8% 42.9% 47.9%
Count 31 42 73
Total
% within Dom_Lingkungan 100.0% 100.0% 100.0%
Block 1: Method = Backward Stepwise (Wald)

Variables in the Equation


P B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Kat_Depresi .471 .951 .245 1 .620 1.602


Kat_Kecemasan .969 .607 2.544 1 .111 2.635
Step 1a
Kat_Duk_keluarga 1.275 .543 5.516 1 .019 3.578
Constant -4.818 1.738 7.689 1 .006 .008
Kat_Kecemasan 1.118 .538 4.309 1 .038 3.058
Step 2a Kat_Duk_keluarga 1.325 .534 6.154 1 .013 3.764
Constant -4.255 1.239 11.797 1 .001 .014

a. Variable(s) entered on step 1: Kat_Depresi, Kat_Kecemasan, Kat_Duk_keluarga.


DOKUMENTASI PENELITIAN
RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Akbar Salcha


Alamat : Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Blok H No. 515
Tempat, Tanggal Lahir: Cilellang, 19 November 1988
Agama : Islam
Suku : Luwu
Bangsa : Indonesia
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus SD Neg. 229 Lamunre Tahun 2000
2. Lulus SMP N 2 Belopa Tahun 2003
3. Lulus SMA N 1 Belopa Tahun 2006
4. Lulus Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muslim Indonesia Tahun 2011
5. Magister (S2) tahun 2015 di Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai