Anda di halaman 1dari 9

Perforasi Gaster

1. Definisi Perforasi Gaster

Perforasi gaster adalah luka yang terjadi pada lapisan lambung sehingga

terbentuknya lubang pada lambung. Perforasi gaster ini disebabkan oleh komplikasi

serius dari penyakit tukak lambung. Akibat lapisan dinding lambung yang berlubang

maka isi lambung keluar dan masuk kedalam rongga perut. Pada pasien perforasi

gaster sering ditandai dengan acute abdomen mendadak dan dari nyeri ini

menyebabkan takikardi pada pasien. Gejala yang dirasakan pada pasien tidak pernah

benar – benar hilang walaupun sudah dilakukan penanganan umum, sehingga

memaksa pasien untuk segera mendapatkan penanganan pembedahan (Chung and

Shelat, 2017).

2. Etiologi

Menurut Stern and Journey (2019), penyebab dari perforasi gaster dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perforasi Non-Trauma:

1) Spontan pada bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress

2) Komplikasi akut dari ulkus gaster yang bisa disebabkan oleh infeksi H

Pylori, obat-obatan (OAINS, kortikosteroid).

3) Gaya hidup

4) Stress psikologis

5) Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid: terutama pada

pasien lanjut usia.

b. Perforasi Trauma (Tajam atauTumpul),

1) Trauma iatrogenic setelah pemasangan pipa nasogastric saat endoskopi


2) Luka penetrasike dada bagian bawah atau abdomen

3) Trauma tumpul pada gaster: trauma seperti ini lebih umum pada anak dari

pada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan

alat, cedera gagang kemudi sepeda dan sindrom sabuk pengaman.

3. Manifestasiklinis

Menurut Chung and Shelat (2017), tanda dan gejala perforasi gaster adalah

a. Kesakitanhebatpadaperut dank ram diperut

b. Nyeri di daerah epigastrium

c. Hipertermi

d. Takikardi

e. Hipotensi

f. Biasanyatampakletargikkarnasyoktoksik

4. Patofisiologi Perforasi Gaster

Penyebab dari perforasi gaster yaitu Infeksi (H. pylori) dan konsumsi obat

NSAIDs sehingga menyebabkan respon inflamasi yang lokal ataupun sistemik.

Mekanisme awal dari infeksi H. Pylori adalah sel mast disertai pelepasan mediator

histamin, kinin, leukotrienes, prostacyclines, dan radikal bebas menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler di peritoneum sehingga

menyebabkan masuknya sistem komplemen dan faktor pembekuan darah dari sistem

koagulasi. Setelah opsonisasi bakteri lewat C3b yang terjadi karena membran dari

kapsul bakteri gram negatif (liposakarida, lipid A, endotoksin) dan kapsul bakteri

gram positif (asam lipoteikoik, peptidoglikan) berikatan dengan reseptor CD14 di

sel-sel monosit, bakteri kemudian dibawa masuk ke sirkulasi sistem limfa yang

kemudian ditransport ke organ retikuloendotelia untuk dihancurkan. Komplemen


juga menarik netrofil ke lokasi cedera lewat sistem kemotaktik faktor c3a dan c5a.

Netrofil akhirnya memfagositosis bakteri. Akhirnya sistem tissue factor

mengaktifasi faktor pembekuan darah yang menghasilkan fibrin yang akan

membungkus bakteri sehingga terjadi pembentukan abses.

Proses ini semua dapat mempunyai efek sistemik karena degranulasi sel Mast

yang dapat masuk ke sirkulasi. Mediator-mediator ini juga menyebabkan

peningkatan permeabilitas dan relaksai dari otot polos. Sel-sel granulosit dan

makrofag juga ditarik ke tempat cedera yang akhirnya menghasilkan pelepasan

sitokin-sitokin IL-1, IL-6, TNF-a, IFN-y yang masuk ke sistem sirkulasi dan secara

klinis menimbulkan gejala klinis demam, leukositosis, pelepasan kortisol dan

sintesis protein fase akut. Resultan dari semua status fisiologis ini yang dinamakan

SIRS (Systemic Inflammatory Response SyndromeI) yang kemudian berujung ke

suatu keadaan sepsis (Leeman, Skouras and Paterson – Brown, 2013).

NSAIDs (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) merupakann penyebab

tersering dari perforasi gaster setelah infeksi bakteri dan komplikasi perdarahan dari

tukak lambung. Efek sistemik ini disebabkan oleh inhibisi sintesis prostaglandin

endogen. Hambatan prostaglandin ini menurunkan produksi mukus epitel, sekresi

bikarbonat, aliran darah mukosa, proliferasi epitel, dan resistensi mukosa.

Efek samping NSAID pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek

samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAID merusak

mukosa lambung melalui 2 mekanisme, yakni topical dan sistemik. Kerusakan

mukosa secara topical terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofilik, sehingga

mempermudah trapping ion hydrogen masuk ke dalam mukosa dan menimbulkan

kerusakan. Efek sistemik NSAID tampaknya lebih penting, yaitu kerusakan mukosa
terjadi akibat produksi prostaglandin menurun. NSAID secara bermakna menekan

prostaglandin.

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan

NSAID melalui 4 tahap, yaitu menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat,

terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran

darah mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerjasama platelet

dan mekanisme koagulasi. Endotel vaskuler secara terus menerus menghasilkan

vasodilator prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan

(COX-1) akan timbul vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang

menyebabkan nekrosis epitel. Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan

perlengketan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesenterik,

dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat

kerusakan epitel dan endotel. Perlengketan leukosit PMN menimbulkan statis aliran

mikrovaskuler, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa lambung/tukak

lambung (Salomo dan Jekson, 2018).

Reaksi awal perforasi gaster menyebabkan peritonitis adalah ketika keluarnya

eksudat fibrosa. Eksudat fibrosa ini keluar karena terjadinya perforasi pada gaster

sehingga isi pada gaster keluar dan mengisi cavum peritoneum sehingga

menyebabkan terjadinya peradangan. Akibat dari perforasi gaster ini dapat

menyebabkan obstruksi usus.

Peradangan ini menimbulkan akumulasi cairan karena kapilar dan membran

mengalami kebocoran. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi cairan dan

elektrolit maka produk buangan juga ikut meningkat dan menumpuk di cavum

peritoneum dan dinding abdomen mengalami edema. Edema ini disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler oleh organ – organ tersebut.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus meningkatkan tekanan

intra abdomen. Bila infeksi ini sudah menyebar maka terjadi peritonitis dan bisa

menyebabkan aktivitas peristaltik menurun sehingga timbul ileus paralitik (Ruben.P,

2018).

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto polos abdomen pada posisi berdiri

Pemeriksaan penunjang foto polos abdomen posisi tegak menunjukkan

pneumoperitoneum pada 80% kasus. Jika tidak didapati udara bebas pada foto

polos abdomen, CT abdomen akan menunjukkan hasil yang lebih sensitif

(hingga 98%).

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai

densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat

kandungan lambung.

c. CT-scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi

udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat

pada foto rontgen murni dinyatakan negative. Oleh karena itu, CT-scan sangat

efisien untuk deteksi dini perforasi gaster (Chung and Shelat, 2017).

6. Komplikasi

Menurut Chung and Shelat (2017), komplikasi pada perforasi gaster, sebagai

berikut:
a. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada

Gaster.

b. Kegagalan luka operasi Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total

pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor

berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi antara lain malnutrisi,

sepsis, uremia, diabetes melitus, terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang

berat, hematoma (dengan atau tanpa infeksi)

c. Abses abdominal terlokalisasi

d. Kegagalan multi organ dan syok septic :

1) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan

manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septicemia

gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada

septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.

2) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut, sepert

hilangnya tonus vasomotor, peningkatan permeabilitas kapiler, depresi

myocardial, pemakaian leukosit dan trombosit, penyebaran substansi

vasoaktifkuat, seperti histamin, serotonin dan prostaglandin, menyebabkan

peningkatan permeabilitas kapiler, aktivasi komplemen dan kerusakan

endotel kapiler.

3) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari

gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.

e. Gagal ginjal danketidak seimbangan cairan, elektrolit, dan pH

f. Perdarahan mukosa gaster.

g. Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesipostoperatif


h. Delirium post-operatif.

7. Penatalaksanaan

Menurut Soreide et al. (2015), penatalakasanaan pasien perforasi gaster harus

dalam tempo sesegera mungkin dalam penegakan diagnosis dan resusitasi, sebagai

berikut :

a. Tatalaksana non-Operatif

Penatalaksanaan non-operatif mampu dilakukan hanya jika kondisi klinis

pasien dalam keadaan yang baik dengan gejala sedikit atau lokal. Opsi operasi

dapat ditunda namun harus tetap diobservasi secara rutin. Penatalaksanaan yang

ada dapat berupa antibiotik intravena, puasa dan dekompresi, obat anti-

sekretorik dan protein pump inhibitor.

Faktor yang paling penting terhadap kesuksesan dari tatalaksana non-

operatif dari perforasi gaster adalah apakah ulkus tersebut sudah menutup atau

belum. Hal ini dapat ditunjukkan lewat pemeriksaan menggunakan kontras

gastrografin. Jika ada kebocoran dari kontras, maka tindakan operasi diperlukan.

Tapi, jika ulkus telah tertutup sendirinya dengan omentum ataupun organ

lainnya, tatalaksana non-operatif dapat dilakukan pada pasien yang tidak

memiliki peritonitis ataupun sepsis berat.

b. Tatalaksana Operatif

Manajemen perforasi gaster yang utama adalah pembedahan dan jahitan

dengan beberapa teknik yang berbeda. Teknik yang paling umum meliputi

penutupan secara langsung dengan interrupted sutures, penutupan dengan

interrupted sutures yang diselimuti oleh tangkai omentum di atasnya (Cellan-


Jones repair) atau memasukkan omental plug bebas ke lokasi perforasi (Graham

patch).
Chung, K. T. and Shelat, V. G. (2017). Perforated peptic ulceran update. World Journal

of Gastrointestinal Surgery.9(1).

Leeman, M. F., Skouras, C. and Paterson-Brown, S. (2013). The management of

perforated gastric ulcers. International Journal of Surgery. Elsevier, 11(4)

Ruben, P. (2018). Peritonitis. New York : Medscape.

Stern, E. and Journey, J. D. (2019). Peptic Ulcer Perforated, Stat Pearls. Stat Pearls

Publishing. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30855910

Soreide, K. et al. (2015). Perforated peptic ulcer. Emergency surgery. 286

Salomo, G. and Jekson, M. (2018). Patofisiologi Gastropati Nsaid. Majalah Ilmiah

Methoda, 8(2).

Anda mungkin juga menyukai