Penerapan Bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
Penerapan Bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
NETI HARTATY
1206195584
NETI HARTATY
1206195584
i
Penerapan bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
Penerapan bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
Penerapan bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur residen panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga residen dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah Akhir (KIA) yang berjudul “Penerapan Bina Keluarga Balita Plus
(BKB+) Sebagai Upaya Peningkatan Tumbuh Kembang Balita Di Kelurahan
Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok Provinsi Jawa Barat”. KIA ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ners Spesialis
Keperawatan Komunitas pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan
Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penyusunan dan penyelesaian KIA ini tidak terlepas dari bimbingan dan
dukungan berbagai pihak, maka dengan rendah hati pada kesempatan ini residen
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat Ibu DR. Etty Rekawati, S.Kp., MKM selaku supervisor
utama dan Ibu Ns. Poppy Fitriyani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku
supervisor yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama
proses bimbingan KIA ini. Pada kesempatan ini residen juga menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, M.App.Sc., PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia sekaligus koordinator praktik residensi
dan pembimbing akademik residen.
2. Ibu Ns. Nawang Pujiastuti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku penguji dari
Departemen Keperawatan Komunitas dan Keluarga serta Ibu Eti Rohati,
SKM., MKM selaku penguji dari Dinas Kesehatan Kota Depok atas masukan
dan saran dalam menyempurnakan KIA ini.
3. Seluruh dosen pembimbing praktik residensi Program Studi Ners Spesialis
Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
yang telah memberikan bimbingan serta motivasi selama proses praktik
residensi.
4. Keluarga tercinta : ayahanda Drs.H.Muchlis Mahmud, ibunda Hj.Rafni, S.Pd,
adinda Cut Nia Kartika, suami Ardiansyah,S.STP.,M.Si serta ananda Nesya
Semoga segala bantuan dan kebaikan serta dukungan yang telah diberikan kepada
residen mendapatkan ridha dan pahala dari Allah SWT, Aamiin.
Neti Hartaty
1. PENDAHULUAN …………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 8
4. PELAKSANAAN…..……………………………………………... 54
4.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas…. 54
4.2 Asuhan Keperawatan Keluarga…………………………………. 75
4.3 Asuhan Keperawatan Komunitas………………………………. 94
5. PEMBAHASAN……………………………………………………. 103
5.1 Pengelolaan Manajemen Pelayanan Keperawatan Komunitas…. 103
5.2 Asuhan Keperawatan Keluarga…………………………………. 108
5.3 Asuhan Keperawatan Komunitas……………………………….. 111
5.4 Keterbatasan……………………………………………………. 113
5.5 Implikasi Terhadap Keperawatan Komunitas…………………. 113
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
LAMPIRAN…………………………………………………..……......
xi
xii
Penerapan bina..., Neti Hartaty, FIK UI, 2015
DAFTAR GAMBAR
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai studi menunjukkan bahwa periode lima tahun pertama kehidupan anak
merupakan golden period (periode emas) atau jendela kesempatan dalam meletakkan
dasar-dasar tumbuh kembang seorang anak. Kualitas tumbuh kembang anak pada
masa ini akan menentukan kualitas kesehatan fisik, mental, emosional, sosial,
kemampuan belajar dan menentukan pula perilaku sepanjang hidupnya kelak.
Banyaknya kegagalan dalam pengasuhan anak, bukan karena kurangnya kasih
sayang orangtua pada anak, melainkan karena sebagian orangtua tidak tahu
bagaimana cara mengasuh yang baik dan benar. Ketersediaan wadah kegiatan
keluarga dengan anak balita, menjadi sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam
pembinaan tumbuh kembang anak.
1.1.Latar Belakang.
Riset Nasional Dewan Institute of Medicine (2000) menyatakan pertumbuhan yang
cepat dan pembangunan terjadi pada beberapa tahun pertama kehidupan pada semua
domain, hal ini membentuk fondasi yang kuat untuk belajar keterampilan berikutnya.
Perkembangan kemampuan berbahasa, emosional, kesadaran sosial, kreativitas dan
intelegensia pada masa balita berjalan sangat cepat, pada masa ini juga merupakan
masa pembentukan perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian,
penyimpangan sekecil apapun apabila tidak terdeteksi dan tidak tertangani akan
mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak (Adriana, 2011).
Enam dari delapan pencapaian tujuan MDGs yang telah ditandatangani oleh negara-
negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat Deklarasi Millenium PBB
pada Bulan September 2000 berkaitan dengan keberlangsungan hidup balita (UN
MDGs, 2013). Kebutuhan dasar yang secara langsung berkaitan dengan
keberlangsungan hidup balita yaitu makanan, air, sanitasi dan perawatan kesehatan.
Nasib suatu bangsa berawal dari pemeliharaan kelangsungan hidup balita, karena
balita merupakan kekayaan paling berharga yang menentukan masa depan suatu
bangsa. Memelihara keberlangsungan hidup balita sama dengan berinvestasi
Universitas Indonesia
terhadap nasib suatu bangsa. Investasi tersebut dapat dilakukan dengan cara
melakukan intervensi dalam perkembangan fisik, intelektual dan emosional balita.
Sudah sepantasnya jika setiap anak mendapatkan hak untuk hidup, mendapatkan gizi
yang baik, kesehatan yang optimal, tempat tinggal dan pendidikan yang layak. Hal
ini bertujuan agar tercapainya pencapaian tujuan MDGs keempat yaitu menurunkan
angka kematian balita dengan sasaran mengurangi duapertiga angka kematian balita
dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015.
World Health Organization (WHO) dalam media centre MDGs (2013) menyatakan
jumlah kematian balita mengalami penurunan sekitar 47%, yakni dari 12,6 juta di
tahun 1990 menjadi 6,6 juta pada tahun 2012 dengan estimasi dari 90 menjadi 48
kematian per 1.000 kelahiran hidup. Dalam beberapa tahun terakhir tingkat
penurunan global juga telah dipercepat yaitu dari 1,2% per tahun selama 1990-1995
menjadi 3,9% selama 2005-2012. United Nations International Children's
Emergency Fund (UNICEF) (2013) menyatakan tindakan-tindakan dengan biaya
rendah seperti pemberian vaksin, antibiotik, suplemen nutrisi tambahan, kelambu
insektisida, meningkatkan cakupan pemberian ASI serta praktik kebersihan, telah
menyelamatkan jutaan nyawa balita. Namun kemajuan ini harusnya secara dramatis
dipercepat, karena terkait dengan waktu yang kurang dari 2 tahun untuk mencapai
target MDGs 2015 dalam rangka mengurangi kematian balita.
Laporan UNICEF untuk Indonesia (2013) didapatkan bahwa tingkat kematian balita
di Indonesia masih relatif tinggi. Saat ini sekitar 150.000 balita di Indonesia
meninggal setiap tahunnya sebelum usia mereka mencapai lima tahun. Lebih dari
sepertiga balita meninggal pada bulan pertama kelahiran, hal ini dapat dikaitkan
dengan komplikasi kelahiran prematur, infeksi berat pneumonia, meningitis dan
septicaemia. Seperempat kematian balita diatas usia tersebut disebabkan oleh diare
dan pneumonia. Data menunjukkan terdapat kesenjangan geographical dan sosio
ekonomi yang berkaitan dengan keberlangsungan hidup balita. Sebagai contoh,
angka kematian balita di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 57 per
1.000 kelahiran hidup, tiga kali lipat dari Provinsi Jogyakarta bahkan jauh lebih
tinggi dari angka nasional yang hanya 34 kematian. Tingkat kematian balita dari
kalangan keluarga miskin lebih besar tiga kali lipat dibandingkan kematian balita
Universitas Indonesia
pada keluarga kaya. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tingkat sosial ekonomi
masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data yang didapatkan dari data dan informasi program perbaikan gizi
masyarakat Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2014 didapatkan masih
ditemukannya balita dengan gizi buruk yaitu berjumlah 75 anak atau dengan
persentase sebesar 0,06%. Jumlah tersebut merupakan hasil BPB Bulan Agustus.
Data terakhir Bulan Desember 2014 menjadi 28 anak, 13 gizi buruk murni dan 15
gizi buruk dengan penyakit penyerta.
Selain gizi buruk, data dan informasi program perbaikan gizi masyarakat Dinas
Kesehatan Kota Depok Tahun 2014 juga diperoleh data permasalahan gizi lainnya
pada balita. Salah satunya adalah data balita dengan gizi kurang. Balita dengan gizi
kurang di Kota Depok berjumlah 4277 (3,36%). Selain data tersebut, diperoleh juga
data balita dengan obesitas yaitu sebesar 7137 (5,61%) dan balita dengan stunting
berjumlah 10.106 (7,9%).
Universitas Indonesia
Tetapi prevalensi balita dengan tubuh pendek yang pada tahun 2010 hanya 17,1%
saat ini meningkat mencapai 19,2%.
Solihin, Anwar dan Sukandar (2013) menemukan sebesar 30,2% balita di Desa
Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat bertubuh
pendek. Walker, Chang, Powell, Simonoff dan Grantham (2006) mengidentifikasi
empat risiko yang dialami oleh anak di negara berkembang yaitu pengerdilan,
kekurangan zat besi, kekurangan yodium dan stimulasi kognitif yang tidak memadai.
Derajat pendidikan yang rendah, pendapatan yang rendah serta pengetahuan yang
rendah dalam hal pengasuhan menjadi faktor kurang perdulinya keluarga terhadap
tumbuh kembang balita (Latifah, 2009). Berdasarkan hasil survey serta wawancara
yang residen lakukan saat praktik residensi di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan
Tapos Kota Depok didapatkan sebanyak 54% keluarga mempunyai pengetahuan
kurang tentang tumbuh kembang balita, keluarga belum pernah mendapatkan
Universitas Indonesia
penyuluhan khusus mengenai tumbuh kembang balita, hanya sedikit yang disinggung
saat penyuluhan gizi pada balita. 66% keluarga balita mempunyai sikap yang kurang
baik terkait tumbuh kembang balita, keluarga menganggap tumbuh kembang pada
balita adalah sesuatu yang biasa dan pasti berjalan seiring waktu sehingga tidak perlu
dihiraukan. 56% keluarga berperilaku kurang baik terhadap tumbuh kembang balita,
salah satu contoh tertinggi adalah perilaku keluarga yang terbiasa berbicara “cadel”
kepada balita.
Saat melakukan survey, residen juga menggunakan format Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) dalam melakukan skrining atau memeriksa perkembangan
anak dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan balita normal atau adanya
penyimpangan. Penulis mendapatkan 54,5% balita di Kelurahan Sukamaju Baru
mengalami risiko keterlambatan tumbuh kembang.
Pemberian makanan yang sehat dan bergizi serta ditunjang oleh pemberian stimulasi
sangat dibutuhkan oleh anak (Nahar, 2012). Bowden dan Greenberg (2010)
menyatakan tumbuh kembang balita sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu
nutrisi dan stimulasi. Irmawati, Ardani, Astasari, Irwanto, Suryawan dan Narendra
(2009) menyatakan stimulasi berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan anak, terutama dari segi fungsi kognitif, afektif dan psikomotor.
Keluarga sebagai orang yang paling dekat dengan balita mempunyai peranan penting
dalam menciptakan suasana lingkungan yang penuh dengan kehangatan, cinta serta
kasih sayang. Keluarga harus memiliki kemampuan memahami karakter balita yang
merupakan individu yang unik dan memiliki potensi-potensi yang berbeda antara
satu sama lain serta mampu menghargai potensi yang dimiliki oleh balita. Setiap
anak sudah selayaknya mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan terus
menerus pada setiap kesempatan. Kariger (2012) menjelaskan bahwa perawatan
keluarga yang meliputi dukungan untuk belajar atau stimulasi serta sumber daya
pengasuhan merupakan dukungan yang sangat penting bagi tumbuh kembang balita.
Universitas Indonesia
penting dalam memberikan stimulasi bagi anak balita dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan oleh Briawan dan Herawati (2009) mendapatkan bahwa
tidak semua anak memperoleh stimulasi perkembangan, stimulasi dipraktikkan hanya
oleh 48-72 % keluarga. Nugroho (2009) juga menyatakan bahwa biasanya setelah
lebih dari 18 bulan sebagian besar anak hanya distimulasi secara intensif oleh ibu,
hanya sebagian kecil anak-anak pada usia tersebut yang masih distimulasi oleh ayah.
Padahal sebaiknya anak yang mendapatkan stimulasi secara rutin, terarah dan teratur
akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang bahkan tidak
mendapatkan stimulasi.
Universitas Indonesia
Selain kegiatan diskusi parenting terkait tumbuh kembang balita, dalam program ini
residen mensosialisasikan penerapan penggunaan KPSP kepada keluarga, melakukan
kegiatan stimulasi secara rutin di setiap pertemuan, serta memberdayakan kader
dalam melaksanakan kunjungan rumah juga sebagai fasilitator dalam kegiatan
BKB+.
Inovasi yang residen lakukan menggunakan integrasi dari 3 (tiga) model, yaitu
Family Centered Nursing (FCN), Community As Partner (CAP) dan manajemen
POSAC. Aktivitas ini diwujudkan melalui strategi intervensi program yang meliputi
pendidikan kesehatan, proses kelompok dan empowerment (gerakan pemberdayaan).
Universitas Indonesia
1.2.Tujuan Penulisan.
1.2.1. Tujuan Umum.
Memberikan gambaran tentang penerapan Bina Keluarga Balita plus
(BKB+) di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.2. Tujuan Khusus.
Tujuan khusus penulisan ini adalah :
1.2.2.1.Memberikan gambaran pelaksanaan pembinaan tumbuh kembang
balita terkait manajemen pelayanan kesehatan komunitas di
Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.2.2.Memberikan gambaran pelaksanaan pembinaan tumbuh kembang
balita terkait asuhan keperawatan keluarga di Kelurahan Sukamaju
Baru Kecamatan Tapos Kota Depok.
1.2.2.3.Memberikan gambaran pelaksanaan pembinaan tumbuh kembang
balita terkait asuhan keperawatan komunitas di Kelurahan
Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan balita sebagai
population at risk atau balita sebagai populasi berisiko, pertumbuhan dan
perkembangan balita, manajemen pelayanan asuhan keperawatan, teori family
centered nursing (FCN), model community as partner (CAP), peran perawat
komunitas, BKB+ dan stimulasi tumbuh kembang balita.
Universitas Indonesia
lingkungan) dan lifestyle risk (risiko gaya hidup). Berikut pengaruh faktor-faktor
tersebut :
Kemenkes RI (2010) menyatakan faktor internal atau faktor dari dalam merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tumbuh kembang seorang balita,
faktor-faktor tersebut yakni : (1) ras, etnik atau bangsa ; seorang anak yang
dilahirkan dari suatu ras atau bangsa, tentunya akan memiliki faktor bawaan dari
bangsa tersebut, (2) keluarga ; seorang anak cenderung mempunyai ukuran tubuh
seperti keturunan keluarganya, ada yang tinggi, pendek, gemuk atau kurus, (3)
genetik ; faktor bawaan yang menjadi ciri khas seorang anak, kerdil adalah salah satu
kelainan genetik pada anak, (4) kelainan kromosom ; hal ini biasanya disertai dengan
kegagalan pertumbuhan seperti sindroma down’s, (5) jenis kelamin ; fungsi
reproduksi pada anak dengan jenis kelamin perempuan berkembang lebih cepat
dibandingkan fungsi reproduksi anak laki-laki, namun setelah melewati masa
pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat, (6) usia ; pertumbuhan yang
pesat terjadi pada masa prenatal, tahun pertama kehidupan serta masa remaja.
Stanhope dan Lancaster (2010) menyatakan faktor usia dan tahap perkembangan
memiliki hubungan atau kaitan. Tahapan perkembangan yang terjadi menurut usia
dapat mempengaruhi terhadap timbulnya permasalahan kesehatan. Potter dan Perry
(2003) mengelompokkan usia balita terdiri atas tiga kelompok usia yaitu bayi (usia 0
sampai 1 tahun), toddler (usia 1 sampai 3 tahun) dan periode pra-sekolah (usia 3
sampai 6 tahun). Allender dan Spradley (2005) membagi usia balita atas tiga
kelompok usia yaitu bayi (usia 0 sampai 1 tahun), toddler (usia 1 sampai 2 tahun)
Universitas Indonesia
Hitchcock, Schubert dan Thomas (1999) menyatakan bahwa dari faktor usia, balita
dinyatakan berisiko karena balita masih memiliki ketergantungan pada orang lain
baik dalam hal penyediaan makanan, sistem kekebalan tubuh dan pencernaan yang
masih belum matang, terlebih bagi balita yang lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Kondisi BBLR akan berdampak pada perkembangan kesehatan
anak. Selain mengalami kekurangan gizi, anak juga akan mengalami kemunduran
perkembangan otak. Potts dan Mandleco (2012) menyatakan bahwa sistem tubuh
pada balita mengalami kematangan secara bertahap, baik dari segi fisik, mental
maupun sosial. Morissey dan Brown (2009) menyatakan asupan gizi atau nutrisi
pada balita wajib menjadi perhatian penting hal ini dikarenakan untuk mendukung
tumbuh kembang balita. Pada usia balita anak membutuhkan nutrisi dari berbagai
sumber makanan untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangannya (Wong,
2001). Jika hal ini tidak tercapai, maka akan berakibat terjadinya penurunan
kemampuan akademis anak di masa depannya. Oleh karena itu peran serta kontribusi
keluarga sangat diharapkan sebagai upaya memenuhi penyediaan nutrisi bagi balita
demi mencapai tumbuh kembang yang optimal.
Universitas Indonesia
Faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan yang berhubungan dengan kekurangan
makanan, kesehatan lingkungan yang buruk dan ketidakpengetahuan, akan
menghambat pertumbuhan anak yang akan mempengaruhi perkembangannya
(Kemenkes RI, 2010). Menurut Stanhope dan Lancaster (2010), keluarga yang
memiliki dana yang cukup akan mampu memenuhi kebutuhan yang berhubungan
dengan kesehatan seperti makanan yang bergizi, pakaian, perumahan yang sehat,
pendidikan serta perawatan kesehatan anggota keluarganya. Prevalensi gizi kurang
pada kelompok ekonomi rendah disebabkan oleh kurangnya variasi makanan
(Hitchcock, Schubert & Thomas, 1999). Faktor ekonomi sangat mempengaruhi
tumbuh kembang balita, pemberian nutrisi yang baik sejak dari dalam kandungan
serta variasi dalam penyediaan makanan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Prinsip tumbuh kembang balita meliputi : (1) Perkembangan merupakan hasil proses
kematangan dan belajar. Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi
dengan sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan
perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha. Melalui belajar, anak
memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan potensi yang
dimiliki anak. (2) Pola perkembangan dapat diramalkan. Terdapat persamaan pola
perkembangan bagi semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak
dapat diramalkan. Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan
spesifik dan terjadi berkesinambungan.
Universitas Indonesia
mengikuti perintah. (4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri anak seperti makan sendiri, membereskan mainan
selesai bermain, berpisah dengan ibu atau pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Universitas Indonesia
24-36 Bulan Jalan naik tangga sendiri, dapat bermain dan menendang
bola kecil, mencoret-coret pensil pada kertas, bicara dengan
baik menggunakan 2 kata, dapat menunjuk 1 atau lebih
bagian tubuhnya ketika diminta, melihat gambar dan dapat
menyebut dengan benar nama 2 benda atau lebih, membantu
memungut mainannya sendiri atau membantu mengangkat
piring jika diminta, makan nasi sendiri tanpa banyak
tumpah, melepas pakaiannya sendiri.
36-48 Bulan Berdiri 1 kaki selama 2 detik, melompat dengan kedua kaki
diangkat, mengayuh sepeda roda tiga, menggambar garis
lurus, menumpuk 8 buah kubus, mengenal 2 sampai 4
warna, menyebut nama umur dan tempat, mengerti arti kata
di atas di bawah dan di depan, mendengarkan cerita,
mencuci dan mengeringkan tangan sendiri, bermain bersama
teman dengan mengikuti aturan permainan, mengenakan
sepatu sendiri, mengenakan celana panjang, kemeja dan baju
sendiri.
Universitas Indonesia
Manajemen berfungsi untuk melakukan semua kegiatan yang perlu dilakukan dalam
rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas yang telah ditentukan. Manajemen
keperawatan sangat dibutuhkan untuk dapat menjamin bahwa suatu aplikasi
pelayanan dan asuhan keperawatan dapat dijalankan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Pelayanan keperawatan komunitas melibatkan banyak program kegiatan,
sumber daya manusia, dan dana perlu dikelola dengan baik dalam rangka mencapai
tujuan yang diharapkan. Pengelolaan program secara sistematikdapat menggunakan
fungsi manajemen.Fungsi manajemen menurut para ahli manajemen bermacam-
macam. Fungsi manajemen menurut Marquis dan Huston (2006) yaitu perencanaan
(planning), organisasi (organizing), penetapan orang (staffing) ,pengarahan
(directing), dan evaluasi (controling).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.3.3.1.Rekrutmen.
Rekrutmen adalah proses aktif mencari atau menarik pelamar untuk posisi yang ada,
dan harus menjadi proses yang berkelanjutan. Sebuah organisasi yang kompleks,
pekerjaan harus dilakukan dengan kelompok orang, karena itu, kemampuan
organisasi untuk memenuhi tujuan dan sasaran berkaitan langsung dengan kualitas
karyawan. Sebelum merekrut dimulai, organisasi harus mengidentifikasi alasan calon
karyawan akan memilih untuk bekerja untuk mereka lebih dari pesaing. Ini alasan
untuk mempromosikan dalam segala upaya perekrutan karyawan karena paradigma
nilai yang jelas (Marquis & Huston,2006).
2.3.3.2.Seleksi.
Proses seleksi dilakukan setelah pemohon telah direkrut, menyelesaikan aplikasi, dan
telah diwawancarai. Seleksi adalah proses memilih dari kalangan pelamar untuk
posisi pekerjaan tertentu dengan kualifikasi terbaik. Proses ini melibatkan verifikasi
kualifikasi pemohon, memeriksa riwayat kerja, dan memutuskan apakah kualifikasi
pemohon sesuai dengan harapan organisasi (Marquis & Huston, 2006). Jika
persyaratan untuk posisi terlalu kaku, pekerjaan mungkin tetap berjalan untuk
beberapa waktu akan tetapi perlu segera memilih karyawan yang sesuai pada
Universitas Indonesia
2.3.3.3.Penempatan.
Pemimpin yang cerdas mampu menetapkan karyawan baru pada posisi yang tepat
dan otoritas dimana karyawan akan memiliki kesempatan untuk sukses. Selain itu,
banyak posisi dalam unit atau departemen memerlukan keterampilan yang berbeda.
Sebagai contoh, di rumah sakit, keterampilan pengambilan keputusan mungkin lebih
penting. Keterampilan berkomunikasi mungkin keterampilan yang paling sangat
diinginkan dimana terdapat banyak interaksi di antara berbagai tenaga keperawatan.
Sering, karyawan baru mengalami perasaan kegagalan karena penempatan yang tidak
tepat dalam organisasi. Ini dapat terjadi pada karyawan yang kurang berpengalaman
dan baru direkrut seperti perawat pemula (Marquis & Huston, 2006). Penempatan
karyawan yang sesuai sama pentingnya dengan fungsi organisasi dan keberhasilan
karyawan baru dalam menjalankan tugasnya. Penempatan yang salah dapat
mengakibatkan berkurangnya efisiensi organisasi, peningkatan gesekan diantara
karyawan, ancaman terhadap integritas organisasi, dan frustrasi pribadi dan ambisi
profesional. Sebaliknya, penempatan yang tepat mendorong pertumbuhan pribadi,
menyediakan iklim yang memotivasi karyawan memaksimalkan produktivitas, dan
meningkatkan probabilitas bahwa tujuan organisasi akan dipenuhi. Manajer yang
mampu untuk mencocokkan kekuatan karyawan dengan persyaratan pekerjaan akan
memfasilitasi unit berfungsi secara optimal, mencapai tujuan organisasi, dan
memenuhi kebutuhan karyawan (Marquis & Huston, 2006).
2.3.3.4.Indoktrinasi.
Indoktrinasi mengacu pada rencana, penyesuaian lingkungan kerja karyawan yang
dipandu. Meskipun kata-kata "induksi" dan "Orientasi" sering digunakan untuk
menggambarkan fungsi ini, proses indoktrinasi meliputi tiga fase yang terpisah:
induksi, orientasi, dan sosialisasi. Sosialisasi merupakan bagian dari proses
pembangunan dan membangunan tim staf (Marquis & Huston, 2006). Indoktrinasi
menunjukkan pendekatan yang lebih luas untuk proses penyesuaian kerja dari baik
Universitas Indonesia
induksi atau orientasi. Ini berusaha untuk (a) membentuk sikap karyawan yang
menguntungkan terhadap organisasi, satuan, dan departemen, (b) memberikan
informasi yang diperlukan dan pendidikan untuk sukses dalam posisi, dan (c)
menanamkan rasa memiliki dan penerimaan. Program sosialisasi secara efektif
menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi, pelanggaran aturan sedikit,
mengurangi gesekan antar karyawan, dan kepuasan karyawan yang lebih besar.
Proses indoktrinasi karyawan dimulai begitu seseorang telah dipilih untuk posisi dan
berlanjut sampai karyawan yang telah disosialisasikan norma-norma dan nilai-nilai
dari kelompok kerja (Marquis & Huston, 2006).
Universitas Indonesia
mengevaluasi, menilai, dan mengoreksi suatu tindakan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan mencegah terulangnya kembali guna mencapai tujuan tertentu.
Pengawasan dan pengendalian (controlling), merupakan proses untuk mengamati
secara terus menerus (bekesinambungan) pelaksanaan rencana kerja yang sudah
disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi
(Swanburg, 2000).
Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih efisien, dan
tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Marquis &
Huston, 2006). Aktivitas yang dilakukan selama pengawasan yaitu proses evaluasi
implementasi, pemberian masukan atau umpan balik, dan pembuatan prinsip-prinsip
organisasi melalui pembuatan standar, pembandingan kinerja dengan standar dan
memperbaiki kekurangan. Adanya kegiatan pengawasan dalam manajemen
keperawatan akan membantu identifikasi efisiensi kegiatan program, adanya
penyimpangan-penyimpangan selama proses kegiatan dan penyebabnya sehingga
dapat disusun rencana tindak lanjut untuk memperbaiki dan keberlanjutan program
(Gillies, 2000 ; Marquis & Huston, 2006).
Universitas Indonesia
membentuk sebuah komunitas dan memiliki ciri-ciri komunitas. Jika keluarga dalam
komunitas tersebut mempunyai masalah kesehatan maka akan berdampak terjadinya
masalah kesehatan secara lebih luas. Pelayanan keperawatan keluarga di masyarakat
perlu manajerial yang baik dalam rangka pencapaian cakupan pelayanan secara luas.
Friedman, Bowden dan Jones, (2003) menyebutkan bahwa fokus proses keperawatan
akan menjadi sangat bervariasi, tergantung pada konseptualisasi perawat terhadap
keluarga dalam praktek yang dilakukannya. Jika perawat memandang keluarga
sebagai latar belakang atau konteks dari individu, maka proses keperawatan
berorientasi pada individu. Jika perawat mengkonseptualisasikan keluarga sebagai
unit perawatan, maka keluarga sebagai unit atau sistem menjadi fokus walaupun
prosesnya sendiri bervariasi.
Perawat keluarga adalah perawat yang berperan membantu individu dan keluarga
untuk menghadapi penyakit dan disabilitas kronik dengan meluangkan sebagian
waktu bekerja di rumah pasien dan bersama keluarganya. Keperawatan keluarga
dititikberatkan pada kinerja perawat bersama dengan keluarga karena keluarga
merupakan subjek. Menurut Neis dan Mc.Ewen (2007), keperawatan keluarga dapat
difokuskan pada anggota keluarga individu, dalam konteks keluarga atau unit
keluarga. Terlepas dari identifikasi klien, perawat menetapkan hubungan dengan
Universitas Indonesia
masing-masing anggota keluarga dalam unit dan memahami pengaruh unit pada
individu dan masyarakat. Perawat yang melakukan kunjungan ke rumah memiliki
perhatian yang menyeluruh terhadap masalah kesehatan yang ditemukan atau
diidentifikasi dari keluarga tertentu atau sekelompok keluarga.
Universitas Indonesia
Skema 2.1
Family Centered Nursing
Rencana Keperawatan
Menyusun tujuan, identifikasi sumber-sumber, definisikan
pendekatan alternatif, pilih intervensi keperawatan, susun prioritas
Intervensi
Implementasikan rencana
Evaluasi Keperawatan
Keluarga mempunyai peranan besar dalam tumbuh kembang balita. keluarga sebagai
Universitas Indonesia
entry point untuk mendukung tumbuh kembang balita yang optimal serta dalam
melakukan stimulasi perkembangan pada balita. Family center nursing dapat
digunakan dalam menerapkan strategi intervensi pemberdayaan keluarga. Pengkajian
individu sebagai anggota keluarga yang meliputi biologis, psikologis, sosial,
spiritual. Pengkajian keluarga terkait sosiokultural, data lingkungan, struktur, fungsi
dan strategi koping yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan untuk
mengatasi masalah kesehatan keluarga (Friedman, 2003).
2.4.1.2.Fungsi Sosialisasi.
Friedman, Bowden dan Jones (2003) menyatakan keluarga merupakan tempat
pertama bagi seorang anak dalam bersosialisasi yang bertujuan agar anak belajar
peran, norma, budaya, bahasa, disiplin sebagai bekal interaksinya dengan lingkungan
luar. Lingkungan luar merupakan wahana balita dalam mengembangkan kemampuan
sosialisasinya. Sosialisasi dalam tumbuh kembang balita merupakan suatu aspek
yang berhubungan dengan kemandirian seorang balita, seperti dapat makan dan
membereskan mainannya sendiri, dapat berpisah dengan ibu ataupun pengasuhnya
dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Menurut Anderson dan Mc.Farlan (2004), pada pengkajian komunitas terdapat core
dan 8 (delapan) subsistem masyarakat. Core yang terdiri dari riwayat terbentuknya
agregat, demografi, suku, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada subsistem terdapat
lingkungan fisik, pelayanan kesehatan dan sosial, ekonomi, transportasi dan
keamanan, politik dan pemerintahan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi. Pada
model community as partner masyarakat dikelililngi oleh tiga garis pertahanan,
yaitu: garis pertahanan fleksibel, normal dan resisten. Garis pertahanan fleksibel
adalah kesehatan yang dinamis hasil dari respon terhadap stressor yang tidak
menetap seperti mobilisasi tetangga dan stressor lingkungan. Garis pertahanan
normal adalah angka kematian, tingkat ekonomi masyarakat. Garis pertahanan
resisten adalah mekanisme internal terhadap stressor.
Gambar 2.1
Community As Partner
Universitas Indonesia
1). Demografi.
Demografi atau sering juga disebut dengan karakteristik penduduk yang berpengaruh
penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk
(BPS,2011). Data demografi yang dikaji meliputi distribusi balita berdasarkan jenis
kelamin, agama, pekerjaan orang tua. Metoda yang digunakan dalam mencari data
ini adalah literatur review dari kecamatan dan kelurahan.
3). Budaya.
Budaya merupakan pola dari keseluruhan keyakinan dan harapan yang dipegang
teguh bersama oleh masyarakat. Hal yang dikaji dari budaya meliputi gaya hidup
kelompok masyarakat terutama dalam pola komunikasi, hubungan antar individu,
bentuk keluarga, dukungan antar keluarga. Sumber data dari pemuka masyarakat,
tenaga kesehatan, observasi dan pihak RW.
Universitas Indonesia
3). Ekonomi.
Ekonomi berhubungan erat dengan tumbuh kembang balita, oleh karena itu sangat
perlu untuk dikaji. Hal yang dikaji dalam ekonomi adalah status sosial ekonomi, rata-
rata pendapatan orang tua balita, sumber pendapatan, sarana prasarana. Metoda yang
digunakan dalam mencari data ini adalah literatur review data dari pihak kelurahan
maupun RW.
Universitas Indonesia
anak agar terhindar dari kecelakaan. Kemampuan dalam mengakses transportasi juga
perlu dikaji karena untuk kebutuhan akses keluarga jika ingin menuju ke pusat
kesehatan untuk berkonsultasi atau memeriksa kesehatan balita. Keamanan yang
dikaji adalah keamanan arena bermain untuk mendukung tumbuh kembang balita.
Metoda yang digunakan dalam mencari data ini adalah interview dengan anggota
masyarakat pengguna transportasi umum.
6). Komunikasi.
Komunikasi merupakan tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan
menerima pesan dan terjadi dalam waktu tertentu, dan mempengaruhi, dan ada
kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi meliputi tempat berkumpul,
alat komunikasi masyarakat, media informasi masyarakat untuk mendapatkan
informasi kesehatan khususnya mengenai tumbuh kembang. Metoda yang digunakan
dalam mencari data yaitu dengan survei wilayah dan wawancara dengan kelurahan
dan puskesmas.
7). Pendidikan.
Pendidikan meliputi jenis pendidikan orang tua, kegiatan balita, tingkat pengetahuan
masyarakat tentang tumbuh kembang, kesadaran masyarakat tentang tumbuh
kembang, pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang yang pernah di dapatkan
oleh masyarakat, dan sumber belajar yang tersedia untuk mendapatkan informasi
mengenai cara mengoptimalkan tumbuh kembang balita. Metoda yang digunakan
dalam mencari data yaitu dengan menyebarkan angket kepada keluarga yang
mempunyai balita, kepada kader dan puskesmas.
8). Rekreasi.
Universitas Indonesia
Rekreasi yang dikaji meliputi tempat rekreasi atau tempat-tempat hiburan yang
tersedia di masyarakat yang diharapkan bermanfaat untuk memenuhi dan
mengoptimalkan tumbuh kembang balita.
Menurut Anderson dan Mc.Farlan (2004), perencanaan program kesehatan
komunitas pada agregat balita dengan tumbuh kembang berdasarkan community as
partner model difokuskan pada tiga tingkat pencegahan yaitu primer, sekunder dan
tersier. Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta
rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk
mengatasi atau meminimalkan stressor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga
tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan
fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal dan
pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten.
Strategi untuk membangun komunitas yang sehat meliputi tiga kategori yaitu
dimensi status, struktur dan proses (Stanhope & Lancaster, 2004). Strategi terbaik
pada dimensi status adalah pada tingkat pencegahan primer dan sekunder, sebab
tujuannya adalah untuk mencegah penyakit atau ancaman pada tahap awal. Strategi
pada dimensi struktur adalah intervensi keperawatan langsung pada sarana layanan
kesehatan dan karakteristik demografi. Intervensi ditujukan untuk mengubah layanan
kesehatan meliputi program perencanaan. Intervensi yang ditujukan untuk mengubah
layanan karakteristik demografi meliputi community development (pengembangan
komunitas) melalui empowerment, coalition building (Helvie, 1998). Strategi pada
dimensi proses ditekankan pada upaya promosi kesehatan dan strategi pencegahan
primer.
Universitas Indonesia
kembang balita, serta mengajarkan anggota keluarga khususnya ibu agar dapat
memahami tentang stimulasi perkembangan dengan harapan agar ibu dapat
melakukan stimulasi pada balitanya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan
kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan
tersebut bukan hanya sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke
orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut
terjadi akibat adanya kesadaran diri dalam diri individu, kelompok atau masyarakat
sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang
Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan baik fisik, mental
dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
Universitas Indonesia
Stanhope dan Lancaster (2010) menyatakan pembentukan peer atau social support
berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan kelompok merupakan
suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang melibatkan keluarga,
masyarakat serta kelompok berisiko atau bekerjasama dengan kelompok yang telah
ada untuk meningkatkan kualitas kerja. Sistem dukungan sosial yang relevan
terhadap kesehatan meliputi sistem kelompok pendukung alamiah, sistem kelompok
pendukung organisasi keagamaan, sistem kelompok pendukung organisasi pemberi
pelayanan atau asisten tenaga kesehatan dan organisasi kelompok pendukung tidak
langsung melalui tenaga kesehatan professional.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
memiliki balita dan memfasilitasi kelompok tersebut agar saling mendukung dalam
mencapai tumbuh kembang balita yang optimal serta mampu menyelesaikan
permasalahan tumbuh kembang yang ditemukan pada balita. Selain itu perawat
komunitas juga dapat berperan sebagai caregiver yaitu dengan membantu keluarga
menstimulasi balita yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang.
2.8.Bina Keluarga Balita plus (BKB+).
BKB merupakan wadah bagi keluarga yang memiliki anak balita demi meningkatkan
pemberdayaan orangtua dan anggota keluarga lain dalam meningkatkan kemampuan
membina tumbuh kembang anak. Dalam praktiknya, program ini melakukan
berbagai aktivitas peningkatan pengetahuan dan keterampilan orangtua dalam
mengasuh dan membina tumbuh kembang anak sebagai bagian dari upaya
mempersiapkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2014). Bornstein (2008) serta
Shonkoff (2009) mengemukakan praktek perawatan keluarga pada anak di usia lima
tahun pertama kehidupannya memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan
motorik, bahasa, kognitif dan sosio emosional anak usia balita dan hal ini merupakan
landasan bagi pembangunan masa depan anak.
BKB+ merupakan suatu wadah yang dapat mempersatukan antara kedua program.
Program ini melakukan berbagai aktivitas peningkatan pengetahuan dan
keterampilan orangtua dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak sebagai
bagian dari upaya mempersiapkan keluarga yang berkualitas. Residen memodifikasi
program ini dengan menerapkan penggunaan KPSP kepada keluarga, terlebih dahulu
perawat mengenalkan dan mengajarkan cara penggunaan KPSP, selanjutnya perawat
meminta keluarga untuk mendeteksi perkembangan balitanya setiap minggu dengan
menggunakan KPSP tersebut, disamping pendeteksian menggunakan KKA oleh
kader pendukung saat pertemuan BKB. Selain itu, dalam kegiatan BKB perawat juga
mengajarkan stimulasi perkembangan sesuai rentang usia, selanjutnya perawat
meminta keluarga setiap hari melakukan stimulasi tersebut di rumah. Selanjutnya
kader maupun petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah untuk melihat
pelaksanaan kegiatan stimulasi dan penerapan KPSP yang telah dilakukan oleh
keluarga anggota BKB+ sehari-hari.
Universitas Indonesia
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar balita usia 0-6 tahun yang
dapat dilakukan oleh orangtua, pengasuh anak, anggota keluarga lainnya dan
kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga dengan tujuan agar anak tumbuh
dan berkembang secara optimal (Kemenkes RI, 2010). Susanto (2011) menyatakan
stimulasi adalah berbagai rangsangan meliputi kesempatan bermain, fasilitas belajar,
cerita, serta dukungan dan keterlibatan orangtua dalam memotivasi anak.
Dreyer (2011) menyatakan stimulasi pertumbuhan terhadap anak dapat dilakukan
dengan menjalani kehidupan yang sehat, seperti menyediakan makanan yang bergizi,
rutinitas makan yang teratur, pola tidur yang baik, berolahraga dan bertanggung
jawab untuk kebersihan pribadi. Nugroho (2009) menyatakan stimulasi yang
memadai ditujukan untuk merangsang otak balita sehingga perkembangan
kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada balita
berlangsung secara optimal sesuai dengan umur anak.
Menurut Roizen dan Oz (2010) ada tiga kategori utama keterampilan dasar yang
harus distimulasi pada balita. Keterampilan yang pertama adalah keterampilan
berbahasa, keterampilan berbahasa pada balita sangat dipengaruhi oleh kebiasaan
lingkungan keluarga khususnya orangtua dalam berkomunikasi dengan balita, kata-
kata yang sering diucapkan orangtua dalam keseharian baik cadel maupun kata-kata
yang jelas, akan disimpan, diingat dan digunakan oleh balita. Keterampilan yang
kedua adalah keterampilan motorik kasar atau gerakan kasar, keterampilan ini
mencakup semua pergerakan balita dari kepala hingga kaki saat balita belajar
mengarungi dunia dan menggunakan anggota tubuhnya sendiri seperti mengangkat
kepala, berguling, duduk, merangkak, menarik tubuh dan berjalan. Keterampilan
yang ketiga adalah keterampilan motorik halus atau gerakan halus, keterampilan ini
berhubungan dengan koordinasi mata dan tangan. Keterampilan gerakan halus ini
mencakup melakukan kegiatan seperti memegang pensil, bermain piano, puzzle,
plastisin, krayon, lego dan balok. Kemenkes RI (2010) menambahkan satu
keterampilan lagi yaitu keterampilan sosialisasi dan kemandirian. Keterampilan ini
mencakup aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri balita seperti makan
sendiri, membereskan mainan selesai bermain, berpisah dengan ibu atau pengasuh
balita, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dan kemandirian
lainnya.
Universitas Indonesia
Tabel 2.2
Stimulasi Sesuai Tahapan Usia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
nama Bermain
barang. dengan
teman
sebaya.
Permainan
baru.
Bermain
petak umpet.
Universitas Indonesia
Penelitian yang dilakukan oleh Nahar, Hossain, Hamadani, Ahmed, Huda, Gregor
dan Persson (2012) menyatakan bahwa pemberian makanan yang sehat serta
ditunjang oleh pemberian stimulasi sangat dibutuhkan oleh anak. Stimulasi yang
dilakukan oleh keluarga baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik akan
membawa dampak positif bagi perkembangan balita (Susanto, 2011).
Universitas Indonesia
KPSP merupakan kuesioner untuk mendeteksi perkembangan anak yang selama ini
diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, guru TK dan petugas PADU terlatih. Tujuan
skrining atau pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP adalah untuk
mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan.
Universitas Indonesia
BAB III
KERANGKA KERJA, PROFIL WILAYAH DAN
MODEL INOVASI
Bab ini menguraikan kerangka kerja yang mendasari praktik keperawatan komunitas
pada agregat balita dengan tumbuh kembang. Kerangka kerja merupakan dasar
pemikiran untuk suatu penelitian yang akan dilakukan yang dikembangkan
berdasarkan teori yang mendukung dan dibuat dalam bentuk diagram yang
menunjukkan jenis dan hubungan antar variabel. Kerangka kerja praktik residensi ini
merupakan integrasi dari teori manajemen keperawatan, Family Centered Nursing
(FCN) dan Community As Partner (CAP).
3.1.Kerangka Kerja.
Praktik residensi keperawatan komunitas ini dilakukan di kelurahan Sukamaju Baru
kecamatan Tapos Kota Depok. Fokus dari praktik adalah pada agregat balita dengan
permasalahan tumbuh kembang. Praktik residensi ini merupakan gabungan dari
praktik manajemen pelayanan kesehatan, asuhan keperawatan keluarga dan asuhan
keperawatan komunitas.
Pengkajian pada praktik ini menggunakan model teori konseptual Betty Neuman
pada tahun 1972 dan telah dikembangkan oleh Anderson dan Mc Farlane. 1988,
yaitu model pengkajian Community As Partner. Model ini sangat cocok dipakai pada
aplikasi keperawatan komunitas dengan luas wilayah, lokasi, sumber sumber yang
dimiliki atau karakteristik populasi tertentu. Model ini memiliki dua fokus yaitu
komunitas sebagai partner dan proses keperawatan. Selain itu model ini metodenya
melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya meningkatkan
kesehatannya. Model pengkajian ini memiliki dua komponen utama yaitu inti
masyarakat (core community) dan 8 sub sistem. Pengkajian pada inti masyarakat
difokuskan pada data demografi (karakteristik balita yang terdiri dari umur, jenis
kelamin), vital statistik, etnik, nilai dan kepercayaan. Sedangkan pada sub sistem
difokuskan pada pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, pendidikan,
lingkungan fisik, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan serta rekreasi.
Universitas Indonesia
Model lain yang diintegrasikan dalam praktik residensi keperawatan komunitas ini
adalah model manajemen POSAC dan family Centered Nursing (FCN). Model
manajemen POSAC difokuskan pada perencanaan (Planning), pengorganisasian
(Organizing), personalia (Staffing), pengarahan (Actuating) dan pengawasan
(Controling). Kerangka kerja pada praktik residensi keperawatan ini terdiri dari
input, proses dan output.
Universitas Indonesia
Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok memiliki 15 RW. RW 11,
12, 13 dan 14 merupakan pemukiman Komplek Perumahan Angkatan Darat
(KPAD). Meskipun antara rumah yang satu dan lainnya saling berdempetan namun
jalan komplek cukup lebar sehingga dapat digunakan sebagai area bermain anak-
anak. Berbeda halnya dengan RW 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 15, pemukiman ini
sangat padat, rumah yang satu dan lainnya saling berdekatan bahkan saling
berdempetan, hanya ada gang kecil yang hanya dapat dilalui oleh sepeda motor, jalan
yang sedikit agak lebar hanya jalan penghubung antar RW dengan kondisi jalan yang
sebagian besar berlubang. Di pemukiman ini tidak ada lapangan atau area khusus
untuk bermain bagi anak-anak, anak-anak bermain di jalan. Sumber pencemaran
utama di wilayah ini adalah polusi udara dari kendaraan bermotor dan debu jalanan.
Universitas Indonesia
Kota Depok telah menunjukkan perhatiannya terkait tumbuh kembang anak, hal ini
terlihat dari diterbitkannya Peraturan Daerah (PERDA) tentang penyelenggaraan
kota layak anak. Tahun 2015 ini Kota Depok juga sudah mengeluarkan program
khusus terkait kesehatan mulai dari ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita atau disingkat
dengan sebutan KIBBLA. Pengembangan puskesmas Sukamaju Baru dari status
puskemas pembantu menjadi puskemas Kelurahan membuat banyak hal yang harus
dibenahi. Sebagian arsip masih di puskesmas Sukatani. Kurangnya staf di puskemas
Sukamaju baru tidak sebanding dengan banyaknya program dari Dinas Kesehatan,
sehingga setiap staf memiliki peran ganda, hal ini menyebabkan tidak fokusnya staf
pada salah satu program. Mutasi staf antar puskesmas juga menjadi hambatan bagi
staf untuk fokus pada program yang sedang dijalankannya.
Universitas Indonesia
bertumpu pada laki-laki sebagai suami sekaligus ayah. Sebagian besar kaum wanita
khususnya para ibu hanya menjadi ibu rumah tangga menjaga anak di rumah.
Di wilayah Kelurahan Sukamaju Baru tidak tersedia sarana atau tempat rekreasi.
Padahal dengan tersedianya sarana rekreasi di wilayah ini sangat bermanfaat dalam
memenuhi dan mengoptimalkan tumbuh kembang Balita. Selama ini keluarga jarang
sekali melakukan rekreasi, keluarga berekreasi hanya jika mempunyai uang lebih,
tempat yang dituju biasanya kebun raya Bogor ataupun kebun binatang ragunan
Jakarta. Sebagian besar keluarga hanya memanfaatkan menonton televisi sebagai
sarana rekreasi keluarga.
3.3.Model Inovasi.
Inovasi yang residen lakukan menggunakan integrasi dari 3 (tiga) model, yaitu
Family Centered Nursing (FCN), Community As Partner (CAP) dan manajemen
Universitas Indonesia
POSAC. Aktivitas ini diwujudkan melalui strategi intervensi program yang meliputi
pendidikan kesehatan, proses kelompok dan empowerment (gerakan pemberdayaan).
Universitas Indonesia
BAB IV
PELAKSANAAN
Analisis dimulai dari Dinas Kesehatan Kota Depok sebagai pemeran utama dalam
melakukan pembinaan program tumbuh kembang balita sekaligus sebagai
perpanjangan tangan dari pemerintahan kota Depok. Selanjutnya operasional
kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas Sukamaju Baru sampai dengan pelaksanaan
kegiatan di tingkat Kelurahan Sukamaju Baru. Data dari hasil analisis menjadi dasar
Universitas Indonesia
dari perumusan masalah. Rumusan ini yang menjadi pedoman dalam menetapkan
suatu program manajemen keperawatan.
Dinas Kesehatan Kota Depok merupakan regulator utama di bidang kesehatan dalam
rangka mewujudkan keberhasilan pemerintahan Kota Depok terkait bidang
kesehatan, dengan mendukung visi terwujudnya Kota Depok sehat dengan layanan
kesehatan merata dan berkualitas. Untuk mewujudkan capaian visi tersebut maka
ditetapkanlah misi yakni meningkatkan pemerataan layanan kesehatan,
meningkatkan kualitas layanan kesehatan untuk semua Puskesmas, meningkatkan
kualitas sumber daya termasuk sumber daya manusia dan pembiayaan kesehatan
serta meningkatkan promosi kesehatan dan kualitas lingkungan untuk mendukung
pencegahan penyakit.
Salah satu fokus pemerintah Kota Depok adalah dengan mengeluarkan sebuah
Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan kota layak anak. Kota layak anak adalah
kota yang memiliki sistem pembangunan dan pelayanan publik dari pemerintah kota
dengan dukungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, swasta dan forum anak guna
pemenuhan hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya yang
terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan melalui kebijakan, program, kegiatan
dan penganggaran untuk kesejahteraan anak. Selain itu pada Tahun 2015 ini Kota
Depok juga sudah mengeluarkan program khusus terkait kesehatan mulai dari ibu,
bayi baru lahir, bayi dan balita atau disingkat dengan sebutan KIBBLA.
Universitas Indonesia
Dalam mewujudkan visi, misi dan peraturan pemerintah daerah Kota Depok, tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) Dinas Kesehatan memegang peranan penting. Tugas
pokok Dinas Kesehatan Kota Depok dilaksanakan oleh bagian atau bidang-bidang
dan sub bagian serta seksi yang pada kesemuanya memiliki tugas pokok masing-
masing. Salah satu bidangnya adalah bidang pelayanan kesehatan masyarakat yang
dalam hal ini membawahi seksi kesehatan keluarga dan gizi. Seksi ini salah satunya
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan di bidang peningkatan
pengawasan dan akuntabilitas peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan kesehatan
anak.
Kegiatan terkait pembinaan tumbuh kembang balita yang telah lama dicanangkan
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) adalah kegiatan
Stimulasi, Deteksi, Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK). Perencanaan
program SDIDTK telah direncanakan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari telah
disusunnya buku pedoman pelaksanaan SDIDTK yang diperuntukkan untuk tingkat
pelayanan kesehatan dasar. Namun dalam perjalanannya SDIDTK masih
dinomorduakan karena banyak program lainnya yang menjadi prioritas.
Hasil wawancara yang residen lakukan dengan Kepala Seksi Kesehatan Keluarga
dan Gizi didapatkan bahwa pernah melakukan pelatihan kelas ibu balita pada Tahun
2014 untuk 20 (dua puluh) orang tenaga kesehatan yang terdiri dari perawat dan
bidan. Hasil wawancara yang residen lakukan dengan pemegang program SDIDTK
didapatkan bahwa perencanaan terkait tumbuh kembang balita sering terkendala oleh
dana, terkadang harus menunggu sisa dana dari bidang lainnya mengingat SDIDTK
ini bukan merupakan program prioritas sehingga anggarannya tidaklah sebesar
anggaran prioritas yaitu gizi.
Perencanaan program yang telah direncanakan dan dibuat oleh penanggung jawab
program di Dinas Kesehatan Kota Depok dilaksanakan oleh Puskesmas di wilayah
kota Depok, salah satunya adalah Puskesmas Sukamaju Baru. Namun hasil
wawancara dengan pemegang program SDIDTK di Puskesmas Sukamaju Baru
menyatakan tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan terkait SDIDTK. Deteksi
hanya dilakukan jika ada pelaporan dari kader terkait adanya gangguan pertumbuhan
fisik pada balita, biasanya hal yang selanjutnya dilakukan adalah menganjurkan
Universitas Indonesia
Hasil wawancara yang residen lakukan dengan kader posyandu didapatkan data
bahwa kader tidak mengetahui ada kegiatan khusus terkait pembinaan tumbuh
kembang balita. Sepemahaman kader, kegiatan tentang balita hanyalah posyandu saja
yang didalamnya ada pemeriksaan terkait pertumbuhan balita dan pengisian KMS.
Oleh karena itu kader merasa kebingungan pada saat dibagikan kartu baru yang
hampir serupa dengan KMS yaitu KKA. KKA adalah Kartu Kembang Anak. KKA
tersebut dibagikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (BPMK)
Kota Depok. Kader diminta untuk mulai mengisi KKA tersebut terhitung sejak Bulan
Januari 2015, sosialisasi dan pelatihan dari BPMK akan menyusul. Hal ini
menyebabkan seluruh kader mengeluhkan kebingungan karena terlebih dahulu tidak
diberikan penjelasan dan pelatihan mengenai cara pengisian kartunya.
Universitas Indonesia
Permasalahan yang sama namun lebih rumit terlihat pada lingkup kerja Puskesmas
Sukamaju Baru. Puskesmas Sukamaju Baru yang merupakan pemekaran dari
puskesmas Sukatani ini sudah mempunyai struktur organisasi, namun dikarenakan
kekurangan sumber daya manusia mengakibatkan sebagian besar program masih
tumpang tindih, bahkan terjadi tumpang tindih antara pemegang program agregat
yang satu dengan agregat lainnya. Hasil wawancara dengan staf Puskesmas
Sukamaju Baru didapatkan bahwa pemegang program SDIDTK juga memegang
program lansia.
BKB merupakan program dari BKKBN. Di tingkat wilayah Kota Depok dinamakan
dengan BPMK. Dinas Kesehatan dan BPMK mempunyai kapasitas masing-masing
dalam pembinaan tumbuh kembang balita, BPMK memfasilitasi program sedangkan
Dinas Kesehatan yang membawahi tenaga kesehatan dalam hal ini berperan sebagai
pelaksananya yakni dengan menurunkan tenaga kesehatan dalam melakukan
Universitas Indonesia
Hal serupa juga terjadi di Puskesmas Sukamaju Baru, terlebih puskesmas ini baru
berpisah dari Puskesmas Sukatani dan memiliki jumlah staf yang sedikit. Satu orang
staf memegang lebih dari 2 agregat dan program. Hal ini menjadikan sebagian besar
program berjalan tidak maksimal. Hasil wawancara dengan kader posyandu
didapatkan data bahwa selama ini kader hanya melakukan pembinaan gizi saja.
Kader belum disosialisasikan mengenai peran dan fungsinya dalam melakukan
pembinaan tumbuh kembang balita.
Universitas Indonesia
Pemberian motivasi juga selalu dilakukan oleh kepala Dinas Kesehatan atau yang
mewakili. Pemberian motivasi tersebut biasanya berupa anjuran agar dapat
menuntaskan target kerja sesuai waktunya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kinerja dari seluruh staf Dinas kesehatan agar dapat bekerja secara efektif dan efisien
demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian motivasi juga
disampaikan dari kepala bidang maupun kepala seksi pada saat rapat maupun dalam
situasi non formal. Penyampaian motivasi dalam keadaan non formal sering
dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas Sukamaju Baru terhadap para kader
pada saat kunjungan kegiatan posyandu serta kegiatan lainnya yang melibatkan
kader.
Kegiatan supervisi selama ini juga belum berjalan optimal, hal ini dikarenakan
kegiatan supervisi hanya dilakukan pada saat ada kegiatan saja. Sampai dengan saat
ini belum ada jadwal khusus yang disediakan untuk melakukan kegiatan supervisi,
hal ini dikarenakan padatnya kegiatan yang harus dijalankan. Supervisi mengenai
kegiatan pembinaan tumbuh kembang balita khususnya yang terkait dengan program
Universitas Indonesia
Dinas Kesehatan yaitu SDIDTK terlihat belum maksimal. Hal ini terlihat dengan
belum berjalannya kegiatan SDIDTK di tingkat wilayah Kelurahan Sukamaju baru.
Berdasarkan uraian diatas, fungsi pengarahan pembinaan tumbuh kembang balita
yang belum berjalan dengan baik yaitu : 1). Belum adanya pengarahan terkait
pembinaan tumbuh kembang balita; 2). Belum dilaksanakannya kegiatan supervisi
terkait pembinaan tumbuh kembang balita.
Hasil wawancara yang residen lakukan terhadap ketua kader posyandu sekaligus
sebagai koordinator kader Kelurahan Sukamaju Baru didapatkan bahwa belum ada
monitoring dan evaluasi dari petugas kesehatan khususnya pemegang program
tumbuh kembang terhadap kinerja kader yang selama ini hanya berfokus pada
pemantauan status gizi balita.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
FGambar 4.1
Fish Bone Terkait Permasalahan Manajemen Pelayanan Tumbuh Kembang Balita
PERENCANAAN
PERENCANAAN PENGORGANISASIAN KETENAGAAN
Universitas Indonesia
Tabel 4.1
Penapisan Masalah Manajemen pelayanan Keperawatan Komunitas
Belum tersusunnya
rencana kegiatan bulanan 3 2 2 5 12
dan tahunan terkait
pembinaan tumbuh
kembang balita pada
tingkat Puskesmas dan
masyarakat.
Belum optimalnya
koordinasi lintas sektor 3 3 3 5 14
dalam menjalankan
program pembinaan
tumbuh kembang balita.
Belum optimalnya
pelaksanaan pengarahan 3 2 2 5 12
dan supervisi terkait
pembinaan tumbuh
kembang balita.
Belum optimalnya
monitoring dan evaluasi 3 2 2 4 11
terkait dengan
pembinaan tumbuh
kembang balita.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pembenaran : kader merupakan anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh
masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan secara sukarela (Depkes RI, 2003). Kader sebagai mediator terdepan
dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua balita,
menjadi sosok sentral dan ujung tombak dalam melakukan pendekatan, pembinaan,
mentransfer pengetahuan plus memberikan konseling kepada orang tua balita.
Berjalannya support group atau lebih dikenal dengan kelompok pendukung yang
telah perawat bentuk bersama kader-kader RW 4 dan RW 10 sangat berperan dalam
mengupayakan terwujudnya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas
melalui kegiatan pembinaan tumbuh kembang balita di wilayahnya. Salah satu
kegiatan yang sangat strategis dalam membina tumbuh kembang balita yaitu melalui
pemahaman para kader terkait dengan tumbuh kembang balita.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sebagai pegangan para kader dalam menjalankan kegiatan BKB+, residen juga
membuatkan satu buku pegangan bagi kader kelompok pendukung untuk
meningkatkan kepercayaan dirinya dalam melakukan pembinaan program tumbuh
kembang balita.
Terlihat juga perubahan positif dalam hal sikap dan perilaku kader kelompok
pendukung terkait tumbuh kembang balita. Kader terlihat lebih mandiri dan percaya
diri dalam melakukan pengisian KKA dan saat melakukan stimulasi perkembangan
terhadap balita anggota BKB+. Kemandirian kader dalam melakukan kunjungan
rumah juga terjadi peningkatan. Pemberdayaan kader sebagai fasilitator kegiatan
BKB+ sampai saat ini juga masih berjalan dengan baik.
Rencana tindak lanjut : Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh kelompok pendukung
ini perlu ditindaklanjuti oleh pihak terkait, dalam hal ini Dinas kesehatan,
Puskesmas Sukamaju Baru dan BPMK yang diharapkan dapat memberikan
penyegaran secara rutin kepada kader kelompok pendukung terkait tumbuh kembang
balita serta melakukan supervisi secara berkala terhadap kegiatan yang dilakukan
oleh kader kelompok pendukung dalam membina tumbuh kembang balita. Selain itu
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan Herawati (2009) menemukan bahwa tidak semua anak mendapatkan stimulasi
perkembangan yang memadai, stimulasi dipraktikkan hanya oleh 48-72 % keluarga.
Setelah lebih dari 18 bulan, sebagian besar anak-anak secara intensif distimulasi oleh
ibu, hanya sebagian kecil anak-anak di usia tersebut yang masih distimulasi oleh
ayah. Padahal seharusnya, anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur
akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak
mendapatkan stimulasi (Nugroho, 2009). Salah satu kegiatan yang sangat strategis
dalam membina tumbuh kembang balita yaitu melalui pemahaman para kader
tentang cara memantau perkembangan balita dengan menggunakan Kartu Kembang
Anak (KKA). KKA merupakan kartu yang baru dikeluarkan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang digunakan untuk
memantau kegiatan asuh orangtua khususnya ibu dan tumbuh kembang anak. KKA
bermanfaat bagi orangtua khususnya bagi ibu agar dapat memantau tumbuh kembang
anak, membimbing serta membina anaknya dengan cara asah, asih dan asuh sesuai
dengan tingkat perkembangan umur anak. Manfaat KKA bagi anak yaitu diharapkan
dapat tumbuh kembang secara optimal dengan pengasuhan orang tua secara baik dan
benar. Selain itu KKA juga dapat memudahkan kader dalam melakukan penyuluhan
khususnya penyuluhan mengenai perkembangan balita.
Universitas Indonesia
Penerapan KPSP pada keluarga anggota BKB+ ini residen lakukan karena
berdasarkan pengalaman dan jurnal terkait yang menyatakan bahwa deteksi
perkembangan yang dilakukan oleh orang terdekat balita lebih efektif untuk melihat
tingkat perkembangan balita. selain itu hal ini juga sebagai langkah awal dalam
mengetahui sedini mungkin permasalahan perkembangan pada balita agar jika
ditemukan penyimpangan dapat segera dilakukan intervensi dini.
Universitas Indonesia
Pada kegiatan BKB+ ini residen juga mengajarkan tentang pijat bayi. Pijat bayi
merupakan stimulasi sentuhan yang bermanfaat agar terciptanya bonding antara ibu
dan bayi. Setiap keluarga diminta untuk mempraktikkan secara langsung pijat bayi
terhadap balitanya masing-masing. Selain itu residen juga mengajarkan tentang
MPASI. Dalam hal ini residen melakukan diskusi pemberian MPASI oleh keluarga
selama ini sambil meminta keluarga membawa menu MPASI yang biasa disajikan.
Kemudian residen menjelaskan dan memperlihatkan contoh jenis-jenis makanan apa
saja yang seharusnya sudah boleh dikonsumsi oleh bayi untuk MPASInya. Untuk
mendukung program ini, koordinasi dengan petugas kesehatan menjadi suatu hal
yang penting. Oleh karena itu residen meminta waktu petugas kesehatan untuk
melakukan supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan BKB+. Dengan adanya kegiatan
ini diharapkan keberlangsungan pelaksanaan BKB+ dapat rutin dipantau oleh tenaga
kesehatan, sehingga kerjasama lintas sektor dan lintas program berjalan dengan baik.
Universitas Indonesia
Berdasarkan pengisian KSTK oleh keluarga dan observasi kunjungan rumah yang
residen dan kader kelompok pendukung lakukan terhadap keluarga anggota BKB+
didapatkan 87,5% keluarga sudah melakukan perilaku stimulasi perkembangan
secara rutin terhadap balitanya. Hanya 12,5% keluarga yang belum melakukan
stimulasi secara rutin terhadap balitanya. Hal ini dikarenakan beberapa faktor
diantaranya faktor ekonomi. Penerapan penggunaan KPSP oleh keluarga cukup
efektif dikarenakan keluarga dapat dengan mudah dan rutin melakukan pendeteksian
perkembangan balitanya sehingga jika ditemukan ketidakmampuan balita terhadap
satu aspek perkembangan, keluarga dapat menjadikan stimulasi aspek tersebut
sebagai prioritas.
Rencana tindak lanjut : Pihak Dinas Kesehatan dan BPMK Kota Depok saling
melakukan koordinasi dalam menjalankan program pembinaan tumbuh kembang
balita agar program yang dijalankan menjadi terlaksana dengan baik secara efektif
dan efisien. Selain itu diharapkan adanya supervisi secara berkala terhadap kegiatan
BKB+ yang berjalan di RW 4 dan RW 10 serta mengajak kader-kader RW lainnya
untuk membentuk BKB+ di wilayahnya masing-masing. Serta adanya penyediakan
fasilitas pendukung kegiatan BKB+ seperti alat permainan edukatif untuk stimulasi
dan fasilitas pendukung lainnya.
Universitas Indonesia
Berikut ini merupakan salah satu keluarga binaan yang telah berhasil perawat
lakukan pembinaan terkait permasalahan tumbuh kembang balita : Perawat
melakukan pengkajian terhadap keluarga Ibu I (32 Tahun). Hasil pengkajian
didapatkan data yaitu Ibu I adalah seorang single parent atau orangtua tunggal yang
mempunyai seorang balita berjenis kelamin laki-laki yaitu anak Ir (21 Bulan). Pada
umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan ibu berperan
sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Namun, dalam kehidupan nyata sering
dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini
menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan single parent.
Ibu I berlatar belakang pendidikan SMP dan saat ini tidak bekerja. Ibu I tinggal
dalam extended family yang terdiri dari dua kepala keluarga yang tinggal dalam satu
rumah yaitu KK Ibu I beranggotakan anak Ir serta KK kakek E (65 Tahun) yang
beranggotakan Nenek N (62 Tahun) Ibu C (40 tahun) dan Ibu T (25 Tahun). Kakek E
dan Nenek N merupakan orangtua Ibu I. Ibu C adalah kakak Ibu I dan ibu T adalah
adik ibu I, keduanya belum menikah. Rumah yang ibu I tinggal saat ini adalah rumah
Kakek E. Ibu I tinggal di rumah orang tuanya sejak bercerai dari suaminya. Pada
kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena perceraian, Duvall &
Miller menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya
perceraian seperti orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki, setelah
kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah proses amputasi pernikahan.
Ibu I enam bulan yang lalu pernah bekerja di loundry saudaranya yang di dekat
rumah, namun belakangan ini laundry tersebut bangkrut dan ditutup sehingga Ibu I
tidak mempunyai pekerjaan lagi. Saat ini ibu I belum memutuskan untuk mencari
pekerjaan lagi, saat ini Ibu I hanya ingin fokus mengurus anak Ir. Namun karena
ekonomi keluarga yang pas-pasan, Ibu I juga merasa belum mampu memenuhi
kebutuhan anak Ir seperti membeli mainan selayaknya anak-anak lainnya. Walsh
(2003) menyatakan banyak permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga
dengan orang tunggal salah satunya yaitu terkait persoalan ekonomi keluarga, baik
untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk kebutuhan anak.
Universitas Indonesia
Kakek E selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari,
walaupun sudah berusia 65 tahun kakek E masih kuat, setiap hari kakek E pergi ke
kebun belakang rumah untuk mengambil hasil kebun yang telah ditanam dan dibawa
ke pasar untuk dijual, hasil kebun tersebut beragam tergantung apa yang sedang
membuahkan hasil. Terkadang kakek E menjual batang serai ke pasar, sayur
kangkung, sayur bayam dan lain-lain. kakek E dibantu oleh nenek N, Ibu C dan Ibu
T saat membersihkan dan memotong sayuran sebelum dibawa kepasar. Penghasilan
kakek E tidak tetap, biasanya hanya berkisar antara Rp.500.000 s/d Rp.800.000
perbulannya. Selain kakek E, perekonomian keluarga juga ditunjang oleh Ibu T. Ibu
T merupakan anak bungsu Bpk E. Ibu T bekerja di pabrik roti home industri.
Penghasilan Ibu T Rp. 1.000.000 perbulan. Kakak Ibu I yaitu Ibu C tidak bekerja,
hanya membantu nenek N dalam mengurus rumah tangga, seperti memasak,
membersihkan rumah dan memotong hasil kebun yang akan dijual di pasar.
Masalah yang sering dialami oleh keluarga biasanya adalah masalah keuangan.
Karena penghasilan keluarga yang pas-pasan keluarga tidak bisa menabung sama
sekali, semua hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Selama ini keluarga makan
seadanya, demikian juga anak Ir, Anak Ir mempunyai kebiasaan sulit makan,
walaupun porsi yang disediakan sedikit tetapi makanan yang disediakan tidak pernah
dihabiskan, hanya mau nasi kering tanpa sayur dan kuah, jarang mau makan ikan
hanya mau telur itupun hanya putihnya saja, anak Ir tidak mau sayur dan buah. Ibu I
menyadari badan anak Ir terlihat kurus. Ibu I mengakui jarang membawa anak Ir ke
posyandu, hal ini dikarenakan ibu I malu setiap kali menimbang berat badan anak Ir
selalu berada dibawah garis merah, kader mengatakan anak Ir kurang gizi, ibu I takut
jika menimbang lagi ke posyandu, berat badan anak Ir juga masih berada dibawah
garis merah. Keluarga menginginkan berat badan anak Ir tidak kurus lagi, namun
keluarga tidak mengetahui bagaimana cara meningkatkan berat badan anak Ir.
Grantham (2007) memperkirakan lebih dari 200 juta balita di negara berkembang
tidak mencapai potensi perkembangan karena kemiskinan, masalah kesehatan dan
gizi buruk. UNICEF (2013) mengidentifikasi 165 juta anak di seluruh dunia
terhambat pertumbuhan dan perkembangannya dikarenakan permasalahan gizi.
Tahap pekembangan keluarga Ibu I saat ini adalah keluarga dengan anak pra sekolah:
keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan rasa aman nyaman
Universitas Indonesia
balita walaupun saat ini rumah yang dihuni adalah rumah keluarga yaitu rumah
orangtua Ibu I. Banyak hal tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
salah satunya adalah peran ayah bagi anak Ir. Peran adalah serangkaian perilaku
seseorang yang berada pada posisi atau status sosial tertentu (Friedman, Bowden &
Jones, 2003). Peran keluarga terbagi atas peran formal dan informal. Peran formal
keluarga meliputi : (1) Posisi keluarga (sebagai suami dan juga sebagai ayah, sebagai
istri dan juga sebagai ibu, sebagai anak laki-laki dan juga sebagai saudara laki-laki.
(2) Peran perkawinan yaitu mengatur rumah tangga, perawatan sosialisasi anak,
rekreasi dan seksual. (3) Peran wanita yaitu membesarkan anak dan mengurus rumah
tangga. (4) Peran pria yaitu pencari nafkah dan pengambil keputusan. (5) Peran
ikatan keluarga yaitu mengikat hubungan keluarga, memelihara dan mempermudah
komunikasi di dalam keluarga. Semenjak bercerai dengan mantan suaminya 20 bulan
yang lalu, Ibu I terkadang merasa kasihan melihat anak I yang tumbuh tanpa
didampingi oleh sosok ayah.
Rumah tangga Ibu I telah goyang sejak anak Ir masih di dalam kandungan. Mantan
suami Ibu I tidak bekerja dan tidak bertanggung jawab apapun terhadap kebutuhan
Ibu I dan anak Ir, suaminya jarang pulang dan setiap hari hanya marah-marah bahkan
sampai memukul Ibu I. Oleh karena itu Ibu I memutuskan untuk pulang ke rumah
orangtuanya dan memilih bercerai dengan suaminya. Walaupun terkadang Ibu I
menangis memikirkan hal tersebut, namun Ibu I tidak menyesal, Ibu I merasa telah
memilih jalan yang tepat bagi kehidupannya dan anaknya. Walsh (2003) menyatakan
beberapa permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang tunggal
baik wanita maupun pria yakni merasa kesepian, perasaan terjebak dengan tanggung
jawab mengasuh anak dan mencari sumber pendapatan, kekurangan waktu untuk
mengurus diri dan kehidupan seksualnya, kelelahan menanggung tanggung jawab
untuk mendukung dan membesarkan anak sendirian, mengatasi hilangnya hubungan
dengan partner special, memiliki jam kerja yang lebih panjang, lebih banyak masalah
ekonomi yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih
rentan terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya
sebagai orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit.
Ibu I bersyukur masih memiliki keluarga seperti keluarganya saat ini, memiliki
orangtua, kakak dan adik yang sangat mencintai dirinya dan anaknya. Kakek E
Universitas Indonesia
sekarang mengambil peran sebagai ayah bagi anak Ir. Anak Ir sangat dekat sekali
dengan kakeknya. Ibu I tidak dapat membayangkan bagaimana hidupnya dan
anaknya nanti jika kakek E tiada lagi. Bowden & Greenberg, 2010 menyatakan
ketika salah satu anggota keluarga tidak dapat memenuhi peran formalnya, biasanya
akan melibatkan anggota keluarga lain dan orang luar dari keluarga untuk
menggantikan perannya, misalnya satu orangtua akan merangkap dua peran, sebagai
ayah dan sebagai kakek.
Selain masalah berat badan yang dibawah garis merah, Ibu I malu membawa anak Ir
ke posyandu karena perkembangan anak Ir jauh terlambat dibandingkan balita seusia
anaknya. Bahkan balita seusia anak Ir dan balita dibawah usia anak Ir jauh lebih
cepat tumbuh kembangnya. Anak Ir belum dapat berbicara dengan jelas, bahkan
belum dapat memanggil ibu I dengan pengulangan kata mama. Kata-kata yang
dikeluarkan oleh anak Ir cadel dan sangat tidak jelas. Selain itu, anak Ir belum berani
bersosialisasi dengan orang lain, bahkan jika ibu I dan anggota keluarga lainnya
pergi, anak Ir akan menangis menjerit. Selain itu keluarga Ibu Ir tidak mengetahui
ada keterkaitan antara susah makannya anak Ir dengan keterlambatan
perkembangannya. Menurut Stanhope dan Lancaster (2010), population at risk
merupakan populasi yang memiliki peluang lebih cepat untuk mengalami masalah
kesehatan disebabkan oleh adanya interaksi faktor risiko baik risiko biologi, sosial,
ekonomi, gaya hidup dan kejadian-kejadian dalam hidup. Populasi berisiko tidak
mampu mengambil tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan atau tidak
memiliki pengetahuan tentang risiko masalah kesehatan yang dialami. Dalam hal ini
balita yang dalam kehidupannya sedang mengalami tahapan tumbuh kembang sangat
berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang bahkan kegagalan tumbuh
kembang jika keluarga tidak menyediakan gizi yang baik dan memberikan stimulasi
yang memadai.
Ibu I merasa gangguan tumbuh kembang pada anak Ir ada kaitannya dengan
perpisahan antara dirinya dengan suaminya. Sehingga anak Ir tidak seperti anak
lainnya yang mempunyai kedua orangtua yang masih lengkap dan harmonis sehingga
dapat saling mengisi dan melengkapi. Walaupun ada orangtua Ibu I yang
memberikan kasih sayang laksana seorang ayah bagi cucunya yaitu anak Ir, tapi pasti
tetap tidak dapat menggantikan sosok ayah dalam kehidupan anak Ir. Selama ini
Universitas Indonesia
keluarga juga kurang mensosialisasikan anak Ir untuk berteman dan bermain dengan
balita lainnya. Hal tersebut dikarenakan keluarga takut anak Ir diledek karena
permasalahan ayah ibunya yang telah bercerai. Keluarga memegang peranan penting
dalam menciptakan suasana lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, memiliki
kemampuan memahami balita sebagai individu yang unik yang memiliki potensi-
potensi yang berbeda satu sama lain serta mampu menghargai potensi yang dimiliki
oleh balita. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus
menerus pada setiap kesempatan. Kariger (2012) menyatakan bahwa perawatan
keluarga yang meliputi dukungan untuk belajar atau stimulasi dan sumber daya
pengasuhan merupakan dukungan yang sangat penting bagi tumbuh kembang balita.
Universitas Indonesia
Skema 4.1
Web Of Causation Asuhan Keperawatan Keluarga
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pelayanan kesehatan agar dapat mengetahui berat badan anak secara rutin serta
mendapatkan suplemen vitamin.
Pembenaran : Grantham (2007) memperkirakan lebih dari 200 juta balita di negara
berkembang tidak mencapai potensi perkembangan karena kemiskinan, masalah
kesehatan dan gizi buruk. Anak-anak ini cenderung berprestasi buruk di sekolah dan
memiliki ekonomi yang terbatas di masa dewasa, yang tentunya akan
melanggengkan siklus kemiskinan dan berkontribusi terhadap rantai kemiskinan
antar generasi, kesehatan yang buruk dan pembangunan yang gagal. WHO (2006)
mencanangkan penilaian status gizi pada balita dengan menggunakan standar tabel
World Health Organitation-National Center for Health Statistik (WHO-NCHS),
yaitu dengan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan panjang badan
atau berat badan. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang simultan,
tidak terpisahkan dan terjadi secara terus menerus.
Pendidikan kesehatan tentang kesehatan adalah salah satu bentuk intervensi untuk
meningkatkan pengetahuan keluarga (Allender, Warner, & Rector, 2012). Metode ini
memungkinkan keluarga dapat mengekspresikan fikiran dan pengetahuannya secara
lebih leluasa. Intervensi ini diharapkan agar keluarga dapat lebih termotivasi dan
mengambil keputusan untuk merawat anggota keluarga. Proses perubahan perilaku
dari individu terlebih dahulu perlu merubah elemen yang mendasari perilaku. Bloom
(1968) membagi perilaku menjadi tiga elemen yaitu pengetahuan, sikap, dan
kelakuan (psikomotor). Pengetahuan sebagai unsur perilaku merupakan faktor
penting berkontribusi pada terjadinya perubahan perilaku. Untuk itu, penambahan
pengetahuan dapat dikatakan sebagai dasar perubahan perilaku tersebut.
Universitas Indonesia
Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan tujuan khusus
3 yaitu kemampuan keluarga merawat anggota keluarganya yaitu : 6).
Mendemonstrasikan kepada keluarga cara pemilihan menu gizi seimbang pada balita,
7). Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengulangi kembali apa yang
telah diajarkan, 8).Memberikan reinforcement positif terhadap usaha yang telah
dilakukan keluarga.
Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 3 dilanjutkan dengan tujuan khusus
4 dan 5 yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan
fasilitas kesehatan yaitu : 9). Mendiskusikan bersama keluarga cara memodifikasi
lingkungan agar mudah mendapatkan makanan bergizi yang beragam, sehat, mudah
dijangkau dan dapat menghemat pengeluaran keuangan keluarga, 10). Memberikan
kesempatan pada keluarga untuk dapat mengungkapkan pendapat keluarga tentang
cara memodifikasi lingkungan, 11). Memberikan pujian atas kemampuan keluarga
memberikan pendapatnya, 12). Membantu keluarga dalam memodifikasi
lingkungannya.
Universitas Indonesia
Hasil Evaluasi :
Pertemuan kedua dan ketiga keluarga telah dapat mencapai tujuan 1 dan 2 yaitu
mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota
keluarganya yang mengalami gizi kurang. Ibu I mengatakan “gizi seimbang adalah
makanan yang diperlukan tubuh sesuai umur anak”. Ibu I mengatakan penyebab
kurang gizi adalah “karena jumlah makan yang kurang, jenis makanan yang tidak
seimbang dan makan tidak teratur”. Ibu I mengatakan tanda dan gejala gizi kurang
adalah “badan kurus, rambut tipis dan mudah tercabut, kulit kering dan kusam”.
Pertemuan kelima dan keenam Ibu I, Nenek N dan Ibu C dapat memilih menu gizi
seimbang dengan baik. Pertemuan keenam perawat melihat ibu I menyediakan menu
seimbang sederhana dan menyajikannya dengan menarik agar anak Ir mau makan,
perawat melihat anak Ir menghabiskan makanannya.
Pertemuan ketujuh dan kedelapan kakek E, nenek N, ibu I dan ibu C memodifikasi
lingkungan untuk menunjang penyediaan gizi seimbang untuk anak Ir khususnya dan
untuk keluarga pada umumnya. Keluarga kakek E bersama-sama menanam tanaman
Universitas Indonesia
dan sayur-sayuran berupa ubi, singkong, sayur bayam, sayur kangkung, tomat.
Pertemuan selanjutnya perawat mengunjungi keluarga di hari bertepatan dengan hari
posyandu di RW 4, perawat melihat ibu I sedang bersiap-siap membawa anak Ir ke
posyandu.
Rencana tindak lanjut : perawat melakukan kunjungan tidak terencana untuk melihat
adanya perubahan perilaku keluarga dalam menyelesaikan permasalahan gizi anak Ir.
Dan melihat kehadiran Ibu I saat berlangsungnya pelaksanaan kegiatan posyandu.
Universitas Indonesia
Masa anak di bawah usia lima tahun (balita) merupakan masa kritis yang akan
menentukan kemampuan intelektual, sikap, nilai dan perilaku di kemudian hari. Pada
masa ini tumbuh kembang baik fisik, mental dan sosial akan terwujud bila
mendapatkan rangsangan atau stimulasi dan perawatan yang tepat. Anak yang
mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Nugroho,
2009).
Bornstein, Putnick, Heslington, Gini, Suwalsky dan Venuti (2008) serta Shonkoff,
Boyce dan McEwen (2009) mengemukakan praktek perawatan keluarga pada anak di
usia lima tahun pertama kehidupannya memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan motorik, bahasa, kognitif dan sosio emosional anak usia balita dan hal
ini merupakan landasan bagi pembangunan masa depan anak. Stimulasi yang
Universitas Indonesia
dilakukan oleh keluarga baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik akan
membawa dampak positif bagi perkembangan balita (Susanto, 2011).
Intervensi Keperawatan :
1). Perawat memulai dengan melakukan TUK 1 dan 2 yakni melakukan diskusi
bersama keluarga terkait kemampuan keluarga mengenal masalah tumbuh kembang
balita dengan menggunakan media lembar balik dan leaflet. Menjelaskan terkait
tumbuh kembang balita, empat kemampuan dasar balita yang harus dipantau,
tahapan perkembangan anak menurut usia, penyebab keterlambatan perkembangan
pada balita, tanda dan gejala keterlambatan perkembangan pada balita, cara
mengatasi keterlambatan perkembangan balita dan akibat dari keterlambatan
perkembangan yang tidak diatasi, 2). Meminta keluarga untuk menyebutkan kembali
empat kemampuan dasar yang harus dipantau pada balita dan cara mengatasi
keterlambatan perkembangan balita, 3). Memberikan reinforcement positif atas
kemampuan keluarga dapat menyebutkan empat kemampuan dasar yang harus
dipantau pada balita dan cara mengatasi keterlambatan perkembangan balita, 4).
Memberi motivasi pada keluarga untuk mengambil keputusan dalam melakukan
perawatan anggota keluarga yang mengalami masalah keterlambatan perkembangan,
5).Memberikan reinforcement positif atas keputusan yang diambil oleh keluarga.
Universitas Indonesia
Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 2 dilanjutkan dengan tujuan khusus
3 yaitu kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah
keterlambatan perkembangan yaitu : 6). Mendemonstrasikan kepada keluarga cara
mengatasi keterlambatan perkembangan balita yaitu dengan melakukan stimulasi
perkembangan, 7). Mengajarkan kepada keluarga cara mendeteksi perkembangan
balita dengan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), 8).
Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk mengulangi kembali apa yang telah
diajarkan, 9).Memberikan reinforcement positif terhadap usaha yang telah dilakukan
keluarga.
Setelah keluarga mampu mencapai tujuan khusus 3 dilanjutkan dengan tujuan khusus
4 dan 5 yaitu kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan
fasilitas kesehatan yaitu : 10). Mendiskusikan bersama keluarga cara memodifikasi
lingkungan untuk mendukung mengatasi permasalahan keterlambatan perkembangan
balita, 11). Memberikan kesempatan pada keluarga untuk dapat mengungkapkan
pendapat keluarga tentang cara memodifikasi lingkungan yaitu dengan cara seluruh
anggota keluarga ikut serta bersama melakukan stimulasi perkembangan pada
keempat aspek perkembangan sesuai usia anak Ir, 12). Memberikan pujian atas
kemampuan keluarga memberikan pendapatnya, 13). Membantu keluarga dalam
memodifikasi lingkungannya.
Hasil Evaluasi :
Pertemuan kedua dan ketiga keluarga telah dapat mencapai tujuan 1 dan 2 yaitu
mampu mengenal masalah dan memutuskan untuk segera merawat anggota
Universitas Indonesia
Rencana tindak lanjut : perawat melakukan kunjungan tidak terencana untuk melihat
adanya perubahan perilaku keluarga dalam mendukung perkembangan anak Ir dan
melihat kehadiran rutin ibu I dan anak Ir pada saat kegiatan BKB+.
Universitas Indonesia
Intervensi yang terkait dengan permasalahan tumbuh kembang balita yang perawat
laksanakan kepada 10 keluarga binaan sebagian besar berkisar pada pendidikan
kesehatan, psikomotor dan terapi modalitas. Pendidikan kesehatan tentang tumbuh
kembang balita, tentang stimulasi perkembangan pada balita, gizi seimbang, ASI
ekslusif dan Makanan Pendamping ASI. Psikomotor berupa stimulasi perkembangan
oleh keluarga dalam kehidupan sehari-hari, cara pengisian KPSP oleh keluarga
terhadap balita di rumah. Terapi modalitas yang diberikan berupa terapi bermain dan
pijat bayi.
Kemandirian Keluarga :
Setelah dilakukan pembinaan pada sepuluh keluarga binaan residen maka terjadi
peningkatan perkembangan balita. Sepuluh orang balita yang pada saat skrining awal
KPSP mempunyai hasil meragukan, saat di skrining akhir, delapan orang balita
perkembangannya sudah sesuai dengan usianya. Dalam hal kemandirian keluarga,
terjadi peningkatan tingkat kemandirian pada 10 keluarga. Hasil yang diperoleh
dicerminkan dalam tingkat kemandirian keluarga pada rentang tingkat kemandirian
III hingga IV. Sebanyak 40 % keluarga berada pada tingkat kemandirian III
(keluarga mampu mengidentifikasi masalah yang dialami dan melakukan perawatan
sederhana yaitu menyelesaikan masalah yang dialami), 60% keluarga berada pada
tingkat kemandirian IV (mampu melakukan pencegahan dengan melakukan
komunikasi secara terbuka dalam keluarga dan mampu melakukan promosi
kesehatan dengan mampu memberikan stimulasi perkembangan pada balita.
Berdasarkan ketuntasan diagnosis keperawatan yang ditemukan dan keberhasilan
kemandirian keluarga pada 10 keluarga binaan selama diberikan asuhan keperawatan
keluarga. Telah terjadi peningkatan kemandirian yang signifikan 6 keluarga pada
kemandirian IV dan 4 keluarga pada tingkat kemandirian III. Tingkat kemandirian I
sudah meningkat ke kemandirian III dan IV, dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut:
Universitas Indonesia
Tabel 4.2
Indikator Dampak Askep Keluarga Berdasarkan Tingkat Kemandirian
Keluarga Kelurahan Sukamaju Baru
Tahun 2014-2015
Universitas Indonesia
Tabel 4.3
Tingkat Kemandirian Keluarga Binaan di Kelurahan Sukamaju Baru
Tahun 2014-2015
Tingkat Tingkat
Kemandirian Kemandirian
Keluarga Binaan Keterangan
Sebelum Setelah
Intervensi Intervensi
1 I IV Kelolaan
2 II IV Resume
3 I IV Resume
4 I III Resume
5 I III Resume
6 I IV Kelolaan
7 I III Resume
8 II IV Resume
9 I III Resume
10 II IV Resume
Tabel 4.2 didapatkan data hasil pencapaian tingkat kemandirian keluarga pada 10
keluarga yang menjadi binaan melalui asuhan keperawatan keluarga yaitu sebesar 6
keluarga (60 %) mencapai tingkat kemandirian IV dan 4 keluarga (40%) pada tingkat
kemandirian III. Rata-rata perubahan tingkat kemandirian keluarga sebesar 2 tingkat
(level). Jika dilihat dari posisi awal tingkat kemandirian keluarga sebelum diberikan
asuhan keperawatan keluarga yaitu 60% pada tingkat kemandirian I dan 40 % tingkat
kemandirian II, maka rerata perubahan tingkat kemandirian keluarga sebesar 2,2
tingkat.
Jumlah keluarga yang hanya mencapai tingkat kemandirian III sebanyak empat
keluarga. Keluarga tersebut belum secara aktif melaksanakan kegiatan promotif
terkait tumbuh kembang balita seperti aktif mencari informasi tentang tumbuh
kembang balita dan antusias bertanya kepada mahasiswa residen saat kunjungan
rumah. Selain itu, keluarga belum aktif melakukan stimulasi perkembangan pada
balitanya yang sehat. Keempat keluarga dengan tingkat kemandirian III tersebut
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Z2 p q Z2 p (1-p)
n = ---------- = --------------
d2 d2
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
Universitas Indonesia
α = derajat kepercayaan
p = proporsi balita dengan risiko keterlambatan tumbuh kembang
d = limit dari error atau presisi absolut
Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z21- /2 = 1,962 atau dibulatkan menjadi
4, maka rumus untuk besar N yang diketahui :
4pq
n = ----------
d2
maka hasil perhitungan didapatkan :
1,962 . 0,025 . 0,828
n = -------------------------
0,05 2
= 32
Terkait dengan hal itu juga residen mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi
kantong masalah permasalahan tumbuh kembang pada balita di Kelurahan Sukamaju
Baru. Identifikasi permasalahan tumbuh kembang balita residen peroleh melalui
Universitas Indonesia
pendekatan dengan key informan yaitu salah seorang ketua kader posyandu yang
senior yang juga merangkap sebagai ketua pokja IV PKK Kelurahan Sukamaju Baru.
Selain itu beberapa data juga residen dapatkan dari guru PAUD dan TK di Wilayah
Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos yaitu PAUD dan TK RW 13 dan RW
14. residen melakukan pengkajian secara langsung dari rumah ke rumah untuk
menggali lebih dalam terkait permasalahan tumbuh kembang balita. Wilayah yang
menjadi fokus pengkajian adalah RW 2, RW 4, RW 6, RW 7, RW 10. Penentuan
lokasi tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kader kesehatan di
Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok yang menyatakan bahwa
di wilayah tersebut terdapat banyak balita.
Berdasarkan hasil survey dan wawancara yang peneliti lakukan saat praktik residensi
di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok didapatkan sebanyak
54,2% keluarga belum mengetahui tentang tumbuh kembang balita, keluarga belum
pernah mendapatkan penyuluhan khusus mengenai tumbuh kembang balita, hanya
sedikit yang disinggung tentang tumbuh kembang balita pada saat kegiatan
penyuluhan gizi pada balita. 57,2% keluarga balita mempunyai sikap yang kurang
baik terhadap tumbuh kembang balita, keluarga menganggap tumbuh kembang pada
balita adalah sesuatu yang biasa dan pasti berjalan seiring waktu sehingga tidak perlu
dihiraukan. 49,6% keluarga berperilaku kurang baik terhadap tumbuh kembang
balita, salah satu contoh tertinggi adalah perilaku keluarga yang terbiasa berbicara
“cadel” kepada balita. Hasil wawancara juga didapatkan jarangnya keluarga
menemani balita bermain bahkan mengurangi waktu balita untuk bermain karena
ingin balita terfokus untuk belajar baca tulis hitung.
Saat melakukan survey, residen juga menggunakan format Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) dalam melakukan skrining atau memeriksa perkembangan
anak dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan balita normal atau adanya
penyimpangan. Penulis mendapatkan 54,5% balita di Kelurahan Sukamaju Baru
mengalami risiko keterlambatan tumbuh kembang.
Universitas Indonesia
Pembenaran :
Berbeda halnya dengan gizi, permasalahan tumbuh kembang balita selama ini masih
dianggap sebagai hal yang tidak perlu dihiraukan karena akan berjalan seiring waktu.
Keluarga yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan asah, asuh dan asih pada
balita didalam kehidupan sehari-hari, masih kurang menyadari arti pentingnya
pemantauan perkembangan balita. Penelitian yang dilakukan oleh Ginsburg (2007)
melaporkan banyak orangtua yang melewatkan kesempatannya untuk terlibat penuh
bersama anak, orangtua lebih fokus pada peningkatan akademisi, padahal bermain
sangat penting untuk perkembangan kognitif, fisik, sosial dan emosional anak.
Penelitian Pan, Rowe, Singer dan Snow (2005) mengidentifikasi perkembangan
kosakata bahasa pada tiap anak berbeda-beda, salah satunya terkait dengan keaktifan
orangtua dalam melakukan komunikasi dengan balita juga harus berdasarkan
keterampilan komunikasi dan psikologis yang sehat pada orangtua.
Universitas Indonesia
Sukamaju Baru Kecamatan Tapos; 2). Pendidikan kesehatan terkait stimulasi tumbuh
kembang balita di RW 4, RW 10, RW 6, RW 8, RW 9, RW 13 Kelurahan Sukamaju
Baru Kecamatan Tapos; 3). Kampanye pentingnya pemantauan tumbuh kembang
balita di seluruh posyandu kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos.
Rencana tindak lanjut : 1). Penyuluhan secara berkala mengenai tumbuh kembang
balita oleh kader sehingga kegiatan ini berkelanjutan, dapat dilakukan saat posyandu
balita di meja keempat; 2). Dilaksanakannya kegiatan kampanye secara berkala; 3).
Perlunya dipasang beberapa spanduk terkait tumbuh kembang balita pada tempat-
tempat strategis yang mudah dilihat oleh masyarakat.
Universitas Indonesia
lingkungan dilakukan oleh pengasuh atau kondisi lingkungan diatur oleh pengasuh
yang memungkinkan anak untuk beradaptasi dan mengejar tujuan”. Selain itu
keluarga juga membantu psychobiological balita sehingga setiap anak mendapatkan
kesempatan serta pengalaman terbaik untuk tumbuh kembang ke arah yang positif.
Kariger, Frongillo, Engle, Britto, Sywulka dan Menon (2012) menyatakan bahwa
perawatan keluarga yang meliputi dukungan untuk belajar atau stimulasi dan sumber
daya pengasuhan merupakan dukungan yang sangat penting bagi tumbuh kembang
balita.
Tabel.4.4.
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Tumbuh kembang Balita
Di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok
Oktober 2014-Mei 2015
Universitas Indonesia
Tabel.4.5.
Sikap Responden Tentang Tumbuh kembang Balita
Di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok
Oktober 2014-Mei 2015
Berdasarkan tabel 4.5 diatas terlihat terjadi peningkatan sikap keperdulian responden
tentang tumbuh kembang balita yang saat sebelum dilakukan intervensi sebesar 56%,
setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi kategori baik yakni 80%.
Tabel.4.6.
Perilaku Responden Terkait Tumbuh kembang Balita
Di Kelurahan Sukamaju Baru Kecamatan Tapos Kota Depok
Oktober 2014-Mei 2015
Berdasarkan tabel 4.6 diatas terlihat terjadi peningkatan perilaku yang baik dari
responden dalam mengasuh balitanya sehari-hari yang sebelumnya hanya 66% saat
ini meningkat menjadi kategori baik yaitu 74%.
Universitas Indonesia
BAB V
PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan perbandingan kesenjangan dan pencapaian hasil dengan
teori, konsep, maupun penelitian terkait. Item yang dibahas dalam bab ini meliputi
analisis kesenjangan dan pencapaian dalam pelaksanaan manajemen pelayanan
keperawatan komunitas, asuhan keperawatan keluarga dan asuhan keperawatan
komunitas pada aggregat balita dengan tumbuh kembang. Selain itu, residen juga
akan membahas keterbatasan serta implikasi hasil praktik terhadap pelayanan dan
penelitian dalam keperawatan komunitas.
Universitas Indonesia
prevalensi gizi buruk sebesar 129 balita (0,11%) (Profil Kesehatan Kota Depok,
2011).
Melihat dari data-data terkait gizi balita di dunia, Indonesia, Jawa Barat dan
khususnya Kota Depok, tidak mengherankan jika pemerintah Kota Depok khususnya
Dinas Kesehatan masih berfokus pada penuntasan permasalahan kasus gizi kurang
dan buruk pada balita. Karena pemasukan gizi pada masa balita akan berdampak
pada kesehatan dan pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Depkes RI
(2007) yang menyatakan bahwa status gizi merupakan indikator dari pertumbuhan
seorang balita, karena pertumbuhan balita dapat dinilai dari status gizinya.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2008) yang
menyimpulkan bahwa tahun pertama kehidupan seorang anak ternyata lebih
memiliki efek jangka panjang bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan. Hal ini
terkait dengan pemasukan gizi yang didapat pada tahun pertama kehidupannya.
UNICEF (2013) mengidentifikasi 165 juta anak di seluruh dunia terhambat
pertumbuhan dan perkembangannya dikarenakan permasalahan gizi.
Kegiatan posyandu yang selama ini sudah sangat berjalan dengan baik dan telah
berfokus pada pemantauan pertumbuhan balita dapat dijadikan langkah awal dalam
Universitas Indonesia
mengajak partisipasi seluruh kader yang telah aktif untuk membentuk kembali suatu
wadah yang berfokus bagi perkembangan balita. Keluarga yang memiliki balita dapat
disosialisasikan bahwa selain hadir pada kegiatan posyandu, keluarga balita juga
diharapkan hadir pada saat kegiatan BKB+.
Dalam hal melakukan pembinaan tumbuh kembang balita serta mendukung peraturan
daerah pemerintahan kota Depok terkait penyelenggaraan kota layak anak,
menghimpun semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah menjadi hal penting.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah mempererat kerjasama lintas sektoral antara
Dinas Kesehatan Kota Depok dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Universitas Indonesia
Keluarga (BPMK) Kota Depok. Hal ini mengingat balita tidak dapat lepas dari
keluarganya. Membina tumbuh kembang balita berarti memberdayakan keluarga
agar mampu mendampingi anak pada masa tumbuh kembangnya. Terkait hal tersebut
koordinasi antara Dinas Kesehatan dan BPMK menjadi hal penting, agar program
masing-masing dinas dan badan tidak berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak
terlaksana dengan baik pada tatanan tingkat bawah.
BKB+ merupakan suatu wadah yang dapat mempersatukan antara kedua program.
Program ini melakukan berbagai aktivitas peningkatan pengetahuan dan
keterampilan orangtua dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak sebagai
bagian dari upaya mempersiapkan keluarga yang berkualitas. Residen memodifikasi
program ini dengan menerapkan penggunaan KPSP kepada keluarga, terlebih dahulu
perawat mengenalkan dan mengajarkan cara penggunaan KPSP, selanjutnya perawat
meminta keluarga untuk mendeteksi perkembangan balitanya setiap minggu dengan
menggunakan KPSP tersebut, disamping pendeteksian menggunakan KKA oleh
kader pendukung saat pertemuan BKB. Selain itu, dalam kegiatan BKB perawat juga
mengajarkan stimulasi perkembangan sesuai rentang usia, selanjutnya perawat
meminta keluarga setiap hari melakukan stimulasi tersebut di rumah. Selanjutnya
kader maupun petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah untuk melihat
pelaksanaan kegiatan stimulasi dan penerapan KPSP yang telah dilakukan oleh
keluarga anggota BKB+ sehari-hari.
Terkait belum optimalnya peran dan fungsi kader dalam melakukan pembinaan
tumbuh kembang balita, Dinas terkait harus lebih intens dalam melakukan
pembinaan tentang hal tersebut. Hal ini karena kader sebagai mediator terdepan
dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua balita,
Universitas Indonesia
menjadi sosok sentral dan ujung tombak dalam melakukan pendekatan, pembinaan,
mentransfer pengetahuan plus memberikan konseling kepada orang tua balita.
Organisasi tidak mungkin berada tanpa komunikasi. Apabila tidak ada komunikasi,
para pegawai tidak dapat mengetahui apa yang dilakukan rekan sekerjanya, pimpinan
tidak dapat menerima masukan informasi, dan para penyedia tidak dapat memberikan
instruksi, koordinasi kerja tidak mungkin dilakukan, dan organisasi akan runtuh
karena ketiadaan komunikasi. Oleh karena itu, komunikasi dalam organisasi
memiliki peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi.
Universitas Indonesia
manajemen, jadi pengawasan bukan hanya akhir dari pengawasan itu tapi
dilaksanakan di seluruh fase dari manajemen.
Universitas Indonesia
dengan asupan gizi yang didapat, terlebih asupan gizi pada usianya saat ini.
Kemenkes RI (2010) menyatakan masa lima tahun pertama kehidupan merupakan
golden period (masa keemasan), window of opportunity (jendela kesempatan) dan
critical period (masa kritis). Masa anak di bawah usia lima tahun (balita) merupakan
masa kritis yang akan menentukan kemampuan intelektual, sikap, nilai dan perilaku
di kemudian hari.
Balita yang dalam kehidupannya sedang mengalami tahapan tumbuh kembang sangat
berisiko mengalami keterlambatan tumbuh kembang bahkan kegagalan tumbuh
kembang jika keluarga tidak menyediakan gizi yang baik dan memberikan stimulasi
yang memadai. Permasalahan yang dialami oleh keluarga ibu I tidak hanya karena
anak Ir yang susah makan, namun juga terkendala oleh keuangan.
Siklus tersebut harus dihentikan. Intervensi yang diberikan yaitu untuk peningkatan
pengetahuan dengan metode diskusi dan penyuluhan langsung. Pencapaian yang
diharapkan dari keluarga pada ranah kognitif efektif melalui metode
penyuluhan/ceramah dan diskusi. Hal ini ditegaskan Notoatmodjo (2007) yaitu
metode ceramah dan diskusi dapat terjadi proses perubahan perilaku kearah yang
diharapkan melalui peran aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran.
Penelitian Juhri (2009) melaporkan pendidikan kesehatan melalui metode
penyuluhan langsung berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pengetahuan.
Tidak hanya melibatkan ibu I, keluarga besar Ibu I juga terlibat dalam proses ini.
Metode ceramah, selain sederhana juga efektif dalam upaya penyampaian informasi
secara cepat kepada kelompok sasaran yang cukup besar, sedangkan metode diskusi
kelompok dapat digunakan untuk penyampaian informasi dengan lebih memberikan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Masa anak di bawah usia lima tahun (balita) merupakan masa kritis yang akan
menentukan kemampuan intelektual, sikap, nilai dan perilaku di kemudian hari. Pada
masa ini tumbuh kembang baik fisik, mental dan sosial akan terwujud bila
mendapatkan rangsangan atau stimulasi dan perawatan yang tepat.
Universitas Indonesia
dijalankan sesuai dengan program yang telah direncanakan (Nasution, 2004). Bloom
(1956) menegaskan perilaku terdiri tida elemen yang mengusunnya yaitu
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan kelakuan / keterampilan (psikomotor).
Elemen awal bagi terciptanya perilaku individu.
Dunia balita yang seharusnya adalah dunia bermain sambil belajar, mengeksplorasi
lingkungan serta menciptakan kreativitas, sangat disayangkan sering terlewatkan
begitu saja tanpa keterlibatan keluarga dalam mendampingi, mengarahkan dan
membimbing balita sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Aspek perkembangan anak dapat ditumbuhkan secara optimal dan maksimal melalui
kegiatan bermain. Mengajak anak-anak bermain pada usia pra sekolah telah terbukti
mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak
Universitas Indonesia
tersebut mengalami malnutrisi. Melalui kegiatan bermain, daya pikir anak terangsang
untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial serta fisik dan psikisnya, bermain
dapat melatih keberanian dan ekspresi emosionalnya dalam segala situasi dan
kondisi. Anak-anak bermain dengan menggunakan seluruh emosinya, perasaannya
dan pikirannya. Kesenangan merupakan salah satu elemen pokok dalam bermain.
Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas tersebut menghiburnya.
5.4. Keterbatasan.
Keterbatasan alat permainan edukatif sebagai fasilitas dalam melakukan stimulasi
perkembangan balita. Pelaksanaan stimulasi perkembangan pada balita lebih baik
dengan menggunakan alat permainan edukatif.
Universitas Indonesia
Adriana, D. (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Afiyanti, Y., & Rachmawati, I.N. (2014). Metodelogi Penelitian Kualitatif Dalam
Riset Keperawatan. Jakarta : Rajawali Pers.
Allender, J.A., & Spradley, B.W. (2005). Community Health Nursing : Promoting
and Protecting The Public Health. 6nd Ed. Philadephia : Lippincott.
Ashar, H., & Latifah, L. (2010). Hambatan Perkembangan Anak Balita di daerah
Endemik GAKY. Magelang.
Bornstein, M.H., Putnick, D.L., Heslington, M., Gini, M., Suwalsky, J.T., Venuti
P. (2008). Mother-child emotional availability in ecological perspective:
three countries, two regions, two genders. Development Psychologhy
44:666-80.
Bowden, V.R., & Greenberg, S.M. (2010). Children And Their Families The
Continuum Of Care. 2nd Ed. Philadelphia : Lippincot.
Bradley, R.H., Caldwell, B.M. (1995). Caregiving and the regulation of child
growth and development: describing proximal aspects of caregiving
systems. 15:38-85.
Universitas Indonesia
Cary & Tomas, C. (2009). A Delphi Study : The Future Of Continuity Of Care In
Infant/ Toddler Childcare Programs. La Verne, California.
Cohen, N.J., Lojkasek, M., Zadeh, Z.Y., Pugliese, M., dan Kiefer, H. (2008).
Children adopted from China : a prospective study of their growth and
development. Journal of Child Psychology and Psychiatry 49:4 458–468
Depkes, RI. (2007). Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Departemen
Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian
Kesehatan RI. Enam Provinsi Sulit Keluar Dari Permasalahan
Kemiskinan Dan Prevalensi Gizi Kurang. (2014
http://gizi.depkes.go.id/. diperoleh 27 maret, 2014).
Fitra, S., Purwanti A., & Puruhita, N. (2011). Pengaruh Stimulasi terhadap
Perkembangan Bicara Anak 1-3 tahun di Daerah GAKY dan Non
GAKY. Sari Pediatri 2013;15(1):10-6.
Universitas Indonesia
Globalpost America’s world news site. Issues That Affect Children In Early
Chillhood Development. (2014 http://everydaylife.globalpost.com/html.
diperoleh 21 Januari, 2014).
Grantham-McGregor, S., Cheung, Y., Cueto, S., Glewwe, P., Richter, L., Strupp,
B.,& The International Child Development Steering Group. (2007).
Developmental potential in the first 5 years for children in developing
countries. The Lancet, 369, 60-70.
Helvie, C.O. (1998). Advance Practice Nursing In The Community. United States
of America : SAGE Publication.
Irianti, E.S (2013). Buku Psikologi Anak : Cara Memberikan Pendidikan Terbaik
Dalam Keluarga Sejak Dini. Jakarta : Academia.Edu
Kadi, F.A., Garna, H & Fadlyana, E. (2008). Kesetaraan Hasil Skrining Risiko
Penyimpangan Perkembangan Menurut Cara Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) dan Denver II Pada Anak Usia 12-14 Bulan
Dengan Berat Lahir Rendah. Bandung : Ilmu Kesehatan Anak, Unpad.
Universitas Indonesia
Kusnaningsih, A. (2008). Peran Keluarga Dalam Stimulasi Dini Pada Anak Usia
1-3 Tahun Di Dukuh Bakungan Kelurahan Jenar Wetan Kecamatan
Purwodadi Kabupaten Purworejo. Universitas Diponegoro.
Lundy, S.K., & Janes.S. (2009). Community Health Nursing Caring for the
public’s Health. 2nd ed. Canada : Jones and Barlett Publishers.
Nahar, B., Hossain, M.I., Hamadani, J.D., Ahmed, T., Huda, S.N., Gregor, S.N.,
& Persson, L.A. (2012). Effects of a community-based approach of food
and psychosocial stimulation on growth and development of severely
malnourished children in Bangladesh: a randomised trial. European
Journal of Clinical Nutrition (2012) 66, 701–709 & 2012 Macmillan
Publishers Limited.
Universitas Indonesia
Pan, B.A., Rowe, M.L., Singer, J.D., dan Snow, C.E. (2005). Maternal Correlates
of Growth in Toddler Vocabulary Production in Low-Income Families.
Child Development, July/August 2005, Volume 76, Number 4, Pages
763 – 782.
Polit & Beck. (2012) Nursing Research : generating and Assessing Evidence for
nursing practice, 9nd Ed, Lippincott : Walters Kluwer.
Potts, N.L., & Mandleco , B.L. (2012). Pediatric Nursing : Caring For Children
And Their Families. USA : Delmar.
Roizen, M.F., & Oz (2010). Raising Your Child : The Owners’s Manual From
First Breath to First Grade. New York : Free Press Published.
Santrock, W.J. (2004). Life-Span Development. 9nd Ed. Americas : The McGraw-
Hill Companies.
Universitas Indonesia
UNICEF Indonesia. The early years, from birth to 5 years old. (2013
http://www.unicef.org/indonesia/children.html. diperoleh 18 Februari,
2014).
UNICEF. Early Childhood Development : the key to a full and productive live.
(2013 http://www.unicef.org/. diperoleh 4 April, 2014).
Walker, S., Chang, S., Powell, C., Simonoff, E., & Grantham-McGregor, S.
(2006). Effects of psychosocial stimulation and dietary supplementation
in early childhood on psychosocial functioning in late adolescence:
Follow-up of randomized controlled trial. British Medical Journal, 333,
472.
Universitas Indonesia
Wong, D.L., & Whaley (2001). Nursing Care Of Infants And Children. Sixth
Edition. St.Louis : Mosby.
Universitas Indonesia
Riwayat Pendidikan
1. Tk Adhyaksa 14 Banda Aceh.
2. SD Negeri 4 Banda Aceh.
3. SLTP Negeri 9 Banda Aceh.
4. SMU Negeri 3 Banda Aceh.
5. S1 Keperawatan PSIK FK Unsyiah Banda Aceh.
6. Program K3S Profesi Ners Banda Aceh.
7. S2 magister keperawatan komunitas Universitas Indonesia (UI).
8. Program spesialis keperawatan komunitas Universitas Indonesia (UI).
Riwayat Pekerjaan
1. Tahun 2007 s/d 2008 : Volunteer Community Health Development Project Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
kerjasama dengan Nursing Faculty Prince of Songklha University
Thailand.
2. Tahun 2007 s/d sekarang : Dosen Akper Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh.
3. Tahun 2007 s/d sekarang : Dosen PSIK FK Universitas Abulyatama Aceh.