Anda di halaman 1dari 22

Central Serous Retinopathy ( CSR )

Latar Belakang

Central serous retinopathy ( CSR ) atau lebih dikenal dengan nama retinopati serosa

sentral adalah suatu kelainan pada retina, tepatnya pada macula lutea, penyakit ini

jarang ditemukan, bersifat unilateral, self limited desease dan ditandai oleh

pelepasan serosa sensorik sebagai akibat dari kebocoran setempat cairan dari

koriokapilaris melalui defek di epitel pigmen retina. Penyakit ini biasanya mengenai

pria berusia muda sampai pertengahan dan mungkin berkaitan dengan kejadian-

kejadian stress kehidupan ( Vaughan et all, 2000 ).

Penjelasan mengenai hal ini adalah karena pria cenderung mempunyai kehidupan

yang lebih stress, paparan terhadap kejahatan lebih tinggi, jam kerja yang lebih

panjang, tanggung jawab keuangan yang lebih besar dan pekerjaan yang lebih

berbahaya ( Chandra Chauhari dr, 2005 ).


Melalui peneletian retrospektif, Haimovici mendapatkan bahwa steroid sistemik dan

kehamilan merupakan faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan

CSR. Faktor resiko lainnya adalah pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol,

hipertensi yang tidak terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik ( Chandra

Chauhari dr, 2005 ).

Anatomi Retina

Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari

lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Merupakan selembar tipis jaringan

saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga

posterior dinding bola mata ( Vaughan et all, 2000 ). Lapisan-lapisan retina mulai

dari sisi dalamnya adalah :

1. Membrane limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju nervus opticus.

3. Lapisan sel ganglion.

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan bipolar

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal.

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel

bipolar dan horizontal dengan fotoreseptor.


7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor.

8. Membrane limitans eksterna.

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epitelium pigmen retina

Gambar Lapisan Retina


Gambar Retina Normal
Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu

reseptor kompleks dan sebagai suatu transducer yang efektif. Sel-sel batang dan

kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu

impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf opticus

dan akhirnya ke korteks penglihatan. Macula bertanggung jawab untuk ketajaman

penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya

adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan antara fotoreseptor

kerucut, sel gangglionnya dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin

penglihatan yang tajam.

Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan

diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan ini adalah

bahwa macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna

( penglihatan otopik ) sedangkan bagian retina yang lainnya, yang sebagian besar

terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan

malam ( skotopik ) ( Vaughan et all, 2000 ).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar yang avaskular pada

retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang

mencetuskan proses penglihatan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh

fotoreseptor kerucut, senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan

penglihatan malam oleh fotoreseptor batang ( Vaughan et all, 2000 ).

Epitel pigmen retina ( RPE ) terbentuk dari satu lapis sel, melekat longgar pada

retina kecuali diperifer ( ora serata ) dan disekitar lempeng optic. RPE ini

membentuk mikrovili yang menonjol diantara lempeng segmen luar sel batang dan

sel kerucut dan menyeimbanginya. Lapisan ini berfungsi memfagosit sisa segmen
eksternal sel batang dan kerucut, memfasilitasi pasase nutrient dan metabolit antara

retina dan koroid, serta berperan dalam regenerasi rodopsin dan opsin sel kerucut,

pigmen visual fotoreseptor yang mengolah kembali vitamin A. RPE juga

mengandung granula melanin yang mengabsorpsi cahaya yang terpencar (James,

Bruce et all , 2003 ).

Definisi

Retinopati serosa sentral ( CSR ) merupakan kelainan pada makula lutea berupa

penimbunan cairan yang mengakibatkan edema makula. Retinopati serosa sentral

terutama terdapat pada dewasa muda. Laki-laki lebih banyak terkena dibanding

wanita terutama yang sedang menderita stress berat, dimana tajam penglihatan

akan turun secara mendadak dengan terdapatnya skotoma sentral dengan

metamorfopsia ( Ilyas S, 2005 ).

Retinopati serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit

dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari kebocoran

cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel pigmen retina

( Vaughan et all, 2000 ) ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Penyebab-penyebab lain bocornya epitel pigmen retina, seperti neovaskularisasi

koroid, inflamasi atau tumor harus dipisahkan untuk membuat diagnosis ( Theng Oh

K. MD, 2010 ).

Retinopati serosa sentral dapat dibagi menjadi dua gambaran klinis yang berbeda.

Secara klasik, retinopati serosa sentral disebabkan oleh satu atau lebih kebocoran
terpisah yang berlainan pada tingkat epitel pigmen retina yang terlihat pada

angiografi fluoresens. Bagaimanapun, saat ini diketahui bahwa retinopati serosa

sentral dapat muncul sebagai disfungsi epitel pigmen retina difus (misal epiteliopati

pigmen retina difus, retinopati serosa sentral kronik, epitel pigmen retina

terdekompensasi) yang ditandai dengan lepasnya retina neurosensorik melewati

area atrofi epitel pigmen retina dan pigmen mottling. Selama angiografi fluoresens

area hiperfluoresens granular yang luas berisi satu atau beberapa kebocoran halus

yang terlihat ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Penyebab

Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa sentral idiopatik yang

artinya penyebabnya tidak diketahui ( Ilyas S, 2005 ).

Kemungkinan berkaitan dengan kejadian-kejadian stress kehidupan (Theng Oh K.

MD, 2010 ).

Retinopati serosa sentral juga dihubungkan dengan kortisol dan kortikosteroid, dan

orang dengan tingkat kortisol lebih tinggi daripada normal juga memiliki

kecenderungan untuk menderita retinopati serosa sentral (Theng Oh K. MD, 2010 ).

Kepribadian tipe A dan hipertensi sistemik dapat berhubungan dengan CSR,

diperkirakan karena peningkatan sirkulasi kortisol dan epinefrin, yang mempengaruhi

autoregulasi dari choroidal sirkulasi (Theng Oh K. MD, 2010 ).

Faktor resiko lainnya adalah pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol, hipertensi yang

tidak terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik.


Kehamilan juga merupakan faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan

CSR ( Chandra Chauhari dr, 2005 ).

Patofisiologi

Kebocoran ( leakage ) pada lapisan epitel pigmen diduga disebabkan oleh kelainan

hormonal dan infeksi oleh virus. Lubang kebocoran ini merupakan suatu pintu masuk

untuk mengalirnya cairan dari bawah lapisan epitel pigmen ke ruangan dibawah

retina sehingga terjadi pengumpulan cairan dibawah retina. Pengumpulan cairan

dibawah retina didaerah macula retina ini menyebabkan penglihatan penderita

sangat terganggu.

Baru sejak ditemukannya ICGA pada tahun 1993, patogenesis CSR telah diketahui

dengan pasti. Kelainan ini disebabkan oleh abnormalitas sirkulasi koroid yang

selanjutnya menyebabkan iskemia koroid, hiperpermeabilitas vascular koroid, RPE

( retinal pigment epithelium ) detachment, dan ablasio retina sensorik. Abnormalitas

sirkulasi koroid ini dihubungkan dengan kondisi hiperkortisolisme seperti kehamilan,

stress dan kepribadian tipe-A, sindrom Cushing, dan pemakaian glukokortikoid

( Chandra Chauhari dr, 2005 ) ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Pada awalnya glukokortikoid merupakan obat pertama yang digunakan secara luas

sebagai terapi CSR. Namun dengan beberapa penelitian didapatkan fakta bahwa

glukokortikoid merupakan suatu factor resiko yang bermakna dalam timbulnya CSR.

Mekanisme patofisiologinya belum diketahui. Penjelasan yang diterima saat ini

adalah pengaruh glukokortikoid terhadap sirkulasi koroid. Aliran darah koroid

diketahui diatur oleh system simpatis dan secara antagonis dengan system
parasimpatik untuk menghambat produksi nitric oxide synthase, suatu modulator

vascular. Interaksi ini menyebabkan spasme pembuluh darah koroid dan iskemia

koroid (James, Bruce et all , 2003 ).

Mortalitas dan Morbiditas

Ablasio retina serosa secara khusus sembuh spontan pada kebanyakan pasien.

Bahkan dengan kembalinya ketajaman penglihatan sentral yang baik, banyak dari

pasien-pasien ini masih terdapat diskromatopsia, hilangnya sensitivitas terhadap

kontras, metamorfopsia atau yang paling jarang adalah niktalopia ( Theng Oh K.

MD, 2010 ).

Pasein dengan retinopati serosa sentral (yang ditandai dengan kebocoran setempat)

memiliki resiko rekurensi 40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya

neovaskularisasi koroid yang muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya

siperkirakan kecil (< 5℅) namun memiliki frekuensi lebih tinggi pada pasien lebih tua

dengan diagnosa retinopati serosa sentral ( Theng Oh K. MD, 2010 ).


Epidemiologi

CSR jarang muncul pada orang Afrika dan Amerika tetapi mungkin sangat parah

pada orang Hispanik dan Asia.

Secara klasik, retinopati serosa sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-

55 tahun dengan kepribadian tipe A. Kondisi ini mempengaruhi laki-laki 6-10 kali

lebih banyak dibandingkan perempuan ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Gejala Klinis

· Pandangan kabur / visus menurun

· Skotoma sentral

· Mikropsia

· Metamorfopsia

· Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras (James, Bruce et all , 2003

) ( Theng Oh K. MD, 2010 ) ( Vaughan et all, 2000 )

Diagnosa dan Pemeriksaan

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan :


· Visus: Penglihatan kabur, turun menjadi 6/9 sampai 6/12, dengan koreksi

lensa positif akan lebih terang atau mendekati normal ( hipermetrop )

· Pemeriksaan eksterna: Konjungtiva, kornea, iris, lensa tampak normal.

· Tekanan bola mata: Normal

Pemeriksaan lainnya adalah :

1. Oftalmoskopi indirek

Tampak ada penonjolan retina didaerah macula retina yang berbentuk bulat lonjong

dengan batas yang jelas. Pada kasus yang jarang terjadi dimana CSR dapat

menyebabkan gumpalan yang memisahkan lapisan retina, mengakibatkan

peningkatan cairan subretina. Akan tampak cairan eksudat berwarna putih kekunin-

kuningan.

Pada kasus tipikal telah menunjukkan lingkaran dangkal atau peninggian oval pada

retina sensoris pada kutub posterior ( Kanski, 1994 ).

Lepasnya lapisan serosa retina neurosensoris, peninggian kubah jernih biasanya

pada daerah perifovea, menyebabkan peningkatan relatif dalam hiperopia,

penurunan yang dihubungkan pada ketajaman penglihatan tak terkoreksi dan

mengubah refleks membran limitans interna ( Newman, NM, 1992 ). Lesi ini

biasanya menghilang secara spontan dalam 3 – 4 bulan ( Spencer, 1985 ).


2. Biomikroskopi slitlamp

Perlu sekali dilakukan dalam menegakkan diagnosa dan menyingkirkan penyebab

lain lepasnya retina sensoris (misal lubang diskus optikus, koloboma diskus optikus,

tumor koroid dan membran neovaskuler subretina). Biomikroskopi menunjukkan

retina sensoris yang terlepas sebagai sesuatu yang transparan dengan ketebalan

yang normal. Terpisahnya retina sensoris yang terlepas tersebut dari epitel pigmen

retina yang mendasarinya dapat diketahui dengan menandai bayangan semu diatas

epitel pigmen retina oleh pembuluh darah retina. Pada kasus tertentu, presipitat-

presipitat kecil dapat dilihat pada permukaan posterior retina sensoris yang terlepas.

Kadang-kadang daerah abnormal pada epitel pigmen retina dapat juga dijumpai

melalui cairan yang bocor dari koriokapiler ke dalam ruang subretina dan pada

beberapa kasus terlepasnya epitel pigmen retina yang kecil dapat dijumpai dalam

lapisan serosa yang lepas. Cairan subretina dapat jernih maupun keruh ( Kanski,

1994 ).

3. Angiografi fluorosens

Walaupun dalam banyak kasus diagnosa dibuat secara klinis, angiografi fluoresens

membantu dalam membuat diagnosa pasti retinopati serosa sentral, dan dalam

menyingkirkan munculnya membran neovaskuler subretina dalam kasus-kasus

atipikal. Pada retinopati serosa sentral terdapat kerusakan sawar retina-darah

bagian luar yang memungkinkan lewatnya molekul fluoresens bebas ke dalam ruang

subretina. ( Khurana, AK, 1998 ) ( Kanski, 1994 ).

Pada angiografi ada 2 pola yang terlihat :


a. Gambaran kumpulan-asap (smoke-stack)

Selama fase awal perpindahan zat kontras, bintik hiperfluoresens muncul yang

kemudian membesar secara vertikal. Selama fase vena lambat, cairan memasuki

ruang subretina dan naik secara vertikal (seperti kumpulan asap) dari titik kebocoran

sampai mencapai batas atas lepasannya. Zat kontras kemudian menyebar ke lateral

mengambil bentuk mushroom atau payung, sampai keseluruhan area yang lepas

terisi ( Kanski, 1994 ).

b. Gambaran noda tinta (ink-blot)

Kadang-kadang dapat terlihat pada bintik hiperfluoresens pertama yang berangsur-

angsur bertambah ukurannya sampai seluruh ruang subretina terisi.


Fluorescein angiography pada awal fase recirculation pasien dengan
neurosensory terlokalisasi detasemen di makula dari pusat serosa
chorioretinopathy. Catatan hyperfluorescence fokus.

Fluorescein angiography pada akhir fase recirculation pasien yang sama


seperti pada gambar di atas. Perhatikan kebocoran distribusi fluorescein
pewarna dalam neurosensory detasemen.

4. Optical Coherence Tomography (OCT)

OCT merupakan pemeriksan yang sangat akurat untuk mendiagnosa CSR, terutama

bila pemisahan lapisan retina yang dangkal. Bahkan pada beberapa kasus dapat

memperlihatkan titik kebocoran.

Diagnosa Banding

· Degenerasi makula terkait-usia

· Edema makula Irvine-Gass

· Lubang makula

· Membran neovaskular subretina


· Neovaskularisasi koroid

· Ablasio retina eksudatif

· Penyakit Vogt-Koyanagi-Harada ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Terapi

Medikamentosa

1. Karena CSR ini merupakan self limited desease, maka tanpa pengobatan pun

akan sembuh sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat

menutupnya lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah

vitamin dalam dosis yang cukup.

Penatalaksanaan CSR yang banyak dianut saat ini adalah observasi selama 3-4

bulan sambil menunggu resolusi spontan. Biasanya penyakit ini akan sembuh dalam

waktu 8-12 minggu ( Chandra Chauhari dr, 2005 ).

2. Asetazolamid sebagai terapi pertama kali dikemukakan oleh Pikkel pada tahun

2002. percobaan ini didasarkan pada fakta bahwa asetazolamid terbukti efektif untuk

mengurangi edema macula yang disebabkan oleh tindakan operasi dan berbagai

kelainan intraocular lainnya. Penelitian pikkel ini membuktikan asetazolamid dapat

memperpendek waktu resolusi klinis, tetapi tidak berdampak terhadap tajam

penglihatan akhir dan rekurensi CSR ( Chandra Chauhari dr, 2005 ).


Non Medikamentosa

Jika penderita belum sembuh, maka dilakukan pengobatan dengan koagulasi sinar

laser yang bertujuan untuk menutup lobang kebocoran dilapisan epitel pigmen.

Keuntungan melakukan koagulasi ini adalah memperpendek perjalanan penyakit

dan mengurangi kemungkinan kekambuhan tetapi tidak berpengaruh terhadap tajam

penglihatan akhir ( Ilyas S, 2004 ).

Fotokoagulasi laser Argon yang diarahkan kebagian yang bocor akan secara

bermakna mempersingkat durasi pelepasan retina sensorik dan mempercepat

pemulihan penglihatan sentral, tetapi tidak terdapat bukti bahwa fotokoagulasi yang

segera dilakukan akan menurunkan kemungkinan gangguan penglihatn permanent.

Walaupun penyulit fotokoagulasi laser retina sedikit, terapi fotokoagulasi laser

segera sebaiknya tidak dianjurkan untuk semua pasien CSR. Lama dan letak

penyakit, keadaan mata yang lain, dan kebutuhan visual okupasional merupakan

factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan pengobatan ( Vaughan

et all, 2000 ).

Dalam menggunakan fotokagulasi laser, dilakukan dua sampai tiga kali penyinaran

tepat di sisi yang bocor, dengan ukuran titik sinarnya adalah 200µm. dilakukan

penyinaran selama 0,2 detik dan dengan intensitas yang ringan untuk menghindari

kerusakan RPE yang lebih lanjut. Kontraindikasi pengobatan ini adalah apabila sisi

kebocorannya dekat dengan FAZ atau tepat di bagian FAZ ( Kanski, 1994 ).
Indikasi fotokoagulasi laser adalah :

1. CSR yang berulang

2. CSR sesudah 12 minggu belum membaik

3. Visus penderita semakin terganggu dan penderita tidak bisa bekerja untuk

melakukan pekerjaan yang penting.

4. Timbulnya deficit visual permanent pada mata disebelahnya

5. Munculnya tanda-tanda kronik seperti perubahan kistik pada retina sensorik

atau abnormalitas RPE ( retina eigment epithelium ) yang luas.

Komplikasi

 Sebagian kecil pasien mengalami neovaskularisasi koroid pada tempat

kebocoran dan bekas laser. Pengamatan retrospektif kasus ini menunjukkan

bahwa setengah dari pasien-pasien tersebut mungkin memiliki tanda-tanda

neovaskularisasi koroid semu pada saat pengobatan. Pada pasien yang lain,

resiko neovaskularisasi koroid mungkin meningkat dengan pengobatan laser

( Theng Oh K. MD, 2010 ).

 Ablasio retina bulosa akut dapat muncul sebaliknya pada pasien sehat

dengan retinopati serosa sentral. Gambarannya dapat menyerupai penyakit

Vogt-Koyanagi-Harada, ablasio retina regmatogenus, atau efusi uvea.


Sebuah laporan kasus telah melibatkan penggunaan kortikosteroid pada

retinopati serosa sentral sebagai faktor yang meningkatkan kemungkinan

pembentukan fibrin subretina. Mengurangi dosis kortikosteroid secara

bertahap akan menghasilkan perbaikan pada ablasio retina serosa ( Theng

Oh K. MD, 2010 ).

 Dekompensasi epitel pigmen retina akibat serangan berulang akan berakibat

atrofi epitel pigmen retina dan berikutnya atrofi retina. Dekompensasi epitel

pigmen retina adalah manifestasi retinopati serosa sentral namun dapat juga

dianggap sebagai komplikasi jangka panjang ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

Prognosis

Sekitar 80 % mata dengan CSR mengalami resorpsi spontan cairan subretina dan

pemulihan ketajaman penglihatan normal dalam waktu 6 bulan setelah awitan gejala

. Namun, walaupun ketajaman penglihatan normal, banyak pasien mengalami defek

penglihatan permanent,misalnya penurunan ketajaman kepekaan terhadap warna,

mikropsia, dan skotoma relative. 20% – 30 % akan mengalami sekali atau lebih

kekambuhan penyakit, dan pernah dilaporkan adanya penyulit termasuk

neovaskularisasi subretina dan edema macula sistoid kronik pada pasien yang

sering dan berkepanjangan mengalami pelepasan serosa ( Vaughan et all, 2000 )

( Kanski, 1994 ).
Ketajaman penglihatan cenderung kembali normal. Jika gejala secara khusus

mengganggu, fotokoagulasi laser dapat menurunkan lamanya waktu untuk resolusi (

Newman, NM, 1992 ).

Saran Untuk Pasien

 Jika memungkinkan, pasien harus menghindari situasi yang menekan. Pasien

partisipasi dalam kegiatan mengurangi stres (misalnya, olahraga, meditasi,

yoga) sangat dianjurkan.

 Bukti baru-baru ini seseorang dengan CSCR hipertensi sistemik, tapi tidak

diketahui apakah berhati-hati mengendalikan hipertensi sistemik akan

mengurangi insiden CSCR ( Theng Oh K. MD, 2010 ).

KESIMPULAN

Retinopati serosa sentral ( CSR ) merupakan kelainan pada makula lutea berupa

penimbunan cairan yang mengakibatkan edema makula. Retinopati serosa sentral

terutama terdapat pada dewasa muda. Laki-laki lebih banyak terkena dibanding

wanita terutama yang sedang menderita stress berat, dimana tajam penglihatan

akan turun secara mendadak dengan terdapatnya skotoma sentral dengan

metamorfopsia.
Pasien biasanya mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan, melihat

benda serasa menjadi lebih kecil, penurunan penglihatan warna dan kontras dll.

Karena penyebab pasti belum diketahui, dan diduga berhubungan dengan stress

dalam kehidupan, maka edukasi pada pasien Central Serous Retinopathy adalah

jika memungkinkan, pasien harus menghindari situasi yang menekan. Pasien

berpartisipasi dalam kegiatan mengurangi stres (misalnya, olahraga, meditasi, yoga)

sangat dianjurkan. Walaupun harus diwaspadai juga penyebab lainnya seperti

penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama, hipertensi sistemik, kehamilan,

kepribadian tipe A, pemakaian antibiotik, konsumsi alkohol, hipertensi yang tidak

terkontrol, dan penyakit saluran nafas alergik.

Adapun penatalaksanaannya meliputi non medikamentosa dan medikamentosa.

Karena CSR ini merupakan self limited desease, maka tanpa pengobatan pun akan

sembuh sendiri. Obat yang diberikan pun hanya obat yang dapat mempercepat

menutupnya lubang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Obat yang diberikan adalah

vitamin dalam dosis yang cukup. Juga Asetazolamide efektif untuk mengurangi

edema macula yang disebabkan oleh tindakan operasi dan berbagai kelainan

intraocular lainnya.

Untuk terapi non medikamentosa adalah koagulasi sinar laser yang bertujuan untuk

menutup lobang kebocoran dilapisan epitel pigmen. Serta memanajemen stress

serta faktor penyebab lain dari penyakit ini.

Prognosis dari Central Serous Retinopathy adalah sekitar 80 % mata dengan CSR

mengalami resorpsi spontan cairan subretina dan pemulihan ketajaman penglihatan

normal dalam waktu 6 bulan setelah awitan gejala . Namun, walaupun ketajaman
penglihatan normal, banyak pasien mengalami defek penglihatan

permanent,misalnya penurunan ketajaman kepekaan terhadap warna, mikropsia,

dan skotoma relative. 20% – 30 % akan mengalami sekali atau lebih kekambuhan

penyakit, dan pernah dilaporkan adanya penyulit termasuk neovaskularisasi

subretina dan edema macula sistoid kronik pada pasien yang sering dan

berkepanjangan mengalami pelepasan serosa...

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, The Retina: gross anatomy, available at www.retina.anatomy.upenn.edu)

Anonim, Central Serous Chorioretinopathy, available at www.mvretina.com

Ilyas, S; Retinopati Serosa Sentral : Penuntun Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga; Balai
Penerbit FK-UI; Jakarta, 2005; hal 116

Ilyas, S; Retinopati Serosa Sentral : Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga; Balai Penerbit
FK-UI; Jakarta, 2004; hal 197-198

Ilyas, S; Retinopati Serosa Sentral : Sari Ilmu Penyakit Mata; Balai Penerbit FK-UI;
Jakarta, 2000; hal 126

Khurana, AK; Central Serous Retinopathy (CSR) : Ophthalmology; New Age


International (P) Limited, 3rd reprint; India, 1998; hal 272
Kanski; Central Serous Retinopathy : Clinical Ophthalmology 3rd edition; Butterworth-
Heinemann; 1994; hal 398-399

Newman, NM; Macular Disorders : Neuro-Ophthalmology a practical text; Appleton &


Lange; Connecticut, 1992; hal 85-86

Spencer; Central Serous Chorioretinopathy (Central Serous Retinopathy) :


Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook 3 rd edition; The American Academy of
Ophthalmology, WB Saunders Company; 1985; hal 1017-1018

Theng Oh K. MD; Folk J. MD; Chorioretinopathy, Central Serous; article available at:
www.emedicine.com, medscape; Feb 16 2010.

Vaughan, DG ; Retina (Anatomi & Embriologi Mata) & Korioretinopati Serosa


Sentralis (Retina & Tumor Intraokular) : Oftalmologi Umum edisi 14; Penerbit Widya
Medika; Jakarta, 2000; hal 13-14, 197-200

Wahyuni, Ningrum, Central Serous Chorioretinopathy, 2009, available at


http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/06/29/central-serous-chorioretinopathy/

Anda mungkin juga menyukai