Anda di halaman 1dari 18

Format Tugas Laporan Tutorial

Nama : Nazirah

Nim : 17171079

Kelompok : 6 (Enam)

Tutor : dr. Ery Ananda, Sp.THT-KL

Skenario ke- : 2 (Dua)

Blok : 21 (Elektif)

I. Seven Jumps

Langkah I : Identifikasi Istilah

1. DVI

2. Rekontruksi

3. Disaster management

4. Incident commander

Jawaban:

1. DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu istilah atau definisi yang diberikan sebagai

sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal akibat bencana massal yang dapat

dipertanggungjawabkan secara sah oleh hukum dan ilmiah serta mengacu pada standar baku

Interpol DVI Guideline. Tim DVI terdiri dari dokter spesialis forensik, dokter gigi, ahli

anthropology (ilmu yang mempelajari tulang), kepolisian, fotografi, dan ahli DNA. Disaster

Victim Identification (DVI) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat

bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu pada standar

baku Interpol. Proses DVI menggunakan bermacam-macam metode dan teknik. Interpol telah
menentukan adanya Primary Identifiers yang terdiri dari analisis sidik jari, rekam analisis

kedokteran gigi forensik, dan analisis DNA, sedangkan Secondary Identifiers terdiri atas

medical data (M), property (P) dan photography (PG).

2. Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada

wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran

utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya hukum

dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan

usaha serta langkah-langkah nyata yang terencana dengan baik, konsisten dan berkelanjutan

untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan

baik tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya

kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya

peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di

wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi

fisik dan program rekonstruksi non fisik.

3. Disaster management atau Manajemen Bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan

untuk mengendalikan bencana dan keadaan daruat, sekaligus memberikan kerangka kerja

untuk menolong masyarakt dalam keadaan beresiko tinggi agar dapt menghindari ataupun

pulih dari dampak bencana. Manajemen bencana merupakan serangkaian kegiatan yang

dilasanakan dalam rangka usaha pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan

pemulihan yang berkaitan dengan kejadian bencana. Manajemen bencana dilakukan dengan

tujuan untuk mengurangi kerugian dan risiko yang mungkin terjadi dan mempercpat proses

pemulihan pasca bencana.


4. Incident commander (ICS) adalah model perangkat untuk komando, pengendalian dan

koordinasi tindakan penanggulangan dan mengkoordinir usaha-usaha yang dilakukan pihak-

pihak yang terkait untuk mencapai tujuan menstabilkan insiden dan melindungi jiwa, harta

benda, dan lingkungan hidup. ICS dapat digunakan untuk menanggulangi semua jenis

keadaan darurat mulai dari kecelakaantunggal kendaraan bermotor sampai pada

kecelakaan/bencana alam skala besar yang memerlukanketerlibatan dan kerjasama berbagai

pihak baik di internal perusahaan maupun dari luar perusahaanseperti instansi pemerintahan

yang terkait.

Langkah II : Identifikasi Masalah

1. Sebutkan fase-fase dalam terjadinya bencana alam

2. Fungsi dan tugas incident commander

Langkah III : Analisis Masalah

1. Sebutkan fase-fase dalam terjadinya bencana alam

Secara garis besar terdapat empat fase bencana, yaitu:

Fase Mitigasi: upaya mengurangi dampak negatif bencana. Contoh: zonasi dan pengaturan

bangunan (kode bangunan), analisis kerentanan; pembelajaran umum.

Fase Preparadness: merencanakan bagaimana menaggapi bencana. Contoh: merencanakan

kesiagaan; latihan keadaan darurat, sistem peringatan.

Fase respon: upaya pengurangan kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh:

pencarian dan pertolongan; tindakan darurat,

Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan

sementara, bantuan keuangan; perawatan kesehatan.


Keempat fase manajemen bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau tidak terpisah, atau

tidak harus dilaksanakan dengan urutan seperrti tersebut diatas. Fase-fase saling tumpang

tindih dan lama berlangsungnya setiap fase tergantung pada kehebatan atau kerugian

kerusakan yang disebabkan oleh bencana itu. Dengan demikian, berkaitan dengan tindakan

penetrasi di dalam setiap fase itu, kita perlu memahami dari setiap bencana yang mungkin

terjadi.

2. Fungsi dan tugas incident commander

Tugas dan fungsi dari Incident Command yaitu :

• Menentukan tujuan, strategi dan prioritas penanganan insiden

• Menjalankan tanggungjawab keseluruhan penanganan insiden

Operations

• Menentukan taktik dan sumberdaya untuk mencapai tujuan

• Mengarahkan taktik untuk respons

Planning
• Mengumpulkan dan menganalisa informasi

• Tracking/menelusuri sumberdaya

• Memelihara/menjaga pendokumentasian.

Logistics

• Menyediakan sumberdaya dan pelayanan yang diperlukan

Finance/ Administration

• Bertanggungjawab untuk hal-hal yang terkait dengan pembiayaan, pengeluaran,

kompensasi

• Pengadaan sumberdaya yang diperlukan


Langkah IV : Strukturisasi
Emergency respon

Hujan sejak 1 minggu Penyebab


yang lalu Dengan menyiapkan
team first responder
Tindakan yang di
pernah di lakukan lakukan pemerintah
Pelatihan Disaster Search and rescue (SAR)
Upaya prepardness
Management di seluruh
Kabupaten/Kota
Disaster victim
Mitigasi bencana identification (DVI)

Banjir bandang di
Aceh Tengah
Rabu, 17/05/2020
Bertindak
sebagai incident
commander
tanggap darurat
Gubernur Bupati

Menyiapkan
Kondisi
Menetapkan incident
Tanggap
sebagai
Darurat Recontruction
Rehabilitasi
incident
Langkah V : Learning Objective

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Tim apa saja yang perlu dibentuk untuk merespon bencana

di masa tanggap darurat.

2. Mahasiswa mampu menyebutkan apa yang harus dilakukan oleh Tim siaga bencana untuk

melakukan penanganan pasca bencana di desa tersebut.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan apa saja tugas tim penyelamatan/ rescue (Prinsip

penyelamatan/ rescue) dan tugas tim layanan gawat darurat medis.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan apa yang harus disiapkan oleh tim untuk menolong dirinya

dan orang lain.

5. Mahasiswa mampu menyebutkan peran incident command system.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kepemimpinan dan system informasi kesehatan dan

koordinasi dalam respon terhadap bencana.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip DVI (Disaster Victim Identification).


Langkah VII : Sintesis hasil belajar mandiri sesuai LO, sebutkan
sumbernya ditiap paragraf bahasan

1. Mahasiswa mampu menjelaskan Tim apa saja yang perlu dibentuk untuk merespon bencana

di masa tanggap darurat.

Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang tergabung dalam

suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:

a.) Tim Reaksi Cepat

b.) Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)

c.) Tim Bantuan Kesehatan

Sebagai coordinator Tim adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

(mengacu Surat Kepmenkes Nomor 066 tahun 2006).

a.) Tim Reaksi Cepat

Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada

informasi kejadian bencana, terdiri dari:

1.) Pelayanan Medik

 Dokter Umum/BSB : 1 Orang

 Dokter Sp. Bedah : 1 Orang

 Dokter Sp. Anestesi : 1 Orang

 Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar) : 2 Orang


 Tenaga Disaster Victims Identification (DVI) : 1 Orang

 Apoteker/ Ass. Apoteker : 1 Orang

 Sopir Ambulans : 1 Orang

2.) Surveilans Epidemiologi/Sanitarian : 1 Orang

3.) Petugas Komunikasi : 1 Orang

b.) Tim RHA

Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul

dalam waktu kurang dari 24 jam, terdiri dari:

1.) Dokter Umum : 1 Orang

2.) Epidemiolog : 1 Orang

3.) Sanitarian : 1 Orang

c.) Tim Bantuan Kesehatan

Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi Cepat dan Tim

RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di lapangan, terdiri dari:

1.) Dokter Umum

2.) Apoteker dan Asisten Apoteker

3.) Perawat (D3/ S1 Keperawatan)

4.) Perawat Mahir


5.) Bidan (D3 Kebidanan)

6.) Sanitarian (D3 kesling/ S1 Kesmas)

7.) Ahli Gizi (D3/ D4 Kesehatan/ S1 Kesmas)

8.) Tenaga Surveilans (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas)

9.) Entomolog (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas/ S1 Biologi)

(Sumber : Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis

Kesehatan Akibat Bencana. Indonesia: Departemen Kesehatan RI; 2007.)

2. Mahasiswa mampu menyebutkan apa yang harus dilakukan oleh Tim siaga bencana untuk

melakukan penanganan pasca bencana di desa tersebut.

Struktur Tim Kerja JITU-PB terdiri dari: Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang

didukung oleh Tim Pengumpul Data. Ketentuan tentang tim kerja JITU-PB diuraikan

sebagai berikut:

a.) Tim Pengarah

Tim pengarah bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis dalam

perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan JITU-PB. Untuk JITU-PB yang dipimpin

oleh BNPB, tim pengarah terdiri dari: satu orang pejabat minimal setingkat direktur di

kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi di BNPB, satu orang pejabat minimal setingkat

direktur di kementerian/lembaga yang paling relevan termasuk didalamnya bidang

pendataan dan statistic dan satu orang wakil dari forum pengurangan risiko bencana atau
forum masyarakat sipil yang relevan. Satu orang pejabat minimal setingkat direktur di

Kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi di BNPB menjadi koordinator tim pengarah.

b.) Tim Pelaksana

Tim pelaksana secara umum bertanggung jawab untuk: (1) Merencanakan dan

mempersiapkan pelaksanaan JITU-PB; (2) Memimpin dan mensupervisi proses

pengumpulan data; (3) Melakukan pengolahan dan analisis data; (4) Menyusun

pelaporan. Tim pengolahan, analisis data dan pelaporan bertanggung jawab untuk

memproses (mengolah) data dan informasi yang diperoleh dari lapangan baik data

penilaian kerusakan dan kerugian maupun data pengkajian gangguan terhadap akses,

proses/fungsi dan kerentanan, menganalisis data tersebut dan melakukan proses

penyusunan laporan. Koordinator tim memimpin dan mensupervisi proses pengolahan,

analisis data dan pelaporan.

Tim Pengumpul data bertanggung jawab kepada Tim Pelaksana dan bertugas

mengumpulkan data sekunder melalui kajian dokumen atau data sekunder, dan data primer

melalui pendataan, observasi, wawancara informan kunci, survey, dan diskusi kelompok

terfokus. Jumlah tim pengumpulan data bergantung pada luasnya daerah terdampak bencana,

sampling wilayah, jumlah responden, sebarannya dan partisipan yang ingin dilibatkan.

(Sumber : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi. Modul 2

Manajemen Penanggulangan Bencana. Bandung: Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Sumber Daya Air dan Konstruksi; 2017.)


3. Mahasiswa mampu menjelaskan apa saja tugas tim penyelamatan/ rescue (Prinsip

penyelamatan/ rescue) dan tugas tim layanan gawat darurat medis.

Dalam hal menangani/menanggulangi keadaan darurat khususnya di lingkungan industry,

diperlukan usaha bersama dari seluruh Tim Penyelamat (Rescue Team). Untuk itu

kelompok-kelompok Tim Penanggulangan Keadaan Darurat harus sudah dibentuk/dibuat

menurut nama khusus, tindakan-tindakan dan kepada siapa harus dilaporkan dan koordinasi

apa yang ada. Kelompok-kelompok yang bisa dibentuk diantaranya:

a.) Pusat Koordinator selaku Pos Komando

b.) Tim penyelamat yang berpengalaman di bidang Pertolongan Pertama

c.) Tim/regu pemadam kebakaran

d.) Keamanan (Satuan Pengamanan/SATPAM)

e.) Anggota staff lain yang dipilih

Tim Rescue Segera menuju ke tempat kejadian untuk mencari, menolong, melakukan

dekontaminasi dan mengamankan korban. Untuk mengukur kesiapan dan keandalan dari

seluruh sarana penanggulangan keadaan darurat yang ada, serta kesiapan Tim

Penanggulangan Keadaan Darurat (diantaranya Regu Penanggulangan dan Rescue, Regu

medis dan lain-lain) dalam menangani keadaan darurat.

Prinsip Safety:

a.) Do no further harm

b.) Safety diri saat respons kelokasi.

Pengaman, rotator, sirine, persiapan pada kendaraan, parker 15-30 m dari lokasi

c.) Safety diri ditempat kejadian.

Minimal berdua. Koordinasi, cara mengangkat pasien, proteksi diri


d.) Safety lingkungan

Waspada

(Sumber : Kristiana S. Gambaran Pelaksanaan Sistem Tanggap Darurat Sebagai Upaya

Kesiapan Karyawan Dalam Menghadapi Keadaan Darurat Di PT Petrokimia Gresik.

[Laporan Kasus]. Surakarta: Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.)

4. Mahasiswa mampu menjelaskan apa yang harus disiapkan oleh tim untuk menolong dirinya

dan orang lain.

Persiapan dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan kegiatan latihan kesiapsiagaan.

Dalam persiapan ini yang terutama dilakukan adalah:

• Briefing-briefing untuk mematangkan perencanaan latihan. Pihak-pihak yang perlu

melakukan briefing antara lain tim perencana, peserta simulasi, dan tim evaluator/observer.

Informasi penting yang harus disampaikan selama kegiatan ini, yakni:

Waktu: alur waktu dan durasi waktu simulasi yang ditentukan sesuai PROTAP/ SOP

simulasi.

Batasan Simulasi: batasan-batasan yang ditentukan selama simulasi, berupa apa yang dapat

dan tidak dapat dilakukan selama simulasi.

Lokasi: tempat di mana simulasi akan dilakukan.

Keamanan: hal-hal yang harus dilakukan untuk keamanan simulasi dan prosedur darurat

selama simulasi.
• Memberikan poster, leaflet, atau surat edaran kepada siapa saja yang terlibat latihan

kesiapsiagaan.

• Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan pendukung, khususnya yang berkaitan dengan

keselamatan masyarakat. Misalnya, gedung dan fasilitas medis, persediaan barang-barang

untuk kondisi darurat, dan lain-lain.

• Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di tempat umum yang mudah dilihat semua

orang.

1. DEKATI ORANG YANG MUNGKIN MEMBUTUHKAN BANTUAN

» Dekatilah orang-orang yang mungkin memerlukan bantuan.

» Dekatilah orang-orang secara sopan dan sesuaikan dengan budaya mereka.

» Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan organisasi Anda.

» Tanyakan apakah ada yang bisa Anda lakukan.

» Jika memungkinkan, cari tempat yang aman dan tenang untuk berbicara.

» Bantulah orang tersebut untuk membuat diri mereka merasa nyaman.

Contohnya: menawarkan segelas air.

» Cobalah untuk menjaga mereka agar tetap merasa aman.

» Jika memungkinkan dan aman untuk dilakukan, jauhkan orang tersebut dari bahaya.

» Lindungi orang tersebut dari tereksposnya mereka oleh media untuk menjaga privasi dan

harga diri mereka.


» Jika orang tersebut dalam kondisi sangat tertekan, pastikan ia tidak sendiri.

2. TANYAKAN KEBUTUHAN DAN KEKHAWATIRAN MEREKA

» Walaupun kebutuhan sebagian orang akan nampak jelas, seperti selimut atau pakaian

untuk orang yang pakaiannya rusak, selalu tanyakan apa yang mereka butuhkan dan mereka

khawatirkan

» Cari tahu hal terpenting bagi mereka pada saat itu dan bantu menyusun prioritas mereka

3. DENGARKAN MEREKA DAN BANTULAH MEREKA AGAR MERASA TENANG

» Berada di dekat mereka

» Jangan memaksa seseorang untuk bicara

» Selalu dengarkan mereka saat mereka hendak bicara

» Jika mereka sangat tertekan, tenangkan mereka dan

jangan tinggalkan mereka sendirian

(Sumber : Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan Bencana, Membangun Kesadaran,

kewaspadaan dan Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana)

5. Mahasiswa mampu menyebutkan peran incident command system.

Menjelaskan tentang prinsip-prinsip DVI

DVI ( Disaster Victim Identification ) adalah suatu definisi yang diberikan sebagai sebuah

prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang

dapat dipertanggung-jawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol. Adapun proses
DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu dengan yang

lainnya, yang terdiri dari ‘The Scene’, ‘The Mortuary’, ‘Ante Mortem Information

Retrieval’, ‘Reconciliation’ and ‘Debriefing’ . 2,3,4 Dalam melakukan proses tersebut

terdapat bermacam-macam metode dan tehnik identifikasi yang dapat digunakan. Namun

demikian Interpol menentukan Primary Indentifiers yang terdiri dari Fingerprints, Dental

Records dan DNA serta Secondary Indentifiers yang terdiri dari Medical, Property dan

Photography . Prinsip dari proses identifikasi ini adalah dengan membandingkan data Ante

Mortem dan Post Mortem , semakin banyak yang cocok maka akan semakin baik. Primary

Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan Secondary

Identifiers

(Sumber : Repository Universitas Sumatra Utara)

6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kepemimpinan dan system informasi kesehatan dan

koordinasi dalam respon terhadap bencana.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi

kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terintegrasi untuk

mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.


Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan pembangunan

kesehatan yang disusun dalam Sistem Kesehatan Nasional. Komponen pengelolaan kese-

hatan tersebut dikelompokkan dalam tujuh subsistem, yaitu :

1. Upaya kesehatan

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan

3. Pembiayaan kesehatan

4. Sumber daya manusia kesehatan

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, dan

7. Pemberdayaan masyarakat.

(Sumber : Repository Universitas Sam Ratulangi)

7. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip DVI (Disaster Victim Identification).

Tujuan utama pemeriksaan identifikasi pada kasus musibah bencana massal adalah untuk

mengenali korban. Disaster Victim Identification (DVI) adalah suatu definisi yang diberikan

sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara

ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu pada standar buku Interpol. Proses

DVI meliputi 5 fase yang pada setiap fase memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

Proses DVI menggunakan bermacam-macam metode dan teknik. Interpol telah menentukan

adanya Primary Identifier yang terdiri dari fingerprint (FP), dental records (DR) dan DNA

serta Secondary Identifiers yang terdiri dari medical (M), Property (P) dan photography
(PG), dengan prinsip identifikasi adalah membandingkan data antemortem dan postmortem.

Primary Identifiers mempunyai nilai yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan

secondary Identifier.

(Sumber : Prawestiningtyas E, Algozi AM. Forensic Identification Based on Both

Primary and Secondary Examination Priority Victim Identifier on Two Different Mass

Disaster Cases. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2009;25(2):87-94.)

Rubrik Penilaian Tutorial Online

2 1 0
Langkah I-IV seven jumps Langkah I-IV seven jumps Tidak membahas pokok
searah, sesuai pokok bahasan keluar dari pokok bahasan bahasan
tapi masih sesuai tema
Langkah V: Seluruh LO Langkah V; hanya memenuhi Langkah V; tidak mengenai
terpenuhi disertai 2-3 LO LO sama sekali
penambahan LO sesuai
pokok bahasan
Seluruh hasil sintesis valid, Hasil sintesis ada yang valid Seluruh sintesis tidak valid
sesuai referensi ada yang tidak atau tidak menyebutkan
referensi
Seluruh pembahasan sintesis Sebagian pembahasan Pembahasan sama sekali
sesuai LO sintesis sesuai LO tidak sesuai LO
Pembahasan sintesis tidak Dijumpai plagiat sebagian Plagiat total
plagiat dengan teman kelompok

Penilaian Tutorial : total poin x 10

Anda mungkin juga menyukai