Oleh :
LINA ULFA KUSUMASTUTI (15.01.012)
i
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Penulis
v
ABSTRAK
Laporan ini berisi beberapa penjelasan proses pengolahan gula di Pabrik
Gula Trangkil pada tahun 2018 yang terletak di Desa Trangkil, Kabupaten Pati,
Provinsi Jawa Tengah di bawah pengawasan PT Kebon Agung. Tujuan dari
dilaksanakannya praktek kerja lapang II adalah untuk lebih mengenal dan
memahami proses pengolahan di pabrik gula sehingga dapat meningkatkan
pengalaman dan pengetahuan mahasiswa. Pabrik Gula Trangkil memiliki
kapasitas giling 8000 TCD menggunakan sistem Pre Quaduple Effect, yaitu 1 Pre
evaporator dan empat badan penguap digunakan secara seri dengan skema masak
ACD pada stasiun kristalisasi. Proses pengolahan gula bermula dari pengangkutan
tebu dari kebun menuju halaman pabrik (Emplasement), tahap penimbangan tebu,
lalu persiapan sebelum penggiligan, tahap ekstraksi atau proses pemerahan nira di
stasiun gilingan, proses pemurnian di stasiun pemurnian, proses penguapan
menggunakan evaporator, proses kristalisasi di stasiun kristalisasi, pemutaran,
penyelesaian, dan terakhir pengemasan hasil produksi dalam karung dan lalu
dimasukkan ke gudang gula. Adapun stasiun boiler sebagai pembangkit tenaga
uap serta laboratorium untuk analisa dan selain gula sebagai bahan utama yang
dihasilkan, ada hasil samping lainnya yaitu limbah. Laporan Kerja Praktek II ini
akan melaporkan secara keseluruhan mengenai proses pengolahan di Pabrik Gula
Trangkil.
Kata Kunci : Tebu, Gula, Nira Mentah, Nira Jernih, Nira Kental, Masakan,
Gilingan, Pemurnian, Penguapan, Masakan, Penguapan, Gudang, Boiler.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapang III yang berjudul “Pengawasan dan Proses Pengolahan Gula”
sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan PKL III bagi mahasiswa
Program Studi Teknik Kimia DIII Politeknik LPP Yogyakarta.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari bahwa selesainya
laporan PKL III ini tidak lepas dari dukungan, semangat, serta bimbingan dari
berbagai pihak, baik bersifat moril maupun materil, oleh sebab itu penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Ari Wibowo, S.T., M.Eng. selaku Direktur Politeknik LPP
Yogyakarta.
2. Bapak Fathur Rahman Rifai, S.T., M.Eng. selaku Ketua Program Studi
Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta.
3. Ibu Lestari Hetalesi Saputri, S.T., M.Eng. selaku Pembimbing dan Sekertaris
Program Studi Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta.
4. Bapak Endro Pramono selaku Pimpinan PG. Trangkil.
5. Bapak Tri Harjanto selaku Kepala Bagian QC PG. Trangkil.
6. Bapak Luky Ardi Wibowo selaku pembimbing Praktek Kerja Lapang III.
7. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi, doa serta
semangat dalam menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang III.
8. Dan semua pihak yang telah ikut membantu yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan didalam penyusunan
laporan PKL III ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat diharapkan.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
D. STASIUN PENGUAPAN ......................................................................... 62
1. Sistem Penguapan ................................................................................... 62
2. Operasi Penguapan.................................................................................. 65
3. Beberapa hal agar proses berjalan lancar ................................................ 66
4. Perencanaan Proses Penguapan .............................................................. 68
5. Peralatan pada Stasiun Penguapan .......................................................... 74
6. Pengerakan .............................................................................................. 76
7. Hal-hal Khusus/Problematika dan Cara mengatasinya ........................... 80
E. STASIUN KRISTALISASI ...................................................................... 81
1. Kristalisasi............................................................................................... 81
2. Kristalisasi Lanjutan ............................................................................. 102
F. STASIUN PUTARAN ............................................................................ 103
1. Proses Pemutaran .................................................................................. 103
2. Operasi Pemutaran ................................................................................ 106
G. STASIUNPENYELESAIAN DAN GUDANG ...................................... 108
1. Penyelesaian .......................................................................................... 108
2. Gudang .................................................................................................. 110
H. PERSIAPAN AWAL DAN AKHIR GILING ........................................ 112
I. LABORATORIUM ................................................................................. 119
J. PEMBANGKIT UAP .............................................................................. 124
1. Air Pengisi Ketel ................................................................................... 125
2. Air Ketel................................................................................................ 126
3. Permasalahan dan Penyelesaian ............................................................ 128
4. Penggunaan uap dan air ........................................................................ 129
K. PENGOLAHAN LIMBAH ..................................................................... 131
L. ORGANISASI ......................................................................................... 142
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 150
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 160
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 160
B. SARAN ................................................................................................... 161
ix
DAFTAR TABEL
x
Tabel 35. Spesifikasi Kolam Aerasi .................................................................... 137
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapang III yang berjudul “Pengawasan dan Proses Pengolahan Gula”
sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan PKL III bagi mahasiswa
Program Studi Teknik Kimia DIII Politeknik LPP Yogyakarta.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari bahwa selesainya
laporan PKL II ini tidak lepas dari dukungan serta bimbingan, oleh sebab itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Ari Wibowo, S.T., M.Eng. selaku Direktur Politeknik LPP
Yogyakarta.
2. Bapak Fathur Rahman Rifai, S.T., M.Eng. selaku Ketua Program Studi
Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta.
3. Ibu Lestari Hetalesi Saputri, S.T., M.Eng. selaku Pembimbing dan Sekertaris
Program Studi Teknik Kimia Politeknik LPP Yogyakarta.
4. Bapak Endro Pramono selaku Pimpinan PG. Trangkil Kabupaten Pati.
5. Bapak Tri Harjanto selaku Kepala Bagian QC PG. Trangkil Kabupaten Pati.
6. Bapak Luky Ardi Wibowo selaku pembimbing Praktek Kerja Lapang III.
7. Seluruh jajaran pegawai PG. Pati yang telah membantu dan memberikan
informasi dalam menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang III ini.
8. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi, doa serta
semangat dalam menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang II.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan didalam penyusunan
laporan PKL II ini, oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat
diharapkan. Tidak lupa harapan penulis, semoga laporan PKL II ini dapat
bermanfaat serta menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Penulis
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia dapat
mempengaruhi kemajuan yang pesat pada industri. Sumber daya manusia
yang berkualitas dan professional dibidang nya akan semakin dibutuhkan
seiring semakin pesatnya kemajuan industri. Oleh karena itu, lembaga–
lembaga pendidikan akan meningkat kan kualitas mutu pendidikan tersebut
dengan memberikan dukungan sarana dan prasarana yang menunjang
peningkatan sumber daya manusia.
Demi mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
dunia, maka setiap perguruan tinggi khususnya di Indonesia berlomba–
lomba untuk meningkatkan mutu pendidikan terutama di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, tujuan nya agar bangsa Indonesia tidak
tertinggal dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Peningkatan mutu
pendidikan tersebut salah satunya dengan melaksanakan kegiatan praktek
kerja lapangan di berbagai kawasan industri, sehingga diharapkan
mahasiswa dapat merasakan dan beradaptasi dengan lingkungan industri
secara lebih awal sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja yang nyata di
industri setelah lulus.
Begitu pula Program Studi Teknik Kimia Politeknik LPP khususnya
pengolahan gula bertujuan menghasilkan tenaga ahli madya professional
dalam bidang teknik proses produksi di industri pengolahan gula tebu.
Mahasiswa diwajibkan melakukan kerja praktek di perusahaan pengolahan
gula yang merupakan syarat menempuh ujian diploma yang dilaksanakan
setiap semester genap. Harapan kami semoga kerja praktek ini bermanfaat
bagi berbagai pihak terkait, baik pada industri maupun mahasiswa itu sendiri
dalam mencetak tenaga professional dibidangnya, yaitu teknologi
pengolahan gula
1
B. Tujuan
Adapun tujuan praktek kerja lapang III (tiga) adalah
1. Memahami pengaturan, pengawasan, penilaian proses dan
pengoperasian peralatan pabrik.
2. Melakukan dan memahami tugas asisten menejer pengolahan sehingga
menjadi seorang asisten menejer pengolahan.
C. Batasan Masalah
Dalam pelaksaaan PKL III (tiga) di PG Trangkil penulis membahas tentang:
1. Profil Perusahaan
2. Halaman Pabrik
3. Stasiun Pemerahan Nira
4. Stasiun Pemurnian Nira
5. Stasiun Penguapan
6. Stasiun Kristalisasi
7. Stasiun Pemutaran dan Penyelesaian
8. Persiapan Awal dan Akhir Giling
9. Laboratorium
10. Pembangkit Uap
11. Penanganan Limbah
12. Organisasi
2
d. Mengerjakan tugas lain yang diberikan oleh pabrik (tugas khusus)
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Membahas tentang penguraian latar belakang masalah,
tujuan PKL III, batasan masalah, dan metodologi
penyusunan laporan.
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
Membahas tentang profil dan sejarah singkat perusahaan,
lokasi perusahaan, serta visi dan misi perusahaan.
3
cara pelaksanaanoperasi penguapan, kesulitan dan cara
mengatasi, serta pendapatmengenai kinerja stasiun
penguapan.
F. STASIUN KRISTALISASI
Membahastentang proses kristalisasi yang terdiri dari
prosessulfitasi nira kental, pan masak, palung pendingin,
pelaksanaanproses kristalisasi, kemungkinan kesulitan dan
cara mengatasinya,serta pendapat mengenai kinerja stasiun
masakan.
G. STASIUN PEMUTARAN DAN PENYELESAIAN
Membahastentang proses pemutaran dan proses
penyelesaianyang terdiri dari pemutaran, kemungkinan
kesulitan dan caramengatsi, serta pendapat mengenai
kinerja stasiun pemutaran danpenyelasian.
H. PERSIAPAN AWAL DAN AKHIR GILING
Membahas tentang cara persiapan awal giling dan
akhir gilingyang meliputi penetapan awal giling, cara
pelaksanaan testingperalatan (profstoomen), persiapan
akhir giling serta pelaksanaanoperasi akhir giling
(afwerke).
I. LABORATORIUM
Membahas tentang macam-macam analisa, cara
pembuatanlaporan 15 harian, penetapan rendemen, serta
penetapan bagihasil.
J. PEMBANGKIT UAP
Membahas tentang jalur uap dan distribusinya,
perhitunganteoritis kebutuhan uap serta membandingkan
kebutuhan riil uapdengan kebutuhan teoritis di pabrik..
K. LIMBAH
Membahas tentang penanganan limbah yang meliputi
sumber dansifat-sifat limbah, pengelompokan limbah,
4
penangan limbah, sertapendapat mengenai proses
penanganan limbah.
BAB IV ORGANISASI
Membahas tentang bagan organisasi, klasifikasi dan
jumlahtenaga tetap, kontrak (PKWT) dan outsourching serta
masalahperburuhan dan keselamatan kerja..
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan atau intisari dari
laporan ini, serta masukan atau kritikan dari penulis kepada
pabrik gula maupun kampus Politeknik LPP Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA
Berisi sumber-sumber untuk memperoleh data yang mendukung dalam
penulisan laporan ini.
5
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
6
dirasakan pabrik gula di Jawa, termasuk NV S.F. Kebon Agoeng. Kelesuan
usaha menyebabkan pada 1932 seluruh saham NV S.F. Kebon Agoeng
tergadaikan kepada De Javasche Bank Malang dan 3 tahun berikutnya atau
pada 1935 NV S.F. Kebon Agoeng sepenuhnya menjadi milik De Javasche
Bank.
Dalam RUPS Perseroan tahun 1954 ditetapkan ber-bagai keputusan
yang membawa impilkasi penting hingga sekarang :
1. Mengubah nama Perusahaan yang semula NV S.F. Kebon Agoeng
menjadi Perseroan Terbatas Pabrik Gula(PT PG) Kebon Agung
2. Memberhentikan Tuan Tan Tjwan Bie sebagai Direktur
3. Menetapkan Yayasan Dana Tabungan Pegawai-Pegawai Bank
Indonesia dan Dan Pensiun
Meskipun RUPS tersebut mengubah Direksi dan pemegang saham
perusahaan, namun pengelolaan PT PG Kebon Agung masih tetap
dilaksanakan secara profesional oleh NV Handel-Landbouws Maatschappij
Tiedeman & van Kerchem (TvK). Sementara itu, PG Trangkil
berdiri lebih dulu dibanding PG Kebon Agung. PG ini didirikan pada 2
Desember 1835 di desa Suwaduk, kecamatan Wedarijaksa, kabupaten Pati.
Pada awalnya PG ini dimiliki H. Muller, seorang pengusaha penggilingan
tebu. Setelah Tuan Muller meninggal dunia kepemilikan perusahaan
diteruskan oleh Tuan P.A.O. Waveren Pancras Clifford. Pada 24 Oktober
1838 lokasi pabrik dipindahkan ke desa Trangkil, kecamatan Wedarijaksa,
dengan kapasitas giling sebesar 3.000 kth atau 300 tth. Lokasi PG di
desa Trangkil tersebut kini menjadi bagian kecamatan Trangkil, yang
terletak +11 km sebelah utara kota Pati arah ke Jepara. Pada 1841
kepemilikan PG Trangkil kembali ber-pindah tangan kepada Tuan P.
Andreas. Perusahaan ini selanjutnya berpindah tangan secara perorangan
beberapa kali, dan tercatat sebagai pemilik terakhir adalah Ny. Janda Ade
Donariere EMSDA E. Janies van Herment.
Pada 1917 kepemilikan PG Trangkil berubah ben-tuk menjadi
Perseroan dengan nama Naamloze Vennootschap (NV) "Cultuur
7
Maatchappy Trang-kil" dan sebagai pengelolanya diserahkan pada Kantor
Perwakilan Biro Management NV Handel - Landbouw Maatchappy
"Tiedeman & van Kerchem (TvK)" di Jakarta.
Sebelum pendudukan Jepang, seluruh saham NV Cultuur
Maatchappy Trangkil dimiliki oleh "De Indiche Pensioenfonds van de
Javasche Bank". Sementara pengelolaan pabriknya sendiri tetap
dipegang NV Tiedeman & van Kerchem (TvK). Setelah Indonesia
merdeka, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1946, seluruh
perusahaan gula harus dikelola oleh Badan Penyelenggara Perusahaan Gula
Negara (BPPGN) yang berkeduduk-an di Surakarta. Pada saat Agresi
Belanda, banyak PG tidak berop-erasi dan dikuasai tentara Belanda
termasuk PG Kebon Agung, sehingga BPPGN tidak dapat ber-fungsi
dengan baik. Pada 21 Desember 1949 sesuai Peraturan Pemerintah
tanggal 25 Agustus 1949 BPPGN dibubarkan.
Pada 8 Maret 1950 keluar Pengumuman Pemerintah No. 2
tahun 1950 yang dikeluarkan oleh 3 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri,
Menteri Perkebunan dan Menteri Pertanian tentang pembentukan Pani-tia
Pengembalian Perkebunan kepada pemiliknya.
Dengan ketentuan tersebut, mulai 1950 PG Kebon Agung dan
Trangkil kembali dikelola oleh Tiede-man & van Kerchem (TvK).
Pengelolaan ini ber-akhir pada proses pengambilalihan (nasionalisasi)
semua perusahaan - perusahaan yang dimiliki atau dikelola perusahaan
asing oleh Pemerintah Indo-nesia pada 1958. Sejak saat itu kedua PG
dikelola oleh Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perke-bunan Gula atau
BPU-PPN Gula.
Pada 1962 PT PG Kebon Agung membeli seluruh saham
NV Cultuur Maatschappij Trangkil dan mulai saat itu PG Trangkil
menjadi milik PT PG Kebon Agung disamping PG Kebon Agung.
Pada 1967 Pemerintah melikuidasi BPUPPN Gula dan pada tahun
1968 mengeluarkan Peraturan untuk meninjau kembali perusahaan-
perusahaan yang telah dinasionalisasi dan selanjutnya berdasarkan PP
8
No. 3/1968 PT PG Kebon Agung dikembalikan kepada Pemilik semula.
Pada 17 Juni 1968 dengan Surat Penetapan Direksi Bank Negara Indonesia
Unit I (yang kemudian kembali bernama Bank Indonesia) dalam
kedudukannya sebagai Pengurus dari Dana Pensiun dan Tunjangan Bank
Negara Indonesia Unit I serta Yayasan Dana Tabungan Pegawai-Pegawai
Bank Negara Indonesia Unit I selaku Pemegang Saham dan Pemilik PT
PG Kebon Agung menunjuk PT Biro Management Tri Gunabina sebagai
Direksi Pengelola PT PG Kebon Agung.
Serah Terima pengelolaan PT PG Kebon Agung dari bekas Inspeksi
BPU PPN Gula ke PT Tri Gunabina dilakukan melalui Panitya
Likuidasi BPU PPN Gula dan Karung Goni. Panitia ini bertindak berda-
sarkan Surat Kuasa No. XX-SURKU/68.000/L dan No. XX-
SURKU/68.002/L untuk PG Kebon Agung serta No. XX -
SURKU/68.001/L dan No. No. XX – SURKU/68.003/L untuk PG Trangkil,
masing-ma- sing tertanggal 25 Juni 1968, serta berdasarkan Surat
Kuasa Pemegang Saham No. 02/GB/68 tanggal 24 Juni 1968. Pelaksanaan
serah terima dilakukan di dua tempat, yaitu masing-masing untuk :
1. PG Kebon Agung di Surabaya dari bekas Ins-peksi BPU-PPN Gula
Daerah VII di Surabaya.
2. PG Trangkil di Semarang dari bekas Inspeksi BPU-PPN Gula Daerah II
di Semarang.
Dengan demikian sejak 1 Juli 1968 PT Tri Gunabina bertindak penuh
selaku Direksi PT PG Kebon Agung yang memiliki PG Kebon Agung dan
PG Trangkil. Berdasarkan Akta No. 19 tanggal 8 Maret 1972 yang
dibuat oleh Abdul Latif telah dibentuk Yayasan Dana Pensiun dan
Tunjangan Hari Tua Bank Indo-nesia (YDPTHT-BI) dan menetapkan
yayasan ini mulai beroperasi 25 Pebruari 1972 sesuai dengan surat kuasa
dari Bank Indonesia. Semenjak saat itu, YDPTHT-BI menjadi Pemegang
Saham tunggal dari PT PG Kebon Agung, menggantikan 2 (dua) Pemegang
Saham sebelumnya.
9
Dengan adanya Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana
Pensiun maka Bank Indonesia membentuk DAPENBI yang khusus
memberikan manfaat Pensiun bagi Pensiunan BI dan juga mem-bentuk
Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-BI) yang
berfungsi memberikan pembayaran bantuan (onderstand) dan tunjangan hari
tua.
Dengan akte Notaris Abdul Latif No. 29 tanggal 23 Februari
1992 didirikan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKK-
BI) oleh Direksi Bank Indonesia. Dalam RUPS-LB tanggal 22 Maret 1993
diputuskan bahwa YKK-BI menjadi Peme-gang Saham Tunggal PT Kebon
Agung.
Masa pengoperasian PT PG Kebon Agung yang ber-akhir pada 20
Maret 1993 selanjutnya diperpanjang hingga 75 tahun mendatang dengan
Akte Notaris Achmad Bajumi, S.H. No. 120 tanggal 27 Februari 1993.
Momen ini sekaligus menetapkan nama baru PT PG Kebon Agung menjadi
PT Kebon Agung.
Sesuai kebijakan Departemen Kehakiman yang mengatur bahwa
Direksi suatu Perseroan tidak bo-leh berupa badan hukum tetapi harus oleh
orang perseorangan, maka era pengelolaan PT Kebon Agung oleh PT Tri
Gunabina usai sudah. Pada 1 April 1993 bertempat di Kantor Bank
Indonesia Ca-bang Surabaya dilakukan serah terima pengurusan dan
pengelolaan PT Kebon
Agung dari Direksi PT Tri Gunabina kepada Tuan Sukanto selaku
Direktur PT Kebon Agung. Selanjutnya perusahaan dikelo-la sendiri
oleh pengurus perseroan sebagaimana ditetapkan oleh pemegang saham.
Sesuai Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
yang mengharuskan pemegang saham PT lebih dari 2, maka dalam RUPS-
LB 22 Juli 1996 diputuskan bahwa Pemegang Saham PT Kebon Agung
masing-masing terdiri dari YKK- BI dengan kepemilikan saham sebanyak
2.490 lembar atau sebesar 99,6 % dan Koperasi Karyawan PT Ke-bon
10
Agung "Rosan Agung" dengan kepemilikan saham sebanyak 10 lembar atau
sebesar 0,4 %.
Selama perjalanannya, perusahaan secara berkelanjutan mengadakan
penggantian dan penambahan mesin/peralatan dalam upaya meningkatkan
kinerja dan efisiensi kedua PG dan terus mengem-bangkan diri agar mampu
bersaing dalam era pasar bebas. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, sejak
2005 perusahaan telah melaksanakan Program Pengembangan PT Kebon
Agung (PPKA) Tahap I yang berakhir pada tahun 2007 dan diteruskan
dengan PPKA Tahap II (tahun 2008 – 2011).
PT Kebon Agung dengan 2 PG yang dimilikinya bisa dikatakan
mewakili sejarah panjang industri gula tebu di Jawa. Kedua PG bisa eksis
dalam me-ngarungi dinamika perubahan dengan berbagai kemelut, tarik ulur
kepentingan, dan kondisi sosial politik. Pengalaman nan panjang melewati
berbagai rintangan dan persoalan ini menjadi modal ke depan bagi
perusahaan untuk tetap berdiri dan beroperasi. Perusahaan bertekad sekuat
tenaga agar kedua PG akan terus menjadi bagian dari industri gula
Indonesia, yang berkontribusi kepada suplai gula nasional dan
perekonomian wilayah.
PG Trangkil berdiri pada 2 Desember 1835 di Desa Suwaduk
Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati, sekitar 75 km dari Ibukota
Propinsi Jawa Tengah dan 11 km dari Ibu kota Kabupaten Pati dan dimiliki
oleh H. Muller. Pada periode tahun 1838-1841 lokasi PG Trangkil pindah ke
Desa Trangkil dan dimiliki oleh PAO Waveren Pancras Clifford. Antara
tahun 1841 s.d 1917 kepemilikan PG Trangkil berpindah beberapa kali
mulai dari P Andreas s.d Ny Ade Donariere EMSDA E. Janies van Herment.
Pada tahun 1917-1945 PG Trangkil berubah bentuk menjadi Perseroan
NV “Cultuur Maatschappij Trangkil” dan dikelola oleh NV Handel-
Landbouw Maatschappij “Tiedeman van Kerchem” yang pada akhirnya
seluruh saham dikuasai oleh De Indiche Pensioenfonds van de Javasche
Bank.
11
Antara tahun 1946-1949 PG Trangkil dikelola oleh Badan
Penyelenggara Perusahaan Gula Negara. Pada periode tahun 1950-1957 PG
Trangkil diserahkan kembali pengelolaannya kepada TVK. Pada tahun
1958-1962 PG Trangkil dinasionalisir pengelolaannya berada di bawah
Badan Pimpinan Umum –Perusahaan Perkebunan Gula (BPU-PPN Gula).
Pada tahun 1962-1968 PT PG Kebon Agung membeli seluruh saham NV
“Cultuur Maatschappij Trangkil”.
Antara tahun 1968-1993 Dengan surat Penetapan Direksi Bank Negara
Indonesia Kepemilikan PT PG Kebon Agung sebagai pemegang saham
tunggal ditunjuk Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank
Indonesia, pengelola PG Trangkil dialihkan dari BPUPPN Gula ke PT Tri
Guna Bina selaku direksi PT PG Kebon Agung. Pada tahun 1993 sampai
sekarang saham dialihkan kepada Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank
Indonesia (YKK-BI) dan pengelola serta Direksinya adalah Badan Hukum
PT Kebon Agung.
12
B. Struktur Organisasi
Pimpinan Pabrik
Kasi SDM dan Kasi Pabrikasi Kasi Teknik Kasie TR Kasie TS Kasie Kasi Kasi
Kasi Keuangan Tebang On Farm Off Farm
Umum
13
c) Memelihara dan mempertahankan mutu dari tiap-tiap pelaksanaan
tugas, efektivitas kerja pabrik dan penggunaan secara produktif.
d) Meninjau secara teratur pelaksanaan pekerjaan dari tiap-tiap bagian
dan member standar yang telah ditentukan.
2. Bagian TUK (Tata Usaha dan Keuangan)
a) Melaksanakan kebijakan dari sistem akuntansi dan prosedur yang
telah disepakati.
b) Mengusahakan catatan akuntansi yang cermat dan membuat laporan
keuangan yang teliti dan tepat pada waktunya.
c) Mengusahakan analisa biaya dan laporan dari varian pada waktunya.
3. Bagian Teknik
a) Membuat rencana dan jadwal reparasi serta pemeliharaan semua
mesin dan perlengkapan pabrik.
b) Menjalankan rencana pemeliharaan dan reparasi yang telah disetujui
dengan mutu pekerjaan dan pemeliharaan yang tinggi dan biaya yang
ekonomis.
c) Mengusahakan bekerjanya ketel, pembangkit tenaga listrik, instalasi
air untuk menjamin kontinuitas penyediaan uap, listrik, dan air
dengan baik.
d) Mengusahakan pekerja bengkel besi, kayu dan pekerjaan sipil
bekerja dengan baik.
e) Mengkoordinir penyusunan RAB di bagian teknik.
4. Bagian Pabrikasi
a) Membuat rencana kegiatan produksi.
b) Menjalankan rencana kegiatan produksi yang telah disetujui.
c) Mengusahakan penetapan kegiatan giling dan menjamin hasil
perahan tebu yang optimal.
d) Mengusahakan kerjanya peralatan pengolahan untuk mendapatkan
hasil gula yang maksimum serta pembungkusan gula yang efisien
dan ekonomis.
14
5. Bagian Tanaman
a) Membuat rencana kegiatan operasi tanaman.
b) Mengusahakan penanaman tebu dengan teknik yang menjamin hasil
produksi yang maksimum dengan biaya yang ekonomis.
c) Merumuskan rencana dan strategi peningkatan kualitas dan kuantitas
tebu rakyat untuk kepentingan petani tebu dan perusahaan.
d) Mengusahakan penebangan dan pengangkutan tebu dengan biaya
yang ekonomis untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas proses
perusahaan.
D. Gambaran Umum
1. Lokasi Pabrik
Lokasi PG TRANGKIL Pati terletak di:
a. Desa : Trangkil
b. Kecamatan : Trangkil
c. Kabupaten : Pati
d. Propinsi : Jawa Tengah
e. Kode Pos : 59153
15
f. Terletak : 75 km dari Ibu kota
Propinsi , 11 Km dari Ibu kota Kabupaten
2. Topografi
a. Tinggi di atas permukaan laut : 200-600 m di atas permukaan
laut.
b. Jenis tanah : Aluvial coklat kelabu,
Sedimentasi alluvial, Latosol
merah, batuan vulkanik
3. Prasarana Pendukung
a. Sumber air (pabrik) : air sumber
b. Sumber bahan baku pendukung : Belerang, kapur, pupuk Sp-36
c. Kelas jalan : Tingkat kabupaten
d. Fasilitas social : Poliklinik, Masjid, Lapangan
olah raga danPerumahan
4. Kondisi Pabrik
a. Tahun Pembuatan : 2 Desember 1835
b. Kepemilikan : Swasta
c. Jenis processing : Sulfitasi
d. Jenis gula yang dihasilkan : Kualitas GKP-I
5. Lahan
Hak Guna Usaha : 2,5 Ha
Hak Guna Bangunan : 20,547 Ha
E. Tenaga Kerja
Komposisi karyawan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, tidak kelebihan ataupun kekurangan karyawan. Dengan komposisi
karyawan yang sesuai diharapkan perusahaan dapat bekerja seefektif mungkin
sehingga biaya produksi dapat dioptimalkan dan perusahaan dapat
meningkatkan keuntungan. Karyawan PG Kebon Agung Malang terdiri :
1. Karyawan staf atau pimpinan
Merupakan tenaga kerja yang pengangkatannya melalui direksi di
Surabaya, dimana tugas pokoknya bertanggung jawab atas kelangsungan
16
hidup perusahaan. Sedang tugas dan pelaksanaannya dibantu oleh
karyawan pelaksana.
2. Karyawan Pelaksana
Merupakan tenaga kerja yang melaksanakan kerja dan wewenang serta
instruksi dari pimpinan
3. Karyawan Musiman
Karyawan Musiman merupakan karyawan pelaksanan, namun hanya
bekerja pada musim giling saja. Karyawan ini di angkat dan diberhentikan
oleh pimpinan
4. Karyawan Tidak Tetap
Karyawan tidak tetap merupakan karyawan yang bekerja sesuai dengan
masa kontraknya
5. Karyawan Borongan
Karyawan Borongan merupakan karyawan yang sistem kerja kerjanya
secara borongan
17
BAB III
PROSES PENGOLAHAN GULA
DI PG TRANGKIL
A. HALAMAN PABRIK
Halaman pabrik atau cane yard atau Emplacement berfungsi untuk
menerima dan menimbang tebu yang datang dari kebun menggunakan truk dan
mengatur penyimpanannya hingga tebu tersebut tergiling.
Halaman pabrik harus cukup luas agar mampu menampung tebu sesuai
dengan kapasitas giling agar pabrik dapat beroperasi dengan lancar, untuk
menjaga kelancaran giling maka persediaaan tebu harus terpenuhi, dengan
persediaan yang tidak terlalu banyak akan menyebabkan waktu tinggal yang
cukup lama sehingga kehilangan gula semakin meningkat. Kegiatan yang
dilakukan di emplasement adalah :
a) Pemeriksaan SPTA pada pos penerimaan
b) Pemeriksaan tebu sesuai kriteria, bebas dari daduk, tebu terbakar, akar
dan tanah,sogolan, pucuk, lelesan
c) Menampung tebu dan mengatur tempat penyimpanannya
d) Menerima tebu dari kebun, menimbang tebu dan pengecekan syarat tebu
masuk (Brix dan pH)
e) Administrasi
1. Timbangan Tebu
a. Pentingnya Penimbangan Tebu
Penimbangan tebu di dalam proses di pabrik gula sangatlah
penting karena berat yang diperoleh dari hasil penimbangan akan
digunakan untuk:
a. Perhitungan pengawasan pabrikasi
b. Perhitungan pemakaian bahan pembantu proses
c. Perhitungan bagi hasil antara pabrik gula dan petani tebu
rakyat
d. Untuk mengetahui jumlah tebu yang masuk dalam 24 jam
18
e. Untuk mengetahui jumlah tebu yang sudah digiling sehingga
dapat menunjukkan kapasitas giling pabrik gula tersebut.
PG Trangkil Pati memiliki 2 timbangan dengan kapasitas yang
berbeda. Timbangan pertama memiliki kapasitas 40 ton, timbangan
kedua memiliki kapasitas 60 ton. Timbangan pertama digunakan
untuk menimbang tebu sedangkan timbangan kedua digunakan
untuk menimbang blotong, tetes, belerang, kapur, dan barang-barang
lain yang masuk/keluar pabrik. Penimbangan harus dilakukan secara
cepat, tepat, dan teliti untuk meminimalisir kesalahan administrasi.
Pengangkutan tebu dari kebun kepabrik menggunakan truk.
Tebu yang diproses di PG Trangkil Pati berasal dari Rembang,
Kudus, Jepara dan daerah-daerah karesidenan Pati.
Tabel 1. Spesifikasi Timbangan Tebu
Data-data Keterangan
Buatan Taiwan
Merk Grains/1705 G.RS/10125
Type Berkel
Kapasitas 40 Ton
Tabel 2. Spesifikasi Timbangan bahan pembantu dan hasil samping
Data-data Keterangan
Buatan USA
Merk Rinstrum/5000/3304950
Diuji Tanggal 23 April 2012
Kapasitas 60 ton
19
Gambar 2. Timbangan Tebu
20
menuju ke bagian pengecekan brix dan pol sebelum mengantri untuk
digiling.
Pemasukan tebu dari emplacement menggunakan sistem
FIFO (First In First Out) dimana jadwal masuknya tebu untuk
ditimbang dan digiling sesuai dengan masuknya tebu ke
emplacement. Tebu yang terlebih dahulu masuk dalam emplacement
akan lebih dahulu masuk ke penimbangan dan penggilingan.
Diberlakukannya sistem FIFO ini bertujuan untuk menjaga
rendemen tebu agar tetap baik. Selain itu, juga untuk menjaga tebu
dari pengaruh sinar matahari yang dapat menyebabkan inversi
sakarosa pada tebu.dan air hujan yang dapat menyebabkan
timbulnya tunas tebu sehingga dapat menurunkan kadar sakarosa
dalam tebu.
c. Pengawasan Kualitas Tebu
Bahan baku pembuatan gula harus memenuhi syarat. Manis
Bersih Segar (MBS) agar memperlancar jalannya proses pengolahan
di pabrik gula sehingga memberikan hasil kristal yang baik. Uraian
standart MBS adalah sebagai berikut :
1) Manis, maksudnya tebu yang diproses memiliki % brix yang
sudah ditetapkan dari pabrik gula yaitu minimal 14%.
2) Bersih, maksudnya tebu harus bersih dari sogolan, daduk,
pucukan, serta kotoran lain seperti tanah. Jika ada kotoran-
kotoran seperti sogolan, daduk, pucukan dll pada tebu yang akan
digiling, maka tebu tersebut akan mendapat rafraksi di meja tebu.
Jumlah kotoran (Trash) maksimal 5% dari berat tebu tertimbang.
3) Segar, maksudnya bahwa tebu yang datang harus segera digiling
dalam keadaan segar. Dalam artian bahwa tebu digiling tidak
lebih dari 24 jam sejak waktu tebang. Jika tebu tidak segera
digiling, maka akan menyebabkan kehilangan gula yang lebih
besar sehingga rendemen tebu itu sendiri akan turun.
21
Kualitas tebu yang baik selain MBS, yaitu kehilangan sukrosa
di kebun harus seminimal mungkin. Dalam hal ini dilakukan upaya-
upaya untuk menekan kehilangan sukrosa di dalam tebu, yaitu:
1) Diupayakan batang tebu yang tertinggal saat penebangan sekecil
mungkin.
2) Kotoran (sogolan, pucukan, daduk, akar, tali pucuk, lelesan, tebu
muda, kocor air) harus seminimal mungkin.
3) Tindakan adanya tebu layu atau terlambat giling, jangka waktu
antara tebang dengan pemerahan sesuai dengan rencana
(maksimal 24 jam).
22
2) Catat nomor truk
3) Catat hasil penimbangan (berat bruto). Dari hasil penimbangan
dapatditentukan berat tebu, yaitu :
Berat truk isi tebu (bruto) = x ton
Berat truk kosong (tarra) = y ton
Berat tebu (netto) = x-y ton
Berat truk kosong (tarra) didapatkan setelah tebu yang sudah
dalam keadaan kosong ditimbang kembali, sehingga berat tebu (netto)
yang dibawa truk tersebut dapat diketahui beratnya untuk perhitungan
bagi hasil sendiri.
Berat tebu (netto) adalah berat tebu dengan kotoran-kotoran
yang masuk dan ikut tertimbang. Timbangan ditera secara berkala
sedikitnya sekali setahun oleh dinas terkaituntuk menjaga keakuratan
timbangan.
e. Hal-hal Khusus/Problematika dan Cara Mengatasinya
Kesulitan yang terjadi di jembatan timbangan adalah
1) Terjadinya load cell akibat terkena air hujan (konslet) dan cara
mengatasinyadengan cara mengganti alat secara langsung.
2) Computer susah connect apabila sedang hujan maka proses
penimbangan diberhentikan sementara.
3) Ketika truk akan ditimbang supir tidak ada, sehingga
menimbulkan penumpukan truk pada jalur tersebut. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka pabrik sebisa mungkin
melakukan penimbangan dengan secepat-cepatnya.
2. Halaman Pabrik
a. Luas halaman pabrik, jumlah persediaan tebu, dan cara pengaturan
tebu di halaman pabrik
Luas dan kapasitas halaman pabrik harus mampu menampung
125 % kapasitas giling, agar kontinuitas giling terpenuhi. PG Trangkil
mempunyai kapasitas giling 80.000 ku/hari, maka halaman pabrik
harus mampu menampung 125 % x 80.000 ku = 100.000 ku. Jika rata-
23
rata truk memuat 60 ku maka truk yang dibutuhkan 1.666 truk/hari,
sehingga luas halaman pabrik harus mampu menampung antrian truk.
Jumlah tebu yang harus tersedia dapat dihitung dengan kapasitas
giling per hari dan sisa minimun 30% dari kapasitas giling, selama
tidak menghambat giling karena kekurangan tebu. sehingga jumlah
tebu persediaan di PG Trangkil ± 104.000 ku/hari.
Maksud pengaturan tebu adalah menjamin kelancaran
penyediaan tebu yang akan digiling, tebu tertimbang ditempatkan di
jalur antrian sesuai urutan kedatangan. Dengan demikian tebu yang
lebih awal masuk akan digiling dahulu (dikenal dengan sistem
FIFO(First In First Out).
Luas halaman pabrik (emplasemen) di PG Trangkil yaitu 5,4
Ha cukup untuk kapasitas giling 8.000 TCD. Di PG Trangkil terdapat
dua halaman pabrik (emplasemen), yaitu:
1) Emplacement Kajar, yaitu tempat penampungan truk yang
bermuatan tebu yang terletak di terpisah dengan Pabrik Gula
Trangkil (±1 Km di sebelah selatan PG Trangkil). Emplacement
Kajar ini memiliki luas sebesar 5,4 Ha yang mampu menampung
truk pengangkut tebu sebanyak ±1250 truk.
2) Emplacement Depan pabrik, yaitu tempat penampungan yang
terdapat di bagian luar pabrik tepatnya di area kawasan pabrik
bagian depan. Emplacement ini merupakan kelanjutan dari
emplacement kajar, apabila emplacement Kajar telah penuh, maka
truk di alihkan ke emplacement depan pabrik. Luas dari
emplacement depan pabrik adalah ±0,64 Ha dengan kapasitas
lahan yang mampu menampung truk tebu sebanyak ±400 truk.
24
b. Jumlah tebu yang harus tersedia
Jumlah = (a+b) ku
Tebu digiling hari ini = D ku -
25
d. Hal-Hal Khusus/Problematika dan Cara Mengatasinya
1) Kesulitan yang terjadi yaitu tebu layu dikarenakan lokasi
emplasemen yang terlalu panas, untuk mencegahnya di
emplasemen ditanami pohon sebagai peneduh.
2) Ditolaknya tebu yang tidak memenuhi persyaratan yang
ditentukan maka harus ada kebijakan yang tegas dari pihak pabrik
agar tebu yang masuk memenuhi persyaratan.
3) Kurangnya pepohonan yang rindang untuk parkir truk sehingga
tebu terkena sinar matahari langsung. Sehingga membuat
kehilangan sukarosa dalam batang tebu.
4) Faktor cuaca yang kurang mendukung (hujan) sehingga penebang
tidak mau melaksanakan tugasnya. Salah satunya dengan
meyakinkan penebang adalah dengan memberikan bonus agar
penebang mau pergi ke lahan untuk menebang tebu pada kondisi
hujan.
26
Gambar 4. 1 Neraca Bahan Stasiun Gilingan
Air Ambibisi
Suhu 85 oC
I II III IV V
Cane Cutter
TEBU
Meja Tebu Ampas
Unigrator
NPP NPL NPL
NPL II NPL V
III IV
Ampas Halus
1. Peralatan Pendahuluan
Peralatan pekerjaan pendahuluan dalam Stasiun Gilingan berfungsi
untuk mempermudah pekerjaan gilingan, untuk mengatur pemasukan tebu
kedalam stasiun pemerahan selalu ajeg sesuai dengan kapasitas yang telah
direncanakan karena situasi yang tidak ajeg akan menyebabkan bekerjanya
alat tidak normal dan hal demikian akan menyebabkan peralatan akan
mudah rusak. Selain memperingan kerja gilingan, alat pengerjaan
pendahuluan ini dimaksudkan untuk membuka sel batang tebu sedemikian
rupa sehingga memungkinkan alat pemerahan berikutnya dapat memisahkan
nira semaksimal mungkin.
27
Untuk mendapatkan hasil pemerahan nira yang baik maka sel-sel
tebu harus terbuka terlebih dahulu. Sebelum digiling, tebu dipotong dan
dicacah terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam proses
pemerahan nira. Untuk pengefektifan pengambilan nira maka diberi imbibisi
berupa air panas atau imbibisi nira agar nira yang masih terdapat dalam tebu
mudah untuk dikeluarkan. Nira dari gilingan I dan II disebut sebagai nira
mentah yang akan diolah lebih lanjut di stasiun pemurnian sedangkan ampas
akhir akan digunakan sebagai bahan bakar pada stasiun ketel (boiler).
Spesifikasi Keteranagan
Merk Demag
Kapasitas 12.5 ton
Jumlah 5 unit
Type Demag Electric Wire Rope Hoist
EUDH 1063 H16 KV3 - 2/1
Lifting speed 12,1 m/menit
Perhitungan kapasitas alat:
F = 0.1 A
12,5ton = 0,1 A
A = 125 ton/jam
F = daya angkut (ton)
A = kapasitas (ton/jam)
Total Kapasitas = 3000ton/hari x 5 buah
=15.000ton/hari
28
b. Meja Tebu (Cane Table)
Cane table (meja tebu) berfungsi untuk mengatur jumlah
tebu yang masuk ke cane carrier. Dalam meja tebu terdapat perata
tebu yang berfungsi agar jatuhnyatebu ke cane carrier tidak terlalu
banyak (tetap stabil). Dalam meja tebu terdapat rantai dan
cakar/pengait yang berfungsi untuk membuat tebu bergerak dan
jatuh kearah cane carrier. Meja tebu juga dilengkapi dengan perata
tebu (cane leveller) agar ketinggian tebu di cane table stabil. Di PG
Trangkil menggunakan lima meja tebu.
Tabel 4. Spesifikasi cane table I
Spesifikasi Keterangan
Dimensi 6m X 7m
Kecepatan rantai 6 m/menit
Transmisi v-belt
Putaran motor 980 rpm / 22 kw
Gearbox ratio 1 : 50
Jumlah rantai 6 strand
Tabel 5. Spesifikasi cane table II
Spesifikasi Keterangan
Dimensi 6m X 7m
Kecepatan rantai 6 m/menit
Transmisi Ewart B4073-761E
Putaran motor 980 rpm / 55 kw
Gearbox ratio 1 : 50
Jumlah rantai 6 strand
Tabel 6. Spesifikasi cane table III
Spesifikasi Keterangan
Dimensi 7m X 7m
Kecepatan rantai 6 m/menit
29
Transmisi Ewart B4073-761E
Putaran motor 980 rpm / 55 kw
Gearbox ratio 1 : 50
Jumlah rantai 6 strand
Tabel 7. Spesifikasi cane table IV
Spesifikasi Keterangan
Dimensi 7m X 7m
Kecepatan rantai 6 m/menit
Transmisi Ewart B4073-761E
Putaran motor 980 rpm/ 55 kw
Gearbox ratio 1 : 50
Jumlah rantai 6 strand
Tabel 8. Spesifikasi cane table V
Spesifikasi Keterangan
Dimensi 7m X 7m
Kecepatan rantai 6 m/menit
Transmisi Ewart B4073-761E
Putaran motor 980 rpm / 55 kw
Gearbox ratio 1 : 50
Jumlah rantai 6 strand
Perhitungan meja tebu
Di PG.Trangkil memiliki 2 meja tebu dengan ukuran masing-
masing sebagai berikut :
Total luas meja tebu :
1) Meja tebu timur I
Ukuran = (panjang x lebar) = (6 m x 7 m) = 42 m2
2) Meja tebu timur II
Ukuran = (panjang x lebar) = (6 m x 7 m) = 42 m2
3) Meja tebu timur III
30
Ukuran = (panjang x lebar) = (7 m x 7 m) = 49 m2
4) Meja tebu timur IV
Ukuran = (panjang x lebar) = (7 m x 7 m) = 49 m2
5) Meja tebu barat V
Ukuran = (panjang x lebar) = (7 m x 7 m) = 49 m2
Total luas meja tebu yang tersedia= 231 m2
Perhitungan kapasitas meja tebu:
Luas 2 unit meja tebu (S) = 231 m2 = 2486.54 ft2
3
A =2 x S
3
A = 2 x 231 m2
= 346,5 ton/jam
= 8316 ton/hari
Spesifiikasi Keterangan
Dimensi 12” x 6 meter
Jumlah 3 unit
31
membawa tebu dari cane table menuju ke pengerjaan
pendahuluan, sedangkan cane carrier 2 (Main Carrier)
berfungsi untuk membawa tebu yang telah melewati alat preparasi
menuju ke gilingan.
Tabel 10. Spesifikasi cane carrier
32
e. Pisau Tebu (Cane Cutter)
Digunakan untuk memotong tebu menjadi bagian-bagian
yang kecil sehingga memudahkan dalam proses penggilingan yang
dipasang searah dengan gerakan batang tebu. Berikut :
Tabel 11. Spesifikasi cane cutter
33
g. Hal-hal yang terjadi dan cara mengatasi
Peristiwa yang sering terjadi di alat pendahuluan yang
berakbiat pada proses pemerahan adalah ketebalantebu yang masuk
dari cane carrier tidak merata (kadang terlalu tebal, dan tipis)
sehingga tebu yang masuk kegilingan dalam kondisi bergelombang,
hal ini berpengaruh pada pemerahan di gilingan.
Jika terlalu tebal dan banyak akan menimbulkan kemacetan karena
beban gilingan tinggi (overload), jika terlalu tipis kerja gilingan
untuk memerah ampas tidak maksimal (slip)
Adapun cara mengatasinya :
1) Mengusahakan agar tebu yang masuk sedapat mungkin merata
dan ajeg (tidak bergelombang) dan mengatur rpm pada peralatan
tersebut agar selalu ajeg dan normal.
2) Monitoring pada donally chute gilingan I, diupayakan terisi
optimal.
2. Pemerahan Nira
34
nira ditampung dipeti nira mentah yang kemudian akan diproses di St
Pemurnian.
Gilingan
Keterangan
I II III IV V
Ø rol atas (mm) 1066 1066 939 939 939
Ø rol 939
1066 1066 939 939
belakang(mm)
Panjang rol (mm) 2133 2133 1980 1980 1980
Rpm rol 6 rpm 6 rpm 6 rpm 6 rpm 6 rpm
35
1100 1100 1100 1100 1100
Tenaga terpasang
HP HP HP HP HP
Steam Steam Steam Steam Steam
Penggerak
turbin turbin turbin turbin turbin
Rpm penggerak 5084 5084 5084 5084 5084
Cara Kerja :
Cacahan tebu atau sabut tebu yang dibawa intermediete carrier
masuk ke celah antara rol gilingan atas dan depan, akan mendapatkan
tekanan dari rol gilingan atas dan rol gilingan depan tadi,
mengakibatkan nira yang ada dalam sel-sel tebu keluar, selanjutnya
ampas hasil pemerahan pertama melalui plat ampasmasuk ke celah
antara rol gilingan atas dan belakang yang mempunyai celah lebih
sempit dibandingkan dengan celah antara rol gilingan atas dan depan,
sehingga ampas yang volumenya lebih kecil tetap mendapatkan tekanan
yang besar, maka nira yang masih tertinggal dalam sel tebu dapat
keluar. Nira perahan pertama mengalir melalui alur-alur rol gilingan
dan diatur sedemikian rupa, baik arah aliran nira, penyetelan rol-rol
gilingan maupun kedudukan plat ampas, agar nira yang telah terperah
tidak terserap kembali oleh ampas. Arah aliran nira pada gilingan
berlawanan dengan perputaran rol depan dan rol belakang.
1) Penyetelan gilingan
Penyetelan gilingan adalah mengatur kedudukan 3 rol
gilingan dan pelat ampas agar diperoleh hasil pemerahan nira
(ekstraksi) yang maksimal. Penyetelan yang dimaksud adalah
bukaan (celah) antara rol atas dan rol muka serta antara rol atas dan
rol belakang. Bukaan muka lebih besar dibanding bukaan belakang
dengan demikian tekanan saat cacahan tebu masuk (melewati)
celah belakang mendapat tekanan lebih besar dibanding saat
melewati celah muka. Jadi menghitung setelan gilingan termasuk
pula menghitung bukaan muka dan belakang. Perbandingan
besarnya kedua bukaan ini merupakan factor penting dengan
36
sendirinya didalam menetapkan bukaan ini berarti pula
menentukan kedudukan pelat ampas.
c. Hal-hal yang terjadi dan cara mengatasi
Stasiun gilingan adalah stasiun pemisahan nira dimana gula yang
terdapat dengan bagian kasar (sabut) dipisahkan. nira yang semula
berada didalam sel batang tebu harus dikeluarkan kemudian di peras.
Pada proses ini kehilangan dan rusaknya gula dapat terjadi karena :
1) Hilang di dalam ampas
Semakin banyak sabut maka akan semakin banyak pula
akan kehilangan gula, cara untuk dapat menekan kehilangan gula
dalam ampas adalah dengan pemakaian imbibisi baik air maupun
nira dengan memperhatikan kadar zat kering ampas karena ampas
nantinya akan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
2) Perpecahan gula
Sifat gula (sukrosa) tidak tahan terhadap suasana asam.
Sementara itu sifat nira memang asam, apalagi nira yang diperoleh
dari tebu wayu derajat keasamannya lebih besar dibanding nira dari
tebu segar. Cara mengurangi kerusakan gula karena proses ini
dengan mengusahakan tidak terlalu lama di stasiun gilingan dengan
cara memperkecil pemberhentian, misal menekan jumlah bak
penampung. Selain itu juga bisa dengan cara penambahan susu
kapur pada nira gilingan.
3) Hilang karena jasad renik
Jasad renik dapat dijumpai dimana saja, setelah nira keluar
dari sel tebu akan terjadi kontak dengan udara berarti dapat pula
bertemu dengan jasad renik. Lebih lagi tebu yang sejak dari kebun
telah terserang jasad renik yang masuk lewat luka potongan akibat
adanya hama sehingga jasad renik ini dapat berkembang biak
secara cepat. Karena hal-hal diatas setiap ada nira berhenti maka
jasad renik akan segera timbul.
Usaha menekan pengaruh adanya jasad renik adalah dengan :
37
a) Membersihkan stasiun gilingan secara teratur (sanitasi
gilingan, minimal 2 kali dalam 1 shift).
b) Berusaha mematikan jasad renik dengan Blazer Steam bagian-
bagiandimana kemungkinan jasad renik berinkubasi.
c) Pemberian desinfektan.
d) Pengembalian tumpahan nira ke proses.
e) Menggunakan talang dari tembaga (sifat oligodinamik).
f) Penggunaan imbibisi panas di stasiun gilingan.
4) Jumlah ampas yang masuk pada rol gilingan harus mempunyai
ketebalan yang merata, preparation index tinggi, dan keajegan
kapasitas giling. Apabila hal-hal tersebut tidak terpebuhi maka
akan terjadi kerusakan pada rol gilingan bisa terjadi buffer, slip,
maupun unbalance. Untuk mengatasi atau mencegah hal tersebut
terjadi maka operator harus mengontrol kecepatan carrier saat
giling berlangsung. Sehingga ampas yang masuk ke giingan tidak
terlalu berlebih.
d. Intermediete Carrier
Alat ini berfungsi sebagai pembawa ampas dari gilingan yang
satu ke gilingan berikutnnya dan sebagai alat pengumpan.
Tabel 14. Spesifikasi Intermediete Carrier
Keterangan Spesifikasi
Dimensi (mm) 2134 x 9900 mm
Motor 55 Kw
1500 rpm, Variable Speed With Inverter
Jumlah rantai 72 per strand
Rantai Roller Chain C 84 pitch 9"
Strands rantai Double Strands
Kecepatan 0 - 9,5 m/menit
Jumlah Rake 18 rake
38
Cara kerja :
Alat ini digerakkan oleh motor listrik yang dihubungkan dengan
as roda penggerak. Akibat dari perputaran motor listrik, roda gigi
berputar dan menggerakkan rantai krepyak untuk bergerak, ampas
digaruk dan dibawa kegilingan untuk pemerahan lebih lanjut
e. Imbibisi
1) Proses Imbibisi
Pada stasiun gilingan digunakan air imbibisi yang diberikan
pada ampas gilingan II, III, dan IV. air imbibisi yang diberikan harus
dalam suhu tinggi yang bertujuan untuk melarutkan gula yang masih
terbawa dalam ampas sehingga dapat mengurangi kehilangan gula
dalam ampas atau memperkecil pol ampas.
2) Operasi Pemberian Imbibisi
Di PG Trangkil pemberian air imbibisi yang digunakan
menggunakan sistem imbibisi majemuk. Jumlah air imbibisi yang
ditambahkan yaitu 25-30% dari presentase tebu, sedangkan secara
teoritis air imbibisi yang seharusnya diberikan yaitu 30% dari
presentase tebu. Air imbibisi diberikan pada ampas gilingan II, III ,
IV yang bersuhu 70-75 oC yang berasal dari peti kondensat yang
suhu awalnya 85-90 oC. Sistem imbibisi majemuk yakni, nira dari
giligan V digunakan sebagai nira imbibisi gilingan IV, nira dari
gilingan IV digunakan sebagai nira imbibisi dari gilingan III, nira
dari gilingan III digunakan sebagai nira imbibisi dari gilingan II .
dan ampas yang keluar dari gilingan V dibawa ke stasiun ketel untuk
diproses menjadi bahan bakar. Kemudian hasil perahan dari gilingan
II digabung dengan hasil perahan gilingan I dipompa menuju
saringan nira, dan ampas yang keluar dari saringan dikembalikan ke
gilingan II dan III sedangkan hasil nira dipompa ke raw juice tank.
39
Air Ambibisi
100-105% tebu suhu 85 oC
TEBU
Ampas
Saringan DSM
Gambar 5. Proses Aliran Imbibisi
= 29,99 %
29,99
Imbibisi % sabut = 13,55 x 100
= 222,20
Menurut penelitian, gula dalam ampas menaik cepat apabila
pemberian air imbibisi sampai 200 % sabut, selebihnya sedikit sekali
kenaikannya dan sampai tidak terasa keuntungannya pada angka 400
% (Soejardi, Ir. 1974).
Di PG Trangkil jumlah air imbibisi masih lebih rendah dari 200 %
sabut, hal ini dikarenakan kondisi bahan baku tebu yang kurang baik
karena pada musim giling 2016 mempunyai curah hujan yang cukup
tinggi (kemarau basah) sehingga imbibisi yang tinggi kurang
menguntungkan.
40
Sebagai pengontrol untuk mengetahui efektivitas pemberian air
imbibisi dapat digunakan angka-angka pengawasan sebagai berikut:
a. Faktor Campur
Pencampuran imbibisi dengan sabut dikatakan sempurna apabila
mencapai angka 100, tetapi dalam praktek tidak akan tercapai
karena percampuran tidak akan sempurna. Angka standar di
Indonesia untuk faktor campur adalah 50 %, sedangkan di PG.
Trangkil adalah 70,07 (periode I), ini sudah cukup baik tetapi
masih perlu ditingkatkan yang lebih baik lagi.
b. Zat kering dan pol ampas
Angka ini digunakan untuk menilai kadar air dalam ampas serta
kehilangan gula dalam ampas. Di PG Trangkil zat kering ampas
47,14 % dan pol ampas 2,32 % (periode I), standar di Indonesia zat
kering ampas 50,00 % dan pol ampas < 2 %. Dari angka-angka
tersebut dapat dilihat bahwa masih perlu adanya perbaikan
ekstraksi di gilingan.
4) Hal-hal Khusus/Problematika dan cara Mengatasinya
Semakin tinggi suhu air imbibisi yang diberikan maka akan
mempercepat larutnya gula dalam ampas, namun pemberian air
imbibisi yang terlalu panas akan mempercepat kerusakan alat pada
gilingan yang tidak tahan akan suhu tinggi (kualitas alat jelek), cara
mengatasinya yaitu menyesuaikan suhu air imbibisi dengan kualitas
bahan alat pada gilingan.
Pemberian Air Imbibisi
Realisasi pada PG Trangkil Pati air imbibisi yang diberikan
dari air kondensat badan pemanas dan badan penguap akhir adalah
27% dari jumlah tebu yang digiling.
41
Setiap gilingan memiliki saluran nira yang terpisah hal ini
diperuntukan untuk analisa setiap nira gilingan yang akan digunakan
sebagai angka-angka pengawasan proses pemerahan nira stasiun
gilingan. Talang nira terbuat dari tembaga yang bersifat
oligodinamis, yaitu menghambat perkembang biakan dari
mikroorganisme. Talang nira tidak boleh ada sudut mati agar tidak
dipergunakan sebagai tempat berkembangbiaknya mikroorganisme.
Untuk aliran nira di stasiun PG Trangkil , nira hasil gilingan I dan II
dipompa ke tangki nira mentah namun sebelumnya dilakukan
penyaringan terlebih dahulu untuk memisahakan ampas yang
tercampur bersama nira. Nira dari gilingan V digunakan untuk
maserasi gilingan IV , sedangkan nira dari gilingan IV digunakan
untuk maserasi gilingan III. Nira dari gilingan 3 digunakan maserasi
untuk gilingan II.
b. Penyaringan nira
Penyaringan nira gilingan satu dan dua (Nira Mentah)
dilakukan sebelum masuk peti nira mentah. Tujuan penyaringan
adalah untuk memisahkan nira mentah dari kotoran kasar seperti
ampas yang terbawa nira. Selain itu juga agar kerja pompa tidak
terganggu karena kotoran kasar.
Di PG Trangkil menggunakan 3 saringan yaitu DSM Screen ,
Rotary Cush-Cush Screen dan saringan datar. Saringan ini digunakan
untuk menyaring nira dari gilingan I dan II . ampas yang tertahan di
DSM screen dikembalikan di gilingan II, sedangkan ampas yang
tertahan di rotary cush-cush screen akan dikembalikan di gilingan
III.
g. Sanitasi Gilingan
1) Tujuan Proses Sanitasi
Tujuan proses sanitasi yaitu untuk menekan berkembangnya
jasad renik atau mkroorganisme dalam nira. Bakteri yang dapat
42
merusak sukrosa adalah Leuconostoc Mesenteriodes dan
LeuconostocDextranium yang berkembang biak dalam suasana
asam. Adanya bakteriini dapat menurunkan kandungan gula atau
rendemen yang terdapat pada nira. Pelaksanaan sanitasi gilingan
yaitu secara fisis dengan penyetuman menggunakan uap dan secara
chemis menggunakan desinfektan.
2) Operasi Sanitasi dan Peralatan Sanitasi
Operasi sanitasi biasanya dilakukan dua kali dalam satu shift.
Alat yang digunakan dalam sanitasi adalah drum dan selang tahan
panas yang operasikan secara manual. Pemberian dilakukan pada
talang-talang nira dan gilingan serta tempat-tempat yang
memungkinkan berkembang biaknya mikroorganisme. Sedangkan
penambahan susu kapur dilakukan pada penampungan nira gilingan
pertama.
h. Perhitungan Angka Pengawasan Gilingan di PG Trangkil
Angka-angka pengawasan biasanya merupakan hasil perhitungan
menggunakan pol, brix, HK, ton tebu, ton imbibisi, ton ampas yang
diperoleh dari penggilingan tebu. Adapun angka pengawasan tersebut
nantinya digunakan untuk menilai kerja gilingan seperti :
1) HPB Total digunakan untuk menilai hasil pemerahan brix di stasiun
gilingan.
2) HPB 1 angka normal 65-70% jika berada dikisaran angka tersebut
menunjukan bahwa hasil pemerahan di gilingan 1 semakin baik,
semakin sedikit sisa nira tertinggal dalam ampas dari gilingan 1 dan
akan semakin ringan kerja gilingan berikutnya dan imbibisi.
3) HPG untuk menilai pemerahan gula (pol) di gilingan, semakin tinggi
HPG maka pemerahan semakin baik. Nilai HPG biasanya
dipengaruhi kadar sabut tebu, jika kadar sabut tebu ini tinggi berarti
kehilangan gula semakin tinggi, nilai HPG akan turun.
4) PSHK digunakan sebagai indikator penilian alat kerja pendahuluan
dan adanya mikroorganisme karena nilai PSHK menunjukan bahwa
43
sel tebu yang terbuka sama dan tidak ada pengasaman di proses
penggilingan.
5) Kadar pol ampas biasanya < 2 % karena menunjukan gula yang
tertinggal dalam ampas sedikit, dan hasil imbibisi sudah optimal.
6) Faktor campur digunakan untuk menilai baik tidaknya pemberian
imbibisi.
7) Turbidity Nira Mentah.
8) Gula Reduksi NM
Perhitungan Angka Pengawasan Gilingan
Tabel 15. Data Analisa Periode III 1 - 15Juni 2018
pnm 9,12
a. Pnm = x NM = x 60.853,9
100 100
= 5.501,94 ton
a P 2,20
Pnm = 100 xA = x19.451,3
100
= 427,93 ton
Pt = Pnm + Pa = 5.501,94 ton + 427,93 ton
= 5.929,87 ton
Pnm 5.501,94
HPG = x 100 = x100
Pt 427,93
= 92.78 %
44
bnm − bnpl 12,72−8,74
b. NPP =b x NM = 16,81−8,74 x 60.853,9
npp − bnpl
= 29.752,99 ton
pnpp 16,81
Bnpp = 100 x NPP = 100 x 29.752,99
= 5.001,47 ton
b
a 3,37
Ba = 100 xA = 100 x 19.451,3
= 655,51 ton
bnm 12,72
Bnm = x NM = 100 x 60.853,9
100
= 7.673,76 ton
Bt = Bnm + Ba = 7.673,76 ton + 655,51 ton
= 8.329,27 ton
Bnpp 5001,47
HPB1 = x 100 = 8.329,27 x 100
Bt
= 60,05%
Bnm 7.673,76
c. HPBT = x 100 =8.329,27 x 100 = 92,13%
Bt
(1,4 x HK )−40
d. PSHK nm/npp = [(1,4 x HK nm )−40] x 100
npp
(1,4 x 71,7)−40
= [(1,4 x 73,8)−40] x 100
= 95,36 %
e. Fa = zka – ba
= 47,08 – 3,37
= 43,71 %
(100− fa )
Faktor Campur =( x pnga )
pa
(100− 43,71 )
=( x 1,48)
2,20
= 37,87 %
45
HPG 92 – 96 92,78
PSHK 95 – 97 95,36
pa <2 2,20
Faktor Campur ±50 62,55
46
C. STASIUN PEMURNIAN
Nira mentah yang akan diproses di stasiun pemurnian masih banyak
mengandung bukan gula seperti air, bahan lilin, asam organik, protein,
bahan anorganik, serta kotoran, tanah dan pasir. Kandungan bukan gula
tersebut harus dihilangkan, dalam proses pemurnian terdapat tiga cara
penghilangan kotoran menurut Ir.Soejardi yaitu secara fisis dengan
penyaringan atau pengendapan, khemis dengan pemberian zat yang dapat
bereaksi dengan kotoran dalam nira mentah sehingga membentuk garam
yang mengendap, atau dengan gabungan fisis dan khemis dengan
pemanasan kemudian zat yang ditambahkan ke bukan gula diikuti
penangkapan selama terbentuknya penyerapan, penempelan dan
penangkapan selama terbentuknya endapan. Ketiga cara penghilang kotoran
tersebut saling berkaitan sehingga membutuhkan kondisi yang optimal agar
diperoleh penghilangan yang maksimal, dengan pengaturan kondisi pH,
waktu tinggal, dan suhu selama proses pemurnian berlangsung.
Tujuan dari proses pemurnian adalah mencegah kerusakan sukrosa
dan menjaga kestabilan gula reduksi. Kerusakan sukrosa dan gula reduksi
dipengaruhi oleh pH, waktu tinggal, dan suhu. Sukrosa rusak pada suasana
asam menjadi gula invert, sedangkan gula reduksi pecah dalam suasana
alkalis. Gula reduksi yang rusak akan merugikan pabrik dalam peningkatan
intensitas warna dan bertambahnya jumlah kerak badan penguapan.
Kerusakan sukrosa dan gula reduksi akan semakin cepat dengan suhu yang
tinggi dengan waktu tinggal yang lama (P. Honig, 1963), sehingga tiga
kondisi tersebut tidak boleh dalam kondisi ektream secara bersamaan.
Pabrik gula Sindanglaut menggunakan proses pemurnian sulfitasi dengan
bahan pembantu yang digunakan berupa susu kapur, dan gas SO2. Berikut
merupakan bagan perjalanan nira mentah di stasiun pemurnian :
1. Timbangan Nira Mentah
47
tergantung debit nira yang masuk dari gilingan sehingga penimbangan
tiap jam tidak selalu sama.
Spesifikasi Flow Meter
Perhitungan Peti Nira Mentah Tertimbang (1 Juli 2018)
Nira Mentah %tebu = 100,52
Kapasitas Giling = 8000 TCD
Bj nira mentah = 1,03 ton/m3
Nira mentah didapat/jam:
kapasitas giling
= x nm % tebu
24
8000 TCD 100,52
= x
24 100
=335,067 ton/jam
Debit nira mentah/ jam
335,067 ton/jam
= 1,03 ton/m3
48
a. Spesifikasi Alat
ID H Tube S tube LP
Heater Tahun
(cm) (cm) passes Total (m2)
1 3.20 350 8 720 253.21 2007
2 3.20 350 8 720 253.21 2001
3 3.20 350 8 720 253.21 2005
4 3.30 350 12 1104 400.39 2009
5 3.30 350 12 1104 400.39 2009
6 3.30 350 16 1102.931 400.00 2011
7 3.30 350 16 1102.931 400.00 2011
8 3.30 350 16 1102.931 400.00 2014
b. Cara Pelaksanaan dan Pengawasan
Nira masuk pada lubang pemasukkan atas (double afsluiter),
dan turun ke bawah. Setalah sampai di bawah akan berbentuk aliran
karena adanya sekat-sekat pembagian, naik ke atas kembali sampai
mencapai ruang sirkulasi bagian atas. Di bagian atas nira akan turun
kembali, demikian seterusnya. Proses pemanasan terjadi saat uap
pemanas (uap bekas/uap nira) masuk pada badan pemanas dan
memanaskan pipa-pipa yang berisi nira, sambil nira melakukan
sirkulasi. Karena suhu nira dalam pipa lebih rendah di banding
dengan suhu ruang yang diluar pipa pemanas, maka akan terjadi
proses pemindahan panas dan uap pemanas mengalami kondensasi.
hasil peristiwa ini akan mengakibatkan nira menjadi naik suhunya
sedang pada hal lain terbentuk air konden yang dapat digunakan
untuk keperluan imbibisi pada gilingan.
Pembersihan pemanas pendahuluan PG. Trangkil dilakukan
setiap dua hari sekali, berikut formasi pembersihan kerak dan
operasional pemanas pendahuluan:
49
uap bekas. Hal ini dilakukan agar suhu nira tetap terjaga pada suhu
75-80 oC
c. Kesulitan dan Cara Mengatasi
Pemanas merupakan salah satu bagian di stasiun pemurnian.
Pada saat proses sedang berjalan pasti ada beberapa kendala, sehingga
tujuan dari pemanas pendahuluan tidak tercapai. Hal yang
menyebabkan tujuan tidak tercapai adalah tekanan uap nira rendah dan
pengerakan pada pipa nira
3. Defekator
Prinsip dasar proses pemurnian semakin banyak endapan yang dapat
dibentuk akan semakin baik kinerja stasiun pemurnian, karena berhasil
tidaknya stasiun pemurnian berpengaruh langsung pada kualitas produk SHS,
kecepatan penguapan di stasiun penguapan, serta kecepatan dan kemudahan
proses kristalisasi di stasiun masakan. Untuk mencapai pengendapan yang
maksimal salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat nira pada kondisi
pH bertingkat dengan penambahan susu kapur Ca(OH)2 di bejana pencampuran
50
yang dinamakan defekator. Terdapat dua defekator yaitu defekator 1 pH 8,1–
8,2 dengan tujuan menghindari kerusakan sukrosa karena inversi, dan
membentuk garam calcium. Defekator 2 pH alkalis 9,2–9,8 untuk
mengendapkan bukan gula maksimal, dan pencampuran ion OH- dengan
kation.
Defekasi adalah proses pencampuran susu kapur dengan nira sehingga
terjadi reaksi penetralan untuk menghilangkan sifat asam dalam nira dan
pembentukan garam atau ikatan yang dapat dipisahkan dengan pengendapan.
Alat yang digunakan proses defekasi adalah defekator. Proses defekasi
bertujuan untuk membentuk inti endapan Ca3(PO4)2 Inti endapan ini akan
mengadsorbsi kotoran lain untuk membentuk gumpalan yang mudah
diendapkan. Garam phospat yang terbentuk dalam nira yang terdapat gumpalan
koloid akan bertindak sebagai penghubung butiran koloid, sehingga terbentuk
gumpalan yang besar. Rangkaian Ca-phospat – Ca-koloid menghasilkan
gumpalan yang besar sehingga mudah mengendap. Endapan yang terbentuk
bersifat semi compersible.
a. Spesifikasi Defekator
51
Penambahan susu kapur di defekator dua dilakukan sampai pH 8,6-
9,0. Susu kapur atau calsium hidroksida inilah yang nantinya bila
diberikan pada nira akan membentuk susu kapur yang aktif atau
disebut ion Ca2+. Ion akan bereaksi mengikat asam-asam serta kotoran
yang terkandung dalam nira. sehingga terjadi penetralan serta
terbentuknya endapan yang mudah dipisahkan dengan cara penapisan
atau penyaringan.
Proses pengawasan pada defekator dilakukan dengan melihat
angka pH dalam defekator. Pengontrolan pH nira dilakukan secara
manual menggunakan indikator.
c. Masalah dan Cara Mengadapi
Dari pengamatan visual warna jernih keluar dari door sama
dengan contoh nira dipemurnian (dalam gelas reaksi). Kadar kapur ne
<800 mgCaO/L.
Penetralan dengan susu kapur dilakukan secara bertahap
diharapkan koloid dalam nira dapat mengendap. Seperti diketahui
setiap koloid mempunyai titik isoelektris yang berbeda. Sehingga
dengan perubahan pH secara bertahap tersebut titik isoelektris dari
koloid dapat dilewati dan cukup waktu untuk bereaksi sehingga akan
semakin banyak kotoran yang dapat diendapkan. Reaksi antara susu
kapur dengan komponen nira terutama asam diharapkan akan dapat
membentuk endapan Ca3(PO4)2. Oleh karena itu kandungan phospat
dalam nira sangatlah penting guna membentuk endapan pokok. Bila
phospat kurang akan mengakibatkan koloid yang mengendap sedikit
dan semakin sedikit bukan gula yang dihilangkan.
d. Pendapat Tentang Hasil Kerja Defekasi
Dari pengamatan visual warna jernih keluar dari door sama
dengan contoh nira dipemurnian (dalam gelas reaksi). Kadar kapur ne
<800 mgCaO/L.
Penetralan dengan susu kapur dilakukan secara bertahap
diharapkan koloid dalam nira dapat mengendap. Seperti diketahui
52
setiap koloid mempunyai titik isoelektris yang berbeda. Sehingga
dengan perubahan pH secara bertahap tersebut titik isoelektris dari
koloid dapat dilewati dan cukup waktu untuk bereaksi sehingga akan
semakin banyak kotoran yang dapat diendapkan. Reaksi antara susu
kapur dengan komponen nira terutama asam diharapkan akan dapat
membentuk endapan Ca3(PO4)2. Oleh karena itu kandungan phospat
dalam nira sangatlah penting guna membentuk endapan pokok. Bila
phospat kurang akan mengakibatkan koloid yang mengendap sedikit
dan semakin sedikit bukan gula yang dihilangkan.
4. Sulfitator
Sulfitasi adalah proses pencampuran gas SO2 dengan nira sehingga
terjadi reaksi pengasaman. Reaksi pengasaman ini dilakukan untuk
menetralkan pH nira yang tinggi akibat pemberian susu kapur berlebih pada
defekator dua. Pada proses sulfitasi bertujuan untuk mendapatkan inti endapan
CaSO3. Reaktor yang digunakan untuk proses sulfitasi adalah sulfitator. Bila
diperhatikan susunan gumpalan yang besar, nampak bahwa gumpalan koloid
(hitam) banyak yang terdapat di bagian dalam gumpalan meski ada pula yang
ditepi. Kalau koloid yang menggumpal ini adalah koloid reversibel maka
setelah kondisi nira dirubah dari titik iso-elektrisnya maka gumpalan koloid di
atas dapat mengalami peptisasi, sehingga penggumpalan koloid tidak berhasil.
Untuk yang berada dibagian dalam gumpalan akan aman tapi yang berada
dibagian luar akan mengalami peptisasi. Dengan terbentuknya CaSO3 , koloid
reversibel yang berada dibagian luar gumpalan tidak mengalami peptisasi
karena akan dilindungi oleh CaSO3 yang posisinya terletak dibagian paling luar
dari gumpalan.
53
5. Pemanasan Kedua
Pemanas pendahuluan kedua digunakan untuk memanaskan nira tersulfitir
sebelum masuk ke multi tray clarifier. Tujuan adanya pemanas kedua adalah :
a) Mengeluarkan gas-gas yang tak terembunkan
b) Mempercepat proses pengendapan
c) Menurunkan viskositas karena kotoran akan sulit mengendap jika dalam
kondisi kental.
Pemanas pendahuluan beroperasional pada suhu 100-105℃, jumlah pemanas
pendahuluan yang digunakan adalah sebanyak dua unit.
6. Pengendapan
a) Bejana Pengembang
Bejana pengembang merupakan konstruksi yang ada di stasiun
pemurnian,jenis yang digunakan di PG Sindang Laut berupa flash tank,
kegunaan dari bejana ini untuk mengeluarkan gas-gas yang tidak
terembunkan agar tidak mengganggu proses pengendapan karena akan
menahan kotoran untuk tidak mengendap.
Nira yang keluar dari pemanas pendahuluan akan masuk ke flash
tank untukpengeluaran gas yang tak terembunkan, nira masuk dari bagian
atas flash tank kemudian jatuh mengenai papan horizontal yang
adadidalamnya, nira akan kebawah sedangkan gas akan keluar karena
menabrak papan horizontal yang ada, baru nira bisa masuk ke peti
pengendapan.
b) Bejana Pengendapan
Pengendapan merupakan proses pemisahan gumpalan – gumpalan
endapan hasil reaksi defekasi secara gravimetris berdasar BJ endapan.
Endapan yang mempunyai bj lebih besar dari nira akan mengendap.
Variasi bj antara 0,8 – 1.2, densitas endapan anorganik lebih besar dari
endapan organik. Dari pengendapan diperoleh nira jernih dan nira kotor.
Selanjutnya nira jernih dialirkan ke saringan nira encer, sedangkan nira
kotor ditapis di Rotary Vacuum Filter untuk dipisahkan antara nira tapis
54
dengan blotong. PG Trangkil menggunakan peti pengendap single tray
clarifier.
Untuk mendapatkan kecepatan pengendapan yang maksimal, faktor
atau komponen yang perlu diperhatikan adalah :
1) Diameter endapan, gumpalan makin besar makin mudah mengendap,
untuk memperbesar diameter endapan ditambahkan flokulan.
2) Densitas endapan, makin besar densitas endapan maka makin cepat
proses pengendapan. Hal ini tergantung jenis endapan dan
keberhasilan proses serta komponen nira.
3) Viskositas nira, semakin rendah viskositas nira semakin cepat proses
pengendapan. Hal ini dapat dengan cara pengenceran nira.
4) Suhu nira, semakin tinggi suhu, densitas endapan yang terbentuk
semakin tinggi, viskositas semakin rendah dan gas terlarut dapat
hilang keluar. Adanya gas (udara) memiliki kecenderungan keluar dari
nira sehingga mengganggu pengendapan..
5) Bejana yang tergetar mengganggu ketenangan pengendapan, maka
diletakan pada pondasi terpisah dari mesin penggerak yang ada di
dalam pabrik.
6) Adanya isolator yang rusak pada dinding peti pengendap
menyebabkan pancaran panas (kehilangan panas). Suhu nira dekat
tempat-tempat ini akan lebih rendah dibanding nira ditengah bejana,
perbedaan suhu mengakibatkan terjadi arus konveksi pada nira
didalam peti pengendap sehingga ketenangan pengendapan akan
terganggu.
Spesifikasi Keterangan
Type Single Tray Clarifier
Jumlah 1 unit
Diameter 13 m
Tinggi 6m
Waktu tinggal 45 menit
Putaran 0,05 rpm
55
7. Penapisan
Proses penapisan dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan
RotaryVaccum Filter (RVF), nira kotor dipisahkan dengan kotoran yang
mengendapuntuk diperoleh nira tapis, sehingga mengurangi kerugian pabrik
akibatkehilangan gula yang terikut dalam blotong.
a. Operasional Alat
Keberhasilan RVF dalam bekerja dapat dilihat dari pol blotong <2%, secara
visual blotong kering dan tebal, dan air jatuhan kondensor bebas dari nira
tapis. Washing dilakukan dengan menggunakan air panas dengan suhu 60–
70℃.
Spesifikasi Rotary Vacuum Filter
Spesifikasi Keterangan
Nama alat Rotary Vacuum Filter
Jumlah 4 buah
Diameter Drum 10 ft
Panjang Drum 16 ft
Luas penampang 46.67 m2
Luas total 186.70 m2
b. Pelaksanaan dan Pengawasan
Sebelum ditapis, nira kotor dicampur dengan ampas halus
(bagacillo) yang gunanya untuk membentuk media tapis kotoran agar
mempermudah proses penapisan, ditampung dengan bak nira kotor yang
dilengkapi dengan pengaduk agar nira kotor tidak mengendap. Nira kotor
diisikan pada RVF dan drum berputar, sebagian drum tercelup didalam nira
kotor pada saat drum berputar didaerah low vacuum nira kotor akan
menempel pada saringan dan nira akan terserap, dan drum berputar masuk
daerah high vacuum di dareah ini diberi air siraman dengan suhu ±70°C
sehingga terjadi pencucian blotong, nira yang bercampur air terserap karena
adanya tarikan vacuum, putaran drum berlanjut masuk daerah bebas
vacuum maka blotong akan terlepas dan yang masih menempel pada drum
dibersihkan dengan scraper. Hasil dari penapisan ini adalah nira tapis yang
dialihkan kembali ke tangki nira mentah tertimbang sedangkan blotong nya
56
dibawa belt conveyor untuk dibuang. Untuk pengaturan high vacuum dan
low vaccum pada rotary vacuum terdapat disc wear yaitu pusat ujung-ujung
pipa, pipa tersebut menempati sisi high dan low vacuum. High vaccum
operasional 40 cm Hg, sedangkan low vaccum 20 cmHg.
c. Pengawasan Stasiun Pemurnian
Data perhitungan
%brix n.encer = 14,50
blotong %tebu = 4,5 %
%pol blotong = 2,20
air pencucian % blotong = 100
Nira kotor %tebu = 15%
pemakaian kapur = 250 kg/ 100 ton tebu
pemakaian belerang = 55 kg/ 100 ton tebu
%pol n.encer = 11,17
Beaume susu kapur = 8⁰BE
N.Encer % tebu = 104
Perhitungan
Kapur = 333.333,333 : 100 ẋ 250
= 833,33 kg/ jam
Kemurnian kapur yang digunakan = 80%
Pemakaian kapur CaO = 80 ẋ 833,333
= 666,67 kg/ jam
Kapur diberikan dalam bentuk susu kapur = 16 brix
Buletin 11 daftar XII a Halaman 91, untuk susu kapur dengan konsentrasi
= 8⁰ BE
Kadar CaO 75 gr/ l = 75 kg/m3
Densitas = 1,07
Debit Susu Kapur = 666,67 : 75
= 8,89 m3/ jam
57
Berat Susu Kapur = 1,07 ẋ 8,89
= 9,47 ton/ jam
= 2,84 %
9,47 ×16
kg brix susu kapur = = 1.515,31 kg
100
= 2,638263 kg/m2
Volume gas SO2 diperlukan tiap jam = 110 : 2,63826
= 41,69 m3/100 ton tebu
333.333,33
= 𝑥 41,49
100
= 138.980,34 m3/jam
N.mentah sulfitasi %tebu = N.kotor %tebu + N.encer %tebu
= 15 + 104
= 119
α
%brix n.mentah sulfitasi (α) => 13,92 = 100 𝑥 119
α = 11,70
Densitas nira kotor menurut Meade-Chen (hal 841-858) sebesar 1,06
Maka %brix n.kotor = 14,8
58
N.Kotor 14.8 1.0600
Bagacillo
0,475
(Diasumsikan 0,475) = 𝑥 333.333,33 kg/jam = 1.583,33 kg/jam
100
4,5
Blotong = 100 𝑥 333.333,33 kg/jam = 15.000 kg/jam
59
Perhitungan Efek Pemurnian data 1 Juli 2018 :
Tebu digiling = 83.908ku
bnm = 12,91 %
pnm = 9,27 %
HKnm = 71,8 %
bne = 13,60 %
pne = 10,10 %
HKne = 74,3 %
pbl = 2,02 %
Blotong % tebu = 2,79 %
NMK = 84.600 ku
fnmk = 0,3 %
fnmk
Fnmk = 100 x NMK
0,3
= 100 x 84.600
= 253,8 ku
NM = NMK – Fnmk
= 84.600 ku– 253,8 ku
= 84.346,2 ku
NM
NM%tebu =ku tebu x 100
84.346,2 ku
= x 100
83.908 ku
= 100,52%
pnm
Pnm = x NM
100
9,27
= x 84.346,2 ku
100
= 7818,89 ku
bnm
Bnm = x NM
100
12,91
= x 84.346,2 ku
100
= 10889,09 ku
60
BGnm = Bnm – Pnm
= 10889,09 ku – 7818,89 ku
= 3070,20 ku
b%t
BL = 100 x T
2,79
= x 83.908 ku
100
= 2341,03 ku
pbl
Pbl =100 x BL
2,02
= 100 x 2341,03
= 47,29 ku
Pne =Pnm – Pbl
= 7818,89– 47,29
= 7771,6 ku
Pne
Bne = HKne x 100
7771,6 ku
= x 100
74,29
= 10.461,16 ku
BGne = Bne – Pne
= 10.461,16 ku – 7771,6 ku
= 2.689,56 ku
BGnm –BGne
EP = x 100
BGnm
3070,20 –2689,56
= x 100
3070,20
= 12,39 %
61
D. STASIUN PENGUAPAN
1. Sistem Penguapan
a. Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang
terkandung di dalam nira encer sehingga diperoleh nira dengan
kekentalan tertentu, dan penguapan ini bertujuan untuk menghilangkan
kadar air ±80% sehingga terjadi kenaikan konsentrasi sampai mendekati
jenuh dan menghasilkan nira kental yang mencapai kekentalan 22-26°
Be. Semakin sedikit kandungan air yang ada pada nira kental maka
akan semakin mudah pula nira untuk mengkristal distasiun
kristaliasi.Penguapan terjadi karena adanya perpindahan panas dari
bahan pemanas kepada nira.
b. Proses Penguapan
Untuk memperoleh kecepatan penguapan yang tinggi, menekan
kerusakan gula selama proses penguapan maka penguapan dilakukan
pada tekanan hampa. Proses penguapan yang dilakukan di PG Trangkil
yaitu secara Pre Quadruple effect yaitu empat badan penguap
digunakan secara seri.
Dalam suatu seri badan penguapan, tekanan tiap badan semakin
kebelakang maka tekanan semakin rendah, karena perbedaan tersebut
maka uap nira dari badan I dapat digunakan untuk badan II dan
seterusnya.
Dalam proses penguapan terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1) Tekanan uap nira setiap evaporator harus konstan untuk menjaga
kecepatan penguapan
2) Pengaturan level uap nira tiap evaporator akan mempengaruhi
kecepatan penguapan
3) Dalam ruang pemanas terdapat gas-gas yang tak terembunkan
62
4) Air embun harus dikeluarkan secara kontinyu untuk
memaksimalkan perpindahan panas dan juga meminimalkan
ruang pemanas
63
heater. Dalam pengoperasian di PG Trangkil menggunakan 1 unit pre
evaporator dan 4 unit badan penguap yang dihubungkan secara seri.
Tabel 17. Data Operasi Stasiun Penguapan Pre Quadruple Effect
Evaporator
Uraian
I II III IV V VI VII VIII IX X
LP (m2) 4.000 3.504 3.018 3.018 2.800 2.800 1.605 1.605 1.295 1.141
Panjang pipa (mm) 2.300 2.300 2.300 2.300 2.500 2.500 2.365 2.365 2.510 2.514
Jumlah pipa 13.187 11.552 9.950 9.950 10.810 10.810 6.550 6.550 4.980 4.381
LP Eff (m2) 4.000 3.500 3.000 3.000 2.500 2.500 1.500 1.500 1.250 1.000
Sight Glass (mm) 215×15 215×15 215×15 218×15 218×15 218×15 218×15 218×15 195×15 225×15
64
Tabel 18. % Brix Setiap Badan Pemanas
2. Operasi Penguapan
Pengoperasian awal dari evaporator adalah menjalankan pompa
vacuum sampai vacuum dipompa mencapai 60–65 cmHg, lalu valve uap nira
ke kondensor dibuka, badan akhir menjadi vacuum, demikian pula pipa
amoniak ke kondensor, pompa kondensat dll. Nira encer dipompa ke
pemanas III sampai 105 - 110°C, kemudian masuk preevaporator I dengan
bahan pemanas uap bekas tekanan 0,8–1 atmdengan konsentrasi 12,7% brix
dan dijaga pada kondisi pH netral (7-7,2). Jika pH > 7,2 maka akan terjadi
proses karamelisasi yang akan menyumbat saluran masuk nira. Sedangkan
jika pH < 7 maka kondisi nira akan cenderung asam dan akan
mengakibatkan sukrosa pada nira terinversi. Inversi ini akan mengakibatkan
gagalnya proses kristalisasi di stasiun masakan. Nira keluar dari pre-
evaporator ini kemudian dialirkan menuju BP I menggunakan bahan
pemanas dari uap bekas yang didapat dari turbin gilingan dengan tekanan
0,8 kg/cm2, nira lalu masuk ke BP II kemudian diatur pemasukan nira secara
sampai BP IV. Uap yang dialirkan ke BP IV tersusun dari 2 buah badan
penguap yang tersusun secara parallel. Tujuan dari penggunaan 2 buah
badan penguapan ini untuk memperluas area perpindahan panas. Kondisi
operasi pada kedua adan penguap ini antara 60-62 cmHg. Konsentrasi nira
keluar adalah 52,61% brix.
65
Untuk menghentikan operasi badan penguapan setelah nira encer
habis, maka uap bekas ditutup, nira dialirkan ke BP berikutnya, valve output
nira BP I ditutup, uap pemanas BP II ditutup, nira mengalir ke BP
berikutnya sampai BP akhir. Nira pekat dari BP akhir ditampung pada
tangki penampung dan kemudian dipompa ke tanki nira kental. Setelah itu,
nira kental dialirkan menuju tangki sulfitasi untuk menjadikan pH nira pada
5,5 sehingga menghasilkan warna Kristal gula putih. Uap pemanas ke
kondensor ditutup, pompa vacuum dihentikan lalu vacuum yang ada dalam
badan dibuang, badan penguap diisi dengan air.
66
c. Pengeluaran Air Embun (Kondensat)
Kelancaran air embun merupakan indikasi kapasitas
penguapan, karena setelah uap melepaskan panas latennya akan segera
berubah fase menjadi air embun, air embun ini harus segera
dikeluarkan karena air embun didalam tromol akan mengurangi
bidang kontak uap terhadap pipa-pipa pemanas yang berarti
memperkecil luas pemanas yang semestinya. Kecepatan penguapan
akan terganggu dan yang lebih ekstrim lagi jika air embun tidak
dikeluarkan dengan lancar, maka akan terjadi akumulasi semakin
banyak dan penuh akibatnya dapat merusak alat karena goncangan
atau ledakan dalam tromol.
d. Pengeluaran Gas Tidak Mengembun (Incondensable Gases)
Pengeluaran gas tak mengembun, diantaranya gas amoniak
harus selancar mungkin tanpa kerugian – kerugian terbawanya, uap
pemanas yang mengakibatkan kehilangan kalori. Gas tak mengembun
akan menghambat transfer panas dan mengganggu kecepatan
penguapan.
e. Tinggi Permukaan Nira Dalam Badan
Tinggi permukaan nira berpengaruh langsung terhadap
kecepatan pelepasan uap yang masih terdapat dalam nira, sehingga
makin tinggi permukaan nira maka kecepatan pelepasan uap nira
semakin berkurang karena adanya tekanan hidrostatis. Tetapi jika
permukaan nira terlalu rendah maka kontak antara nira dengan pipa
pemanas juga semakin berkurang (kecil) sehingga kecepatan
penguapan secara menyeluruh juga mengecil. Dari pengalaman dan
pelaksanaannya, pada level nira sepertiga tinggi pipa pemanas akan
dicapai kecepatan yang optimal dengan dampak kecepatan pengerakan
kecil.
f. Kebersihan Pipa Pemanas
Seperti dijelaskan didepan bahwa transfer panas akan
terhambat oleh berbagai lapisan diantaranya kotoran kerak. Adanya
67
kotoran kerak ini amat nyata menurunkan kecepatan penguapan maka
kebersihan pipa pemanas harus dijaga diantaranya dengan
mengusahakan efek pemurnian nira sebaik mungkin di stasiun
pemurnian, kadar kapur terlarut dalam nira encer sekecil mungkin.
Jika kotoran telah terjadi maka pembersihan pipa pemanas haruslah
rutin dan sebaik-baiknya dengan chemis maupun mekanis.
68
3. Total nira encer keluar Pre-Evaporator
Nira Encer keluar PE = Jumlah NE masuk – Total air diuapkan
= 363.636 – 90.909
= 272.727 kg/jam
Total Air Diuapkan
Laju Penguapan =
LP Pre - Evaporator
90.909 kg/jam
=
4000 m2
= 22,73 kg/m2.jam
4. Kebutuhan uap bekas
Diketahui uap bekas masuk Pre-Evaporator :
P = 0,75 kg/cm2
T = 115°C
H = 644,3 kcal/kg
S.V = 1.036 m3/kg
69
Brix NK : 60%
Ton NE keluar PE : 272.727 kg/jam
: 272,727 ton/jam
𝒃𝒏𝒆 𝒙 𝑵𝑬
% brix yang keluar tiap badan =
𝑵𝒊𝒓𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓 𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒃𝒂𝒅𝒂𝒏
70
16 x 272,727
% brix yang keluar dari badan I = = 19,16 %
222,727
16 x 272,727
% brix yang keluar dari badan II = = 25,26 %
172,727
16 x 272,727
% brix yang keluar dari badan III = = 35,55 %
122,727
16 x 272,727
% brix yang keluar dari badan IV = = 60,00 %
72,727
= 0,21 kg/cm2
Total penurunan tekanan
= 1.75 kg/cm2 - 0,21 kg/cm2
= 1.54 kg/cm2
Tabel 6.4 distribusi tekanan dalam seri penguap
Nomer Badan I II III IV V
3 badan (triple) 11/30 10/30 0/30 - -
71
4 badan (quadruple) 11/40 10,3/40 9,7/40 9/40 -
5 badan (quintiple) 11/50 10,5/40 10/50 9,5/50 9/50
(E, Hugot)
1. Penurunan tekanan dan suhu badan I
Tek. UN. badan I (PI)
= Tek. uap pemanas badan I – (11/40 x total penurunan tekanan)
= 1,75 kg/cm2 – (11/40 x 1,54 kg/cm2)
= 1,33 kg/cm2 Suhu UN. Dicapai = 107ºC (Steam table, E.Hugot)
1,75 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
ΔPI = 1,33 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
= 1,32
Suhu pemanas badan I = 115ºC
Suhu nira pada badan I = Suhu UN. Badan I + ΔPI
= 107ºC + 1,32
= 108,32°C
ΔTI = 115°C – 108,32°C
= 6,68 °C
2. Penurunan tekanan dan suhu badan II
Tek. UN. badan II (PII)
= Tek. uap pemanas badan II – (10,3/40 x total penurunan tekanan)
= 1,33 kg/cm2 – (10,3/40 x 1,54 kg/cm2)
= 0,93 kg/cm2 Suhu UN. Dicapai = 97ºC (Steam table, E.Hugot)
1,33 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
ΔPII = 0,93 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
= 1,43
Suhu pemanas badan II = 107ºC
Suhu nira pada badan II = Suhu UN. Badan II + ΔPII
= 97ºC + 1,43
= 98,43°C
72
3. Penurunan tekanan dan suhu badan III
Tek. UN. badan III (PIII)
= Tek. uap pemanas badan III – (9,7/40 x total penurunan tekanan)
= 0,93 kg/cm2 – (9,7/40 x 1,54 kg/cm2)
= 0,56 kg/cm2 Suhu UN. Dicapai = 83,5ºC (Steam table, E.Hugot)
0,93 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
ΔPIII = 0,56 𝑘𝑔/𝑐𝑚2
= 1,66
Suhu pemanas badan III = 97ºC
Suhu nira pada badan III = Suhu UN. Badan III + ΔPIII
= 83.5ºC + 1,66
= 85,16°C
ΔTIII = 97°C – 85,16°C
= 11,84°C
= 2,67
Suhu pemanas badan IV = 83,5ºC
Suhu nira pada badan IV = Suhu UN. Badan IV + ΔPIV
= 60,5ºC + 2,67
= 63,17°C
ΔTIV = 83,5°C – 63,17°C
= 20,33°C
73
Berdasarkan perhitungan distribusi tekanan dan suhu diatas dapat diperoleh
data sebagai berikut :
Badan Penguap BP I BP II BP III BP IV
Ruang Suhu 107°C 97ºC 83,5°C 60,5ºC
Nira Tekanan 1,33 kg/cm2 0,93 kg/cm2 0,56 kg/cm2 0,21 kg/cm2
Ruang Suhu 115ºC 107°C 97ºC 83,5°C
Uap Tekanan 1,75 kg/cm2 1,33 kg/cm2 0,93 kg/cm2 0,56 kg/cm2
Nira Suhu 108,32ºC 98,43ºC 85,16ºC 63,17ºC
a. Kondensor
Pada proses penguapan, diperlukan kondensor pembuat hampa
untuk menurunkan titik didih dan mempercepat proses penguapan.
Peralatan yang dipakai untuk membuat hampa adalah kondensor,
pompa penari udara (vacuum), dan pompa air injeksi. Alat ini berfungsi
untuk mengembunkan uap nira yang keluar dari badan penguapan akhir.
Di dalam kondensor, uap akan mengembun karena bersinggungan
dengan air injeksi, terkondensasi atau mengembun dan turun bersama
air injeksi menjadi air jatuhan, udara yang tidak terembunkan ditarik
oleh pompa udara. Kondensor yang dipakai PG Trangkil adalah
kondensor barometris.
Spesifikasi Bejana Kondensor :
Type : Counter-Current Dry Air Condenser
Jumlah : 1 Unit
Bahan : Carbon Steel, SA 283, Grade B
Spesifikasi Pompa Air Injeksi :
Pompa Injeksi Evap Utara (eks KBA)
Jenis : Centrifugal
Jumlah (unit) :1
Kapasitas (m3/jam) : 1500
Tahun :-
74
Pompa Injeksi Evap Selatan
Jenis : Centrifugal
Jumlah (unit) :1
Kapasitas (m3/jam) : 1500
Tahun : 2006
75
Tabel 19. Spesifikasi Sulfitator Nira Kental
a. ProsesTerjadinyaKerak
Dalam nira jernih atau nira encer masih terdapat kotoran meskipun
dalam jumlah kecil. Kotoran dalam nira baik yang larut maupun yang
melayang dapat menyebabkan pengotoran dalam penguapan. Akibat
suhu yang tinggi, komponen nira dapat mengendap dan menempel pada
permukaan bidang pemanas. Pengerakan juga dapat disebabkan
pemekatan nira karena uap air menguap, sehingga sebagian komponen
nira mencapai kejenuhan dan mengendap. Penyebab pengerakan antara
lain:
1. Komponen penyebab kerak menjadi kelewat jenuh
2. Ca–Mg–fosfat dan mungkin juga Fe–fosfat akan mengendap dalam
pre-evaporator dan badan pertama sebagai pengaruh suhu yang
tinggi pada pipa pemanas. Dalam badan akhir, terjadi pengendapan
karena adanya pengaruh pemekatan.
3. Pengendapan tersebut bukan berupa gula, tetapi kemungkinan
terjadi pH yang berbeda-beda selama pemurnian (misal dalam
pengendapan kontinyu, kompartemen yang atas mungkin
memberikan pH yang berbeda dengan kompartemen bawah). Bila
nira-nira ini nantinya dicampur dan didihkan akan terjadi
pengendapan. Endapan ini terdiri dari: Ca-Mg-fosfat, Fe-fosfat, Fe-
silikat, SiO2 dan bukan gula jenis protein. Kelarutan dan
penggumpalan bukan gula ini memerlukan pH tinggi dalam
pemurnian. Penggunaan pengendapan kontinyu dimana pH nira
kemungkinan tidak sama dari masing-masing kompartemen dapat
menambah terbentuknya kerak. Memberikan nira tapisan kepada
76
nira bersih dari pengendapan juga dapat menimbulkan pengaruh
perbedaan pH.
4. Kerak dari zat organic seperti pectin, blendok, zat-zat protein dan
lipid sebagian disebabkan pengaruh koagulasi, karena tingginya
suhu. Ini adalah koagulasi lanjutan dari apa yang terjadi dalam
pemurnian.
5. Pengerakan SiO2 hanya sebagian disebabkan koagulasi, karena
pengaruh suhu yang tinggi biasanya SiO2 yang terlarut dalam nira
menjadi kelewat jenuh. Selama penguapan SiO2 memiliki kelarutan
yang lebih kecil di dalam larutan gula yang brixnya tinggi
dibandingkan dengan di dalam nira yang brixnya rendah. Kelarutan
SiO2 dalam larutan dengan brix 60 kelarutannya adalah 70 ppm.
Kelarutan SiO2 jauh lebih besar pada suhu 95-100oC ialah 380
ppm, pada suhu 60oC (suhu nira kental) kelarutannya adalah 300
ppm.
6. Pengerakan karena besi berbeda dalam badan pertama dan terakhir.
Dalam badan pertama endapan besi dapat larut dalam 1/100 N
asam, kemungkinannya ini adalah Fe-fosfat. Dalam badan terakhir
kerak besi hanya dapat larut dengan menggunakan asam yang lebih
pekat, mungkin terikat dengan silikat.
Klasifikasi kerak secara praktis hanya dapat digolongkan menjadi tiga
sifat yang berbeda:
1. Kekerasan:
a. Lunak
b. Amorf
c. Mikrokristalin
d. Kristalin
2. Reaktivitas dengan bahan kimia
Sebagai dasar dalam pembersihan kerak, biasanya jenis kerak
tertentu akan berbeda reaktivitasnya dengan bahan kimia dengan
77
jenis kerak yang lainnya. Sehingga apabila penyusun kerak
diketahui dapat ditentukan bahan pembersih yang lebih efektif.
3. Pengaruh pada perpindahan panas
Kerak-kerak yang termasuk kategori kerak amorf seperti silikat
bersifat lebih isolator. Asam silikat berjumalah 10 gr/m2 akan
memberikan pengaruh yang sama terhadap kerak Ca-sulfat atau Ca-
aconitat sebanyak 70-80 gr/m2.
b. Komposisi Kerak
Komposisi kerak yang utama ditentukan oleh kadar penyebab
kerak dalam nira, konsentrasi bahan dan suhu operasi penguapan dalam
badan penguap itu sendiri.
Nira dengan kadar sulfat tinggi menyebabkan timbul kerak
sulfat pada badan terakhir. Kerak dari penguap di pabrik gula banyak
mengandung zat organik, terutama yang banyak terdapat dalam badan
penguap pertama dan kedua. Sedang kerak badan terakhir mengandung
banyak anion organik seperti aconitat dan asam oksalat.
Penggolongan jenis kerak penguap amat penting sebagai dasar
untuk pembersihan dan untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik
mengenai transfer panas yang berarti penurunan kapasitas penguapan.
Tabel 20. Penggolongan Kerak Penguapan di Pabrik Gula
78
c. Mekanisme Pembersihan Kerak
Pembersihan kerak secara periodik dari penguapan adalah salah
satu hal yang tidak mungkin dapat dihindarkan. Dalam pabrik gula
kecepatan pengerakan tergantung dari pemurniannya. Dengan sistem
pemurnian sulfitasi, kecepatan pengerakan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan sistem karbonatasi.
Pembersihan kerak dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Cara Chemis
Pembersihannya menggunakan bahan kimia dengan tujuan
melunakkan kerak, sehingga mudah dibersihkan secara mekanis.
Bahan yang digunakan adalah soda kaustik. Soda yang digunakan
±250-300 kg. Cara perlakuannya adalah masak air terlebih dahulu
selama ±8 jam lalu masak soda selama ±4 jam.
2. Cara mekanis
Dilakukan setelah pembersihan secara chemis, dengan cara
menggunakan alat seperti sikat besi. Pembersihan dilakukan secara
berulang-ulang mulai pipa bagian bawah smpai bagian atas.
Pembersihan dilakukan secara periodic tanpa mengganggu jalannya
proses penguapan. Dan setiap evaporator diatur dengan jadwal
skrap, sehingga masing-masing pembersihan mempunyai waktu
yang sama dengan harapan kerak yang terbentuk tidak tebal atau
keras.
d. Siklus Pembersihan
Untuk mendapatkan kapasitas penguapan yang tinggi dan tetap
maka kebersihan setiap badan penguapan maupun secara keseluruhan
maka pergiliran pembersihan harus selalu diperhatikan berdasar
kecepatan pengotoran dari tiap badan.
79
Gambar 7. Jadwal Pembersihan Evaporator
80
c. Pengeluaran air embun tidak lancar sehingga pipa pemanas
tertutup oleh air embun dan luas pemanas menjadi berkurang,
maka yang diperhatikan adalah selalu mengontrol tarikan pompa
air embun.
d. Pengaruh adanya kerak sehingga transfer panas dari uap ke nira
terhambat. Cara mengatasi yaitu dengan menjadwal sekrap,
sekrap harus disesuaikan dengan kondisi evaporator.
e. Pengeluaran gas tidak terembunkan (Amoniak) kurang lancar
karena bocor atau buntu. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara
mengatur bukaan valve amoniak dan menjaga kelancaran
pengeluaran gas amoniak.
E. STASIUN KRISTALISASI
1. Kristalisasi
a. Proses Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal padat dari suatu
larutan induk yang homogen. Proses ini adalah salah satu teknik
pemisahan padat-cair yang sangat penting dalam industri.
Nira yang telah dikentalkan di stasiun penguapan disebut nira
kental. Nira kental umumnya memiliki kepekatan sekitar 60ºbrix
dengan tujuan larutan tersebut mendekati konsentrasi jenuhnya,
selanjutnya nira kental dimasak agar terjadi pengkristalan untuk
membentuk kristal gula di stasiun masakan. Di nira kental masih
terkandung kotoran sebesar 15-20% zat terlarut, dan kadar air 35-40%.
Sulfitasi nira kental merupakan proses pemberian gas 𝑆𝑂2 pada
nira kental bertujuan mengendalikan terbentuknya zat warna dengan
pemucatan (Bleaching Effect). Dimana gas 𝑆𝑂2 akan mereduksi zat-zat
penyebab warna dengan mengubah ikatan ferri menjadi ferro sehingga
diharapakan akan terbentuk warna produk (ICUMSA)serendah
mungkin (< 200 IU). Proses pemberian gas 𝑆𝑂2 pada nira kental
81
dilaksanakan hingga pH nira kental mencapai ± 5,2-5,4 sebelum masuk
ke vacuum pan.
Pada stasiun kristalisasi terjadi proses penguapan lanjutan dari
penguapan yang dilakukan oleh pan-pan penguapan (evaporator). Nira
kental akan berkurang jumlahnya waktu dimasak di pan-pan masakan,
karena sebagian besar mengkristal menjadi butir-butir gula. Sedangkan
zat cair sisanya disebut stroop yang tidak dapat mengkristal lebih lanjut
dan terdiri dari sukrosa, gula reduksi dan zat-zat bukan gula. Adanya
proses penguapan lanjutan mengakibatkan angka perbandingan antara
kandungan sukrosa didalam suatu larutan dengan kandungan sukrosa
didalam larutan jenuh pada suhu yang sama (koefisien kejenuhan)
meningkat. Dengan demikian yang belum jenuh menjadi tepat jenuh
dan bila diteruskan akan menjadi kelewat jenuh.
Karena yang akan dibuat adalah kristal sukrosa, maka yang
utama berpengaruh adalah sifat sukrosa untuk digunakan sebagai
pengendali di dalam proses kristalisasi. Hal-hal yang perlu dikuasai
untuk mengendalikan proses adalah :
1. Sifat kelarutan kristal sukrosa.
2. Mekanisme kristalisasi.
3. Sifat komponen non-sukrosa dalam nira dihubungkan dengan
proseskristalisasi yang akan terjadi.
Sukrosa dapat larut dalam air dan kelarutannya di pengaruhi
suhu. Besarnya kelarutan surosa dinyatakan dalam:
S = 64,1835 + 0,134771 + 0,000503 t²
Dimana
S = % sakarosa
t = suhu larutan
Dari hubungan di atas dapat disimpulkan bahwa makin tinggi
suhu makin besar kadar sukrosanya dan kebalikanya bila suhunya
diturunkan maka makin kecil kadar sukrosanya. Bila larutan sukrosa
82
pada suhu toC akan mengandung sukrosa maksimal (kelarutan sukrosa)
= S %, maka selanjutnya diketahui bila :
1. Suhu larutan sukrosa tersebut ditinggikan t1 (t1> t), larutan tersebut
menjadi tidak jenuh.
2. Suhu larutan sukrosa tersebut didinginkan t2 (t2< t), larutan
tersebutmenjadi kelewat jenuh, (akan muncul kristal yang tidak
dapat terlarut lagi)
Dengan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
terbentuknya kristal terjadi pada kondisi kelewat jenuh. Perbandingan
antara sukrosa % air suatu larutan dibandingkan sukrosa % air jenuh
disebut koefisien lewat jenuh = KLJ
KLJ = 1,00 : larutan jenuh
KLJ < 1,00 : larutan encer
KLJ > 1,00 : larutan lewat jenuh
Daerah-daerah kejenuhan terbagi atas :
a. Larutan encer
Larutan dibawah KK ± 1,00 yang mana larutan masih
mampu melarutkan kristal sukrosa
b. Larutan jenuh
Larutan pada KK = 1,00 terjadi keseimbangan antara
jumlah sukrosa yang melarut dengan yang mengkristal, dimana
larutan tidak mampu melarutkan sukrosa lagi.
c. Daerah metastabil
Larutan diatas KK 1,00 dimana molekul sukrosa dalam
larutan hanya dapat menempelkan diri pada kristal yang telah ada,
daerah ini disebut daerah pembesaran kristal.
d. Daerah pertengahan (intermediate)
Larutan yang terletak pada daerah konsentrasi dimana
molekul sukrosa dalam larutan telah mampu membentuk inti kristal
apabila terdapat kristal sukrosa dalam larutan tersebut. KK 1,20 -
1,30
83
e. Daerah goyah (labil)
Koefisien kejenuhan ≥ 1,30 mampu membentuk inti kristal
dengan serentak tanpa hadirnya kristal lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kristalisasi seperti :
Suhu, vakum, proses penguapan sebelumnya, kerataan kristal,
kandungan kotoran dalam larutan, dan pencampuran atau sirkulasi
larutan.
Proses pengkristalan melalui fase-fase sebagai berikut :
a. Pembentukan inti
b. Pembesaran kristal hingga ukuran yang dikehendaki
c. Merapatkan kristal untuk mendapatkan hasil yang maksimal atau
mengakhiri konsentrasi (memasak tua) dari masakan untuk
mendapatkan hasil kristal yang tinggi.
Dalam proses kristalisasi pelaksanaannya harus selalu diusahakan :
a. Hasil gula yang memenuhi syarat
b. Kehilangan gula sekecil mungkin
c. Waktu proses sependek-pendeknya
d. Biaya proses yang murah
84
STEAM BLEADING
PRE-EVAPORATOR
AIR INJEKSI
D C A
CVP
PALUNG
Puteran D1 Puteran C
Puteran A
GULA D1
AIR KON DEN Puteran D2 STROOP D
GULA C
STROOP C STROOP/KLARE A
GULA D2
KLARE D
GULA GKP
TETES
85
Tabel 21. Spesifikasi Pan Masakan
86
= 6.400 TCD
= 266,67 ton/jam
NKL = NE – Air diuapkan
= 8.000 – 6.400
= 1.600 TCD
= 66,67 ton/jam
b. Data tingkat kristalisasi
No Jenis Bahan Brix Pol HK
1. Nira Kental 60 46,41 77,35
2. Masakan A 95,7 76,08 79,50
3. Masakan C 97,6 64,42 66,00
4. Masakan D 98,05 53,93 55,00
5. Stroop A 83,7 50.22 60,00
6. Stroop C 79,3 31,72 40,00
7. Tetes 85,90 29,10 33,92
8. Klare D 80,7 42,35 52,48
9. Gula SHS 99,80 98,80 99,00
10. Gula C 97,9 92,2 94,18
9. Gula D1 99,2 86,4 87,10
10. Gula D2 97,60 90,80 93,03
87
1) Nira kental
%brix Berat
Ton Brix (B) =
100
60 66,67
=
100
= 40,002 ton
%Pol Berat
Ton pol (P) =
100
46,41 66,67
=
100
= 30,94 ton
B 100
Berat (G) =
%brix
40,002 100
=
60
= 66,67
Air (W) =𝐺−𝐵
= 66,67 – 40,002
= 26,67
2) Gula SHS
HK Nira Kental−HK Tetes
B =B. Nira Kental × HK SHS−HK Tetes
77,35−33,92
= 40,002 × 99,00−33,92
= 26,69
HK ×B
P = 100
99,00 ×26,69
= 100
= 26,42
B×100
G = %brix
26,69×100
= 99,80
= 26,74
W =𝐺−𝐵
88
= 26,74 – 26,69
= 0,05
3) Tetes
B =B. Nira Kental − B. SHS
= 40,002 − 26,69
= 13,31
P = P. Nira Kental − P. SHS
= 30,94 − 26,43
= 4,51
B×100
G = %brix
13,31×100
= 85,9
= 15,49
W =𝐺−𝐵
= 15,49 – 13,31
= 2,18
1) Masakan D
𝐻𝐾 𝑇𝑒𝑡𝑒𝑠−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷1
Ton Brix (B) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑇𝑒𝑡𝑒𝑠 × 𝐻𝐾 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷1
33,92−87,01
= 13.31 × 55,00−87,01
= 22,046
𝐻𝐾 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
Ton pol (P) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷 × 100
89
55,00
= 22,046 × 100
= 12,125 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
Berat (G) = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷
22,046
= × 100
98,05
= 22,485 ton
Air (W) =𝐺−𝐵
= 22,485 – 22,046
= 0,438
2) Gula D1
B =B. Masakan D − B. Tetes
= 22,05 − 13,31
= 8,74 ton
P = P. Masakan D − P. Tetes
= 12,13 − 4,51
= 7,61
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷1
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷1
8,74×100
= 99,2
= 8,81
W =𝐺−𝐵
= 8,81 – 8,74
= 0,07
90
e. Menghitung Klare D dan Gula D2
1) Klare D
𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷1−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
Ton Brix (B) = 𝑇𝑜𝑛 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷 × 𝐻𝐾 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
87,10−93,03
= 8,74 × 52,48−93,03
= 1,28
𝐻𝐾 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷
Ton pol (P) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷 × 100
52,48
= × 100
1,28
= 0,67 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷
Berat (G) = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷
1,28
= 80,7 × 100
= 1,59 ton
Air (W) =𝐺−𝐵
= 1,59 – 1,28
= 0,31
2) Gula D2
B =B. Gula D1 − B. Klare D
= 8,74 − 1,28
= 7,46 ton
P = P. Gula D1 − P. Klare D
= 7,46 − 0,67
= 6,94 ton
91
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
7,46×100
= 97,6
= 7,64
W =𝐺−𝐵
= 7,64 – 7,46
= 0,18
1) Stoop A+C
Ton Brix (B) = 𝐵. 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷 − 𝐵. 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷
= 22,05 − 1,28
= 20,77
Ton pol (P) = 𝑃. 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐷 − 𝑃. 𝐾𝑙𝑎𝑟𝑒 𝐷
= 12,12 − 0,67
= 11,45
𝑃 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴+𝐶
HK = 𝐵 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴+𝐶 × 100
11,45
= 20,77 × 100
= 55,16 ton
92
2) Stroop C
𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴,𝐶−𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
Ton Brix (B) = 𝐵. 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴, 𝐶 × 𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶−𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
55,16−60,00
= 20,77 × 40,00−60,00
= 5,03
𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
Ton pol (P) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶 × 100
40,00
= × 100
5,03
= 2,01 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
Berat (G) = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶
5,03
= 79,3 × 100
= 6,34 ton
Air (W) =𝐺−𝐵
= 6,34 – 5,03
= 6,34 ton
3) Stroop A
B =B. Stroop AC − B. Stroop C
= 20,77 − 5,03
= 15,74 ton
P = P. Stroop AC − P. Stroop C
= 11,45 − 2,01
= 9,44 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
15,74×100
= 83,7
= 18,80
W =𝐺−𝐵
= 18,80 – 15,74
= 3,06
4) Air teruapkan di pan masak D
93
W.Stroop A + W.Stroop C + W.Klare D + W. Cucian =WmasakanD
+ W.uap= 3,06 + 1,31 + 0,31 + 0,1𝑋 = 0,44 + 𝑋
0,9X = 3,06 + 1,31 + 0,31 − 0,44
0,9X = 4,25
X = 4,72
Wteruapkan =X
= 4,72
Wcucian = 0,1 × 4,72
= 0,47
1) Masakan C
𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐶−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶
Ton Brix (B) = 𝑇𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶 × 𝐻𝐾 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶−𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶
40,00−94,18
= 5,03 × 66,00−94,18
= 9,67
𝐻𝐾 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
Ton pol (P) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶 × 100
66,00
= × 100
9,67
= 6,38 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
Berat (G) = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶
9,67
= 97,6 × 100
= 9,91 ton
Air (W) =𝐺−𝐵
94
= 9,91 – 9,67
= 0,24
2) Gula C
B =B. Masakan C − B. Stroop C
= 9,67 − 5,03
= 4,64 ton
P = P. Masakan C − P. Stroop C
= 6,38 − 2,01
= 4,37
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 Masakan C
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶
4,64×100
= 97,9
= 4,74
W =𝐺−𝐵
= 4,74 – 4,64
= 0,10
95
1) Gula D2
𝐻𝐾 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶−𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
Ton Brix (B) = 𝐵. 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐶 × 𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2−𝐻𝐾 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
66,00−60,00
= 9,67 × 93,03−60,00
= 1,76
𝐻𝐾 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
Ton pol (P) = 𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2 × 100
93,03
= × 100
1,76
= 1,63
𝐵.𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2
G = %𝐵𝑟𝑖𝑥 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2 × 100
1,76
= 97,6 × 100
= 1,80 ton
W =𝐺−𝐵
= 1,8 – 1,76
= 0,04
2) Stroop A
B =B. Masakan C − B. Gula D2
= 9,67 − 1,76
= 7,92 ton
P = P. Masakan C − P. Gula D2
= 6,38 − 1,63
= 4,75
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑆𝑡𝑟𝑜𝑜𝑝 𝐴
7,92×100
= 83,7
= 9,46
W =𝐺−𝐵
= 9,46 – 7,92
= 1,54
96
3) Air teruapkan di pan masak D
W.Stroop A + W.Gula D2 + W.Cucian =WmasakanC + W.uap
1,54 + 0,04 + 0,1𝑋 = 0,24 + 𝑋
0,9X = 1,54 + 0,44 − 0,24
0,9X = 1,35
X = 1,50
Wteruapkan =X
= 1,50
Wcucian = 0,1 × 1,50
= 0,15
i. Menghitung Masakan A
1) Masakan A = 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2 + 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶 + 𝑁𝑖𝑟𝑎 𝐾𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
Ton Brix (B) = 𝐵. 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2 + 𝐵. 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶 + 𝐵. 𝑁𝑖𝑟𝑎 𝐾𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
= (7,46 − 1,76) + 4,6 + 40
= 50,35
Ton pol (P) = 𝑃. 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐷2 + 𝑃. 𝐺𝑢𝑙𝑎 𝐶 + 𝑃. 𝑁𝑖𝑟𝑎 𝐾𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
= (6,94 − 1,63) + 4,4 + 30,94
= 40,62
𝑃.𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
HK = 𝐵.𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴 × 100
40,62
= 50,35 × 100
= 80,68 ton
𝑇𝑜𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
G = × 100
𝐵𝑟𝑖𝑥 𝑀𝑎𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝐴
50,35×100
= 95,7
= 52,61
W =𝐺−𝐵
= 52,61 – 50,35
= 2,26
97
2) Air teruapkan di pan masak A
W.Nira Kental + W.Gula C + W.Gula D2 + W.Cucian
=Wmasakan A + W.uap
26,67 + 0,10 + 0,14 + 0,1𝑋 = 2,26 + 𝑋
0,9X = 26,67 + 0,10 + 0,14 − 2,26
0,9X = 24,6
X = 27,38
Wteruapkan =X
= 27,38
Wcucian = 0,1 × 27,38
= 2,74
98
kompartemen selanjutnya. Dimana pada kompartemen 1-6
dilakukan penambahan stroop A hingga volume 200 HL tujuan
pemberian stroop A adalah untuk memperbesar kristal.
Kompartemen 7-10 ditambahkan stroop C/D tujuannya untuk
mengendalikan HK, dan pada kompartemen 11-12 ditambahkan air
panas hingga mencapai brix yang dikehendaki yaitu 95-97 %.
Selanjutnya ditampung dan dipompa ke Vertical Crystalizer. Proses
berlangsung secara continues dengan tujuanuntuk memperbesar
kristal dengan penambahan stroop A dan stroop C serta air panas
yang dikehendaki untuk kisaran HK 59% -61% dan brix 93-96%.
3) Proses kristalisasi masakan C
Bahan yang digunakan adalah ,stroop A,nira kental, babonan
D2 dan klare D2. Setelah pan dibersihkan, nira kental dan Stroop A
dimasukkan hingga volume 200 hl. Kemudian dipanaskan hingga
mencapai benangan.Setelahitu, ditambahkan fondan high grade
sebanyak 200 ml, diamati jarak kristalnya. Bila jarak sudah rapat
dan teratur masakan dituangkan. Kemudian ditambahkan lagi klare
D2 50 HL. Sampel diambil untuk analisa brix, pol dan HK. Apabila
HK < 67 tarik nira kental hingga volume 400 HL dan dituakan.
Setelah kristal mencapai ukuran 0,4-0,6 mm masakan diturunkan
dalam palung tampung dan diproses dalam puteran C.
4) Proses kristalisasi masakan A2
Untuk masakan A2 bahan yang digunakan yaitu nira kental,
stroop C dan babonan C. Setelah pan dikondisikan
(pembersihandan divakumkan), stroop C dan babonan C
dimasukkan hingga volume 200 HL dan dituakan. Ditambahkan
nira kental sampai volume 300 HL secara bertahap. Masakan
dituakan sambil diamati ukuran kristalnya. Jika ukuran kristal
masih lembut dilakukan penambahan nira kental hingga volume
400 HL. Apabila ukuran kristal telah mencapai 0,6-0,8 mm maka
99
masakan siap diteruskan ke dua pan masakan A dan diharapkan
terbentuk kristal yang lebih besar.
5) Proses kristalisasi masakan A1
Bahan bakunya yaitu nira kentaldanhasil masakan A2.
Setelah masakan dikondisikan (pembersihan dan divacuumkan),
masakan A dimasukkan sebanyak 150 HL dan dituakan. Kemudian
ditambahkan nira kental hingga volume 250 HL secara bertahap
dan masakan dituakan sambil diamati ukuran kristalnya. Jika masih
lembut ditambahkan nira kental atau klare SHS hingga volume 400
HL. Tetapi apabila ukuran kristal cukup besar maka
penambahannya dilakukan secara perlahan, sesekali masakan
disiram dengan air panasuntuk menghilangkan kristal palsu. Jika
ukuran kristal telah mencapai 0,8-1,0 mm,masakan siap diturunkan
ke palung penampung A dan dipompa kedistributor A yang
kemudian diputar di putaran high grade fugal SHS. Dalam putaran
A, masakan A diberi perlakuan pemberian uap panas. Hasil dari
putaran ini yaitu stroop A dan gula A. Stroop A digunakan untuk
bahan masakan D dan bahan masakan C sedangkan untuk gula
A/produk masuk kedalam proses pengeringan. Bahan pemanas pan
masakan A menggunakan uap nira hasil bleeding dari pre
evaporator yangmempunyai tekanan 0,8 kg/cm2dengan suhu 125°C
dengan tekanan vacuum pan 65cmHg.
Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan kristal:
a) Ukuran kristal
Kecepatan kristalisasi akan tergantung dengan besarnya kristal
dimana molekul sukrosa menempel
b) Konsentrasi larutan
Kecepatan kristalisasi akan menaik dengan menaikknya
kejenuhan padasuatu suhu tertentu. Semakin tinggi suhu
semakin besar kenaikkan kecepatan kristalisasi
c) Kandungan kotoran dalam nira
100
Kandungan kotoran yang besar akan mempersukar
pengkristalan, artinya akan dapat mengurangi kecepatan
kristalisasi. Jadi proses pengkristalan pada larutan dengan
kemurnian rendah akan memiliki kecepatan kristalisasi yang
rendah pula.
d) Viskositas larutan
Viskositas larutan dipengaruhi oleh konsentrasi, kandungan
danmacam kotoran dalam larutan. Tingginya viskositas akan
dapat merendahkan kecepatan kristalisasi.
6) Pencampuran atau sirkulasi larutan
Untuk dapat lebih mempercepat pengkristalan maka jarak
antara molekul sukrosa dengan kristal haruslah cukup dekat. Hal ini
dapat dicapai bila kristal cukup rapat dan selama proses terjadi
gerakkan dari larutan maupun kristalnya, gerakkan ini dapat
dicapai apabila larutan atau massa dalam pan kristalisasi selalu
bergerak atau mengalir dengan membuat sirkulasi dalam pan sebaik
mungkin.
e. PermasalahandanPenyelesaian
Pada proses masakan ini juga terdapat permasalahan yang dapat
berdampak pada kehilangan gula yang bisa berasal dari aspek khemis
maupun teknis :
a. Vakum pada pan masak yang tidak stabil di kisaran angka 65
cmHg, dapat berdampak jika vakum rendah tekanan naik,
ditambah waktu masak memakan waktu yang lama dapat
mengakibatkan kehilangan kristal gula akibat titik didih
meningkat dan menyebabkan kristal meleleh.
b. Hasil masakan banyak menghasilkan kristal palsu,dimana kristal
palsu ini harus di hilangkan dari setiap pan masakan dengan air
panas karena dapat menyebabkan ukuran kristal tidak merata serta
jika masuk ke pemutaran dapat masuk ke hasil samping seperti
101
tetes sehingga mengakibatkan HK tetes tinggi dan memakan
waktu yang lama jika ingin melakukan proses peleburan kembali.
c. Waktu tunggu masakan di palung sebelum proses pemutaran juga
harus diperhatikan karena jika terlalu cepat dapat masuk ke
bagian tetes mengakibatkan HK tetes tinggi dan jika terlalu lama
di palung maka masakan akan sulit dilakukan pemutaran karena
larutan masakan (masscuite) mulai mengeras.
d. Penampungan di palung juga harus dijaga volumenya agar tidak
terjadi masakan meluap ke luar palung pendingin dan pengoperan
masakan ke pemutaran diperkirakan dengan baik dan sesuai
target.
e. Kunci utama dalam proses masakan meliputi ketepatan
tekanan,suhu,dan pemantauan vakum pada pan masakan dikisaran
± 60 cmHg/± 65°c dan diupayakan penggunaan uap bekas
seminimal mungkin dan mengoptimalkan pemakaian uap
bleeding.
f. Masakan ditargetkan dapat mencapai brix dan HK yang tinggi di
akhir masakan, dan kerapatan kristal dalam larutan inti hampir
merata.
2. Kristalisasi Lanjutan
Proses kristalisasi lanjut terjadi akibat dari pendinginan karena pada
waktu mendinginkan masakan, larutan gula akan menaik kejenuhannya.
KLJ naik sehingga molekul-molekul sukrosa akan menempel pada kristal
yang sudah ada, sehingga pada masakan produk harus diawasi agar tidak
terjadi kristal palsu akibat kejenuhan larutan terus bergerak naik sehingga
melewati daerah meta mantab. Palung pendingin sangat penting untuk
masakan D, karena kristalisasi terus berlanjut sehingga molekul sukrosa
yang masih tertinggal dalam larutan semakin rendah dan kehilangan gula
dalam larutan sisa juga semakin rendah.
102
Masakan turun dari pan masakan dengan suhu 65-70oC, maka
pendinginan dilakukan khususnya untuk masakan D. Suhu pendinginan
dapat mencapai suhu 45-50oC, suhu yang lebih rendah harus dihindari
karena viskositas akan naik, sehingga masakan akan sulit diputar. PG
Trangkil menggunakan palung pendingin jenis Vertical Crystalizer untuk
mendinginkan masakan D, masakan didinginkan dengan menggunakan air
dingin sampai suhu 50oC
Tabel 22. Spesifikasi Palung Pendingin
F. STASIUN PUTARAN
1. Proses Pemutaran
Proses pada unit putaran bertujuan untuk memisahkan kristal gula dari
larutannya (stroop). Pada prinsipnya pada proses pengkristalan terjadi dalam
pan masakan yang merupakan satu campuran dari larutan dan kristal
sukrosa. Masakan yang sudah mengalami pendinginan dalam palung
pendingin lalu dipisahkan antara kristal dengan larutannya. PG Trangkil
hanya melaksanakan proses pendinginan tanpa adanya reheater atau
pemanasan kembali sebelum dilakukan pemisahan antarakristal gula dan
stroop di stasiun putaran. Tetapi walaupun demikian hasil yang dicapai
cukup baik yaitu sesuai dengan perencanaan pabrik.
Pada pemisahan ini dilakukan dengan proses penyaringan yang
menggunakan tenaga putar ( centrifugal ). Dengan adanya gaya centrifugal
103
yang diberikan pada masakan, maka masakan akan terlempar menjauhi titik
pusat putaran dan kristal tertahan pada dinding screen, sedangkan larutan
yang menyertai akan terlempar keluar melalui lubang screen. maka masakan
terpisahkan menjadi kristal dan larutan induknya (disebut stroop atau tetes).
Di dalam praktek, untuk mendapatkan kualitas yang baik, pemisahan
dengan pemutaran yang tinggi (setting RPM > 1000), sedangkan jari-jari
putaran dan massa yang diputar disesuaikan dengan kapasitas alat.
Dalam masakan dikenal 2 macam stroop, yaitu :
1. Stroop yang mengisi ruang antar kristal
2. Stroop yang melapisi kristal (film stroop)
Untuk stroop pengisi ruang antar kristal dapat dipisahkan dengan
tenaga putaran (centrifugal), sedangkan untuk memisahkan stroop yang
melapisi kristal dibantu dengan pencucian, namun jumlah air pencuci harus
optimal sesuai kebutuhan.
Pemisahan kristal gula dari stroopnya dibantu dengan :
a. Pemberian air, dimana bertujuan untuk melarutkan stroop yang
menempel pada kristal gula murni.
b. Pemberian uap, bertujuan untuk memisahkan stroop yang menempel
pada kristal gula dan juga untuk mengeringkan kristal gula setelah
diberi air.
Sebelum dilakukan pemutaran, terlebih dahulu dilakukan
pencampuran didalam mixer dengan cara dilakukan pengadukan. Akibat
dari pengadukan dan pencampuran tersebut timbul gaya gesek antar kristal
sehingga kotoran yang melekat pada dinding kristal dapat lepas dan
diharapkan pada pemutaran nanti dapat dipisahkan antara kristal dan
stroopnya.
Proses pemutaran pada PG Trangkil terbagi menjadi tiga bagian
berdasarkan hasil masakan yang diumpankan. Putaran D untuk masakan D,
putaran C untuk masakan C, dan putaran A untuk masakan A. Berikut
proses pemutaran yang terbagi menjadi tiga bagian :
104
Pemutaran D
Terbagi menjadi dua, yaitu , putaran D1 dan putaran D2
a. Putaran D1
Masakan D1 dimasukkan ke dalam vertical cristalizer. Dalam
bejana ini terdapat pipa-pipa berisi air dingin yang memiliki tujuan
untuk mempercepat proses pendinginan, sehingga bentuk kristalnya
tetap terjaga. Suhu masakan D yang masuk ke Vertical Cristalizer
adalah 65-70oC dan setelah didinginkan suhu masakan yang keluar
dari Vertical Cristalizer menjadi 45-50oC . Selanjutnya diteruskan ke
distributor D1 untuk menjaga kontinuitas proses. Dalam proses
pemutaran ini dilakukan penyiraman air memiliki suhu 45-50oC
sehingga mempermudah pemisahan kristal dengan larutannya. Gula
D1 dan tetes merupakan hasil dari pemutaran ini. Tetes adalah hasil
samping yang tidak dapat di proses lagi maka langsung di tampung
dalam tangki penampungan tetes. Gula D1 turun kebagian
Screwconveyor untuk di mixer dengan air panas yang memiliki suhu
50oCkemudian dipompa ke distributor D2 untuk proses selanjutnya.
b. Putaran D2
Disini dilakukan penyemprotan air dengan suhu 45-50oC
secara kontinyu. Hasil dari putaran D2 ini yaitu gula D2 dan klare D.
Gula D untuk bahan masakan C dan klare D untuk bahan masakan D2.
Pemutaran C
Masakan yang berasal dari pan masakan C dialirkan menuju tangki
distributor C dan langsung menuju ke putaran C. Prinsip kerja putaran C
sama dengan putaran D, yang membedakan adalah hasil dari putaran C yaitu
stroop C dan gula C. gula C nantinya dijadikan bibitan masakan C, jika
jumlah bibitan C dan D berlebihan maka akan dilebur dan di buat bahan
masakan A.
Pemutaran A
Dari pan masakan A menuju ke distributor A dan puteran A berbeda
dengan puteran C dan puteran D, putaran ini berputar secara diskontinyu.
105
Disini dilakukan penyiraman yang bersuhu 90oC. Siraman ini bertujuan
untuk memisahkan gula SHS dan klare A , klare ini akan digunakan untuk
bahan masakan C. Untuk pengeringan gula SHS dilakukan penambahan uap
panas dan turun ke talang goyang.
2. Operasi Pemutaran
Operasi pemutaran akan dipengaruhi oleh cara, beban feed, durasi
siraman, durasi steam, durasi spin tinggi, suhu siraman, rpm, bahan
pencampur, tebal lapisan, penyiraman, penyetuman dll. Operasi pemutaran
meliputi cara pengisian bahan kedalam basket maupun besarnya rpm
menjelang pengisian. Pada pengisian yang tergesa-gesa sebelum nilai
optimum dari rpm tercapai maka akan mengakibatkan ketebalan masakan
pada dinding basket tidak merata sehingga putaran menjadi goyang. Apabila
terus dibiarkan maka akan mempercepat kerusakan alat. Berikut operasional
pemutaran :
a. Low Grade Centrifugal (Putaran Continous)
Putaran ini digunakan untuk memutar masakan C, masakan D
dan gula D1. Putaran continue bekerja dengan gaya centrifugal,
sehingga kristal terlempar menjauhi pusat menuju dinding saringan
yang berbentuk . Sehingga gula akan naik dan meluap ke penampung
dan larutannya akan melewati saringan dan turun ke bak penampung.
Untuk putaran masakan D menghasilkan gula D1 dan tetes, putaran
gula D menghasilkan gula D2 dan klare D. Sedang untuk putaran
masakan C menghasilkan gula C dan stroop C.
PG. Trangkil memiliki 15 unit LGF, 7 unit untuk puteran D1
yangmemutar masakan D menghasilkan gula D1 dan tetes, 3 unit
untukputeran masakan C menghasilkan gula C dan stroop C serta 6
unitputeran.
b. High Grade Centrifugal (Putaran Discontinue)
Putaran ini berfungsi untuk memutar gula A dan SHS sebagai
gula produk. Mekanisme kerja putaran HGF adalah meliputi :
1. Tahap pengisian
106
Puteran dijalankan dalam keadaan kosong, sebelum bahan
masuk di lakukan pembersihan puteran dengan cara di semprot
dengan air untuk pembersihan saringan. Pada kecepatan putaran ±
150 rpm, katub pengisian membuka masakan mengalir masuk
kedalam basket sampai ketebalan tertentu, katub pengisisan menutup
dan rpm putaran naik.
2. Tahap kecepatan
Pada tahap kecepatan mulai naik dilakukan pencucian Kristal
dengan air dan pada kecepatan menuju maksimal dilakukan
pencucian dengan setum, selanjutnya putaran mulai turun.
3. Tahap penurunan
Pada tahap ini kecepatan putar turun sampai ± 50 rpm, katub
pengeluaran membuka, scrapper bekerja untuk menurunkan gula.
Kemudian katub pengeluaran menutup kembali, scrapper naik ke
posisi semula dan kembali pada tahap permulaan.
Di PG. Trangkil tersedia High Grade Fugal sebanyak 4 unit,
Tabel 23. Spesifikasi Putaran
Merk
No Uraian
BMA Broadbent Broadbent
1. Putaran – SHS 1 2 1
2. Kapasitas (kg / siklus) 1850 1300
3. Diameter basket (mm) 1365 - -
4. RPM Maksimum 1190 1500 -
107
b. Saringan buntu terjadi karena dalam masakan terdapat banyak kristal
palsu sehingga bila diputar stroop sulit lepas dari kristal gula yang akan
membuat hasil gula jelek.
c. Alat putaran terjadi goncangan disebabkan karena :
1) hasil masakan kurang bagus, ada kristal palsu
2) besarnya kristal kurang merata
3) masakan pliket dan HK-nya rendah
Untuk itu diatasi dengan jalan diupayakan proses kristalisasi
semaksimal mungkin, masakan yang pliket sebelum turun dikepyok dulu
dengan air panas untuk menurunkan viskositas dan pada pemutaran diberi
air pencuci yang berlebih.
108
Ketebalan gula yang merata sekitar 4-5 cm, akan diperoleh gula
yang kering. Gula yang kering akan tahan simpan, karena daya simpan
dipengaruhi oleh kadar air.
b. Operasi Penyaringan
Gula hasil proses di pengeringan memiliki ukuran kristal yang
tidak homogen dan masih bercampur dengan gula halus dan gula
kerikilan, karena itu harus dipisahkan antara gula produk dengan gula
halus dan gula kerikilan. Gula produk sebelum sampai ke tempat
pengemasan, terlebih dahulu melewati saringan gula. Kristal yang
keluar dari sugar dryer dan cooler akan dibawa oleh bucket elevator
untuk menuju ke saringan gula,yang berfungsi memisahkan antara gula
normal, halus, dan kasar. Gula halus dan gula kasar akan dilebur
kembali bersama-sama dan kemudian dikembalikan ke stasiun masakan
untuk dijadikan bahan masakan A, sedangkan gula normalnya akan
dibawa ke sugar bin melalui bucketelevator untuk dikemas distasiun
pembungkusan. Gula dengan kemasan 50kg akan dibawa oleh belt
conveyor menuju gudang gula.
Tabel 24. Spesifikasi Sugar Dryer and Cooler
Kapasitas 12 ton/jam
Suhu input 80 oC
Jumlah 2 buah
Kapasitas 12 ton/jam
Jumlah 2 unit
Kapasitas 12 ton/jam
109
Kecepatan motor 1450 rpm
Jumlah 2 buah
110
5) Sudah diketahui jumlahnya,yang telah dihitung oleh petugas
6) Karung utuh atau tidak robek dan harus dalam keadaan rapi
c. Susunan Lantai
Susunan lantai gula PG Trangkil hanya menggunakan plastik
(terpal) sebagai alas karung gula. Jika susunan sak gula telah selesai
maka bagian atas ditutupi menggunakan terpal.
111
sedangkan jika posisi sak di bawah membujur, penataan di atasnya
melintang. Jadi antara satu dan yang lainnya saling mengunci dan
mempermudah pengawasan di gudang gula.
112
musim giling di gunakan untuk persiapan giling (evaluasi dan
maintenance).
a. Penetapan awal giling
Penetapan awal giling pada dasarnya dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu:
1) Dengan berdasarkan iklim (curah hujan).
2) Berdasarkan analisis kemasakan tebu.
Pabrik Gula Trangkil dalam menetapkan awal giling dengan
mempertimbangkan dua faktor, yaitu faktor teknis dan faktor non
teknis.
1) Faktor Teknis
Awal giling ditentukan dengan berdasarkan analisa
kemasakan tebu dari kebun-kebun yang akan dipanen, meliputi
faktor kemasakan tebu (FK), Koefisien Peningkatan (KP), dan
Koefisien Daya Tahan (KDT).
Analisis ini paling lambat dilakukan 1,5 bulan sebelum
giling mulai. Setiap petak tebang harus sudah dianalisis
kemasakannya minimal tiga ronde, dengan pengambilan contoh
secara periodik 15 hari sekali. Selain itu juga diperiksa beberapa
kondisi seperti hama dan lain-lain. Dengan mempertimbangkan
hasil analisa tersebut akan diperoleh gambaran untuk menentukan
kebun-kebun mana yang harus ditebang terlebih dahulu. Tebu
yang masa tanamnya lebih awal belum tentu harus ditebang dulu,
bila ternyata belum masak karena rendemennya masih dapat
meningkat serta daya tahannya (KDT) masih kuat.
Dalam prakteknya, data-data kemasakan ini tidak mutlak
harus dipakai, tetapi masih ada pertimbangan-pertimbangan lain
seperti bencana alam. Menurut Went (1933), salah satu parameter
tebu masak adalah perbandingan antara gula reduksi dan sakarosa,
dimana untuk tebu masak sebesar 40,3 dan untuk tebu kelewat
masak 2,96. Giling dimulai apabila 1/3 areal kebun sudah
113
memenuhi syarat dan secara teknis dapat dimulai sambil
menunggu kemasakan tebu pada areal lainnya.
2) Faktor Non Teknis
Awal giling di samping mempertimbangkan faktor teknis,
perlu juga mempertimbangkan faktor non teknis, misalnya:
a. Jumlah tebu digiling
Dari luas lahan dan produktivitas lahan yang tersusun dalam
RKAP akan diketahui tebu yang akan digiling. Dengan
mengetahui kapasitas yang direncanakan, akan diperoleh
jumlah hari giling.
b. Kesiapan mesin dan peralatan
Mesin-mesin pada waktu di luar giling harus dipersiapkan
secara matang agar giling dilaksanakan sesuai jadwal awal
giling dan memungkinkan tambahan alat baru untuk
memperlancar giling.
c. Tenaga Kerja
Tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan atau tidaknya suatu kegiatan produksi perlu
untuk diperhatikan,baik jumlah maupun SDM (Sumber Daya
Manusia).
d. Kepercayaan
Kebijaksanaan pabrik gula masih menganut kepercayaan hari
baik untuk mengawali giling (selasa legi, jum’at legi, dsb)
dengan harapan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan
RKAP.
b. Cara menetapkan lokasi dan jumlah tebu yang ditebang untuk 1 hari
dan 1 periode.
1) Menetapkan contoh tebu
2) Contoh batang tebu dari suatu blok kebun diambil 3-4 bulan
sebelum tebu diperkirakan tua. Batang yang akan digunakan
sebagai contoh telah ditetapkan dengan diberi nomor urut sesuai
114
waktu pengambilan. Jumlah contoh yang diambil harus
mewakili seluruh kebun kira-kira sekitar 10 batang.
3) Contoh tebu diambil dari seluruh bagian batang (dari akar
sampai daun) kemudian dilakukan analisa brix dan pol untuk
menghitung FK, KP, dan KDT.
c. Pelaksanaan Testing Peralatan (Profstoomen)
Setelah di luar masa giling, peralatan direparasi dan mendapatkan
perawatan, maka menjelang giling peralatan pabrik perlu dilakukan uji
coba agar pada saat giling benar-benar mampu menunjang kapasitas
giling yang direncanakan. Uji coba tersebut disebut dengan
Profstoomen. Dalam pelaksanaannya dapat dikelompokkan masing-
masing bagian sebagai berikut:
1) Peralatan laboratorium dilakukan peneraan terhadap alat-alat
analisa.
2) Stasiun pembangkit tenaga uap:
a) Water treatmen dengan memeriksa kelengkapannya
b) Ketel Uap dengan memeriksa kelengkapan dan tekanan
kerjanya serta berapa ketel yang harus dipakai.
c) Turbin dengan mencatat rpm dan amper pada beban
maksimum.
d) Generator dengan mencatat rpm dan amper pada beban
maksimum.
3) Stasiun Gilingan
a) Alat kerja pendahuluan dengan memeriksa kelengkapan
alat, mencatat rpm dan power.
b) Gilingan dan mesin penggerak dengan mencatat rpm mesin,
rol dan periksa kebocoran air pendingin.
c) Pompa dan bak nira mentah dengan cara mengisi bak
dengan air, jalankan pompa nira mentah, periksa rpm
pompa dan kebocoran pipa-pipa.
115
4) Stasiun Pemurnian
a) Timbangan nira mentah yaitu flow meter dengan mencatat
waktu pengisian dan pengosongan, kebocoran klep
pengisian dan pengosongan.
b) Pompa tarik nira mentah tertimbang dengan mengecek rpm
pompa, tarikan pompa dan kebocoran pipa-pipa.
c) Pemanas pendahuluan dengan mengontrol bocoran pipa-
pipa, afsluiter, dan packing pada deksel.
d) Pembuatan susu kapur dengan mengecek pipa air
dingin/panas, cara rpm tromol, pengaduk, pompa dan jalur
perpipaannya.
e) Pembuatan gas SO2 dengan mencatat rpm kompresor,
tekanan udara pada ketel angin, alat pengering udara, pipa
pendingin tobong dan sublimator, dan periksa kelengkapan
tobong.
f) Penjatah susu kapur dengan memeriksa perlengkapan dan
mengatur ketinggian susu kapur atau nira mentah, as dan
rantai penggerak, nozle nira/kapur dan kerapatan perpipaan.
g) Peti reaksi dengan mengontrol rpm pengaduk defekator,
sulfitator, adanya kebocoran alat dan kran contoh, dsb.
h) Flash tank dan Single Traydengan memeriksa
kerapatanperpipaan pengeluaran gas dan pemasukan
flokulan.
i) Bak pengendap dengan mencatat rpm skrapper, periksa
pompa diafragma, dan periksa pengaturan over flow.
5) Stasiun Penguapan
Tes vacuum masing-masing badan dan sebelum akhir, periksa
kerapatan perpipaan (uap, nira, kondensat, air dan amoniak) dan
perlengkapan badan penguap, pompa air kondensat, pompa nira,
dan vacuum, periksa keragaman kondensor dan air injeksi.
6) Stasiun Kristalisasi
116
Tes vacuum masing-masing pan masak dan keragaman
kondensor, periksa kerapatan perpipaan (air,stolon,dll), periksa
alat pengeluaran air embun, pengaduk palung penampung
masakan, dan pipa-pipa masakan.
7) Stasiun Pemutaran dan Penyelesaian
Uji coba jalannya putaran, mencatat waktu start sampai rpm
putaran maksimal, waktu rpm yang dapat dicapai, periksa kran-
kran air pemanas, pipa-pipa krengsengan, pompa masakan,
magma, stroop, klare, dan tetes, periksa tangga yakob, saringan
dan pengering gula.
2. Persiapan Akhir Giling
a. Perbaikan pabrik dalam menhadapi akhir giling
Dalam persiapan akhir giling, ada beberapa hal yang harus
dipersiapkan di antaranya adalah:
1) Perkiraan atau estimasi hasil Afwerken, hasil gula yang akan
dicapai dan kesempatan masak soda di evaporator serta
membersihkan peralatan pabrik.
2) Penyediaan karung gula untuk mengarungi gula keringkilan,
debu, sekap, gado-gado dan sapon.
3) Kebutuhan peralatan, misalnya sekop dan sorok untuk menguras
gula sisa.
Sebelum akhir giling perlu adanya pengaturan di stasiun masakan agar
beban seminimal mungkin. Mulai dengan mengurangi pemakaian alat
secara bertahap dan melakukan pembersihan di palung-palung
pendingin, peti stroop, dan lain-lain.
b. Pelaksanaan Operasi Akhir Giling
1) Stasiun Pemurnian
Setelah diketahui jam perkiraan tebu habis, maka kebutuhan
susu kapur dalam peti tunggu dan belerang dalam tobong
diperhitungkan secukupnya. Pada saat tebu habis, maka nira
didorong dengan air secukupnya sampai tidak ada yang tertinggal
117
baik di bak nira mentah, defekator, pemanas sampai ditampung
dalam clarifier. Nira dalam clarifier terus dimasukkan dalam
badan penguap. Mulai dilakukan pembersihan terhadap semua
peralatan seperti timbangan nira mentah, pemanas, defekator,
sulfitator dan semua peralatan lain.
2) Stasiun Penguapan
Setelah nira encer habis di evaporator, evaporator masih
tetap beroperasi dengan memasak air untuk menyuplai kondensat
sebagai boiler feed water selama stasiun masakan dan juga turbine
alternator masih beroperasi. Biasanya kondensat evaporator badan
I, II dan III dialirkan ke pure condensat untuk boiler feed water,
kondensat badan IV untuk kebutuhan air panas proses. Bila sudah
ada keputusan boiler akan berhenti kurang lebih 10-12 jam
sebelumnya evaporator memasak pelunak untuk penyekrapan
setelah selesai dioperasikan
3) Stasiun Masakan
a) Selalu melakukan taksasi dengan cermat untuk mengetahui
potensi kristal yang ada sehingga waktu mengakhiri giling
dapat dipertimbangkan dari efisiensi biaya, tenaga kerja,
persediaan bahan bakar dan kondensat
b) Mengatur beberapa kebutuhan masakan A yang harus turun
lagi. Memperbanyak masakan D sehingga gula D2 yang
dilebur untuk masakan A.
c) Pan-pan masak yang sudah tidak digunakan langsung masak
pelunak untuk persiapan cleaning.
d) Setelah nira kental habis, kebutuhan bibit masakan
diperhitungkan. Apabila bibit masakan dianggap telah cukup,
maka gula bukan produk dicampur dengan nira kental unntuk
dikristalkan.
118
e) Gula yang tersisa yang tidak sesuai dengan baku mutu
dimasukkan dalam karung beserta gula yang tertempel di
pipa atau talang yang telah dikeruk
4) Stasiun Putaran dan Penyelesaian
a) Masakan D di palung diputar untuk menghasilkan gula D
untuk leburan masakan A.
b) Mengkarungi gula sisa.
c) Mengeruk gula-gula yang masih tertinggal
5) Boiler dan Power House
Setelah semua selesai masak bahan pelunak, boiler di nonaktifkan
dan untuk kebutuhan energi listrik terutama untuk stasiun puteran
karena masih beroperasi memutar gula D dan masakan sisa dan
lain-lain akan disuplai oleh generator dan suplai listrik PLN.
I. LABORATORIUM
Laboratorium berfungsi sebagai tempat analisa secara rutin dan
pengendalian mutu (Quality Control) dari proses pabrikasi gula. Pada
laboratorium dilakukan analisa-analisa yang berhubungan dengan
perhitungan dan pengawasan pabrikasi, dari hasil analisa dapat diketahui
kehilangan gula selama proses pabrikasi berlangsung. Angka analisa
digunakan sebagai angka pengawasan dalam proses pengolahan gula
sehingga hambatan serta kendala yang ada dapat segera diketahui dan
diatasi.
1. Macam-macam Analisa dan Frekuensinya
a. Analisa setiap 1 jam
1) Nira Gilingan I sd IV : Brix, Pol, HK
2) Nira mentah : Brix, Pol, HK
3) Nira encer : Brix, Pol, HK, Turbidity
4) Nira kental : Brix, Pol, HK, Turbidity
119
b. Analisa setiap 2 jam
1) Gula : ICUMSA
2) Blotong : Pol, Zat Kering
3) Ampas : Pol, Zat Kering
4) Tetes : Pol, Brix, TSAI
c. Analisa setiap turun
Masakan A, C, D : Brix, Pol, HK
d. Analisa setiap putar
1) Gula A dan C : Brix, Pol, HK
2) Gula D1 dan D2 : Brix, Pol, HK
3) Stroop A dan C : Brix, Pol, HK
4) Klare SHS dan D : Brix, Pol, HK
2. Perhitungan dan Pembuatan Laporan 15 Harian
Cara menghitung jumlah hasil dan bahan
a. Menghitung jumlah tebu hari ini
Dengan menjumlahkan tebu masuk hari ini ditambahkan dengan sisa
kemarin
b. Jumlah tebu digiling
Dengan menghitung jumlah tebu hari ini dikurangi sisa tebu hari ini
c. Berat nira mentah
Dihitung berdasarkan jumlah penimbangan dalam1 hari ddikalikan
berat rata-rata dalam satu timbangan
d. Berat ampas
Perhitungannya dengan menggunakan neraca massa
1) Berat tebu + berat air imbibisi = berat nira mentah + berat ampas
+ kotoran.
2) Berat ampas = berat tebu + berat air imbibisi - berat nira mentah +
kotoran.
e. Jumlah air imbibisi
Dihitung berdasarkan jumlah penimbangan dalam1 hari dikalikan
berat rata-rata dalam satu timbangan
120
f. Jumlah blotong
Dihitung berdasarkan luas bidang penapisan pada vacuum filter
dibagi dengan luas pengambilan contoh dan dikalikan dengan berat
contoh serta jumlah putaran vacuum filter yang bekerja.
Penyusunan Laporan Periode membutuhkan data primer yang
diambil dari data laporan harian. Untuk angka % pol dan % brix dilakukan
perhitungan berat terlebih dahulu termasuk menghitung Harga Kemurnian
(HK) bahan.
Dari data-data harian dimasukkan dalam buku jumlah dan rata-rata.
Pencatatan data ke buku jumlah dan rata-rata ini didasarkan atas berat
kecuali hasil pengamatan kemudian dirata-rata.
Dari buku jumlah dimasukkan dalam bagan perhitungan dan
dibuatlah laporan periode (terlampir).
Skema Pembuatan Laporan 15 Harian:
121
penebengan tebu yang akan digiling. Untuk tebu yang sudah ditebang tidak
diambil contohnya.
Untuk menentukan hasil suatu kebun , yaitu dengan :
a. Tebu dari suatu kebun sejak mulai giling hasilnya direkapitulasi dalam
buku kebun TR.
b. Setelah tebu dari kebun habis ditebang dan digiling kemudian
dijumlahkan dan dirata – rata sebagai berikut:
1) Tebu dijumlah (ku)
2) Hasil kristal dijumlah (ku)
jumlah kristal
3) Rendemen rata-rata = x 100
jumlah tebu
jumlah kristal
4) Kristal/Ha = x 100
luas kebun
122
Menunjukkan kemampuan tebu untuk mempertahankan rendemennya
bila tidak ditebang, angka standar yaitu 100%, KDT<100 harus segera
ditebang.
f. Rendemen Campuran Tebu
Setiap hari dianalisa tebu dari masing-masing pemilik jenis tebu (TS
dan TR). Hasil dari masing-masing truk dijumlahkan dan
dikelompokkan sesuai jenis tebunya, sedangkan untuk mencari
rendemen total dapat dihitung:
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 (𝑘𝑢)
Rendemen total = x 100
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑏𝑢 (𝑘𝑢)
123
1) Dua (10) % dari hasil gula petani diberikan dalam bentuk natura
dan dibebaskan dari pungutan pemerintah (Cukai, Gula, PPN,
Sewa gudang dll)
2) 90% gula petani dijual ke pemerintah dengan harga yang telah
ditetapkan
g. Bagian gula petani 90% yang diberikan dalam bentuk uang tersebut
diterima kepada petani paling lambat 10 hari setelah perhitungan bagi
hasil
J. PEMBANGKIT UAP
Sebagian besar alat-alat produksi digerakkan oleh uap. Uap (steam)
dihasilkan oleh stasiun ketel dengan menggunakan boiler yang mempunyai
temperature 325-340oC dengan tekanan uap keluar dari boiler 19-23 kg/cm2.
Ketel uap (boiler) pada PG Trangkil dilengkapi valve pengaman otomatis yang
di telah di tetapkan ukuran standar safety valvenya oleh Depnaker untuk
membuang uap air dalam ketel jika melampaui batas pengoperasian ketel uap.
Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan
bakar. Sistem air umpan menyediakan air secara otomatis untuk boiler sesuai
dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol
produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem perpipaan ke titik
pengguna. Sistem bahan bakar menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan
panas yang dibutuhkan.
Boiler digunakan untuk memanaskan air yang ada didalam pipa-pipa
dengan memanfaatkan panas dari hasil pembakaran bahan bakar berupa ampas
tebu . Minyak residu digunakan pada saaat awal giling dimana masih belum
tersedia ampas tebu dari hasil proses penggilingan. Ampas tebu dari stasiun
gilingan diangkut dengan conveyor dan dimasukkan ke dapur (furnace)
melalui corong. Didalam dapur, ampas dibakar dengan udara luar yang ditarik
oleh force draft fan. Sisa pembakaran berupa abu dan debu. Abu digunakan
sebagai campuran blotong dalam pembuatan biokompos, sedangkan debu
dibuang ke udara bebas melalui dust collector.
124
Pada PG Trangkil menggunakan 3 boiler yaitu Takuma Japan (2 buah)
dan Thermodine India (1 buah) dengan kapasitas steam yang dihasilkan
masing-masing 50-60 ton/jam, 80-100 ton/jam, dan 70-80 ton/jam.
Jenis boiler yang digunakan pada PG Trangkil adalah water boiler.
Adapun cara kerja ketel uap (boiler) jenis water boiler yaitu proses pengapian
terjadi diluar pipa, kemudian panas yang dihasilkan memanaskan pipa yang
berisi air dan sebelumnya air itu dikondisikan terlebih dahulu melalui hot well
kemudian steam yang dihasilkan dikumpulkan dalam sebuah steamheater
dimana didalamnya terjadi penyeragaman kondisi uap. Setelah tekanan dan
temperature sesuai, steam melalui tahap secondary superheater dan primary
super heater lalu steam dilepaskan ke pipa utamadistribusi. Steam tersebut
didistribusikan ke stasiun gilingan, PLTU serta stasiun proses sesuai dengan
kebutuhan steam.
1. Air Pengisi Ketel
Air umpan boiler bisa berupa air kondensat maupun air sungai. Air
kondensat merupakan steam yang telah berubah fasa menjadi air
(mengembun) sedangkan air sungai air baku yang akan diolah terlebih
dahulu. Saat awal penggilingan, PG Trangkil menggunakan air sumur
sebagai air umpan boiler dikarenakan belum menghasilkan air kondensat
dari proses penguapan. Saat proses penggilingan berjalan, air umpan yang
digunakan untuk menghasilkan steam adalah air kondensat yang diperoleh
dari evaporator. Air umpan boiler akan ditampung di deaerator untuk
menghilangkan oksigen dan gas-gas lain yang tekandung dalam air umpan
boiler (feedwater). Hal yang perlu diperhatikan agar syarat air pengisi ketel
dapat dipenuhi adalah :
1) Zat yang menyebabkan korosi yaitu larutan asam dan gas-gas terlarut,
seperti O2, CO2, H2S, NH3.
2) Zat yang menyebabkan terbentuknya kerak (scale forming). Kesadahan
biasanya terbentuk karena kesadahan air dan suhu yang tinggi. Zat
yang menimbulkan kesadahan air antara lain adalah zat yang berupa
garam-garam karbonat dan silikat.
125
3) Syarat air pengisi ketel
126
b) Perlakuan Air Sebagai Air pengisi Ketel
1) Eksternal Treatment
Penghilangan kotoran kasar yaitu dengan pengendapan
dan penyaringan mulai dari saringan kasar sampai halus. Dari air
sumur dalam, menuju ke bak pengendapan (bak basin) lalu
diproses water treatment. Pemberian garam untuk melepaskan
lumpur yang larut dalam resin. Pemberian tawas digunakan
sebelum giling.
2) Internal Treatment
a. Proses pembersihan
Air sungai yang dialirkan kedalam tangki untuk dipanaskan
terlebih dahulu dengan steam yang diatur oleh regulator
sampai suhu maksimal 60oC. Apabila diatas suhu tersebut
maka resin akan rusak. Dalam tangki ini ditambahkan NaCl
yang berfungsi melepaskan lumpur yang larut dalam resin
dan penambahan FeCl3 sebagai bahan koagulan.
b. Proses pemisahan
Air dari tangki reaksi dialirkan terlebih dahulu melalui
intermediet tank, kemudian dipompa kedalam grafel fiter yang
berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran yang tidak larut
dari hasil koagulasi.
c. Proses pelunakan
Air dari grafel filter yang telah jernih masih mempunyai
kesadahan yang tinggi, oleh karena itu dialirkan kedalam
tangki air pencuci yang ditambahkan zeolit untuk
menghilangkan kesadahan (softener tank).
d. Deaerasi
Air dari softener yang telah ditekan kesadahannya dialirkan
kedalam hotwell dengan suhu 80-90oC, kemudian masuk
kedalam surplus tank dengan pencapaian pH 8-9. Kemudian
masuk kedalamdeaerator yang tujuannya adalah untuk
127
melepaskan O2 dan CO2 yang ada didalam air, dan menaikkan
suhu diatas titik didih air yaitu 100-125oC. Air dipanaskan
dengan steam dengan tekanan 0,3 atm.
3. Permasalahan dan Penyelesaian
Penggunaan air kondensat sebagai air pengisi ketel, memenuhi
beberapa persyaratan tertentu, antara lain suhu air kondensat relative tinggi.
Pengontrolan untuk air kondensat dengan cara analisa zat organik. Karena
apabila air pengisi ketel mengandung zat organic akan berakibat buruk pada
ketel seperti terjadinya pengerakan atau kebocoran pada ketel.
Untuk air pengisi ketel digunakan bahan kimia yang dapat menaikkan
pH misalnya soda. Karena apabila air pengisi ketel bersifat asam, akan
mengakibatkan kerusakan pada pemanas. Adapun problematik dan cara
mengatasi :
a) Temperature dapur tidak terpenuhi
1) Periksa grade mungkin ada yang membuka
2) Periksa semua dumper
3) Periksa keadaan bahan bakar
b) Cerobong berwarna hitam
1) Periksa keadaan bahan bakar ampas
2) Periksa volume bahan bakar ampas
3) Periksa pemakaian udara
4) Periksa alat penetralisir abu (ESP)
c) Pipa super heater bocor (pecah)
1) Periksa level air jangan sampai terlalu tinggi
2) Beban fluktuasi
3) Air ketel tidak memenuhi syarat atau mutu jelek
d) Tekanan drop
Pemakaian beban selalu berubah-ubah dan bahan bakar tidak bisa
kontinue, untuk itu operator ketel harus cepat tanggap
128
e) Pipa air rusak
Pada ketel, level air sangat menentukan. Air tidak boleh kurang karena
bisa merusak pipa bagian atas, seluruh pipa bahka bisa meledak.
4. Penggunaan uap dan air
a) Penggunaan uap
Penggunaan uap di PG Trangkil digunakan untuk :
1) Pembangkit tenaga listik dan tenaga penggerak
2) Sebagai media pemanas
b) Penggunaan air
Air merupakan komponen yang paling penting dan vital dalam proses
produksi gula. Sumber air di PG Trangkil berasal dari :
1) Air Sumur Dalam
Sebagian besar air yang dipakai di PG Trangkil dari air
sumur dalam. Air ini dipakai untuk berbagai kebutuhan, seperti air
pendingin pompa vacuum, pendingin gas SO2, pembersih
evaporator, serta pendingin pada stasiun gilingan dan PLTU.
2) Air proses
Merupakan air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan proses, seperti pembuatan susu kapur, pengencer gula
pada centrifuge, pencucian gula pada unit gilingan (air imbibisi)
dan pencuci pada RVF. Kebutuhan air proses dipenuhi oleh air
kondensat yang dihasilkan oleh evaporator, yaitu pre evaporator,
evaporator I, II, III, IV dan V. Air proses yang digunakan harus
memenuhi beberapa syarat diantaranya
a. Nilai pH
Nilai pH air proses tidak boleh terlalu tinggi atau
rendah. Air proses yang digunakan memiliki pH 7 (netral),
sehingga tidak menyebabkan korosi pada alat
b. Sifat fisik
Sifat fisik air proses yang dimaksud adalah
kekeruhan, warna, rasa dan bau. Air proses yang digunakan
129
harus memiliki nilai kekeruhan yang rendah, warna yang
jernih, tidak berasa dan tidak berbau.
c. Kandungan bahan kimia
Dalam air proses, kandungan amoniak, kalsium,
magnesium, CO2, chloria, timbal, tembaga, besi, nikel dan
logam lainnya harus rendah sehingga kerak yang terbentuk
dapat diminimalisasi
3) Air pendingin
Air pendingin berfungsi untuk mendinginkan mesin-mesin
dan peralatan lain, sehingga perlatan dapat beroperasi secara
optimal. Sumber air pendingin adalah air sungai mergan dengan
kapasitas 150 liter/detik yang sebelumnya telah mengalami
treatment sederhana, seperti penyaringan, pengendapan dan
pelunakan (softening).
Proses penyaringan dilakukan dengan menggunakan gravel
filter yang berisi pasir sebagai medianya. Setelah itu tahap
pengendapan dilakukan dengan menggunakan reacting vessel yang
berfungsi untuk menaikkan temperatur air dingin sebesar 40-60oC
dan mengendapkan kotoran. Kemudian tahap softening untuk
menurunkan konsentrasi Ca, Mg, dan ion lainnya. Pada tahap ini
digunakan softener yang berisi kation untuk menyerap ion positif
dalam air. Setelah ketiga prosestreatment dilakukan, air ditampung
dalam surplus tank. Air pendingin yang telah melalui treatment
akan digunakan untuk mendinginkan mesin dan peralatan seperti:
a) Bantalah proses turbin giling
b) Bantalan proses turbin pompa
c) Palung pendingin
Air digunakan sebagai media pendingin karena mudah
didapat, mudah diatur dan diarahkan, serta tidak terurai atas atom-
atomnya
130
4) Air sanitasi
Air sanitasi adalah air yang digunakan untuk keperluan minum,
masak, mandi dan sebagainya.
5) Air pengisi ketel
Air yang digunakan adalah air dari kondensor yang bebas gula dan
air dari sumur yang sudah melalui proses water treatment terlebih
dahulu.
6) Air injeksi
Air yang dipergunakan adalah air sumur yang telah melalui proses
water treatment terlebih dahulu.
K. PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah adalah hasil buang yang merupakan dampak dari suatu kegiatan
yang pada jumlah tertentu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup.
Oleh karena itu kegiatan pada industri gula, pabrik gula juga wajib menekan
jumlah dan kualitas limbahnya agar dapat mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan bagi lingkungan. Ditinjau dari asalnya limbah terdiri atas:
a. Limbah domestik yaitu limbah hasil rumah tangga, rumah makan, rumah
sakit, dsb.
b. Limbah industri yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri.
131
b. Limbah cair
1) Air cucian alat penapis
2) Air jatuhan kondensor
3) Air kurasan ketel
4) Air pendingin mesin-mesin
5) Air pendingin pompa-pompa
6) Air pendingin tobong belerang
7) Air cucian skrapan
c. Limbah gas
1) Asap cerobong ketel
2) Asap gas SO2 yang tidak terserap
Pada dasarnya limbah cair di PG dapat dibedakan menjadi dua yaitu
limbah tercemar berat dan limbah tercemar ringan. Pengelompokan
limbah tersebut bertujuan untuk menentukan teknik pengolahan limbah
agar dapat meringankan proses penanggulangannya.
Kriteria limbah tercemar berat ataupun ringan dapat dilihat dari:
a. pH
b. Padatan tersuspensi dan padatan terlarut
c. Bahan organik
d. Suhu, warna, bau dan rasa
e. Mikroorganisme
Parameter yang umum digunakan untuk menetukan kadar pencemaran
limbah buangan pabrik gula adalah :
a. Secara fisika
1) Temperatur
2) Jumlah padatan terlarut
3) Padatan tersuspensi
4) Zat yang terendap
b. Secara kimia
1) pH
2) Ammoniak
132
3) Nitrat
4) Nitrit
5) BOD (Biochemical Oxygen Demand)
6) COD (Chemical Oxygen Demand)
2. Penanganan Limbah Dalam Pabrik dan Pembenahan Limbah
Untuk menaggulangi terjadinya limbah yang terlalu besar maka perlu
penanganan limbah intensif. Langkah-langkah efektif untuk mencegah
terjadinya limbah yaitu :
a. Mencegah limbah pada sumbernya
Limbah dibuang seminimal mungkin (kuantitas) dan limbah harus
memenuhi syarat sebagai buangan (kualitas) atau standard baku
limbah yang diperkenankan.
b. Inplant control
Pengendalian proses dalam pabrik, sehingga efisiensi proses
maksimal dan diharapkan dengan efisiensi ini dapat menekan
buangan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Peningkatan kedisiplinan operator dan menciptakan system kerja
yang lebih baik.
c. In House Keeping
d. Pengaturan pabrik dilakukan dengan cara:
1) Mencegah kebocoran alat perpipaan dan luapan-luapan yang
terjadi pada proses.
2) Pembersihan alat atau lantai pabrik dengan air seminimal
mungkin.
3) Penetralan air yang rata-rata masih asam.
PG Trangkil menghasilkan limbah yang dapat berakibat terjadinya
pencemaran lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan untuk
mengurangi dan menekan pencemaran terhadap lingkungan disekitar.
Di PG Trangkil Pati limbah cair yang dihasilkan meliputi tetes dan air
buangan hasil cucian.
133
1) Tetes
Tetes merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses
pada putaran. Tetes yang dihasilkan kemudian dijual kepada pihak
lain untuk bahan baku industri.
2) Air Buangan Hasil Cucian
Setiap stasiun menggunakan air dari air tanah yang
digunakan untuk berbagai keperluan. Pada stasiun gilingan, air
digunakan untuk membersihkan oli pelumas, mesin, penyemprotan
sisa ampas. Selain itu, limbah cair pada stasiun ini juga dihasilkan dari
nira yang terbuang dan juga sisa penambahan bahan kimia. Di stasiun
pemurnian dihasilkan limbah cair buangan berupa sisa pembersihan
blotong, pembersihan ampas lembut sisa penyaringan dan nira-nira
yang berceceran. Limbah cair buangan dari stasiun penguapan berupa
sisa air pembersihan nira, kerak nira, dan soda kaustik. Di stasiun
putaran dihasilkan limbah cair, limbah cair buangan berupa sisa tetes
yang berlebih dan gula ceceran yang telah dibersihkan dengan air.
Air limbah diproses agar dapat memenuhi baku mutu air sebelum
dikembalikan ke aliran sungai maupun untuk kebutuhan proses di
pabrik gula. Proses tersebut dilakukan di UPLC dengan melalui
tahapan sebagai berikut:
134
Nutrisi
Susu Bakteri
Kapur Inola 221
Air Limbah
Kolam
Aerasi
Bak Kolam Clarifier
Pengendapan Ekualisasi
Bak
Penampung
Bak Bak Outlet
Filtrate Pasir
Kolam
Stabilisasi
Pupuk
a) Inlet
Air limbah proses dialirkan ke AML (Air Masuk
Limbah) kemudian ditambahkan dengan susu kapur hingga pH7
agar suasana air menjadi basa sehingga kotoran air yang ada mudah
menggendap. Selain itu penambahan susu kapur tersebut juga
berfungsi untuk mengurangi bau pada limbah. Setelah itu air masuk
dalam bak pengendapan lumpur dan minyak untuk memisahkan air
limbah dari lumpur dan minyak pada air limbah. Dalam bak
tersebut, minyak pada air limbah akan mengapung sedangkan
lumpurnya mengendap. Melakukan analisa COD/BOD/TSS (Total
Suspended Solid) dan mengamati suhu, pH, warna air,
kandungan minyak. Selanjutnya limbah di alirkan menuju bak
ekualisasi.
b) Kolam Ekualisasi
Kolam ekualisasi berfungsi untuk meminimalkan
fluktuasi pH, suhu, debit dan komposisi limbah yang akan diolah
untuk menjaga supaya mikroba pengolah limbah tidak terpengaruh
135
dengan fluktuasi tersebut. Lalu air dipompa ke bak aerasi I dengan
pengendalian tidak melebihi kapasitas 110 m3/jam.
Tabel 29. Spesifikasi Kolam Ekualisasi
Panjang 16 m
Lebar 15 m
Tinggi 4m
Volume 960 m3
c) Kolam Aerasi
Dari kolam ekualisasi, limbah di pompa menuju kolam
aerasi dengan laju alir ± 20 m3 /jam, hal ini bertujuan untuk
menjaga kestabilan beban pompa sehingga pompa tak mudah
rusak. Kolam aerasi merupakan kolam berbakteri yang terdiri dari 7
kolam aerasi . Bakteri yang digunakan UPLC adalah bakteri inola
221 yang bersifat aerob dengan jumlah 16 kg dalam satu kali masa
giling. Pembagian kolam bertujuan untuk memaksimalkan
penguraian limbah secara bertahap oleh bakteri. Mula-mula limbah
dimasukkan ke KA I, dan dilakukan penambahan nutrisi berupa
urea dengan dosis ± 4 kg/jam dan SP 0,8 kg/jam bergantung pada
laju umpan masuk. Tujuan penambahan nutrisi memancing bakteri
agar terus mampu berkembang biak. Setelah melalui KA I, limbah
136
akan mengalir pada ke KA II secara over flow dan begitu
seterusnya sampai KA VII . Berikut spesifikasi kolam aerasi :
Tabel 30. Spesifikasi Kolam Aerasi
137
d) Clarifier
Setelah KA VII secara over flow limbah mengalir
menuju clarifier, untuk memisahkan endapan dan bakteri dari air
yangtelah bersih. Endapan dan bakteri, kemudian di pompakan
kembali ke dalam KA I sebagai aliran recycle, sedangkan air bersih
dialirkan dari clarifier menuju sungai atau bak penampungan air
dengan kecepatan ± 28 m3/ jam dan juga digunakan untuk
kebutuhan proses.
138
Gambar 15. Kolam Stabilisasi dan Bak Pasir
f) Outlet
Air jernih dari clarifier menuju bak penampungan untuk
dialirkan ke sungai. Air limbah dianalisa berdasarkan pH, warna,
temperatur, bau, debit air, BOD, COD,TSS(Total Solube Solid).
Analisa yang dilakukan pada pengolah limbah untuk memastikan
bahwa limbah yang akan dibuang ke lingkungan sekitar telah aman
bagi lingkungan tersebut, yaitu dengan nilai COD maksimal 100
ppm dan BOD maksimal 60 ppm. Setelah air limbah dinyatakan
aman, maka air tersebut menuju sungai.
139
a. Limbah Padat
Abu ketel merupakan inert sisa ampas umpan boiler yang tidak
terbakar sempurna dan secara alamiah tidak dapat dihancurkan
kembali. Abu ketel ini bersifat sukar larut dalam air serta berwarna
hitam. Abu ketel ditangkap dari pembakaran ketel dengan
menggunakan penangkap sistem kering dust collector pada cerobong
pembuangan asap dan dibawa menuju truk dengan menggunakan
conveyor. Truk tersebut kemudian membawa abu ketel menuju lokasi
pengolahan abu ketel diolah bersama blotong menjadi pupuk
biokompos.
140
b. Limbah Gas
Limbah gas adalah tercemarnya udara oleh partikulat zat (limbah)
yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur
dioksida, nitrogenoksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon
monoksida, dan timah. Limbah gas yang dihasilkan oleh limbah PG
Trangkil berasal dari proses pembakaran ketel dan proses sulfitasi.
Limbah gas berupa asap dari proses pembakaran ketel mengandung gas
CO2, CO, NO,uap air, dan debu. Dari sisa pembakaran ketel, partikel-
partikel karbon akan dapat terbawa oleh gas sehingga saat asap keluar
dari cerobong asap akan membawa partikel padat yang kemudian akan
tertiup oleh angin dan tercemari udara sekitar meningkatkan emisi gas
buang. Polusi udara dapat terjadi apabila pembakaran tidak sempurna
karena jumlah bahan bakar yang tidak seimbang dengan O2 yang masuk.
Penanganan terhadap adanya partikel padat yang tebawa oleh asap
dilakukan dengan menggunakan alat penangkap debu (dust collector)
sebelum gas keluar ke lingkungan. Dust collector tersebut akan
menangkap partikel yang terikut pada asap yang melalui alat tersebut
sehingga asap atau gas buang tidak mencemari lingkungan sekitar.
Dalam dust collector tersebut celah-celah kecil sehingga gaya sentrifugal
partikel-partikel debu yang mepunyai massa yang besar akan terlempar
jauh dan membentur dinding yang kemudian akan jatuh karena gaya
gravitasi. Partikel-partikel yang tertangkap abu ketel tersebut kemudian
ditampung untuk diolah menjadi biokompos. Pengukuran baku mutu gas
hasil pembakaran pada asap cerobong dilakukan secara periodik.
c. Limbah B3
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (limbah B3) bila mengandung bahan berbahaya atau beracun
yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan manusia. Yang termasuk limbah B3 antara lain adalah bahan
baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena
141
rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang
memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini
termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik
berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun,
menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji
dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.
Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang terdiri dari oil
bekas,aki bekas.Limbah B3 harus dikelola sesuai prosedur yang telah
ditetapkanya itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1999
dan Peraturan Pemerintah No 85 tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah
bahan Berbahaya dan Beracun serta Keputusan Kepala Bapedal No. Kep-
01/Bapedal/09/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
L. ORGANISASI
1. Struktur Organisasi Pabrik
Untuk memperlancar aktivitas perusahaan dan dalam rangka
pencapaian tujuan perusahaan, maka diperlukan suatu koordinasi antar
pegawai. Untuk memudahkan koordinasi dalam hal tugas dan tanggung
jawab maka diperlukan suatu struktur organisasi yang jelas dengan suatu
peraturan sedemikian rupa sehingga masing-masing bagian mengetahui
tugas dan tanggung jawabnya. Demikian halnya dengan Pabrik Gula
Trangkil menggunakan struktur organisasi garis, di sinilah perintah atau
tugas berjalan dari atas ke bawah.
Bidang bidang Kegiatan
PG Trangkil memiliki beberapa bidang kegiatan yang dilakukan
yang memiliki tugas dan wewenang dalam masing-masing bagiannya.
Adapun tugas dan wewenang dari masing-masing bagian sebagai berikut:
a. General Manager (GM)
Pimpinan tertinggi pada Pabrik Gula Trangkil dipegang oleh
General Manager. General Manager memiliki tugas pokok untuk
142
memimpin dan mengawasi pabrik yang ditangani oleh masing-masing
kepala bagian secara langsung. General Manager juga memiliki
tanggung jawab penuh terhadap pabrik baik keluar maupun ke dalam
berkaitan dengan semua kegiatan dan masalah pabrik beserta isinya.
Tugas sebagai pimpinan antara lain:
1) Membuat dan melaksanakan rencana (kebijakan) secara terperinci
sesuai dengan rencana kerja, baik rencana jangka pendek maupun
rencana jangka panjang yang pelaksananya dibantu manajer
2) Memelihara dan mempertimbangkan mutu dari tiap-tiap
pelaksana tugas, efektivitas pabrik dan penggunaan daya secara
produktif.
3) Memeriksa secara teratur pelakasanaan pekerjaan dan bagian tiap
pekerjaan, memberikan bimbingan serta petunjuk dalam mencapai
standar yang telah ditentukan.
4) Mengurus dan berusaha agar semua kekayaksan dan semua
fasilitas perusahaan diajaga sebagaimana mestinya.
b. Manager Tanaman
Manajer Tanaman bertugas untuk menyediakan bahan baku
tebu yang berkalitas untuk mencukupi kebutuhan giling minimum
sesuai sasaran RKAP dan berorientasi pada profit. Selain itu, Manajer
Tanaman juga mempunyai wewenang mengajukan dana untuk
optimalisasi bahan baku dan produktivitas lahan. Di samping tugas
tersebut, Manajer Tanaman juga mempunyai tugas:
1) Mengoptimalkan produktivitas lahan TS dan TR dengan
memperhatikan konservasi lahan dan menjaga kelestarian dan
kesuburannya.
2) Memberikan pelayanan yang baik kepada petani.
3) Menyediakan bibit unggul dan bermutu dalam jumlah cukup
sesuai dengan kebutuhan petani dan PG.
4) Merencanakan, menggunakan serta mengendalikan biaya tanaman
secara efektif dan efisien.
143
5) Membina SDM bagian tanaman agar berkembang dan berdaya
guna optimal serta terciptanya iklim yang strategis.
6) Selalu menggali potensi lahan baik luas maupun produktivitas di
wilayah kerjanya.
7) Mengembangkan areal baru yang potensial.
Dalam menjalankan tugas, Manager Tanaman dibantu oleh:
1) Asisten Manager TMA
2) Asisten Manager Distrik
3) Asisten Manager Bibit dan Pupuk
4) Asisten Manager Rayon (TR) dan Perkreditan
5) Asisten Manager Rayon (TS) dan Mekanisasi
c. Manager Pengolahan
Manajer Pengolahan memiliki tugas untuk mengolah tebu
hingga menjadi kristal gula sesuai dengan standar mutu serta berkerja
sama dengan bagian instalasi dalam proses pengolahan. Berwenang
memberikan otorisasi atas rencana biaya bagian pengolahan, atas
bukti kas keluar biaya produksi, atas laporan produksi gula dan
dokumen yang menjadi tanggung jawab bagian pengolahan. Dalam
menjalankan tugas, Manajer Pengolahan dibantu oleh:
1) Asisten Manajer Pengolahan.
2) Asisten Manajer Stasiun Pemurnian.
3) Asisten Manajer Stasiun Penguapan
4) Asisten Manajer Stasiun Masakan
5) Asisten Manajer Stasiun Puteran
6) Asisten Manajer Lingkungan
7) Operator pengolahan limbah B3
8) Operator penyimpanan limbah B3
9) Petugas gudang dan penyimpanan B3
d. Manager Instalasi
Manajer Instalasi memiliki tugas untuk melakukan
pemeliharaan mesin pabrik untuk persiapan giling dan menyusun
144
rencana instalasi serta mengadakan kerja sama dengan bidang
pengolahan khususnya penanganan mesin dalam proses nira menjadi
gula.
Manajer Instalasi juga berwenang untuk memberikan otorisasi
atas rencana biaya bagian instalasi, atas bukti kas keluar biaya
instalasi, masuk keluarnya mesin dan peralatan pabrik, serta semua
dokumen yang menjaditanggung jawab bidang instalasi. Dalam
menjalankan tugas, Manajer Instalasi dibantu oleh:
1) Asisten Manajer Instalasi
2) Asisten Manajer Stasiun Boiler
3) Asisten Manajer Stasiun Gilingan dan pemurnian
4) Asisten Manajer Besali dan Penguapan
5) Asman Puteran dan Kristalisasi
6) Asman Listrik dan Instrument
e. Manager SDM
Tugas pokok Manajer SDM yaitu:
1) Merencanakan dan mengusulkan Rencana Kerja dan Anggaran
Tahunan bagian SDM.
2) Mengkomplikasi rencana kerja perusahaan dan menghitung
kelayakan produksi dan biaya dengan para Manajer PG.
3) Mengusulkan kebijakan, sistem dan prosedur operasional bagian
SDM.
4) Melakukan koordinasi dengan para Manajer PG dan kepala
urusan di kantor direksi dalam rangka strategi bisnis.
5) Mengkoordinasi kegiatan bagian SDM.
6) Membina dan menilai kinerja bawahan.
7) Menyusun laporan kegiatan bagian SDM dalam rangka
pertanggungjawaban kepada GM PG secara berkala.
145
f. Manager Keuangan dan Umum
Manajer Keuangan dan Umum bertugas untuk bertanggung
jawab pada seluruh alur kerja bagian Keuangan dan Umum. Di
samping itu, tugas Manajer Keuangan dan Umum adalah:
1) Pengendalian dan pengawasan biaya
2) Berkomitmen menerapkan Sistem Manajemen Mutu 9001:2008,
Sistem Managemen Lingkungan ISO 14001:2004, Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Halal
MUI
Dalam menjalankan tugasnya, Manajer Keuangan dan Umum dibantu
oleh:
1) Asisten Manajer Keuangan (Perencanaan dan Pengawasan).
2) Asisten Manajer Keuangan (Akuntansi).
3) Asisten Manajer Keuangan (TU Hasil).
4) Asisten Manajer Keuangan (Gudang).
5) Asisten Manajer Umum dan Humas.
g. Manager Quality Control
Manajer Quality Control memiliki tugas pokok yaitu:
1) Bertanggungjawab atas terlaksananya analisa dan pemantauan
proses produksi pabrik baik on farm maupun off farm melalui
metode yang benar sehingga diperoleh data dan fakta yang akurat
dan objektif serta meyajikan data tepat waktu kemudian
memberikan rekomendasi yang efektif dalam rangka menjaga
proses kerja sesuai SOP untuk meningkatkan kualitas, efisiensi
dan produktivitas.
2) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pabrik gula dalam upaya
peningkatan kinerja perusahaan.
3) Menyusun dan mengendalikan biaya yang dipergunakan dalam
proses quality control.
4) Melakukan evaluasi terhadap kinerja QC.
146
5) Berkomitmen menerapkan Sistem Manajemen Mutu 9001:2008,
Sistem Managemen Lingkungan ISO 14001:2004, Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Halal
MUI di lingkungan PG Trangkil.
6) Melakukan upaya penghematan energi, pelestarian alam
danpencemaran tanah, air, dan udara.
2. Klasifikasi Tenaga Kerja
Pabrik Gula Trangkil berada di daerah yang penduduknya padat,
sehingga mudah untuk mendapatkan tenaga kerja. Sebagian tenaga kerja
berasal dari sekitar Pabrik Gula Trangkil Kediri.
a. Karyawan Tetap
Merupakan karyawan yang yang diangkat oleh Direksi PTPN X yang
ditempatkan di unit usaha. Karayawan bekerja dalam jangka waktu
tidak tertentu / secara terus menerus sampai usia pensiun.
b. Karyawan Musiman
1) Karyawan PKWT LMG – DMG
Merupakan karyawan yang bekerja dalam waktu tertentu yang
dikontrak oleh Pabrik Gula Trangkil.
2) Karyawan PKWT DMG
Merupakan karyawan yang bekerja dalam waktu tertentu dalam
musim giling yang dikontrak oleh Pabrik Gula Trangkil.
c. Karyawan Outsourching
Dalam hal karyawan outsourching, Pabrik Gula Trangkil pada saat ini
bekerja sama dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, bertugas di
bagian keamanan (security), driver, dan cleaning Service.
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor
pendukung utama dalam kegiatan produksi dari suatu perusahaan
khususnya di Pabrik Gula Trangkil, hal ini sangat mempengaruhi
kualitas output yang secara langsung berpengaruh terhadap
kelangsungan siklus perkembangan perusahaan. PG Trangkil untuk
147
sistem K3 sudah cukup memadai seperti menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) saat masuk ke pabrik, disediakan alat pemadam kebakaran,
kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), dan juga tanda-
tanda keselamatan lainnya. Dan pelaksanaan K3 oleh karyawan PG
Trangkil juga dilaksanakan dengan baik meskipun harus dilaksanakan
denda bagi karyawan yang tidak mengindahkan K3.
Adapun sarana dan prasarana tersebut yang seharusnya dilengkapi antara
lain:
148
tersebut dapat menyerap aliran listrik sehingga tidak mengancam
keselamatan dan kesehatan para pekerja.
g. Pelindung Dada dan Kaca Mata untuk Tukang Las
Percikan bunga api dari las dapat mengganggu penglihatan dan dapat
melukai organ tubuh yang terkena, oleh karena itu para pekerja
pengelas dilengkapi dengan pelindung dada dan kaca mata agar tidak
teruka.
h. Pemasangan Slogan Himbauan K3 dan Rambu-Rambu K3
Slogan atau himbauan keselamatan dan kesehatan kerja sangat
menunjang guna terlaksananya suatu proses kerja yang aman dan
lancar.
149
BAB IV
PEMBAHASAN
HALAMAN PABRIK
Proses pengawasan kualitas tebu yang masuk ke pabrik dilakukan dengan selector
dimulai dengan pengecekan:
1. Pos selector I ( brix) yaitu selector yang bertugas untuk memeriksa kadar brix.
Brix tebu minimum yang diperbolehkan untuk digiling yaitu 17%. Bila kadar
brix tebu kurang dari 17% dalam 5x analisa sample tebu di truck (jumlah
maksimal analisa sampel) maka tebu ditolak untuk proses penggilingan.
2. Pos Selector II (Jobside), tebu yang lolos dari selector I selanjutnya menuju
Selector II untuk didata masuk antrian dengan syarat menyerahkan surat SPTA
(Surat Perintah Tebang Angkut)
3. Pos Selector III (selector gilingan), yang berfungsi untuk menilai kualitas
tebang tebu berdasarkan aspek MBS, bebas sogolan, siwilan, pucukan dan tidak
mengandung trash.
Permasalahan yang terjadi di PG Trangkil adalah tidak ada pengecekan bak truk
yang terisi tebu. Dikhawatirkan isi bagian dalam truk terdapat benda-benda yang
tidak diinginkan.Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dilakukan pengecekan bak
truk sebelum truk masuk ke dalam pabrik. Hal yang harus dilakukan adalah
melakukan pengawasan di kebun saat proses pengangkutan tebu ke truk atau
dikenakan sanksi berat bagi truk yang membawa benda-benda tak diinginkan ke
dalam truk.
Pepohonan di emplacement yang berada di depan pabrik tidak serindang di
emplacement kajar sehingga lebih baik jangan terjadi antrian terlalu lama di depan
pabrik. Kurangnya naungan pepohonan menyebabkan tebu akan berkontak
langsung dengan sinar matahari yang dapat meningkatkanresiko hidrolisis sukrosa
dalam batang tebu.
Penilaian dari selector 3 sering terhambat oleh posisi tebu yang masih
tertumpuk sehingga petugas penilai kesulitan untuk menilai kualitas tebu bagian
dalam, dan sering terjadi tebu hanya tampak MBS di luar saja.
150
STASIUN PEMERAHAN NIRA
Proses pemerahan nira pada pabrik gula trangkil menggunakan 2 cane cutter dan 1
unigrator sebagai alat pendahuluannya, dengan target PI yang diharapkan adalah
>90%, dan proses pemerahan dilanjutkan ke 5 set gilingan dengan system imbibisi
majemuk. Imbibisi diberikan pada gilingan no3,dan 4 dengan suhu imbibisi ± 70-
80°C , sanitasi dilakukan dengan biocide dan uap panas untuk menekan
pertumbuhan bakteri di dalam nira mentah masuk. Pre liming dilakukan pada
intermediate carrier no. 3 untuk menaikkan pH nira mentah yang terkadang turun
hingga pH 4,0.
Pengawasan pada stasiun gilingan dapat dinilai dari HPB gilingan I harus di atas
60, dengan HPB total >90.Untuk parameter HPB pada PG. Trangkil sudah
memenuhi persyaratan dan kinerja gilingan masuk dalam kategori baik. Kemudian
untuk HPG, nilai yang ditetapkan dalam kategori baik adalah >90, pada PG.
trangkil di dapatkan HPG sebesar 92,8 yang berarti HPG pada PG. Trangkil dapat
dikategorikan dalam kondisi baik. Parameter lainnya adalah factor campur yang
dalam nilai pengawasannya ± 50 dan dalam PG. Trangkil di dapat 62,55 yang
berarti percampuran antara nira pengembalian dan imbibisi dengan nira gilingan
telah bercampur dengan baik. Pada parameter lain seperti ampas dan zat kering PG.
Trangkil memperoleh nilai ±2,5 untuk pol ampas dan zat kering ±45,00 untuk pol
masih masuk dalam kategori kurang baik karena masih di atas 2 sedangkan untuk
zat keringnya masih dalam kondisi baik. Hal ini bias terjadi karena kapasitas tebu
yang masuk untuk digiling tidak kontinyu sehingga di stasiun pemerahan tidak
dapat maksimal dalam memerah nira karena tebu yang masuk tidak ajeg dan dapat
mengganggu proses selanjutnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengontrol tebu
yang masuk untuk digiling melalui meja tebu. Tebu yang jatuh ke cane carrier
diatur dengan ketebalan yang sama.
STASIUN PEMURNIAN
Pada stasiun pemurnian yang menjadi titik dan parameter pengawasan
adalah EP (Efek Pemurnian), Turbidity nira encer, dan pol blotong.Untuk
151
operasionalnnya adalah pH, suhu dan waktu dari masing-masing reactor dan
pemanasa yang terpasang. Pada PG. Trangkil angka dari EP sudah memenuhi
standar yakni >10, untuk pol blotong di dapatkan 1,9-2,0 yang masuk dalam
kategori baik, dan turbidity nira encer didapatkan 20-30 NTU yang masuk dalam
kategori baik karena pada standardnya untuk pabrik dengan system pemurnian
sulfitasi adalah 50-60 NTU. Hal ini dikarenakan pemberian gas SO2 di PG Trangkil
telah optimal karena sisa gas SO2 dari reactor Thomson dikembalikan ke sulfitator
untuk pemberian awal gas SO2 sebelum masuk ke reactor Thomson sehingga tidak
mencemari lingkungan, dan penyerapan SO2 oleh nira msauk berlangsung secara
optimal dan bereaksi sempurna.
Pengendapan di clarifier terkadang kurang maksimal dikarenakan saat
keadaan giling melebihi kapasitas, waktu tinggal di clarifier yang terlalu singkat
sehingga pengendapan tidak maksimal. Selain itu kecepatan scrapper harus di
kendalikan setiap jam nya karena jika terlalu cepat endapan yang sudah terbentuk
akan pecah. Clarifier memilikiscrapper yang beroperasi pada kecepatan rotasi
rendah (0,05rpm) untuk menyingkirkan kotoran nira melayang yang tidak dapat
(sulit) turun mengendap ke dasar Clarifier sehingga tidak menyumbat saluran nira
jernih.
Untuk waktu tinggal dan pH serta suhu dari masing-masing alat sudah
memenuhi SOP yang berlaku. Walaupun terkadang masalah suhu di heater masih
belum tercapai, karena scalling, hal tersebut dapat di atasi dengan mengecek
apakah kinerja dari kondensat nira, dan operasional alat sudah berjalan dengan baik
atau melakukan oper ke heater lain untuk di skrap.
STASIUN PENGUAPAN
Pada stasiun penguapan PG. Trangkil menggunakan system pre-quadruple
evaporator, dimana nira masuk ke pre-evaporator untuk dipanaskan hingga suhu
±110°C kemudian nira dioper ke badan I sistem seri, dan uap nira hasil pre
evaporator disalurkan ke masakan high grade (A) dan PP II. Pengawasan pada
stasiun penguapan adalah Brix nira kental keluar dan penggunaan uap%tebu, pada
PG Trangkil, brix nira kental keluar adalah ±58-67%, dari parameter ini brix nira
152
kental sudah memenuhi target karena nilai optimum dari brix nira kental adalah 60-
64%, sednagnkan untuk uap%tebu yang dipakai terkadang mencapai angka di atas
55%, dalam teorinya penggunaan uap%tebu yang optimum dan efisien adalah 50-
55%. Hal ini dikarenakan penggunaan pre evaporator yang kurang maksimal dan
uap nira yang dihasilkan melebih dari kebutuhan uap bleeding ke masakan dan
stasiun pemurnian, nilai uap%tebu akan lebih maksimal jika pabrik berjalan dengan
system pre-quintuple evaporator sehingga uap yang dipakai cukup dan tidak
berlebih sehingga pembuangan uap dan kondensat dapat dikurangi.
Masalah yang terkadang muncul di PG. Trangkil adalah Vacuum pada badan
akhir tidak tercapai. Vacuum di badan penguapan rendah, temperatur air jatuhan
rendah, biasanya disebabkan adanya bocoran di badan penguapan, pipa uap nira ke
kondensor atau kondensornya sendiri.Pengecekan harus selalu dilakukan dengan
melihat badan penguapan yang mengeluarkan gas atau uap keluar badan di bagian
tertentu yang artinya terdapat kebocoran di badan tersebut.
Pengerakan / pengotoran dalam pipa
Kerak terjadi lebih tebal di bagian bawah tube.Untuk mengurangi terjadinya
pengerakan hindari penggunaan kapur berlebih di pemurnian, hindari
penggunaan magnesia sebagai pengganti kapur, kendalikan kecepatan evaporator
(optimal) dan kontinyu.
STASIUN KRISTALISASI
Proses kristalisasi pada stasiun masakan di PG. Tangkil menggunakan skema
ACD, dengan proses kristalisasi masakan C dan D1 menggunakan Countinous
Vacuum Pan (CVP).
Keunggulan Countinous Vacuum Pan denganBatch Vacuum Pan
Countinous Vacuum Pan Batch Vacuum Pan
Kebutuhan Dapat menggunakan tekanan uap lebih Minimal t > 40oC utk dapat
Uap rendah utk bisa sirkulasi natural (t 25- sirkulasi alami, uap bleeding
o
40 C), dapat menggunakan uap bleeding hanya dari pan eva 1, sering
eva 2-3, tidak ada steaming dilakukan steaming.
153
Penggunaan uap lebih ekonomis
Volume Pan Rasio waktu tinggal kristal 1,4-1,8 kali Waktu tinggal kristal lebih
lebih lama, Efisiensi volumetris 1,8 kali cepat, idle kapasitas lebih
batch pan, downtime/idle kecil Lebih besar
efisien
Kontrol Kontrol lebih mudah dengan automasi Kontrol proses masak batch
Proses merupakan “seni”
Pengerakan Resiko terjadi pengerakan gula di dalam Resiko pengerakan gula
pan karena digunakan terus menerus dalam pan kecil karena
(jarang dikosongkan) shg biasanya setelah masakan turun selalu
hanya utk masak HK rendah dibersihkan terlebih dulu
Harga Alat Lebih mahal per unit namun bila dilihat Secara total biaya investasi
dari efisiensi volumetris nya lebih stasiun masakan sistem batch
menguntungkan, Total biaya investasi lebih mahal karena pompa &
sistem masakan continu 2/3 nya dari aksesori lain yg diperlukan
sistem masakan batch (Rein 1992) lebih banyak.
Feksibilitas Lebih fleksibel terhadap fluktuasi Kurang fleksibel terhadap
jumlah dan kualitas (HK) bahan masak fluktuasi bahan baku.
Operator Lebih sedikit Lebih banyak
154
Maka dari itu untuk proses kristalisasi masakan A sudah memenuhi syarat, untuk
masakan C masih kurang memenuhi dikarenakan kapasitas alat terpasang dan
kualitas bahan masuk kurang memenuhi syarat.
Purity drop pada skema masakan yang terjadi di PG trangkil terkadang
belum memenuhi syarat yakni untuk masakan A 18-20, C 20-22, dan D 26-28, pada
PG. Trangkil purity drop terkadang turun dan berada di bawah standard yang
ditentukan. Hal ini dikarenakan adanya bahan yang tidak diprediksi seperti gula
melasse yang memiliki kualitas kurang baik dan harus dikembalikan di dalam
proses. Hal ini akan menyebabkan turunnya HK masakan, ICUMSA gula
dihasilkan, mempengaruhi kondisi proses seperti lama waktu masak dan masakan
yang didapatkan dalam kondisi pliket (terlalu lengket), dan meningkatkan kadar
gula reduksi di dalam masakan sehingga banjir tetes. Untuk mengatasinya tindakan
yang dilakukan adalah memasak sedikit demi sedikit bahan masakan yang
kualitasnya kurang baik dengan bahan masakan yang kondisinya baik untuk
dicampur dengan perbandingan ±20(kurang):80(baik).
Saat giling berjalan dengan kondisi optimal pada kapasitas terpasang, terjadi
overload pada bak nira kental dan syrup, hal ini dikarenakan kapasitas pan masakan
yang kurang sehingga skema yang seharusnya ACD menjadi skema AD dengan
system boiling-back tetes. Hal ini dimaksudkan agar giling tetap lancar tanpa
berhenti untuk memperoleh hasil gula maksimal walaupun kualitas agak menurun
dan menekan kualitas HK tetes yang dihasilkan. Skema ini berjalan dengan gula D2
bertindak sebagai bibitan A dan tetes kembali dimasakn ke D jika HK yang
dihasilkan masih di atas 35.
Proses kristalisasi lanjut di PG Trangkil dilakukan dengan menggunakan alat
Vertical Crystalizer.
Perbedaan Vertical Crystalizer dengan Horizontal Crystalizer
Vertical Crystalizer
Waktu tingggal
A 9 jam
C 14 jam
D 43 jam
155
RPM pengaduk stirrer are
A-massecuite : 0.75 rpm
C-massecuite : 0.5 rpm
D-massecuite : 0.25 rpm
Tinggi msk dlm palung pendingi 9 - 11 meter
Horizontal Crystalizer
Waktu tingggal
A 12 jam
C 16 jam
D 72 jam
Tangki dengan penampang berbentuk U, dilengkap dengan pengaduk
Rpm: Deer ~ 1 putaran per 45 detik; Tromp ~ 0.5-0.75 rpm, saran: 0.5 rpm
Power : Deer ~ 25kW/1000m3 massecuite; Tromp ~ 6-12m3/kW per
kristaliser.
156
A. STASIUN PUTARAN
Proses Pemutaran pada PG.Trankil bergantung pada kondisi masakan
turun dan air siraman, kondisi masakan turun tidak boleh terlalu kental karena
dapat merusak saringan dan puteran itu sendiri, penambahan air siraman di
perlukan dengan melihat kondisi masakan masuk. Kapasitas puteran yang
terpasang di PG. trangkil sebenarnya sudah mencukupi kapasitas, namun
terkadang jika ada conti atau disconti yang tidak berjalan maka kapasitas akan
berkurang dan tidak mencukupi kapastitas giling. Pemutaran tidak boleh
dilakukan terlalu cepat karena dapat mengakibatkan Kristal pecah, dan juga
pemutaran jangan terlalu lambat agar stroop terpisah secara maksimal dari
lapiran Kristal gula.Pengoperasian putaran harus sesuai.
1. Pengumpanan / Feeding
Rpm 150 – 250
Lama : 12-25 s
Diatur oleh pengatur umpan otomatis
2. Percepatan / Acceleration
Rpm dinaikan ke rpm maksimum
Rpm maksimum basket : 1200-1500 rpm (basket 48 in)
Lama : 40 s
157
3. Pencucian / Washing
Dilakukan pada tahap percepatan ketika hampir mencapai rpm maksimum
Lama : 10-20 s
4. Pemutaran maksimum/ Spin
Rpm 1200-1500
Lama 15-30 s
5. Penurunan kecepatan / Deceleration
Rpm basket diturunkan ke 50-60 rpm
Lama : 40 s
6. Pengeluaran kristal / Plough
– Rpm 50-60
– Lama 20-30 s
– Valve discharge dibuka
– Plough / garu bergerak perlahan ke arah lapisan gula, bergerak dari sisi
atas ke sisi bawah basket
7. Pencucian basket / Accelerave / basket wash
– Valve discharge ditutup
– Rpm bergerak ke rpm pengumpanan
– Lama 5-10 s
– Untuk sistim plough/garu Pencucian tidak harus dilakukan setiap siklus
kemudian siklus di ulang
B. LABORATORIUM
Tiap bahan dan sample dari proses dikirim ke laboratorium untuk
dianalisa kondisinya. Pada PG. Trangkil untuk pengambilan sample dirasa
kurang representative padahal untuk alat pengambilan sample dinilai sudah
cukup baik. Hal ini dikarenakan terkadang pekerja tidak mengambil sample
pada tempatnya atau pengiriman waktu sample oleh petugas tidak tepat waktu.
Limbah hasil analisa di laboratorium PG Trangkil dibuang langsung ke saluran
air.Limbah hasil analisa mengandung zat-zat kimia berbahaya yang dapat
mencemari lingkungan.Sebaiknya limbah hasil analisa di PG Trangkil tidak
158
dibuang langsung ke saluran air tetapi dilakukan pengolahan limbah zat kimia
berbahaya oleh badan yang memiliki wewenang.
159
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dengan melihat, mengamati, berdiskusi dan mencari data yang dilakukan pada
pelaksanaan Praktek Kerja Lapang II di PG Trangkil, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Untuk menekan kehilangan gula sebelum proses, telah dilakukan berbagai
upaya antara lain dengan perencanaan tebang dan angkut dengan
memperhatikan data sisa tebu pagi.
2. Tujuan dari pemurnian adalah menghilangkan bukan gula dalam nira
mentah sebanyak – banyaknya dengan resiko kehilangan gula seminimal
mungkin dan biaya yang serendah – rendahnya.
3. Air yang terkandung dalam nira diuapkan dengan mengunakan Badan
Penguapan (Evaporator), sebab air yang terkandung dalam nira encer masih
sangat tinggi 85%. Sasaran angka penguapan ± 24 kg/m2/jam. Dengan brix
nira kental 60% – 64% atau setara dengan 28 ºBe – 31 ºBe.
4. Proses Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal gula pada larutan gula
di dalam Pan masakan, sedangkan prosesnya disebut memasak, dan hasilnya
disebut masakan (Massequite). Kristalisasi dapat terbentuk apabila nira
dipekatkan hingga mencapai tingkat kejenuhan tertentu (Koefisien
Kejenuhan > 1). Sistem yang digunakan dalam proses masak adalah III
tingkat yaitu ACD.
5. Proses Kristralisasi merupakan campuran antara larutan dan Kristal
sakarosa. Proses pemisahan Kristal terhadap larutannya tersebut dilakukan
dengan menggunakan saringan berputar, sehingga terjadi gaya sentrifugal.
Dengan mengupayakan efisienssi dan kehilangan gula sekecil mungkin.
6. Dari hasil alat puteran, ukuran dari kristal gula yang dihasikan tidak selalu
sama, ada yang berukuran kecil dan ukuran besar. Ukuran Kristal yang
dikehendaki pasar 0,8 – 1,2mm.
160
7. Untuk menunjang keberhasilan proses, dilakukan pengawasan angka –
angka analisa disetiap bagian dan dilaksanakan di laboratorium sebagai
control standart operasional.
8. Produk PG Trangkil selain gula adalah ampas dan tetes, sedangkan limbah
yang dihasilkan berupa limbah padat dan limbah cair.
B. SARAN
Setelah melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan, adapun saran yang
dapat diberikan :
1. Untuk memperoleh hasil gula yang baik kualitas maupun kuantitasnya maka
pelu diperhatikan faktor – faktor produksi yang baik pula. Mulai dari bahan
baku, peralatan kerja, dan tenaga kerja (SDM).
2. Pengawasan Proses Pabrikasi pada tiap – tiap tahapan proses pengolahan
tebu menjadi gula harus dilaksanakan sesuai standar (SOP) sehingga giling
dapat berjalan secara ajeg dan mantep.
3. Pengawasan dan perawatan terhadap alat – alat operasional yang ada perlu
dilakukan secara intensif dan periodic untuk menunjang kelancaran proses
pabrikasi. Kesadaran karyawan akan pemakaian alat-alat kesehatan dan
keselamatan kerja perlu digiatkan.
4. Meningkatkan sinergi yang baik antar bagian yang terkait, yaitu saling
mendukung dan bekerja sama antar bagian.
5. Membangun kesadaran serta motivasi kepada karyawan akan kondisi dan
tantangan industri gula di Indonesia pada masa sekarang dan masa yang
akan datang.
6. Meningkatkan kedisiplinan karyawan pabrik untuk menggunakan
perlengkapan keamanan atau K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
7. Untuk meningkatkan kebersihan seluruh bagian pabrik dan di emplasemen
pabrik.
161
berperan penting dalam keberhasilan proses produksi. Diperlukan
pengembangan karyawan secara sinergis dan terus menerus untuk
peningkatan nilai kompetensi, disiplin, loyalitas dan dedikasi.
162