Anda di halaman 1dari 27

KONSEP MEDIS

1. Defenisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.

Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok

bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa

menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT

(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu

penegakan diagnosis dan pengobatan TBC (Indah, 2018).

Resistansi M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan di mana bakteri

tersebut sudah tidak dapat lagi dimusnakan dengan OAT. TB resistan OAT

pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari

pengobatan pasien TB yang tidak adekuat maupun penularan dari pasien TB

resistan OAT. Penatalaksanaan TB resistan OAT lebih rumit dan memerlukan

perhatian yang lebih banyak dari pada penatalaksanaan TB yang tidak resistan.

Penerapan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat menggunakan

kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS dengan beberapa penekanan

pada setiap komponennya (Sembiring, 2019)

Terdapat 5 kategori resistansi terhadap OAT yaitu:

a. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan

isoniazid (H)
b. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi

isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan

ethambutol (HE), rifampicin ethambutol (RE),isoniazid ethambutol dan

streptomisin (HES), rifampicin ethambutol dan streptomisin (RES)

c. Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadaP, dengan atau tanpa OAT

lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES

d. Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap

salah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT

injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

2. Etiologi

Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh

menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit

sebagai hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent),

dan lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul

tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium

tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu.

Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah

untuk terinfeksi dan terjangkit TBC. (Indah, 2018)

4. Manisfestasi

Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat

badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering

kali bukan merupakan gejala TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus

selalu selama 2 minggu atau lebih. (Indah, 2018)

Gejala sistemik/umum:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara

“mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit

di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah

demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.


e. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi

kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-

50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan

hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal

serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,

dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

(Werdhani, 2013.)

4. Patofisiologi

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)

yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera

diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan

menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar

kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan

membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di

jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.

Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke

lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.

Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer

terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks

primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang

membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu

yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.

Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan

rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk

merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum

tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada

saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah

terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap

tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.

Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer

terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian

besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun

seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera

dimusnahkan (Werdhani, 2016).

1. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan bakteriologis untuk TB

1) Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum (diperiksa sewaktu dan pagi

hari) menggunakan pencatatan Ziehl Niesel

2) Tes cepat molekuler (TCM) TB, misal :line probe assay, Gene Xpert

untuk identifikasi bakteri TB dan menentukan resistensi terhadap

Rifampicin.

3) Pemeriksaan kultur bakteri, bisa digunakan adalah media lowenstein

Jensen (LJ) Gold standatrd diagnosis TB adalah dengan

ditemukannya bakteri Mycobacterium tuberculosis pada

pemeriksaan kultur media LJ.

b. Pemeriksaan penunjang lain

1) Uji tuberculin (mantoux)

Pemeriksaan penunjang ini bermanfaat khususnya jika riwayat

kontak tidak jelas. Tetapi pemeriksaan ini positif jika terdapat

riwayat infeksi lampau dan sakit TB

2) Imonoglubin release assay (IGRA)

IGRA tidak dapat digunakan untuk menbedakan antara TB laten

dengan TB aktif. Penggunaannya untuk deteksi infeksi TB tidak

lebih unggul dibandingkan uji tuberkulin

3) X-ray dada
Adalah pemeriksaan penunjang untuk diagnosis TB paru pada

anak. Namun gambaran X-ray dada pada TB tidak khas kecuali

gambaran TB miller. Secara umum, temuan hasil radiologis

yang menunjang diagnosis TB adalah:

a) Konsolidasi segmental/lobar khususnya di apax berupa

fibroinfilrat

b) Kelenjar hilus atau paratrakeal membesar dengan/tanpa

infiltra

c) Efusi pleura

d) TB milier

e) Atelectasis

f) Kavitas paru

g) Klasifikasi dengan infiltrate

h) tuberkuloma

4) Pemeriksaan histopatologi

Menunjukkan temuan gambaran granuloma dengan nekrosis

kaseosa seperti keju di tengahnya dan dapat gambaran sel datia

langhans.

5) Pemeriksaan serologi TB

Pemeriksaan serologi TB (misal Ig G TB, PAP TB, ICT TB,

MycoDOT, dsb) tidak direkomendasikan digunakan sebagai

sarana diagnostic TB anak oleh WHO (Udin, 2019).


5. Penatalaksananaan

Hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan TB yakni:

a. OAT diberikan dalam panduan obat, tidak diberikan sebagai monoterapi

b. Pengobatan diberikan setiap hari

c. Asupan gizi harus sesuai dan adekuat

d. Mendeteksi adanya penyakit penyerta selain TB, jika ada maka diobati

secara bersama (Udin, 2019).

Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan

Dosis
Dosis harian
Nama obat maksimal Efek samping
(mg/kgBB/hari)
(mg/hari)

Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitits,


hipersensivitas,
neuritis perifer

Rifampisin 15 (10-20) 600 Cairan tubuh


(R) berwarna orange
kemerahan,
gastrointestinal,
hepatitis reaksi kulit,
trombositopenia,
peningkatan enzim
hati

Pirazinamid 35 (30-40) - Toksitas hepar,


(Z) kelainan
gastrointestinal,
artalgia

Etambutol 20 (15-25) - Neuritis optic, buta


(E) warna merah hijau,
ketajaman mata
berkurang
6. nutrisi

Bahan Makanan Yang Dianjurkan Danyang Tidak Dianjurkan

Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Sumber karbohidrat Nasi, roti : mie, -
makaroni dan hasil
olah tepung-tepungan
lain, seperti, cake,
tarcis, puding,dan
pastri,
dodol, ubi, karbohidrat
sederhana seperti gula
pasir.
Sumber protein Daging sapi, ayam, Dimasak dengan
ikan, banyak minyak atau
telur, susu, dan hasil kelapa/santan kental
olah seperti keju dan
yogburt cus-tard dan es
krim.
Sumber protein nabati Semua jenis kacang- Dimasak dengan
kacangan dan hasil banyak minyak atau
olahnya, seperti tempe, kelapa/santan kental.
tahu, dan pindakas.
Sayuran Semua jenis sayuran, Dimasak dengan
Terutama jenis B, banyak minyak atau
seperti bayam, buncis, kelapa/santan kental.
daun singkong, kacang
panjang, labu siam dan
wortel direbus, dikukus
dan ditumis.
Buah-buahan Semua jenis buah -
segar,buah kaleng,
buah kering dan jus
buah.
Lemak dan minyak Minyak goreng, Santan kental.
mentega,
margarin, santan encer,
salad dressing.
Minuman Soft drink, madu, sirup, Minuman rendah
teh dan kopi encer. energi.
Bumbu Bumbu tidak tajam, Bumbu yang tajam,
seperti bawang merah, seperti cabe dan merica
bawang putih,laos,
salam, dan kecap.
Sumber : Almatsier, 2008 dalam (Ingi, 2019)
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data –data umum yang sering di tanyakan pada pasien Tuberculosis Paru

adalah sebagai berikut:

e. Aktivitas atau istirahat

Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek

karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau

berkeringat.

Tanda : takikardia. takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri

dan sesak (tahap lanjut).

f. Integritas EGO

Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan

tidak berdaya/tidak ada harapan. Populasi budaya/etnik, missal orang

Amerika asli atau imigran dari Asia Tenggara/benua lain.

Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas

ketakutan, mudah terangsang.

g. Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan. tidak dapat mencerna penurunan

berat badan.

Tanda : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan

otot/hilang lemak subkutan.

h. Nyeri atau kenyamanan


Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.

i. Pernafasan

Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat

tuberculosis terpajan pada individu terinfeksi.

Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis

parenkim paru pleura) pengembangan pernafasan tidak simetri (effuse

pleura) perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau

penebalan pleural bunyi nafas menurun atau tidak ada secara bilateral

atau unilateral efusi pleural atau pneumotorak) bunyi nafas tubuler

dan bisikan pectoral di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek

paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekes posttussic)

karakteristik sputum: hijau, puluren, muloid kuning atau bercak darah

deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

j. Keamanan

Gejala : adanya kondisi penekanan imun. contoh: AIDS, kanker. Tes

positif.

Tanda : demam rendah atau sedikit panas akut.

k. Interaksi sosial

Gejala : perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,

perubahan bisa dalam tanggungjawab/perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran. (Pong, 2019)

2. Diagnosis keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Pola nafas tidak efektif

c. Gangguan pertukaran gas

d. Hipertermi

e. Deficit nutrisi

f. Gangguan pola tidur

g. Intoleransi aktivitas (SDKI, 2017)


3. Intervensi

No Diagnosa
Luaran keperawatan Rencana tindakan (intervensi)
keperawatan

1 Setelah dilakukan intervensi selama …. Jam Manajemen jalan nafas


maka bersihan jalan nafas membaik dengan Observasi
kriteria hasil : a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
a. Batuk efektif : 1(menurun) 2 (cukup napas)
memburuk) 3(sedang) 4(cukup membaik b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
5(meningkat) mengi, wheezing, ronkhi kering)
b. Produksi sputum : 1(meningkat) 2 (cukup c. Monitor sputum (jumiah, wama, aroma)
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik)
Terapeutik
5 (menurun)
c. Pola nafas : 1(memburuk) 2(cukup a. Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-tilt
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik dan chin-Hit (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5(membaik) b. Posisikan seml-Fowler atau Fowier
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
h. Berikan oksigen, jika periu

Edukasi

a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,


mukolitik, jika pertu.

(SIKI 2018)

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi selama …. Jam Manajemen jalan nafas
efektif maka pola nafas membaik dengan kriteria
Observasi
hasil : a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
a. Ventilasi semenit : 1 (menurun) 2 (cukup napas)
menurun) 3 (sedang) 4 (cukup meningkat) b. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
5 (meningkat) mengi, wheezing, ronkhi kering)
b. Dipsnea : 1 (meningkat) 2 (cukup c. Monitor sputum (jumiah, wama, aroma)
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5
Terapeutik
(menurun)
c. Frekuensi nafas : 1 (memburuk 2 (cukup a. Pertahankan kapatenan jalan napas dengan head-tilt
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik) dan chin-llit (Jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5 (membaik) b. Posisikan seml-Fowler atau Fowler
d. Kedalaman nafas : 1 (memburuk 2 (cukup c. Berikan minum hangat
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik) d. Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
5 (membaik) e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,


mukolitik, jika perfu.

3 Gangguan Setelah dilakukan intervensi selama ….. jam, Pemantauan respirasi


pertukaran gas maka pertukaran gas, ekspektasi meningkat
Observasi
dengan kriteria hasil:

a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya


e. Tingkat kesadaran: 1 (menurun) 2 (cukup
napas
menurun) 3 (sedang) 4 (cukup meningkat)
b. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
5 (meningkat)
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes Biot,
f. Pusing : 1 (meningkat) 2 (cukup menigkat)
ataksik)
3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5 c. Monitor kemampuan batuk efektif
(menurun) d. Monitor adanya produksi sputum
g. Penglihatan kabur : 1 (meningkat) 2 e. Monitor adanya sumbalan jalan napas
(cukup menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup f. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
menurun) 5 (menurun) g. Auskultasi bunyi napas Monitor saturasi oksigen
h. PCO2 : 1 (memburuk 2 (cukup memburuk) h. Monitor nilai AGD
3 (sedang) 4 (cukup membaik) 5 i. Monitor hasil x-ray toraks
(membaik)
Terapeutik
i. Pola nafas : 1 (memburuk 2 (cukup
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik) a. Atur interval permantauan respirasi sesuai kondisi
5 (membaik) pasien
b. Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4 Hipertermi Setelah dilakukan intervensi selama ….. jam, Manajemen Hipertermi


maka Termoregulasi membaik, ekspektasi
membaik dengan kriteria hasil: Observasi

j. Menggigil : 1 (menurun) 2 (cukup a. Identifikasi penyebab hipertermia (nmis dehidrasi,


menurun) 3 (sedang) 4 (cukup meningkat) terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
5 (meningkat) b. Monitor suhu tubuh
k. Kulit merah : 1 (meningkat) 2 (cukup c. Monitor kadar elektrolit
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5 d. Monitor haluaran urine
(menurun) e. Moitor komplikasi akibat hipertermia
l. Akrosianosis : 1 (meningkat) 2 (cukup
Terapeutik
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5
(menurun) a. Sediakan lingkungan yng dingin
m. Pucat : 1 (meningkat) 2 (cukup menigkat) b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5 c. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
(menurun) d. Berikan cairan oral
n. Takikardia : 1 (meningkat) 2 (cukup e. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) 5 mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
(menurun) f. Lakukan pendinginan eksternal (mis selimut
o. Suhu tubuh : 1 (memburuk 2 (cukup hipotermia atau kompres dingi pada dahi, leher,
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik) dada, abdomen, aksila)
g. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
h. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi
5 (membaik)
a. Anjurkan tirah baring
p. Suhu kulit : 1 (memburuk 2 (cukup
memburuk) 3 (sedang) 4 (cukup membaik) Kolaborasi
5 (membaik) (SLKI, 2019)
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu (SIKI, 2018)

5 Deficit nutrisi Status nutrisi(Persatuan Perawat Nasional Observasi:


Indonesia (PPNI), 2019)
1. Identifikasi status nutrisi
Setelah dilakukan intervensi selama …. jam, 2. Identifikasi elergi dan intoleransi makanan
maka mobilitas fisik, ekspektasi membaik 3. Identifikasi makanan yang disukai
dengan kriteria hasil: 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
1. Mempertahankan makanan dimulut
2. Ferleks menelan meningkat 6. Monitor asupan makanan
3. Kemampuan mengosongkan mulut 7. Monitor berat badan
meningkat 8. Monitor hasil pemerikasaan laboratorium

Terapeutik:

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan


(mis. Pereda nyeri, antlemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu

6 Gangguan pola Pola Tidur (SLKI, 2019) Dukungan tidur


tidur
Setelah dilakukan intervensi selama …. jam, Observasi
maka pola tidur, ekspektasi membaik dengan
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
kriteria hasil:
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau
a. Keluahn sulit tidur : 1(menurun), 2(cukup psikologis)
menurun), 3(sedang), 4(cukup meningkat), c. Identifikasi makanan dan minuman yang
5(meningkat) mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol, makan
b. Keluahn sering terjaga : 1(menurun), mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum
2(cukup menurun), 3(sedang), 4(cukup tidur)
meningkat), 5(meningkat d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
c. Keluhan tidak puas tidur : 1(menurun),
Terapeutik
2(cukup menurun), 3(sedang), 4(cukup
meningkat), 5(meningkat a. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
d. Keluhan pola tidur berubah : 1(menurun), kebisingan, suhu, matras, dan fempat tidur)
2(cukup menurun), 3(sedang), 4(cukup b. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
meningkat), 5(meningkat c. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
e. Keluhan istirahat tidak cukup : d. Tetapkan jadwal tidur rutin
1(menurun), 2(cukup menurun), e. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
3(sedang), 4(cukup meningkat), kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi
5(meningkat) akupresur)
f. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi

a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakít


b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis. psikologis, gava hidup,
sering berubah shift bekerja)
f. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

7 Intoleransi Tolerasnsi aktivitas Manajemen energy


aktivitas
Setelah dilakukan intervensi selama …. jam, Observasi:
maka toleransi aktivitas, ekspektasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
meningkat dengan kriteria hasil:
mengakibatkan kelelahan
a. Frekuensi nadi : 1(menurun), 2(cukup 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
menurun), 3(sedang), 4(cukup 3. Monitor pola tidur
meningkat), 5(meningkat) 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
b. Aktivitas sehari-hari : 1(menurun), melakukan aktivitas
2(cukup menurun), 3(sedang), 4(cukup
Terapeutik:
meningkat), 5(meningkat)
c. Keluhan lelah : 1 (meningkat) 2 (cukup 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
5 (menurun) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau aktif
d. Dyspnea setelah aktivitas : 1 (meningkat) 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
2 (cukup menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika dapat
menurun) 5 (menurun) berpindah atau berjalan
e. Perasaan lemah : 1 (meningkat) 2 (cukup
menigkat) 3 (sedang) 4 (cukup menurun) Edukasi:

5 (menurun)
1. Anjurkan tirah baring
f. Frekuensi nafas : 1 (memburuk) 2(cukup
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
memburuk) 3 (seang) 4(cukup membaik)
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
5(membaik)
gejala kelelahan tidak berkurang
g. Tekanan darah : 1 (memburuk) 2(cukup
4. Ajarkan strategi koping yang mengurangi kelelahan
memburuk) 3 (seang) 4(cukup membaik)
5(membaik) Kolaborasi
1. Kolaberasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Indah, M. (2018). Tuberkulosis.

Ingi, M. F. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien

Tuberkulosis Paru Di Ruang Rawat Inap Rsud. Prof. Dr. W. Z. Johanes

Kupang.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2019). Standar Luaran

Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Pong, O. (2019). Karya Tulis Ilmiah “ Asuhan Keperawatan Tn. L.K Dengan

Tuberculosis Paru Di Ruangan Tulip Rsud. Prof. Dr. W.Z Johannes

Kupang .”

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: dewan

pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: dewan

pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.

Sembiring, dr. S. pola karta. (2019). Indonesia bebas Tubercolosis. Jawa Barat:

CV Jejak.

Udin, M. F. (2019). penyakitt respirasi pada anak. Malang: UB Press.

Werdhani, R. A. (n.d.). Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis.

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI, 1–

18.

Anda mungkin juga menyukai