k3 Farmasi 5689fd12e81bb
k3 Farmasi 5689fd12e81bb
PENDAHULUAN
dan salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Di
era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA), World
pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2020 yaitu gambaran
dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses
1
produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan terutama dalam Industri Farmasi
di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Keaadaan tersebut secara tidak
dapat dialami oleh para pekerja. Diantara berbagai macam industri, industri
farmasi merupakan salah satu industri dengan jumlah petugas kesehatan dan non
mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial.
2 2
teknologi pengobatan khususnya dalam bidang farmasi, maka risiko yang
dihadapi petugas yang bekerja dalam industri farmasi pun semakin meningkat.
Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan timbulah permasalahan yang dapat
C. Pembatasan masalah
permasalahan yaitu dengan penjelasan dari umum mulai dari pengertian industri
farmasi dan K3 dan yang lebih khusus yakni penjelasan mengenai standardisasi
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapatlah dirumuskan masalah
yang akan dibahas, yaitu bagaimana standardisasi perlengkapan K3 pada industri
farmasi, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada industri farmasi
serta pencegahannya, upaya pengendalian K3 di industri farmasi, organisasi K3
di industri farmasi dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
3
E. Tujuan penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan penulis dapat menjelaskan apa itu industri
kecelakaan yang dapat timbul pada industri farmasi, penerapan K3 dalam industri
farmasi dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja . Penulisan
juga bertujuan untuk melengkapi nilai UAS individu semester 2 dalam mata
Negeri Jakarta.
F. Manfaat penulisan
faktor K3 dan selalu mengenakan Apd saat bekerja di dalam Industri Farmasi
bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada industri farmasi, organisasi K3 di
4
BAB II
PEMBAHASAN
biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Farmasi menurut kamus adalah
seni dan ilmu meracik dan menyerahkan / membagikan obat. Menurut kamus
lainnya, misalnya Webster, farmasi adalah seni atau praktek penyiapan, pengawetan,
MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ). Jadi industri farmasi atau perusahaan obat-obatan
adalah perusahaan bisnis komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan
mendistribusikan obat, terutama dalam hal kesehatan.[1] Mereka dapat membuat obat
generik atau obat bermerek. Jadi Industri farmasi adalah aktifitas yang melibatkan
tenaga kerja, alat, metode, dan material dimana kegiatan tersebut berhubungan
yang meracik, menyerahkan, dan membagikan obat dalam Industri farmasi disebut
juga farmasis.
a.Promosi dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental,
http://id.wikipedia.org/wiki/2010/06Kategori:Perusahaan_farmasi_menurut_negara
5
b. Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh
c. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor
kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara
bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat
yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang dapat
yaitu:
UUD 1945
“Setiap Warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”, Layak bagi kemanusiaan dalam arti Manusiawi dan Manusiawi pada
6
UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan diamana Setiap
Pemeliharaan Etika dan Moral Kerja, Perlakuan sesuai Martabat Manusia, dan Moral
Agama
1. Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-undang ini mencakup semua tempat
kerja
pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produkatif.
100 tenaga kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan
7
C. Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri dan
Pencegahannya
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang
8
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
laboratorium.
Akibat :
- Ringan à memar
Pencegahan :
- Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak
rata konstruksinya.
2. Mengangkat beban
Pencegahan :
i
Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium
Akibat :
Pencegahan :
- Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung
4. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang
unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibat :
- Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan
kematian.
Pencegahan :
10
- Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
lain:
1. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang
mengupayakan pencegahannya.
11
C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) :
2. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan
4. Desain ruang harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia
5. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas
6. Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah
sejauh mungkin.
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh
pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya
gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang
disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat,
12
masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa
1. Pemeriksaan Awal
calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
Anamnese umum
Anamnese pekerjaan
Alrergi
Pemeriksaan badan
Pemeriksaan tertentu:
Tuberkulin test
Psiko test
2. Pemeriksaan Berkala
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
13
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah
dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
Oleh karena itu untuk memastikan lingkungan kerja total yang aman dan untuk
b) Kebijakan Keselamatan
c) Pemantauan
d) Audit Keselamatan
e) Analisis Risiko
f) Pemeliharaan Pencegahan
g) Keterlibatan Personil
14
E. Organisasi K3 di Industri Farmasi
tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-
masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus
ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin.
pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah
a. Tugas pokok :
prosedur.
b. Fungsi
15
• Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,
kegiatannya.
2. Struktur organisasi K3 di RS
rangkap.
Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada Direktur RS,
dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing masing
Model 2 :
yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS.
Keanggotaan :
16
• Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan
• Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.
3. Mekanisme kerja
K3 RS.
K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta
17
antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan,
angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan
dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan RS
sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan,
rujukan ke RS bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat.
Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya
perbaikan.
Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja
RS, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari
kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa
segala upaya pencegahan KAK dan PAK di RS. Juga bisa diadakan lomba
pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja RS, dan
18
yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari
direktur RS.
Farmasi
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard
di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai
penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika
dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya
(PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit
umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya
dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti
antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor
ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis
19
kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor
1) Faktor Biologis
biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli
dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter
di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter
yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah
yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu
Pencegahan :
dan desinfeksi.
keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan
Practice)
20
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan
2) Faktor Kimia
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang
banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap
kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak
akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1. ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
21
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
3) Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job
bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal
ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang
disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress)
dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)
4) Faktor Fisik
22
ketulian
kecelakaan kerja.
5. Terkena radiasi
Pencegahan :
e. Faktor Psikososial
menyebabkan stress :
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
23
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.
BAB III
PENUTUP
24
A. Kesimpulan
masyarakat dan lingkungan Industri Farmasi saat bekerja selalu dalam keadaan
sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan
tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.
Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang
menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan
K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola
dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran
program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek
B. Saran
kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di Industri Farmasi dapat bekerja
25
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Jakarta
,1992
Departemen Tenaga Kerja, Republik Indonesia, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja, Jakarta, 1970
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Republik Indonesia Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor
05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Jakarta, 1996
Hamurwono, B. G ,Undang-Undang dan Peraturan K3, Pelatihan
Singkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit dan
Institusi Lain, (Yogyakarta: Puslitbang IKM UGM, 2000)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Perusahaan_farmasi_menurut_negara
Suma’mur P.K.. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung,
1988.