Anda di halaman 1dari 18

SYAIR PEKAWINAN ANAK KAPITAN CINA

HAL 37
Setelah sampai baba bestari
Baba Hok menyambut berperi
Disambutnya dengan dipimpinnya jari
Baba Hok di kanan Ci Liung di kiri

Lalu didudukkan di atas kursi


Di hadapan meja sudah berisi
Semerbaklah bauan minyak beraksi
Babak kedua duduk di sisi

HAL 38
Delapan Lebainya berbaju jubbah
Memakai songkok berjambak merah
Rupa pakaian terlalu indah
Duduk beratur empat sebelah

Baba Hong orang budiman


Menyuruh anaknya menangkat minuman
Lakunya tertib amat siuaman
Menantang dulang berisi minuman

Lalu berjalan membawa dulang


Ke hadapan Tik Sing wajah gemilang
Berjalan itu bersiku keluang
Membawa minum sudah bertuang

Lalu minum Tik Sing Bangsawan


Dengan baba Cina sekalian
Lakunya tertib malu-maluin
Sampailah anak kapitan bangsawan

Sudah minum usul yang syahda


Diangkatlah makanan mana yang ada
Di dalam hidangan telur nan ada
Diletakkan di hadapan bangsawan muda

HAL 39
Tik Sing tindak manis lakunya
Digamitnya telur dengan jarinya
Telur termasuk ke dalam bajunya
Seorang pun tiada yang melihatnya

Mencapai telur terlalu panas


Seperti kilat dating melintas
Telurnya hilang tinggal bekas
Lakunya cepat terlalu tangkas
Sekalian melihat semuanya heran
Melihat pantas baba bangsawan
Jikalau tidak boleh demikian
Jadilah konon dapat kemaluan

Sudah makan baba Tik Sing


Lalu berjalan masuk ke pangking
Membuang gaya sambil mengerling
Eloknya tidak lagi bertanding

Istrinya di pintu sudah berdiri


Di pegang nyonyah kanan kiri
Serba dating baba bestari
Diangkatnya tangan dipimpinya jari

HAL 40
Lalulah diambil istirnya
Dibawa keluar dari pangkingnya
Diiringkan nyonyah serta sekaliannya
Mungkin bertambah pula ramainya

Turun ke tanah dibawa orang


Dibawa payung suatu orang
Laksana bunga sudah dikarang
Eloknya bukan sebarang-barang

Majlisnya memantu kapitan jauhari


Putih samak durja berseri
Selengkap pakaian sudah diberi
Seperti rupa peranakan peri

Lalu berarak berjalan pulang


Riuh rendah bukan kepalang
Serta bunyi egung dan gendang
Tambur berbunyi berderang-derang

Seketika berarak baba bestari


Lalulah sampai ke rumah sendiri
Kapitan menanti laki istri
Serta resyiden semua berdiri

HAL 41
Kapitan berdiri di muka pintu
Memegang Iringkan seorang suatu
Jikalah Tik Sing sampai di situ
Dimasukkan ia ke bawahnya itu

Setelah sampai baba bangsawan


Disambut ayah bunda nin tuan
Lalu mengusup di bawah iringkan
Sialnya konon dibuangkan

Lalulah masuk Tik Sing bangsawan


Sambil membuang tudung istri
Berjalan sama berpimpin jari
Diiringkan nyonyah kanan dan kiri

SYAIR IKAN TERUBUK


HAL 42 Petikan 1

Bismillah itu permulaan kalam


Sunat disebut siang dan malam
Sekalian ambia dan umat islam
Untuk memenuhi Iman di dalam

Memuji Allah sudah tentu


Selawatkan Nabi Alayshalawatu
Duduk mengarang dagang piatu
Gundah gulana bukan sesuatu

Sesudah selawat yang akhir


Dikarang pula suatu syair
Hamba menyurat bukanlah mahir
Bertambah pula dawatnya cair

Itu kodrat Tuhat Yang Esa


Kalbu dalam rasa binasa
Hati berminat senantiasa
Siang dan malam terasa-rasa

HAL 43
Sungguhpun hamba mereka sudah
Hati di dalam sangatlah gundah
Petang dan pagi tunduk tengadah
Hati yang gila bukanlah mudah

Dengan kurnia Azzawajala


Berlaku di atas hambanya pula
Tidak bersemena berhati gila
Menyusun kisah purbakala

Madah dikarang syair direka


Akan wartanya ilkan puaka
Bukannya hamba berbuat jenaka
Dengan sebentar hamba menyangka
Kehendak Allah hamba suratkan
Jahat dan baik hamba pohonkan
Hendak mengarang syair ikan
Terubuk namanya disyairkan

Tersebut nama si Ikan Terubuk


Tubuhya tipis badannya gemuk
Di laut Tanjung Jati tempatnya duduk
Gilakan Puyu-puyu di dalam lubuk

HAL 44
Ada pada suatunya masa
Terubuk sedang senang sentosa
Datang pedendang ikan Kelasa
Mendapatkan Terubuk Ikan berbangsa

Ayuhai Terubuk Muda Bangsawan


Hendak mendengar suatu perkabaran
Hamba pendatang darinya taman
Terpandang kepada muda budiman

Hamba melihat Puteri Puyu-puyu


Majelis tak dapat bandingnya itu
Hamba melihat heran termangu
Lalu jatuh dari atas kayu

Putih kuning tubuhnya tentu


Seperti emas sepuluh mutu
Berpatutan dengan tingkah dan laku
Mata memandang tidaklah jemu

Kecil molek pinggangnya lampai


Rambutnya seperti mayang terurai
Berpatutan pula dengan canggai
Sebarang kerja semua pandai

HAL 45
Pinggangnya ramping dadanya bidang
Patutlah dengan leher jenjang
Pipinya seperti pauh dilayang
Siapa yang melihat berhati sayang

Dahinya bagai sehari bulan


Sangatlah manis sebarang kelakuan
Sangatlah elok memberi rawan
Patutlah dengan usulan badang

Telinga seperti paruh angsoka


Seperti hidung kuntumnya juga
Siapa yang melihat berhati duka
Orang memandang berhati suka

Matanya bulat terlalu manis


Siapa yang melihat kasihnya habis
Laksana galuh ratna wilis
Lengannya lentik sangatlah majelis

Giginya putih sangat bercahaya


Siapa melihat kasihkan dia
Lakunya manja sangat bergaya
Dengan tuan padanya dia
HAL 46 Bibirnya manis amat dermawan
Lalai melihat lelaki perempuan
Patut dipujuk di dalam pangkuan
Seperti ondokan turun di awan

Pahanya seperti paha belalang


Siapa melihat berhati walang
Duduk bercinta pagi dan petang
Di dalam tidur rasanya datang

Petikan 2

Tumitnya bagai telurnya burung


Lelaki perempuan heran termenung
Patut ditimang serta didukung
Tidak berbanding di dalamnya kampong

Jikalau sekali mengatakan senyum


Laksana buah masaknya ranum
Parasnya seperti Ratu Anom
Seperti serbat akan diminum
HAL 47
Jikalau ia mengeluarkan kata
Halus manis jangan di kata
Tiada janggal dipandang mata
Patutlah ia duduk di atas geta

Setelah Terubuk mendengar peri


Dengan seketika heranlah diri
Rebah pingsan mudah bestari
Seketika tiada sadarkan diri
BENTUK : PANTUN BERKAIT
HAL 48
Buah kepayung dibelah-belah
Taruh ke dalam raga rotan
Hendak sembahyang takbirnya salah
Hati di dalam diharu syaitan

Taruh ke dalam raga rotan


Rotan peledas berbingkai akar
Hati di dalam diharu syaitan
Syaitan dibalas dengan dibakar

Rotan peledas berbingkai akar


Akar diramu di hutan rimba
Syaitan dibalas dengan dibakar
Jangan di situ kita mencoba

Akar diramu di hutan rimba


Pangkal berbelit di pohon jarak
Jangan di situ kita mencoba
Jalan ditegah oleh syarak

HAL 49
Pangkai berbelit di pohon jarak
Jarak tumbuh di tepi serambi
Jalan ditegah oleh syarak
Inilah hokum dibencikan nabi

Jarak tumbuh di tepi serambi


Pohon kerekut bunganya sama
Inilah hukuman dibencikan nabi
Pohon diikut dengan selamat

Pohon kerekut bunganya sama


Buahnya boleh dibuat colok
Pohon diikut segala ulama
Jangan dibuat berolok-olok

Buahnya boleh dibuat colok


Colok ditaruh ke dalam cerakin
Jangan dibuat berolok-olok
Hendaklah kita menaruh yakin

Colok ditaruk ke dalam cerakin


Cerakin jati buatan Jawa
Hendaklah kita menaruh yakin
Yakin di hati selamatkan nyawa

ISI : PANTUN KELAKAR


HAL 50 Di petang hari langit berwarna merah
Angin berhembus amat lembut
Tersenyum-senyum semut merah
Melihat kura-kura bermain injit-injit semut

Langit cerah tiada berawan


Layar terkembang kajang membentang
Duduk santai tikus sekawan
Menonton kucing main galah panjang

Pergi ke hutan mencari kayu


Dapat getah bernama ojol
Sejak tikus bersenjata kayu
Banyak kucing kepalanya benjol

Kayu mahang berdiri tegak


Segar terlihat ditimpa hujan
Berdecap-decap mulut cecak
Mendengar nyamuk pandai berpantun

HAL 51
Banyaklah orang membuat logo
Logo dibuat kayu jati
Dududk mencangkung ayam jago
Melihat musang memakai rok mini

Sedap dimasak si sayur bayam


Ditambah toge dua tiga
Menggeleng-geleng si induk ayam
Ulat sibuk belajar membaca

Belukar terletak di paya-paya


Banyak ikan beranak-anak
Risau sungguh hati laba-laba
Baju barunya dipinjam anak cecak

Halaman bersih terlihat rapi


Tambah elok dengan bunga
Ke mana ayam akan pergi operasi
Memindahkan taji ke atas kepala

Buah naga dalam lemari


Rasanya manis tidaklah pahit
Sejak lipas berbaju besi
Banyak kucing giginya sakit
HAL 52
Sungguh enak buah salak
Isinya tebal berkulit tipis
Tikus ketawa terbahak-bahak
Melihat kucing melebatkan kumis
Rumput yang layu sudah tegak
Dibawa ke Singapura dengan kapal
Pening kecoa memikirkan cecak
Ngajak induknya pergi ke mall

Waktu bermain ada batasnya


Saat belajar tentukan pasti
Heboh seluruh penghuni semesta
Melihat kucing tak mandi-mandi

Jangan sembarangan membuang sampah


Masukkan sampah dalam keranjang
Peluh burung macam tumpah
Mengajak semut dapat terbang

ISI : PANTUN NASIHAT

HAL 53 Dari Sumatera ke Pulau Jawa


Di selat Sunda terlihat gunung
Taatlah kita kepada orangtua
Harapkan rido Allah yang agung

Sungguh manis si batang tebu


Dibawa orang dari Deli
SIkap hormat kepada ibu
Jadilah engkau anak yang berbudi

Elok laku anak Pelalawan


Belajar dan mengaji pagi dan petang
Kepada ayah janganlah melawan
Agar engkau tidak kecundang

Sungguh lebat si pohon nibung


Kukuh tegaknya mejulang awan
Kasih sayang sesama saudara sekandung
Jalanmu lurus tiada rintangan

HAL 54
Pramuka penggalang pergi berkemah
Dibimbing Pembina dua tiga
Senantiasalah minta kepada Allah
Diterangkan hati disehatkan jiwa

Buah sempaya di pangkal pohon


Rasanya asam diberi gula
Teman sebaya jadikan kawan
Dapatlah engkau berbagi rasa

Balon karet melambung-lambung


Pecah tertusuk bunga jambangan
Hendaklah kita tidak sombong
Kepada kawan jangan berlawanan
Tangga naik delapan tingkat
Tingkat Sembilan dicapai juga
Sesama tetangga hendaklah ingat
SUka dan sedih sama dirasa

Mematut diri di depan cermin


Baju dan celana rapi disetrika
Jangan habiskan waktu untuk bermain
Belajar yang tekun jadi utama
ASAL MULA TASIK RAJA
HAL 70
Di Indragiri, ada sebuah tempat yang bernama Tasik Raja. Tasik Raja
dipercayai sebagai tempat atau daerah yang keramat. Menurut cerita, dulu raja-raja
di wilayah tersebut selalu dating berkunjung.

Kata yang empunya cerita, tersebutlah tempat ini dulunya merupakan hutan
belantara yang lebat. Barang siapa yang sudah masuk ke dalamnya, maka jangan
diharap akan dapat keluar lagi dengan selamat.

Pada suatu hari, ada sekelompok orang Talang yang datang ke sini. Mereka
bermaksud hendak membuka lading dan berkebun. Oleh karena itulah orang-orang
itu langsung saja menebang pohon-pohon yang besar, menebas semak belukar,
menyingkirkan kayu-kayuan yang banyak di sekitar tempat itu, sehingga tempat
tersebut menjadi bersih dan terang.

HAL 71
Setelah bekerja membuka hutan selesai mereka pun lalu melanjutkan
dengan beramai-ramai menyemai benih. Lelaki, perempuan, tua dan muda, bekerja
dengan sungguh-sungguh membuat lubang dengan kayu penugal dan mengisi
lubang itu dengan benih. Sehari suntuk mereka bekerja dengan giat dan rajin.
Apabila hari petang, mereka semua pulang ke pondok dan dangau masing-masing.

Tiba-tiba saja muncul kejadian aneh. Seperti muncul dari dalam tanah,
datang terbungkung-bungkuk seorang perempuan tua berambut putih karena uban.
Sebatang kayu dijadikannya tongkat untuk mengimbangi langkahnya yang
tersangkak-sangkak dan menggeletar perempuan it uterus melangkah menuju ke
tengah tanah kebun yang baru ditaburi benih itu.
Dengan suara serak dan gemetar dia bertanya kepada semua orang yang
ada disitu, “Apa yang sedang kamu kerjakan di sini?”.

Pertanyaan perempuan tua itu dijawab oleh pemimpin orang-orang Talang


itu dengan berkata, “Kami ini sedang menabur benih pada tanah yang baru kami
buka kemarin.

HAL 72

“Tidak tahukah kamu bahwa tempat ini ada yang memilikinya?” tanya
perempuan tua itu lagi.

“Kami tidak tahu, Nek!”, jawab ketua suku itu. “Ketika kami membukannya
kemarin tempat ini merupakan hutan lebat”.

“Hutan dan rimba alas dan sawang, semuanya ada yang punya!” seru
peremuan tua itu dengan tegas,

“Maafkanlah kami, Nenenk!” kata pemimpin itu pula. “Lalu apa yang harus
kami lakukan sekarang? Hutan lebat sudah diterangi, tanah sudah ditugal dan benih
sudah ditabur. Apa yang harus kami lakukan, Nek?”.

Sebagai jawaban atas pertanyaan pemimpin suku tersebut, perempuan tua


itu lalu maju beberapa langkah dengan langkah yang tegap. Dia lalu memancang
tongkatnya cepat di tengah-tengah lading yang baru saja ditaburi dengan benih itu.

“Jangan sesiapa pun mencabut tongkat ini” seru perempuan tua itu dengan
suar yang lantanga. “Tongkat inilah yang menjadi tanda kamu semua dibenarkan
membuka ladang di tempat ini “.

Belum lagi kata-katanya selesai diucapkannya perempuan tua, itu sudah


menghilang, raib, seperti ditelan oleh bumi. Semua orang yang menyaksikannya
terkejut dan mereka tahu perempuan tua itulah yang menjadi penunggu dan pemilik
tanah yang mereka buka menjadi ladang tersebut.

HAL 73

Pekerjaan menyemai pun diteruskan sampai hari benar-benar petang.


Setelah itu barulah orang-orang itu pulang. Akan tetapi begitu mereka meninggalkan
ladang yang baru saja disemai itu terdengarlah bunyi salak anjing yang sangat
banyak dan hiruk pikuk gegap gempita, sedangkan di seluruh ladang itu tidak
kelihatan barang seekor pun. Salak anjing yang riuh-rendah itu terus kedengaran
sepanjang malam.

Oleh karena tak tahan mendengar bunyi salak anjing yang terus saja
membising sepanjang malam itu, beberapa orang datang ke tempat pemimpin
mereka dan bertanya, “Salak anjing itu membisingkan sekali, Datuk. Tak perlukah
kita menghentikannya?”
Pemimpin mereka menjawab “Jangan diperdulikan salak anjing itu. Itu
bukan anjing biasa, itu anjing jadi-jadian yang menjadi pengiring nenek yang menjadi
pemilik dan penunggu tanah yang kita jadikan ladang itu”.

Orang-orang itu pun pulang ditempat masing-masing, kecuali seorang. Ia


terkenal suka sekali menentang keputusan yang telah diambil. Beberapa kali ini ia
menyangkal keputusan yang telah diputuskan oleh pemimpin puak mereka.

HAL 74

Dengan sombong orang itu pergi seorang diri ke tengah ladang yang
baru disemai siang tadi sambil mengayunkan parangnya dan mengomel seorang
diri. “Aku tak peduli siapa kamu, anjingmu itu membuat bising dan mengganggu
saja di tempat ini. Akan aku libas kamu dengan parangku ini !”.

Semakin orang itu mendekati ladang itu makin nyaring dan bising salak
anjing itu kedengaran. Semua itu tidak dihiraukan. Ia terus saja melangkah pergi
mendekati tongkat yang telah dipancangkan perempuan tua tadi.

Dengan sekuat tenaga orang itu menetakkan parang pada tongkat yang
tercacak di tengah ladang itu. Tak satu suarapun terdengar, bahkan tidak bunyi desir
pada daun-daun atau suara jangkerik dan binantang malam lainnya.

Kesunyian itu tidak berlangsung lama. Segera pula terdengar salak anjing
yang lebih nyaring, lebih banyak, lebih bising, lebih gegap gempita dibandingkan
dengan sebelumnya.

Orang itu sangat marah karena merasa dipermainkan. Dengan hati panas
ia berteriak, “Nenek celaka ! Engkaulah hantu yang jahat!”.

Diterpanya tongkat yang terpancang ditengah ladang itu lalu dicabutnya


dengan sekuat tenaga. Heran sekali! Tongkat yang tadinya mematahkan parangnya
dengan mudah dapat dicabut dari tanah. Tongkat itu lalu dihumbankannya jauh-jauh

HAL 75

“Pergilah, engkah berambus!” seru lelaki itu pual. “Pergilah berambus


dengan tuanmu dan anjing-anjing yang banyak dan membuat bising itu !”

Akan tetapi alangkah terperanjatnya orang itu ketika melihat dari lubang
bekas tongkat kayu itu tercacak keluar air deras membusu-busu . Ia segera lari
lintang pukang menuju ke tempat teman-teman sesame suku. Sambil berlari itu ia
menjerit-jerit katanya, “Hoi! Hoi” Tolong! Tolong Aku!”.
Hari sudah hamper pagi dan orang-orang sesukunya mendedas kea rah
orang itu. Badannya menggeletar ketika berkata, “Tongkat yang dicacakkan si
perempaun tua itu sudah kucabut dan keluar air membusu-busu!”.

Orang-orang itu segera pergi ke ladang dengan bergegas. Di situ


mereka menyaksikan bagaimana air itu menyembur dari lubang bekas tongkat yang
dicacakkan perempuan tua kemarin. Air makin lama makin banyak terus mengalir,
membanjir ladang yang baru saja ditaburi benih itu. Anehnya lagi, air yang keluar
dan membanjiri tempat itu diiringi oleh bunyi salak anjing yang tak kelihatan.

Akhirnya tempat itu menjadi tasik sehingga semua orang yang telah
membuka tempat itu menjadi ladang, pergi ke tempat lain untuk membuka ladang.
Sejak itu pantang larang membuka ladang benar-benar dipegang dengan keras tak
boleh ada orang yang berani secara sombong melanggar pantang larang itu semau
hatinya saja.

BERGURU KEPADA ANAK


HAL 76
Di kampung Sakai, tersebutlah seorang pandai jarring biasa dipanggil
dengan nama Pawang Jaring Rusa. Penamaan Pawang Jaring Rusa ini,
dikarenakan ia sangat pandai menjaring Rusa yang terkenal liar itu. Kampung
tempat Pawang Jaring Rusa tinggal ini dipimpin oleh seorang raja yang sangat
angkuh. Raja tidak akan senang melihat rakyat yang memiliki kelebihan, tidak
tunduk dan patuh kepadanya. Setiap rakyat punya keahlian diharuskan untuk selalu
menuruti semua permeintaanya. Apabila tidak dipenuhi maka hukum pancung
ancamannya. Raja Melat atau Raja Analaya begitu biasanya rakyat menyebut sang
raja.

HAL 77

Nama Pawang Jaring Rusa menjadi terkenal seantero kampung Sakai.


Hingga suatu ketika kepandaian Pawang Rusa ini sampai pula ke telinga Raja Melat.
Tannpa menunda waktu lagi, sang raja memerintahkan hulubalangnya memanggil
Pawang Rusa untuk segera menghadap.

Ampun beribu ampun Baginda Raja, gerangan apa yang membuat


Baginda memanggil saya, tanya Pawang Rusa sedikit gemetar.
“Tak usahlah kau gusar, aku dengar engkau sangat pandai menjaring
rusa, sebab itu aku ingin engkau menjaringkan aku seekor rusa jantan beranak
jantan,” jawab raja sambil memberikan titahnya. “Aku beri waktu tujuh hari untuk
menjaring rusa itu”, tambah raja lagi.

Pawang Rusa diam, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Mau
menjawab ia takut kepada raja, tidak dijawab berarti dia harus bias menjaring rusa
jantan yang beranak jantan. Perasaannya berkecamuk,hatinya galau mendapat titah
itu.

“Mana ada rusa jantan yang dapat beranak,” gumamnya ketika hendak
menuju pulang, Begitu beratnya, hingga Pawang Rusa menangis sepanjang
perjalanan pulang ke rumah. Bagaimana tidak, jika ia tidak dapat memenuhi titah
raja itu, maka ia yakin hukum pancung menantinya.

HAL 78
Sesampainya di rumah, anak perempuan satu-satunya Pawang Rusa,
Halimah terkejut melihat ayahnya menangis. Halimah sangat sedih billa melihat
ayahnya menangis, apalagi semenjak ibunya meninggal dunia dan meninggalkan
mereka berdua saja. Selama ini, Halimahnya yang merawat ayah dan menyediakan
keperluan ayahnya sehari-hari..

“Ayah, bukankah ayah baru saja bertemu dengan raja? Tidakkah itu
membuat ayah senang?” tanya Halimah. Pawang Rusa diam saja dan airmmata
masih saja jatuh bercucuran.

“Hal apa yang membuat ayah sedih menangis begitu? Bukankah Halimah
selalu ada di samping ayah?” bujuk Halimah lagi.

“Raha memberikan titah kepada ayah untuk dapat menangkap rusa jantan
beranak jantan dalam waktu tujuh hari. Bukankah itu tidak mungkin? Ayah sedih,
sampai kapan rusa jantan yang beranak jantan itu tidak akan pernah dapat ayah
jarring. Hukum pancung akan ayah jalani dank au akan tinggal sendiri, “ jawab
Pawang Rusa panjang lebar masih tetap menangis.

“Bawalah tenang dulu, Yah. Setelah itu barulah kita mencari jalan
keluarnya,” ujar Halimah bijaksana,

“Bagaimana ayah bisa tenang, sementara nyawa tinggal tujuh hari lagi,”
balas Pawang Rusa.

HAL 79

“Kematian itu bukan di tangan raja, tapi ditangan Tuhan, Ayah,” kata
halimah lagi.

Setelah ayahnya agak tenang, Halimah mulai mengeluarkan pendapat


untuk memenuhi permintaan raja ini, kita harus menyediakan beberapa peralatan, di
antaranya persediaan air yang banyak,kain lampin, bayam merah, dan tujuh bidan
desa,” kata Halimah mengeluarkan pendapatnya.

Pawang Rusa terkejut mendengar ide yang dilontarkan Halimah.


Bagaimana tidak, yang diminta raja itu adalah rusa jantan yang bisa beranak jantan,
tapi Halimah malah menyuruh ayahnya menyediakan air, bayam, kain lampiin dan
tujuh bidan desa.
Kerisauan Pawang Rusa ini terbaca oleh Halimah, Tanpa diminta,
Halimah langsung memberikan penjelasannya.

“Apabila waktunya telah tiba tujuh hari sesudah perjanjian ayah dengan
raja mulailah ayah mengidap-idap atau menjerit-jerit seperti orang yang hendak
melahirkan. Apabila pesuruh raja semakin dekat dengan rumah kita, menjeritlah
lebih histeris lagi, layaknya orang kesakitan badan. Urusan dengan hulubalang
biadab saya yang mengurus di luar jelas Halimah.

HAL 80
Cemas dan takut bercampur menjadi satu menjelang satu harinya.
Akhirnya, waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hulubalang suruhan raja datang
menemui Halimah dan bertanya, “Ayahmy ada di rumah? Janjinya kepada raja telah
tiba,”.

Sementara hulubalang berbincang dengan Halimah, Pawang Rusa sudah


memulai jeritan seperti yang disarankan Halimah, “Suara apa itu?” tanya
hulubalangheran.
“Beginilah, ayah hamba tidak bisa menjaring rusa yang ditahkan raja dan
dia juga tidak dapat menghadap langsung karena sedang sakt dan akan melahirkan
bayi,” Halimah mencoba menjawab pertanyaan hulubalang itu. “Kalau tidak percaya,
maka biarlah dia datang sendiri ke mari,” tambah Halimah sebelum hulubalang itu
heran menjawab pertanyaan Halimah.

“Hamba juga heran mengapa ini sampai terjadi,” jawab Halimah ketika
hulubalang menyampaikan keheranannya.

Hulubalang bingung, antara percaya dengan tidak. Masalahnya di rumah


Pawang Rusah telah terpasang tabir tujuh lapis, darah merah terus mengalir ke
bawah rumah, kain lampin terlihat terjemur di luar dan tujuh bidan juga tampak sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing.

Melihat kejadian itu, hulubalang bergegas pulang dan mengabarkannya


kepada raja. Raja naik pitam mendengar penuturan hulubalangnya. “Segera siapkan
kuda, kita langsung berangkat ke rumah Pawang Rusa,” katanya memberi perintah.

HAL 81
Begitu sampai di halaman Pawang Rusa, raja bertemu dengan Halimah
dan mengatakan bahwa Halimah berdusta “Mana mungkin seorang laki-laki
melahirkan bayi. Kamu hanya ingin menyembunyikan ayahmu dariku karena tidak
bisa menangkap rusa jantan beranak jantan,” bentak raja.

“Wahai Tuan yang kami muliakan, turunlah dulu dan marilah kita berbicara
di rumah kami yang buruk ini, agar kita dapat mencari jalan keluarnya”, jawab
Halimah dengan nada rendah.

Akan tetapi raja tidak mau peduli dia tetap saja memojokkan pawing rusa
dan mengatakan bahwa Halimah pendusta. Mendengar itu, Halimah berkata dengan
tenang. Apa yang dikatakan Tuan itu memang benar laki-laki tidak mungkin bisa
melahirkan sama dengan permintaan Tuan yang memaksa auah hamba untuk
menjaring rusa jantan beranak jantan. Kalau kami telah berbohong kepada Tuan, itu
karena Tuan yang telah memulai.” Terang Halimah.

HAL 82

Muka Raja Melat merah mendengar penuturan Halimah yang secara tak
langsung telah mempermalukannya di depan hulubalang-hulubalang. Tak lama
setelah itu, raja bergerak pulang menuju istana dan terbebaslah pawing rusa dari
ancaman hukuman pancung. Namun, peristiwa yang baru saja terjadi tidak dapat
dilupakannya. Raja Melat merasa terhina dan kalah oleh anak perempuan pawang
rusa.

Setelah sekian lama berpikir tentang apa yang akan dilakukan terhadap
keluarga pawang rusa, sang raja mendapatkan ide untuk mempersunting Halimah
atau memusahnakan orang-orang pintar di wilayah kekuasaannya. Akhirnya raja
mengambil keputusan untuk memusnahkan kepandaian pawang rusa dan anaknya.

Hulubalang diutus untuk membawa Halimah menghadap Raja Melat.


Kekhawatiran tergambar di wajah pawang rusa, karena anak gadis satu-satunya itu
dibawa kerajaan untuk memenuhi permintaan raja. Namun, Halimah dapat
meyakinkan ayahnya bahwa semua akan baik-baiknya.

Di luar dugaan, ternyata raja memerintahkan kepada Halimah untuk


membuat empat puluh jenis masakan berasal dari seekor burung merbah yang
sangat kecil. Tempo waktu yang diberikan raja adalah selama tujuh hari

HAL 83

Halimah pulang membawa burung merbah kecil itu. Hatinya memang agak
galau tapi dia tidak sampai kehilangan akal. Ketika masuk hari ketiga perjanjian,
hulubalang datang ke rumah pawang rusa untuk melihat sejauh mana perintah itu
telah dilaksanakan.

Halimah tidak menjelaskan apa-apa tentang pekerjaannya. Ia hanya


menitipkan jarum kecil kepada hulubalang agar diberikan kepada sang raja, dengan
maksud agar raja bisa menmpakan jarum itu menjadi empat puluh bilah pisau.
“Minta kepada raja untuk dapat menempakan jarum ini menjadi empat puluh bilah
pisau. Apabila raja tidak bisa memenuhinya, maka hamba juga tidak bisa memenuhi
permintaan raja,” katanya menjelaskan.

“Pulanglah panglima dan hulubalang raja itu dengan membawa pesan dari
Halimah. Betapa terkejutnya raja mendengar pesan yang dibawa hulubalang dan
panglima itu. Raja Melat mengaku kalah dan memberikan hadiah kepada keluarga
pawang rusa tersebut. Pawang rusa diberikan kebebasan untuk menjaring rusa
sedangkan Halimah diangkat menjadi ahli nujum kerajaan.

ANAK DURHAKA
HAL 84
Rawang Takuluak berada di Kuantan Mudik, Rantau Kuantan wilayah
budaya yang menyimpan amat banyak khazanah sastra lisan. Adalah Rawang
Takuluak. Rawang sevutan untuk sawah tadah hujan. Sedangkan Takuluak adalah
tekuluk atau kain panjang yang di jadikan penutup kepala atau tudung kepala.
Rawang Takuluk menjadi cerman didaktis kita kali ini. Betapa usaha-usaha kebaikan
dari orang tua, tidak semestinya dibalas dengan “tuba” keburukan. Cerita ini bukan
perkara merantau, seperti pada motif-motif durhaka lainnya di Riau, tetapi persoalan
bagaimana si anak kehilangan kesempatan memohon maaf kepada orang tua. Mari
kita simak ceritanya berikut ini :
Kata yang empunya cerita, hiduplah seorang emak yang sudah tua dan
seorang anaknya yang mulai beranjak dewasa. Anak gadis orang tua itu cantik jelita
paranya. Bak bunga yang mawar semakin mekar dan menebarkan keharuman
mempesona. Ayahnya sudah lama meninggal. Kehidupan sehari emaknya menjawat
upah menumbuk padai orang-orang dikampungnya. Upah yang diterima biasanya
dijual ke Pekan, sedangkan makannya diambil dari penukut, pecahan beras sisa
hasil tumbukan padai. Meskipun sudah berangkat dewasa, anak gadisnya tidak mau
membantu emaknya ke ladang dan menumbuk padi, khawatir tangannya keras.

HAL 85

Anak gadisnya selalu di bilik saja dan bersolek seharian. Tidak dipedulikan
emaknya yang sudah tua renta masih bekerja menghidupi dirinya. Semua keinginan
anakanya selalu dia penuhi. Begitulah orang tua kasihkan anak semata wayangnya.

Pada suatu hari emak dan anak gadisnya pergi ke pasar. Mereka ke pasar
untuk menjualkan beras upah menumbuk padi orang. Disuruhnya emaknya berjalan
lebih dahulu, karena kalau bersama dia malu bersama emaknya itu karena sudah
tua dan berpakaian compang-camping.

Ketika di pecan anak gadisnya meminta dibelikan tekuluk. Tetapi emak-nya


tidak tahu harus membeli pakai apa. Uang hasil jualan beras cukup untuk membayar
utang yang sudah lama dipinjam kepada tetangga-tetangganya.

“Sudahlah nak, kamu kan sudah punya kerudung yang emak balikan pecan
lalu,” kata emaknya. Namun anaknya terus menerus merengek minta dibelikan.

Sepanjang perjalanan pulang anak gadisnya menggerutu. Tak hanya itu


ungkapan sumpah serapah muncul di mulut anaknya. Orang tuanya diam saja.
Karena merasa tak diperhatikan emaknya, anaknya merajuk. Lalu berubah menjadi
panas baran, marah. Menggerutu menyumpahi emaknya sejadi-jadinya.

HAL 85

Di suatu tempat yang melewati ranah sawah, tiba-tiab kaki anaknya


terperosok.

“Mak, kakiku masuk,” emaknya diam saja tidak mempedulikan anaknya.

“Maaak, semakin dalam mak, betisku tenggelam” emaknya tetap tidak


menghiraukannya.

“Mak badan Sulung mulai tenggelam,” emaknya tetap tidak


memperdulikannya

“Makaak, tinggal kepala mak,” kata anaknya.

Ibunya menoleh ke belakang. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat


anaknya dalam posisi hamper tenggelamdan penuh lumpur di sekeliling anaknya.
Emaknya pun cepat menarik anaknya, namun apa daya tenaga orang tua yang
lemah tersebut tak mampu menolong anaknya. Dalam sekejap lumpur itu berubah
menjadi air rawang, yang tinggal hanyalah tekuluk merah anakanya yang timbul
tenggelam dimainkan arus. Konon itulah asal mula Rawang Tekuluk di Kuantan
Mudik.

Anda mungkin juga menyukai