BAB II Maruhum
BAB II Maruhum
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi
organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat tersebut. Definisi lain
adanya SIRS ditambah dengan infeksi yang dibuktikan atau dengan suspek infeksi
secara klinis. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (> 38 oC atau < 36◦C);
terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih..
Sepsis juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur (Guntur,2008).
Berdasarkan Bone et al, SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih
kriteria :
dengan defenisi baru dan kriteria diagnosis untuk sepsis dan keadaan- keadaan
yang berkaitan dan menetapkan kriteria SIRS, sepsis berat dan syok septik sebagai
berikut :
penurunan kesadaran.
(PERDACI,2014).
biomolekular yaitu PCT dan CRP, sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis.
dengan stratifikasi gejala dan resiko yang individual (Levy Mm, 2003).
poisoning) mengacu pada infeksi dari darah, sedangkan sepsis tidak hanya terbatas
pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ (Runge
MS, 2009).
Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi
2. hipoksemia
3. asidosis laktat
4. oliguria
atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut selama sekurang-
atau tekanan arterial rata-rata ≥ 70 mmHg (Fauci AS, 2009) (Caterino JM,2012).
SIRS, sepsis dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri,
tetapi tidak selalu harus terdapat bakteriemia. Hal ini karena di dalam darah
darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada
2.2 Epidemiologi
Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien sakit kritis. Sekitar
80% kasus sepsis berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa
selama tahun 1990-an terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab yang tidak
terkait. Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000,
menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 penduduk) sepsis atau syok
Serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua
kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis terjadi di rumah sakit, klinik
dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini adalah pasien rawat inap tersebut
(Melamed A, 2009).
Pada tahun 2001 dilaporkan bahwa insidens sepsis di Amerika terjadi pada
3 dari 1000 populasi, 51,1 % dirawat di ICU dan 17,3 % mendapat bantuan
insidens sepsis terus meningkat dengan angka kematian yang juga meningkat.
Pada tahun 2004 dilaporkan di Inggris bahwa 27% pasien yang masuk rumah sakit
menurun dari 48,3% p pada tahun1996 menjadi 44,7% pada tahun 2004, tetapi
total kematian pada populasi meningkat dari 9.000 menjadi 14.000. Di Taiwan
pada tahun 2006 didapatkan insidensi sepsis meningkat 1,6 kali dari 135 per
100.000 pasien, pada tahun 1997 menjadi 217 per 1000 pasien pada tahun 2006
disebabkan oleh sepsis, walaupun masih tetap tinggi (30 – 50%). Early goal
direct therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers tahun 2001 dapat
menurunkan angka kematian dari 46,5% menjadi 30,5 %. Dr. Liu melaporkan
data yang menarik dari Kaiser Permanente Northern California (KPNC) quality
improvment program bahwa lebih dari 25% pasien yang masuk rumah sakit
memenuhi kriteria sepsis ( kadar laktat darah > 4mmol/L) yang harus dilakukan
EGDT, akan tetapi dari 2536 pasien hanya 12000 pasien yang dilakukan tindakan
EGDT. Angka kematian pada pasien yang tanpa dilakukan EGDT adalah 28,7%
dibandingkan dengan 17,8% pada pasien yang dilakuka EGDT. Pasien yang telah
dilakukan EGDT di ruang gawat darurat, 90% pasien tersebut langsungdi rawat di
ICU, sedangkan yang tidak dilakukan EGDT hanya sekitar 43% yang masih hidup
2009).
beban ekonomi sangat tinggi pada pasien sepsis berat dan syok septik ini pada
tahun 2008, diperkirakan 14,6 juta dolar telah dihabiskan untuk perawatan
septikemia, dan sejak tahun 1997 sampai 2008 terjadi peningkatan biaya
perawatan pasien di rumah sakit sekitar rata- rata 11,9% (CDC, 2011).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
Kultur darah positif pada 20- 40% kasus sepsis dan pada 40- 70% kasus
syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga
70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram
Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur (Fauci AS, 2009).
hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-
prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis (Fauci AS,
2009).
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
6. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter
Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
masuk ke dalam tubuh manusia. Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan
kerusakan jaringan disebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi terjadi jejas
sehingga timbul reaksi inflamasi. Meskipun dasar proses inflamasi sama, namun
intensitas dan luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi tubuh.
Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas saja atau dapat meluas serta
adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun sepsis biasanya
sebagai langkah awal dalam mendiagnosa sepsis. Purba D (2010) di Medan, pada
penelitian PCT sebagai petanda sepsis mendapatkan nilai PCT 0,80 ng/ml sesuai
untuk sepsis akibat infeksi bakteri dan kadarnya semakin meningkat berdasarkan
proinflamasi dan anti inflamasi secara bersamaan. Keseimbangan dari sinyal yang
saling berbeda ini akan membantu perbaikan dan penyembuhan jaringan. Ketika
keseimbangan proses inflamasi ini hilang akan terjadi kerusakan jaringan yang
jauh, dan mediator ini akan menyebabkan efek sistemik yang merugikan tubuh.
masih banyak faktor lain (non sitokin) yang sangat berperan dalam menentukan
komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun
Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk
inflamasi adalah IL- 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10 yang bertugas
Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi sekaligus (Rijal
I, 2011).
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari
endotoksin gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama
(LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai
antigen processing cell dan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell
(APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major
+
histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD4 (limfosit
Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor (TCR) (Rizal I, 2011).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag
mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α dapat merusak
1). ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel (Rijal I , 2011).
(Rizal I, 2011).
sepsis. Patofisiologi sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar organisme
gram positif (misalnya, asam lipoteichoic, peptidoglikan), serta jamur, virus, dan
komponen parasit.
Sepsis leads to organ failure and death via a cascade of inflammation and coagulation. Activated protein C
(APC) blocks the cascade at several points. A formulation of recombinant human APC has been approved for
memasuki tempat infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui sebuah reseptor
inflamasi, tumor necrosis factor α (TNF-α), dan IL-1. TNF-α dan IL-1 memacu
endotel, yang menyebabkan peningkatan kebocoran kapiler. Selain itu, sitokin ini
menyebabkan produksi molekul adhesi pada sel endotel dan neutrofil. Interaksi
fungsi organ dan kematian (Caterino JM, 2012) (LaRosa SP, 2013).
gigi. Hal ini sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan
rumah sakit.
2) Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
atau hati.
3) Syok septik, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah
turun ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak
syok septik dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ multiple dan
2.5.1. Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebih baik
kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi risiko relatif mereka terbesar dalam
kelompok umur 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 54 tahun. Pola yang sama
kulit putih, orang Asia lebih cenderung mengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis di masa kecil dan remaja, dan kurang mungkin selama masa dewasa
dan tua usia. Ras Hispanik sekitar 20% lebih mungkin dibandingkan kulit putih
States, 1999 to 2005. Non-Hispanic whites were used as the referent group. AI/AN = American
Indian/Alaska Native.
Gambar 3. Angka kematian akibat sepsis berdasarkan umur pada ras tertentu
(Melamed A, 2006)
terkait sepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih besar,
2006).
2.5.3. Ras
alkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit putih, dan komorbiditas
kumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ akut yang lebih berat (Esper,
2006).
COPD, chronic obstructive pulmonary disease; ESRD, end-stage renal disease; EtOH, chronic
(Esper, 2006).
2.5.5. Genetik
untuk pengembangan sepsis dan, lebih jauh lagi, mungkin berhubungan dengan
bahwa tes genetik dapat membantu untuk identifikasi pasien dengan respon yang
terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi berhubungan dengan dosis steroid
dan durasi terapi. Meskipun bakteri piogenik merupakan patogen yang paling
intraseluler seperti Listeria, jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis
yang dihasilkan dari sebuah respon host sistemik terhadap infeksi mengakibatkan
2.5.7. Kemoterapi
membedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh
putih mereka rendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh
2.5.8. Obesitas
pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry Wang, Russell Griffin, et
al. didapatkan hasil bahwa obesitas pada tahap stabil kesehatan secara
adalah prediktor risiko sepsis di masa depan yang lebih baik daripada BMI.
protektif pada mortalitas sepsis rawat inap dalam studi kohort, tapi sifat
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus
untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-
tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil, dan gejala konstitutif
seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus
untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-
urinaria, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan
determinan penting untuk terjadi berat atau tidaknya gejala – gejala sepsis.
Gejala sepsis tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut,
penderita diabetes, kanker, gagal organ utama. Yang sering diikuti gejala
sepsis.
Koagulasi intravaskular
Perdarahan usus
Gagal hati
Gagal jantung
Kematian (PERDACI, 2014)
2.7. Diagnosa
Diagnosis infeksi dan sepsis pada pasien yang dirawat di ICU sering sulit
karena tanda dan gejala yang ditimbulkan tidak spesifik. Ditambah lagi, sering
Tanda dan hasil pemeriksaan laboratorium yang ada pada pasien sepsis
terjadi pada pasien infeksi ataupun tanpa infeksi. Demikian juga dengan
takikardi, bisa merupakan tanda infeksi atau kompensasi berbagai syok. Jadi
penyakit menjadi hal yang penting, apalagi pasien dengan gangguan sistem
imun, maka gejala sepsis tidak spesifik. Riwayat perjalanan penyakit berguna
kuman penyebab, pola gangguan fungsi organ yang akut, kondisi kesehatan
pasien sebelum sakit dan lama pengobatan awal yang sudah diberikan (Angus
DC, 2013).
1. Tanda Vital
Demam
Salah atu tanda kerdinal sepsis adalah demam. Disebut demam bila
suhu lebih dari 38 ◦C. Hipotermia juga bisa terjadi pada sepsis.
Laju napas
Pada awal sepsis takipnea paling sering terjadi. Banyak hal yang
dilaporkan rerata laju jantung awal pada pasien sepsis adalah 120x/
(PERDACI,2014).
ventrikel kiri karena venodilatasi dan kebocoran kapiler sehingga peningkatan left
end diastolic volume dan laju jantung diperlukan untuk mempertahankan tekanan
terbatas sehingga akan timbul hipotensi sampai syok yang memerlukan bantuan
sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain. Berbagai teori diajukan untuk
sitokin dan toksin, atau efek tidak langsung akibat hipotensi dan
2014).
Kelainan Kardiopulmoner
untuk menjaga agar tekanan darah dan pasokan oksigen tetap tercukupi.
penurunan bersihan laktat merupakan salah satu tanda kunci dari sepsis
berat dan atau syok septik. Produksi laktat yang berlebihan adalah akibat
metabolisme anaerob.
Keadaan tersebut di atas adalah akibat gangguan metabolisme tingkat
ataupun sistemik.
2014).
infiltrat bilateral dan edema paru yang bukan karena jantung (PERDACI,
2014).
Gangguan Ginjal
lipat. Kematian pada pasien bakteriemia yang mengalami gagal ginjal akut
adalah 50%. Penyebab gangguan ginjal pada sepsis adalah penurunan laju
aspirasi atau perforasi. Penyebab ileus adalah multifaktorial dan dapat pula
Gangguan fungsi hati sering terjadi pada pasien paska bedah peritonitis.
bilirubin direk, transaminase yang tak lebih dari 2- 3x nilai normal dan
peningkatan alkali fosfat tak lebih dari 3x normal. Peningkatan ini akan
(PERDACI, 2014).
Kelainan Kulit
kuman.
Infiltrasi pada dinding pembuluh darah oleh bakteri yang sering terjadi
berupa lesi purpura yang dimulai dengan adanya makula. Hal ini terjadi
Gangguan Metabolik
Gangguan Hematologik
bila nilai leukosit normal bukan berarti sepsis dapat disingkirkan. Nilai
leukosit biasanya > 10.000 mmk dan cenderung bergeser ke kiri dan
2014).
supaya dapat diberikan terapi secara dini pula, maka perlu suatu biomarker
untuk mendeteksi sepsis secara dini. Biomarker ideal untuk infeksi harus
sensitif bahkan pada pasien tanpa respon imun, dan harus spesifik, yaitu
bisa membedakan infeksi atau non infeksi, dapat diukur secara cepat dan
lain protein fase akut seperti CRP atau PCT, sitokin seperti IL-6, IL-8, IL-
sepsis berat dan syok septik agar bila dijumpai tanda- tanda dan gejala
revisi. Tahun 2001, berlangsung konferensi konsensus yang kedua yang diikuti
American Thoracic Society (ATS), and Surgical Infection Society (SIS) dan
General parameters
Hypothermia (<36°C)
Inflammatory parameters
Normal white blood cells count with > 10% immature forms
Haemodynamic parameters
Arterial hypotension (SBP < 90 mmHg, MAP < 65 mmHg, or decrease in SBP >
Ileus
Hyperlactatemia (>2mmol/l)
hyperlactatemia
Step 1 – Kenali SIRS: Di sini diperlukan dua atau lebih kriteria diagnostik untuk
SIRS.
Temperature > 38,3oC or < 36oC
kemungkinan yang paling sering sumber infeksi. Jika ditemukan dua atau lebih
kriteria SIRS , dan adanya sumber infeksi yang kita curigai ataupun nyata, ini
menunjukan adanya sepsis, atau suatu respon inflamasi sistemik yang disebabkan
Pneomonia,Empyema
Meningitis
Wound infection
atau tidaknya disfungsi organ terlihat di table 2 . Munculnya satu kriteria saja dari
sindrom vaskulitis, keganasan, over dosis obat dan toksin. Pasien syok dan
asidosis dapat ditemui pada infark miokard akut, emboli paru, hemoragik
2.10. KOMPLIKASI
Kematian karena sepsis berat dan syok septik cukup tinggi. Sudah
Pada umumnya SIRS akan reversibel apabila diobati dengan cepat, namun
apabila sudah terjadi MODS maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk
2.9.1. Kardiovaskular
intravaskular berkurang yang disebabkan oleh karena dilatasi pembuluh vena dan
tekanan darah dan cardiac output (syok septik). Semuanya ini menyebabkan
meningkat, juga akan meningkatkan kerja jantung, sehingga kondisi ini akan
membahayakan pasien yang dengan penyakit jantung iskemik (Russel JA, 2006).
pada pasien syok septik. Disfungsi myokardial terjadi bukan disebabkan oleh
2.9.2. Respiratori
terjadi pada 18-38% pasien sepsis berat. Kegagalan nafas ini sebenarnya
merupakan proses yang tidak langsung tetapi karena sekunder dari infeksi dan
trauma dari ventilasi mekanik dan eksaserbasi lung injury (Russels JA, 2006).
endotoksin dalam darah. DAD dibagi menjadi 3 fase, yaitu fasi eksudatif,
alveolar rusak dan memungkinkan infiltrasi netrofil. Pada fase eksudatif, cairan
duktus alveolar. Biasanya membran itu terdiri dari tumpukan fibrin dan
2006).
2.9.3. Renal
Gagal ginjal sering muncul pada sepsis berat dengan angka insidensi
sebanyak 23%. Angka kematian pada sepsis akibat komplikasi ginjal dapat
2006).
2.9.4. Koagulasi
Komplikasi yang paling sering dari DIC adalah oklusi pembuluh darah, infark
sepsis berat yang sering timbul, di mana hampir 71% pasien sepsis
2.9.6. Gastrointestinal
Pada umumnya, hati pada syok septik tidak memiliki gambaran yang
spesifik. Jika sumber sepsis berasal dari traktus biliaris (kolangitis), maka
2.9.7. Polineuropati
ventilator. Kondisi ini biasanya baru terlihat apabila pasien berhenti memakai
cairan yang tidak adekuat akan menyebabkan infark pada kulit dan ekstremitas
2.9.9. Psikologis
depresi dan anxietas. Lebih dari 20% pasien ARDS didapati post traumatic
sejak tahun 1993.37 Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan
berat, sepsis dan septic shock. PCT juga dapat membantu dalam diagnosa
banding penyakit infeksi atau bukan, menilai keparahan sepsis dan juga
fisiologis oleh sel C tiroid. PCT merupakan protein yang terdiri dari 116 asam
amino dengan berat molekul 13 kDa. Kalsitonin dihasilkan oleh sel C tiroid dan
11 (Meissner ,1996).
49
meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitif sebagai
inflamasi lainnya, seperti TNF α, IL- 6, IL- 1 dan CRP dalam hal memprediksi
prognosis pada pasien penyakit kritis. Pengukuran PCT secara berkala dapat
digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut
(monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Peningkatan nilai PCT atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan
Pada keadaan fisiologis, kadar PCT rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi
akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang timbul sesuai dengan
terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga PCT merupakan
pengukuran yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain,
penyakit autoimun tidak menginduksi PCT. Kadar PCT muncul cepat dalam 2 jam
menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam,
diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah alat tes Cobas 601 ( Cobas
6000) merupakan suatu alat tes untuk mendeteksi kadar prokalsitonin. PCT dapat
diukur secara cepat dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari
2.3. Vitamin D
Vitamin D adalah unik karena bisa disintesis di kulit dari paparan sinar matahari. Vitamin
Vitamin D2 dapat dijumpai pada jamur yang terpapar sinar matahari. Manusia
mensintesis vitamin D3 setelah terpapar dengan sinar ultraviolet, sehingga hal ini
merupakan bentuk alami. Tanpa adanya vitamin D, hanya 10% sampai 15% dari kalsium
dan sekitar 60% fosfor yang diserap di usus. 16 Vitamin D, selain berasal dari produk
dari asupan makanan, seperti telur, ikan, mentega, produk susu difortifikasi dan
efisiensi penyerapan usus terhadap kalsium sebagai fungsi klasik (Gambar 2.2). 7,10,17
menentukan status vitamin D di dalam tubuh kita karena calcifediol mewakili sintesis
vitamin D endogen di kulit setelah terpapar sinar ultraviolet dan juga asupan makanan
kelainan tulang lainnya lebih tinggi pada orang dengan kadar calcifediol < 12 ng/mL.
sasaran yang perlu dicapai untuk anak-anak dan dewasa. Kadar calcifediol sebesar 20
ng/mL digunakan sebagai batasan yang dapat melindungi kesehatan tulang dari 97.5%
sufisiensi bila kadar calcifediol 31 sampai 60 ng/mL, insufisiensi bila kadar calcifediol 21
dunia.16 Diperkirakan 1 miliar orang di seluruh dunia, semua etnis dan kelompok usia,
dikaitkan dengan gaya hidup dan faktor lingkungan dimana kurangnya paparan terhadap
dijumpai pada orang yang menggunakan tabir surya, sindrom malabsorpsi lemak,
HIV.21,22
Sumber utama vitamin D untuk anak-anak dan orang dewasa adalah paparan
sinar matahari alami. Dengan demikian, penyebab utama dari kekurangan vitamin D
adalah kurangnya paparan sinar matahari. 16,21,23 Menggunakan tabir surya dengan faktor
95%.16 Ada hubungan terbalik antara calcifediol dan indeks massa tubuh > 30 kg/m2,
sindrom malabsorpsi lemak sering tidak dapat menyerap vitamin D yang larut dalam
lemak, dan pasien dengan sindrom nefrotik kehilangan calcifediol yang terikat pada
protein pengikat vitamin D melalui urin. 16,21 Pasien yang mengonsumsi berbagai obat-
calcitriol.16,25 Pasien dengan sarkoidosis, tuberkulosis, dan infeksi jamur kronis, beberapa
calcifediol menjadi calcitriol juga berisiko tinggi untuk kekurangan vitamin D. 16,26
homeostasis tulang bukanlah fenomena yang baru. Kadar calcitriol dalam sirkulasi
terutama ditentukan oleh aktivitas enzim CYP27B1 ginjal. Namun, tipe sel lainnya
termasuk sel-sel imun juga mengekspresikan enzim CYP27B1 dan mampu untuk
Peran penting vitamin D dalam sistem imun manusia pada awalnya ditunjukkan
dengan ditemukannya reseptor vitamin D di hampir semua tipe sel imun, termasuk CD4+
dan CD8+ dari sel T yang teraktivasi, sel B, neutrofil, makrofag dan sel dendritik. Sel-sel
ini memicu respon pertahanan tubuh bawaan dan adaptif terhadap patogen yang
kompleks, namun tema yang mendasari adalah modulasi respon imun adaptif dan juga
yang menginvasi dan merespon dengan mekanisme pertahanan humoral dan seluler
pattern recognition receptors pada sel-sel imun. Sel-sel yang berperan dalam respon
pertahanan bawaan ini termasuk neutrofil dan monosit serta sel-sel epitel yang tidak
hanya berfungsi sebagai barier tetapi juga memiliki aktivitas antipatogen. 8,28
sel yang berhadapan dengan antigen dan juga dalam hal fagositosis. Monosit manusia
merupakan salah satu tipe pattern recognition receptors. Bakteri gram negatif yang
merupakan salah satu penyebab sepsis akan melepaskan endotoksin yang merupakan
like receptors pada permukaan selnya yang berikatan dengan patogen atau toksin
kemudian mempresentasikan MHC kelas II yang nantinya dibawa ke sel T. Patogen yang
berikatan dengan toll-like receptors akan memicu sintesis calcitriol dari calcifediol di
dalam sel imun. Sel dendritik dan makrofag yang disebut sebagai APC juga
dari makrofag, sehingga berperan dalam respon pertahanan bawaan terhadap patogen.
Cathelicidin dan defensin-β memiliki aktivitas antimikroba yang luas terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif, serta virus tertentu dan jamur. Calcitriol juga
menghambat aktivasi lipopolisakarida dan vasodilatasi endotel pembuluh darah pada
kelas II, CD40, CD80 dan CD86. Selain itu, calcitriol juga menurunkan produksi IL-12 dari
sel dendritik dan menginduksi produksi IL-10. Makrofag dan sel dendritik matur dapat
menginduksi imunitas yang dimediasi oleh sel T dan sel B adaptif setelah berinteraksi
dengan patogen sehingga terjadi respon imun adaptif. Makrofag dan sel dendritik matur
juga mengekspresikan enzim CYP27B1 dan akan mensintesis calcitriol dari calcifediol.
Salah satu tipe sel T adalah sel T helper (Th). Calcitriol dapat menekan proliferasi sel Th
serta memodulasi produksi sitokin dari sel Th. Aktivasi sel Th setelah berinteraksi dengan
antigen dan MHC kelas II menimbulkan generasi Th dengan profil sitokin yang berbeda:
Th1 (IL-2, interferon gamma, TNF-α) dan Th2 (IL-3, IL-4, IL-5, IL-10) yang masing-masing
Calcitriol akan menurunkan sitokin Th1 dan meningkatkan respon sel Th2. Sel
Th2 akan berinteraksi dengan sel B yang berikatan dengan antigen dan mengaktivasinya
sehingga terjadi proses proliferasi dan diferensiasi sel B. Sel B (antibody secreting
mengontrol secara efisien proses respon imun. Sel Th lain yang dipengaruhi oleh vitamin
D adalah effector, memory dan sel Th17 yang mensekresi IL-17. Studi terbaru
langsung dari ekspresi gen IL-17. Sel T lainnya yang juga diinduksi oleh calcitriol adalah
sel T regulator (Treg). Treg berperan untuk menekan respon imun yang distimulasi oleh
sel T lainnya sebagai bagian dari mencegah respon imun yang berlebihan maupun
Gambar 2.3. Efek dari vitamin D terhadap imunitas bawaan dan adaptif 33
Beberapa penelitian melaporkan bahwa pada pasien sepsis dijumpai insufisiensi
vitamin D (kadar calcifediol < 30 ng/mL) disertai penurunan kadar LL-37 sebagai peptida
antimikroba. LL-37 adalah peptida kecil yang berperan penting dalam mekanisme
pertahanan bawan terhadap infeksi dan membunuh patogen dengan cara merusak
membran sel. Pada pasien sepsis, protein pengikat vitamin D (Gc-globulin) selain
berfungsi sebagai pembawa calcifediol dan calcitriol juga berfungsi mengikat actin
dilepaskan oleh jaringan cedera pada sepsis akan menimbulkan agregasi trombosit
sehingga terjadi emboli mikro pada end-organs. Hal inilah yang dicegah oleh Gc-globulin.
sehingga vitamin D dan metabolitnya terbuang melalui ginjal dan hal inilah yang
Kadar calcifediol yang rendah saat masuk ke rumah sakit adalah prediktor
yang signifikan dari sepsis pada pasien dengan penyakit kritis. Selain itu, pasien
bawaan dan supresi reaktivitas imun. Bukti adanya cacat dalam fungsi makrofag,