TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sepsis
5
6
Lama Baru
adekuat
9
Gambar 2.1 Perbandingan Angka Insidensi dan Mortalitas Sepsis Berat dengan
Penyakit Lainnya (Hommes et al, 2012)
Selain usia, kegagalan fungsi organ juga menjadi efek akumulasi yang
berdampak langsung pada peningkatan angka mortalitas pada pasien sepsis.
Angka mortalitas pasien sepsis tanpa disfungsi organ dijumpai sebesar 15%,
dengan kegagalan fungsi organ sebesar 70%, dan syok septik sebesar 45-60%.
Kejadian hipoalbuminemia dilaporkan mencapai 60-70% dari total kasus sepsis,
dimana hipoalbuminemia dikatakan juga berkaitan dengan peningkatan risiko
morbiditas dan mortalitas pada pasien sepsis (Hommes et al, 2012).
Kunci dari berbagai respon tubuh yang mungkin terjadi akibat pelepasan
mediator inflamasi adalah keseimbangan antara SIRS dan CARS.Walaupun
terkadang salah satu dapat mendominasi sistem peredaran darah, namun
adakalanya SIRS dan CARS meningkat secara bersamaan sehingga
menghasilkan respon antagonis campuran (MARS atau Mixed Antagonist
Response Syndrome) (Gentile et al, 2012).
14
Gambar 2.3 Patogenesis terjadinya Multiple Organ Failure (MOF) dan Syok pada
Sepsis (Kumar, 2012)
Endotelium terdiri dari sekitar 1013 sel dan memiliki berat sekitar 1 kg
dengan luas area meliputi 4000-7000 m2. Selain menjaga suplai ke organ vital, sel
endotel juga penting dalam meregulasi tonus vaskular, menjaga sirkulasi nutrisi
antara intravaskular dan ekstravaskular, serta menjaga fungsi koagulasi. Proses
inflamasi menyebabkan kerusakan sel endotel, gangguan fungsi, serta terjadinya
apoptosis yang akhirnya menyebabkan edema subendotel pada daerah yang rusak
dan gangguan pada permeabilitas endotelium (Kotsovolis, 2010)
Gambar 2.4 ( A) Sel Endotel Normal; (B) Sel Endotel pada Keadaan Sepsis (Ait-
oufella, 2010)
16
efek prokoagulan. Hasil akhir dari proses ini adalah pembentukan klot fibrin pada
sistem mikrosirkulasi yang menyebabkan disfungsi oksigenasi jaringan dan
kerusakan sel (Kumar, 2012).
2.2 Tiamin
otak. Uptake tiamin oleh usus kecil dimediasi oleh sistem transportasi dan diserap
oleh sel-sel di dalam hati, jantung, dan berbagai jaringan lain dari darah, dengan
pengecualian jaringan saraf, dimana tiamin diangkut dari darah ke dalam darah,
cairan serebrospinal melalui sawar darah-otak (Fattal-Valevski, 2011)
Tiamin dalam tubuh manusia berupa tiamin bebas dan juga berbagai
bentuk terfosforilasi yaitu Tiamin monofosfat, Tiamin difosfat, Tiamin trifosfat
dan tiamin pirofosfat. Tiamin pirofosfat merupakan bentuk paling penting dan
aktif dari vitamin ini. Tiamin pirofosfat adalah suatu senyawa intraseluler, yang
dapat digunakan sebagai penanda status gizi tiamin dan bekerja aktif bersamaan
dengan magnesium untuk mempercepat berbagai reaksi dekarboksilasi oksidatif di
mitokondria. Tiamin pirofosfat diperlukan sebagai kofaktor untuk kompleks
esensial rantai cabang ketoacid dehydrogenase yang berfungsi untuk metabolisme
asam amino rantai cabang dan untuk dua bagian penting yang diperlukan
mitokondria untuk sintesis adenosin trifosfat (ATP) yaitu piruvat dan 2-
oxoglutarate dehydrogenase (α-ketoglutarate). Tiamin pirofosfat adalah katalis
dalam reaksi piruvat untuk asetil-Koenzim A dan α-ketoglutarat menjadi suksinil-
Koenzim A dalam siklus Krebs (Manzanares, 2011).
Peran Tiamin juga dalam metabolism asam amino rantai cabang dan
bagian penting untuk pembentukan NADPH dan siklus gluthatione yang penting
untuk antioksidan (Mallat,2016)
21
Gambar 2.8. Jalur Glikolisis dan Siklus Krebs. TPP (thiamine pyrophosphate); α-
KDH (α - ketoglutarate dehydrogenase); GSH (glutathione); GSSG ( glutathione
disulfide); LDH (lactic dehydrogenase); PDH (pyruvate-dehydrogenase)
(Manzaranes,2011)
sisanya sebagai Tiamin monofosfat. Sekitar 50% dari cadangan tubuh ditemukan
di otot rangka dengan sisanya di jantung, hati, ginjal, dan jaringan sistem saraf,
termasuk otak. Tiamin memiliki regulasi cepat, oleh karena itu sulit untuk
mempertahankan cadangannya tanpa suplementasi terus-menerus dari makanan
atau sumber daya lainnya (Mallat, 2016).
Tiamin (vitamin B1) adalah vitamin yang larut dalam air yang merupakan
komponen penting dari sejumlah proses metabolisme seluler. Dalam bentuk
terfosforilasi, Tiamin pirofosfat, berfungsi sebagai kofaktor untuk piruvat
dehidrogenase, enzim yang diperlukan untuk mengubah piruvat menjadi asetil-
koenzim A untuk masuk ke dalam siklus Krebs. Ketika kadar Tiamin tidak
mencukupi, piruvat tidak dapat dikonversi menjadi asetil koenzim A, yang
mengakibatkan gangguan respirasi aerobik dan mengaktifkan jalur anaerob,
sehingga menghasilkan peningkatan kadar laktat serum (Manzaranes, 2011).
Tiamin juga berperan dalam metabolisme asam amino rantai cabang dan
merupakan komponen penting dari jalur pentosa fosfat, yang penting bagi regulasi
NADPH karena berperan dalam siklus Glutathione, dan berperan penting untuk
jalur antioksidan. Sindrom defisiensi Tiamin, beri-beri, memiliki beberapa
kesamaan dengan sepsis, termasuk vasodilatasi perifer, disfungsi jantung, dan
peningkatan kadar laktat (Malat, 2016).
Defisiensi Tiamin sering terjadi pada populasi pasien yang sakit kritis dan
dihubungkan dengan peningkatan mortalitas pada beberapa kasus. Selanjutnya,
kadar Tiamin berkurang selama perjalanan penyakit kritis dan pemberian Tiamin
selama penyakit kritis dapat memperbaiki disfungsi organ (Moskowitz, 2017).
Defisiensi Tiamin juga lazim pada pasien syok septik, dijumpai pada 20%
hingga 70% tergantung pada nilai cut off yang digunakan untuk menentukan
adanya defisiensi Tiamin. Kurangnya Tiamin mengurangi fluks piruvat ke siklus
Krebs, sehingga meningkatkan produksi laktat dengan mengubah metabolisme
aerob (Costa, 2014).
26
Pemberian parenteral Tiamin 250 mg satu kali sehari selama 3-5 hari
berturut-turut adalah pengobatan yang disarankan ketika diduga defisiensi Tiamin.
Infus lambat Tiamin yang diencerkan dalam saline isotonik atau 5% dekstrosa
27
terbukti aman. Namun, tidak ada konsensus tentang dosis harian Tiamin yang
optimal, formulasinya, dan durasi pengobatan (Galvin,2010).
Waktu paruh darah Tiamin bebas adalah 96 jam. Oleh karena itu, dua atau
tiga dosis harian dapat mencapai konsentrasi yang lebih baik di otak daripada
dosis harian tunggal. Pada pasien non alkohol, dosis harian intravena 100 atau 200
mg bisa cukup. Meski demikian, pasien pecandu alkohol dengan Ensefalopati
Wernicke mungkin perlu dosis setinggi 500 mg tiga kali sehari (Galvin, 2010).
2. 3 Laktat
Dalam kondisi normal, laktat dihasilkan sekitar 1,5 mol per hari; dengan
demikian, laktat bukan hanya produk limbah yang menunjukkan metabolisme
anaerob. Sebaliknya, teori " lactate shuttle " menyoroti peran laktat dalam
distribusi oksidatif dan glukoneogenik serta pensinyalan sel (Brooks, 2000).
Paru-paru dapat membuat laktat selama cedera paru akut tanpa hipoksia
jaringan, dan leukosit juga menghasilkan laktat selama fagositosis atau ketika
diaktifkan dalam sepsis. Dalam kondisi patologis di mana pengiriman oksigen
terbatas, produksi laktat berkembang di jaringan lain (Iscra, 2002)
Rute kedua untuk piruvat adalah konversi ke atau dari laktat dalam sitosol.
Reaksi ini dikatalisis dua arah oleh laktat dehidrogenase, menghasilkan rasio
laktat: piruvat normal sekitar 10:1. Ketika oksigen yang cukup tidak tersedia,
siklus Krebs tidak dapat memetabolisme piruvat sehingga laktat dihasilkan. Hal
ini merupakan hipoksia jaringan. Namun, produksi laktat terlepas dari hipoksia
jaringan juga dapat terjadi. Masuknya piruvat ke dalam siklus Krebs, dikatalisis
oleh piruvat dehidrogenase, dapat terbata bila terjadi defisiensi Tiamin, yang
menyebabkan pengalihan piruvat ke arah produksi laktat (Gambar 2.11 B).
Konversi piruvat menjadi laktat membutuhkan Nicotinamide Adenine
Dinucleotide Hydride (NADH) dan H+. Pada kondisi lingkungan seluler yang
berkurang (peningkatan NADH/bentuk teroksidasi dari nikotinamid adenin
dinukleotida [NAD +]), seperti konsumsi etanol dan ketoasidosis, mendorong
produksi laktat independen dari oksigenasi jaringan (Suetrong, 2016).
Gambar 2.11 Jalur glikolisis merubah piruvat menjadi laktat (Suetrong, 2016).
31
Hal penting ini terjadi pada pasien sepsis, dimana peningkatan fluks
glikolitik menghasilkan peningkatan produksi piruvat dan juga produksi laktat
produksi piruvat dan juga produksi laktat, dengan rasio laktat : piruvat normal
(Gambar 2.11D). Peningkatan fluks glikolitik yang melebihi kapasitas oksidatif
mitokondria dapat terjadi pada olahraga berat (misalnya, kerja pernapasan),
selama pemberian katekolamin, dan selama sepsis. Rasio adenosine difosfat dan
fosfat anorganik: ATP dan NADH: NAD + yang meningkat juga dapat
meningkatkan fluks glikolitik. (Suetrong, 2016).
Sampai saat ini, syok septik dianggap terdiri dari tiga komponen, termasuk
hipotensi arteri sistemik, hipoperfusi jaringan yang terkait dengan disfungsi organ,
dan hiperlaktatemi. Menurut definisi tersebut, syok septik dapat didiagnosis
dalam dua kondisi. Kondisi pertama adalah hipotensi persisten setelah resusitasi
cairan dan membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan MAP> 65 mmHg.
Kedua kondisinya adalah kadar serum laktat> 2 mmol / L. Karena detak jantung,
laju respirasi, dan data laboratorium lainnya tidak dimasukkan, diagnosis dan
penegakan diagnosa syok septik telah disederhanakan. Definisi ini menyiratkan
bahwa peningkatan kadar laktat serum dapat mewakili hipoperfusi jaringan yang
terkait dengan tanda-tanda disfungsi organ pada pasien yang sakit kritis. Selain
itu, perlu dicatat bahwa tingkat pemutusan laktat serum menurun dari 4 menjadi 2
mmol / L(Suetrong, 2016).
Tingkat serum laktat sebagai alat klinis telah dijelaskan sekitar setengah
abad yang lalu oleh Broder dan Weil . Pada saat itu, kadar laktat serum > 4
mmol / L dikaitkan dengan status syok. Karena tingkat serum laktat menurun
menjadi 2 mmol / L, tingkat laktat serum adalah penanda yang lebih sensitif untuk
syok septik. (Mi Lee, 2016).
Hal penting yaitu kadar serum laktat dapat sangat meningkat dalam
kondisi tekanan darah rendah yang membutuhkan vasopresor karena vasopresor
mengerutkan pembuluh yang mengakibatkan hipoksia jaringan. Berdasarkan
patofisiologi ini, definisi baru syok septik dapat dijelaskan meskipun kadar laktat
serum 2 mmol/l (18,2 mg/dL) adalah nilai normal. Karena itu, jika seorang pasien
memiliki tingkat laktat serum > 2 mmol / L, tekanan darah atau serum laktat harus
dimonitor dengan cermat (Lee, 2015)
35
Temuan klinis ini mendukung bahwa kadar laktat serum adalah tanda vital
yang lebih sensitif yang mencerminkan metabolisme anaerob dan asidosis
daripada tekanan darah. Diperlukan studi klinis lebih lanjut untuk mendukung hal
ini. Pada keadaan syok, seperti syok kardiogenik atau septik, merupakan sumber
penting produksi laktat. Kondisi asam yang disebabkan oleh asidosis laktat
menekan fungsi jantung dan menurunkan respons vasopresor. Oleh karena itu,
deteksi dini syok septik sangat penting karena manajemen infeksi dini dapat
membalikkan asidosis laktat dan status syok (Suetrong, 2006).
Glukosa Siklus
Pentos
a
Glukosa – 6 – Fosfat +
Fosfat NADP
Piruvat NADPH
NAD + H+ NAD
Tiamin
Pirofosfat PDH Laktat
LDH Siklus Glutation
Asetil Ko-A
Oksalasetat ROS
Malat
Sitrat
Fumarat
Apoptosis Disfungsi
Siklus Kreb Sel Endotel
Isositrat
Suksina
Disfungsi
Mikrovaskular
Asam α-Ketoglutarat
Suksinil Ko-A
α-Ketoglutarate
Dehydrogenase
Tiamin
Pasien Laktat
Sepsis
Plasebo
Keterangan :
Variabel Bebas
Variabel Tergantung