Anda di halaman 1dari 55

Proposal Tesis Spesialis

PEMBERIAN TIAMIN PADA PASIEN PASIEN SEPSIS DI ICU 

Pembimbing I : dr. XXXXXXXXXXXXXXXXX, Sp.An, K


Pembimbing II : dr. YYYYYYYYYYYYYYYYYY, Sp.An

Oleh : dr. Riza Stya Yulianda

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
• Masalah kesehatan global 
SEPSIS suatu respon sistemik terhadap
adanya proses infeksi (Namas,
2011).
• Diperkirakan 15-19 juta
kasus/tahun.
• Mortalitas jangka waktu pendek.
• Komplikasi dalam waktu jangka
pendek & jangka panjang 
kualitas hidup menurun
• Peningkatan resiko kematian
hingga 5 tahun
20-70% pada pasien syok septik.
Menyebabkan berkurangnya masukan piruvat ke
Siklus Krebs  meningkatkan produksi laktat
(Mallat, 2016).
Marik et al ( 2017)  kombinasi terapi Tiamin
(200 mg tiap 12 jam), Asam Askorbat (1500
mg tiap 6 jam), dan Hidrokortison (50 mg tiap 6
jam) pada pasien ICU  perbaikan injuri
organ, waktu perbaikan syok dan mortalitas.
Defisiensi Peningkatan asam laktat dengan disertai
Tiamin asidosis merupakan manifestasi umum dari
defisiensi Tiamin dan mengakibatkan
kegagalan pemanfaatan oksigen sekunder
dalam metabolisme mitokondria.
Bisa dijumpai pada 10-70% kasus syok sepsis
dan kondisi penyakit kritis  defisiensi Tiamin
relatif atau absolut dapat memperberat
pasien syok sepsis (Donnino, 2016).
 Woolum,et al (2018)  studi dengan 123 pasien sepsis
yang mendapatkan terapi Tiamin menunjukkan perbaikan
waktu lactate clearance menurun (subdistribution hazard
ratio, 1.307; 95% CI, 1.002–1.704).
 Menurunkan angka mortalitas dalam 28 hari (hazard ratio,
0.666; 95% CI, 0.490–0.905) dan tidak ada perbedaan
pada kejadian AKI, kebutuhan penggantian terapi ginjal,
penggunaan vassopressor, dan hari bebas ventilator pada
kelompok yang diberikan terapi Tiamin ataupun yang
tidak mendapatkan terapi Tiamin (Woolum,2018).
 Berdasarkan penelitian-penelitian diatas 
pemberian Tiamin memberikan efek positif bagi
penderita sepsis dan syok sepsis, maka peneliti ingin
melakukan penelitian untuk melihat pengaruh
pemberian Tiamin terhadap perubahan asam laktat
pada pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti merumuskan


masalah; Apakah pemberian Tiamin dapat menurunkan kadar laktat pada
pasien sepsis?

Pemberian Tiamin dapat menurunkan kadar laktat pada pasien


sepsis yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan
1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan terapi ajuvan dalam tatalaksana pasien sepsis di RSUP


H. Adam Malik Medan.

1.4 2 Tujuan khusus

Mengetahui perubahan kadar asam laktat yang telah diberikan Tiamin pada
pasien sepsis yang di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.5 MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Akademik


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber rujukan tambahan
dalam penelitian lanjutan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk tatalaksana pasien
sepsis di Unit Perawatan Intensif RSUP H. Adam Malik Medan.

1.5.2 Manfaat Pelayanan Masyarakat


1.Sebagai bahan masukan khususnya bagi praktisi medis tentang penggunaan ajuvan
yang dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan pada pasien sepsis RSUP H.
Adam Malik Medan.
2.Mengurangi biaya perawatan pasien sepsis.

1.5.3 Manfaat Pengembangan Penelitian


Sebagai acuan untuk penellitian selanjutnya
BAB II

TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN

2.1.1 Infeksi dan Inflamasi


Infeksi
Keberadaan berbagai jenis mikroorganisme yang
masuk ke dalam tubuh manusia  berkembang
biak dan menyebabkan kerusakan disekitarnya 
penyakit infeksi  jejas  reaksi inflamasi dan
imunologi (Baratawidjaja, 2012).
Inflamasi
Proses bawaan spesifik

Respon terhadap invasi benda asing, kerusakan

jaringan, atau keduanya


Tujuan akhir  membawa fagosit dan protein plasma

ke tempat invasi  mengisolasi, menghancurkan, atau


menginaktifkan penyerang, membersihkan debris dan
mempersiapkan proses penyembuhan dan perbaikan
(Sherwood, 2012).
 Respon fisiologis terhadap infeksi dan cedera
jaringan  sitokin, sel mast, leukosit dan
komplemen  edema, bengkak, kemerahan,
nyeri  perubahan permeabilitas vaskular
melalui efek TNF-α dan IL-1
 Lokal, sistemik, akut, ataupun kronis 

kelainan patologis (Baratawidjaja, 2012).


2.1.2 Sepsis
 Infeksi disertai manifestasi sistemik
 Hipotensi dapat disebabkan oleh sepsis:
 tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau
 tekanan darah arteri rerata/Mean Arterial Pressure
(MAP) < 70 mmHg atau
 penurunan tekanan darah sistolik 40 mmHg atau lebih
dari 2 standar deviasi dibawah normal.
 Hipoperfusi jaringan  hipotensi yang disebabkan
oleh infeksi, peningkatan laktat, atau oliguria
(Dellinger et al, 2013).
 Sepsis merupakan suatu keadaan disfungsi organ
mengancam jiwa  disregulasi respon tubuh
terhadap reaksi infeksi
 Klinis  disfungsi organ terlihat dari adanya
peningkatan skor Sequential Organ Failure
Assessment (SOFA) > 2 poin atau lebih
 Berhubungan dengan peningkatan risiko kematian
di rumah sakit mencapai >10% (Singer et al, 2016).
Syok sepsis:
Kondisi hipotensi persisten

Membutuhkan vasopresor  mempertahankan

tekanan rerata arterial > 65 mmHg


Kadar serum laktat > 4 mmol/L (18 mg/dL) setelah

resusitasi cairan adekuat (Dellinger et al, 2013)


2.1.3 Kriteria Sepsis
 Berdasarkan studi dan konsensus mengenai
definisi sepsis baru oleh European Society of
Intensive Care Medicines dan The Society of
Critical Care Medicines pada tahun 2016,
ditetapkan kriteria sepsis sebagai berikut
(Tabel 2.1) (Singer et al, 2016).
2.1.3 Kriteria Sepsis (European Society of Intensive Care Medicines dan
The Society of Critical Care Medicines)  tabel 2.1 (Singer et al 2016)
2.2 PEMANTAUAN SEDASI

Panduan pemberian sedasi merekomendasikan dilakukannya pemantauan dari


tingkat sedasi. Evaluasi tingkat sedasi dapat mengurangi waktu penggunaan
ventilasi mekanik sebanyak 50%. Metode pemantauan tingkat sedasi
diantaranya sistem skoring, elektroensefalogram, bispectral index, auditory
evoked potential(Pietz, 2013).

Penilaian tingkat sedasi secara berkala akan memfasilitasi titrasi dosis sedatif
untuk mencapai sedasi yang diinginkan. Skala sedasi yang ideal harusnya
memuat data yang sederhana dan mudah diingat, secara akurat
mendeskripsikan tingkat dari sedasi dan agitasi yang didefinisikan dengan
baik per kategori, memiliki pedoman titrasi terapi, dan memiliki validitas
serta reliabilitas untuk pasien ICU (Green,2002)
2.3 SKORING SEDASI

 Skoring sedasi dimaksudkan untuk menggambarkan secara


akurat dan handal untuk menilai pasien bangun dari sedasi
dengan cara yang mudah dilakukan tanpa peralatan tambahan,
sederhana dan jelas dikomunikasikan di antara penjaga pasien.
 Beberapa Skoring Sedasi antara lain:
1. Ramsay Sedation Scale (RSS)

2. Riker Sedation Agitation Scale (SAS)

3. Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)


Ramsay Sedation Scale (RSS)
 Dipublikasikan pertama kali oleh Ramsay et al tahun 1974
untuk mengukur tingkat sedasi dan masih digunakan secara
luas hingga sekarang
 Skoring terdiri dari 6 tingkatan

1
Tingkat Penderita cemas atau gelisah atau keduanya
Kesadaran Penderita kooperatif, berorientasi dan 2
tenang
Penderita merespon terhadap perintah saja 3
4
Tingkat Respon cepat terhadap tepukan ringan pada
Tersedasi area diantara kedua alis
5
Respon lamban terhadap tepukan ringan
pada area diantara kedua alis
Tidak ada respon 6
Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)

 Richmond Agitation Sedation Scale (RASS), merupakan


skala sedasi subyektif klinis konvensional berdasarkan
respon pasien terhadap stimulasi,
 RASS optimal skornya nol (waspada dan tenang).
Keuntungan tambahan dari RASS adalah kemampuan
untuk memonitor perubahan berkala kondisi mental
pasien
Tabel 2. 4. The Richmond Agitation and Sedation
Scale (RASS)
Skor Terminologi Keterangan
+4 Combative Sangat melawan, tidak terkendali, membahayakan
petugas
+3 Very Agitated Menarik atau melepas selang atau kateter, agresif

+2 Agitated Gerakan berulang tanpa tujuan, melawan


ventilator
+1 Restless Gelisah tetapi gerakan tidak agresif berlebihan

0 Alert & Calm Terjaga dan tenang


-1 Drowsy Tidak sepenuhnya terjaga, tetapi terbangun
perlahan
(>10 detik), dengan kontak mata, terhadap suara
-2 Light Sedation Terbangun (<10 detik), dengan kontak mata,
terhadap
suara
-3 Moderate Sedation Ada gerakan (tetapi tidak ada kontak mata)
terhadap
suara
-4 Deep sedation Tidak ada respon terhadap suara, tetapi ada
gerakan
dengan stimulus fisik
-5 Unarousable Tidak ada respon terhadap suara atau stimulus
fisik
2.4 Indeks Bispectral (BIS)

 Peran utama BIS yaitu untuk mengukur kedalaman


anestesi dan berguna untuk menyesuaikan dosis
obat sedatif. Indeks BIS adalah angka antara 0 dan
100 dalam skala yang berkorelasi antara hasil akhir
klinis yang baik dan keadaan EEG selama
pemberian obat anestesi.
Gambar 2.2 EEG pada BIS
Gambar 2.3 Indeks BIS dikelompokkan untuk berkorelasi dengan
titik akhir klinis penting selama pemberian obat anestesi.
2.5 Penggunaan Obat Sedasi

Obat sedasi yang baik dijelaskan sebagai berikut (Bersten, 2019):


 Hipnosis / tidur

 Ansiolisis

 Amnesia
 Menjadi antikonvulsan

 Tidak kumulatif

 Tidak tergantung pada jalur metabolisme ginjal atau hati


 Tidak menghasilkan depresi pernapasan atau kardiovaskular

 Berinteraksi minimal dengan obat lain

 Menjadi biaya sederhana


 Memiliki onset cepat dan waktu eliminasi pendek

 Tidak memiliki efek yang berkepanjangan pada memori

 Tidak memiliki efek psikologis jangka panjang


BENZODIAZEPI
NE
DEXMEDETOMIDI
NE

PROPOFOL

HALOPERIDOL

KETAMINE
BENZODIAZEPINE
 Benzodiazepin bekerja melalui reseptor
benzodiazepin, yang berikatan dengan reseptor
GABA, sehingga influx klorida intraseluler diaktifkan.
 Obat tersebut dapat memberikan efek hipnosis,
amnesia, dan ansiolisis
 Benzodiazepin dimetabolisme di hati
 Golongan obat benzodiazepin yang sering digunakan
untuk sedasi di Unit Perawatan Intensif yaitu
midazolam dan lorazepam
Tabel 2.5 Sedasi dengan Benzodiazepin Intravena
2.7 KERANGKA TEORI
PASIEN ICU

Faktor Fisik Faktor Psikis


•Ventilator •Gangguan Tidur
•Trauma Pembedahan •Pencahayaan ICU
•Intervensi diagnostic & •Kebisingan ICU

terapi

Respon Stress
Stimulus
noksius
inflamasi
Meningkatkan efek
inhibisi GABA

RASS
Efek Agitasi

RSS

Menghasilkan
BIS perubahan Gelombang Sedasi
EEG
2. 8 KERANGKA KONSEP

Skala sedasi Richmond


Agitation Sedation Scale
(RASS)
Midazolam loading dose
Bispectral Index
0,01mg/kg kemudian
(BIS)
dilanjutkan IV kontinyu
dosis 0,02- 0,1 mg/kg/jam
Skala sedasi Ramsay
Sedation Score (RSS)

Variabel bebas
Varia
bel tergantung
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGANPENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif dengan rancangan


cross-sectional

3. 2 WAKTU DAN TEMPAT


PENELITIAN
• Penelitian akan dilaksanakan setelah mendapatkan
persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) dan izin
dari RSUP Haji Adam Malik Medan dan RS Universitas
Sumatera Utara Medan, sampai jumlah sampel terpenuhi.

• Penelitian ini dilaksanakan di Unit Perawatan Intensif RSUP


Haji Adam Malik dan RS Universitas Sumatera Utara Medan
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3. 3.1 Populasi target


Pasien yang mendapatkan sedasi di Unit Rawat Intensif

3.3.2 Populasi terjangkau


Populasi penelitian adalah seluruh subjek yang dirawat di Unit
Perawatan Intensif dan mendapatkan terapi sedasi di RSUP Haji
Adam Malik dan RS Universitas Sumatera Utara Medan.

3.3.3 Sampel penelitian


Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI

3.4.1 Kriteria inklusi :


1.Usia > 18 tahun
2.Pasien yang dirawat di unit perawatan intensif dan mendapatkan
terapi sedasi

3.4.2 Kriteria Ekslusi


1.Pasien yang mendapatkan pengobatan relaksasi otot
2.Pasien dengan riwayat gangguan sistem saraf pusat
3.Pasien dengan hemodinamik tidak stabil
3.5 Besar Sampel
Penentuan besar sampel untuk penelitian dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus untuk melihat korelasi data numerik.

Keterangan :
n : Jumlah sampel yang akan diperiksa
α : Kesalahan tipe I (0,05)
Z α : 1,96
β : Kesalahan tipe II (0,8)
Z β : 1,282
r : Perkiraan koefisien korelasi (0,35)

Dari perhitungan dengan rumus diatas, maka diperoleh besar sampel n


adalah 46 orang
3.6 CARA PENGAMBILAN
SAMPEL

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode


concecutive sampling yaitu semua subyek yang
memenuhi syarat inklusi dan tidak termasuk dalam
kriteria eksklusi diikutkan secara berurutan untuk
menjadi sampel sampai jumlah sampel minimal
terpenuhi
3.7 IDENTIFIKASI VARIABEL

3.7.1 Variabel Bebas


Obat sedasi (Midazolam loading dose 0,01mg/kg kemudian
dilanjutkan IV kontinyu dosis 0,02- 0,1 mg/kg/jam)

3.7.2 Variabel terikat


1. Bispectral Index Score (BIS)
2. Skoring sedasi Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)
3. Skoring sedasi Ramsay Sedation Score (RSS)
3.8 ALAT, BAHAN DAN CARA
PENELITIAN

3.8.1 Alat dan Bahan


3.8.1.1 Alat
1.Bispectral index monitoring device (IoC-View)
2.Sensor elektroda
3.Alat monitor non invasif otomatik (tekanan darah, denyut
jantung, frekuensi nafas, EKG, saturasi oksigen) (Kontron)
4.Pencatat waktu (Jam)
5.Tabel Richmond Agitation Sedation Scale
6.Tabel Ramsay Sedation Scale
7.Alat tulis dan formulir penelitian
8.Kassa
9.Alkohol
3.8.1.2 Bahan

Obat sedasi (Midazolam loading dose 0,01mg/kg kemudian


dilanjutkan IV kontinyu 0,02 mg/KgBB/jam)
(Midazolam : Miloz 5mg/ampul (Novell)
3.8.2 CARA KERJA

3.8.2.1 Persiapan Pasien dan Obat


 Semua sampel dilakukan pengukuran PBW (Predicted Body Weight)
3.8.2.2 Pelaksanaan Penelitian
1. Semua pasien yang dirawat di Unit Perawatan Intensif dan memenuhi
kriteria inklusi diambil sebagai subyek secara consecutive sampling.
2. Pasien dirawat di Unit Perawatan Intensif dilakukan pemeriksaan ulang
terhadap identitas, diagnosa, dan seluruh sampel dilakukan pengukuran
PBW (Predicted Body Weight)
3. Pasien dipasang monitor standar (EKG, tekanan darah, denyut jantung,
frekuensi nafas, saturasi oksigen) dan dinilai Glasgow Coma Scale
(GCS)
4. Pasien disedasi dengan obat sedasi (Obat sedasi Midazolam loading
dose 0,01mg/kg kemudian dilanjutkan IV kontinyu dosis 0,02- 0,1
mg/kg/jam)
5. Alat BIS disiapkan kemudian sensor elektroda diletakkan pada
dahi dan pelipis pasien yang sebelumnya sudah dibersihkan dengan
alkohol dan dilakukan pengeringan kulit untuk memastikan
didapatkan sinyal yang berkualitas, sensor diletakkan diatas pelipis
kiri atau kanan.
6. Observasi nilai BIS, titrasi dosis Midazolam bila diperlukan untuk
mencapai Nilai BIS 65-85
7. Pasien diobservasi dan dicatat level sedasi dengan menggunakan
skoring sedasi RASS dan skoring RSS setelah pemberian
Midazolam sebagai T0 ( 1 jam setelah pemberian). Hasil data
pengamatan pada pasien dibandingkan secara statistik
3.9 RENCANA MANAJEMEN DAN ANALISIS
DATA

Setelah seluruh data yang diperlukan telah terkumpul, data


tersebut kemudian diperiksa kembali tentang kelengkapannya
sebelum ditabulasi dan diolah. Setelahnya diberikan coding pada
data tersebut untuk memudahkan dalam mentabulasi. Data
ditabulasi ke dalam master tabel dengan menggunakan perangkat
lunak statistik.
 Analisis deskripsi dilakukan untuk melihat distribusi
frekuensi subyek berdasarkan karakteristiknya.
 Kemudian hasil akan ditampilkan dalam bentuk persentase.
Dilanjutkan dengan analisis inferensial untuk melihat korelasi
pada data berskala ratio.
 Sebelumnya akan dilakukan uji normalitas yaitu uji
Kolmogorov Smirnov, jika data terdistribusi normal maka
akan digunakan uji korelasi Pearson, sedangkan jika data
tidak terdistribusi normal akan digunakan uji korelasi
Sperman.
 Korelasi dianggap bermakna jika nilai p<0.05
3.10 DEFENISI OPERASIONAL

a. Sedasi
Defenisi Proses menghilangkan kecemasan dan
membangun kondisi tenang.
Cara ukur dan Penilai menggunakan skala sedasi dan BIS
Alat Ukur setelah satu jam pemberian obat sedatif.

Nilai skoring untuk menentukan kedalaman


Hasil ukur
sedasi.

Skala ukur Ratio


b. Usia

Defenisi Usia subjek penelitian.

Alat ukur Penilai menggunakan data dari rekam medik


untuk menentukan umur subjek penelitian.

Skala ukur Ratio


c. Jenis Kelamin

Defenisi Jenis Kelamin subjek penelitian.

Alat ukur Penilai menggunakan data dari rekam


medik untuk menentukan umur subjek
penelitian.

Skala ukur Nominal


d. Glasgow Coma Scale (GCS)

Defenisi Skala yang digunakan untuk menilai tingkat


kesadaran pasien

Cara ukur GCS dinilai dengan menilai respon pasien terhadap


dan alat rangsangan yang diberikan setelah 1 jam
ukur pemberian obat sedatif

Hasil ukur Hasil ukur GCS terdiri 15 poin terdiri dari


Composmentis (angka 15), Somnolen (angka
13-14), Sopor (angka 8-12) dan Coma (angka
< 8)
Skala ukur Nominal
d. Richmond Agitation Sedation Scale (RASS)

Defenisi Modalitas penilaian tingkat sedasi dan agitasi


terdiri dari 10 poin skala

Cara ukur Penilai menggunakan form untuk menilai RASS


dan alat yang dilakukan 1 jam setelah pemberian obat
ukur sedatif.

Hasil ukur

Skala ukur Ratio


e. Ramsay Sedation Scale (RSS)

Defenisi Modalitas penilaian tingkat sedasi dan agitasi


terdiri dari 6 tingkatan
Cara ukur Penilai menggunakan form untuk menilai RSS
dan alat yang dilakukan 1 jam setelah pemberian obat
ukur sedatif.

Hasil ukur

Skala ukur Ratio


g. Bispectral Index Score (BIS)

Defenisi Parameter elektroencephalogram baru yang secara


khusus dikembangkan untuk mengukur efek
hipnosis dari anestesi
Cara ukur Penilai menggunakan alat BIS (Ioc View) setelah
dan alat satu jam pemberian obat sedatif
ukur

Hasil ukur

Skala ukur Ratio


3.10 KERANGKA OPERASIONAL

Populasi

Inklusi Eksklusi

Sampel

Pemberian Obat Sedasi untuk


mencapai nilai BIS 65-85

RASS RSS

Tabulasi Data

Uji Perbedaan

Uji Korelasi

Anda mungkin juga menyukai