Anda di halaman 1dari 23

RESUME TEORI DALAM PSIKOLOGI (PSIKOANALISIS, HUMANISTIS, KOGNITIF,

GESTAL DAN BEHAVIOR) SERTA CONTOH KASUS DAN ANALISIS KASUS


BERDASARKAN KELIMA TEORI DALAM PSIKOLOGI

Oleh:
Uvynavelia Hardysta (1521900018)

Fakulta Psikologi
Universitas 17 Agustus Surabaya
2019
A. ALIRAN PSIKOANALISIS
1. SEJARAH SINGKAT TOKOH ALIRAN PSIKOANALISIS
Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund
Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu
ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan kontribusi besar dan dibuat untuk
psikologi manusia selama ini (Minderop, 2013: 11).
Sigmund Freud dilahirkan di Freiberg, Moravia, pada tanggal 6 bulan Mei 1856 yang
menjadi wilayah kekuasaan dari Austria-Hongaria. Freud sendiri adalah seorang yang berasal
dari keluarga Yahudi. Ayah Freud bernama Jacob Freud, seorang pedagang atau agen tekstil.
Freud belajar kedokteran di Wina dan bekerja di laboratorium Profesor Brücke. Penemuan
psikoanalisis telah memperkenalkan Freud menjadi seorang yang berpengaruh dalam zamannya.
Istilah psikoanalisis sendiri muncul pada tahun 1896.
Sigmund Freud tidak memberikan penjelasan pada teori psikoanalisisnya karena
penjelasan dari Freud selalu berubah-ubah. Tahun 1923, dalam sebuah jurnal di Jerman, dia
menjelaskan pengertian dari psikoanalisis. Pertama, istilah ini digunakan untuk menunjukkan
satu metode penelitian terhadap proses-proses psikis (seperti mimpi) yang selama ini tidak bisa
terjangkau secara ilmiah. Kedua, psikoanalisis juga digunakan sebagai satu metode untuk
menyembuhkan gangguan-gangguan psikis yang diakibatkan oleh pasien neurosis. Ketiga, istilah
ini dipakai untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metode
dan teknik yang telah dilakukan. Psikoanalisis memusatkan perhatiannya pada satu konsep,
yakni ketidaksadaran (Susanto, 2012: 55-57).
2. TEORI PSIKO ANALISIS
a. Struktur Kepribadian
Freud membahas pembagian psikisme manusia: id (terletak di bagian tidak sadar) yang
merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam
sadar dan tidak sadar) yang berfungsi sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi
dan larangan superego. Superego (terletak sebagian mengawasi dan menghalangi pemuasan
sempurna pulsipulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang
tua (Minderop, 2013: 21).
1. Id (das Es)
Freud mengibaratkan id sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana menteri dan
superego sebagai pendeta tertinggi. Id berlaku seperti penguasa absolut, harus dihormati,
manja, sewenang-wenang, dan mementingkan diri sendiri; apa yang diinginkannya harus
segera terlaksana. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar
memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya kebutuhan: makan, sesk menolak rasa sakit
atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak
dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu
mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidaknyamanan (Minderop, 2013: 21)
2. Ego (das Ich)
Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh
pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh
realitas. Seseorang penjahat, misalnya, atau seorang yang hanya ingin memenuhi
kepuasan diri sendiri, tertahan dan terhalang oleh realitas kehidupan yang dihadapi.
Demikian pula dengan adanya individu yang memiliki impuls-impuls seksual dan
agresivitas yang tinggi misalnya; tentu saja nafsu-nafsu tersebut tidak terpuaskan tanpa
pengawasan. Demikianlah, ego menolong manusia untuk mempertimbangkan apakah ia
dapat memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya
sendiri. Ego berada di antara alam sadar dan alam bawah sadar. Ego merupakan
pimpinan utama dalam kepribadian; layaknya seorang pimpinan perusahaan yang
mampu mengambil keputusan rasional demi kemajuan perusahaan. Id dan ego tidak
memiliki moralitas karena keduanya ini tidak mengenal nilai baik dan buruk (Minderop,
2013: 22).
3. Superego (das Über Ich)
superego mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya
dengan ‘hati nurani’ yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience). Sebagaimana id,
superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal
realistik, kecuali ketika impuls seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam
pertimbangan moral. Jelasnya, sebagai berikut: misalnya ego seseorang ingin melakukan
hubungan seks secara teratur agar karirnya tidak terganggu oleh kehadiran anak; tetapi
id orang tersebut menginginkan hubungan seks yang memuaskan karena seks itu nikmat.
Kemudian superego timbul dan menengahi dengan anggapan merasa berdosa dengan
melakukan hubungan seks (Minderop, 2013: 22-23).
b. Dinamika Kepribadian
Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kenikmatan dan mereduksikan
tegangan serta kecemasan. Motivasi disebabkan oleh energi-energi fisik yang berasal dari
insting-insting (Semiun, 2006: 68).
1. Naluri (Instinct)
Secara spesifik dikatakan oleh Minderop (2013: 23-25) bahwa menurut konsep
Freud, naluri atau insting merupakan representasi psikologis bawaan dan eksitasi
(keadaan tegang dan terangsang) akibat muncul suatu kebutuhan tubuh. Bentuk naluri
menurut Freud adalah pengurangan tegangan (tension reduction), cirinya regresif dan
bersifat konservatif (berupaya memelihara keseimbangan) dengan memperbaiki
keadaan kekurangan. Proses naluri berulang-ulang, tenang, tegang, dan tenang
(repetition compulsion).
Menurut Freud, naluri yang terdapat dalam diri manusia bisa dibedakan dalam:
eros atau naluri kehidupan (life instinct) dan destructive instinct atau naluri kematian
(death instinct atau Thanatos). Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan pada
pemeliharaan ego. Kata insting atau naluri bagi Freud, pengertiannya bukan semata
gambaran yang dirujuk oleh kata itu. Instinct bagi orang Perancis memunculkan
pengertian kemahiran atau semacam penyesuaian biologis bawaan. Misalnya, pada
hewan yang memiliki naluri tertentu. Berhubung kata ini tidak mampu mencakup
dunia manusia, maka Freud menggunakan istilah lain yang disebutnya pulsi. Pulsi
seksual disebutnya libido, sedangkan pulsi non-seksual disebut alimentasi yang
berhubungan dengan hasrat makan dan minum. Sedangkan naluri kematian dapat
menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (selfdestructive behavior)
atau bersikap agresif terhadap orang lain (Hilgard et al via Minderop, 2013: 26-27).
2. Kecemasan (Anxitas)
Kecemasan merupakan situasi apapun yang mengancam kenyamanan suatu
organism diasumsikan melahirkan suatu kondisi yang disebut anxitas. Berbagai
konflik dan bentuk frustasi yang menghambat kemajuan individu untuk mencapai
tujuan merupakan salah satu sumber anxitas. Ancaman dimaksud dapat berupa
ancaman fisik, psikis, dan berbagai tekanan yang mengakibatkan timbulnya anxitas.
Kondisi ini diikuti oleh perasaan tidak nyaman yang dicirikan dengan istilah khawatir,
takut, tidak bahagia yang dapat dirasakan melalui berbagai level (Hilgard et al via
Minderop, 2013: 28).
Freud mengedepankan pentingnya anxitas. Ia membedakan antara kecemasan
objektif (objective anxiety) dan kecemasan neurotik (neurotic anxiety). Kecemasan
objektif merupakan respons realistis ketika seseorang merasakan bahaya dalam suatu
lingkungan. Menurut Freud kondisi ini sama dengan rasa takut. Kecemasan neurotik
berasal dari kata konflik alam bawah sadar dalam diri individu karena konflik tersebut
tidak disadari orang tersebut tidak menyadari alasan dari kecemasan tersebut (Hilgard
et al via Minderop, 2013: 28). Freud percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari
konflik bawah sadar merupakan akibat dari konflik antara pulsi id (umumnya seksual
dan agresif) dan pertahanan dari ego dan superego (Minderop, 2013: 28).
c. Perkembangan Kepribadian
Sigmund Freud secara sistematis membagi tingkat perkembangan seseorang didalam
beberapa fase. Sedangkan tingkat perkembangan seseorang ini erat sekali hubungannya
dengan perkembangan kehidupan seksual dan karenanya disebut sebagai psychosexsual
development. 49 Menurut Sigmund Freud, mendasarkan pembagiannya pada
perkembangan psikoseksual terdapat fase-fase tertentu. Fase-fase tersebut adalah sebagai
berikut (Sujanto, 2001):
1. Fase infantile (0,0 – 5,0 th)
Fase ini dibedakan menjadi tiga yaitu: pertama, Fase oral (0 –1 th). Fase oral
merupakan fase yang paling awal pada perkembangan psikoseksual seseorang karena
seorang bayi sejak lahir alat yang paling penting memberi kenikmatan dalam hidupnya
adalah mulutnya sendiri. Hal ini disebabkan karena melalui mulutnya ia dapat
berhubungan dengan alat tubuh yang dapat memberi kenikmatan yaitu payudara ibu .
Apabila sumber kenikmatan yang pokok tidak terpenuhi, maka bayi akan mencari
kepuasan dengan mengisap jempol atau benda lainnya. Bayi akan menelannya apabila
yang ada dalam mulut menyenangkan dan akan menyemburkan apabila yang ada dalam
mulutnya bila dia rasakan tidak menyenangkan.
2. Kedua, Fase anal (1 – 3 th).
Fase ini fokus dari energi libidinal dialihkan dari mulut kedaerah dubur serta
kesenangan atau kepuasan diperoleh dalam kaitannya dengan tindakan mempermainkan
atau menahan faeces.
Mulai dari fase ini, anak akan mendapat pengalaman untuk yang pertama tentang
pengaturan impuls-impulsnya dari luar. Anak harus belajar menunda kenikmatan yang
timbul dari defekasi (bebaskan diri). Sedangkan pengaruh yang akan diterima anak
dalam pembiasaan akankebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang besar pada
sifat-sifat kepribadian anak dikemudian hari. Apabila sang ibu besikap keras dan
menahan anak mungkin juga menahan faecesnya. Jika reaksi ini meluas kelain-lain hal
maka anak dapat mempunyai sikap kurang bebas, kurang berani, tertekan dan lain-lain.
Tetapi beda jika ibu bersikap membimbing dengan penuh kasih saying dan memuji
apabila anak devekasi maka anak mungkin memperoleh pengertian bahwa
memproduksi faeces merupakan aktifitas penting. Pengertian ini akan menjadi dasar
daripada kreaitifitas dan produksifitas. Hal yang terpenting pada fase ini adalah anak
memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian dan otonomi. Jika orang tua berbuat
terlalu banyak bagi anaknya ini berarti bahwa si orang tua mengajari anaknya itu untuk
tidak memiliki kesanggupan menjalankan fungsi diri. Jadi pada fase anal ini anak perlu
bereksperimen, berbuat salah atau merasa bahwa mereka tetap diterima untuk
kesalahannya itu dan menyadari diri sebagai individu yang terpisah dan mandiri.
3. Fase falik (3-5 th).
Pada fase falik ini yang menjadi pusat perhatian adalah perkembangan seksual dan
rasa agresi serta fungsi, alat-alat kelamin. Kenikmatan masturbasi mengalami
peningkatan serta khayalan yang menyertai aktifitas otoerotik sangat penting.57 Anak
menjadi lebih ingin tahu tentang tubuhnya. Mereka berhasrat untuk mengeksplorasi
tubuh sendiri dan menemukan perbedaanperbedaan diantara kedua jenis kelamin.
Fase falik merupakan periode perkemabangn hati nurani, suatu masa ketika anak
belajar mengenal standar moral dan bahaya yang kritis adalah indoktrinasi standar-
standar moral yang kaku dan realistis dari orang tua yang bisa mengarah pada
pengendalian superego secara berlebihan sehingga mematuhi moral tetapi hanya karena
takut. Efekefek lainnya adalah konflik-konflik yang kuat, perasaan bedosa, penuh sesal
rendahnya rasa harga diri dan penghukuman diri.
Pada fase falik ini ada kompleks oedipus dan electra complex. Kompleks Oedipus
merupakan keinginan anak laki-laki yang terarah pada ibunya sendiri. Sedagkan
permusuhan dilontarkan pada ayah yang dianggap sebagai saingannya. Electra complex
ini kebalikan dari kompleks Oedipus, jadi electra complex ini pada anak perempuan.
4. Fase latensi (5,0 – 12 th).
Fase latensi disebut juga periode teduh. Suatu periode yang cukup panjang yang
berlangsung sampai masa pubertas. Sepanjang periode ini aktifitas libidinal berkurang
dan kita dapat mengamati suatu deseksualitas dalam pergaulan dengan orang lain dan
dalam hidup emosional si anak. Dari sini mulai terbentuk rasa malu dan aspirasiaspirasi
moral serta estetis. Rupanya perkembangan psikoseksual dari tahun pertama sama
sekali dilupakan seolah-olah ada aktifitas seksual. Fase ini biasanya pada anak usia
tujuh, delapan tahun sampai ia menginjak remaja.
5. Fase genital (12 th- dewasa)
Fase ini dimulai pada masa remaja, dimana segala kepuasan terpusat pada alat
kelamin. Karakter genital mengiktisarkan tipe ideal dari kepribadian yakni terdapat
pada orang yang mampu mengembangkan retasi seksual yang matang dan bertanggung
jawabserta mampu memperoleh kepuasan dari percintaan heteroseksual. Untuk
memperoleh karakter genital ini individu haruslah terbebas dari ketidakpuasan dan
hambatan pada anak-anak. Pengalaman-pengalamn traumatik dimasa anak-anak atau
mengalami fiksasi libido maka penyesuaian selama fase genital akan sulit.
B. ALIRAN HUMANISTIK
1. SEJARAH SINGKAT TOKOH ALIRAN HUMANISTIK
a. Abraham Maslow
Abraham H. Maslow dilahirkan pada tahun 1908 dalam keluarga imigran Rusia- Yahudi
di Brooklyn, New York. Ia seorang yang pemalu, neurotik, dan depresif namun memiliki rasa
ingin tahu yang besar dan kecerdasan otak yang luar biasa. Dengan IQ 195, ia unggul di
sekolah. Ketika beranjak remaja, Maslow mulai mengagumi karya para filsuf seperti Alfred
North Whitehead, Henri Bergson, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, Plato, dan Baruch
Spinoza. Di samping berkutat dalam kegiatan kognitif, ia juga mempunyai banyak pengalaman
praktis. Ia bekerja sebagai pengantar koran dan menghabiskan liburan dengan bekerja pada
perusahaan keluarga.
Maslow mencari sampel pada manusia-manusia yang dalam masyarakat dilihat sebagai
“tokoh”. Ia melibatkan penelitiannya terhadap tujuh tokoh modern dan sembilan tokoh sejarah:
Abraham Lincoln dan Thomas Jefferson (presiden AS), Eleanor Roosevelt (First Lady yang
dermawan), Jane Addams (pelopor pekerja sosial), William James (psikolog), Albert
Schweitzer (dokter dan humanis), Aldous Huxley (penulis), dan Baruch Spinoza (filsuf).
Penyelidikan tentang tokoh-tokoh ini (dan yang lainnya) - kebiasaan, sifat, kepribadian,
dan kemampuan mereka - telah mengantar Maslow sampai pada teori tentang kesehatan mental
dan teori tentang motivasi pada manusia. Secara dialektis, tesis Freud dan antitesis Watson,
melahirkan sintesis Abraham Maslow. Oleh karena itu, teorinya kerap disebut mazhab ketiga.
b. Carl Roger
Carl Ransom Rogers lahir pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois, Amerika Serikat.
Rogers merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan Julia
Cushing Rogers. Rogers lebih dekat kepada ibunya dibandingkan sang ayah. Hal ini terjadi
karena profesi ayahnya sebagai seorang insinyur dan kontraktor, membuatnya sering
bepergian meninggalkan rumah sejak Rogers masih kecil. Kesuksesan yang diraih sang ayah
membuat keluarga Rogers menikmati gaya hidup kelas menengah atas Amerika kala itu.
Rogers belajar dari kedua orang tuanya tentang nilai-nilai yang mereka anut yaitu religiusitas
dan prinsip kerja keras.
Kreativitas Carl dalam mengembangkan dan menganalisis problem yang terjadi pada
anak-anak mampu mengonstruksi teori psikologi humanistik sebagai puncak karyanya. Teori
psikologi humanistik dapat diimplementasikan pada studi analisis tokoh khususnya tentang
aktualisasi diri pada sisi lain, psikologi humanistik juga dapat digunakan untuk menganalasis
tradisi pada kelompok masyarakat. Rogers mengungkapkan bahwa psikologi humanistik lebih
berperan untuk memotivasi diri dan meningkatkan serta mengembangkan konsep diri,
sementara psikologi humanistik Maslow lebih diarahkan pada kebutuhan dasar manusia.

2. TEORI HUMANISTIK
Pendekatan humanistik menekankan pada kualitas-kualitas positif seseorang, kapasitas
untuk pertumbuhan positif, dan kebebasan untuk memilih takdir apa pun. Ciri-ciri psikologi
humanistik adalah mendorong untuk meningkatkan kualitas diri manusia melalui
penghargaannya terhadap ragam potensi positif yang ada pada manusia. Esensi dari psikologi
humanistik adalah memanusiakan manusia dengan segenap potensi asli yang dimilikinya.
Pembahasan psikologi humanistik secara general memperhatikan pada aspek aktualisasi diri
yakni, struktur kepribadian. Kepribadian manusia terdiri atas organisme dan kompetensi atau
kemampuan/potensi yang dimiliki. Banyak aspek pendekatan optimis ini muncul dalam
penelitian mengenai motivasi, emosi, dan kepribadian, dan dalam banyak cara, pendekatan
humanistik memberikan dasar bagi psikologi positif.
a. Abraham Maslow
Teori kepribadian maslow dibuat berdasarkan beberapa asumsi dasar mengenai motivasi.
1. Maslow mengadopsi sebuah pendekatan menyeluruh pada motivasi (holistic approach to
motivation), yaitu keseluruhan dari seseorang bukan hanya satu bagian atau fungsi
termotivasi.
2. Motivasi biasanya kompleks, atau terdiri dari beberapa hal, yang berarti tingkahlaku
seseorang muncul karena adanya motivasi.
3. Orang-orang biasanya berulang termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan. Ketika sebuah
kebutuhan terpenuhi, biasanya kebutuhan tersebut berkurang motivasinya unutk
mendapatkannya dan digantikan oleh motivasi baru untuk memenuhi kebutuha lainnya.
4. Semua orang termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang sama meskipun cara berbeda.
Konsep hierarki kebutuahn yang dibentuk maslow yang diungkapkan bahwa
kebutuhan -kebutuhan yang di level rendah harus terpenuhi terlebih dahulu atau paling tidak
cukup terpenuhi sebelum termotivasi oleh kebutuhan yang lebih tinggi karena kebutuhan di
level rendah mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan kebutuhan-krbutuhan di
level lebih tinggi.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologi merupakn kebutuhan yang paling mendasar disetiap manusia,
karena termsuk di dalamnya makanan, air, oksigen dan lain sebagainya. Kebutuhan
fisiologis memiliki pengaruh paling besar dari semua kebutuhan. Semisal, orang yang
merasa lapar akan berusaha untuk memenuhi kbutuhannya yaitu dengan terus mencari
makan, bukan mencari teman dan selama kebutuhan lapar ini tidak terpenuhi maka
motivasi utama mereka adalah mencari dan mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan dan
memenuhi kebtuhan laparnya.
2. Kebutuhan akan keamanan
Ketika orang sudah terpenuhi fisiologisnya makan mereka menjadi termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan keamanan, termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik,
stabilitas, etergantungan, dan kebebsan dari ancaman. Kebutuhan kemanan berbeda
dengan kebutuhan fisiologis dalam hal ketidakmungkinan kebutuhan akan keamanan
untukterpenuhi secara berlebihn. Seperti kita tidak bisa meghindar dari bencana alam.
3. Kebutuhan akan cinta dan keberadaan
Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi, maka manusia cenderung
termotivasi kembali memenuhi kebutuhananya yang lain yaitu kebutuhan akan cinta dan
keberadaan; seperti keinginan untuk berteman, memiliki keluarga, punya anak, dan lain
sebagainya.
4. Kebutuhan akan penghargaan diri
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, mereka
cenderung bebas untuk mengejar kebutuhan akan penghargaan, yang mencakup
penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain
hargai tinggi. Menurut maslow, ada 2 tingkatan kebutuhan akan penghargaan, yaitu;
reputasi dan harga diri.
Reputasi merupakan persepsi akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang
dimiliki orang lain menurut sudut pandang orang lain. Sedangkan harga diri merupakan
perasaan pribadi seseorang bahwa nilainya berharga atau bermanfaat dan percaya diri.
Harga diri lebih didasari kemampuan nyata bukan hanya didasari oleh opini orang lain.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri,
dan keingina untuk menjadi sekreatif mungkin. Orang-orang yang mecapai level
aktualisasi diri dapat mempertahankan harga diri mereka bahkan ketika mereka
mengalami penolakan, dimaka dan diremehkan orang lain. Dengan kata lain, orang yang
mengaktualisasikan dirinya tidak bergantung pada kebutuhan akan cinta maupun
penghargaan. Mereka menjadi andiri sejak kebutuhan level rendah memberi mereke
kehidupan.
Maslow mengemukakan bahwa untuk mengaktualisasikan diri, ada beberapa
kriteria yang harus dimiliki oleh individu yaitu :
1. Mereka bebas dari psikopatologi atau penyakit psikologis.
2. Mereka yang mengaktualisasikan diri ini telah menjalani hierarki kebutuhan
3. Menjunjung tinggi nilai B. Nilai B yang dimaksud maslow adalah, kejujuran,
kebaikan, keindahan, keutuhan, kesempurnaan, kelengkapan, keadilan, keteraturan,
kesederhanaan, penuh kesenangann, kemandirian, an kebebasan.
Nilai-nilai tersebut yang membedakan antara orang yang perkembangan
psikologisnya berhenti setelah mendapat kebutuhan penghargaan.
b. Carl Rogers
Rogers berpendirian bahwa jika kongruensi, penerimaan positif yang tidak bersyarat, dan
empati hadir dalam suatu hubungan, maka pertumbuhan psikologis akan selalu terjadi. Untuk
alasan tersebut, ia menyatakan ketiga kondisi ini sebagai kondisi yang diperlukan dan memadai
untuk menjadi manusia yang berfungsi sepenuhnya atau yang mengaktualisasikan diri. Manusia
mempunyai konsep tentang diri (self) sehingga memiliki potensi untuk mengaktualisasikan diri.
Struktur Kepribadian
Roger tidak menekankan aspek structural dari kpribadian. Namun demikian, dari 19
rumusannya mengenai hakikat pribadi, diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasar penting
dalam teorinya:
1. Organism
Peengertian organism mencangkup tiga hal:
a. Makhluk hidup: organisme adalah mekhluk hidup lengkapn dengan fungssi
fisik dan psikologisnya. Organisme adalah tempat semua pengalaman, segala
sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni
persepsi seseorang mengenai event yang terjadi di dalam diri dan di dunia
eksternal.
b. Realitas subjektif: organisme mananggapi dunia seperti yang diamati atau
dialaminya. Realitas dalah medan persepsi yang sifatnya subjektif, bukan
fakta benar salah. Realitas subjektif semacam itulah menentukan/membentuk
tingkah laku.
c. Holisme: organisme atau satu kesatuan system, sehingga perubahan pada
saatu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan, yakni tujuan mengaktualisas, mempertahankan
dan mengembangkan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena dalah seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang
hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subjektifnya yang meliputi: pengalaman
internal(persepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (persepsi
mengenai dunia luar), pengalaman yang disimbolkan ( diamati dan disusun dalam
kaitannya dengan diri sendiri), disimbolkan tetapi dikaburkan/ diingkari (karena
dianggap tidak konsisten dengan struktur diri) dan tidak disimbolkan atau
diabaikan (karena diamati dak mempunyai hubungan dengan struktur diri).
Pengalaman yang disimbulkan itu disadari dan pengalaman yang tidak
disimbulkan itu tidak disadari. Semua persepsi bersifat subjektif , benar bagi
dirinnya sendiri. Medan fenomenan seseorang tidak dapat diketahui oleh orang
lain kecuali emlalui inferensi empatik, itupun pengetahuan yang diperoleh tidak
bakal sempurna.
3. Self
Self terbentuk melalui diferensiasi medan fenomena, introjeksi nilai-nilai
orang tertentu (significant person=orang tau) dan dasi distorsi pengalaman. Self
bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur selp
dianggap sebagai ancaman. Dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan
biologic dan belajar.
Sebenarnya Rogers memulai istilah diri dalam sebuah kebingungan karena
ketika itu tidak ada definisi yang tepat untuk menjelaskan „diri‟. Dari proses
psikoterapis yang ia lakukan saat menghadapi klien-kliennya, istilah diri sangat
sering mereka gunakan. Lewat sesi-sesi dengan para kliennya, Rogers memahami
bahwa keinginan mereka yang terkuat sebenarnya adalah untuk menjadi „diri
yang sebenarnya‟. Dari proses inilah, Rogers menyadari bahwa memahami „diri‟
merupakan hal yang amat penting dan efektif dalam proses manusia untuk
tumbuh dan berkembang sehingga diri menjadi konsep utama dalam teori
kepribadian Rogers yang didefinisikannya sebagai berikut: “Gestalt konseptual
yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-
sifat dari “diri subjek‟ atau “diri objek‟ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-
hubungan antara “diri subjek‟ atau “diri objek‟ dengan orang-orang lain dan
dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-
persepsi ini. Gestaltlah yang ada dalam kesadaran meskipun tidak harus disadari.
Gestalt tersebut bersifat lentur dan berubah-ubah, suatu proses, tetapi pada setiap
saat merupakan suatu entitas spesifik”. (Hall dan Lindzey, 1993: 134)
Dinamika kepribadian
1. Penerimaan positif
Self telah muncul sejak masa anak-anak. Struktur diri pada dasarnya terbentuk
melalui interaksi dengan lingkungan, terutama lingkungan sosial yang terdiri dari orang-
orang terdekat (significant others) seperti orang tua, anggota keluarga maupun teman
bermain. Diri memiliki hubungan yang kuat dengan interaksi sosial dan memiliki
komponen evaluasi, yaitu dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan dirinya.
Pada anak tumbuh suatu kesadaran diri dan kemampuan membedakan diri dengan orang
lain yang disebut self-image, yaitu suatu cara untuk melihat dirinya sendiri yang
berkembang lewat identifikasi komponen kognisi, afeksi dan perilaku tokoh yang dekat
dengan dirinya. Perkembangan ini akan meluas dan membentuk self-concept. Ketika
anak menjadi sensitif secara sosial dan memiliki kemampuan kognitif dan persepsi yang
matang, konsep dirinya akan semakin rumit dan komplek. Lebih jauh bisa dikatakan
bahwa isi dari konsep diri seseorang adalah merupakan produk sosial. Ada tiga elemen
penting dalam perkembangan konsep diri yaitu kebutuhan akan penghargaan positif
(need for positive regard), penghargaan bersyarat (conditional positive regard), dan
penghargaan tanpa syarat (unconditional positive regard) (Hjelle dan Ziegler,
1981:410).
Bagi Rogers kondisi dimana seorang anak hanya memahami penghargaan positif
bersyarat akan menghambatnya untuk berkembang menjadi manusia yang berfungsi
sepenuhnya (fully functioning person). Hal ini terjadi karena anak lebih berusaha untuk
mencapai standar yang ditetapkan oleh orang lain dari pada berusaha untuk memahami
dan menemukan menjadi manusia seperti apakah yang ia inginkan sebenarnya.
Rogers menekankan pentingnya penghargaan positif tak bersyarat sebagai
pendekatan ideal dalam mengasuh anak bukan berarti meniadakan disiplin, aturan-aturan
sosial, atau bentukbentuk lain dari pembentukan perilaku. Pendekatan ini diharapkan
dapat menciptakan atmosfer dimana anak merasa dihargai dan dicintai semata-mata
karena ia adalah manusia yang berharga. Jika seorang anak menerima cinta tanpa syarat,
maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya, dimana ia akan dapat
mengembangkan potensinya untuk dapat menjadi manusia yang berfungsi sepenuhnya.
2. Self-consistency dan self-congruence
Organisme berfungsi memelihara konsistensi (kajegan= kedaan tanpa konflik) dari
persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
Organisme tidak berusaha memenuhi kepuasan dan menghindari sakit, tapi berusaha
memelihara struktur self yang dimiliknya. Individu mengembangkan sistem nilai yang
pusatnya adalah nilai dirinya. Individu mengorganisir nilai-nilai dan fungsi-fungsi dirinya
untuk memelihara sistem self-nya. Individu hanya benar menurut diirinya sendiri,
bertingkah laku konsisten sengan konsep selfnya, bahkan kalua tingkaahlaku itu tidak
memberinya ganjaran.
Dalam dunia subjektifnya, orang membedakan kenyataan dengan fiksi melalui
pengecakan ke sumber-sumber informasi. Adalah kongruensi atau ketidak kongruensian
antara self dengan organism yanag menentukan kemasakan, penyesuaian, dan kesehatan
mental. Kongruen terus menerus membutuhkan perbaikan dan perubahan nilai seseorang,
agar membuat orang dapat memahami orang lain dan toleran tehadap tingkah laku orang
lain.
3. Aktualisasi diri
Roger berpendapat bahwa organisme harus selalu bergerak maju. Tujuan tingkah
laku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisassi diri. Organisme
memiliki satu kekuatan motivasi, dorongan aktualisasi diri (selfactualizing drive), dan
satu tujuan hidup – menjadi aktualisasi diri. Ada banyak kebutuhan, tapi semua tunduk
melayani kecenderungan dasar organisme untuk aktulaisasi yakni pemeliharaan
(maintenance) yaitu kebutuhan yang timbul dalam rangka memuaskan kebutuhan dasar
seperti makanan, udara, keamananserta kecenderungan untuk menilak perubahan dan
mempertahankan keadaan sekarang, dan peningkatan diri (enhancement) yakni
kebutuhan untuk menjadi lebih, berkembang dan mencapai tujuan. Dua kebutuhan lain
yang terpenting adalah kebutuhan penerimaan positif dari orang lain (positive regard of
others) yakni kebutuhan untuk diterima secara positif yang ada pada semua manusia dan
tetap menjadi motivasi yang kuat sepangjang hayat, dan kebutuhan penerimaan positif
dari diri sendiri (self-regard) yakni akibat dari pengalaman kepuasan/frustrasi dari
kebutuhan penerimaan positif dari orang lain. Penerimaan diri ini mencangkup perasaan
kepercayaan diri dan kebahagiaan diri.
C. ALIRAN KOGNITIF
1. SEJARANG SINGKAT TOKOH TEORI KOGNITIF
Jean Piaget (1896-1980) lahir di Swiss. Pada awal mulanya ia ahli biologi, dan dalam
usia 21 tahun sudah meraih gelar doktor. Ia telah berhasil menulis lebih dari 30 buku bermutu,
yang bertemakan perkembangan anak dan kognitif. 16 Pengaruh pemikiran Jean Piagert baru
mempengaruhi masyarakat, seperti di Amirika Serikat, Kanada, dan Australia baru sekitar
tahun 1950-an. Menurut Bruno (dalam Muhibin Syah), hal ini disebabkan karena terlalu
kuatnya cengkeraman aliran Behaviorisme gagasan Watson (1878-1958).
Piaget, ahli biologi yang memperoleh nama sebagai psikolog anak karena mempelajari
perkembangan inteligensi, menghabiskan ribuan jam mengamati anak yang sedang bermain
dan menanyakan mereka tentang perilaku dan perasaannya. Ia tidak mengembangkan teori
sosialisasi yang komprehensif, tetapi memusatkan perhatian pada bagaimana anak belajar,
berbicara, berfikir, bernalar dan akhirnya membentuk pertimbangan moral. Bersama dengan
istrinya yang bernama Valentine Catenay yang menikah pada tahun 1923, ia awal mulanya
meneliti anaknya sendiri yang lahir pada tahun 1925, 1927 dan 1931 dan hasil pengamatan
tersebut di publikasikan dalam the origins of inteligence in children dan the construction of
reality in the child pada bab yang membahas tahap sensorimotor. (Loward S. Friedman &
Miriam W. Schhuctarc, 2006:259).
2. TEORI KOGNITIF
Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas
individu berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan
perkembangan individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan
lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial.
Akibatnya lingkungan sosialnya berada di antara individu dengan lingkungan fisiknya.
Interaksi Individu dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang
tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah
pandangannya menjadi obyektif.
Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan yang umumnya sama,
namun dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan penampilan kognitif pada tiap
kelompok manusia. Sistem persekolahan dan keadaan sosial ekonomi dapat mempengaruhi
terjadinya perbedaan penampilan dan perkembangan kognitif pada individu, demikian pula
dengan budaya, sisitem nilai dan harapan masyarakat masing-masing.
Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Jean Piaget
Menurut Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus
menerus dengan lingkungan.25 Ada empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget,
yaitu:
a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Individu memahami sesuatu atau tentang dunia
dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan
mendengar) dan dengan tindakan-tindakan motorik fisik. Dengan kata lain, pada usia ini
individu dalam memahami sesuatu yang berada di luar dirinya melalui gerakan, suara
atau tindakan yang dapat diamati atau dirasakan oleh alat inderanya. Selanjutnya sedikit
demi sedikit individu mengembangkan kemampuannya untuk membedakan dirinya
dengan bendabenda lain.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Individu mulai melukiskan dunia melalui tingkah
laku dan kata-kata. Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan
tindakan mental yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa
yang dilakukan sebelumnya secara fisik. Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan
motorik untuk melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi belum
mampu memahami secara mental (makna atau hakekat) terhadap apa yang dilakuaknnya
tersebut.
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang
sama dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Sementara Salvin menjelaskan bahwa pada
operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. Pada masa ini individu
mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari dunia yang sebenarnya atau individu
mengalami perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat berpikir secara abstrak, lebih
logis dan idealis. Kecepatan perkembangan setiap individu melalui urutan, dan setiap
tahap tersebut berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah satu dari tahap
tersebut. Setiap tahap ditandai
D. ALIRAN GESTAL
1. SEJARANG SINGKAT TOKOH ALIRAN GESTALT
Max Wertheimer dilahirkan di Prague pada tanggal 15 April 1880 dan wafat pada tanggal
12 Oktober 1943 di New York. Max Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt
bersama-sama dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Eksperimen Wertheimer mengenai
Scheinbewegung (gerak semu) memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan mengandung hal
yang melebihi jumlah unsur-unsurnya. Inilah gejala gestalt. Penelitian dalam bidang optic ini
kemudian juga dipandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya) di bidang lain, seperti
misalnya di bidang belajar. Lebih jauh eksperimen-eksperimen Wolfgang Kohler (1913-1917)
memberikan kesimpulan yang berlawanan dengan teori-teori molecular.
Wolfgang Kohler lahir di reval, Estonia pada 21 januari 1887. Sejak tahun 1913 sampai
tahu 1920 dia menjadi direktur di Anthropologi Station di Pulau Tenerife yang berlokasi
dipulau Canary. Selama Perang Dunia I, ia menghabiskan selama 4 tahun di pulau tersebut. Di
pulau inilah ia mempelajari perilaku kera dan ayam. Hasil investigasinya kemudian diterbitkan
dalam sebuah bukunya yang penting, The Mentality of Apes (1924). Yang memuat tentang
eksperimentasinya mengenai kera dan ayam untuk mengetes berbagai masalah yang berkaitan
dengan relajar, Kohler menggunakan sejumlah rangkaian eksperimen, yaitu: simpanse tidak
kurang dari manusia yaitu mampu memecahkan masalah sekaligus dengan proses integrasi atau
pemahaman. Pemahaman ini yang diperlihatkan oleh simpanse barulah muncul setelah
beberapa saat mencoba memahami masalahnya, dan pada saat itu pula muncul dengan tiba-tiba
kejelasan, melihat hubunganhubungannya, antara unsur yang satu dengan yang lain. Dan
pemahaman yang serupa itu – yang datang dengan tiba-tiba oleh Kohler disebut ”Aha
Erlebnis”. Proses pelibatan dalam serangkaian solusi ini adalah pengetahuan (insight). Serta
hasil penelitian terhadap ayam yang menghasilkan kesimpulan dalam belajar itu yang
terpenting adalah menemukan prinsip, sehingga mudah terjadi transposition ( Bila suatu prinsip
belajar dalam situasi pemecahan problem diterapkan kepada pemecahan problem lain).
Kurt Koffka lahir di Berlin pada 18 maret 1886. Ia mengajar di Smith Collage dan terus
menulis, salah satu buku kreatifnya adalah ’’Grown of The Mind”, sebuah buku yang sangat
relevan dengan prinsip-prinsip gestalt. Tahun 1925 dia mempublikasikan Principles of Gestalt
Psycology, sistem utama di dalam psikologi Gestalt. Dia adalah orang pertama yang menulis
artikel dalam bahasa inggris mengenai Psikologi Gestalt. Artikelnya: Perception: An
Introduction to Gestalt Theories.Dipublikasikan di Psychological Buletin tahun 1922. Ia
meninggal tahun 1941.
2. TEORI GESTALT
a. Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory Trace (Kesan Ingatan)
Menurut teori Gestalt, belajar adalah berkenaan dengan keseluruhan individu dan timbul
dari interaksinya yang matang dengan lingkungannya. Melalui interaksi ini, kemudian
tersusunlah bentuk-bentuk persepsi, imajinasi dan pandangan baru. Kesemuanya, secara
bersama-sama membentuk pemahaman atau wawasan (Insight), yang bekerja selama individu
melakukan pemecahan masalah. Walaupun demikian pemahaman (insight) itu barulah
berfungsi kalau ada persepsi/tanggapan terhadap masalahnya-memahami kesulitan, unsur-
unsur dan tujuannya.
Persepsi adalah kemampuan manusia untuk mengenal dan untuk memahami apa yang
tidak diketahuinya. Penerimaan sesuatu berarti bahwa manusia dapat mengingat pengalaman-
pengalaman, objek atau kejadian masa lalu. Karena itu persepsi memerlukan proses lebih
banyak dari sekedar kemampuan melakukan reaksi terhadap sesuatu, yaitu pemrosesan yang
sungguh-sungguh untuk mengintegrasikan sumber-sumber informasi ke dalam gambaran
tunggal. Dengan demikian, kesadaran manusia bukan untuk merespon terhadap persoalan
(objek) di dalam lingkungan dalam dasar item per item. Akan tetapi melihat segala sesuatu
dalam satu pandangan yang utuh.
konsepsi Gestalt terhadap memori adalah percaya bahwa persepsi menempel di dalam
bekas memori yang saling berhubungan. Gestatltis menyatakan bahwa proses neural aktif
selama persepsi dapat berlangsung terus di dalam bentuk ”yang lembut” sebagai sebuah bekas.
Jadi informasi disimpan dalam bentuk yang sama, oleh neural yang sama, sebagaimana dalam
persepsi orisinal.
Memanggil kembali atau mengingat kembali melibatkan pengaktifan kembali bekas
memori yang ada. Sebetulnya, ini adalah pembangkitan proses perceptual yang sama, yaitu
yang berhubungan dengan persepsi yang orisinal. Bekas terus aktif sebagai proses aktif di
dalam sistem syaraf, tetapi juga intensitas yang cukup lambat untuk masuk kesadaran.
Pada umumnya pandangan Gestaltis, yaitu bahwa hasil belajar ada di dalam formasi
bekas memori. Sifat dasar yang pasti dari bekas itu dibiarkan tidak spesifik, dan sejumlah
karakteristik mereka adalah mendetail. Karakteristik paling penting dari apa yang telah
dipelajari, seperti perceptual, cenderung untuk mencapai kemungkinan struktur yang paling
baik dengan memperbincangkan perihal organisasi perceptual. Wulf (1983) mendiskripsikan
kecenderungan organisasional dari memori dengan memberi nama penyamarataan (leveling)
yaitu kecenderungan menuju simatri atau menuju pandangan yang simpel dari kepelikan pola
perseptual, Penajaman (Sharpening) yaitu tindakan penekanan pada ketiadaan perbedaan pola.
Ini kelihatan pada satu dari karakteristik memori manusia bahwa kualitasnya paling jelas
memberikan identitas objek yang cenderung untuk dibesarbesarkan di dalam reproduksi objek
itu, serta normalisasi (Normalizing) yaitu objek yang direproduksi dimodifikasi agar sesuai
dengan memori sebelumnya. Modifikasi ini biasanya cenderung menuju pengingatan kembali
objek yang lebih banyak seperti apa objek itu muncul.
Disisi lain, para gestaltis memberikan perhatian yang agak terdistorsi dalam perlakuan
konvensional terhadap belajar, sehingga problem khusus yang ditekankan adalah bukan seleksi
secara natural bentuk problem dari sudut pandang mereka.
b. Hukum-hukum Pengamatan (Hukum-hukum Belajar) Menurut Aliran Gestalt
Menurut aliran gestalt ada satu hukum pokok, yaitu Hukum Pragnanz yaitu suatu prinsip
yang menyatakan kecenderungan terhadap apapun yang dipandang untuk menerima
kemungkinan kondisi yang paling baik. Hukum pragnanz digunakan sebagai petunjuk prinsip
dalam mempelajari persepsi belajar dan ingatan. dan 3 hukum tambahan (subsider) yang
tunduk kepada hukum yang pokok itu, yaitu Hukum Kesamaan, Hukum Kedekatan dan
Hukum Ketertutupan. Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt sebagai berikut:
1. Hukum Keterdekatan (law of proximity)
Dalam kita mengamati, obyek-obyek yang berdekatan satu sama lain akan nampak sebagai
satu unit persepsi. Dengan demikian hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau
tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
2. Hukum Ketertutupan (law of closure)
Menyatakan bahwa kita mempunyai tendensi untuk melengkapi atau mengisi pengalaman-
pengalaman yang tidak lengkap, agar menjadi lebih berarti. Atau hal-hal yang cenderung
menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.
3. Hukum Kesamaan (law of equivalence)
Dalam kita melakukan pengamatan, maka obyek-obyek yang mempunyai kemiripan
(similarity) satu sama lain akan diorganisir ke dalam satu persepsi. Dengan kata lain hal-hal
yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu
totalitas.
E. ALIRAN BEHAVIOR
1. SEJARAH SINGKAT ALIRAN BEHAVIOR
Ivan Petrovich Pavlov lahir tanggal 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa
tempat ayahnya Peter Dmitrievich Palvov. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke
seminari. Palvov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun
1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi dan memulai penelitian mengenai fisiologi
pencernaan. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik
di Amerika. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui
bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai
stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai
respon yang dikondisikan.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika uus
S1 dari Universitas Weseyan tahun 1895,S2 dari Harvard Tahun 1896 dan meraih gear Dokter
di Coumbia tahun 1898. Menurutnya” belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S)
yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran,
perasaan atau gerakan.”.
John Broadus Watson (lahir di Greenvile 9 Januari 1878; meninggal 25 September
1958) adalah seorang ahli psikologi (psikolog) Amerika Serikat. Watson mempromosikan
sebuah perubahan psikologi melalui karyanya Psychology as the Behaviorist Views
it (pandangan perilaku psikologi), yang ia dedikasikan kepada Universitas Kolumbia pada
tahun 1913. Ia menjelaskan bahwa tingkah laku seseorang dapat dijelaskan atas dasar reaksi
fisiologik terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Berdasarkan penelitiannya pada tingkah
laku bayi, Watson berpendapat bahwa pada bayi dan anak yang sangat muda terdapat tiga
reaksi yang tak perlu dipelajarinya terlebih dahulu, yaitu terkait rasa takut, kasih sayang, dan
amarah.[3] Di antara buku karangannya yang terkenal adalah, Psichology from the standpoint of
a bevaiorist tahun 1919 dan Psychological care of infant and child tahun 1928.
B. F. Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai
seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses
operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. Gaya mengajar
guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui
pengulangan (drill) dan latihan (exercise).
2. TEORI BEHAVIOR
Teori belajar behavioristik merupakan teori yang didasarkan pada perubahan prilaku
yang bisa diamati. Behaviorme memfokuskan diri pada sebuah pola perilaku baru yang
diulangi samapai prilaku tersebut menjadi otomatis atau membudaya. Teori behaviorisme
mengkonsentrasikan pada kajian tentang prilaku nyata yang bisa diteliti dan diukur. Teori ini
memandang pikiran sebagai sebuah kotak hitam, dalam artian bahwa respon terhadap stimulus
bisa diamati secara kuantitatif, apa yang ada dalam pikiran menjadi diabaikan karena proses
pemikiran tidak bisa diamati secara jelas perubahan prilakunya. Tokoh-tokoh kunci dalam
perkembangan teori behavioris adalah Ivan Pavlov, Watson, Throndike, dan B.F Skinner.
Teori yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov lebih banyak dikenal dengan bunyi bel. Hal
ini dikarenakan Pavlov melakukan eksperimen dengan melibatkan makanan, anjing dan bel.
Pavlov dikenal dengan karyanya tentang pengkondisian klasik atau substitusi stimulus (Smith,
2009:74). Sementara itu Thorndike menyatakan bahwa pembelajaran merupakan formasi
sebuah koneksi antara stimulus dan respons. Teorinya dikenal dengan nama koneksionisme.
Dalam teori koneksionisme, Thorndike mengungkapkan terdapat hukum efek, hukum latihan
dan hukum kesiapan. Pada hukum efek dinyatakan bahwa ketika sebuah koneksi antara
stimulus dan respons diberi imbalan positif maka koneksi diperkuat, dan ketika diberi imbalan
negatif maka koneksi diperlemah, namun Thorndike kemudian merivisi bahwa imbalan negatif
tidak memperlemah ikatan dan imbalan positif belum tentuk memperkuat koneksi.
Sedangkan dalam hukum latihan, Thorndike menyatakan bahwa semakin ikatan
stimulus-respons dipraktekan lebih kuat maka ia akan menjadi semakin kuat, sebalikanya jika
stimulus-respons jarang dipraktekan maka akan semikin lemah. Untuk Hukum kesiapan sendiri
Thorndike menyatakan struktur sistem saraf, unit koneksi tertentu, dalam situasi tertentu
menjadi lebih mempengaruhi prilaku daripada yang lain.
Teori belajar behavioristik yang dikemukan oleh Watson berangkat dari gagasan
Pavlov. Watson mengungkapakan manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi
emosional cinta dan kemarahan. Semua prilaku dibentuk melalui asosiasi stimulus-respons
dengan jalan pengkondisian. Ekperimen Watson yang terkenal adalah dengan melibatkan
seorang anak dan tikus, dimana seorang anak yang awalnya tidak takut dengan seekor tikus
dengan pengkondisiaan tertentu dapat berubah menjadi takut. Hal ini menunjukan
pengkondisoan sangant mempengaruhi perilaku seseorang.
B.F. Skinner percaya pada pola stimulus-respons dalam prilaku yang terkondisikan.
Karya Skinner berbeda dengan pendahulunya (pengkondisia klasik) karena Skinner mengkaji
operant behavior (perilaku disengaja yang digunakan dalam pengoperasian pada lingkungan).
Mekanisme pengkondisian operant behavior yaitu (1) penguatan atau imbalan positif; respons
yang diberi imbalan kemungkinan akan diulangi. (2) penguatan negatif; respons yang membuat
lari dari rasa sakit atau situasi yang tidak diharapkan kemunkinan akan diulangi. (3)
penghentian atau tidak ada penguatan; respons yang tidak diperkuat kemungkinan tidak akan
diualangi. (4) hukuman; respon yang membawa rasa sakit atau konsekuensi yang tidak
diharapkan akan ditekan.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif
tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan
(sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan
penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin
kuat.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon
diperbuat. Ada empat cara penjadwalan reinforcement, yaitu: (a) Fixed-ratio schedule; yang
didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru
memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon. (b) Variable ratio
schedule; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon.
(c) Fixed interval schedule; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi di antara reinforcement.
(d) Variable interval schedule; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama
setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
F. ANALISIS KASUS
1. CONTOH KASUS
Sheyna, 13 tahun, memiliki orangtua yang overprotective dan sangat menuntut supaya
Sheyna mengikuti apa saja perintah yang diberikan kepadanya. Sheyna merupakan anak
bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna menganggap dirinya sangat
bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua memperlakukan Sheyna seperti anak kecil
yang berusia di bawah usia dirinya. Kedua kakak Sheyna sangat pembangkang bahkan kakak
pertama Sheyna (18 tahun) pernah blak-blakan mengaku kepada orangtua mereka bahwa ia
telah melakukan aktivitas seksual dengan teman di sekolah. Tentu saja, orangtua menjadi
sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap isu-isu seksual. Bahkan, orangtua selalu
membahas kepada Sheyna dan kedua kakak bahwa virginity itu harus dijaga hingga kelak
menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding terbalik dengan Sheyna yang sangat pasif dan
penurut, serta menjadi satu-satunya anak yang dianggap “baik” oleh orangtuanya sehingga
Sheyna dijuluki “Little Miss Perfect”.
Ada riwayat sakit mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak
Ibu serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi. Sheyna
mengalami insomnia sejak ia berusia 10 tahun. Setiap malam ia mengalami kesulitan untuk
tidur dan akhirnya mengganggu kegiatan belajar di sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami
penurunan yang cukup parah, sehingga orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-
schooling saja supaya Sheyna dapat mengatur waktu kapan untuk belajar.
Perilaku insomnia  ini dialami Sheyna pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana
kakak pertama Sheyna ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu, kondisi
rumah sangat “panas”,
Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada kesempatan di pagi-siang-sore-malam.
Keadaan semakin memanas karena kakak pertama Sheyna sempat kabur dari rumah bersama
teman yang ia hamili, sehingga memicu pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga
yang anaknya dihamili oleh kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga
kurang-lebih dua bulan dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata seberapa pun
dirinya mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas itu selalu menghantui
Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu, Sheyna mengalami ledakan emosi yang
tinggi. Sejak saat itu, Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk
menghindari pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada di dalam
kamar.
Keluarga dan teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan
teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan menuliskan di
buku diary, komputer, bahkan dinding kamarnya penuh dengan papernote yang ditempelkan
secara berantakan dan berisi ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang Sheyna tuliskan berisi
tentang hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk dibicarakan di dalam keluarganya, seperti
tentang dorongan seksual dan tingkat spiritualitas. Aktivitas ini semakin menjadi-jadi saat ia
merasakan gairah luar biasa untuk melakukan sesuatu. Selama proses pertengkaran di dalam
keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan depresi yang ia miliki semakin menjadi-
jadi karena hingga saat ini Sheyna masih menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan
untuk makan dan konsentrasi. Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali
melakukan percobaan bunuh diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu
sehingga Sheyna masih bisa diselamatkan.
2. ANALISI KASUS
a. Menurut Pandangan Psikoanalisis
Freud, 1917-1950 (dalam Davidson, 2006) dikatakan bahwa potensi depresi diciptakan
pada awal kanak-kanak. Dalam periode oral, kebutuhan seorang anak dapat kurang dipenuhi
atau dipenuhi secara berlebihan sehingga menyebabkan seseorang terfiksasi pada tahap ini, dan
tergantung pada pemenuhan kebutuhan instingtual yang menjadi ciri tahap ini. Dengan
terbawanya kondisi tersebut dalam tahap pematangan psikoseksual, fiksasi pada tahap oral
tersebut, orang yang bersangkutan dapat memiliki kecenderungan untuk sangat tergantung
pada orang lain untuk mempertahankan harga dirinya. Pada kasus sheyna, Sheyna menganggap
dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua memperlakukan Sheyna
seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya. Oleh sebab itu Sheyna mengalami fiksasi
perkembangan sehingga ia sangat bergantung terhadap orang tuanya.
Dalam psikoanalisa, Freud berpendapat bahwasannya tujuan dari kehidupan adalah
kematian dari sinilah kemudian muncul dorongan agresif yang tujuannya untuk
mempertahankan ego atau ke-akuan dengan cara menyalurkan insting kematian yang sifatnya
merusak ke objek luar dan mengubahnya menjadi tindakan yang bisa diterima oleh lingkungan,
hal ini dimaksudkan untuk menyalurkan energi dari insting kematian, namun kegagalan ego
untuk menyalurkan insting kematian keluar dirinya menyebabkan agresi berbalik kedalam
dirinya sendiri dan apabila cukup kuat orang tersebut akan bunuh diri. Hal ini sama seperti
yang dialami oleh Sheyna. Ia tidak dapat mempertahankan egonya dengan cara menyalurkan
instring negatif (agersi) akibat pandangan keluarganya tentang dirinya sebahai anak yang
penurut serta ia tidak ingin menambah beban bagi orang tuanya karena kakanya selalu berbuat
masalah sehingga ego kematian (ageresi) itu berbalik kepada dirinya dengan cara keinginan
dan percobaan bunuh diri.
b. Menurut Pandangan Humanistik
Menurut teori humanistic Carl Roger, depresi muncul akibat inkongruensi antara self
dengan pengalaman. Proses terjadinya depresi diawali dengan self condition of worth. Kondisi
ini muncul ketika positive regard dari orang-orang yang berarti bagi diri individu, memberikan
syarat (condition). Condition of worth tersebut menstimulus inkongruensi antara self dan
pengalaman yang akhirnya mewujudkan kerentanan (vulnerability). Inkongruensi tersebut
selanjutnya menyebabkan adanya kesenjangan antara konsep diri real (self real) dengan konsep
diri ideal (self ideal). Semakin senjang konsep diri real (self real) dengan konsep diri ideal (self
ideal) akan semakin tinggi tingkat depresi individu.
Dalam kasus Sheyna, self condition of worth muncul ketika untuk mendapatkan perhatian
dari kedua orang tuanya ia harus menjadi apa yang orang tuanya mau. Ia harus mejadi anak
penurut “little miss perfect” bagi orang tuanya. Selain itu ditambah dengan pertengkaran
orangtua dengan kakaknya, pertengkaran keluarga dengan keluarga pacar kakaknya,
pertengkarang kedua orang tuanya, dan lain-lain menambah daftar pengalaman yang kurang
menyenangkan dalam hidup Sheyna. Hal ini menstimulasi inkongruensi antara self dan
pengalaman. Inkongruensi tersebut menyebabkan adanya kesenjangan antara konsep diri real
dengan konsep diri ideal dalam diri Sheyna dan kesenjangan inilah yang memunculkan depresi
pada diri sheyna.
c. Menurut pandangan Kognitif
Menurut teori kognitif depresi disebabkan oleh cara berpikir yang salah terhadap dirinya,
sehingga ia cenderung menyalahkan dirinya sendiri (Lubis, 2009) ini disebabkan adanya
distorsi kognitif yang dialami terhadap diri, dunia dan masa depannya, hal inilah yang
kemudian menimbulkan model kognitif depresi. Model ini terdiri dari tiga konsep khusus yaitu
cognitive triad, yang merupakan cara memandang diri secara negative, mengintepretasi
pengalaman secara negative serta memandang masa depan secara negatif.
Dalam kasus Sheyna, sheyna memandang dirinya negative akibat ketidak mampuan dia
untuk menjadi anak mandiri. Selain itu sheyna juga memandang dirinya tidak dapat melakukan
apa yang menjadi kehendaknya. Untuk dapat diterima oleh keluarganya ia harus menjadi
seperti apa yang keluarganya inginkan sehingga ia tadap menjadi drisendiri. Hal ini
menyebabkan sheyna cenderung memeberi atribut pengalaman yang tidak menyenangkan pada
dirinya sendiri dan cenderung menolak dirinya sendiri. Ia mengkritik dan menyalahkan dirinya
atas kesalahan dan kelemahan yang diperbuatnya. Kemudian pengalaman negative berupa
tekanan-tekanan dari konflik yang ada di dalam keluarga sheyna dan tuntuan-tuntuan dari
keluarganya mengahdirkan halangan-halangan yang merintangi dirinya mencapai tujuan. Hal
ini mengakibatkan sheyna keliru dalam menafsirkan interaksinya terhadap lingkungan.
Selanjutnya Sheyna memandang masa depannya menjadi negative hingga ia memutuska untuk
melakukan percobaan bunuh diri karena merasa masadepannya tidak akan cemerlang. Pada
orang deprsi pada umumnya memiliki antisipasi terhadapa masa depan. Antisipasinya
mengenai masa depan bisanya merupakan perpanjangan dari pandangannya mengenai keadaan
saat ini. Keadaan sheyna yang penuh konflik keluarga serta krisi identitas ini ia asumsikan
akan terus berlanjut hingga masa depannya. Hal ini lah yang mendorong sheyna untuk
melakuakan percobaan bunuh diri.
d. Menurut Pandangan Gestalt
Menurut pandangan gestalt, kepribadian masalah muncul akibat ketik mampuan
mempresepsi suatu kejadian sehingga munculnya polaritas-polaritas ataupun dikotomi-
dikotomi dalam diri individu. Dalam kasus Sheyna, akibat ia tidak dapat mandiri dan selalu
menuruti kehendak orang tuanya mengakibatkan ia tidak mampu mempersepsi sebuah masalah
secara utuh. Ia terbisa melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak orangtuanya. Ketika ia harus
menghadpi serangkaian konflik yang terjadi dikeluarganya, mengakibatkan Sheyna kesulitan
dalam mempersepsi dirinya. Ia tidak dapat memahami perbedaan aktualisasi gambar diri dan
juga aktualisasi diri yang sesungguhnya. Hal ini lah yang menimbulkan konflik dalam dirinya
dan menicu adanya depresi dan keinginan untuk bunuh diri.
e. Menurut Pandangan Behavior
Aliran behaviorisme memandang depresi sebagai akibat langsung dari berkurangnya
tingkat reward (penghargaan) yang diperoleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Semua
orang membutuhkan semua rangsang pengukuh seperti makanan, kehangatan, rasa nyaman,
afeksi, dan stimulasi. Jika seseorang kehilangan pengukuh tersebut, maka ia akan mulai
mengalami depresi (Ahmad, 1994). Dalam kasus yang dialami sheyna, konflik yang dialami
keluarganya mengakibatkan ia kurang mendapat perhatian dan reward tentang apa yang ia
lakukan. Sehingga ia mempunyai penghargaan yang rendah terhadap dirinya dan
mengembangkan konsep diri yang rendah. Hal ini lah yang memicu munculnya depresi pada
diri sheyna. Selain itu konflik yang terjadi (stimulus) mengakibatkan sheyna mengurungdiri
(behavior) agar ia mendapatka ketenangan didalam kamarnya (consequence). Mekanisme
inilah yang mengakibatkan sheyna akhirnya mengurung diri di kamarnya.
Daftar Pustaka
5 Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s Report. Book/Cole Publising
Company
Afandi, muslim. 2014. Teori client centered rogers. Potensia: vol 2 no 1
Alwisol. 2009. Psikologi kepribadian. UMMpers: malang
Amalia, Lia. 2013. Menjelajahi diri dengan Teori Kepribadian Carl R. Rogers. MUADDIB
Vol.03 No.01
B.R. Hergenhann and Mettew H.Olson, 1997, An Introduction to The Theories of Learning, New
Jersey: Prantice hall. Inc.
Ernest Ropiequet Hilgard, 1975, Theories Of Learning: The Century Psychologi Series, Printice-
Hall, Inc., and Englewood Cliffs, N.J.
Familus. 2016. Teori Belajar Aliran Behavioristik serta Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal
PPKn & Hukum: Vol. 11 No. 2
Feist, J., & Feist, G. J. (2013).Teori Kepribadian (7th ed) jilid 1.(Sjahputri, S. P., Penerj.).
Jakarta : Salemba Empat.
Feist, J., & Feist, G. J. (2013).Teori Kepribadian (7th ed) jilid 2.(Sjahputri, S. P., Penerj.).
Jakarta : Salemba Empat.
Gunarsa, S.D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia
Guy R. Lefrancois, 1995, Theories of Human Learning. Kros’s Report. Book/Cole Publising
Company.
Hidayati, Titin Nur. 2011. Implementasi Teori Belajar Gestalt pada Proses Pembelajaran.
JURNAL FALASIFA. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
https://kolompsikologi.wordpress.com/2013/10/19/bipolar-anak/
Iskandar. (2016). Implementasi Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Maslom terhadap
peningkatan kinerja pustakawan. Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan
Khizanah Al- Hikmah, 4(1), 24-34.
King, L. A. (2012). Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif jilid 2. (Marwensdy, B.,
Penerj.). Jakarta : Salemba Humanika.
Loward S. Friedman & Miriam W. Schuctack, Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern,
Jakarta: Erlangga, 2006, Cet I, hal. 259
Made Wena, 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta. Bumi Aksara
Malcom Kowles, 1986, The Adult Learner A Neglected Spesies. Gulf Publising Company Book
Division, Houston, Texas,
Mark K. Smith dkk, 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta. Mieza Media
Pustaka.
Minderop, Albertine. 2013. Psikologi Sastra.”Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus”.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), h. 66
Mukaromah, Luluk & Nuqul, Fathul Lubabin. 2014. Dinamika Psikologis pada Perilaku
Percobaan Bunuh diri. Psikoislamika: vol 11 no 2
Rob Phillips, 1997. The developer’s handbook to interactive multimedia. Kogan Page, London.
Stirling (USA)
Rosada, Ulfa Danni. Model Pendekatan Konseling Client Centered Dan Penerapannya Dalam
Praktik .e-journal.unipma.ac.id
Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.
Setiyani, wiwik.2017. implementasi psikologi humanistic carl rogerpada trasdisi local nyadran di
jambe gemarang kedunggalar ngawi. ISLAMICA: Jurnal studi Keislaman vol 12 no 1
Stephen M Alessi & Stanley R. Trollip, 2001. Multimedia for learning; methods and
development. Allyn and Bacon
Stephen N. Elliot, Thomas R. Kratochwill, Joan Littlefield Cook, and John F. Travers, 2000,
Educational Psychology: Efective Teaching, Effective Learning, McGraw-Hill Higher
Education, Edisi International
Sujanto , Agus dkk, 2001. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Perkasa
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Sutarto. 2017. Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic Counseling: Vol 1
No. 02

Anda mungkin juga menyukai