Ami Dan Omi
Ami Dan Omi
Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat
suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya
plak. (Kabo, 2008).
Menurut Corwin (2009) AMI adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan
oksigen berkepanjangan.
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak
adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Sudarth, 2002)
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
(Suyono, 1999)
Sedangkan menurut Tjokonegoro dan Utama (1996) AMI adalah nekrosis miokard akibat aliran
darah ke otot jantung terganggu.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa AMI adalah adanya sumbatan/plak di arteri
koroner sehingga menyebabkan kematian sel-sel miokardium akibat aliran darah dan oksigen
keotot jantung terganggu.
⦁ PENYEBAB AKUT MIOKARD INFARK
Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner, dan kemudian tersangkut
dibagian hilir yang menyumbat aliran darah keseluruh miokardium yang diperdarahi oleh
pembuluh dan dapat menyebabkan infark miokardium. Infark miokardium juga dapat terjadi
apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk
menyumbat secara total aliran darah ke bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami
hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi. (Corwin, 2000).
Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklorosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard
akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk
pada plaque aterosklorosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri
koroner dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke
epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. Secara
morfologis, AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI dapat trasmural mengenai seluruh
dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada AMI
sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya
berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat
regional (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). (Tjokonegoro & Utama, 1996).
⦁ GAMBARAN KLINIS
Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas infark miokardium (suatu
serangan jantung tersamar), biasanya timbul manifestasi klinis yang bermakna:
⦁ Nyeri dengan awitan yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan memiliki sifat meremukan
dan parah. Nyeri dapat menyebar kebagian atas tubuh mana saja, tapi sebagian besar menyebar ke
lengan kiri, leher, atau rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona
nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung.
⦁ Timbul mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri yang hebat.
⦁ Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot-otot rangka.
⦁ Kulit yang dingin, pucat akibat vasokontriksi simpatis.
⦁ Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan aldosteron
dan ADH.
⦁ Takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung.
⦁ Keadaan mental berupa rasa cemas besar disertai perasaan mendekati kematian. (Corwin,
2000).
⦁ AMI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang mungkin
menyebar keleher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, AMI
didahului oleh serangan-serangan angina pektoris. Namun, berbeda pada nyeri dada angina
pektoris, nyeri dada AMI biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari dan tidak banyak
berkurang dengan nitrogliserin. Nadi biasanya cepat dan lemah, dan pasien sering mengalami
diaforesis. Sering timbul sesak dan hal ini diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas miokardium
yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema paru. Pada AMI masif yang mengenai
lebih dari 40% ventrikel kiri, timbul syok kardiogenik. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai
30%), AMI tidak menimbulkan nyeri dada. AMI “silent” ini terutama terjadi pada pasien dengan
diabetes melitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut. (Kumar, Cortan, & Robins,
2007).
⦁ FAKTOR RESIKO
Secara garis besar terdapat dua jenis factor resiko bagi setiap orang untuk terkena AMI, yaitu
factor resiko yang bisa dimodifikasi dan factor resiko yang tidak bisa dimodifikasi.
⦁ Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
Merupakan factor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa
dihilangkan. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya:
⦁ Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis;
peningkatan trombogenesis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
⦁ Konsumsi alcohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia
bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar
HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih controversial. Tidak semua literature
mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
⦁ Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae, organisme gram negative intraseluler dan penyebab umum
penyakit saluran pernafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik.
⦁ Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan
meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri
sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatan kebutuhan
oksigen jantung.
⦁ Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan
kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
⦁ Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu
sebesar 20-40 %.
⦁ Penyakit Diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2-4 lebih tinggi
dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan
peningkatan trombogenesis).
⦁ Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Merupakan pactor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya:
⦁ Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnya setelah
menopause).
⦁ Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen yang bersifat protective pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan
laki-laki pada wanita setelah masa menopause.
⦁ Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan factor
resiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat.
⦁ Ras/Suku
Insidensi kematian akibat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan
dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS apro-karibia.
⦁ Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara
dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan
kehidupan urban.
⦁ Tipe kepribadian
Tipe kepribadian A yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius,
dan gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan
abnnormalitas metabolisme lipid.
⦁ Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi
istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat PJK
dibandingkan istri pekerja professional/non-manual. (Ilham, 2010).
⦁ PENATALAKSANAAN
⦁ Istirahat total.
⦁ Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila gagal jantung).
⦁ Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
⦁ Atasi nyeri :
⦁ Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
⦁ Lain-lain : nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
⦁ Oksigen 2-4 liter/menit.
⦁ Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomnia dapat ditambah
flurazepam 15-30 mg.
⦁ Antikoagulan :
⦁ Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip IV dilakukan atas indikasi.
⦁ Diteruskan asetakumoral atau warfarin.
⦁ Streptokinase / trombolisis.
⦁ Pengobatan ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.
Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan
trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%. (Punsalan, 2009).
⦁ PEMERIKSAAN
⦁ Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik jantung. Melalui aktivitas elektrik
jantung dapat diketahui irama jantung, besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot
jantung inilah yang memiliki kaitanya dengan PJK.
⦁ Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan untuk mendiagnosis
apakah seseorang terkena menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat
ringannya penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas
jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
⦁ Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati
struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai fungsi jantung.
⦁ Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan kedalam arteri
koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan diarteri koroner.
⦁ Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang menembus organ.
Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang mengubahnya menjadi data elektrik dan
diteruskan ke sistem komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
⦁ Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran, yang menggunakan
interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar
0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
⦁ Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian dideteksi dengan
menggunakan kamera gamma atau kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi
berdasrkan pola organ yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).
⦁ KOMPLIKASI AMI
⦁ Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokard berkurang. Embolus tersebut dapat
menghambat aliran darah kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark pertama.
⦁ Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah
yang diterimanya.
⦁ Disritmia adalah komplikasi tersering pada infark, terjadi akibat perubahan keseimbangan
elektrolit dan penurunan PH.
⦁ Dapat terjadi syok kardiojenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama.
⦁ Dapat terjadi ruptur miokardium selama atau segera setelah suatu infark besar.
⦁ Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung, (biasanya beberapa hari setelah infark).
⦁ Setelah infark miokard sembuh, terbentuk jaringan parut yang menggantikan sel-sel
miokardium yang mati. Apabila jaringan parut ini cukup luas, kontraktilitas jantung dapat
berkurang secara permanen. (Corwin, 2009).
⦁ PENCEGAHAN
⦁ Makanan yang baik dan pengaturan gizi untuk PJK
Hanbook of Clinical Nutrition (2006) karangan Heimburger dan Ard secara jelas menguraikan
bagaimana makanan / nutrisi berperan dalam pencegahan berbagai penyakit termasuk diantaranya
adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hati, penyakit ginjal, kegemukan,
osteoporosis dan juga penyakit kanker. Makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan
penyakit jantung dan pembuluh darah adalah lemak jenuh (saturated fat), kolesterol, makanan
yang mengandung kalori berlebihan, garam berlebihan, dan daging (kecuali ikan). Sedangkan
makanan yang memiliki resiko rendah termasuk disini adalah karbohidrat kompleks, mono-and
poly-unsaturated fatty acid (MUFA dan PUFA), asam lemak Omega-3 yang berasal dari ikan,
makanan berserat yang cepat larut, polifenol protein kacang kedelai, antioksidan, buah, sayur,
asam folat, vit. K, D, dan kalsium.
Untuk mencapai gizi seimbang, dianjurkan kebutuhan energi diperoleh 60-75% dari karbohidrat,
10-15% dari protein dan 10-25% dari lemak. Dengan demikian, dalam pengaturan diet, yang
pertama dilakukan adalah menetukan kebutuhan energi setiap hari, yaitu melalui besarnya basal
metabolic rate (angka metabolisme basal = AMB) dan aktivitas fisik. AMB dapat dihitung
dengan cepat dengan rumus:
Laki-laki = 1 kkal x Kg BB x 24 jam
Perempuan = 0,95 kkal x KgBB x 24 jam
Kalori (kkal); berat badan (BB)