Anda di halaman 1dari 22

Tugas Praktek Pekerja Sosial komunitas

“Model Intervensi Komunitas Pengusaha Batik Di Kabupaten Pekalongan”


( Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Praktek Pekerja Sosial komunitas)

Dosen pengampu:
Akhmad Munif Mubarok S.sos., M.Si

Oleh : Reyhatul Jannah A.R


150910301004

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2018
1. Konsep Intervensi

a. Pengertian Intervensi

Intervensi Sosial dapat diartikan sebagai cara atau strategi memberikan


bantuan kepada masyarkat, individu, kelompok, komunitas. Intervensi sosial
merupakan metode yang digunakan dalam praktik dilapangan pada bidang
pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial dan kesejahteraan
sosial adalah dua bidang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
seseorang melalui upaya perubahan terencana terhadap individu, kelompok,
maupun komunitas. Ikatan perubahan terencana agar upaya bantuan diberikan
dapat dievaluasi dan diukur keberhasilannya, intervensi sosial dapat pula diartikan
sebagai suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok
sasaran perubahan dalam hal ini adalah individu, keluarga, dan kelompok.

Intervensi Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional Pekerjaan Sosial


yang dikenakan/ditujukan kepada orang, baik secara individu, kelompok, maupun
masyarakat, baik yang bersifat residual ataupun institusional, baik langsung
maupun tidak langsung, baik preventif, kuratif-rehabilitatif, developmental-
edukatif, maupun preventif, yang dilandasi oleh seperangkat ilmu pengetahuan
dan ketrampilan, dan kode etik profesi.

Menurut Black’s Law Dictionary, intervensi merupakan ikut campur


tangannya suatu negara dalam urusan negara lain dengan memanfaatkan kekuatan
ataupun ancaman yang dimilikinya. Sehingga jika dijelaskan pengertian intervensi
adalah sebuah perbuatan atau tindakan campur tangan yang dilakukan oleh suatu
lembaga ( badan ) terhadap sebuah permasalahan yang terjadi antara dua pihak
atau beberapa pihak sekaligus, dimana tindakan yang dilakukan tersebut akan
merugikan salah satu pihak yang sedang bermasalah (bertikai)

b. Tujuan dan Fungsi Intervensi

Tujuan utama dari intervensi sosial adalah memperbaiki fungsi sosialorang


(individu, kelompok, masyarakat) yang merupakan sasaran perubahan.Ketika
fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan bahwa
kondisisejahtera akan semakin mudah dicapai. Kondisi sejahtera dapat
terwujudmanakala jarak antara harapan dan kenyataan tidak terlalu lebar.
Melaluiintervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi kelompok
sasaranperubahan akan diatasi. Dengan kata lain, intervensi sosial berupaya
memperkeciljarak antara harapan lingkungan dengan kondisi riil klien.

Fungsi dilakukannya intervensi dalam pekerjaan sosial, diantaranya


adalahmencari penyelesaian dari kelayan masalah secara langsung yang tentunya
denganmetode-metode pekerjaan sosial, menghubungkan kelayan dengan sistem
sumber,membantu kelayan menghadapi masalahanya, menggali potensi dari
dalam dirikelayan sehingga bisa membantunya untuk menyelesaikan masalahnya.

c. Intervensi Sosial Komunitas

Pengertian Komunitas Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai kumpulan


individu (bisa juga dalam bentuk kelompok) yang masih memiliki tingkat
kepedulian dan interaksi antar anggota masyarakat yang menempati suatu wilayah
yang relatif kecil (lokalitas) dengan batas-batas yang jelas. (Nasdian, 2014)
Sedangkan menurut Kenny (2007) pengertian komunitas dapat dipahami secara
deskriptif dan normatif. Secara deskriptif pengertian komunitas merujuk kepada
sekelompok orang yang di dalamnya terdiri dari individu-individu yang memiliki
perasaan sebagai bagian dari jaringan komunitas tersebut, dilandasi dengan ikatan
solidaritas, kepercayaan dan keamaan bersama. Secara normatif, komunitas dapat
menunjukkan adanya kepentingan untuk berbagi dan bekerja sama di dalam
segala aspek kehidupan manusia. Peran normatif ini berlangsung secara terus
menerus karena pada ruang ini tatanan normatif dalam komunitas dapat
berkembang menjadi sebuah ideologi bersama. Ideologi bersama dalam komunitas
dapat digunakan untuk menyamarkan adanya konflik kepentingan. Dalam
kaitannya dengan luas lingkup intervensi komunitas, Mayo merujuk kepada
Gulbenkian Report 1969 (dalam Adi, 2013) melihat setidaknya komunitas
mempunyai tiga tingkatan yang berbeda dimana sebuah intervensi komunitas
dapat dilakukan, yaitu:
a) grassroot ataupun neighbourhoodwork (pelaku perubahan melakukan
itervensi terhadap kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut,
misalnya di dalam suatu Kelurahan ataupun Rukun Tetangga)
b) local agency dan inter-agency work (pelaku perubahan melakukan
intervensi terhadap organisasi paying di tingkat local, provinsi ataupun di
tingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang terkait serta
organisasi non pemerintahan yang berminat terhadap hal tersebut)
c) regional dan national community planning work (misalnya pelaku
perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan
pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan
yang mempunyai cakupan lebih luas dari bahasan di tingkat lokal)

Model intervensi adalah suatu model analisis data dengan jangka waktuyang pada
awalnya banyak digunakan untuk mengekplorasi dampak dari kejadian– kejadian
eksternal yang di luar dugaan terhadap variabel yang menjadi obyekpengamatan,
sehingga pada hal ini model intervensi berada pada level komunitas.Model
intervensi komunitas memainkan peran penting dalampembangunan sosial di
Indonesia, dalam pemberdayaan terhadap suatu kelompokmasyarakat atau
komunitas tertentu. Berikut merupakan beberapa contoh modelpendekatan dalam
intervensi komunitas:

1. Menurut Rothman dan Tropman mengemukakan 3 model intervensi


dalampengorganisasian masyarakat , yaitu:
Model A : Pengembangan Masyarakat Lokal (Community Action)

Pengembangan pada hal ini lebih bertujuan pada proses. Dimana suatu
komunitas di kembangkan kemampuan/kapasitasnya sehingga komunitas tersebut
mampu berupaya dalam memecahkan masalah warga komunitas secara kooperatif
(bekerja sama) berdasarkan kemampuannya menolong diri sendiri. Komunitas
lokal seringkali menjadi suatu komunitas minoritas dimana tertutupi oleh
masyarakat luas sehingga menyebabkan suatu kesenjangan. Kesenjangan tersebut
dapat terjadi pada relasi antar pribadi dan keterampilan dalam memecahkan
masalah. Sehingga dapat menimbulkan anomie, keterasingan dan terkadang
menimbulkan kelainan jiwa antara warga komunitas. Selain itu, komunitas juga
seringkali dipandang sebagai ikatan tradisional dipimpin oleh kelompok kecil
pemimpin-pemimpin konvensional, terdiri dari populasi yang buta huruf dan
mempunyai kesenjangan dalam keterampilan memecahkan masalah. Dalam
pengembangan komunitas lokal, adanya upaya dalam mengembangkan
keterlibatan warga komunitas dalam menentukan kebutuhan yang dirasakan dan
memecahkan masalah mereka. Taktik dalam pengembangan masyarakat lebih
menekankan pada pencapaian konsensus. Biasanya dilakukan melalui komunikasi
dan proses diskusi yang melibatkan berbagai macam individu dan kelompok.
Dalam hal ini ditekankan pentingnya teknik-teknik deliberatif (menimbang atau
konsultasi) dan kooperatif (kerja sama) pada penerapan pengembangan komunitas
lokal karena teknik-teknik tersebut membedakan peranannya dengan peranan
seorang aktivis (yang lebih berpotensi pada aksi sosial), dimana mereka lebih
menekankan pada pendekatan konflik. Peranan yang dilakukan oleh CW
(Community Work) lebih banyak merujuk sebagai enabler, yaitu seorang CW
yang membantu warga komunitas agar dapat mengetahui apa saja kebutuhan
warga komunitas; mengidentifikasikan masalah mereka; dan mengembangkan
kapasitas komunitas agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara
lebih efektif. Media perubahannya adalah melalui penciptaan atau kreasi
kelompok-kelompok kecil yang berorientasi pada tugas. Hal ini tentunya
membutuhkan kemampuan untuk membimbing kelompok-kelompok tesebut ke
arah penemuan dan pemecahan masalah secara kolaboratif. Struktur kekuasaan
sudah tercakup didalam konsep mengenai komunitas itu sendiri. Setiap segmen
komunitas dianggap sebagai bagian dari sistem klien. Selain itu, anggota-anggota
dari struktur kekuasaan ditempatkan pada posisi sebagai kolaborator dari ventura
(usaha) yang bersifat umum. Dalam pengembangan komunitas lokal, total
komunitas biasanya didasarkan pada kesatuan geografis seperti daerah pantai,
dusun, kampung atau desa. Kepentingan kelompok dalam komunitas bersifat
umum atau mendasar. Oleh karena itu diperlukan permufakatan yang responsif
terhadap pengaruh dari pemikiran yang rasional, komunikasi, dan niat baik
bersama. Pengembangan komunitas mempunyai asumsi bahwa warga komunitas
akan mampu menangani masalah yang mereka hadapi melalui upaya
berkelompok. Dalam hal ini, tentu dibutuhkan kejujuran dalam berkomunikasi
dan memberikan umpan balik. Klien dipandang sebagai warga yang sederajat
yang memiliki kekuatan-kekuatan yang perlu diperhatikan , belum semua
kekuatan yang ada pada di diri klien dapat dikembangkan dengan baik.
Community Work di sini berusaha mengembangkan apa yang belum
dikembangkan secara optimal tersebut dengan memfokuskan pada kemampuan
klien. Dari pandangan ini terlihat bahwa setiap warga komunitas adalah sumber
daya yang berharga. Peran klien dalam pengembangan komunitas lokal dipandang
sebagai partisipan aktif dalam proses interaksi satu dengan yang lainnya, juga
dengan community work nya. Penekanan utama diberikan pada kelompok dalam
komunitas, di mana warga komunitas bersama berusaha belajar dan
mengembangkan diri.

Model B : Kebijakan Sosial/Perencanaan Sosial (Planning)

Perencanaan sosial, kategori tujuannya lebih ditekankan pada taskgoal


(tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas). Pengorganisasian perencanaan
sosial biasanya berhubungan dengan masalah-masalah sosial yang konkrit dan
nama-nama bagian (departemen) yang juga mencirikan hal ini. Seorang perencana
sosial cenderung melihat komunitas sebagaisejumlah kondisi masalah sosial yang
inti, atau masalah inti yang bersifatkhusus dengan minat dan kepentingan tertentu.
Strategi dasar dari pola initergambar dalam ungkapan ”marilah kita kumpulkan
fakta dan lakukanlangkah-langkah logis berikutnya”. Dengan kata lain, seorang
perencanabiasanya berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai
masalahyang dihadapi sebelum warga komunitas memilih tindakan yang
rasionaldan tepat dilakukan. Perencanaan dalam pengumpulan dan analisis
faktabisa saja menggunakan tenaga di luar komunitas tersebut, begitupuladalam
upaya mengembangkan program dan kegiatan yang dilakukan.Meskipun
demikian, mereka tetap mendasari tugasnya berdasarkan faktadari warga
komunitas tersebut. Sehingga pemufakatan ataupun konflikdapat ditolerir dalam
pendekatan ini, selama tidak menghalangi prosespencapaian tujuan. Dalam
perencanaan sosial klien lebih dilihat sebagaikonsumen dari suatu pelayanan dan
mereka akan menerima sertamemanfaatkan program dan pelayanan sebagai hasil
dari prosesperencanaan. Meskipun demikian, klien memainkan peranan
sebagaipenerima pelayanan. Klien aktif mengkonsumsi pelayanan-pelayanan
yangdiberikan, tetapi bukan dalam proses menentukan tujuan dan
kebijakan.Fungsi pembuatan kebijakan dijalankan oleh si perencana
setelahmelakukan konsesus dengan elit.

Model C : Aksi Sosial (Social Action)

Pendekatan aksi sosial mengarah pada task goal dan process goal.Beberapa
organisasi aksi sosial memberi penekanan pada upayaterbentuknya peraturan yang
baru atau mengubah praktek-praktek tertentu.Biasanya tujuan ini mengakibatkan
adanya modifikasi kebijakanorganisasi-organisasi formal. Seorang praktisi aksi
sosial mempunyai caraberpikir yang berbeda. Mereka lebih melihat komunitas
sebagai hirarki danprivilage dan kekuasaan, Target dari para praktisi aksi sosial
adalah wargakomunitas yang mendapat tekanan, diabaikan, tidak mendapat
keadilan,dieksploitasi oleh pihak tertentu, dan sebagainya. Strategi perubahandari
pola aksi sosial terlihat dari ungkapan ”Mari kita mengorganisir diriagar dapat
melawan para penekan kita”. Ungkapan tersebut merupakankristalisasi isu-isu
yang dihadapi warga komunitas, yang kemudianmembuat warga komunitas
menegenali ”musuhnya” dan mengorganisirdiri dan membentuk aksi massa untuk
ganti memberikan tekanan terhadapkelompok sasaran warga komunitas. Para
praktisi aksi sosial lebihmenekankan pada taktik konflik sesuai dengan peran
mereka sebagaiactivist/ developer, dengan cara melakukan konfrontasi dan aksi-
aksilangsung. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan untuk memobilisir
massasebanyak mungkin untuk melaksanakan demonstrasi bahkan kalau
perludengan melakukan pemboikotan.Taktik dan teknik yang sangat berperan
dalam perencanaan sosialadalah teknik pengumpulan data dan ketrampilan untuk
menganalisis.Taktik konsensus maupun konflik mungkin saja diterapkan, tetapi
semuaitu tergantung dengan hasil analisis perencana tersebut terhadap situasiyang
ada. Peran yang biasa digunakan oleh perencana sosial adalahperanan sebagai
expert (pakar). Peran ini lebih menekankan padapenemuan fakta, implementasi
program, dan relasi dengan berbagaimacam birokrasi, serta tenaga profesional dari
berbagai disiplin. Peran sebagai pakar setidak-tidaknya terdiri dari bebrapa
komponen, yaitu:

1) diagnosis komunitas;
2) ketrampilan melakukan penelitian;
3) Informasi mengenai komunitas yang lain;
4) saran terhadap metode dan prosedur organisasi;
5) informasi teknis; dan
6) kemampuam mengevaluasi. Media perubahannya adalah
menipulasi organisasi (termasuk di dalamnya adalah relasi antar
organisasi) seperti juga dengan pengumpulan dan analisis data.

Pada perencanaan sosial, struktur kekuasaan biasanya munculsebagai sponsor atau


”boss” (employer) dari praktisi (perencana). Olehkarena itu, sangatlah sulit bagi
seorang untuk membedakan antara paraperencana dengan organisasi yang
mempekerjakannya. Para perencanabiasanya merupakan tenaga profesional yang
terlatih dengan baik. Dalammemberikan pelayanan, ia membutuhkan dukungan
perangkat keras danperangkat lunak, serta bantuan dana dan fasilitas. Biasanya
seorangperencana hanya bisa mendapat dukungan itu dari orang yang
memilikikekuasaan. Oleh karena itu dalam perencanaan perlu dilakukan
konsensusdengan kelompok elit, sebagai pembuat kebijakan dalamsuatu
perencanaanorganisasi. Konsensus ini biasanya baru dapat tercapai bila ada
dukungandata yang faktual karena perencana sangat mementingkan data
yangfaktual.

Klien dari perencana sosial bisa merupakan kesatuan geografis,tetapi dapat pula
merupakan kesatuan fungsionalnya, misalnya kelompokpenyandang cacat,
kelompok profesi, kelompok pecinta buku, dankelompok-kelompok lainnya. Pada
perencana sosial tidak ada asumsi yangpermasif mengenai tingkat konflik
kepentingan. Pendekatan yang merekalakukan lebih bersifat pragmatis, dan
berorientasi untuk menanganimasalah tertentu, sehingga aktor kurang memainkan
peranan di sini. Padapola aksi sosial, peran yang dilakukan oleh CW lebih
mengarah pada peransebagai advokat dan aktivis. Media perubahannya adalah
denganmenciptakan pengorganisasian dan pergerakan massa untukmempengaruhi
proses politis. Oleh karena itu, pengorganisasian massapada aksi sosial menjadi
isu yang penting.Struktur kekuasaan oleh para praktisi aksi sosial dianggap
sebagaitarget eksternal dari suatu tindakan, sehingga dapat dikatakan
bahwastruktur kekuasaan berada di luar sistem klien. Struktur
kekuasaanseringkali dianggap sebagai kekuatan antitesis yang akan menekan
klien.Klien dari praktisi aksi sosial biasanya merupakan bagian dari
wargakomunitas yang membutuhkan bantuan. Mereka dapat dikatakan
sebagaikelompok yang membutuhkan pelayanan tetapi tidak terjangkau
olehpelayanan tersebut; ataupun ditolak untuk mendapatkan pelayanantersebut.
Dalam pola aksi sosial, para praktisi lebih melihatkelompok – kelompok tersebut
sebagai ”teman-teman partisan”dibandingkan sekelompok klien.Pada pola aksi
sosial ada asumsi bahwa kepentingan dari masing – masing bagian dalam warga
komunitas sanagt bervariasi dan sulit diambilkata mufakat. Seringkali cara-cara
koersif harus dilaksanakan sepertimelakukan pemboikotan, perundang-undangan,
dan sebagainya sebelumpenyesuaian dapat terjadi. Mereka yang mempunyai
kekuasaan danprivilage dari/ terhadap kelompok-kelompok yang kurang
diuntungkantersebut seringkali tidak mau melepaskan keuntungan yang mereka
dapat.Dorongan-dorongan dari kepentingan pribadilah yang menyebabkanmereka
merasa bodoh kalau mereka melepaskan apa yang sudah merekamiliki. Dalam
pola ini, klien atau warga komunitas lebih dilihat sebagai”korban” dari suatu
sistem.Dalam pola aksi sosial, klien biasanya merupakan ”bawahan”bersama
dengan praktisi aksi sosial, dan mereka berusaha ”mendobrak”sistem yang ada.
Praktisi di sini juga memainkan peranan sebagai”bawahan” dan ”pelayan” warga
komunitas, bersama dengan ”teman-teman praktisan” mereka menjadi kelompok
penekan yang mencobamemberikan tekanan terhadap kelompok elit. Disamping
ketiga polapengorganisasian warga komunitas di atas, dalam
pengembanganmasyarakat, terdapat pula pola pengorganisasian yang lain, yang
diadopsidari disiplin pemasaran, yaitu Pendekatan Pemasaran Sosial.
Pendekatanini memfokuskan pada upaya memasarkan suatu produk sosial
kepadakelompok sasarannya.
d. Peran Pekerja Sosial dalam Intervensi Sosial

Spergel (1975: 315-319), Zastrow (2010: 70-72) dan adi (2013) melihatbahwa
banyak peran dapat dijalankan oleh community worker ketika
melakukanintervensi komunitas. Meskipun demikian secara konvensional,
sekurang-kurangnya ada tujuh peran yang sering kali diadopsi dan dikembangkan
olehcomunity worker, yaitu sebagai:

1. Pemercepat perubahan (Enabler)

Sebagai enabler sebagai comunity worker membantu masyarakat agardapat


mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalahmereka, da
mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menanganimasaalah yang mereka
hadapi secra efisien dan lebih efektif. Peran sebagaienabler ini adalah peran klsik
dari seorang comunity worker.Ada empat fungsi utama yang dilakukan
community worker sebagaipemeercepat terjadinya perubahan yaitu:

 Membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi merka


 Membangkitkan dan mengembangkan organisasi dalam masyarakat
 Mengembangkan relasi interpresonal yang baik, dan
 Memfasulitasi perencanaan yang efektif

2. Perantara (Broker)

Peranan seseorang broker (perantara) dalam intervensi komunitas terkaiterat


dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalammasyarakat
(community services). Tetapi tidak tahu dimana danbagaimana mendapatkan
bantuan tersebut, dengan lembaga yangmenyediakan layanan masyarakat. Peran
sebagai perantara, yangmerupakan peran mediasi dalam konteks pengembangan
masyarakat jugadiikuti denan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan
penghubungan ini.

3. Pendidik (Educator)
Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker
diharpkanmempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan
jelas,serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran perubahan.Di
samping itu, ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup memadaimengenai
topik yang akan dibicarakan. Dalam kaitan dengan hal ini,seorang community
worker tidak jarang harus menghubungi rekan dariprofesi lain yang menguasai
materi tersebut.

4. Tenaga Ahli (Expert)

Dalam kaitan dengan peranan sebagai tenaga ahli (expert), communityworker


diharapkan untuk dapat memberikan masukan, saran, dandukungan informasi
dalam berbagai area. Misalkan saja seseorang tenagaahli diharpkan dengan dapat
memberikan usulan mengenai bagaimanastruktur organisasi yang bisa
dikembangkan dalam suatu organisasi nirlabayang mengani masalah lingkungan,
kelompok-kelompok mana saja yangharus terwakili, atau memberikan masukan
mengenai isu apa yang pantasdikembangkan dalam suatu komunitas (termasuk
organisasi).

5. Perencana sosial (Social Planner)

Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosialyang


terdapat dalam komunitas; menganalisisnya; dan menyajikanalternatif tindakan
yang rasional untuk menangani masalah tersebut.Setelah itu perencana sosial
mengembangkan program, mencoba mencarialternatif sumber pendanaan, dan
mengembangkan konsensus dalamkelompok yang mempunyai berbagai minat
ataupun kepentingan.Menurut Zastrow, peran expert dan social planner saling
tumpang tindih,dimana seorang expert lebih memfokuskan pada pemformulasian
usulandan saran (advice) yang terkait dengan isu dan permasalahan yang
ada.Sedangkan perencanaan sosial lebih memfokuskan pada tugas-tugas
yangterkait dengan pengembangan dan pelaksanaan program.

6. Advokat (Advocate)
Peran sebagai advokat dalam community work dicangkok dari profesihukum.
Peran advokat pada satu sisi berpijak pada tradisi pembaharuansosial, dan pada
sisi lainnya berpijak pada tradisi pelayanan sosial. Peranini merupakan peran aktif
dan terarah (directive), dimana communityworker menjalankan fungsi advokasi
atau pembelaan yang mewakilikelompok masyarakat yang membutuhkan suatu
bantuan ataupun layanan,tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan
ataupun layanantersebut tidak mememdulikan (bersifat negatif ataupun menolak
tuntutanwarga). Dalam menjalankan fungsi advokasi, seseorang community
workertidak jarang harus melakukan persuasi terhadap kelompok
profesionalataupun kelompok elit tertentu, agar dapat mencapai tujuan
yangdiharapkan (dalam kaitan dengan upaya mengembangkan suatukomunitas).

7. Aktivis (Activist)

Sebagai aktivis seseorang community worker mencoba melakukanperubahan


institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannyaadalah pengalihan
sumber daya ataupun kekuasaan (power) padakelompok yang kurang
mendapatkan keuntungan (disadvantaged group).Seorang acrivist biasanya
memperhatikan isu-isu tertentu, sepertiketidaksesuaian dengan hukum yang
berlaku (injustice), kesenjangan(inequity) dan perampasan hak.Sesorang aktivis
biasanya mencoba menstimulasi kelompok-kelompokyang kurang diuntungkan
tersebut (disadvantaged group) untukmengorganisasikan diri dan melakukan
tindakan melawan strukturkekuasaan yang ada (yang menjadi penekan mereka).
Taktik yang biasamereka lakukan adalah melalui konflik, konfrontasi (misalnya
melaluidemonstrasi) dan negosiasi.

2. Tahapan intervensi
A. Tahap persiapan
a. Persiapan lokasi
Dimana dalam persiapan lokasi pekerja sosial akan menguji kelayakan terhadap
daerah yang menjadi sasaran, seperti :
Profil komunitas :
Pekalongan telah lama dikenal sebgai kota batik, batik sendiri selain sebagai
salah satu mata pencaharian pokok warga Pekalongan juga termasuk singkatan
dari Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif. Batik pun telah mendarah
daging bagi warganya, mereka menggunakan batik dalam kehidupan sehar-hari.
Jantung kehidupan kota Pekalongan adalah Batik. Industri Batik menggerakkan
lebih dari 1000 keluarga untuk bertahan hidup. Industri ini sendiri semacam turun
temurun. Jadi jika satu keluarga sudah menjalankan usaha batik maka keturunan
lainya pun akan bergerak dalam bidang ini. Sementara orang-orang yang tidak
bergerak dalam industri batik dapat membuka usaha lainnya seperti usaha kain,
benang, jin, industry rumah tangga dan lain sebagainya. Pengusaha batik yang ada
dipekalongan bukan hanya pengusaha batik jadi atau yang biasanya dijual ditoko
– toko namun pengusaha batik yang berada di derah kabupaten pekalongan adalah
pengusaha batik setengah jadi seperti yang ada di Desa Pekuncen Kecamatan
Wiradesa Kabupaten Pekalongan.

Pengusaha kain batik di Desa Pekuncen ini kebanyakan adalah usaha turun
temurun yang sudah dilakukan keluarga, kondisi kesejahteraan pengusaha kain
batik yang mengikuti komunitas yang ada pada desa pekuncen dikatakan sejahtera
dan maju karena para pengusaha sudah memilki karyawan yang membantunya
dalam memproduksi. Menurut pengakuan salah satu anggota komunitas dalam
melakukan pekerjaannya para pengusaha akan mengambil kain batik yang akan
dicetak kepada agen kain dan akan dicap sesuai motif yang diminta lalu dijual
kembali para pengepul biasanya para pengusaha kain batik ini dapat
menyelesaikan omset ± 240 kodi setiap bulannya yang perkodinya dihargai sesuai
ukuran misalnya ukuran 1,85 meter dihargai Rp 13.000/potong kain dengan harga
kain itu pengusaha batik dapat membayar upah para karyawannya dengan upah 50
– 70 rb perhari dengan jam kerja mulai pukul 07.00 – 14.00 WIB dengan jumlah
karyawan 10 orang. Cara pembatikan sendiri tidak selamanya menggunakan batik
cap melainkan sesuai permintaan pasar, jika pasar sedang menginginkan batik
tulis para pengrajin atau pengusaha kain batik akan membatik dengan tulis namun
pada saat ini batik yang sedang diminta adalah batik cap.
Dalam komunitas pengusaha batik ini setiap bulan selalu rutin melakukan
pertemuan untuk membahas masalah – masalah yang dihadapi, salah satu masalah
yang terus dihadapi para pengusaha batik ini adalah masalah pembuangan limbah
batik selain pembahasan masalah komunitas ini juga sering mengadakan kegiatan
bagi – bagi THR yang di adakan setiap tahun yang dibagikan untuk anggotanya.

b. Tahap persiapan petugas


Pada tahapan ini adalah dimana tahapan prasyarat untuk membantu menyukseskan
suatu program. Penyiapan ini petugas diperlukan dalam menyamakan persepsi
antar anggota tim dalam sebagai pelaku perubahan.

B. Tahap Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi masalah
ataupun kebutuhan yang di ekspresikan dan juga sumber daya atau potensi yang
dimiliki oleh komunitas tersebut, seperti komunitas ini :
a. Permasalahan / Potensi Komunitas

Permasalahan dalam komunitas ini adalah permasalahan yang tak kunjug


selesai yaitu masalah pembuangan limbah pewarna batik limbah cair yang berasal
dariproses pewarnaan ini, selain kandungan zat warnanya tinggi, limbah batik dan
tekstil juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut atau sukar
diuraikan, pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri batik
dapat berupa logam berat, padatan tersuspensi, atau zat organic. Setelah proses
pewarnaan selesai, akan dihasilkan limbah cair yang berwarna keruh dan pekat,
apabila limbah batik ini dialirkan langsung ke lingkungan tanpa adanya
pengolahan terlebih dahulu, maka akan menurunkan kualitas lingkungan dan
merusak kehidupan yang ada di lingkungan tersebut. Masalah ini selalu mendapat
protes dari para warga sekitar jika limbah tersebut sudah masuk ke lingkungan
warga, menurut pengakuan salah satu anggota sekitar 1 tahun yang lalu ada
bantuan pemerintah berupa pembuatan saluran aliran limbah, penampungan
limbah/ kolam pembuangan dan firtelisasi aliran limbah sehingga tidak ada
pencemaran, namun program tersebut tidak berjalan lama dan saat ini pun bantuan
pemerintah tersebut tidak berfungsi dan tidak ada penanganan kelanjutan.
Meskipun permasalahan limbah tidak pernah selesai secara permanen, para
pengusaha dapat menyelesaikan masalahnya secara bersama – sama dengan
bermusyawarah sehingga dapat menemukan solusinya. Selain itu permasalahan
muncul juga karena kurangnya perhatian pemerintah dalam memperhatikan para
pengusaha kain batik ini karena perhatian pemerintah hanya berpusat pada kota
yang memang menjadi sentral penjualan batik.

Komunitas pengusaha batik ini adalah para pengusaha yang menjalankan


pencetakan kain putih yang menjadi salah satu bahan pembuatan batik lalu hasil
pencetakan / pembantikan ini dijual kembali kepada para pengepul. Menurut dari
hasil intervensi ini penulis menemukan potensi yang dapat menunjang desa
wiradesa ini yaitu dengan cara membuka wisata edukasi bagi wisatawan, yang
dimaksud wisata edukasi adalah wisata yang memperkenalkan cara – cara
membantik dan juga proses pewarnaan sehingga siap menjadi kain batik yang
dapat di proses. Sehingga dengan adanya wisata edukasi ini dapat menunjang
lingkungan sekitar pembuatan batik sehingga lebih maju lagi dan juga dapat ,
selain itu potensi yang terdapat di komunitas ini seperti program pemerintah yang
mengadakan event pesta batik, namun konsepnya berbeda dalam komunitas ini
diadakannya suatu event atau festival pembuatan batik yang dapat dihadiri oleh
semua kalangan ini juga menunjang atau mengembangkan cara pembuatan batik
ke tingkat nasional bahkan internasional.

C. Tahap Perencanaan program


Pada tahapan ini pelaku perubahan secara partisipatif mencoba melibatkan warga
untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara
mengatasinya. Sebenarnya dalam masalah ini salah satu anggota komunitas
menjelaskan bahwa yang dibutuhkan dan sering dibahas dalam komunitasnya
adalah bagaimana cara mengolah limbah pebrik tersebut diselesaikan dengan cara
yang aman sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar. Seperti dengan
adanya mesin unit pengolahan limbah dan membutuhkan bantuan seperti tenaga –
tenaga ahli lingkungan. Maka dari itu peksos disini akan menjadi fasilitator dan
juga penghubung bagi komunitas dan para tenaga ahli yang ada.

D. Tahap pemformalisasian rencana aksi


Pada tahap ini peksos akan membantu merumuskan dan memprogramkan dan
kegiatan apa yang akan dilakukan, dalam merumuskan masalah dan dengan
adanya tahapan sebelumnya maka pekerja sosial dan juga masyarakat akan
menjalin kerjasama dengan tenaga ahli yang mendukung perubahan atau
pemecahan masalah yang ada , yaitu dengan bekerjasama dengan badan ligkungan
hidup kabupaten pekalongan yang akan menyarankan penggunaan mesin unit
pengolahan limbah dan penaman tanaman yang dapat menyerap racun limbah
pabrik di lokasi tersebut. Sebelum dengan adanya penggunaan mesin peksos
dengan tenaga ahli yang lain akan meninjau atau studi lokasi untuk mengukur
tempat yang akan di gunakan sebagai lokasi mesin tersebut dengancara
kesempakatan bersama dengan para masyarakat sekitar atau stakeholder yang ada
dalam mengukur dan meninjau lokasi tersebut.

E. Tahap pelaksanaan

strategi dasar yang digunakan untuk menangani masalah pengolahan limbah


batik ini ialah melalui partisipasi masyarakat yang menjadi stakeholder tersebut
dimulai dari tahapan awal, sosialisasi hingga pelaksanaan kegiatan bimbingan di
komunitas sasaran. Namun partisipasi masyarakat lokal menurut praktisi tidak
begitu kental dalam tindakan karena praktisi akan menggunakan peran tenaga ahli
lingkungan dan ahli tehnik lingkungan untuk mengembangkan teknis program
pengolahan limbah yang menggunakan mesin Unit Pengolahan Limbah ( UPL )
serta penanaman tanaman yang dapat menyerap unsur logam. Selain itu praktisi
( Pekerja Sosial ) bersama dengan Badan Lingkungan Hidup Pemerintah
Kabupaten Pekalongan akan terlibat dalam tahap awal kegiatan, misalnya pada
kontak awal melalui pemetaan wilayah dan survey lokasi yang tepat untuk
pengelohan limbah batik menggunakan mesin Unit Pengelolaan Limbah ( UPL )
ini bisa mengolah 400 meter kubik limbah. Yang mana dengan mesin tersebut
bisa mengurangi pencemaran limbah batik dilingkungan pembuangan dan
sekitarnya.Langkah lain adalahmelakukan remediasi atau membersihkan racun di
tanah atau air yang tercemar limbah melalui mikroorganisme maupun lewat
tanaman yang bisa menyerap unsur logam seperti rami dan nilam, sehingga
akhirnya dipihlah tempat yang tepat untuk tempat pembuangan akhir limbah batik
tersebut. Pengumpulan dan penganlisisan data menggunakan tenaga dari luar
komunitas semacam ini mencerminkan praktek dalam perencanaan sosial.

F. Tahap Evaluasi Program

Dalam evaluasi ini sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program yang sedang berjalan. Proses ini melibatkan warga karena dengan
keterlibatan warga pada tahp ini untuk melakukan pengawasan secara internal
sehingga perencanaan atau implementasi dari program yang sedang dilakukan
dapat dimanfaatkan oleh komunitas dan warga secara maksimal. Maka dari itu
jika program dapat berjalan dengan lancar dan komunitas serta warga sekitar
dapat merasakan manfaat yang ada maka program yang sudah dilaksanakan
dikatakan berhasil sehingga pekerja sosial serta tenaga ahli yang lain dapat
melepas komunitas tersebut secara mandiri untuk merawat dan menjaga
implementasi atau perewujudan program ( mesin – mesin) dan juga tanaman –
tanaman tersebut.

G. Tahap Terminasi

Pada tahap ini, merupakan tahap dimana sudah selesainya hubungan secara formal
dengan komunitas sasaran, Sehingga pada tahapan ini komunitas sudah dikatakan
mandiri.

3. Kesimpulan

Dalam poin kesimpulan ini penulis akan menjelaskan permasalahan dari


komunitas tersebut yaitu model intervensi komunitas menurut Rothman diatas
menunjukan bahwa strategi dasar yang digunakan untuk menangani masalah
pengolahan limbah batik ini ialah melalui partisipasi masyarakat yang menjadi
stakeholder tersebut dimulai dari tahapan awal, sosialisasi hingga pelaksanaan
kegiatan bimbingan di komunitas sasaran. Namun partisipasi masyarakat lokal
menurut praktisi tidak begitu kental dalam tindakan karena praktisi akan
menggunakan peran tenaga ahli lingkungan dan ahli tehnik lingkungan untuk
mengembangkan teknis program pengolahan limbah yang menggunakan mesin
Unit Pengolahan Limbah ( UPL ) serta penanaman tanaman yang dapat menyerap
unsur logam. Selain itu praktisi ( Pekerja Sosial ) bersama dengan Badan
Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pekalongan akan terlibat dalam tahap
awal kegiatan, misalnya pada kontak awal melalui pemetaan wilayah dan survey
lokasi yang tepat untuk pengelohan limbah batik menggunakan mesin Unit
Pengelolaan Limbah ( UPL ) ini bisa mengolah 400 meter kubik limbah. Yang
mana dengan mesin tersebut bisa mengurangi pencemaran limbah batik
dilingkungan pembuangan dan sekitarnya.Langkah lain adalahmelakukan
remediasi atau membersihkan racun di tanah atau air yang tercemar limbah
melalui mikroorganisme maupun lewat tanaman yang bisa menyerap unsur logam
seperti rami dan nilam, sehingga akhirnya dipihlah tempat yang tepat untuk
tempat pembuangan akhir limbah batik tersebut. Pengumpulan dan penganlisisan
data menggunakan tenaga dari luar komunitas semacam ini mencerminkan
praktek dalam perencanaan sosial.

Selain itu, karakteristik taktik dan teknik perubahan yang digunakan untuk
mewujudkan pengolahan limbah pewarna batik ini melalui program pengadaan
mesin UPL ini ialah membentuk konsensus atau kesepakatan bersama serta
komunikasi antar kelompok kepentingan di masyarakat yang terlibat dalam
implementasi program. Misalnya musyawarah dan kesepakatan penentuan lokasi
di sekitar lingkungan warga untuk lokasi pengolahan dan pembuangan akhir
limbah pewarna batik.

Dari sisi peran praktisi yang sudah dijelaskan menonjolkan peran yang dominan
dari para pelaku perubahan yaitu sebagai expert ( Pakar ) yang ditekankan
penemuan analisis ini melalui cara pemetaan sosial, implementasi program dan
abagimana relasi dengan berbagai macam biroraksi khususnya didalam
pemecahan masalah pengolahan dan pembuangan akhir limbah pewarna tekstil
batik di desa Wiradesa Kabupaten Pekalongan. Relasi dengan birokrasi di daerah
yakni antara komunitas pengusaha batik dengan Badan Lingkungan Hidup
Pemerintah Kabupaten Pekalongan dapat dilihat dalam kacamata peran antar
lembaga dalam tahap implementasi kegiatan pengolahan dan pembuangan akhir
limbah pewarna tekstil batik di komunitas pengusaha batik.

Sedangkan dari sisi batasan definisi dan konsepsi mengenai penerima


manfaat layanan (beneficiaries) dilihat berdasarkan kepada kesatuan
fungsionalnya (kelompok tertentu), dengan melibatkan struktur-struktur
kekuasaan dari kesatuan geografisnya, yaitu warga yang sudah tidak khawatir lagi
akan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah tekstil. Batasan definisi
penerima layanan yaitu komunitas batik untuk pengolahan limbah pewarna
tekstilnya yang menerima pemanfaatan program yang notabene di desa Wiradesa
ini adalah dominan pengusaha batik yang selau berkeluh kesah jika ada msalah
warga yang maraha kibat limbah batik.

Selain itu diketahui pula bahwa faktor yang mendorong beneficiaries tertarik
untuk melakukan kegiatan tersebut untuk menjalin hubungan yang baik antar
warga sekitar sehingga tidak ada lagi konflik akibat limbah. Dengan demikian
maka dapat dikatakan bahwa penerima manfaat merupakan konsumen dari suatu
layanan (services) dimana mereka akan memanfaatkan program dan layanan yang
telah direncanakan. Secara ringkas uraian mengenai model intevensi komunitas
yang digunakan dalam program pengolahan limbah dan pembuangan akhir limbah
pewarna teksti batik di desa Wiradesa Kabupaten pekalongan ini dapat dilihat
pada tabel dibawah ini

Model Intervensi Komunitas dalam Implementasi Program Layanan


pengelolahan dan pembauangan akhir limbah pewarna tekstil pabrik batik di desa
Wiradesa kabupaten Pekalongan.
No Variabel Intervensi Komunitas Model A Model B Model C

1 Kategori tujuan tindakan terhadap 


masyarakat
2 Asumsi mengenai struktur komunitas 
dan kondisi permasalahannya
3 Strategi dasar melakukan perubahan 

4 Karakteristik taktik dan teknik 


perubahan
5 Peran praktisi yang menonjol 
6 Media perubahan 
7 Orientasi terhadap struktur 
kekuasaan
8 Batasan definisi penerima layanan 
( beneficiaries )

9 Konsepsi mengenai penerima 


layanan ( beneficiaries )

10 Konsepsi mengenai peran penerima 


layanan ( beneficiaries )

4. Rekomendasi

Rekomandasi dari hasil intervensi dan analisis yang sudah dijelaskan bahwa
dalam melakukan atau mendirikan suatu pabrik memang seharusnya diimbangi
dengan pengetahuan yang lain, seperti dalam komunitas ini komunitas ini
seharusnya bisa lebih mengetahui akibat – akibat adanya limbah pabrik yang
mereka jalankan sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan juga
keterampilan lain seperti halnya dalam halpemanfaatan lain. Batik adalah sebuah
warisan budaya, batik sendiri sudah dikenal di seluruh dunia namun di kotanya
sendiri yaitu pekalongan masih kurang adanya wisata edukasi tentang masalah
perbatikan, sehingga menurut penulis wisata edukasi yang berada di kota batik
sendiri perlu diadakan dan dampak dari adanya wisata ini juga dapat
menguntungkan bagi warga sekitar dalam mencari penghasilan tambahan.
Daftar Pustaka

Buku;

Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (pekerjaan sosial,


pembangunan sosial, dan kajian pembangunan). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Adi, Isbandi Rukminto. 2013. Intervensi Komunitas & Pengembangan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers
Huda, Miftachul. 2009. Pekerjaan Sosial & Kesejahteraan Sosial Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Website :

http://justinlase.blogspot.co.id/2013/01/intervensi-dalam-pekerjaan-sosial.html

http://wawachayoo.blogspot.co.id/2012/07/pengertian-fungsi-dan-peran-pekerja.html

http://citraanestasha-049.blogspot.co.id/2014/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-
x.html

Anda mungkin juga menyukai