B. Partisipasi Masyarakat
Pengertian yang secara umum dapat ditangkap dari istilah partisipasi adalah,
keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu
kegiatan. Pengertian seperti itu, nampaknya selaras dengan pengertian yang
dikemukankan oleh beberapa kamus bahasa sosiologi. (Mardikanto.2013)
Lebih lanjut, analisis tentang “modal soaial” (sosial capital) terhadap arti
penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan, menunjukan bahwa
(Wolcook dan Narayan, 200) partisipasi dibutuhkan untuk mengembangkan
sinergi dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat maupun sinergi dalam
“jejaring komunikasi” (community network). (Mardikanto.2013):
Partisipasi adalah proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri,
dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan
proses (lembaga dan mekanisme) di mana mereka dapat menegaskan kontrol
secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: Pertama, warga komunitas
dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain
dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan
kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah
memutuskan, bertindakan, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut
sebagai subjek yang sadar. (Nasdian.2014)
1) Memberi informasi(information)
2) Konsultasi (consultation); yaitu menawarkan pendapat ,sebagai pendengar
yang baik untuk memberikan umpan balik,tetapi tidak terlibat dalam
implementasi ide dan gagasan tersebut
3) Pengambilan keputusan bersama (deciding together),dalam arti
memberikan dukungan terhadap ide,gagsan,pilihan-pilihan
serta,mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan
keputusan
4) Bertindak bersama (acting together),dalam arti tidak sekedar ikut dalam
pengambilan keputusan,tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam
pelaksanaan kegiatannya
5) Memberikan dukungan (supporting independent community interest)
dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan,nasehat dan
dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan
E. Teori Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata Lantin moreve yang berarti dorongan dari
dalam dii manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian m otivasi tidak
terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Kebutuhan adalah suatu
“potensi “ dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspons.
(Notoatmodjo.2007)
Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan
untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang
bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan tersebut belum
direspon (dipenuhi) maka akan selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai
dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud. Misalnya seorang yang telah
lulus sarjana \, akan menimbulkan kebutuhan “mencari” pekerjaan, dan sekaligus
sebagai pemenuhan kebutuhan tersebut ia mencari pekerjaan, dan selama
pekerjaan belum diperoleh maka kebutuhan tersebut akan selalu muncul sampai
didapatnya pekerjaan. (Notoatmodjo.2007)
Secara sadar ataupun tidak, setiap tingkah laku manusia didorong oleh adanya
motivasi berupa dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal
dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Motivasi seseorang dapat berubah jenisnya, dan dapat pula meningkat atau
menurun intensitasnya. Semakin tinggi motivasi seseorang, semakin besar
peluangnya untuk berprestasi. Teori motivasi banyak digagas oleh ahli psikologi.
Meskipun cara pandang masing-masing ahli berlainan dan terkadang saling
berlawanan, pada dasarnya memiliki arah yang sama. (Najiati.2005)
1. Teori McClelland
Menurut McClelland yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sahlan Asnawi
(2002), mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motif
primer atau motif yang tidak dipelajari, Dn motif sekunder atau motif yang
dipelajari melalui pengalaman serta interakasi dengan orang lain. Oleh karena
Oleh karena motif sekunder timbul karena interaksi dengan orang lain maka,
motif ini sering juga disebut motif sosial. Motif primer atau motif yang tidak
dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini
mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologisnya misalnya
makan, minum, dan kebutuhan-kebutuhan biologis yang lain. (Notoatmodjo.2007)
Sedangkan motif sekunder adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan
dari luar akibat interaksi dengan orang lain atau interaksi sosial. Selanjutnya motif
sosial ini oleh Clevelland yang dikutip oleh Isnanto Bachtiar Senoadi (1984),
dibedakan menjadi 3 motif, yakni (Notoatmodjo.2007) :
a. Motif untuk berprestasi (need for achievenment)
Berprestasi adalah suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk
mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal. Secara naluri
setiap orang mempunyai kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan
kegiatannya lebih baik dari sebelumnya, dan bila mungkin untuk lebih baik dari
orang lain itu tidak mudah, banyak kendalanya. Justru kendala yang dihadapi
dalam mencapai prestasi inilah yang mendorongnya untuk berusaha mengatasinya
serta memelihara semangat kerja yang tinggi, dan bersaing mengungguli orang
lain. Oleh sebab itu, maka motif berprestasi adalah sebagai dorongan untuk sukses
dalam situasi kompetisi yang didasarkan kepada ukuran “keunggulan” dibanding
dengan standar ataupun orang lain. (Notoatmodjo.2007)
Di dalam dunia kerja ataupun organisasi, motif berprestasi ini ditampakkan
atau diwujudkan dalam perilaku kerja atau kinerja yang tinggi, selalu inggin
bekerja lebih baik dari sebelumnya atau lebih baik dari orang lain, sera mampu
mengatasi kendala-kendala kerja yang dihadapi. Secara rinci pencerminan motif
berprestasi dalam dunia kerja antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo.2007) :
1) Berani mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya.
2) Selalu mencari umpan balik terhadap keputusan atau tindakan-tindakannya
yang berkaitan dengan tugasnya.
3) Selalu berusaha melaksanakan pekerjaannya atau tugasnya dengan cara-
cara baru atau inovatif dan kreatif.
4) Senantiasa tidak atau belum puas terhadap setiap pencapaian kerja atau
tugas, dan sebagainya.
2. Teori McGregor
Berdasarkan penelitiannya, McGregor menyimpulkan teori motivasi itu dalam
teori X dan Y. Teori ini didasarkan pada pandangan konvensional atau klasik
(teori X) dan pandangan baru atau modern (teori Y). Teori X yang bertolak dari
pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa (Notoatmodjo.2007):
a) Pada umumnya manusia itu tidak senang bekerja.
b) Pada umunya manusia cenderung sesedikit mungkin melakukan aktivitas
atau bekerja.
c) Pada umumnya manusia kurang berambisi.
d) Pada umumnya manusia kurang senang apabila diberi tanggung jawab,
melainkan suka diatur dan diarahkan.
e) Pada umunya manusia bersifat egois dan kurang acuh terhadap organisasi.
Oleh sebab itu, dalam melakukan pekerjaan harus diawasi dengan ketat dan
harus dipaksa untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Sedangkan teori Y yang bertumpu pada pandangan atau pendekatan baru ini
beranggapan bahwa (Notoatmodjo.2007) :
1) Pada dasarnya manusia itu tidak pasif, tetapi aktif.
2) Pada dasarnya manusia itu tidak malas kerja, tetapi suka bekerja.
3) Pada umunya manusia dapat berprestasi dalam menjalankan pekerjaannya.
4) Pada umunya manusia selalu berusaha mencapai sasaran atau tujuan
organisasi.
5) Pada umunya manusia itu selalu mengembangkan diri untuk mencapai
tujuan atau sasaran.
Mendasarkan teori Mc Gregor ini, para pimpinan atau manajer perusahaan atau
organisasi mempunyai keyakinan bahwa mereka mereka dapat mengarahkan pada
bawahanya untuk mencapai produktivitas atau tujuan-tujuan organisasi mereka.
Oleh sebab itu, para pemimpin tersebut dipermudah dalam memotivasi bawahan
untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dengan tercapainya
tujuan-tujuan organisasi, maka tujuan-tujuan perorangan dalam organisasi juga
akan tercapai. (Notoatmodjo.2007)
3. Teori Herzberg
Frederick Herzberg adalah seorang ahli psikolog dari Universitas Cleveland,
Amerika Serikat. Pada tahun 1950 telah mengembangkan teori motivasi “Dua
Faktor” (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory). Menurut teori ini, ada dua
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam tugas atau pekerjaannya, yakni
(Notoatmodjo.2007) :
1) Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfierr) atau faktor motivasional.
Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kondisi instrinsik. Apabila
kepuasan kerjadicapai dalam pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat
motivasi yang luat bagi seorang pekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan
kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) ini mencakup antara
lain (Notoatmodjo.2007) :
a. Prestasi (achivement)
b. Penghargaan (recognation)
c. Tanggung Jawab (responsibility)
d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth)
e. Pekerjaan itu sendiri (work)
2) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene.
Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan atau
maintenance factor yang merupakan hakikat mausia yang ingin memperoleh
kesehatan badaniah. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan
ketidakpuasan bekerja (disastisfaction). Faktor higienes yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja antara lain (Notoatmodjo.2007) :
a. Kondisi kerja fisik (physical enviroment)
b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship)
c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company and administration
policy)
d. Pengawasan (supervision)
e. Gaji (salary)
f. Keamanan kerja (job security)
4. Teori Maslow
Maslow seorang ahli psiklolog telah mengembangkan teori motivasi ini sejak
tahun 1943. Maslow melanjukan teori Eltom Mayo (1880-1949), mendasarkan
pada kebutuhan manusia yang dibedakan anatra kebutuhan biologis dan
kebutuhan psikologis, atau disebut kebutuhan materil (biologis) dan kebutuhan
non-materil (psikologis). Maslow mengebangkan teorinya setelah ia memperlajari
kebutuhan-kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat atau sesuai dengan
“hierarki”, dan menyatakan bahwa (Notoatmodjo.2007) :
a. Manusia adalah suatu makhluk sosial “berkeinginan”, dan keinginan ini
menimbulkan kebutuhan yang perlu dipenuhi. Keinginan atau kebutuhan ini
bersifat terus-menerus, dan selalu meningkat.
b. Kebutuhan yang telah terpenuhi (dipuaskan), mempunyai pengaruh untuk
menimbulkan keinginan atau kebutuhan lain dan yang lebih meningkat.
c. Kebutuhan manusia tersebut tampaknya berjenjang atau bertingkat-tingkat.
Tingkatan tersebut menunjukan urutan kebutuhan yang harus dipenuhi
dalam suatu waktu tertentu. Satu motif yang lebih tinggi tidak akan dapat
mempengaruhi atau mendorong tindakan seseorang, sebelum kebutuhan
dasar terpenuhi. Dengan kata lain, motif-motif yang bersifat psikologis tidak
akan mendorong perbuatan seseorang sebelum kebutuhan dasar (biologis)
tersebut terpenuhi.
d. Kebutuhan yang satu dengan kebutuha yang lain saling kait mengait, tetapi
tidak terlalu dominan keterkaitan tersebut. Misalnya, kebutuhan untuk
pemenuhan kebutuhan berprestasi tidak harus dicapai sebelum pemenuhan
kebutuhan berafilasi dengan orang lain, meskipun kedua kebutuhan tersebut
saling berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA