Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN ASUHAN KEBIDANAN PK II

PADA IBU NIFAS NORMAL


DI BPM BIDAN SITI JULAEHA PEKANBARU 2020

Disusun oleh:
UPI KRISDAYANTI LAHAGU
P031815401035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN RIAU
PRODI D-III KEBIDANAN
JURUSAN KEBIDANAN
PEKANBARU
2020/2021
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN

ASUHAN KEBIDANAN PK II PADA IBU NIFAS NORMAL


DI BPM BIDAN SITI JULAEHA PEKANBARU 2020

Disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Isye Fadmiyanor, S, Si, T, M. Kes Siti Julaeha S.Tr.Keb

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan, atas berkat rahmat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus PK II yang berjudul “Asuhan
Kebidanan Pada Masa Nifas Ny. Y di Praktik Mandiri Bidan Siti Julaeha”.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan dukungan dan
motivasi dari berbagai pihak. Tiada kata yang dapat dignakan untuk menyampaikan rasa
terimakasih atas bantuan mereka yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih serta hormat kepada :
1. Bpk. H. Husnan, S.Kep, M.Kes Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Riau.
2. Ibu Juraida Roito Hrp. M.Kes Selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Riau.
3. Ibu Ani Laila, S.ST, M.Biomed Selaku Ketua Prodi DIII Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Riau.
4. Ibu Isye Fadmiyanor, S,Si,T, M.Kes Selaku Pembimbing Akademik.
5. Ibu Siti Julaeha, STr.Keb Selaku Pembimbing Lapangan Penulis.
6. Staf Dosen DIII Kebidanan Poltekkes Kemenkes Riau yang telah mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis.
Dalam menyusun laporan penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi sempurnanya laporan kasus. Semoga laporan kasus ini berguna untuk
kita semua.

Pekanbaru, 19 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ..........................................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ...........................................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………............……. 1
B. Manfaat…………………………………………………………………………. 3
C. Tujuan ……………………………………………………………….............…. 3
a. Tujuan Umum ……………………………………………................…...
3
b. Tujuan Khusus ……………………………………………............…......
3
D. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus …………………………...……….…...
3
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Nifas …………………………………......………......................
5
2.1.1 Pengertian Nifas …………………………………………..………......….....
5
2.1.2 Tahapan Masa Nifas …………………………………...………………...…
5
2.1.3 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas …………………………….…….....
5
2.1.4 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas …………………………….……..
13

iii
2.1.5 Kebutuhan Dasar Masa Nifas ………………………...……………..……..
14
2.1.6 Proses Laktasi dan Menyusui ………………………………………….…..
19
2.1.7 Tanda Bahaya Masa Nifas ………………………………………………....
21
2.1.8 Komplikasi Masa Nifas ………………………………………...……….…
22
2.1.9 Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Nyeri Luka Perineum ……………....
29
BAB III TINJAUAN PENATALAKSANAAN KASUS
3.1 Tinjauan Kasus ………………………………………………………...…….
31
BAB IV Pemabahasan Kasus ………………………………………………...............
37
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………………….…....
40
B. Saran …………………………………………………………................…... 40
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perubahan Uterus Masa Nifas …………………………………............... 7

Tabel 2.2 Pengeluaran Lokhea Selama Postpartum .................................................. 8

Tabel 2.3 Kunjungan Masa Nifas ............................................................................. 27

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan dan proses kelahiran
disebut dengan masa nifas (Postpartum). Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan (Maryunani, 2009).
Menurut WHO (2012) hampir 90% proses persalinan normal mengalami
luka robekan pada perineum. Luka robekan perineum di Asia juga merupakan
mas alah yang cukup banyak terjadi dalam masyarakat, 50% dari kejadian ruptur
perineum di dunia terjadi di Asia. Prevalensi ibu bersalin yang mengalami luka
perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24% sedangkan
pada ibu bersalin dengan usia 31-39 tahun sebesar 62% (Imamah, 2012).
Berdasarkan survei yang dilakukan masalah utama yang sering dialami oleh ibu
dengan luka jahitan perineum adalah nyeri. Hasil yang diperoleh pada
responden ibu post partum dengan jahitan perineum di Rumah Sakit
Muhammadiyah Lamongan sebanyak 50% mengalami nyeri berat, 30% nyeri
sedang dan 20% mengalami nyeri ringan (Utami, 2009)
Nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum pada bagian perineum
disebabkan oleh luka jahitan pada waktu melahirkan karena adanya jaringan
yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu adalah unik dan relatif berbeda.
Hal ini dipengaruhi antara lain oleh pengalaman, persepsi, maupun sosial
kultural individu. Setiap ibu nifas memiliki persepsi dan dugaan yang unik
tentang nyeri pada masa nifas, yaitu tentang nyeri dan bagaimana kemampuan
mengatasi nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh ibu nifas akan berpengaruh terhadap
mobilisasi yang dilakukan oleh ibu, pola istirahat, pola makan, pola tidur,
suasana hati ibu, kemampuan untuk buang air besar (BAB) atau buang air kecil
(BAK), aktivitas sehari-hari, antara lain dalam hal mengurus bayi, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, sosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat, dan
menghambat ketika ibu akan mulai bekerja (Judha, 2012).

1
Mengingat permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat robekan
perineum pada saat melahirkan, maka penanganan setiap kejadian robekan
perineum harus segera dilakukan secara berkualitas, guna meminimalkan
kemungkinan penyulit yang bisa menyertai robekan perineum tersebut. Bidan
sebagai salah satu praktisi kesehatan harus mengetahui anatomi otot panggul
sehingga dapat memastikan dengan benar kesejahteraan jaringan tersebut. Hal
ini sangat penting karena dapat mempengaruhi penyatuan jaringan. Ada
beberapa cara penanggulangan nyeri pada luka robekan perineum, tetapi yang
paling populer adalah dengan teknik kompres dingin (Mohamed, 2012).
Nyeri dapat dikendalikan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan
nonfarmakologis. Metode penghilang rasa nyeri secara farmakologis adalah
metode penghilang rasa nyeri dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, antara
lain dengan pemberian analgesi inhalasi, analgesi apioid, dan anestesi regional,
sedangkan metode nonfarmakologis adalah metode penghilang rasa nyeri secara
alami tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi. Manajemen nyeri dengan
tindakan kompres dingin merupakan metode yang dapat diterapkan untuk
membantu kenyamanan pada ibu nifas untuk mengurangi rasa nyeri. Manfaat
kompres dingin diantaranya adalah mengurangi aliran darah ke daerah luka
sehingga dapat mengurangi resiko perdarahan dan oedema, kompres dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak akan lebih sedikit. Mekanisme lain
yang mungkin bekerja adalah bahwa kompres dingin menjadi dominan dan
mengurangi rasa nyeri (Judha, 2012).
PMB Siti Julaeha adalah salah satu PMB di Kota Pekanbaru yang sudah
tidak lagi menerapkan metode farmakologi untuk mengatasi nyeri luka perineum
pada ibu post partum. PMB Siti Julaeha tersebut hanya menerapkan metode non
farmakologi penggunaan kompres dingin saja untuk mengatasi nyeri luka
perineum. Berdasarkan awal pada bulan Oktober 2020, di PMB Siti Julaeha
didapatkan data persalinan sebanyak 13 persalinan periode 01 Oktober – 08
November 2020. Sebanyak 5 orang dari 13 persalinan normal mengalami luka
perineum baik secara spontan maupun secara episiotomi. Dari jumlah ibu post
partum yang mengalami luka perineum rata-rata mengalami nyeri dan takut

2
untuk mobilisasi dini, untuk mengatasi hal tersebut diberikan terapi kompres
dingin. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Kebidanan
Nifas pada Ny. Y dan pengaruh kompres dingin terhadap perubahan nyeri luka
perineum pada ibu postpartum di PMB Siti Julaeha Tahun 2020.

B. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu kebidanan dalam
pengembangan asuhan kebidanan pada masa nifas Ny. Y yang menyeluruh
dan berkesinambungan yang sesuai dengan standar asuhan kebidanan.
2. Manfaat Aplikatif
Memberikan asuhan yang menyeluruh pada masa nifas Ny. Y dengan
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan pendokumentasian
metode SOAP serta dapat mengaplikasikan berbagai alat dan instrument
dalam memberikan pelayanan kebidanan.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal
menggunakan pendekatan manajemen kebidanan dan pendokumentasian
menggunakan metode SOAP, serta untuk mengetahui efektifitas kompres
dingin terhadap intensitas nyeri luka perineum pada ibu postpartum di PMB
Siti Julaeha Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data pada ibu nifas
b. Mengidentifikasi diagnosis data dengan tepat pada ibu nifas
c. Melakukan antisipasi diagnosis/masalah potensial ibu nifas
d. Melaksanakan tindakan kompres dingin pada ibu nifas
e. Melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan pada ibu nifas
D. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus
1. Tempat

3
Lokasi pemberian asuhan nifas Ny. Y yaitu di PMB Siti Julaeha, STr.
Keb. Jl. Delima VII. No, 14 Pekanbaru, Riau.

2. Waktu
Asuhan nifas pada Ny. Y dilakukan pada tanggal 02 Oktober 2020 pukul
12.00 WIB.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Nifas
2.1.1 Pengertian Nifas
Masa nifas (Puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) (Dewi dan Sunarsih, 2012).
Masa nifas (Puerperium) adalah masas yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Sulistyawati, 2009).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masa
nifas dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan pulihnya alat-
alat reproduksi seperti sebelum hamil (6 minggu).
2.1.2 Tahapan Masa Nifas
Tahapan masa nifas menurut (Sulistyawati, 2015) adalah sebagai berikut:
a. Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini
ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Perperium Intermedial
Puerperium Intermedial merupakan masa kepuliahan menyeluruh
alat-alat genetalia, yang lamanya sekita 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium
Remote Puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat
berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahakan tahunan.
2.1.3 Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat hanya 60 gram.

5
Proses involusi uterus menurut (Marmi, 2015) antara lain, sebagai
berikut:
a) Iskemia Miometrium
Iskemia Miometrium disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus-menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta membuat uterus relative anemia dan menyebabkan
serat otot atrofi.
b) Atrofi Jaringan
Atrofi Jaringan terjadi sebagai reaksi pengehentian
hormone estrogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolisis
Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri
yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur
hingga panjangnya 10 kali dari semula dan lebar lima kali
dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan
sebagai perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
esterogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi perdarahan. Penurunan
ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan
lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali
menjadi organ pelvis.

6
Tabel 2.1
Perubahan Uterus Masa Nifas
Involusi Tinggi Berat Diamete Palpasi
Uteri Fundus Uteri Uterus Uterus Serviks

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut,


lunak
7 hari Pertengahan 500 gr 7,5 cm 2 cm
(minggu 1) antara pusat
dan simpisis

14 hari Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm


(minggu 2)

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

Sumber : Ambarwati, 2010: 76

2) Perubahan Pada Serviks


Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks
yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak
berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah
persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-
pinggirnya tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh satu jari
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
kranialis servikallis. Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang
mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Walaupun begitu,
setelah involusi selesai, ostium eksternum tidak serupa dengan
keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih
besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan-robekan pada

7
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena robekan ke
samping ini terbentuklah bibir depan dan bibir belakang pada serviks.
(Nurjannah, 2013)
3) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lokhea yang berbau tak sedap menandakan adanya infeksi.
Tabel 2.2
Pengeluaran Lokhea Selama Postpartum
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Muncul

Rubra 1-4 hari Merah Terisi darah segar, jaringan sisa-sisa


(Merah) plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan meconium

Sanguinolenta 4-7 hari Merah Berlendir


kecokelatan

Serosa 7-14 hari Kuning Mengandung serum, leukosit dan


kecoklatan robekan atau laserasi plasenta

Alba (Putih) > 14 hari Putih Mengandung leukosit, sel desidua,


sel epitel, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati

Sumber : Sulistyawati, 2015: 76

4) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang
sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari
pertama sesudah proses tersebut. Kedua organ ini tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Hymen

8
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi kurunkulae motiformis yang khas bagi wanita multipara. Pada
post natal hari kelima, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor daripada keadaan sebelum
hamil (Marmi, 2015).
b. Perubahan pada Payudara
Menurut Nurjannah (2013) perubahan pada payudara dapat
meliputi hal-hal sebagai berikut :

1) Penurunan kadar progesterone dan peningkatan hormon prolaktin


setelah persalinan.
2) Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari
kedua atau hari ketiga setelah persalinan.
3) Payudara menjadi besar sebagai tanda mulainya proses laktasi.

c. Perubahan Sistem Pencernaan


Menurut Rukiyah (2010), beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan
pada sistem pencernaan antara lain :
1) Nafsu makan
Pasca melahirkan, ibu biasanya merasa lapar sehingga ibu
diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan. Pemulihan nafsu
makan diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan satu
atau dua hari.

2) Motilitas
Secara khas, penurunan otot tonus dan motilitas otot
traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi
lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus otot dan motilitas ke keadaan normal.

3) Pengosongan Usus

9
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami kontsipasi. Hal ini
disebabkan tonus otot menurun selama proses persalinan dan
awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema selama
melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi
jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan
waktu untuk kembali normal.

d. Perubahan Sistem Perkemihan


Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Namun
kadang-kadang ibu nifas mengalami sulit buang air kecil karena sfingter
uretra ditekan oleh kepala janin dan adanya edema kandung kemih selama
persalinan. Kandung kemih pada puerperium sangat kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang
air kecil masih tertinggal urin residu. Sisa urin dan trauma kandung kemih
waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Ambarwati, 2010).

e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi sempurna
terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-
serat elastis kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus
pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara
waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan (Ambarwati, 2010).

f. Perubahan Sistem Endokrin


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Menurut Sulistyawati (2015), hormon-hormon yang berperan pada
proses tersebut, antara lain:

10
1) Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah
persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun
dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari
ke-7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari
ke-3 postpartum.

2) Hormon Pituitari
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada
wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2
minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada (minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi.

3) Hipotalamik Pituitari Ovarium


Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga
dipengaruhi oleh faktor menyusui. Seringkali menstruasi pertama
ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar esterogen dan
progesteron.
4) Kadar Esterogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar esterogen
yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang
meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam
menghasilkan ASI.

g. Perubahan Tanda Vital


Menurut Mansyur (2014), beberapa perubahan tanda-tanda vital biasa
terlihat jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara,
baik peningkatan tekanan darah sistole maupun diastole dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.
1) Suhu Badan

11
Satu hari (24 jam) post partum suhu tubuh akan naik
sedikit (37,5-38oC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan, dan kelelahan.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali/menit
sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat.
3) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena adanya perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan
terjadinya preeklamsia postpartum.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan
suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan
juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran nafas.

h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang
mencapai 50%. Mentoleransi kehilangan darah pada saat melahirkan
perdarahan pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio
caesaria kurang lebih 700-1000 cc. Bradikardi (dianggap normal), jika
terjadi takikardi dapat merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama
dan darah yang keluar lebih dari normal atau perubahan setelah melahirkan.

i. Perubahan Sistem Hematologi


Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan
plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah
lebih mengental dan terjadi peningkatan viskositas sehingga meningkatkan
faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel
darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap
tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah tersebut masih

12
dapat naik lagi sampai 25.000 – 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan yang lama. Hal ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Jumlah Hb, Hmt, dan eritrosit sangat
bervariasi pada saat awal – awal masa post partum sebagai akibat dari
volume darah, plasenta, dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita
tersebut. Selama kelahiran dan post partum, terjadi kehilangan darah sekitar
200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3
sampai hari ke-7 postpartum, yang akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum (Sulistyawati, 2015)
2.1.4 Perubahan Psikologis Pada Masa Nifas
Menurut Herawati Mansur (2014), adaptasi psikologis postpartum oleh
rubin dibagi dalam 3 (tiga) periode yaitu sebagai berikut:
a. Periode Taking In
Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan. Ibu pasif
terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang
baik. Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatu kebutuhan dapat dipenuhi orang lain. Perhatiannya tertuju
pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya. Ibu mungkin akan
bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-
ulang. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan
tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala. Nafsu
makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan
kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
b. eriode Taking Hold
Periode ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase
ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi.
Ibu menjadi sangat sensitif, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena
itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat. Saat
ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada periode ini ibu berkonsentrasi

13
pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang
air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan,
serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya.
c. Periode Letting Go
Periode ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Secara
umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah. Ibu menerima
tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat bayi meningkat. Ada
kalanya, ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya,
keadaan ini disebut baby blues.

2.1.5 Kebutuhan Dasar Masa Nifas


a. Nutrisi dan Cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang,
terutama kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui
sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan
untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian ASI baik, maka berat
badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik, tonus otot, serta
kebiasaan makan yang memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat
dalam mengatur nutrisinya, yang terpenting adalah makanan yang
menjamin pembentukan air susu yang berkualitas dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
 Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional
dengan jumlah air susu ibu dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui
dibanding selama hamil. Rata-rata kandungan kalori ASI yang
dihasilkan ibu dengan nutrisi baik adalah 70 kal/100 ml dan kira-kira 85
kal diperlukan oleh ibu untuk tiap 100 ml yang dihasilkan. Rata-rata ibu
menggunakan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510
kal/hari selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal.
Rata-rata ibu harus mengonsumsi 2.300-2.700 kal ketika menyusui.
Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas,
metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI, serta sebagai

14
ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga perlu memenuhi
syarat, seperti: susunannya harus seimbang, porsinya cukup dan teratur,
tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak mengandung alkohol,
nikotin, bahan pengawet, dan pewarna. Ibu memerlukan tambahan 20
gr protein di atas kebutuhan normal ketika menyusui. Jumlah ini hanya
16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk
pertumbuhan dan penggantian selsel yang rusak atau mati. Sumber
protein dapat diperoleh dari protein hewani dan protein nabati. Protein
hewani antara lain telur, daging, ikan, udang, kerang, susu dan keju.
Sementara itu, protein nabati banyak terkandung dalam tahu, tempe,
kacang-kacangan, dan lain-lain.
 Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah asupan
cairan. Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter perhari dalam bentuk
air putih, susu dan jus buah (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui).
Mineral, air, dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh
dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme di dalam
tubuh. Sumber zat pengatur tersebut bisa diperoleh dari semua jenis
sayur dan buah-buahan segar.
 Pil zat besi (Fe) harus diminum, untuk menambah zat gizi
setidaknya selama hari pascabersalin.
 Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali
yaitu pada 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam setelahnya agar dapat
memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI. Kekurangan gizi
pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu
dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang
anak, bayi mudah sakit, dan mudah terkena infeksi. Kekurangan zat-zat
esensial menimbulkan gangguan pada mata ataupun tulang. (Dewi dan
Sunarsih, 2012: 71-72)
b. Ambulasi

15
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya
ambulasi dikerjakan setelah 2 jam postpartum. Perawatan mobilisasi dini
mempunyai keuntungan, yaitu sebagai berikut:
1) Melancarkan pengeluaran lokhia, mengurangi
infeksi puerperium.
2) Mempercepat involusi uterus.
3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat
kelamin.
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga
mempercepat fungsi dan pengeluaran sisa metabolisme.
c. Eliminasi
1) Buang Air Kecil
Buang air sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi
normal bila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam. Kesulitan BAK
dapat disebabkan karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin
dan spasme oleh iritasi muskulo spingter ani selama persalinan.
(Nugroho, 2014). Menurut Dewi dan Sunarsih (2012), ibu
diusahakan mampu buang air kecil sendiri, bila tidak, maka
dilakuakan tindakan berikut ini.
 Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat
klien.
 Mengompres air hangat di atas simpisis.
 Saat site bath (berendam air hangat) klien di suruh
BAK.
Bila tidak berhasil dengan cara diatas, maka dilakukan
kateterisasi. Hal ini dapat membuat klien merasa tidak nyaman
dan resiko infeksi saluran kemih tinggi. Oleh karena itu,
kateterisasi tidak boleh dilakukan sebelum 6 jam postpartum.

16
2) Buang Air Besar
Defekasi harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada
obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala (feses yang
mengeras) tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila
terjadi hal demikian dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per
os (melalui mulut). (Dewi dan Sunarsih 2012). Biasanya 2-3 hari
postpartum masih susah BAB, maka sebaiknya diberikan laksan
atau paraffin (1-2 hari postpartum), atau pada hari ke-3 diberi
laksan supposituria dan minum air hangat. Berikut adalah cara
agar dapat BAB dengan teratur.
a) Diet teratur.
b) Pemberian cairan yang banyak.
c) Ambulasi yang baik.
d) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka
diberikan laksan suposituria.
d. Kebersihan Diri dan Perineum.
Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan
perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian,
tempat tidur maupun lingkungan. Beberapa hal yang dapat dilakukan ibu
postpartum dalam menjaga kebersihan diri menurut Nugroho (2014)
adalah sebagai berikut:
1) Mandi teratur minimal 2 kali sehari.
2) Mengganti pakaian dan alas tempat tidur.
3) Menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal.
4) Melakukan perawatan perineum.
5) Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari.
6) Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia.

Bagian yang paling utama dibersihkan adalah puting susu dan


mamae. Harus diperhatikan kebersihannya dan luka pecah harus segera
diobati karena kerusakan puting susu dapat menimbulkan mastitis. Air
susu yang menjadi kering akan menjadi kerak dan dapat merangsang

17
kulit sehingga timbul enzema. Oleh karena itu, sebaiknya puting susu
dibersihkian dengan air yang telah dimasak, tiap kali sebelum dan
sesudah menyusukan bayi, diobati dengan salep penisilin, lanolin dan
sebagainya. (Dewi dan Sunarsih, 2012)

e. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang
hari. Menurut Nugroho (2014), hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam
memenuhi kebutuhan istirahatnya antara lain:
1) Anjurkan ibu untuk cukup istirahat.
2) Sarankan ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga
secara perlahan.
3) Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur.
4) Kurang istirahat dapat menyebabkan:
 Jumlah ASI berkurang.
 Memperlambat proses involusio uteri.
 Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan dalam merawat
bayi sendiri.
5) Seksual
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri
begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau
dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu
stelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
f. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri

18
kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan
mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur
(ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selam meneteki. Oleh
karena itu metode amenorea laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama
kembali untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini ialah
2% kehamilan.
Meskipun beberapa metode KB mengandung resiko, menggunakan
kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaikinya dijelaskan
dahulu kepada ibu: bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan
dan efektivitasnya, kekurangannya, efek samping, bagaimana
menggunakan metode itu, kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk
wanita pascasalin yang menyusui. (Rukiyah, 2011)
g. Senam Nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya
senam nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani
persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit postpartum. Sebelum
memulai bimbingan cara senam nifas, sebaiknya bidan mendiskusikan
terlebih dahulu dengan pasien mengenai pentingnya otot perut dan
panggul untuk kembali normal. Dengan kembalinya kekuatan otot perut
dan panggul, akan mengurangi keluhan sakit punggung yang biasanya
dialami oleh ibu nifas. Latihan tertentu beebrapa menit setiap hari akan
sangat membantu untuk mengencangkan otot bagian perut.
2.1.6 Proses Laktasi dan Menyusui
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan hormon
terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi 3 bagian antara lain sebagai
berikut:
a. Pembentukan air susu

19
Pada ibu yang menyusui memiliki 2 refleks yang masing-masing
berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai
berikut:
1) Refleks prolaktin
Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron
menurun, ditambah lagi dengan adanya isapan bayi yang
merangsang puting susu, akan merangsang ujung-ujung saraf
sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan
ini akan dilanjutkan ke hipotalamus yang akan menekan
pengeluaran faktor-faktor penghambat sekresi prolaktin dan
sebaliknya. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan
merangsang adeno-hipofisis sehingga keluar prolaktin. Hormon
ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air
susu.
2) Refleks Let Down
Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hiposfisis
anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang
dilanjutkan ke hipofisis posterior yang kemudian dikeluarkan
oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkat menuju
uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga
terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan
memeras air susu yang telah diproduksi keluar dari alveoli dan
masuk ke sistem duktus, selanjutnya mengalir melalui duktus
laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan
refleks let down antara lain:
 Melihat bayi
 Mendengarkan suara bayi
 Mencium bayi
 Memikirkan untuk menyusui bayi
b. Mekanisme menyusui
1) Refleks mencari (rooting reflex)

20
Payudara ibu menempel pada pipi atau daerah sekeliling
mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari
pada bayi. Keadaan ini menyebabkan kepala bayi berputar
menuju puting susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka
mulut dan kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut.
2) Refleks menghisap (sucking reflex)
Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan
bantuan lidah ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang
payudara di belakang puting susu yang pada saat itu sudah
terletak pada langitlangit keras. Tekanan bibir dan gerakan
rahang yang terjadi secara berirama membuat gusi akan menjepit
kalang payudara dan sinus laktiferus sehingga air susu akan
mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian belakang lidah
menekan puting susu pada langit-langit yang mengakibatkan air
susu keluar dari puting susu.
3) Refleks menelan (swallowing reflex)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul
dengan gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi
sehingga pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan
dengan mekanisme menelan masuk ke lambung (Sunarsih, 2014).
2.1.7 Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut Siti Saleha (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah
banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan
pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam).
b. Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk.
c. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung.
d. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah
penglihatan.
e. Pembengkakan diwajah atau ditangan.

21
f. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak
badan.
g. Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau
terasa sakit.
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
i. Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan di kaki.
j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau
dirinya sendiri Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah.
k. Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah.

2.1.8 Komplikasi Masa Nifas


a. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum/ hemorargi postpartum (HPP) adalah
kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah
melahirkan. HPP dibagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut:
1) Hemorargi Postpartum Primer.
HPP primer adalah perdarahan pascapersalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. Penyebabnya antara lain:
a) Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan
relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu menjalankan
fungsi oklusi pembuluh darah.
b) Retensio placenta
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum
lahir setengah jam setelah janin lahir.

c) Sisa plasenta

22
Saat suatu bagian sisa plasenta tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat
menimbulkan perdarahan.
d) Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari
jalan lahir harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah
perdarahannya sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat
berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus
(rupture uteri).
e) Inversio uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri
masuk kedalam kavum uteri, dapat terjadi secara mendadak atau
perlahan.

2) Hemorargi Postpartum Sekunder

HPP sekunder adalah perdarahan postpartum yang terjadi antara 24


jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa postpartum. Penyebabnya
antara lain:

a) Penyusutan rahim yang tidak baik


b) Sisa plasenta yang tertinggal
c) Infeksi Masa Nifas
Infeksi nifas atau puerperium adalah infeksi bakteri yang
berasal dari saluran reproduksi selama persalinan atau
puerperium. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh
infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting
dari penyakit ini. Demam ini melibatkan kenaikan suhu sampai
38oC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari petama
pascapersalinan kecuali 24 jam pertama (Astuti, dkk 2015).
Tanda dan gejala infeksi masa nifas antara lain:

23
 Demam
 Takikardia
 Nyeri pada pelvis
 Nyeri tekan pada uterus
 Lokhea berbau busuk/menyengat
 Penurunan uterus yang lambat
 Pada laserasi/ episiotomi terasa nyeri, bengkak,
mengeluarkan cairan nanah
d) Bendungan ASI
Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya
sekresi lacteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras
dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan
bendungan air susu, sering merasakan nyeri yang cukup hebat
dan bisa disertai dengan kenaikan suhu tubuh. Kelainan tersebut
menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan
penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan
prekusor regular untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan
merupakan overdistensi sistem lacteal oleh air susu.
e) Mastitis
Mastitis adalah infeksi payudara. Mastitis terjadi akibat
invasi jaringan payudara oleh organisme infeksius atau adanya
cedera payudara. Gejalagejala mastitis antara lain:
 Peningkatan suhu yang cepat hingga 39,50C-400C.
 Peningkatan kecepatan nadi
 Menggigil
 Malaise umum, sakit kepala
 Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, serta area payudara
keras.
f) Pospartum Blues
Postpartum blues adalah suasana hati yang dirasakan oleh
wanita setelah melahirkan yang berlangsung selama 3-6 hari
dalam 14 hari pertama pasca melahirkan yang perasaan ini

24
berkaitan dengan bayinya (Mansur,2014). Gejala postpartum
blues menurut Ambarwati (2010).
 Menangis
 Mengalami perubahan perasaan
 Cemas
 Khawatir mengenai sang bayi
 Kesepian
 Penurunan gairah seksual
 Kurang percaya diri terhadap kemampuannya menjadi
seorang ibu

Penyebab postpartum blues :

a) Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen,


progesteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar
estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan ternyata
estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim nonadrenalin
maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan
kejadian depresi
b) Faktor demografi, yaitu umur dan paritas. Umur yang
terlalu muda untuk melahirkan, sehingga dia memikirkan
tanggung jawabnya sebagai seorang ibu untuk mengurus
anaknya. Sedangkan postpartum blues banyak terjadi pada
ibu primipara, mengingat dia baru memasuki perannya
sebagai seorang ibu, tetapi tidak menutup kemungkinan juga
terjadi pada ibu yang pernah melahirkan, yaitu jika ibu
mempunyai riwayat postpartum blues sebelumnya
c) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
Kesulitankesulitan yang dialami ibu selama kehamilannya
akan turut memperburuk kondisi ibu pasca melahirkan.
Sedangkan pada persalinan, hal-hal yang tidak
menyenangkan bagi ibu mencakup lamanya persalinan serta
intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan,

25
seperti ibu yang melahirkan dengan sectio caesarea akan
dapat menimbulkan perasaan takut terhadap peralatan operasi
dan jarum. Ada dugaan bahwa semakin besar trauma fisik
yang terjadi selama proses persalinan, akan semakin besar
pula trauma psikis yang muncul.
d) Latar belakang psikososial wanita yang
bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan
sebelumnya, status sosial ekonomi, serta keadekuatan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga, dan
teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini?
Apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril
(misalnya dengan membantu dalam menyelesaikan pekerjaan
rumah tangga atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/
berkeluh kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya.
e) Kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi,
menyusui, memandikan, mengganti popok, dan meminang
sepanjang hari bahkan tidak jarang di malam buta sangatlah
menguras tenaga. Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami
atau anggota keluarga yang lain (Mansur, 2014).
f) Depresi Berat
Depresi berat dikenal sebagai sindroma depresif non psikotik
pada kehamilan namun umumnya terjadi dalam beberapa
minggu sampai bulan setelah kelahiran. Gejala-gejala depresi
berat :
 Perubahan pada mood
 Gangguan pola tidur dan pola makan
 Perubahan mental dan libido
 Dapat pula muncul fobia, ketakutan akan menyakiti
diri sendiri atau bayinya.

26
Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan
masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang dilakukan untuk menilai status ibu dan
bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang
terjadi.

27
Tabel 2.3
Kunjungan Masa Nifas
Kunjunga Waktu Asuhan
n
I 6.8 jam postpartum 1. Mencegah perdarahan masa nifas oleh
karna atonia uteri
2. Mendeteksi dan perawatan penyebab lain
perdarahan serta melakukan rujukan bila
pendarahan berlanjut
3. Mmeberikan konseling pada ibu dan
keluarga tentang cara mencegah
perdarahan yang disebabkan atonia uteri
4. Pemberian ASI awal
5. Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir
6. Menjaga bayi tetap sehat melalui
pencegahan hipotermi
7. Setelah bidan melakukan pertolongan
persalinan, maka bidan harus menjaga
ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran atau sampai keadaan ibu dan
bayi yang baru lahir dalam keadaan baik
II 6 hari postpartum 1 Memastikan involusi uterus berjalan
dengan normal, uterus berkontraksi
dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal.
2 Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi dan perdarahan
3 Memastikan ibu mendapatkan istirahat
yang cukup
4 Memastikan ibu mendapat makanan
yang bergizi dan cukup cairan

28
5 Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan benar serta tidak ada tanda-tanda
kesulitan menyusui
6 Memberikan konseling tentang
perawatan bayi baru lahir
III 2 minggu Asuhan pada 2 minggu postpartum sama
postpartum dengan asuhan yang diberikan pada
kunjungan 6 hari postpartum
IV 6 minggu 1. Menanyakan penyulit-penyulit yang
postpartum dialami ibu selama masa nifas
2. Memberikan konseling KB secara dini
Sumber: (Kemenkes RI, 2013)

Dalam standar pelayanan kebidanan dalam masa nifas terdapat tiga standar, yaitu
standar 13, standar 14, dan standar 15. Masing-masing dijelaskan sebagai berikut:

a. Standar 13 Perawatan Bayi Baru Lahir

Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan


pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan
melakukan tindakan atau merujuk sesuai kebutuhan. Bidan juga mencegah
atau menangani hipotermia.

b. Standar 14 Penanagan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan

Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya


komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang
diperlukan. Selain itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
mempercepat pulihnya kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai
pemberian ASI.

c. Standar 15 Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas.

Bidan melakukan kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan
minggu keenam setelah persalinan, utnuk membantu proses pemulihan ibu
dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini

29
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas,
serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan
perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI,
serta imunisasi dan KB.

2.1.9 Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri Luka Perineum


Masalah yang sering dialami oleh ibu post partum dan menyebabkan rasa
nyeri pada masa nifas salah satunya adalah luka pada daerah perineum yang
terjadi pada waktu proses persalinan. Penyebab perdarahan post partum adalah
perlukaan jalan lahir, baik dengan tindakan episiotomi maupun robekan spontan.
Luka perineum dapat mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis ibu post
partum, ibu post partum mengalami nyeri dan ketidaknyamanan selama 12 hari
post partum.
Nyeri yang dirasakan oleh ibu post partum pada bagian perineum
disebabkan oleh luka jahitan pada waktu melahirkan karena adanya jaringan
yang terputus. Respon nyeri pada setiap individu adalah unik dan relatif berbeda.
Hal ini dipengaruhi antara lain oleh pengalaman, persepsi, maupun sosial
kultural individu. Setiap ibu nifas memiliki persepsi dan dugaan yang unik
tentang nyeri pada masa nifas, yaitu tentang nyeri dan bagaimana kemampuan
mengatasi nyeri. Nyeri yang dirasakan oleh ibu nifas akan berpengaruh terhadap
mobilisasi yang dilakukan oleh ibu, pola istirahat, pola makan, pola tidur,
suasana hati ibu, kemampuan untuk buang air besar (BAB) atau buang air kecil
(BAK), aktivitas sehari-hari, antara lain dalam hal mengurus bayi, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga, sosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat, dan
menghambat ketika ibu akan mulai bekerja (Judha, 2012).
Mengingat permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat robekan
perineum pada saat melahirkan, maka penanganan setiap kejadian robekan
perineum harus segera dilakukan secara berkualitas, guna meminimalkan
kemungkinan penyulit yang bisa menyertai robekan perineum tersebut. Bidan
sebagai salah satu praktisi kesehatan harus mengetahui anatomi otot panggul
sehingga dapat memastikan dengan benar kesejahteraan jaringan tersebut. Hal
ini sangat penting karena dapat mempengaruhi penyatuan jaringan. Ada

30
beberapa cara penanggulangan nyeri pada luka robekan perineum, tetapi yang
paling populer adalah dengan teknik kompres dingin (Mohamed, 2012).
Nyeri dapat dikendalikan dengan 2 metode yaitu farmakologis dan
nonfarmakologis. Metode penghilang rasa nyeri secara farmakologis adalah
metode penghilang rasa nyeri dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, antara
lain dengan pemberian analgesi inhalasi, analgesi apioid, dan anestesi regional,
sedangkan metode nonfarmakologis adalah metode penghilang rasa nyeri secara
alami tanpa menggunakan obat-obatan kimiawi. Manajemen nyeri dengan
tindakan kompres dingin merupakan metode yang dapat diterapkan untuk
membantu kenyamanan pada ibu nifas untuk mengurangi rasa nyeri. Manfaat
kompres dingin diantaranya adalah mengurangi aliran darah ke daerah luka
sehingga dapat mengurangi resiko perdarahan dan oedema, kompres dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf
sehingga impuls nyeri yang mencapai otak akan lebih sedikit. Mekanisme lain
yang mungkin bekerja adalah bahwa kompres dingin menjadi dominan dan
mengurangi rasa nyeri (Judha, 2012).

31
BAB III
TINJAUAN PENATALAKSANAAN KASUS

3.I Kajian Kasus

STUDI KASUS
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. Y P1A0H1

RS / Puskesmas / RB : Bidan Siti Jualeha


Tanggal pengkajian : 02 Oktober 2020
Bidan : Siti Julaeha, STr. Keb
Mahasiswa : Upi Krisdayanti Lahagu
A. DATA SUBJEKTIF
1. BIODATA

Nama Ibu : Ny. Y Nama Ibu : Ny. A

Umur : 25 tahun Umur : 27 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl. Delima Alamat : Jl. Delima

No. Hp : 08127626XXXX No. Hp :-

Alasan Kunjungan / Keluhan Utama : Ibu mengatakan terasa nyeri pada


bagian luka perineum ibu

2. RIWAYAT PERKAWINAN
Perkawinan Ke : 1 (Pertama) Usia Saat Kawin : 24 tahun
Lamanya Perkawinan : 1 tahun

32
3. RIWAYAT KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS YANG LALU
N Tahu Usia Tem Jenis Peno Nifas Anak Keada Lakstas
O n Keha pat Persalina long JK/ An i
Partu milan n BB anak
s sekaran
g
1 2020 Ater PM Normal Bida Norma LK/3. Hidup ASI
m B n l 0
gram
4. RIWAYAT PERSALINAN SEKARANG
Tempat Melahirkan : PMB Siti Julaeha
Penolong Persalinan : Bidan
Jenis Persalinan : Normal
Ketuban : Jernih, bau khusus air ketuban
Lamanya Persalinan : 9 jam 50 menit
Kala I : 9 jam 15 menit Kala II : 30 menit Kala III : 5 menit
: Pembukaan 4 cm
Komplikasi Persalinan : Tidak ada
Robekan Jalan Lahir : Ada

RIWAYAT KELAHIRAN BAYI


Tanggal : 02 Oktober 2020 Pukul : 06.00 WIB
BB : 3000 gram PB : 49 cm
Masa Gestasi : 38 minggu Cacat Bawaan : Tidak ada
Jenis Kelamin : Laki-laki
5. RIWAYAT PENYAKIT/OPERASI YANG LALU
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti, TBC,
hepatitis, campak, dan tidak memiliki riwayat operasi
6. RIWAYAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MASALAH
KESEHATAN REPRODUKSI
Ibu mengatakan tidak pernah memiiki penyakit yang berhubungan dengan
masalah kesehatan reproduksi seperti, HIV/AIDS, PMS, kanker payudara,
kanker ovarium, kanker serviks
7. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA YANG PERNAH MENDERITA

33
SAKIT
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti, jantung, asma,
hipertensi, diabetes, albino
8. RIWAYAT KELUARGA BERENCANA
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun
9. POLA MAKAN/ MINUM / ELIMINASI / ISTIRAHAT / PSIKOSOSIAL
A. POLA MAKAN/MINUM
Makan : 1 x dalam 6 jam
Minum : 5 gelas dalam 6 jam
Jenis makanan / minuman yang sering di konsumsi : Nasi, lauk (Ikan,
ayam, telur, tahu, tempe), sayur-sayuran, buah, air putih
Keluhan : Tidak ada

B. ELIMINASI
BAK : 2 x dalam 6 jam
BAB : Belum ada
Masalah : Tidak ada
C. ISTIRAHAT
Tidur terakhir jam : 09.00 WIB
Tidur : ± 2 Jam
Masalah : Tidak ada
10. PSIKOSOSIAL
 Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya
 Suami dan keluarga memberi dukungan kepada ibu, dan membantu ibu
dalam aktivitasnya
Masalah atau gangguan yang ditemukan pada psikososial : Tidak ada
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Sikap tubuh : Normal
d. TTV
 TD : 110/80 mmHg
 P : 18 x/menit

34
 N : 80 x/menit
 S : 36,5 oC
e. BB sekarang : 57 kg
f. TB : 155 cm
57 57
g. IMT : 2 = = 25,33
(155) 2,25
h. LILA : 28 cm
i. Turgor : Baik
j. Muka : Tidak ada oedema
k. Gigi : Tidak caries
l. Telinga : Bersih, tidak infeksi
m. Leher : Tidak ada pembekakan kelenjar tyroid
n. Payudara : Simetris
 Puting susu : Menonjol
 Areola mamae : Bersih, hiperpigmentasi
 Pengeluaran ASI : Colostrum
o. Abdomen
 Bekas Operasi : Tidak ada
 Palpasi : Teraba TFU 2 jari di bawah pusat
p. Ekstremitas : Tidak ada oedema/varises
q. Reflek Patela : (+) / (+), Ka / Ki, bergerak normal
r. Anogenetalia
 Pengeluaran darah : ± 50 cc
 Lokhea : Rubra
 Hemoroid : Tidak ada
C. ASSESMENT
Diagnosa Ibu : P1 A0 H1, 6 jam postpartum, K/U ibu baik

D. PLAN
1. Memberitahukan pada ibu, dari hasil pemeriksaan keadaan umum ibu baik,
dan TTV normal.
2. Memberitahukan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang
dan bervariasi. serta menganjurkan ibu untuk minum air putih, pada menyusui

35
6 bulan pertama adalah 14 gelas sehari.
3. Menjelaskan kepada ibu mengenai ketidaknyamanan yang dialami oleh ibu
yaitu nyeri pada bagian luka perineum ibu, merupakan hal yang normal.
Adapun metode non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
ibu, yaitu dengan memberikan kompres dingin pada bagian luka perineum ibu
menggunakan bantal dingin (Cold Pack) dilapisi dengan plastik lalu
menempelkannya pada area luka perineum ibu, mengajarkan ibu dan keluarga
ibu untuk melakukan masase pada fundus uteri ibu. Serta menganjurkan ibu
untuk selalu berkemih jika dirasa kandung kemih sudah terasa penuh, karena
kandung kemih yang penuh dapat mengganggu kontraksi uterus.
4. Menganjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri (Personal Hygiene),
termasuk kebersihan daerah kemaluan dan daerah luka, mengganti pembalut
sesering mungkin.
5. Memberitahukan serta menganjurkan kepada ibu untuk tetap memberikan ASI
saja kepada bayi selama 6 bulan (ASI Eksklusif) tanpa ada makanan tambahan
dam secara on demand, serta memberitahukan manfaat ASI bagi bayi dan ibu.
6. Menjelaskan dan mengajarkan kepada ibu teknik menyusui yang baik dan
benar, posisi ibu ada dalam posisi yang nyaman, kepala dan badan bayi berada
dalam garis lurus, wajah bayi menghadap payudara, hidung berhadapan
dengan puting, ibu memeluk badan bayi dekat dengan badannya, jika bayi
baru lahir ibu harus menyangga seluruh badan bayi, sebagian besar areola
(Bagian hitam di sekitar puting) masuk ke dalam mulut bayi, mulut terbuka
lebar, bibir bawah melengkung ke luar, dagu menyentuh payudara ibu.
7. Memberitahukan kepada ibu untuk merawat dan memperhatikan bayi nya,
menjaga suhu tubuh bayi, agar bayi tidak kehilangan suhu tubuh yaitu bayi
tetap hangat, dan tidak membiarkan bayi menangis terlalu lama.
8. Memberitahukan ibu tanda-tanda bahaya pada masa nifas yaitu pendarahan
lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir, bengkak di wajah,
tangan dan kaki atau sakit kepala dan kejang-kejang, dema lebih dari 2 hari,
payudara bengkak merah disertai rasa sakit, ibu terlihat sedih murung
menangis tanpa sebab (depresi)
9. Memberitahukan ibu hal-hal yang harus dihindari oleh ibu selama nifas yaitu

36
membuat ASI yang pertama keluar (Kolostrum) karena sangat berguna untuk
kekebalan tubuh anak, Membersihkan payudara dengan alkohol, povidone
iodine, obat merah atau sabun karena bisa terminum oleh bayi, mengikat perut
terlalu kencang, menempelkan daun-daunan pada kemaluan karena akan
menimbulkan infeksi.
10. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup karena selama persalinan ibu
sudah mengeluarkan banyak tenaga, ibu dapat istirahat disaat bayi sedang
tidur atau dapat bergantian dengan suami untuk menjaga bayi.

37
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Laporan Asuhan Kasus
1. Gambaran Lokasi
Praktik Mandiri Bidan (PMB) Siti Julaeha, STr.Keb merupakan salah
satu bidan yang berpraktik secara mandiri yang ada di kota Pekanbaru
tempatnya berlokasi di jalan Delima VII, No. 14 Kecamatan Tampan,
Pekanbaru. Dalam menjalankan praktiknya, PMB Siti Julaeha memberikan
pelayanan meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dan pelayanan
untuk keluarga berencana. Jenis pelayanan kesehatan ibu tersedia bagi pasien
umum dengan biaya mandiri dan BPJS. PMB Siti Julaeha tidak hanya
berfungsi dalam memberikan pelayanan kebidanan, namun juga menjadi
salah satu lahan praktik bagi para mahasiswa dari berbagai institusi kesehatan
khususnya jurusan kebidanan di kota Pekanbaru.
Terdapat tiga orang tenaga kesehatan yang bekerja ditempat tersebut,
Bidan Siti Julaeha sebagai pemimpin PMB dan 3 orang bidan lainnya.
Fasilitas yang ada di PMB Siti Julaeha ini antara lain : ruang periksa, ruang
bersalin, ruang rawat ibu nifas, ruang tunggu, ruang pendaftaran dan
pengambilan obat, serta toilet. Pelayanan ibu dan anak yang diberikan oleh
PMB Siti Julaeha yaitu pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan
normal, pelayanan keluarga berencana (KB), kesehatan anak, dan imunisasi.
Pengambilan kasus dilakukan di PMB Siti Julaeha dimulai saat ibu
melahirkan bayi sampai 6 jam postnatal.
2. Tinjauan Kasus
Pada tinjauan kasus akan membahas asuhan kebidanan pada ibu nifas 6
jam postpartum Ny. Y dengan menggunakan metode pendokumentasian
SOAP (Subjektif, Objektif, Analisa, dan Pentalaksanaan).
Pada KF 1 yaitu 6 jam post partum didapatkan hasil anamnesis atau data
subjektif dari Ny. Y, ibu mengeluh terasa nyeri pada bagian luka perineum,
rasa nyeri yang dialami ibu merupakan hal yang fisiologis, di karenakan
adanya luka dan bekas jahitan, jahitan dilakukan karena adanya tindakan
episiotomi pada perineum ibu, dikarenakan perineum ibu kaku, adapun

38
metode non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, yaitu
dengan memberikan kompres dingin pada bagian luka perineum
menggunakan bantal dingin (Cold Pack) dengan menempelkannya pada area
luka perineum, mengajarkan ibu, suami dan keluarga untuk melakukan
masase pada fundus uteri. Serta menganjurkan untuk selalu berkemih jika
dirasa kandung kemih sudah terasa penuh, karena kandung kemih yang penuh
dapat mengganggu kontraksi uterus.

Berdasarkan hasil pemeriksaan objektif pada Ny. Y didapatkan hasil


yang normal dan tidak ada masalah atau kondisi yang patologis pada Ny. Y.
Pada pemeriksaan TTV pada ibu tekanan darah ibu 110/80 mmHg, suhu
tubuh dibawah 36,5ºC, nadi 80 kali/menit dan pernapasan 18 kali/menit. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa tanda-tanda vital ibu
nifas dikatakan normal apabila tekanan darah ibu < 140/90 mmHg, suhu
tubuh <380C, denyut nadi 60-100x/menit dan pernapasan 20-30x/menit
(Walyani dan Endang, 2015).
Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk menilai kemajuan involusi
uterus. Involusi uterus adalah proses uterus kembali ke ukuran semula, seperti
sebelum hamil, diukur dengan pengkajian TFU dan konsistensi uterus. Pada
pemeriksaan palpasi abdomen pada KF 1 (1 hari post partum) ditemukan hasil
pengukuran TFU ibu dalam batas normal yaitu 2 jari dibawah pusat dan
uterus teraba keras yang menunjukan kontraksi baik. Hasil pemeriksaan
tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa kontaski ibu dikatakan
baik jika uterus teraba keras dan TFU ibu setelah melahirkan adalah 2-3 jari
dibawah pusat, setelah 7 hari post partum TFU pertengahan pusat-sympisis,
dan setelah 6 minggu TFU tidak teraba diatas sympisis dan kembali normal
seperti sebelum hamil ( Saleha, 2009).
Pemeriksaan anogenetalia ibu ditemukan bahwa jumlah pengeluaran
lokhea ibu pada KF 1 adalah normal yaitu ± 50 cc (satu pembalut besar).
Begitu juga dengan lokhea yaitu berwarna merah (Rubra). Hasil pemeriksaan
ibu normal (Saleha, 2009)

39
Berdasarkan program kebijakan teknis kunjungan nifas pertama (KF1),
asuhan yang dilakukan pada ibu nifas adalah pemberian ASI awal. Pada
kunjungan ini diberikan penkes tentang pemberian ASI secara on demand dan
memberikan penkes mengenai ASI eksklusif dan manfaatnya serta
menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
Memberikan ASI kepada bayinya, ASI mengandung semua nutrien yang
dibutuhkan bayi dalam jumlah yang benar dan tidak pernah “basi”. Manfaat
paling penting dalam menyusui adalah perlindungan terhadap infeksi seperti
diare, infeksi pernafasan, dan lain-lain. Menyusui juga memiliki manfaat
psikologis. Menyusui memberikan ibu kesempatan yang lebih besar untuk
berhubungan secara intim dengan bayi dan mengembangkan relasi penuh
kasih sayang dalam jangka panjang. Bayi juga akan berkembang menjadi
anak yang aman secara emosi karena bayi mulai mengenalisentuhan ibu
dalam waktu beberapa hari setelah lahir. Kontak fisik yang teratur dan
berlangsung terus dengan ibu akan menolong bayi mengembangkan
kemampuan untuk menghadapi masalah dan konflik dalam kehidupnnya di
kemudian hari ( Ramaiah, 2007).

40
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari data subjektif yang diperoleh dari Ny. Y dengan mengkaji melalui
anamnesis keluhan yang dialami ibu adalah nyeri pada bagian luka perineum.
Dari data objektif yang didapatkan dari hasil pemeriksaan ialah kondisi ibu baik.
Assessment pada kasus fisiologis yang disertakan di atas serta pengkajian data
yang dilakukan melalui data subjektif dan objektif pada Ny. Y bahwa Ny. Y
merupakan ibu 6 jam postpartum. Asuhan yang diberikan kepada ibu untuk
mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu dengan melakukan metode non
farmakologi yaitu kompres dingin pada area luka perineum. Dan setelah
diberikan kompres dingin pada area luka perineum Ny. Y nyeri pada luka Ny. Y
berkurang.
B. Saran
1. Tenaga Kesehatan
Diharapkan pada petugas kesehatan terutama bidan agar dapat memberikan
asuhan kebidanan yang dibutuhkan oleh setiap ibu nifas, karena intensitas
nyeri yang dirasakan oleh setiap orang berbedabeda, tidak semua nyeri yang
dirasakan ibu nifas harus menggunakan cara farmakologis karena dengan cara
non farmakologis seperti kompres dingin pun juga dapat mengurangi
intensitas nyeri tersebut.
2. Pendidikan
Diharapkan kepada mahasiswa dapat menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh
selama tugas atau dinas dilapangan pada saat belajar diinstitusi. Dan
diharapkan mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan memberikan
kompres dingin sebagai metode non farmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri pada luka perineum ibu postpartum.

41
DAFTAR PUSTAKA
Achyar, Khamidah, and Isnaeni Rofiqoh. “Pengaruh kunjungan nifas terhadap
komplikasi masa nifas di wilayah Puskesmas Sokaraja 1 kabupaten Banyumas.”
MEDISAINS 14.2 (2016).

Ambarwati, Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas Yogyakarta: Nuha Medika

Hidayat, Musrifatul. Keterampilan dasar praktik klinik untuk kebidanan. Salemba


Medika. Jakarta: 2008. 2.

Kusumaningrum, Puput Risti. “Efektifitas Senam Nifas Terhadap Involusiuteri Di


RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro 1 Klaten.” TRIAGE Jurnal Ilmu Keperawatan 6.1
(2016).

Rahayu, dkk.2017. Pengaruh sitz bath terhdap intensitas nyeri pada ibu nifas post
episiotomi di Rumah Sakit Siti Khadijah Palembang

Rahmawati, Eva Silviana. "Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri


Luka Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Siti Alfirdaus Kingking Kabupaten
Tuban." Jurnal Sain Med 5.2 (2013): 43-46.

Sulistywati A. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Penerbit
Andi: 2009.

Susilawati, Elly, and Wita Raniva Ilda. "Efektifitas Kompres Hangat dan Kompres
Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Luka Perineum Pada Ibu Post Partum di BPM
Siti Julaeha Pekanbaru." JOMIS (Journal Of Midwifery Science) 3.1 (2019): 7-
14.

Tamsuri, Anas. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. EGC. Jakarta: 2006.

Wulandari, S.R, Handayani, S. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

42

Anda mungkin juga menyukai