Anda di halaman 1dari 313

MODUL

PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
MASYARAKATAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Penulis
Tim Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka
Siti Zahra Yundiafi

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK
2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
JL. VETERAN NO. 11

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PAS-111.PK.01.05.02 TAHUN 2012
PAS.1. .PK.05.02 Tahun 2010
TENTANG
MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan kompetensi Pembimbing


: Kemasyarakatan perlu dibuat modul yang dapatmembantu dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a perlu menetapkan peraturan Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
tentang Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan.

Mengingat 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


: (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614);
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5332);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan
dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3845);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69,
Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846);
5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M.HH-01.OT.02.02 tahun 2009 tanggal 13 Januari
2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem
Pemasyarakatan ;
6. Peraturan menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-05.OT.01.01
Tahun 2010 tanggal 30 Desember Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM ;
7. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.01.PR.07.03 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Kehakiman Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengetasan Anak;
8. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.01.PK.04.10 Tahun 1998 tanggal 3 Februari 1998 tentang Tugas,
Kewajiban dan Syarat-syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan;
9. Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
E.40-PR.05.03 Tahun 1987 tanggal 8 September tentang Bimbingan
Klien Pemasyarakatan

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN TENTANG


MODUL BAGI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pasal 1
(1) Menerbitkan Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan di lingkungan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan sebagaimana disebut dalam lampiran merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
(2) Modul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijadikan bahan ajar dalam
pendidikan bagi Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 2
Peraturan Direktur Jenderal Pemasyarakatan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 16 OKTOBER 2012

An. DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN

SIHABUDIN, Bc.IP., SH., MH.


NIP. 531111 197602 1 001
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN

SAMBUTAN
Assalamu’alaikum wr.wb.
Sistem Pemasyarakatan adalah sistem koreksi yang bertujuan untuk
mengintegrasikan kembali pelaku tindak pidana kedalam masyarakat dengan
berupaya melakukan perubahan perilaku kearah yang lebih positif terhadap warga
binaan pemasyarakatan melalui proses pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan
serta perlindungan hak-hak warga binaan pemasyarakatan. Proses pembinaan
didasarkan atas asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan,
pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan
kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, dan terjaminnya hak untuk
tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Hal ini tentu sejalan
dengan cita-cita pemasyarakatan yang diusung oleh “Founding Father
Pemasyarakatan”, Dr. Sahardjo 49 tahun silam.
Dalam proses peradilan pidana dan dalam pelaksanaan pemidanaan hakekatnya
dalam pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan pembimbingan klien
pemasyarakatan, dengan demikian pemasyarakatan berperan pada seluruh tahapan
proses hukum, mulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi. Balai
Pemasyarakatan mulai berperan dalam melakukan pendampingan terhadap pelaku
tindak pidana juga melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai analisa terhadap
latar belakang tindak pidana, potensi pelaku, kondisi keluarga, kondisi lingkungan
masyarakat dan lain sebagainya yang menjadi bahan pertimbangan bagi hakim
dalam memberikan putusan hukum yang mengikat.
Sebagai bagian dari Sistem Pemasyarakatan, Balai Pemasyarakatan juga berperan
dalam tahap adjudikasi, yaitu melalui laporan hasil penelitian kemasyarakatan.
Laporan Penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan bagi
aparat penegak hukum lainnya dalam memberikan keputusan hukum yang tepat dan
adil. Pada tahap post-adjudikasi, Balai Pemasyarakatan ikut didalam melakukan
proses pembinaan dalam rangka admisi orientasi, asimilasi dan reintegrasi serta
perlindungan anak.
Seiring dengan disahkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, pada tanggal 30 Juli 2012, peranan Balai Pemasyarakatan
khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

i
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
menjadi sangat penting dan strategis didalam setiap tahapan proses hukum bagi
anak.
Dalam tahap pra-adjudikasi Pembimbing Kemasyarakatan memiliki peran penting
dalam penanganan Anak yang berkonflik dengan hukum dengan mengedepankan
prinsip untuk hak kepentingan terbaik bagi anak. Dalam proses ini seorang
Pembimbing Kemasyarakatan wajib mengupayakan diversi bagi anak pelaku tindak
pidana dengan pendekatan keadilan restroratif pada setiap tingkat pemeriksaan;
tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan, selain itu juga pengawasan
pelaksanan diversi yang telah mempunyai penetapan hakim. Perampasan
kemerdekaan adalah salah satu upaya terakhir bagi Anak, ini menjadi filosofi Sistem
Peradilan Pidana Anak dan juga filosogi bagi Pembimbing Pemasyarakatan dalam
penanganan anak yang berkonflik dengan hukum.
Saya sangat mengapresiasi respon yang sangat cepat dan positif yang dilakukan
oleh Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang telah
menyusun Modul bagi Pembimbing Kemasyarakatan. Melalui modul ini tentu
diharapkan akan dapat memudahkan rekan-rekan Pembimbing Kemasyarakatan
dalam menjalankan tugas dan fungsinya sehari-hari dilapangan. Saya juga sangat
bangga karena modul ini disusun dengan sangat baik karena telah melewati
beberapa proses akademik sehingga modul ini lebih berbobot karena telah dilakukan
uji coba kepada petugas pemasyarakatan.
Saya berharap melalui modul-modul ini kinerja Balai Pemasyarakatan, khususnya
Pembimbing Kemasyarakatan, akan semakin baik dengan dilandasi sikap
profesionalisme serta sumber daya manusia yang kompeten sehingga mampu
meningkatkan kualitas pelayanan pembimbingan, pendampingan serta pengawasan
sesuai dengan amanat perundang-undangan. Akhirnya terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan secara aktif dalam penyusunan modul ini. Semoga dapat
bermanfaat bagi Pembimbing Kemasyarakatan di lapangan.
Wasssalamu’alaikum wr.wb.
Jakarta, 16 September 2012
Direktur Jenderal Pemasyarakatan

SIHABUDIN, Bc.IP, SH, MH


NIP. 19531111 197602 1 001

ii
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DIREKTUR BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK

SAMBUTAN
Assalamu’alaikum wr.wb.

Balai Pemasyarakatan (Bapas) merupakan garda terdepan dalam upaya


reintegrasi pelanggar hukum sejalan dengan cita-cita pemasyarakatan. Peran Bapas
dalam system peradilan pidana sangat strategis karena analisis Bapas terhadap para
pelanggar hukum yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan menjadi suatu
informasi yang penting untuk menetapkan suatu ketetapan hukum yang mengikat.
Tugas Pemasyarakatan yang melekat pada Bapas berperan pada seluruh tahapan
proses hukum, mulai dari tahap pra-adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi.

Pada tahap pra-adjudikasi, Sistem Pemasyarakatan melalui Rumah Tahanan


Negara menjalankan pelayanan dan perawatan terhadap tahanan dan perlindungan
terhadap penyalahgunaan kewenangan pihak yang memiliki kewenangan yuridis
dalam penahanan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Pada tahap ini,
Balai Pemasyarakatan mulai berperan dalam melakukan pendampingan terhadap
pelaku tindak pidana juga melakukan penelitian kemasyarakatan baik untuk proses
diversi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi hakim dalam memberikan putusan
hukum yang mengikat. Hal ini tentu berhubungan dengan substansi Penelitian
Kemasyarakatan yang berisi tentang analisa terhadap latar belakang tindak pidana,
potensi pelaku, kondisi keluarga, kondisi lingkungan masyarakat dan lain sebagainya.

Peran Balai Pemasyarakatan dalam tahap adjudikasi, yaitu menyampaikan hasil


penelitian kemasyarakatan yang mengungkap serta menganalisis profil pelaku
pelanggar hukum pidana dimuka persidangan. Penelitian Kemasyarakatan adalah
upaya Pembimbing Kemasyarakatan dalam memberikan perspektif lain yang lebih
objektif sebagai dasar pembuatan keputusan bagi aparat penegak hukum lainnya
dalam memberikan keputusan hukum yang tepat dan adil. Pada tahap post-
adjudikasi, Balai Pemasyarakatan ikut didalam melakukan proses pembinaan dalam
rangka admisi orientasi, asimilasi dan reintegrasi serta perlindungan anak.

Melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,


peranan Bapas khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak menjadi makin strategis. Undang-undang tersebut mengamanatkan

iii
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
agar Bapas, melalui Pembimbing Kemasyarakatan, hadir dalam setiap tahapan
proses hukum yang melibatkan anak. Agar petugas Pembimbing Kemasyarakatan
dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara lebih efektif dan efisien maka
Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak menyusun Modul bagi
Pembimbing Kemasyarakatan. Modul ini disusun dengan memenuhi kaidah-kaidah
penulisan ilmiah serta referensi yang lengkap yang dipandu oleh para ahli dari
Universitas Terbuka. Modul ini juga telah melalui pemeriksaan oleh para ahli materi
dan telah diujicobakan kepada petugas pemasyarakatan. Saya sangat
mengapresiasikan kinerja yang luar biasa dari rekan-rekan di Direktorat Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang telah bekerja keras menyusun modul
ini, khususnya pada Sub Direktorat Penelitian Kemasyarakatan.

Saya berharap melalui modul ini dapat membantu kinerja Balai Pemasyarakatan,
khususnya Pembimbing Kemasyarakatan dilapangan agar memiliki pengetahuan
serta pemahaman yang lengkap yang dapat memudahkan Pembimbing
Kemasyarakatan menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana yang telah
diamanatkan peraturan perundang-undangan.

Wasssalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, 17 September 2012


Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengentasan Anak

Dr. MARDJOEKI, Bc.IP., M.Si.


NIP. 19560424 198101 1 001

iv
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DAFTAR ISI DAFTAR ISI

TA N
RAKA
Sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan i
Sambutan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak iii
Daftar Isi v

MODUL I – TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 2
B. Deskripsi Singkat 2
C. Kompetensi Umum 2
D. Kompetensi Khusus 2
E. Peta Kompetensi 3
F. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 3
G. Manfaat Mempelajari Modul 4
H. Petunjuk Mempelajari Modul 4

BAB II PROFIL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


A. Kompetensi Khusus 6
B. Sub Pokok Bahasan
1. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan
Perundang-undangan 6
2. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli 12
C. Rangkuman 14
D. Latihan 14

BAB III TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


A. Kompetensi Khusus 16
B. Sub Pokok Bahasan
1. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan
Perundang-undangan 16
2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli 17
3. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan 19
C. Rangkuman 21
D. Latihan 21

BAB IV PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


A. Kompetensi Khusus 23
B. Sub Pokok Bahasan
1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli 23
2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum 38
C. Rangkuman 42
D. Latihan 42

v
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB V PENUTUP
A. Rangkuman 44
B. Evaluasi 44
C. Umpan Balik 46
Kunci Jawaban 47
D. Daftar Pustaka 48
E. Glosarium 49

vi
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL II – DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

BAB I PENDAHULUAN 51
A. Latar Belakang 51
B. Deskripsi Singkat 52
C. Kompetensi Umum 52
D. Kompetensi Khusus 52
E. Peta Kompetensi 52
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan 52
G. Manfaat Mempelajari Modul 53
H. Petunjuk Mempelajari Modul 53

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PEMBIMBINGAN


A. Kompetensi Khusus 55
B. 1. Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan 55
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian
Kemasyarakatan di Indonesia 58
C. Rangkuman 60
D. Latihan 62

BAB III PRINSIP PEMBIMBINGAN


A. Kompetensi Khusus 64
B. 1. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Henry S. Mass 64
2. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Naomi I. Brill 66
3. Prinsip Dasar Pembimbingan Menurut Felix Biestek 67
C. Rangkuman 68
D. Latihan 69

BAB IV METODE PEMBIMBINGAN


A. Kompetensi Khusus 71
B. 1. Metode Pembimbingan 71
2. Penerapan Metode dalam Praktik Pembimbingan Kemasyarakatan 73
C. Rangkuman 78
D. Latihan 79

BAB V TEKNIK PEMBIMBINGAN


A. Kompetensi Khusus 81
B. 1. Teknik Pekerjaan Sosial Menurut Naomi I. Brill 81
2. Teknik Bimbingan Kelompok 86
C. Rangkuman 87
D. Latihan 87

ii

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


BAB VI KETERAMPILAN DALAM PEMBIMBINGAN
A. Kompetensi Khusus 89
B. 1. Keterampilan Menurut Stephen P. Robbins 89
2. Keterampilan Menurut Naomi l. Brill 90
3. Keterampilan Menurut Louise C. Johnson 93
C. Rangkuman 97
D. Latihan 98

BAB VII PENUTUP


A. Rangkuman 100
B. Evaluasi 100
C. Umpan Balik 103
Kunci Jawaban 104
D. Daftar Pustaka 104

iii
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL III – PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 110
B. Deskripsi Singkat 110
C. Kompetensi Umum 110
D. Kompetensi Khusus 110
E. Peta Kompetensi 111
F. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 111
G. Manfaat Mempelajari Modul 112
H. Petunjuk Penggunaan Modul 112

BAB II GAMBARAN UMUM PROSEDUR DAN MEKANISME


PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN (PK)
A. Kompetensi Khusus 115
B. Sub Pokok Bahasan
1. Pengertian Prosedur dan Mekanisme 115
2. Pengertian Pembimbingan, Unsur-unsur Pembimbingan
dan Tujuan Pembimbingan 116
a. Pengertian Pembimbingan 116
b. Unsur-unsur Pembimbingan 116
1) Pembimbing Kemasyarakatan (PK) 116
2) Klien Pemasyarakatan 116
3) Keluarga Klien 118
4) Penjamin 118
5) Masyarakat 119
6) Pemerintah Setempat 119
7) Pihak Lainnya 120
c. Tujuan Pembimbingan 120
1) Perubahan Tingkah Laku 121
2) Masyarakat Produktif 122
C. Rangkuman 123
D. Latihan 123

BAB III PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING


KEMASYARAKATAN (PK)
A. Kompetensi Khusus 125
B. Sub Pokok Bahasan
1. Prosedur dan Mekanisme Litmas 125
2. Prosedur dan Mekanisme Pendampingan 129
3. Prosedur dan Mekanisme Sidang TPP 132
4. Prosedur dan Mekanisme Pembimbingan 133
5. Prosedur dan Mekanisme Pengawasan 136
C. Rangkuman 138
D. Latihan 138

iv
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB IV PENCATATAN, PELAPORAN DAN PENGARSIPAN
A. Kompetensi Khusus 140
B. Sub Pokok Bahasan
1. Definisi Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan 140
2. Mekanisme Pencatatan, Pelaporan dan Pengaripan 142
3. Formulir Pencatatan dan Pelaporan 143
C. Rangkuman 146
D. Latihan 146

BAB V PENUTUP
A. Rangkuman 148
B. Latihan 148
C. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 152
KUNCI JAWABAN 153
GLOSARIUM 154
DAFTAR PUSTAKA 155

v
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL IV – MANAJEMEN KASUS

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 158
B. Deskripsi Singkat 158
C. Kompetensi Umum 158
D. Kompetensi Khusus 158
E. Peta Kompetensi 159
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan 159
G. Manfaat Mempelajari Modul 161
H. Petunjuk Penggunaan Modul 161

BAB II PENGERTIAN MANAJEMEN KASUS


A. Kompetensi Khusus 163
B. Pengertian Manajemen Kasus 163
C. Rangkuman 164
D. Latihan 165

BAB III FUNGSI MENAJEMEN KASUS


A. Kompetensi Khusus 167
B. Fungsi Manajemen Kasus 167
C. Prinsip Manajemen Kasus 169
D. Tugas Manajer Kasus 172
E. Peran Manajer Kasus 172
F. Rangkuman 173
G. Latihan 173

BAB IV TAHAPAN DAN STRATEGI MANAJEMEN KASUS


A. Kompetensi Khusus 175
B. Tahapan dalam Manajemen Kasus 175
1. Asesmen 175
2. Perencanaan 178
3. Intervensi 179
4. Pengawasan 180
5. Pendampingan 182
6. Terminasi 183
C. Pihak yang Terlibat dalam Manajemen Kasus 186
D. Rangkuman 187
E. Latihan
F. 188

vi

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


BAB V KETERAMPILAN KOMUNIKASI
A. Kompetensi Khusus 190
B. Keterampilan Menjalin Komunikasi 190
1. Mikro Konseling 190
2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi 194
3. Pedoman Menjalin Komunikasi 195
C. Rangkuman 197
D. Latihan 197

BAB VI MENJALIN HUBUNGAN BANTUAN DAN STRATEGI KEMITRAAN


A. Kompetensi Khusus 199
B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Strategi Kemitraan 199
1. Individualisasi 199
2. Ekspresi Perasaan Bertujuan 200
3. Pelibatan Emosional Terkendali 200
4. Penerimaan 202
5. Sikap Tidak Menghakimi 203
6. Memutuskan bagi Diri Sendiri 204
7. Kerahasiaan 204
C. Sifat Layanan Bantuan 205
D. Menjalin Kemitraan 205
1. Sumber Pelayanan 207
2. Pemetaan Sumber Pelayanan 209
3. Jejaring Instansi Pemerintah dan Nonpemerintah 211
E. Rangkuman 211
F. Latihan 212

BAB VII PENUTUP


A. Rangkuman 214
B. Umpan Balik 214
C. Kumpulan Soal dan Kunci Jawaban 215
D. Daftar Pustaka 218
E. Glosarium 219

vii
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL V - DIVERSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 223
B. Deskripsi Singkat 224
C. Kompetensi Umum 224
D. Kompetensi Khusus 224
E. Peta Kompetensi 224
F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan 225
G. Manfaat Mempelajari Modul 226
H. Petunjuk Penggunaan Modul 226

BAB II SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK


A. Kompetensi Khusus 228
B. Sistem Peradilan Pidana Anak 228
C. Keadilan Restoratif 232
D. Diversi 235
E. Rangkuman 247
F. Latihan 248

BAB III INSTRUMEN NASIONAL DAN INTERNASIONAL YANG MENJADI DASAR


HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM
A. Kompetensi Khusus 250
B. Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan
Anak Berkonflik dengan Hukum 250
C. Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan
Anak Berkonflik dengan Hukum 257
D. Rangkuman 264
E. Latihan 265

BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN DIVERSI


A. Kompetensi Khusus 267
B. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya
UU No. 11 Tahun 2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak 267
C. Tahapan Pelaksanaan Diversi Mengacu Pada
UU No. 11 Tahun 2012 Tentang System Peradilan Pidana Anak 268
D. Ilustrasi Upaya Diversi Sebelum Diberlakukan
UU. No. 11tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 269
E. Rangkuman 272
F. Latihan 273

BAB VII PENUTUP


A. Rangkuman 275
B. Evaluasi 276
C. Umpan Balik 278
D. Daftar Pustaka 279
E. Glosarium 280
viii

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


MODUL I
TUGAS DAN PERAN
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Penulis
Tejo Harwanto | Taufiq Effendy W | Veriyadi

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka
Siti Zahra Yundiafi

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa ijin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN PENGENTASAN ANAK
2012
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

KATA PENGANTAR
Pembimbing Kemasyarakatan adalah pegawai/petugas Pemasyarakatan pada Balai
Pemasyarakatan yang mempunyai tugas melakukan penelitian kemasyarakatan,
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak. Seiring
dengan diberlakukannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, peran seorang Pembimbing Kemasyarakatan menjadi sangat
penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu seorang
Pembimbing Kemasyarakatan dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan teknisnya agar dapat menjalankan tugas yang semakin menantang.
Modul tentang Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan ini disusun untuk
membekali Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan tugas di lapangan.

Modul ini membahas tentang Profil, Tugas, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan.
Diharapkan modul ini dapat dijadikan sebagai salah satu wahana pembelajaran bagi
Pembimbing Kemasyarakatan untuk menambah pengetahuan tentang Tugas, Fungsi,
dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan. Modul ini di maksudkan untuk
menyamakan pola pikir, pola sikap, dan gerak langkah pembimbing kemasyarakatan
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu melakukan penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan.

Mari kita tingkatkan kualitas Pembimbing Kemasyarakatan sehingga dapat kita


tunjukkan bahwa seorang Pembimbing Kemasyarakatan adalah bagian penting dari
proses penegakan hukum. Selamat belajar. Semoga modul ini dapat memberikan
manfaat dan dapat meningkatkan kinerja Pembimbing Kemasyarakatan. . Tidak lupa
kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini,
khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).

Jakarta, September 2012

Tim Penyusun

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENDAHULUAN
BAB SATU

1
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan warga binaan
pemasyarakatan, selanjutnya disebut klien pemasyarakatan, agar dapat berintegrasi dan
berperan kembali dalam keluarga dan lingkungan masyarakat luas secara sehat dan
bertanggung jawab. Peran balai pemasyarakatan secara umum dan pembimbing
kemasyarakatan secara khusus dirasa belum maksimal dalam mewujudkan fungsi sistem
pemasyarakatan.
Seiring dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, pembimbing kemasyarakatan memegang peranan sangat
penting dalam proses penegakan hukum, terutama dalam penelitian kemasyarakatan
dan bimbingan bagi klien pemasyarakatan.
Penulisan modul ini dimaksudkan untuk menyediakan bahan ajar yang berkaitan
dengan tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan. Modul ini diharapkan
dapat membantu meringankan tugas pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan
amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Modul Tugas dan Peran Pembimbingan Kemasyarakatan merupakan dasar untuk
mempelajari modul-modul selanjutnya. Modul ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang
mencakup pendahuluan, profil pembimbing kemasyarakatan, tugas pembimbing
kemasyarakatan, peran pembimbing kemasyarakatan, dan penutup.

C. KOMPETENSI UMUM
Setelah mempelajari modul Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, Saudara
akan memiliki kemampuan dalam menjelaskan tugas dan peran pembimbing
kemasyarakatan.

D. KOMPETENSI KHUSUS
Setelah mempelajari modul Tugas dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, secara
khusus Saudara akan memiliki kemampuan dalam:
1. mengidentifikasi profil pembimbing kemasyarakatan,
2. menjelaskan tugas pembimbing kemasyarakatan, dan
3. menjelaskan peran pembimbing kemasyarakatan

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

E. PETA KOMPETENSI
Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus Saudara capai untuk memiliki
kemampuan dalam menjelaskan tugas dan peran pembimbing kemasyarakatan.

TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Setelah mempelajari modul ini, pembimbing kemasyarakatan diharapkan


memiliki kemampuan berikut:

2. menjelaskan tugas 3. menjelaskan peran


pembimbing pembimbing
kemasyarakatan kemasyarakatan

1. mengidentifikasi profil
pembimbing
kemasyarakatan

Bagan 1
Peta Kompetensi

F. POKOK BAHASAN DAN SUBPOKOK BAHASAN


Untuk mempermudah Saudara dalam memahami modul ini, materi dalam modul ini
dikemas sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
BAB II Profil Pembimbing Kemasyarakatan
Bab II dibagi dalam dua subbab, yakni subbab Profil Pembimbing Kemasyarakatan
Menurut Peraturan Perundang-undangan dan subbab Profil Pembimbing
Kemasyarakatan Menurut Pandangan Para Ahli.

BAB III Tugas dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan


Bab ini terdiri atas tiga subbab, yakni subbab Tugas Pembimbing Kemasyarakatan
Menurut Peraturan Perundang-undangan, subbab Tugas Pembimbing Kemasyarakatan
Menurut Pendapat Para Ahli, dan subbab Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan.

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

BAB IV Peran Pembimbing Kemasyarakatan


Bab IV terdiri atas dua subbab, yakni subbab Peran Pembimbing Kemasyarakatan
Menurut Pandangan Para Ahli dan subbab Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam
Institusi Penegakan Hukum.
BAB V Penutup

G. MANFAAT MEMPELAJARI MODUL


Modul ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman PK terhadap
tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan. Modul ini digunakan sebagai
pedoman pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pembimbingan,
pendampingan, dan pengawasan klien pemasyarakatan di lapangan.

H. PETUNJUK MEMPELAJARI MODUL


Perhatikan dan ikuti beberapa petunjuk berikut.
1. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang tugas pembimbing kemasyarakatan,
dianjurkan Saudara membaca referensi terkait, yaitu Peraturan Pemerintah RI No. 31
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan
dan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas,
Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan sebagai dasar
pemahaman, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Baca dan pahamilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga pada
saat Saudara selesai mengerjakan evaluasi yang disajikan di bagian akhir modul ini,
tingkat penguasaan yang Saudara peroleh mencapai minimal 80%.
3. Kerjakan setiap soal dalam latihan dan evaluasi dengan tertib dan sungguh-sungguh
tanpa lebih dahulu melihat kunci jawabannya.
4. Setelah mempelajari modul ini dan penguasaan materi mencapai minimal 80%,
Saudara diharuskan melanjutkan materi ke modul berikutnya.

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PROFIL
PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN
BAB DUA

5
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. KOMPETENSI KHUSUS
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, pembimbing kemasyarakatan diharapkan
memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi profil pembimbing kemasyarakatan.

B. SUBPOKOK BAHASAN
1. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan
Sejak berdirinya lembaga reklasering di Indonesia pada zaman Pemerintahan
Belanda, petugas yang menjadi garda terdepan dalam pelayanan hukum kepada
masyarakat saat itu dikenal dengan sebutan Ambtenaar der Reclassering atau
Bijzondere Ambtenaar ‘pegawai negeri istimewa’ yang dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah Probation Officer, yang berarti ‘pekerja sosial kehakiman’. Sejak 1968
kedua sebutan tersebut berganti menjadi “pembimbing kemasyarakatan”. Tugas dan
tanggung jawabnya telah diatur dalam Wetboek van Strafrecht yang pada 1917
dilakukan penerjemahan dan perubahan dengan judul Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, selanjutnya disingkat KUHP, yang diberlakukan mulai 1 Januari 1918. Dalam
Pasal 14 huruf d ayat (2) KUHP disebutkan bahwa hakim boleh mewajibkan kepada
seorang Ambtenaar istimewa supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada sistem
hukum tentang perjanjian istimewa itu. Selain dalam KUHP, terdapat juga dalam Ordonansi
Pidana Bersyarat dan Bebas Bersyarat, Stbl. Nomor 251 Tanggal 4 Mei 1926 dan G. General
Nomor 18 yang diberlakukan 9 Juli 1926, terutama pada Title 1 tentang Pegawai Istimewa.

Pasal 11
(1) Untuk tiap-tiap daerah yang mempunyai pengadilan negeri mendapat seorang
petugas atau Pegawai Istimewa. Istilah yang dimaksud adalah pembimbing
kemasyarakatan.
(2) Mereka mendapat bantuan “pegawai reklasering” atau “wakil pegawai
reklasering”. Dalam Ordonansi berbahasa Belanda “Ambtenaar der
Reclasering” yang dimaksud adalah pegawai istimewa atau pembimbing
kemasyarakatan.
(3) Tempat dan kedudukannya ditetapkan oleh Menteri Kehakiman.

Pasal 12
(1) “Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Menteri Kehakiman untuk
kepentingan pengawasannya.”
Pasal 14
(1) “Menteri Kehakiman dapat mencukupi dan menunjuk pegawai istimewa yang
sanggup menjalankan pekerjaan itu.”

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pentingnya pembimbing kemasyarakatan dalam persidangan dipertegas juga oleh


instruksi Hakim Agung wanita pertama di Indonesia, Sri Widoyati W.S., S.H. yang
tertuang dalam Surat Edaran Hakim Agung tanggal 4 Juli 1971 Nomor
M.A./PEM/040/1971 tentang “Sidang Perkara Anak” yang menyatakan bahwa dalam
sidang anak :
a) harus hadir pekerja sosial dan
b) harus ada laporan data sosial.
Melalui surat edaran tersebut, hingga kini keberadaan pembimbing kemasyarakatan
dalam persidangan menjadi penting, baik secara legal formal maupun secara aktual.
Hal ini bertujuan agar petugas penegak hukum lainnya mendapat masukan/
pendapat pihak lain (second opinion) mengenai latar belakang anak yang dalam
proses hukum sehingga putusan yang diambil tepat karena berkaitan dengan masa
depan anak. Kebijakan hakim agung di atas juga diperkuat dengan beberapa
peraturan sebagai berikut:
a. Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06–UM–01–06 Tahun 1983 tentang Tata
Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang tanggal 16 Desember 1983;
b. Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 17 Februari 1982, Nomor B/22/0/E/2/1982
tentang Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat pada Balai Bispa (Bapas);
c. Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 9 Januari 1986 Nomor R-001/A-6/1/86
tentang “Sifat Rahasia” Hak Litmas untuk Penuntutan Tindak Pidana Narkotika,
dengan Pelaku Usia Muda;
d. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Tanggal 17 November 1987 Nomor 6
Tahun 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak, dengan merujuk Peraturan Menteri
Kehakiman RI Tahun 1983 Nomor 06–UM.01.06. tentang Tata Tertib Sidang
Anak;
e. DOR. Stbl. Nomor 741 Tahun 1917 tanggal 17 Juli 1926, yang disahkan oleh
Secretariat General Erobrete, yang banyak memuat pasal tentang pegawai
reklasering dan litmas;
f. SMR for Juvannile Justice dan SMR for Nonconstodial Measure yang menyebut
dan membahas “Probation officer” dan “social inquiry report”;
g. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; mengenai
pembimbing kemasyarakatan dimuat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 29 ayat (8),
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36, Pasal 38, dan Pasal 59 ayat (2);
h. Keputusan Menteri Kehakiman & HAM RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998
tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan;
serta

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

i. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,


Pasal 64 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Berdasarkan dasar-dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa peran
pembimbing kemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana sangat penting dan
strategis. Oleh karena itu, untuk melaksanakan amanah peraturan perundang-
undangan tersebut, pembimbing kemasyarakatan perlu meningkatkan
kompetensinya sesuai dengan peran dan tanggung jawab yang diembannya.
Setiap kegiatan dalam organisasi atau kelembagaan sudah tentu ada pelaku atau
personal yang melaksanakan aktivitas, seperti halnya pada balai pemasyarakatan
(Bapas). Bapas memiliki pembimbing kemasyarakatan (PK) yang sering disebut
Probation, Parole, dan After Care Officer (pada zaman Belanda disebut Reclassering
Ambtenaar).
Pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas khusus dalam proses penegakan
hukum. Pembimbing kemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari sistem tata
peradilan pidana, seperti halnya polisi, jaksa, hakim, atau pengacara.
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998
tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing kemasyarakatan
disebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pegawai/petugas
pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang ditunjuk dan/atau diangkat
menjadi pembimbing kemasyarakatan serta dapat diberhentikan oleh Menteri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pembimbing
kemasyarakatan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya
kepada kepala balai pemasyarakatan.
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
menyebutkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pejabat fungsional
penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan terhadap anak, baik di dalam maupun di luar
proses peradilan pidana.
Kedudukan, tugas dan kewajiban pembimbing kemasyarakatan dengan jelas
diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang
RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Keputusan
Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban,
dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan.
Pelayanan pembimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan tidak
didasarkan pada upaya balas dendam atau hukuman. Pembimbingan terhadap klien

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

ini lebih dititikberatkan pada upaya profesional untuk memperbaiki dan


meningkatkan kemampuan klien dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998
tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan,
seorang pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas antara lain:
a. menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dilakukannya
yang dikenal dengan nama laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas);
b. mengikuti sidang tim pengamat pemasyarakatan guna memberikan data, saran,
dan pertimbangan atas hasil penelitian dan pengamatan yang telah
dilakukannya;
c. mengikuti sidang pengadilan yang memeriksa perkara anak nakal guna
memberikan penjelasan, saran, dan pertimbangan kepada hakim mengenai
segala sesuatu yang berkaitan dengan anak nakal yang sedang diperiksa di
pengadilan berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan yang telah
dilakukannya;
d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak
dalam proses Sistem Peradilan Anak;
e. melaporkan setiap pelaksanaan tugas kepada kepala balai pemasyarakatan.
Seseorang yang bekerja dalam bidang tertentu sepatutnya memiliki pengetahuan
dan kemampuan di bidangnya agar dapat menjalankan pekerjaannya secara
profesional. Seorang pembimbing kemasyarakatan dituntut memiliki pengetahuan
tentang ilmu pekerjaan sosial dan ilmu pengetahuan lainnya, seperti psikologi,
psikiatri, sosiologi, kriminologi, ilmu pemasyarakatan, dan ilmu hukum, khususnya
hukum pidana.
Untuk menjadi pembimbing kemasyarakatan, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi. Adapun syarat dan hal yang bertalian agar seorang petugas dapat diangkat
menjadi pembimbing kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan
Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7
adalah sebagai berikut:
Pasal 4
Syarat-syarat yang harus dipenuhi petugas kehakiman agar dapat diangkat menjadi
pembimbing kemasyarakatan ialah:
a. pegawai negeri sipil yang berpendidikan serendah-rendahnya lulusan:
1) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial;

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pendidikan yang ditempuh selama 4 (empat) tahun, diajarkan tentang


membuat sistem pelaporan, salah satunya “riwayat sosial” yang
dikembangkan menjadi Laporan Penelitian Kemasyarakatan.
2) sekolah menengah umum atau kejuruan lainnya;
b. telah berpengalaman kerja sebagai pembantu pembimbing kemasyarakatan bagi
lulusan:
1.) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
2.) sekolah menengah umum atau kejuruan lainnya berpengalaman sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. pangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda (Golongan/Ruang II/a).
e. telah mengikuti Pelatihan Teknis Pembimbing Kemasyarakatan (Tahun 1968 atau
Kursus Bispa diadakan selama 6 bulan);
f. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang kesejahteraan sosial; dan
g. semua unsur penilaian dalam DP-3 bernilai baik dan tidak sedang menjalani
hukuman disiplin.

Pasal 5
(1) Pembimbing kemasyarakatan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian pembimbing kemasyarakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan
atas nama Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Pasal 6
Pengangkatan dan pemberhentian pembimbing kemasyarakatan dilakukan atas usul
kepala bapas melalui kepala kantor wilayah Departemen Kehakiman setempat.

Pasal 7
(1) Pembimbing kemasyarakatan diberhentikan dengan hormat karena:
a. mencapai usia pensiun;
b. permintaan sendiri;
c. keadaan badan atau kesehatan jiwanya tidak lagi mampu menjalankan
tugasnya setelah dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan yang berwenang;
d. tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik; dan
e. meninggal dunia.
(2) Pembimbing kemasyarakatan diberhentikan dengan tidak hormat karena:
a. melakukan perbuatan tercela;
b. melakukan pelanggaran terhadap tugas dan kewajiban.
10

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Selain diatur dalam Keputusan Menteri, syarat dan tugas pembimbing


kemasyarakatan juga diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut.

Pasal 64
(1) Penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
terhadap anak dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
(2) Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan ialah
sebagai berikut :
a. berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara
atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu pembimbing
kemasyarakatan bagi lulusan:
1) sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling
singkat 1 (satu) tahun; atau
2) sekolah menengah umum dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial
paling singkat 3 (tiga) tahun;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b;
d. mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang pelayanan dan
pembimbingan pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan
e. telah mengikuti pelatihan teknis pembimbing kemasyarakatan dan memiliki
sertifikat.
(3) Dalam hal belum terdapat pembimbing kemasyarakatan yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan fungsi pembimbing
kemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas lembaga penempatan anak sementara
(LPAS) dan/atau lembaga pembinaan khusus anak (LPKA), atau jika belum
terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan/atau
lembaga pemasyarakatan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur pembimbing


kemasyarakatan, dapat dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan profil
pembimbing kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan merupakan pejabat
fungsional penegak hukum pada balai pemasyarakatan yang ditunjuk dan/tau
diangkat menjadi pembimbing kemasyarakatan. Pembimbing kemasyarakatan
bertugas melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan,
dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.

Pembimbing kemasyarakatan dapat diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan


peraturan perundang-undangan. Tugas utama seorang pembimbing kemasyarakatan
11

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

adalah melakukan penelitian kemasyarakatan, melakukan pendampingan,


pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dalam proses sistem peradilan anak.

2. Profil Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli


Menurut Sumarsono (2011), pembimbing kemasyarakatan, yang dulu disebut
sebagai pekerja sosial kehakiman (Social Worker in Correctional Field), adalah
pegawai yang salah satu tugasnya menyajikan data tentang diri klien, keluarga dan
masyarakat, latar belakang, dan sebab-sebab mengapa seorang anak sampai
melakukan pelanggaran hukum. Keterangan/data itu antara lain diperoleh melalui
pendekatan/metode ilmu pekerja sosial.
Data yang diungkap tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang sekarang
dikenal dengan nama laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas). Laporan
tersebut harus dipertanggungjawabkan di depan sidang peradilan, baik secara
tertulis maupun lisan. Dalam perkembangan selanjutnya, laporan hasil penelitian
kemasyarakatan (litmas) digunakan juga untuk proses pembinaan warga binaan
pemasyarakatan, baik di lembaga pemasyarakatan maupun di rumah tahanan
negara, yaitu untuk litmas tahap awal, litmas Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK),
litmas asimilasi, dan litmas untuk Cuti Menjelang Bebas (CMB), cuti bersyarat (CB),
dan pembebasan bersyarat (PB).
Marianti (2003) juga menyatakan bahwa pembimbing kemasyarakatan dapat
dikatakan sebagai pekerja sosial dalam bidang kehakiman. Pembimbing
kemasyarakatan yang disebut Probation, Parole, dan After Care Officer harus
memiliki disiplin ilmu tentang pekerjaan sosial, di samping disiplin ilmu lainnya dalam
usaha pelaksanaan bimbingan klien secara terpadu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah
seseorang yang memiliki keahlian dan keterampilan teknis dalam bidang ilmu
pekerjaan sosial (Social Works), di samping disiplin ilmu lain, khususnya ilmu hukum
yang berkaitan dengan tugasnya.
Metode pekerjaan sosial dengan latar belakang ilmu pekerjaan sosial sangatlah
erat kaitannya dengan permasalahan dalam penanganaan pembinaan di lembaga
pemasyarakatan sehingga ilmu kesejahteraan sosial dapat digunakan untuk
pembimbingan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan (non-institutional).
Istilah pembimbing kemasyarakatan mula-mula dikemukakan oleh Bapak R.
Waliman Hendrosusilo (almarhum) sebagai pengganti istilah Ambtenaar der
Reclassering yang dipakai di negara Belanda atau Probation, Parole, dan After Care
Officer yang digunakan di negara Barat ataupun Asia. Penggunaan istilah
pembimbing kemasyarakatan memiliki tujuan, yaitu adanya kesetaraan antara polisi,

12

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

jaksa, hakim, panitera, pengacara, atau pembela hukum sebagai petugas penegak
hukum.
Dalam sidang anak, pembimbing kemasyarakatan mempunyai tugas penting,
yaitu tidak hanya membuat litmas, tetapi juga wajib hadir dalam sidang anak sebagai
anggota sidang untuk mempertanggungjawabkan tugasnya, bahkan berfungsi
sebagai pendamping klien apabila orangtua/wali klien anak tidak hadir.
Pembimbing kemasyarakatan harus mempunyai pengetahuan dan
keahlian/kemampuan sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai
keterampilan teknis dan jiwa pengabdian di bidang pekerjaan sosial. Pembimbing
kemasyaratan dalam melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan harus
berpedoman dan sesuai dengan petunjuk atau aturan yang sudah ditetapkan.
Oktoriny dalam tesisnya yang berjudul “Peranan Pembimbing Kemasyarakatan
terhadap Klien Pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Klas I Padang”
menyebutkan beberapa tujuan yang hendak dicapai pembimbing kemasyarakatan
dalam proses pembimbingan kemasyarakatan, yaitu agar kliennya:
1. menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya;
2. tidak melakukan kembali perbuatan yang melanggar hukum tindak pidana;
3. dapat memperbaiki dirinya;
4. dapat diterima kembali oleh masyarakat di tempat tinggalnya;
5. dapat berperan aktif dalam pembangunan Indonesia;
6. dapat hidup secara wajar sebagai warga masyarakat yang baik dan bertanggung
jawab.

13

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

C. RANGKUMAN
1. Pembimbing kemasyarakatan atau yang dulu disebut pekerja sosial kehakiman
(Social Worker in Correctional Field) adalah pejabat fungsional penegak hukum pada
Balai Pemasyarakatan yang ditunjuk dan/atau diangkat menjadi pembimbing
kemasyarakatan dan bertugas melaksanakan penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak, baik di dalam
maupun di luar proses peradilan pidana.
2. Pembimbing kemasyarakatan menyusun laporan hasil penelitian kemasyarakatan
(litmas) yang nantinya digunakan untuk proses pembinaan warga binaan
pemasyarakatan di lapas ataupun di rutan. Litmas juga digunakan hakim untuk
kepentingan persidangan dalam perkara anak agar putusan yang diambilnya tepat
dan adil. Proses persidangan anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di
dalam LPAS dan LPKA. Polisi dalam melakukan penyidikan ataupun diversi juga
meminta pendapat/saran dari pembimbing kemasyarakatan.

D. LATIHAN
Untuk meningkatkan pemahaman Saudara tentang profil pembimbing kemasyarakatan,
kerjakanlah latihan berikut.
1. Jelaskan profil pembimbing kemasyarakatan menurut Drs. Sumarsono A. Karim dan
C.M. Marianti Soewandi!
2. Jelaskan dua kewajiban petugas pembimbing kemasyarakatan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998!
3. Jelaskan tiga ayat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak Pasal 64 yang mengatur tentang pembimbing
kemasyarakatan!

14

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS
PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN
BAB TIGA

15
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. KOMPETENSI KHUSUS

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, pembimbing kemasyarakatan memiliki


kemampuan dalam menjelaskan tugas pembimbing kemasyarakatan.

B. SUBPOKOK BAHASAN
1. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998
tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan
dijelaskan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. melakukan penelitian kemasyarakatan untuk:
1) membantu tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak
nakal; (Pasal ini sudah diamandemen menjadi, “Pembimbing kemasyarakatan
bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi statusnya sama-sama sebagai
penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas khusus);
2) menentukan program pembinaan narapidana di lapas dan anak didik
pemasyarakatan di lapas anak;
3) menentukan program perawatan tahanan di rutan;
4) menentukan program bimbingan dan/atau bimbingan tambahan bagi klien
pemasyarakatan.
Fungsi penelitian kemasyarakatan yang sebenarnya ialah untuk kepentingan
hakim sebagai bahan pertimbangan memutus perkara anak agar tepat dan adil.
Litmas bersifat rahasia karena berisi masalah yang sangat pribadi.
b. melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien
pemasyarakatan;
c. memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta
data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu;
d. mengoordinasikan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sukarela yang
melaksanakan tugas pembimbingan; dan
e. melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana
pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua,
wali atau orang tua asuh dan orang tua, wali, dan orang tua asuh yang diberi
tugas pembimbingan.
Tugas pembimbing kemasyarakatan juga dituangkan dalam Pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-undang
tersebut menyatakan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah:
a. membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam
perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat

16

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

laporan hasil penelitian kemasyarakatan; (Pasal ini sudah diamandemen,


Pembimbing kemasyarakatan bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi
statusnya sama-sama sebagai penegak hukum yang masing-masing mempunyai
tugas khusus).
b. membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, atau
diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang
memperoleh pidana bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.

Dalam Pasal 65 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak, yang belum lama disahkan juga disebutkan bahwa
Pembimbing kemasyarakatan bertugas:
a. membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi,
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak
selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya
kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;
b. membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik di dalam
maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan LPKA;
c. menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LPKA
bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;
d. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak
yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan
e. melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan
cuti bersyarat.
Menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembimbing
kemasyarakatan tersebut dapat ditarik simpulan. Secara garis besar, tugas utama
pembimbing kemasyarakatan adalah membuat laporan hasil penelitian
kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam
perkara anak, melakukan pendampingan, melakukan pembimbingan, dan melakukan
pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan.

2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli


Marianti (2003) dalam bukunya Bimbingan dan Penyuluhan Klien, di samping
melakukan pembimbingan terhadap klien, masih banyak tugas yang harus dilakukan
sehubungan dengan tugasnya dalam proses peradilan anak dan pelayanan untuk
tugas dengan instansi terkait dan masyarakat. Adapun tugas-tugas pembimbing
kemasyarakatan adalah sebagai berikut :

17

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

a. menyajikan penelitian kemasyarakatan atau litmas untuk :


1) sidang pengadilan anak; sebagai bahan pertimbangan hakim dalam
memutus perkara anak agar tepat dan adil;
2) penentuan terapi; dengan litmas ini memudahkan untuk menentukan
pembinaan, terutama dalam rangka Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan;
3) instansi lain dalam rangka kerja sama, seperti untuk Departemen Sosial dan
Departemen Tenaga Kerja ataupun Kepolisian.
b. sebagai anggota sidang pada:
1) Pengadilan Negeri dalam sidang perkara anak,
2) Sidang TPP pada lapas dan untuk bapas sendiri;
c. melakukan kunjungan rumah atau home visit dalam rangkaian:
1) pengumpulan data untuk membuat litmas;
2) pendekatan terhadap klien dalam rangka bimbingan;
3) pendekatan pada masyarakat lingkungannya, termasuk pekerjaannya, RT,
RW, lurah, kawan dekat klien, dan lain-lain;
4) terapi keluarga (family therapy) bagi keluarga yang memerlukan;
d. membimbing klien pemasyarakatan,
e. melakukan latihan kerja, sesuai dengan struktur organisasi; untuk tugas ini
terdapat hambatan, yakni masalah biaya, maka diperlukan adanya program yang
mantap;
f. membina, mengawasi, dan mengembangkan pembimbing kemasyarakatan suka
rela yang disebut volunteer probation officer;
g. mencarikan keluarga asuh (foster parent), bagi anak negara dalam lapas yang
sangat memerlukan pengasuhan dari keluarga karena:
1) orang tuanya sudah meninggal (yatim piatu);
2) orang tua dan walinya tidak dapat ditemukan;
3) orang tua dan walinya tidak dapat meneruskan pendidikannya atau
ekonominya lemah;
h. bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat;
i. pelayanan langsung; atas permintaan masyarakat, banyak keluarga yang merasa
mengalami kesulitan sehubungan dengan permasalahan anaknya, mereka
datang dan meminta bantuan pada bapas. Bapas akan memberikan bantuan
melalui program bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Councelling). Jika
permasalahan anak dianggap serius, maka akan diproses untuk diajukan ke
pengadilan negeri yang selanjutnya menjadi anak sipil. Apabila permasalahannya
dapat diatasi, cukup dibantu melalui bimbingan oleh pembimbing
kemasyarakatan di bapas saja melalui pendekatan terapi keluarga (Family
Therapy). Jadi, hal itu tidak perlu diajukan ke pengadilan negeri. Inilah yang
dimaksudkan dengan upaya diversi;

18

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

j. memberi bimbingan lanjutan, kepada klien yang memerlukan, baik klien anak
maupun klien dewasa;
k. melakukan penyuluhan kepada masyarakat, baik langsung maupun tidak
langsung, baik dengan ceramah, dengan siaran radio, maupun dengan media
lain.

3. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan


Fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program bimbingan
terhadap klien adalah untuk:
a. menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum/tindak
pidana;
b. menasihati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
positif/baik;
c. menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga/pihak tertentu
dalam menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja, untuk
kesejahteraan masa depan ari klien tersebut.

Secara rinci fungsi pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:

a. melaksanakan pelayanan penelitian kemasyarakatan tahanan (untuk


menentukan pelayanan dan perawatan) dan narapidana (menentukan program
pembinaan) yang menghasilkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang
digunakan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam
perkara anak. Dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa laporan hasil penelitian
kemasyarakatan dapat digunakan untuk kepentingan diversi;

b. melakukan registrasi klien pemasyarakatan;

c. melakukan pengawasan, pembimbingan, dan pendampingan bagi klien


pemasyarakatan/anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana
atau dikenai tindakan;

d. mengikuti sidang anak di pengadilan negeri dan sidang tim pengamat


pemasyarakatan (TPP);

e. melaksanakan pencegahan terhadap timbul dan berkembangnya masalah yang


mungkin akan terjadi kembali;

19

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

f. melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok, dan masyarakat


dalam meningkatkan taraf klien dan mendayagunakan berbagai potensi dan
sumber;

g. memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor lain guna peningkatan


kualitas pelayanan terhadap klien pemasyarakatan;

h. membantu klien memperkuat motivasi; posisi klien sebagai narapidana


memerlukan seseorang yang dapat membangkitkan semangat klien agar tetap
memiliki motivasi kuat dalam menjalani kehidupan;

i. memberikan kesempatan kepada klien untuk menyalurkan perasaannya; klien


membutuhkan seorang teman sebagai tempat menyalurkan perasaan, hal
tersebut akan meringankan beban yang dirasakan klien;

j. memberikan informasi kepada klien; dalam menjalani masa pidananya klien


sangat membutuhkan informasi dari luar yang mungkin sangat jarang dia
dapatkan, peran pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat menjadi
sumber informasi/media bagi klien;

k. membantu klien untuk membuat keputusan; posisi klien membutuhkan seorang


yang dapat membantu ketika klien akan mengambil keputusan;

l. membantu klien merumuskan situasinya; seorang narapidana membutuhkan


seseorang yang mampu menjelaskan situasi dirinya secara utuh;

m. membantu klien mengorganisasikan pola perilaku; serta

n. memfasilitasi upaya rujukan.

20

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

C. RANGKUMAN
Tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. melakukan penelitian kemasyarakatan;
b. melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien
pemasyarakatan;
c. memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta data
atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu;
d. mengoordinasikan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja suka rela yang
melaksanakan tugas pembimbingan; dan
e. melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana
pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali,
atau orang tua asuh dan orang tua, wali, dan orang tua asuh yang diberi tugas
pembimbingan.
Fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program bimbingan
terhadap klien adalah untuk:
a. menyadarkan klien untuk tidak melakukan kembali pelanggaran hukum/tindak
pidana;
b. menasihati klien untuk selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
positif/baik;
c. menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga/pihak tertentu dalam
menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja untuk kesejahteraan masa
depan dari klien tersebut.

D. LATIHAN
Untuk meningkatkan pemahaman Saudara tentang tugas seorang pembimbing
kemasyarakatan, kerjakanlah latihan berikut!
1. Jelaskan lima tugas dari pembimbing kemasyarakatan menurut Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban dan
Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan!
2. Jelaskan lima tugas pembimbing kemasyarakatan menurut Undang-Undang RI
Nomor 11 Tahun 2012, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak!
3. Jelaskan tiga fungsi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan program
bimbingan terhadap klien!

21

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PERAN
PEMBIMBING
KEMASYARAKATAN
BAB EMPAT

22
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. KOMPETENSI KHUSUS
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, Saudara memiliki kemampuan dalam
menjelaskan peran pembimbing kemasyarakatan.
B. SUBPOKOK BAHASAN
Saudara telah mempelajari bab sebelumnya yang membahas tentang profil, tugas,
dan fungsi pembimbing kemasyarakatan. Pada bab ini Saudara akan mempelajari peran
pembimbing kemasyarakatan.
1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli
Dalam proses pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan sangat berperan
pada tahap reintegrasi, maksudnya mengembalikan klien pada keadaan semula.
Dalam tahap itu narapidana diintegrasikan ke dalam masyarakat untuk
mengembalikan hubungannya dengan masyarakat, termasuk korban kejahatannya.
Saudara, ada beberapa ahli berpendapat berkaitan dengan peran pembimbing
kemasyarakatan. Beberapa di antaranya akan dipaparkan berikut ini.
a. Drs. Sumarsono A. Karim
Secara umum, beliau mengungkapkan bahwa peran pembimbing
kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
1) membantu memperkuat motivasi;
Proses penciptaan relasi tatap muka yang dilakukan dengan sikap simpatik dan
empati yang penuh pamahaman serta penerimaan dapat menjadi motivasi
yang sangat berarti bagi terpidana dalam menelaah kembali berbagai sikap dan
tingkah laku selama ini. Contoh ilustrasi proses memperkuat motivasi dapat
kita lihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2
Membantu memperkuat motivasi

2) memberikan kesempatan guna penyaluran perasaan;


Situasi emosional yang aman untuk mengungkapkan dan mengutarakan
perasaaan, ketakutan, frustrasi, ataupun harapan dan aspirasinya sungguh
sangat dibutuhkan bagi tertuduh atau terpidana. Pembimbing kemasyarakatan

23

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

menjadi seorang yang dapat memberikan kesempatan pengungkapan dan


verbalisasi situasi tersebut.
3) memberikan informasi;
Tertuduh/terpidana membutuhkan bantuan untuk dapat memahami situasi
yang dihadapi dan kondisi yang terjadi pada dirinya sehubungan dengan
kehidupan dan peran sosial mereka. Selain itu, mereka juga kurang memahami
masyarakat mereka sendiri. Pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan
bantuan untuk tujuan pengembangan pemahaman terhadap peran sosial
mereka.
4) memberikan bantuan guna pengambilan keputusan;
Pembimbing kemasyarakatan memandu tertuduh/terpidana untuk
mempertimbangkan secara rasional masalah mereka serta berbagai alternatif
yang masih terbuka sebagai solusi dari situasi yang terjadi.
5) memberikan bantuan guna pemahaman situasi;
Pembimbing kemasyarakatan tidak hanya membantu tertuduh/terpidana agar
memikirkan masalah atau situasinya, tetapi juga membantu mereka agar
memiliki kemampuan untuk berempati. Dengan demikian, klien dapat
dibimbing untuk memperbaiki diri sendiri ataupun tingkah lakunya secara
faktual agar klien dapat mengubah pola kehidupannya.
6) memberikan bantuan guna terciptanya perubahan lingkungan sosial;
Melalui pemahaman akan sistem dan sumber di masyarakat, pembimbing
kemasyarakatan membantu keluarga yang merupakan likungan sosial klien
untuk melakukan suatu usaha untuk mengadakan perubahan tertentu dalam
proses adaptasi klien, baik pada saat menjalankan masa hukumannya maupun
setelah bebas.
7) memberikan bantuan guna reorganisasi pola tingkah laku;
Bantuan ini terutama diberikan kepada klien yang mangalami masalah
kepribadian yang cukup berat, yang membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, seperti masalah narkotika.
8) memberikan bantuan dalam rangka pengalihan wewenang (refferal);
Pemahaman yang menyeluruh mengenai sistem dan sumber di masyarakat,
memungkinkan pembimbing kemasyarakatan melakukan pengalihan
wewenang bantuan (refferal) sesuai dengan kebutuhan tertentu pada masalah
klien.

24

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

b. Menurut Pakar Ilmu Pekerja Sosial


Saudara, setelah kita mengetahui peran pembimbing kemasyarakatan menurut
Drs. Sumarsono A. Karim, mari kita pelajari juga pendapat ahli lain yang berkaitan
dengan pembimbing kemasyarakatan dalam gambaran sebagai pekerja sosial.
Pembimbing kemasyarakatan dalam penjelasan berikut setidaknya meliputi
tiga area praktik, yakni secara mikro, mezzo, ataupun makro.

1) Dalam Pergaulan Mikro (Individu, Keluarga)


Dalam pergaulan secara mikro, dalam memberikan bantuan pada kliennya
pekerja sosial pemasyarakatan, dalam hal ini pembimbing kemasyarakatan,
berperan sebagai:
a) penghubung;
Pembimbing kemasyarakatan menghubungkan klien dengan sistem
peradilan pidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan).
b) pemungkin;
Pembimbing kemasyarakatan menyediakan dukungan dan dorongan
kepada klien yang memungkinkan klien mampu menghadapi masalahnya.
c) perantara;
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menemukan jalan keluar yang
ditempuh klien apabila terjadi konflik.
d) penyalur informasi;
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menyiapkan, memberikan, dan
menyalurkan informasi yang dibutuhkan.
e) evaluator;
Pembimbing kemasyarakatan harus memberikan penilaian terhadap
interaksi dan hasil yang dicapai klien.
f) manajer kasus/koordinator;
Pembimbing kemasyarakatan harus merencanakan dan mengoordinasikan
pelayanan, menemukan sumber, dan memonitor kemajuan yang dicapai
klien.
g) pendamping;
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat membela kepentingan dan
memberdayakan klien.

2) Dalam Pergaulan Mezzo (Organisasi, Komunitas Lokal)


Dalam pergaulan secara mezzo, dalam memberikan bantuan kepada
kliennya, pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai:
a) instruktur;

25

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pembimbing kemasyarakatan harus dapat mengarahkan, menjelaskan, dan


mengingatkan anggota kelompok tentang sesuatu yang harus
dikerjakannya.
b) pencari Informasi;
Pembimbing kemasyarakatan hendaknya selalu memberikan informasi
tentang berbagai topik terhadap kelompok.
c) pembentuk opini;
Pembimbing kemasyarakatan harus selalu ingin mengetahui pendapat
klien dan orang lain sebelum memberikan pendapat sendiri.
d) evaluator;
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan ide-ide baru
terhadap klien dan kelompok, dan harus memutuskan mana yang paling
tepat.
e) elaborator;
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu mengembangkan lebih lanjut
semua ide yang muncul dalam kelompok.
f) pemberi semangat;
Pembimbing kemasyarakatan harus selalu memompa semangat dan
kepercayaan diri klien.
g) pencatat;
Pembimbing kemasyarakatan harus selalu memelihara catatan terhadap
semua keputusan yang telah ditetapkan.
h) teknisi prosedural;
Pembimbing kemasyarakatan harus membantu klien bertindak sesuai
dengan prosedur dan aturan yang berlaku.
i) pendorong;
Pembimbing kemasyarakatan selalu memberikan dorongan bagi kemajuan
dan perubahan dalam diri klien.
j) pendengar;
Pembimbing kemasyarakatan harus selalu menjadi pendengar yang baik
pada saat diperlukan.
k) pengikut;
Pembimbing kemasyarakatan harus menjadi pengikut yang baik dan
mendorong anggota kelompok untuk menjadi pengikut yang baik.
l) pengatur kompromi;
Pembimbing kemasyarakatan mengatur kesepakatan dan kompromi dalam
kelompok.
m) pereda ketegangan;
Pembimbing kemasyarakatan mampu meredakan berbagai ketegangan
dalam kelompok.
26

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

3) Dalam Pergaulan Makro (Masyarakat Luas)


Dalam pergaulan secara makro, pembimbing kemasyarakatan dalam
memberikan bantuan pada kliennya berperan sebagai:
a) pengambil inisiatif;
Pembimbing kemasyarakatan harus selalu mengambil inisiatif terhadap
berbagai isu yang beredar di masyarakat.
b) perunding (negosiator);
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu mewakili kliennya untuk
berunding dan menemukan jalan keluar dengan lembaga/klien.
c) pembela;
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu membela kepentingan klien
yang diwakilinya (ketika ada permintaan dari pihak klien).
d) juru bicara;
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menjadi juru bicara
klien/masyarakat yang diwakilinya.
e) penggerak;
Pembimbing kemasyarakatan harus dapat menjadi penggerak
klien/masyarakat dengan mengorganisasikan, menggerakkan, dan
mendorong orang untuk berpartisipasi dalam organisasi masyarakat.
f) penengah/mediator;
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menjadi penengah antara dua
klien yang berkepentingan atau lebih sehingga tercapai kesepakatan.
g) konsultan;
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memberikan konsultasi
kepada kepala bapas ataupun pembimbing kemasyarakatan lainnya dalam
upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Lebih jelasnya hubungan antara praktik mikro, mezzo, dan makro dalam
peran pembimbing kemasyarakatan dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Pendekatan makro dan mezzo dapat
mendukung dalam penyelesaian masalah
sehingga didapat solusi bagi pendekatan
mikro. Pendekatan makro dapat membantu
dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada dalam pendekatan mikro dan mezzo.

Gambar 3

Keterkaitan antara Mikro, Mezzo, dan Makro

27

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pembimbing kemasyarakatan memiliki sejarah dan latar belakang ilmu pekerja


sosial sehingga teori-teori pekerja sosial banyak memberikan andil dalam
pengembangan konsep pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan.
Ichwan Muis dalam social worker article yang menulis tentang peran dan fungsi
pekerja sosial menjelaskan bahwa seorang pekerja sosial memiliki peran dan
beberapa fungsi yang melekat dalam peran tersebut. Artikel yang dapat menjadi
acuan dan pembanding oleh pembimbing kemasyarakatan adalah :
1) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Perantara
Tujuan: mengaitkan klien dengan pelayanan manusia dan sumber daya
yang lain.
Penentuan pembimbing kemasyarakatan di antara profesi pertolongan yang
lain adalah untuk menolong orang lain berkenaan dengan lingkungan sosialnya.
Lingkungan yang bisa memosisikan dirinya akan makin mempermudah
hubungan antara masyarakat dengan klien. Untuk itu, perlu adanya peran
perantara sehingga pembimbing kemasyarakatan dapat mengidentifikasi klien,
menilai kapasitas dan motivasi mereka untuk menggunakan sumber daya dan
membantu klien mengakses keuntungan dari sumber daya yang tersedia.
Sebagai perantara dalam pelayanan manusia, pembimbing kemasyarakatan
harus banyak mengetahui tentang berbagai program dan pelayanan yang
tersedia, melakukan penilaian terbaru pada tiap pembatasan dan kekuatan
seseorang, serta mampu memahami prosedur untuk mengakses sumber daya
itu. Sumber daya tersebut bisa meliputi perbekalan sosial (uang , makanan)
dan pelayanan sosial (konseling, terapi).
Sebagai perantara, fungsi pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. menilai situasi klien;
Langkah pertama yang dilakukan pembimbing kemasyarakatan untuk
secara menyeluruh memahami dan menilai dengan teliti kemampuan dan
kebutuhan klien. Seorang perantara yang efektif harus terampil dalam
menilai faktor-faktor tersebut, yang meliputi kultur, sumber daya,
kemampuan lisan, kestabilan emosional, kecerdasan/intelegensi, pengaruh
klien, dan kemampuan untuk melakukan perubahan.
b. sumber bantuan;
Pembimbing kemasyarakatan harus menilai berbagai sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan klien. Sebagai pelayanan masyarakat,
pembimbing kemasyarakatan harus terbiasa dengan pelayanan yang
ditawarkan, mutu staf, hal yang memenuhi syarat kebutuhan umum, dan

28

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

biaya kebutuhan umum. Pembimbing kemasyarakatan juga harus


mengetahui cara yang terbaik untuk membantu klien dalam memperoleh
sumber daya yang ada.
c. penyerahan;
Proses untuk mengaitkan klien dengan suatu sumber daya memerlukan
pembimbing kemasyarakatan untuk membuat bahan pertimbangan
mengenai kemampuan dan motivasi klien dalam memperoleh pelayanan
dan sumber daya yang akan diminta. Ketergantungan pada pertimbangan
tersebut, pembimbing kemasyarakatan menjadi kurang aktif dalam proses
penyerahan. Suatu penyerahan juga memerlukan kelanjutan aktivitas dalam
pekerjaan memeriksa dan meyakinkan klien untuk memenuhi
kebutuhannya.
d. sistem hubungan pelayanan;
Seorang perantara memerlukan pembimbing kemasyarakatan untuk
memudahkan proses interaksi antara berbagai segmen menyangkut sistem
pelayanan. Untuk memperkuat keterkaitan antara para agen pelayanan,
program, dan para profesional, pembimbing kemasyarakatan bekerja
dengan cara menghubungkan hal tersebut untuk menetapkan suatu
komunikasi, negosiasi tentang pembagian sumber daya, dan turut ambil
bagian dalam perencanaan, koordinasi, dan pertukaran informasi.
e. pemberian informasi;
Perantara sering memerlukan pemberian informasi kepada klien,
kelompok masyarakat, dan pembuat undang-undang atau pembuat
keputusan lain. Sebagai agen sistem pelayanan dan pengetahuan,
pembimbing kemasyarakatan menolong orang lain dengan menggunakan
berbagai pengetahuan yang dimiliki sehingga masyarakat akan sadar
terhadap kesenjangan antara pelayanan yang tersedia dan kebutuhan.
2) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Advokat
Tujuan: membantu klien menegakkan hak-hak mereka dalam menerima
pelayanan dan aktif mendukung adanya perubahan kebijakan dan program
yang bersifat negatif bagi kelompok klien ataupun kelompok individu.
Tugas pokok pembimbing kemasyarakatan adalah pembelaan, memberikan
masukan kepada aparat penegak hukum lainnya mengenai keadaan dan
kondisi social klien. Peran ini menjadi misi pokok seorang Pembimbing
kemasyarakatan dan dijelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

29

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Fungsi sebagai advokad


a. Pembelaan Kasus/Klien
Secara umum, pembelaan/advokasi merupakan hak klien dalam
memperoleh pelayanan. Pembelaan itu sendiri diarahkan pada agen
pelayanan itu sendiri atau ke orang lain yang terlibat dalam jaringan
pelayanan manusia. Langkah-langkah penting dalam advokasi adalah
dengan mengumpulkan informasi dan menentukan bahwa klien berhak atas
pelayanan tersebut. Jika demikian maka negosiasi merupakan jalan tengah
dalam menyelesaikan suatu konflik dan taktik konfrontasi digunakan untuk
menjamin/mengamankan pelayanan tersebut.
b. Kelompok Advokasi
Pembimbing kemasyarakatan harus bertindak sebagai advokat dalam
kelompok klien atau pada suatu populasi masyarakat yang mempunyai
suatu masalah. Kelompok advokasi memerlukan tindakan yang bertujuan
mengatasi hambatan/rintangan pada orang-orang yang ingin mewujudkan
haknya. Kelompok advokasi memerlukan aktivitas untuk melakukan
perubahan peraturan agen pelayanan, kebijakan sosial atau hukum dalam
lingkungan legislatif dan secara politis melakukan penyatuan persepsi
dengan organisasi lain yang memperhatikan isu yang sama.

3) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Pengajar


Tujuan: untuk menyiapkan klien dengan berbagai keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
dihadapi.
Banyak praktik pembimbing kemasyarakatan yang melakukan proses
pengajaran kepada klien dalam mengantisipasi dan mencegah masalah dengan
memberikan pengetahuan dan pengalaman terhadap kliennya. Peran
pembimbing kemasyarakatan sebagai pengajar mempunyai suatu aplikasi
tingkat makro. Pembimbing kemasyarakatan harus siap mengajarkan
ketersediaan dan mutu pelayanan manusia yang diperlukan serta kecukupan
program pelayanan dan kebijakan sosial untuk memenuhi kebutuhan klien.
4) Pembimbing Kemasyarakatan sebagai Pengajar
a. mengajarkan tentang kehidupan sosial dan keterampilan sehari-hari;
Pemberian keterampilan dalam menyelesaikan konflik, managemen uang,
penggunaan fasilitas umum, penyesuian diri dengan lingkungan baru,
kesehatan, dan kepedulian pada diri sendiri dan komunikasi yang efektif.

30

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

b. perubahan perilaku;
Pembimbing kemasyarakatan bisa menggunakan pendekatan intervensi,
seperti peran memperagakan, menilai klarifikasi, dan modifikasi perilaku.
Sebagai contoh, pembimbing kemasyarakatan mengajarkan cara mendesain
kembali suatu perubahan perencanaan yang baik dan berhasil kepada
seorang wiraswasta tentang.
c. pencegahan utama perhatian;
Pembimbing kemasyarakatan telah memberi andil yang besar dalam
melakukan proses pencegahan utama, yaitu dengan menempatkan
pembimbing kemasyarakatan berperan sebagai pendidik atau guru. Contoh
aktivitasnya adalah memberikan nasihat bagi pasangan yang belum
menikah, mengajarkan keterampilan kepada orang tua, memberikan
informasi tentang keluarga berencana/KB, dan memberikan solusi bagi
orang-orang yang mengalami masalah.
5) Pekerja Sosial Sebagai Konselor atau Klinikal
Tujuan: membantu klien meningkatkan keberfungsian sosial mereka dengan
pemahaman yang lebih baik terhadap perasaan mereka, memodifikasi
perilaku, dan belajar mengatasi situasi kebimbangan.
Dalam melaksanakan peran ini, pembimbing kemasyarakatan memerlukan
pengetahuan tentang perilaku manusia dan pemahaman tentang bagaimana
lingkungan sosial berpengaruh pada klien.
Fungsi pembimbing kemasyarakatan sebagai konselor atau klinikal
a. Penilaian Psikososial dan Hasil Diagnosis
Situasi klien harus secara menyeluruh dipahami dan termasuk
kapasitas motivasi mereka untuk menilai suatu perubahan. Hal itu
memerlukan kerangka konseptual untuk mengorganisasi informasi dan cara
meningkatkan pemahaman tentang klien dan lingkungannya.
Hasil diagnosis diperlukan dalam beberapa interkomunikasi
profesional, riset, perencanaan program, dan pembiayaan dalam perolehan
pelayanan yang diberikan.
b. Keberlangsungan Kepedulian
Advokat atau klinikal tidak selalu melibatkan pekerjaannya untuk
melakukan perubahan pada klien atau kondisi sosialnya, kadang-kadang
juga dengan menyediakan faktor pendukung atau kepedulian yang
diperluas.

31

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

c. Perawatan Sosial
Fungsi melibatkan aktivitas pembimbing kemasyarakatan dalam
membantu klien memahami hubungan antara orang-orang dengan
kelompok sosialnya, mendukung klien untuk memodifikasi hubungan sosial,
melibatkan klien dalam pemecahan masalah, atau berusaha melakukan
perubahan antarpribadi dan konflik. Whittaker dan Tracy menggambarkan
perawatan sosial sebagai usaha membantu hubungan antarpribadi secara
langsung ataupun tidak langsung untuk menopang individu, keluarga, dan
kelompok kecil dalam meningkatkan keberfungsian sosial dan mengatasi
permasalahan sosial.
d. Evaluasi
Ada dua praktik pelayanan evaluasi, yaitu:
 pembimbing kemasyarakatan menguji capaiannya untuk menilai
efektivitas dari intervensi yang dilakukan;
 pembimbing kemasyarakatan mengumpulkan data klien untuk
mengetahui tingkat kedaruratan permasalahan sosial atau meninjau
kembali pelayanan dan kebijakan publik yang disediakan.

5) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Manager Kasus


Tujuan: untuk mencapai kesinambungan pemberian layanan keluarga dan
invidu melalui proses penghubungan antara klien dan pelayanan yang
diinginkan dan pengkoordinasian pemanfaatan pelayanan tersebut.
Peran pembimbing kemasyarakatan sebagai manager kasus mempunyai
arti penting bagi klien yang menggunakan pelayanan yang disajikan oleh agen
pelayanan. Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan mempunyai
cakupan yang luas dalam aktivitasnya. Pekerjaannya dimulai dengan
mengidentifikasi jenis bantuan yang diperlukan, melakukan penyelidikan
terhadap faktor yang menjadi penghalang dalam mengatasi masalah,
mendukung klien untuk mencoba mengeksplorasikan semua potensinya,
memberikan kesempatan kepada klien untuk memperoleh pelayanan langsung.
Rumusan suatu kasus mungkin merupakan perencanaan pelayanan yang
menunjukkan kebutuhan yang diperlukan klien.
Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Manager Kasus
a. Orientasi dan Identifikasi Klien

32

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pembimbing Kemasyarakatan berfungsi mengidentifikasi dan memilih


individu yang akan menerima pelayanan mutu hidup atau pembiayaan
pelayanan dan kepedulian yang berpengaruh pada managemen kasus.
b. Penilaian Klien
Fungsi ini mengacu pada pengumpulan rumusan dan informasi sebagai
suatu penilaian yang menyangkut kebutuhan klien, kondisi hidup, dan
sumber daya, dan mungkin juga pencapaian potensi klien .
c. Perencanaan Pelayanan/Perawatan
Pembimbing kemasyarakatan mengidentifikasi berbagai pelayanan yang
dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan klien.
d. Hubungan dan Koordinasi Pelayanan
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menghubungkan klien
dengan sumber daya yang sesuai. Dalam peran sebagai manager kasus,
pembimbing kemasyarakatan harus aktif dalam pemberian pelayanan
keluarga dan individu.
e. Pengawasan Pemberian Pelayanan
Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan merupakan
kelanjutan dalam menghubungkan klien dengan pelayanan yang diberikan.
Kemudian, dilakukan koreksi atas tindakan/pelayanan yang diberikan dan
memodifikasi perencanaan pelayanan.
f. Dukungan Klien
Pelayanan yang diberikan klien dengan berbagai sumber daya yang
tersedia akan membantu klien dan keluarganya dalam menghadapi
permasalahan. Aktivitas ini meliputi pemecahan konflik pribadi, pemberian
nasihat, penyediaan informasi, pemberian dukungan emosi dan keyakinan
kepada klien bahwa mereka berhak atas pelayanan yang diberikan.
6) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Beban Kerja Klien
Tujuan: untuk mengatur beban kerja seseorang secara efesien dalam
penyediaan pelayanan dan bertanggung jawab atas pemanfaatan organisasi.
Pembimbing kemasyarakatan harus secara serempak menyediakan
pelayanan yang diperlukan klien dan mencoba untuk tetap mengatur beban
kerja dari anggota dan organisasi masyarakat. Dengan kata lain, pembimbing
kemasyarakatan harus bisa menyeimbangkan kewajiban untuk kepentingan
pribadi dengan kepentingan klien.
Fungsi Sebagai Beban Kerja Klien
33

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

a. Perencanaan kerja
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu menilai beban kerja
mereka dan menetapkan prioritas kepentingan dan membuat perencanaan
pekerjaan yang efektif dan efesien.
b. Manejemen waktu
Pembimbing kemasyarakatan harus mampu membagi waktu dan
perhatian kepada setiap klien sesuai dengan prioritas dan waktu kerja.
Manajemen waktu bisa menggunakan sistem komputerisasi dan sistem
teknologi lain.
c. Jaminan adanya pengawasan
Pembimbing kemasyarakatan perlu secara teratur melakukan evaluasi
secara efektif terhadap pelayanan yang diberikan dengan melibatkan rekan
kerja untuk melakukan penilaian tentang pelayanan yang tersedia. Aktivitas
ini bisa meliputi meninjau ulang arsip-arsip agen pelayanan serta evaluasi
capaian kerja dan capaian prestasi dalam memperoleh tenaga suka rela.
d. Pengolahan informasi
Pembimbing kemasyarakatan harus mengumpulkan data yang
diperlukan sebagai dokumen dan ketetapan pelayanan serta melengkapi
dan membuat laporan. Informasi tentang prosedur dan peraturan agen
harus dipahami secara keseluruhan. Pembimbing kemasyarakatan harus
terampil dalam menyiapkan dan menginterprestasikan surat, aktif dalam
pertemuan staf, dan memahami aktivitas lain yang memudahkan untuk
berkomunikasi.
7) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Pengembang Staf
Tujuan: memudahkan pengembangan profesional agen dalam
mengorganisasi personalianya dan melakukan pelatihan pengawasan
konsultasi.
Dalam posisi ini, pembimbing kemasyarakatan mengerahkan segenap
potensi mereka untuk pemeliharaan dan peningkatan pencapaian kerja.
Fungsi Sebagai Pengembang Staf
a. Pelatihan dan Orientasi Karyawan
Orientasi dan pelatihan terhadap agen dan karyawannya merupakan hal
yang penting bagi para tenaga sukarela dan karyawan baru untuk melalukan
penetapan kerja serta pemberian keahlian dan keterampilan.

34

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

b. Manajemen Personalia
Aktivitas ini meliputi pemilihan karyawan hingga pemberhentiannya.
Banyak yang mengatakan bahwa manajemen ini memengaruhi
pengembangan profesional pekerja.
c. Pengawasan
Fungsi ini melibatkan pengaturan dan pengarahan aktivitas dari anggota
staf lain dalam peningkatan mutu pelayanan dan menegakkan peraturan
agen pelayanan.
d. Konsultasi
Konsultasi empat mata bisa menjadi pengamatan tentang tingkat
keprofesionalan profesi. Klien bebas menerima atau tidak menerima nasihat
yang diberikan konselor, konsultasi hanya terfokus pada cara terbaik untuk
menangani permasalahan tersebut. Bentuk konsultasi empat mata dapat
diilustrasikan dengan gambar berikut.

Gambar 4
Konsultasi empat mata
Sumber: http://smyleservice.blogspot.com/2012_09_01_archive.html

8) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Administrator


Tujuan: untuk merencanakan dan mengembangkan penerapan program
dan kebijakan pelayanan dalam suatu organisasi pelayanan.
Sebagai administrator, pembimbing kemasyarakatan harus dapat
memperkirakan tanggung jawab dalam penerapan kebijakan dan pengaturan
programnya.

35

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Fungsi Sebagai Administrator


a. Manajemen
Fungsi ini meminta pengurus administrasi untuk memelihara
operasional suatu program pelayanan, unit pelayanan, dan keseluruhan
organisasi yang menyangkut tanggung jawab dalam penetapan pekerjaan,
merekrut dan memilih karyawan, serta mengoordinasikan aktivitas dan lain-
lain.
b. Koordinasi Internal dan Eksternal
Tugas utama dari pembimbing kemasyarakatan adalah melakukan
pengoordinasian operasional pekerjaan pelayanan secara internal, dengan
mengembangkan perencanaan dalam penerapan program secara efektif
dan efesien. Secara eksternal, tugas pembimbing kemasyarakatan meliputi
pelindungan klien dari tekanan pihak lain dengan melakukan negosiasi dan
interpretasi program.
c. Pengembangan Program dan Kebijakan
Pembimbing kemasyarakatan harus melakukan penetapan program
pelayanan dan menilai kebutuhan akan pelayanan yang diberikan secara
berbeda.

d. Evaluasi Program
Pembimbing kemasyarakatan bertanggung jawab atas mutu
pelayanan dan melakukan evaluasi program serta mengumpukan data yang
akan membantu peningkatan pelayanan melalui pembuatan kebijakan.
9) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Agen Perubahan
Tujuan: Pembimbing kemasyarakatan turut ambil bagian dalam identifikasi
masalah dan peningkatan mutu pelayanan serta mendukung perubahan atau
sumber daya yang baru.
Tugas pembimbing kemasyarakatan terfokus pada lingkungan sosial dan
orang yang mengalami masalah dan memerlukannya agar mudah melakukan
perubahan yang diperlukan dalam lingkungan masyarakat atau sistem
sosialnya. Peran agen perubahan menjadi bagian dari pembimbing
kemasyarakatan.
Fungsi Sebagai Agen Perubahan
a. Analisis Kebijakan dan Masalah Sosial

36

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Untuk melakukan perubahan sosial, pembimbing kemasyarakatan


lebih dahulu melakukan analisis kebijakan dan masalah dengan
mengumpulkan data dan penemuan yang dilaporkan secara komprehensif
kepada pembuat kebijakan.
b. Pengerahan Hubungan Masyarakat
Pemahaman terhadap suatu masalah dalam usaha perubahan sosial
memerlukan pengerahan dan pengorganisasian kelompok individu terkait.
Mungkin dengan melibatkan harapan kelompok klien, organisasi
kemasyarakatan, dan warga lain untuk mengeluarkan ide pemikirannya.
c. Pengembangan Sumber Daya
Agen perubahan mungkin dapat bekerja pada pengembangan
pelayanan dan program yang diperlukan dalam pengembangan sumber
daya dengan melibatkan sumber daya yang baru melalui peningkatan
perencanaan program.
10) Peran Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Seorang Profesional
Tujuan: untuk mulai bekerja sesuai dengan kode etik petugas
pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas dan memiliki kompetensi yang
sangat berperan dalam pengembangan profesi pembimbing kemasyarakatan.
Pada dasarnya tindakan seorang profesional adalah penuh etika dan
bertanggung jawab serta bijaksana. Pembimbing kemasyarakatan harus
secara konsisten mengembangkan keterampilan serta aktif dalam hubungan
interaksi dengan instansi penegak hukum dan masyarakat lainnya.
Fungsi Sebagai Seorang Profesional
a. Penilaian Diri
Pengambilan keputusan secara profesional harus bertanggung jawab
sebagai penilaian diri yang berkelanjutan. Bahwa pembimbing
kemasyarakatan melayani hampir berbagai jenis klien, aktif hampir di
setiap kegiatan organisasi sosial dan kemasyarakatan, dan berperan serta
dalam setiap pendidikan dan pengembangan pekerjaan.

b. Pengembangan Profesional/Pribadi

37

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Gambar 5
Pengembangan Profesional/Pribadi
Sumber : http://lfp-blog.com/the-power-of-less/the-power-of-less-part-5-of-5-staying-motivated/

Pengembangan pribadi dapat dilakukan melalui kelompok ataupun


organisasi yang diilustrasikan dalam gambar di atas. Simpulan dari
penilaian diri lebih lanjut adalah pengembangan kemampuan dan capaian
kerja yang diperoleh melalui peningkatan profesi pembimbing
kemasyarakatan.
Pembimbing kemasyarakatan perlu berperan dalam pengembangan
profesi dan pengetahuannya.

2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum


Peran pembimbing kemasyarakatan dalam institusi penegakan hukum dapat
dikaitkan dengan kedudukannya dalam sistem peradilan pidana yang terminologinya
terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap praadjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak jelas sekali ditegaskan tentang tugas dan peran pembimbing
kemasyarakatan dalam menangani anak berkonflik dengan hukum. Peran
pembimbing kemasyarakatan menjadi sangat strategis, di antaranya wajib
melakukan upaya diversi dalam setiap tingkat pemeriksaan, baik di penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan dan mengawasi penetapan hakim
terkait dengan diversi dan putusan hakim.

Peran pembimbing kemasyarakatan terbagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:


a. tahap praadjudikasi
1) Peran pembimbing kemasyarakatan dalam proses diversi/keadilan restoratif

38

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum harus ditempuh melalui


upaya diversi sejak anak diduga melakukan tindak pidana, yang
penyelesaiannya dilakukan melalui pendekatan keadilan restoratif, yaitu
suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga
mereka, dan pihak lain yang terkait dalam tindak pidana dan secara bersama-
sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan
implikasinya, dengan menekankan pemulihan, dan bukan pembalasan.
Pengertian diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus-kasus anak
yang diduga melakukan tindak pidana tertentu dari proses pidana formal ke
penyelesaian damai ntara tersangka/terdakwa/pelaku tindak pidana dengan
korban yang dapat difasilitasi oleh pembimbing kemasyarakatan.
2) Pembimbing kemasyaratan dapat berperan dalam mengoordinasi unsur-unsur
yang ada dalam masyarakat (keluarga klien, masyarakat, kelompok kerja
jejaring sosial, LSM, dsb.) berkaitan dengan proses diversi dan keadilan
restorative, baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat penyidikan,
penyelidikan, dan penuntutan. Hal itu menegaskan bahwa ada upaya aktif
dari pembimbing kemasyarakatan dalam mengusahakan diversi dan keadilan
restorative, antara lain dengan langkah mediasi dan penyusunan litmas untuk
diversi.
3) Peran Bapas dalam Proses Penyidikan, Penyelidikan, dan Penuntutan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 13 menyatakan
bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak
hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses
peradilan pidana. Selain itu, dalam Pasal 9 ayat (1) dinyatakan bahwa
penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam melakukan diversi harus
mempertimbangkan:
a. kategori tindak pidana;
b. umur anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari bapas; dan
d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998
dinyatakan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan bapas salah satunya
adalah melakukan penelitian kemasyarakatan untuk membantu tugas
penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal (bermasalah
dengan hukum);
4) Peran bapas dalam proses pelayanan terhadap anak dalam penahanan di rutan
adalah:

39

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

a) menentukan program pelayanan dan perawatan pada tahanan anak di


rutan melalui assesmen yang hasilnya menjadi rekomendasi dalam sidang
TPP rutan untuk menentukan program pelayanan tahanan dalam rutan
mulai dari proses penempatan, perawatan kesehatan, pendidikan,
pelayanan bantuan hukum, dan program lain, seperti lifeskill training/
vocational training, konseling, restorative justice conferrences, dan
kebutuhan khusus lainnya;
b) assesmen, di dalamnya termasuk penyusunan litmas, care assesmen dan
care plan. Assesmen ini dilengkapi dengan assesmen psikososial, hasil
pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis, seta assesmen kebutuhan;
c) melakukan monitoring dan membantu program pelayanan dan
perawatan untuk memberikan laporan (progress report), implementasi
care plan, dan rekomendasi yang disampaikan ketika sidang TPP rutan
secara berkala;
d) membantu wali dalam rutan yang menangani anak.

b. Pada tahap adjudikasi


1) Dalam pemeriksaan dan pendampingan anak dalam persidangan,
pembimbing kemasyarakatan berperan aktif dalam menyampaikan dan
menjelaskan litmas sebelum penuntutan dalam persidangan.
2) Pembimbing kemasyarakatan bapas mempunyai hak untuk dapat berdiskusi
dengan hakim apabila menghendaki penjelasan lebih lanjut.
3) Pembimbing kemasyarakatan bapas dalam melakukan pendampingan di
persidangan harus memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan klien anak dan
keluarganya
c. Pada tahap Pascaadjudikasi
1) Pengawasan terhadap putusan pengadilan
a) Pembimbing kemasyarakatan melakukan pengawasan terhadap putusan
pidana pengadilan (bimbingan kerja, kembali ke orang tua, pidana
bersyarat).
b) Kewenangan pembimbing kemasyarakatan dalam pengawasan putusan
pengadilan ialah melaporkan perkembangan klien kepada jaksa dan
hakim.
2) Proses Pembinaan di Lapas Anak
Pembimbing kemasyarakatan berwenang:
a) menentukan program pembinaan pada anak didik pemasyarakatan di
lapas melalui assesmen yang hasilnya menjadi rekomendasi dalam sidang
TPP lapas untuk menentukan program pembinaan anak didik
pemsyarakatan dalam lapas mulai dari proses penempatan, perawatan
40

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

kesehatan, pendidikan, pelayanan bantuan hukum, dan program lain,


seperti lifeskill training/vocational training, konseling, restorative justice
conferrences, dan kebutuhan khusus lainnya;
b) assesmen, di dalamnya termasuk penyusunan litmas, care assesmen, dan
care plan. Dalam assesmen ini dilengkapi dengan assesmen psikososial,
hasil pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis, dan assesmen
kebutuhan;
c) melakukan monitoring dan membantu program pembinaan untuk
memberikan laporan (progress report), implementasi care plan, dan
rekomendasi yang disampaikan ketika sidang tim pengamat
pemasyarakatan (TPP) lapas;
d) membantu wali dalam lapas yang menangani anak.
3) Pembimbingan Klien Pemasyarakatan
Pembimbingan klien dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:
a) tahap awal;
b) tahap lanjutan; dan
c) tahap akhir.
Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus
sebagai klien sampai dengan ¼ (satu perempat) masa pembimbingan.
Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhir pembimbingan
tahap awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan.
Pembimbingan tahap akhir, dilaksanakan sejak berakhirnya tahap
pembimbingan lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan.
Penyelenggaraan pembimbingan dari satu tahap ke tahap lainnya ditetapkan
melalui sidang TPP bapas berdasarkan data dari pembimbing
kemasyarakatan yang merupakan hasil pengamatan, penilaian, dan pelaporan
tahap pelaksanaan pembimbingan.
Peran pembimbing kemasyarakatan pada tahap praadjudikasi dan tahap adjudikasi,
secara khusus adalah:
1. memberikan penyuluhan dan bimbingan sosial kepada terpidana/anak didik
dan masyarakat, baik secara individu maupun secara kelompok dalam upaya
persiapan kembalinya terpidana tersebut ke kehidupan masyarakat secara
normal;
2. menyempurnakan administrasi sistem pemasyarakatan melalui terciptanya
jalur komunikasi di antara berbagai bidang dalam struktur lembaga serta
melalui keterampilan dan kemampuan yang dimiliki dalam memberikan
informasi atau gagasan positif dalam hubungan pelaksanaan sistem
pemasyarakatan;

41

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

3. melalui pendekatan pendidikan, pendekatan perantara, dan pendekatan yang


sifatnya mewakili, berusaha mengembangkan iklim pengurangan masa
hukuman melalui pembebasan bersyarat serta tindak lanjut dalam pelepasan
ini, terutama dengan penempatan kerja;
4. mengadakan penelitian terhadap berbagai macam unsur dalam sistem
pemasyarakatan dengan tujuan perubahan dalam upaya penyempurnaan
sistem tersebut;
5. meneliti, menganalisis, merencanakan penyembuhan terhadap terpidana dan
anak didik, baik di dalam maupun di luar lembaga, mengevaluasi seberapa
jauh pembinaan tersebut berhasil guna, serta merencanakan pelayanan
selanjutnya apabila diperlukan oleh klien dan keluarga.

C. RANGKUMAN
1. Peran Pembimbing Kemasyarakatan Menurut Ahli
Menurut Drs. Sumarsono A. Karim, pembimbing kemasyarakatan berperan
memberikan bantuan untuk memperkuat motivasi, menyalurkan perasaan,
menyampaikan informasi, mengambil keputusan, memahami situasi, menciptakan
perubahan lingkungan sosial dan reorganisasi pola tingkah laku, dan untuk
mengalihkan wewenang (refferal).
Sementara menurut pakar ilmu pekerja sosial, peran pembimbing kemasyarakatan
terbagi dalam tiga area, yakni area mikro, mezzo, dan makro. Setiap area
membutuhkan peran yang sesuai dan khusus.
2. Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Institusi Penegakan Hukum
Peran pembimbing kemasyarakatan dilakukan dalam beberapa bagian, yakni di
rumah tahanan negara dan di pengadilan. Peran konkret dalam dua instisusi tersebut
pun membutuhkan penyesuaian yang tepat pula.

D. LATIHAN
1. Jelaskan pandangan Sumarsono A. Karim tentang peran pembimbing
kemasyarakatan!
2. Jelaskan perbedaan pokok peran pembimbing kemasyarakatan dalam area mikro,
mezzo, dan makro!

42

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENUTUP
BAB LIMA

43
TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. RANGKUMAN

Tugas pembimbing kemasyarakatan adalah melakukan penelitian


kemasyarakatan dan melaksanakan bimbingan kemasyarakatan. Peran utama
pembimbing kemasyarakatan adalah memberikan informasi terhadap klien, membantu
klien memperkuat motivasi dan mengambil keputusan, dan memberikan dukungan
terhadap profesi dan sektor-sektor lain guna peningkatan kualitas pelayanan terhadap
klien pemasyarakatan. Hal tersebut sesuai dengan peran utama pembimbing
kemasyrakatan, yaitu sebagai penyalur informasi, penghubung, dan pendamping.

Seorang pembimbing kemasyarakatan harus mampu menjelaskan tugas, fungsi,


dan perannya secara tepat untuk menunjang pelaksanaan tugas di lapangan. Apabila
tugas, fungsi, dan peran pembimbing kemasyarakatan dapat diterapkan secara
menyeluruh, selaras, dan bersinergi antara satu dan lainnya, maka kualitas pembimbing
kemasyarakatan yang ideal akan tercapai.

B. EVALUASI
1. Pengertian pembimbing kemasyarakatan sebagai petugas pemasyarakatan pada
balai pemasyarakatan didasarkan pada sudut pandang ….
a. profil b. tugas c. fungsi d. peran
2. Tugas utama yang harus dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan ialah
menyusun …
a. studi sosial c. studi kasus (case study)
b. laporan studi kasus d. laporan hasil penelitian kemasyarakatan
3. Seorang pembimbing kemasyarakatan dapat diberhentikan oleh Menteri. Meskipun
demikian, dalam pelaksanaan tugasnya pembimbing kemasyarakatan bertanggung
jawab kepada …
a. Presiden c. Direktur Jenderal Pemasyarakatan
b. Menteri d. kepala balai pemasyarakatan
4. Jika dalam pelaksanaan tugas seorang pembimbing kemasyarakatan memerlukan
bantuan, maka balai pemasyarakatan dapat mengangkat atau menunjuk …
a. pembimbing kemasyarakatan kontrak c. pembimbing kemasyarakatan pinjam
b. pembimbing kemasyarakatan sukarela d. pembimbing kemasyarakatan inisiatif
5. Pembimbing kemasyarakatan dalam bahasa asing disebut sebagai …
a. lawyer c. prison officer
b. probation officer d. advokat

44

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

6. Melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien


pemasyarakatan disebut sebagai …
a. profil PK b. tugas PK c. fungsi PK d. peran PK
7. Tugas pembimbing kemasyarakatan tertuang di dalam Undang- Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, khususnya dalam ....
a. Pasal 31 c. Pasal 33
b. Pasal 32 d. Pasal 34
8. Personel yang bertugas melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan
kerja bagi klien pemasyarakatan adalah …
a. petugas pemasyarakatan c. petugas penjagaan
b. pembimbing kemasyarakatan d. kepala lembaga pemasyarakatan
9. Hasil penelitian kemasyarakatan akan memperlancar tugas pihak-pihak tertentu,
kecuali …
a. penuntut umum c. notaris
b. hakim d. penyidik
10. Tugas seorang pembimbing kemasyarakatan secara umum lebih mengarah pada …
a. pelatihan c. pengamanan
b. pembimbingan d. pembinaan
11. Salah satu instansi pemasyarakatan yang bertugas melakukan bimbingan terhadap
klien pemasyarakatan adalah …
a. lembaga pemasyarakatan c. rutan
b. balai pemasyarakatan d. rupbasan
12. Pegawai pemasyarakatan yang wajib hadir dalam persidangan anak dan sidang tim
pengamat pemasyarakatan adalah ...
a. direktur jenderal c. pembimbing kemasyarakatan
b. regu pengamanan d. petugas penjagaan
13. Pegawai yang berhak menghubungi dan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga
dan/atau pihak tertentu untuk kesejahteraan masa depan klien tersebut dalam
upaya menyalurkan bakat dan minat klien sebagai tenaga kerja adalah ...
a. regu pengamanan c. pembimbing kemasyarakatan
a. kepala lapas d. petugas penjagaan
14. Mampu membela kepentingan klien yang diwakili (ketika ada permintaan dari
pihak klien) adalah salah satu peran pembimbing kemasyarakatan sebagai ...
a. pemungkin c. penghubung
b. pembela d. perantara

45

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

15. Selalu memberikan dorongan bagi kemajuan dan perubahan dalam diri klien adalah
bentuk peran pembimbing kemasyarakatan sebagai ...
a. pendorong c. penghubung
b. pembela d. perantara

C. UMPAN BALIK
Apabila dalam menjawab evaluasi soal tersebut, Saudara mencapai 80% benar,
dengan demikian Saudara telah mencapai kompetensi modul diversi dengan baik,
dan sebaliknya, apabila ketercapaiannya tidak sampai 80 %, Saudara diharapkan
mengulang kembali membaca dan memahami modul ini.
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90--100% = baik sekali


80--89% = baik
70--79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila tingkat penguasaan Saudara mencapai 80% atau lebih, Saudara dapat
meneruskan mempelajari modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Saudara harus mengulangi materi modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai.

46

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Kunci Jawaban
Periksalah hasil evaluasi belajar Saudara dengan cara mencocokkan jawaban
Saudara dengan kunci jawaban di bawah ini!
1. a
2. d
3. d
4. b
5. b
6. b
7. d
8. b
9. c
10. b
11. b
12. c
13. c
14. b
15. a

47

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

DAFTAR PUSTAKA

Karim, Sumarsono A. 2011, Metode dan Teknik Pembuatan Litmas untuk Persidangan
Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta.

Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban
dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan.
Ichwan, Muis. Website 2012, “Peran dan Fungsi Pekerja Sosial”, Social Worker Article.
Netting, F. Ellen 1993, Social Work Macro Practic.
Oktoriny, Fitria. “Peranan Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Pemasyarakatan di
Balai Pemasyarakatan Klas I Padang”.

Sheafor, Bradford W., Techniquea and Guidelines for Social Work Practice -6th ed.

Soewandi, Marianti. 2003. Bimbingan dan Penyuluhan Klien. Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pegawai, Jakarta.

Tim Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. 2010. Modul Pembinaan Pembimbing


Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Jakarta.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.

48

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TUGAS DAN PERAN PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

GLOSARIUM

Makro : Praktek pekerjaan pembimbing kemasyarakatan dalam kacamata yang luas,


termasuk pada perencanaan, pengembangan program maupun
pengorganisasian masyarakat atau organisasi.
Mikro : Praktek pekerjaan pembimbing kemasyarakatan dalam kacamata yang
sempit, termasuk pada perencanaan, pengembangan program maupun
pengorganisasian individu.
Profil : analisis yang mewakili sejauh mana sesuatu yang menunjukkan
berbagai karakteristik
Family therapy : salah satu dari beberapa pendekatan terapi yang memandang
sebuah keluarga diperlakukan secara keseluruhan

49

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


MODUL II
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
i
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Tim Penulis
Vivi Sylviani Biafri | Rion Gustaf | Ade Agustina

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Editor Bahasa
Siti Zahra

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK
2012

ii
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

PENGANTAR
Pembimbing kemasyarakatan (PK) sebagai garda terdepan dalam proses
pembimbingan bagi tahanan/narapidana ataupun anak yang berkonflik dengan hukum
menjadi makin strategis posisinya seiring dengan hadirnya Undang-Undang No. 11 Tahun
2011 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Modul ini hadir untuk mendukung
penguatan peran PK, terutama dalam SPPA. Modul ini juga merupakan salah satu bagian
dari rangkaian proses panjang dalam rangka peningkatan kualitas PK secara utuh.
Modul ini berisi beragam informasi dasar mengenai sejarah perkembangan balai
pemasyarakatan, prinsip pembimbingan, metode pembimbingan, teknik pembimbingan,
serta keterampilan dalam Pembimbingan yang kesemuanya itu sangat dibutuhkan oleh
calon PK atau Pembantu PK yang ingin menjadi PK.
Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar Pembimbingan, diharapkan Saudara akan
memiliki kemampuan dalam menerapkan dasar-dasar pembimbingan dalam menjalankan
tugas sehari-hari sebagai pembimbing kemasyarakatan. Melalui modul ini Saudara
diharapkan memiliki pedoman yang utuh mengenai dasar-dasar pembimbingan yang baik
sehingga dapat membantu dalam memenuhi tuntutan tugas, fungsi, dan peran sebagai
seorang pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan amanat perundang-undangan dan
dapat menjadi semacam tangga untuk masuk ke dalam bangunan pembimbingan secara
utuh.
Kami sadar bahwa modul ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
konstruktif sangat kami butuhkan dari semua pihak. Kami berharap modul ini dapat menjadi
salah satu sarana untuk mewujudkan cita-cita luhur pemasyarakatan, sebagaimana yang
diinginkan oleh founding father pemasyarakatan, Dr. Sahardjo. . Tidak lupa kami juga
berterima kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya
kepada HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).

Jakarta, September 2012

Tim Penulis

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENDAHULUAN
BAB SATU

ii
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Latar Belakang
Saudara, mengingat pentingnya peran pembimbing kemasyarakatan (PK)
dalam sistem peradilan pidana Indonesia, maka untuk memperkuatnya perlu dilandasi
oleh pengetahuan dasar mengenai tugas, fungsi, dan peran PK yang meliputi sejarah
perkembangan pembimbingan, prinsip-prinsip dasar pembimbingan, metode dalam
pembimbingan, serta teknik pembimbingan dan keterampilan dalam pembimbingan
yang harus dimiliki oleh PK sehingga diharapkan akan memudahkan Saudara dalam
penerapan di lapangan.
Modul ini berkonsentrasi pada proses
pembimbingan sebagai salah satu bentuk aktivitas PK
yang diatur dalam aturan perundang-undangan. Dalam
PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan Gambar 1
disebutkan bahwa pembimbingan adalah pemberian Keunikan tiang-tiang lamin untuk rumah
adat Dayak yang diolah dalam bentuk
tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketakwaan patung bukan saja menjadi fondasi yang
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan kuat bagi bangunan di atasnya, tetapi juga
memenuhi unsur estetika bagi bangunan
perilaku, profesional, serta kesehatan jasmani dan itu sendiri.
rohani klien pemasyarakatan. Sumber: http://lensakukar.com

Modul ini disajikan untuk menerjemahkan


pemahaman di atas mengenai pembimbingan. Modul ini tidak hanya menekankan aspek
kognitif, tetapi juga aspek afektif. Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar
Pembimbingan, Saudara diharapkan dapat memberikan pembimbingan yang efektif
sehingga proses pemasyarakatan dapat berjalan secara optimal.
Pengetahuan dasar-dasar pembimbingan ini ibarat tiang-tiang lamin yang menjadi
fondasi bagi bangunan rumah adat Dayak. Tiang lamin tidak hanya berfungsi sebagai
fondasi untuk menjaga bangunan di atasnya, tetapi juga menambah nilai estetika
(keindahan) bagi bangunan tersebut. Pengetahuan dasar-dasar pembimbingan ini tidak
hanya sekadar menjadi pengetahuan bagi PK, tetapi diharapkan juga mampu diterapkan
dalam menjalankan tugas dan fungsi PK sehingga cita-cita pemasyarakatan dapat
tercapai.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas tentang sejarah perkembangan pembimbingan, prinsip-prinsip
dasar pembimbingan, metode dalam pembimbingan, teknik pembimbingan, dan
keterampilan dalam pembimbingan.

51

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

C. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari modul Dasar-Dasar Pembimbingan, diharapkan Saudara akan
memiliki kemampuan dalam menerapkan dasar-dasar pembimbingan dalam
menjalankan tugas sehari-hari sebagai pembimbing kemasyarakatan.

D. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari modul ini, Saudara dapat menjelaskan:
1. sejarah perkembangan pembimbingan,
2. prinsip pembimbingan,
3. metode dalam pembimbingan,
4. teknik pembimbingan, dan
5. keterampilan dalam pembimbingan.

E. Peta Kompetensi
Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus dicapai oleh pembimbing
kemasyarakatan agar memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan penerapan
dasar-dasar pembimbingan kemasyarakatan dalam kemudahan melaksanakan tugas,
fungsi, dan perannya di masyarakat sehari-hari.

F. Pokok Bahasan
1. Sejarah Perkembangan Pembimbingan
Dalam bab ini dibahas tentang Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan
serta Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian
Kemasyarakatan di Indonesia.
2. Prinsip Dasar Pembimbingan

52

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Ada beberapa pendapat dari para ahli tentang Prinsip Dasar Pembimbingan,
antara lain menurut Henry S. Mass, Naomi I. Brill, dan Felix Biestek.
3. Metode Pembimbingan
Metode Pembimbingan yang akan dibahas dalam bab ini adalah Metode dalam
Praktik Pekerjaan Sosial dan Penerapan Metode tersebut dalam Praktik
Pembimbingan.
4. Teknik Pembimbingan
Ada beberapa teknik pembimbingan yang dapat digunakan oleh PK, antara lain
menurut Naomi I. Brill dan Teknik Bimbingan Kelompok.

5. Keterampilan dalam Pembimbingan


Beberapa keterampilan dalam pembimbingan dibahas juga dalam pokok bahasan
ini, antara lain menurut Naomi I. Brill, Louise C. Johnson, serta Armando Morales
dan Bradford W. Sheafor.

G. Manfaat
Dengan mempelajari modul ini, Saudara diharapkan memiliki pedoman mengenai
dasar-dasar pembimbingan sehingga dapat membantu Saudara dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi sebagai seorang PK sesuai dengan amanat perundang-undangan.

H. Petunjuk Penggunaan
Agar Saudara berhasil dalam mempelajari materi yang tersaji dalam modul ini,
perhatikan dan ikuti beberapa petunjuk berikut:
 Saudara sebaiknya membaca Modul I lebih dahulu, sebelum mempelajari modul ini.
 Baca dan pahamilah setiap bab secara bertahap. Berilah tanda pada konsep yang
dianggap penting. Buatlah catatan kecil sebagai respons dari materi modul ini
sebagai penguat pemahaman Saudara terhadap modul ini.
 Dianjurkan untuk membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar eksistensi pembimbing kemasyarakatan.
 Kerjakan setiap soal dalam latihan dan evaluasi dengan teliti dan sungguh-sungguh
tanpa melihat lebih dahulu kunci jawaban agar kemampuan Saudara dapat terukur
secara objektif.
 Upayakan semua latihan dan evaluasi yang disajikan dalam modul ini dapat
dikerjakan agar tingkat penguasaan Saudara yang diperoleh mencapai minimal 80%.

53

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


SEJARAH
PERKEMBANGAN
PEMBIMBINGAN
BAB DUA

54
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Bab II ini, Saudara mampu menjelaskan tentang Sejarah
Perkembangan Pembimbingan.

B. Subpokok Bahasan
1. Sejarah Perkembangan Balai Pemasyarakatan
Sebelum munculnya balai pemasyarakatan (bapas) di Indonesia, dikenal lebih dahulu
Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa yang didirikan oleh Pemerintah Belanda
dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit tanggal 15 Agustus 1927, yang berpusat
pada Departemen van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda dan pribumi yang harus dibimbing secara
khusus. Pada saat itu Kantor Besar Jawatan Kepenjaraan/Jawatan Reklasering memberi
subsidi kepada badan reklasering swasta dan pra-yuwana, dan tenaga sukarelawan
perseorangan (volunteer probation officer). Selanjutnya, badan tersebut menjadi
petugas teknis pembinaan klien luar lembaga (Aziz, 1998:97). Petugas yang
menjalankan tugas dan fungsi di Badan Reklasering yang dikelola oleh Negara disebut
Ambtenaar der Reclassering (Pegawai Negeri Istimewa pada Badan Reklasering) yang
diatur dalam KUHP (Pasal 14 d ayat (2) disebut pegawai istimewa (bijzondere
ambtenaar).
Pada tahun 1930--1935 yang dikenal masa Malaise, Pemerintah Belanda mengalami
kesulitan biaya akibat kondisi Perang Dunia I serta tingginya tingkat korupsi di tubuh
VOC. Akibatnya sangat memengaruhi eksistensi pemerintahan Belanda di Indonesia,
termasuk jawatan baru tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dikeluarkan Surat
Keputusan Jenderal G.E. Herbrink Nomor 11 Stbld. pada tanggal 6 September 1932
yang menyatakan bahwa Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa disatukan.
Sehubungan dengan itu, tugas reklasering dan pendidikan paksa dimasukkan dalam
tugas, fungsi, dan peran jawatan kepenjaraan, yang selanjutnya disebut Inspektorat
Reklasering dan Pendidikan Paksa. Tugas Inspektorat Reklasering dan Pendidikan Paksa
adalah (a) menangani lembaga-lembaga anak yang disebut Rumah Pendidikan Negara
(RPN) dan (b) menangani Klien Lapas Bersyarat, Pidana Bersyarat, dan Pembinaan
lanjutan (After Care), serta Anak yang diputus hakim kembali kepada orang tua atau
walinya (Aminah, hal 97). Selain menggabungkan Jawatan Reklasering dan Pendidikan
Paksa, jawatan ini juga dimasukkan dalam struktur setiap penjara yang ada di Indonesia
yang dinamakan Bagian Reklasering. Tujuan Reklasering ini antara lain (a) menjauhkan
yang bersalah dari rumah penjara, (b) mempercepat yang bersalah dari penjara, dan (c)
mengembalikan bekas terhukum dan anak pada kehidupan sedia kala/after care (R.
Tondokusumo, 1950:6).

55

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Pada tahun 1939 Pemerintah Belanda berniat untuk menghidupkan kembali dan
memperbaharui Badan Reklasering, tetapi terhambat dengan pecahnya Perang Dunia II. Untuk
mengatasinya pada setiap penjara masih ada bagian reklasering yang sifatnya pasif sampai
tahun 1943. Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia tidak ada perubahan mengenai
perkembangan reklasering, hanya pelaksanaan lepas bersyarat yang tidak lagi dijalankan.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 27 April 1964 terjadi perubahan sistem kepenjaraan
menjadi sistem pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan yang digunakan oleh bangsa Indonesia memiliki tujuan


reintegrasi bagi pelanggar hukum (narapidana dan anak didik) dengan masyarakat
yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945. Agar terciptanya pembinaan
klien pelanggar hukum, maka dikeluarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera
No.75/U/Kep/II/66. Dengan surat keputusan tersebut, struktur organisasi kepenjaraan
berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang memiliki dua direktorat
yang menangani (1) pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan dan (2)
pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan yang mencakup pula
pembinaan anak di dalam lembaga pemasyarakatan. Direktorat yang menangani
pembinaan narapidana di luar lapas dan pembinaan anak di dalam lapas disebut
Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA).
Istilah Bispa pertama kali dicetuskan oleh R. Waliman Hendrosusilo yang terdiri dari
2 (dua) istilah, yakni BIS dan PA. BIS singkatan dari bimbingan kemasyarakatan dan PA
singkatan dari pengentasan anak. Tujuan pendirian badan ini adalah untuk pembinaan
di luar penjara. Metode yang digunakan dalam bimbingan di luar penjara juga berbeda
dengan metode pembinaan yang dilakukan di dalam penjara (Marianti Soewandi,
wawancara, 27 Juli 2012).
Persiapan perubahan dari lembaga reklasering ke Bispa dilakukan oleh R. Waliman
Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. Dra. CM. Marianti Soewandi, Bc.I.P., serta Panitia Khusus
Bispa yang dibentuk pada tahun 1968. Istilah PK pertama kali dikemukakan oleh Bapak
R. Waliman Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. Beliau adalah sarjana muda pekerja sosial dari
Australia dan memperoleh gelar Sarjana Hukum di Jakarta. Istilah PK merupakan
pengganti dari Ambtenaar der Reclassering yang digunakan di negeri Belanda atau
Probation Officer yang digunakan oleh negara-negara di dunia barat ataupun Asia
(Marianti Soewandi, 2003). Pemakaian istilah PK digunakan juga oleh Bapak Drs.
Soemarsono A. Karim dalam kertas kerja beliau yang dibuat atas permintaan Lembaga
Pembinaan Hukum Nasional (sekarang namanya Badan Pembinaan Hukum Nasional)
pada tahun 1976 dalam acara Loka Karya Evaluasi Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengentasan Anak (Soemarsono A. Karim, 2011). Sejak saat itu pekerja sosial
kehakiman yang bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan pembimbing
kemasyarakatan dan laporan penelitian sosial disebut litmas sampai saat ini.

56

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Tahun 1968 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mendidik 60 (enam puluh) orang


lulusan Sekolah Pekerjaan Sosial Atas (SPSA) untuk menjadi pembimbing
kemasyarakatan. Pendidikan tersebut diselenggarakan selama 6 bulan. Pendidikan
calon pembimbing kemasyarakatan itu dilaksanakan sampai dengan tahun 1981. Hal
itu dilakukan karena tuntutan amanat perundang-undangan yang mengharuskan
didirikannya balai pemasyarakatan di ibu kota provinsi serta kabupaten/kota di
seluruh Indonesia secara bertahap (Marianti Soewandi, wawancara 27 Juli 2012). Pada
tahun 1970 Kantor Bispa pertama berdiri di Jakarta yang menjadi satu dengan gedung
kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Pada tahun 1995 setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, istilah bispa berubah menjadi bapas. Hal tersebut dikuatkan
juga dalam Keputusan Menteri No. M.01.PR.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Balai Pemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12
Tahun 1995 Pasal 2 dijelaskan bahwa bapas mempunyai tugas memberikan bimbingan
kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyebutkan tentang tugas bapas. Tugas
bapas adalah memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam
perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak, dengan membuat
Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made
Martini Tinduk, 2003). Dalam Pasal 56 disebutkan bahwa laporan hasil penelitian
kemasyarakatan diajukan oleh pembimbing kemasyarakatan kepada hakim sebelum
sidang dibuka. Tugas bapas menurut Prinst (1997:30) antara lain membimbing,
membantu, dan mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang dijatuhi
hukuman :
a. pidana bersyarat;
b. pidana pengawasan;
c. pidana denda;
d. diserahkan kepada negara (anak negara);
e. harus mengikuti latihan kerja;
f. memperoleh pembebasan bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.
Dalam upaya mengoptimalkan proses pemasyarakatan, Marianti Soewandi sebagai
pelopor bispa di Indonesia mengusulkan agar materi mengenai pekerjaan pembimbing
kemasyarakatan sebagai garda terdepan bapas, perlu diintegrasikan ke dalam
kurikulum pendidikan Akademi Ilmu Pemasyarakatan (Akip). Akip merupakan lembaga
pendidikan kedinasan yang menjadi salah satu lembaga penghasil sumber daya

57

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

manusia pemasyarakatan yang terpadu. Materi yang diusulkan Marianti Soewandi,


(dalam wawancara 27 Juli 2012) antara lain:
a. pengetahuan pekerjaan sosial bagi mahasiswa Akip;
b. pengetahuan mengenai teori dan teknik pembuatan penelitian kemasyarakatan
(langsung disetujui oleh Direktur Akip pada waktu itu, yakni Drs. Hasannudin,
Bc.I.P.);
c. adanya petugas teknis khusus untuk pembinaan pelanggar hukum.

2. Sejarah Perkembangan Ilmu Pekerjaan Sosial dan Laporan Penelitian Kemasyarakatan


di Indonesia
Dalam buku Empat Puluh Tahun Pemasyarakatan Mengukir Prestasi (Ditjen
Pemasyarakatan, 2004) dijelaskan bahwa Dr. Sahardjo mengenalkan gagasannya
tentang konsep pemasyarakatan melalui pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin
Pengayoman” saat menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang
hukum pada bulan Juli 1963 di Istana Negara Republik Indonesia. Pendapat Dr.
Sahardjo mengenai konsep pemasyarakatan adalah bahwa setiap orang yang pernah
dipenjara adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia. “Setiap orang
adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia. Meskipun ia telah tersesat,
tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya, ia harus
merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.”
Gagasan tentang pemasyarakatan tersebut terealisasi dalam Konferensi Nasional
Kepenjaraan di Grand Hotel, Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964, yang
diikuti oleh seluruh direktur penjara di Indonesia. Dalam konferensi tersebut istilah
kepenjaraan diganti menjadi pemasyarakatan. Untuk memperingati peristiwa
bersejarah itu, tanggal 27 April ditetapkan sebagai Hari Pemasyarakatan.
Dalam upaya mewujudkan terlaksananya sistem pemasyarakatan tersebut,
dibutuhkan berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peran
penting dalam pelaksanaan pembinaan adalah ilmu pekerjaan sosial. Ilmu pekerjaan
sosial yang khusus bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan Pekerjaan
Sosial Koreksional.
Perkembangan ilmu pekerjaan sosial di bidang koreksional terjadi sangat pesat di
negara-negara penganut mazhab Anglo Saxon, misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
Ilmu pekerjaan sosial koreksional ini mulai dirasakan manfaatnya pada pertengahan
abad XIX hingga sekarang. Ilmu pekerjaan sosial koreksional mulai berkembang di
Indonesia kira-kira tahun 1957. Hal itu seiring dengan jumlah angka kenakalan remaja
di Indonesia yang makin memuncak, khususnya pendampingan bagi anak dalam

58

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

rangka proses persidangan perkara anak di pengadilan negeri Jakarta (Soemarsono A.


Karim, 2011).
Pada saat itu istilah yang digunakan bagi pekerja sosial di bidang koreksional adalah
pekerja sosial kehakiman yang sekarang disebut pembimbing kemasyarakatan dan
istilah litmas yang sekarang kita gunakan disebut case study. Untuk lebih jelasnya,
dapat dibaca pada Modul I.

Tahap perkembangan laporan penelitian kemasyarakatan di Indonesia dibagi dalam


empat periode (Karim, 2011) berikut:
a. Periode 1958–1964
Pada periode ini dikenal dengan nama “case study”. Istilah case study
diperkenalkan oleh Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan yang sekarang bernama
Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS). Dalam rangka praktik lapangan, siswa
SMPS memberikan bantuan kepada keluarga anak yang mengalami masalah
kenakalan anak (juvenille deliquency) yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan hakim pada sidang perkara anak di pengadilan.
b. Periode 1964--1974
Pada masa ini istilah Case study berubah menjadi laporan social study atau
laporan social case study. Istilah ini digunakan di dalam lingkungan Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan (Direktorat Bispa yang kemudian berubah nama
menjadi Direktorat Binlulapas) dan kepolisian. Laporan tersebut dibuat guna
memenuhi permintaan hakim.
c. Periode 1974–1976
Pada periode ini istilah Laporan Social Case Study berubah menjadi Laporan
Penelitian Sosial, sedangkan di kepolisian (khususnya di Biro Anak/Binapia)
digunakan istilah social case study.
d. Periode 1976–sekarang
Pada periode ini istilah yang digunakan adalah laporan penelitian kemasyarakatan
yang disingkat litmas. Istilah ini diperkenalkan oleh R. Waliman Hendrosusilo,
Bc.S.W., S.H. pada tahun 1968 dan juga digunakan oleh Drs. Soemarsono A.
Karim. Petugas yang menyusunnya disebut pembimbing kemasyarakatan. Saat ini
litmas digunakan untuk bahan persidangan perkara anak di PN dan bahan untuk
pembinaan, seperti untuk asimilasi, cuti menjelang bebas, cuti mengunjungi
keluarga, dan pembebasan bersyarat.

59

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Berdasarkan perjalanan sejarah tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada benang


merah antara pekerja sosial dan pembimbing kemasyarakatan. Oleh sebab itu, wajib
bagi PK untuk mempelajari ilmu pekerjaan sosial sebagai dasar dalam melaksanakan
tugas di lapangan.
Tugas dan peran PK ke depannya akan makin berat dan luas. Hal itu dapat dilihat
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak. Oleh sebab itu, PK dituntut untuk makin profesional dalam
pekerjaannya dan tidak berhenti belajar untuk menambah wawasan dan
kemampuannya.
C. Rangkuman
Pada mulanya Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa yang didirikan oleh
Pemerintah Belanda dengan dikeluarkannya Gouverment Besluit tanggal 15 Agustus
1927, yang berpusat pada Departemen van Justitie di Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang Belanda dan pribumi yang harus
dibimbing secara khusus. Jawatan Reklasering memberi subsidi kepada badan
reklasering swasta dan pra-yuwana, dan tenaga sukarelawan perseorangan (Volunteer
Probation Officer). Karena kesulitan biaya, Pemerintah Belanda menghapus jawatan baru
tersebut. Berdasarkan Surat Keputusan Jenderal G.E. Herbrink Nomor 11 Stbld. pada
tanggal 6 September 1932 Jawatan Reklasering dan Pendidikan Paksa dihapuskan.
Berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera No.75/U/Kep/II/66, struktur
organisasi Jawatan Reklasering berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Dengan surat keputusan tersebut, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terdiri atas dua
direktorat yang menangani (1) pembinaan narapidana di dalam lembaga
pemasyarakatan dan (2) pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan yang
mencakup pula pembinaan anak di dalam lembaga pemasyarakatan. Direktorat yang
menangani pembinaan narapidana di luar lapas dan pembinaan anak di dalam lapas
kemudian disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Bispa).
Persiapan perubahan dari lembaga Reklasering ke Bispa dilakukan oleh R. Waliman
Hendrosusilo, Bc.S.W., S.H. dan Dra. CM. Marianti Soewandi, Bc.I.P., serta Panitia Khusus
Bispa yang dibentuk pada tahun 1968. Pada tahun 1970 Kantor Bispa pertama berdiri di
Jakarta. Tahun 1995 setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, istilah bispa berubah menjadi bapas. Hal tersebut dikuatkan juga dalam
Keputusan Menteri Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Pemasyarakatan. Dalam Pasal 2, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan dijelaskan bahwa bapas mempunyai tugas memberikan bimbingan
kemasyarakatan dan pengentasan anak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

60

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Dr. Sahardjo mengenalkan gagasannya tentang konsep pemasyarakatan melalui


pidatonya yang berjudul “Pohon Beringin Pengayoman” pada saat menerima
penghargaan Doktor Honoris Causa dalam bidang hukum pada bulan Juli 1963 di Istana
Negara RI. Pendapat Dr. Sahardjo mengenai konsep pemasyarakatan adalah bahwa setiap
orang yang pernah dipenjara adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia.
“Setiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah
tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya, ia
harus merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.” Pada tanggal 27
April 1964 istilah kepenjaraan diganti menjadi pemasyarakatan. Untuk memperingati
peristiwa bersejarah itu, maka tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Pemasyarakatan.
Dalam mewujudkan terlaksananya sistem pemasyarakatan tersebut, dibutuhkan
berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan pembinaan adalah disiplin ilmu pekerjaan sosial. Ilmu pekerjaan sosial yang
khusus bergerak di bidang koreksional dikenal dengan sebutan pekerjaan sosial
koreksional. Ilmu pekerjaan sosial koreksional mulai berkembang di Indonesia kira-kira
tahun 1957. Hal itu seiring dengan jumlah angka kenakalan remaja di Indonesia yang
makin memuncak, khususnya pendampingan bagi anak dalam rangka proses persidangan
perkara anak di pengadilan negeri Jakarta. Pada saat itu istilah yang digunakan bagi
pekerja sosial di bidang koreksional adalah pekerja sosial kehakiman yang sekarang
disebut pembimbing kemasyarakatan dan istilah case study yang sekarang disebut litmas.
Tahapan periode perkembangan laporan penelitian kemasyarakatan ada 4 (empat),
yaitu:

Periode Tahun Periode Tahun Periode Tahun Periode Tahun


1958–1964 1964–1974 1974–1976 1976–sekarang

 Digunakan istilah  Diubah menjadi  Diubah menjadi  Digunakan istilah


case study laporan social study laporan penelitian laporan penelitian
(dikenalkan oleh atau laporan social social kemasyarakatan
Sekolah Pendidikan case study. (litmas).
Kemasyarakatan,
sekarang SMPS).
 Digunakan di  Istilah ini dicetuskan
 Digunakan untuk  Di kepolisian
Direktorat Jenderal oleh R. Waliman
bahan pertimbangan (khususnya di Biro
Pemasyarakatan Hendrosusilo,
hakim pada sidang Anak/Binapia)
(khususnya Bc.S.W., S.H. pada
perkara anak di menggunakan
Direktorat Bispa tahun 1968. Istilah
pengadilan. istilah social case
yang kemudian ini juga digunakan
study.

61

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

berubah nama oleh Drs.


menjadi Direktorat Soemarsono A.
Binlulapas) dan Karim yang dimuat
kepolisian. pada paper untuk
Lembaga Pembinaan
 Laporan ini
Hukum Nasional
digunakan untuk
(sekarang Badan
memenuhi
Pembinaan Hukum
permintaan hakim.
Nasional) tahun
1976.
 Litmas digunakan
untuk bahan
persidangan perkara
anak di PN dan
bahan untuk
pembinaan, seperti
untuk asimilasi, cuti
menjelang bebas,
cuti mengunjungi
keluarga dan PB.

D. Latihan
Setelah Saudara membaca materi di atas, agar Saudara memahami isi materi secara utuh,
jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas, ringkas, dan teliti!
1. Jelaskan siapakah yang pertama kali menggunakan istilah PK!
2. Jelaskan lembaga yang melaksanakan tugas kebapasan dari masa pemerintahan
Belanda sampai sekarang!
3. Jelaskan apakah kegunaan laporan litmas?
4. Jelaskan ada berapakah tahapan perkembangan litmas?

62

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PRINSIP-PRINSIP
DASAR
PEMBIMBINGAN
BAB TIGA

63
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Bab III Pokok Bahasan II ini Saudara mampu
menjelaskan prinsip-prinsip dasar pembimbingan.
B. Subpokok Bahasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, kata prinsip bermakna
‘asas/kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir/bertindak’ (Tim Penyusun KBBI,
2008:788). Dalam kaitannya dengan proses pembimbingan, prinsip merupakan
pedoman dalam melakukan aktivitas pembimbingan, pendampingan, serta
pengawasan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu,
prinsip-prinsip dasar ini perlu Saudara pahami agar dapat membantu aktivitas
pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan yang Saudara lakukan sehari-hari.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, secara keilmuan pekerjaan
yang dilakukan PK hampir sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja
sosial. Keduanya melakukan fungsi yang sama, tetapi dalam ruang yang berbeda.
Pekerja sosial menangani masalah-masalah sosial secara umum, sementara PK
menangani masalah yang sama dalam ruang lingkup hukum. Oleh karena itu, secara
teoretis prinsip-prinsip yang digunakan oleh pekerja sosial sama dengan yang
digunakan oleh PK. Berikut ini beberapa prinsip dasar dari para ahli pekerja sosial
yang harus Saudara miliki, sebagai PK.
1. Prinsip-Prinsip Dasar Menurut Henry S. Mass
Salah satu tokoh yang berpengaruh pada kajian kesejahteraan sosial adalah
Henry S. Maas yang berasal dari University of British Columbia. Dalam
makalahnya yang berjudul Social Work with Individuals and Families, Maas
(1977:63) menjelaskan enam prinsip yang harus dimiliki oleh para pekerja sosial
(termasuk PK). Keenam prinsip dasar itu adalah sebagai berikut.
a. Prinsip Penerimaan (The Principle of Acceptance)
Prinsip ini mengemukakan bahwa seorang PK dalam menerima klien harus
bebas nilai. PK tidak boleh “menghakimi” klien seakan-akan PK yakin dan
percaya bahwa klien adalah satu-satunya pihak yang patut dipersalahkan atas
perbuatannya. PK harus mampu membangun suasana yang akrab agar klien
merasa nyaman dan dapat memberikan keterangan yang objektif, detil, dan
jujur sehingga PK juga akan mendapatkan data yang valid dan akurat
berdasarkan jawaban klien tersebut.
Sikap menerima sangat berlawanan dengan sikap menghakimi; oleh karena
itu, PK perlu mempersiapkan diri untuk tidak memberikan penilaian awal
yang buruk, ataupun bersikap netral. PK harus mampu memahami klien apa
adanya dengan membangun suasana yang akrab dengan klien sehingga

64

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

terbangun kepercayaan dirinya terhadap PK dan merasa yakin bahwa PK


dapat membantu dirinya dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

b. Prinsip Komunikasi (The Principle of Communication)


Prinsip komunikasi ini erat kaitannya dengan
kemampuan pembimbing kemasyarakatan
untuk menangkap informasi ataupun pesan
yang dikemukakan oleh klien. Bentuk
komunikasi yang diungkapkan dapat berupa
verbal maupun nonverbal, seperti cara duduk

Gambar 2 klien, posisi ataupun letak duduk dalam suatu


Melalui komunikasi yang hangat, klien
akan lebih terbuka terhadap PK.
pertemuan dengan anggota keluarga yang lain,
( http;//www.conversationart.com) cara bicara, cara berpakaian, dan sebagainya.
Apabila klien tidak dapat mengungkapkan
perasaannya, seorang pembimbing kemasyarakatan diharapkan dapat
membantu mengungkapkan yang ia rasakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan oleh pembimbing kemasyarakatan adalah
menyadari ekspektasi (harapan) dari klien dengan cara memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya saat itu,
seperti perasaan takut, marah, benci, sedih, gembira, dan sebagainya
sehingga komunikasi antara klien dan sistem klien dengan pembimbing
kemasyarakatan dapat terjaga dan makin berkembang.
c. Prinsip Individualisasi (The Principle of Individualization)
Prinsip individualisasi, pada intinya menganggap setiap individu berbeda
satu dengan yang lainnya. Setiap individu adalah unik sehingga pendekatan
yang diutamakan adalah kasus per kasus dan bukan generalisasi. PK harus
dapat menyesuaikan cara berkomunikasi dan cara memberikan bantuan
dengan setiap kliennya untuk mendapatkan hasil yang optimal.
PK tidak boleh memasukkan kliennya ke dalam stereotip (stereotype)
tertentu tanpa melakukan observasi yang mendalam karena dapat
mengakibatkan adanya hambatan dalam hubungan PK dengan klien.
d. Prinsip Partisipasi (The Principle of Participation)
Berdasarkan prinsip ini, seorang PK harus dapat mengajak kliennya untuk
berperan aktif dalam upaya mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
Dengan demikian, klien memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan
pemberian bantuan tersebut. Tanpa adanya kerja sama dan peran serta dari

65

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

klien, upaya pemberian bantuan sulit mendapatkan hasil yang optimal.


Apabila klien kurang kooperatif, PK perlu membangun sudut pandang yang
tepat bagi klien sehingga klien mengetahui manfaat proses penyelesaian
masalah yang dihadapinya.
e. Prinsip Kerahasiaan (The Principle of Confidentiality)
Dalam menjalankan proses pembimbingan serta pendampingan, PK harus
senantiasa menjaga kerahasiaan klien. Rahasia klien harus dilindungi dan
dihormati, kecuali atas persetujuan klien. Hal ini sangat dibutuhkan agar
memudahkan PK dalam memperoleh informasi yang utuh. Untuk itu, PK
harus mampu membangun kepercayaan klien terhadap dirinya.
f. Prinsip Kesadaran diri dari PK (The Principle of Caseworker self-Awarness)
PK merupakan manusia biasa yang memiliki motivasi pribadi yang
kompleks. Oleh karena itu, PK harus mampu memisahkan urusan pribadi
dengan pekerjaannya secara profesional. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat penelitian
kemasyarakatan dan tidak terhanyut dalam perasaan ataupun permasalahan
yang dihadapi oleh kliennya.

2. Prinsip Dasar Menurut Naomi I. Brill


Naomi Isgrig Brill dalam bukunya yang berjudul Working with People: The
Helping Process (1978:43) mengemukakan sembilan prinsip praktik teknik social
worker berikut:
1. Acceptance (penerimaan)
PK harus dapat menerima klien apa adanya.
2. Individualization (individualisasi)
PK harus menyadari bahwa klien merupakan pribadi yang unik yang harus
dibedakan dengan yang lainnya.
3. Non-ludemental (sikap tidak menghakimi)
PK harus mempertahankan sikap tidak menghakimi terhadap kedudukan apa
pun dari klien dan tingkah laku klien. PK harus mampu bebas persepsi dalam
melakukan pembimbingan sehingga dapat menggali informasi dari klien secara
mendalam.
4. Rationaly (rasionalitas)
PK harus mampu memberikan pandangan yang objektif dan faktual terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi serta mampu mengambil keputusan.
66

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

5. Emphaty (empati)
PK harus mempunyai kemampuan memahami perasaan klien. Ketika klien tidak
berkenan untuk memberikan informasi secara terbuka, PK justru harus mampu
menjaga perasaan klien dan secara cerdas menggali informasi dari sisi yang tidak
mengganggu perasaan klien.
6. Genuiness (ketulusan)

Ketulusan yang dimiliki oleh PK dalam membantu klien dapat terpancar dalam
komunikasi verbal.
7. Impartiality (kejujuran)
Dalam melakukan pertolongan, PK tidak boleh merendahkan seseorang dan
kelompok tertentu.
8. Confidentiality (kerahasian)
PK harus mampu menjaga kerahasiaan klien kepada orang lain. Hal itu sangat
penting untuk menjaga integritas PK sebagai aparat penegak hukum.
9. Self Awareness (mawas diri)
PK harus sadar akan potensinya dan keterbatasan kemampuannya. Untuk itu,
perlu adanya peningkatan wawasan PK secara berkesinambungan, baik dalam
hal pengetahuan (dengan membaca buku ataupun media massa cetak lainnya)
maupun dalam hal keterampilan (komputer, wawancara, atau tulisan).

3. Prinsip Dasar Menurut Felix Biestek


Biestek (dalam Abas Basuni, 1995) mengemukakan tujuh prinsip klasik tentang
relasi case work dan peranan pekerja sosial dalam menggunakan prinsip masing-
masing merupakan satu cara untuk mendefinisikan tanggung jawab pekerja sosial
dalam interaksi antara pekerja sosial dan klien atau sistem tindakan sebagai
berikut:
a. Individualisasi
Prinsip ini merupakan “pengakuan dan pemahaman tentang kualitas keunikan
tiap-tiap klien”. Karena klien itu unik, proses pertolongan terhadap klien yang
satu dengan yang lainnya berbeda.
b. Pengungkapan Perasaan Secara Bertujuan
Prinsip ini berkaitan dengan “kebutuhan klien untuk mengungkapkan perasaan-
perasaannya secara bebas, khususnya perasaan negatif”. PK menggunakan
prinsip ini untuk menciptakan suatu lingkungan atau suasana sehingga klien
merasa nyaman untuk mengungkapkan perasaannya.

67

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

c. Respons Emosional yang Terkendali


Prinsip ini memerlukan “kepekaan terhadap perasaan klien, pemahaman akan
maknanya, dan respons yang tepat.” PK menggunakan prinsip ini ketika
merespons klien untuk mengetahui perasaan klien dan kebutuhan klien.
d. Penerimaan
Prinsip ini menuntut untuk menerima dan menghadapi klien sebagaimana
adanya. PK harus dapat mengetahui kelebihan, kekurangan, serta hal-hal yang
positif dan negatif dari klien.
e. Sikap Tidak Menghakimi/Menilai
Prinsip ini didasarkan pada suatu keyakinan bahwa fungsi (pekerja sosial)
melarang PK untuk memberikan penilaian terhadap klien mengenai suatu
masalah.
f. Penentuan Diri Klien
Prinsip ini mengakui “hak dan kebutuhan klien untuk bebas dalam membuat
pilihan dan putusan mereka sendiri dalam proses (pekerjaan sosial)”. PK
membantu klien melihat masalah dan kebutuhan secara jelas dan perspektif,
mengenalkan klien dengan sistem sumber yang tepat sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi klien, dan menciptakan lingkungan atau suasana
sehingga PK dan Klien dapat bekerja sama.
g. Kerahasiaan
Prinsip ini menegaskan hak klien untuk pemeliharaan informasi rahasia tentang
diri yang diungkapkan dalam relasi profesional. Ini adalah peran PK untuk
menjelaskan batas-batas kerahasiaan dan hak-hak dari PK dan Klien dalam
rangka kewajiban profesional dan legal. Prinsip-prinsip ini digunakan untuk
mengarahkan relasi pertolongan profesional.

C. Rangkuman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:778), kata prinsip berarti
‘asas/kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir/bertindak.’ Dalam kaitannya
dengan pekerjaan pembimbing kemasyarakatan, prinsip merupakan pedoman
dalam melakukan aktivitas pembimbingan, pendampingan serta pengawasan
sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan. Ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain :
1. Menurut Henry S. Maas, ada enam prinsip dasar pembimbingan, yaitu
individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, komunikasi, partisipasi, dan kesadaran
diri dari pekerja sosial.

68

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

2. Menurut Naomi I. Brill, ada sembilan prinsip dasar pembimbingan, yaitu


individualisasi, penerimaan, kerahasiaan, sikap tidak menghakimi, rasionalitas,
empati, ketulusan, kejujuran, dan mawas diri.
3. Menurut Bistek, ada 7 prinsip dasar pembimbingan, yaitu individualisasi,
penerimaan, kerahasiaan, sikap tidak menghakimi, pengungkapan perasaan
secara bertujuan, respons emosional yang terkendali, dan penentuan diri klien.

D. Latihan
Setelah Saudara membaca materi di Bab III, agar Saudara memahami isi materi
secara utuh, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas, ringkas, dan
teliti!
1. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Henry B. Maas!
2. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Naomi!
3. Jelaskan prinsip dasar pembimbingan menurut Biestek!
4. Dari ketiga pendapat para ahli tersebut ada yang mempunyai kesamaan. Tolong
Saudara kelompokkan prinsip-prinsip dasar yang sama tersebut dan jelaskan!

69

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


METODE
PEMBIMBINGAN
BAB EMPAT

70
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Kompetensi Khusus

Setelah mempelajari Bab IV ini, Saudara mampu menjelaskan metode pekerjaan


sosial yang dapat digunakan PK dalam melakukan pembimbingan di lapangan.

B. Subpokok Bahasan
1. Metode Pembimbingan
Metode adalah suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang
digunakan oleh PK dalam proses pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata metode berarti ‘cara teratur
yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang dikehendaki’ (bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php). Sementara
itu, menurut Haryanto (2010:132) dalam praktik pekerjaan sosial terdapat dua
jenis metode, yakni metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenaan
dengan pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode
bantu berkenaan dengan pengaturan dan pelayanan tidak langsung kepada klien.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Bagan 1
Skema Metode Pekerjaan Sosial

a. Metode Pokok
Menurut Sukoco (1989:147), metode pokok pekerjaan sosial adalah sebagai
berikut:

71

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

1. bimbingan perseorangan (case work), dilakukan secara perseorangan/


individual melalui tatap muka dan terapi tertentu yang ditujukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh klien atau keluarganya;
2. bimbingan kelompok (group work) yang dilakukan secara
berkelompok/keluarga sebagai upaya untuk melakukan perubahan
perilaku klien dengan menggunakan kekuatan kelompok;
3. pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community
organization), yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan/ partisipasi
sosial masyarakat yang diorganisasi untuk kepentingan klien.

b. Metode Bantu
Menurut Kuntari (2003:12), metode bantu dalam pekerjaan sosial adalah
sebagai berikut:
a. aksi sosial;
Metode ini merupakan gerakan sosial untuk mencapai kesejahteraan
sosial melalui perundang-undangan. Aksi sosial tersebut terwujud dalam
proses pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap klien.
b.penelitian kesejahteraan sosial;
Penelitian ini merupakan penelitian yang sistematis dan kritis untuk
mendapatkan jawaban tentang berbagai problem dalam kesejahteraan
sosial. Dalam keseharian Saudara, sebagai seorang PK, Saudara melakukan
penulisan penelitian kemasyarakatan (litmas) sebagai keluaran (output)
Saudara atas amanat perundang-undangan.
c. Tata Laksana Kesejahteraan Sosial
Metode ini merupakan proses pengaturan atau pengorganisasian dan
kepemimpinan suatu badan atau kantor sosial pemerintah ataupun swasta.
Dalam keseharian Saudara sebagai seorang PK, perlu diinventarisasi
berbagai peraturan perundang-undangan sebagai kekuatan argumen
Saudara dalam membuat litmas ataupun dalam proses pendampingan klien
di persidangan.
2. Penerapan Metode dalam Praktik Pembimbingan Kemasyarakatan
Dalam menerapkan metode di atas, Saudara
diharapkan dapat menyesuaikannya dengan
jenis, jumlah klien, serta permasalahan yang
ditangani. Ketepatan Saudara menentukan
metode yang dipakai akan membuat proses
pembimbingan menjadi lebih efektif dan efisien.

Gambar 3
Bimbingan perorangan memberikan
72 kesempatan untuk mengeksplorasi klien
dengan cara-cara yang lebih personal
Sumber:
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN http://www.collegesurfing.com
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Berikut ini penjelasan mengenai penggunaan metode di atas.


a. Metode Pokok
1. Bimbingan Perseorangan (Case Work)
Metode bimbingan perseorangan dilakukan untuk pembimbingan
terhadap satu orang klien pemasyarakatan. Metode ini dilaksanakan dalam
bentuk tatap muka langsung (face to face). Pada bimbingan perseorangan ini
Saudara memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi klien dengan cara-cara
yang lebih personal sehingga dapat menyentuh hati klien. Hal itu perlu
dilakukan agar informasi yang didapat oleh PK lebih valid, tetapi jika
hubungan personal dengan klien tidak terbangun dengan baik, Saudara akan
sulit mendapatkan informasi yang jujur dan terbuka dari klien.
Menurut Soetarso (1981) dalam Hasugian (2008) pendekatan yang dapat
dilakukan dalam penerapan bimbingan perseorangan terhadap klien adalah
sebagai berikut.
 Pendekatan Pemecahan Masalah
Dalam pendekatan ini klien diberi motivasi untuk dapat memecahkan
masalah yang dihadapinya. Sering kali klien menjadi kurang termotivasi
atau bahkan tidak termotivasi untuk berusaha memperbaiki masa
lalunya yang kelam karena takut tidak diterima kembali oleh
lingkungannya. Pendekatan ini bertujuan untuk membangkitkan gairah
klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya secara lebih bijak
dan cerdas. Pendekatan ini disebut juga dengan pendekatan edukatif.
 Pendekatan Psikososial
Pendekatan ini terdiri atas berbagai usaha untuk membantu klien agar
mampu dan mau mengembangkan daya pikirnya mengenai sebab-
sebab tingkah lakunya dan pengaruh tingkah lakunya terhadap orang
lain. Dalam pendekatan ini klien dimotivasi untuk bisa keluar dari rasa
frustasi dan ketakutan yang berkepanjangan sehingga klien mampu
bangkit kembali menjadi manusia yang taat hukum dan dapat diterima
oleh lingkungannya.
 Pendekatan Tingkah Laku
Pendekatan ini didasari oleh perubahan tingkah laku dengan prinsip-
prinsip teori belajar sosial dan penerapan prinsip perubahan tingkah
laku terhadap klien. Dalam pendekatan ini klien diberi bimbingan
mengenai tingkah laku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat sehingga klien dapat diterima oleh lingkungannya.

73

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

 Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini memandang dengan lebih optimis terhadap manusia
untuk melakukan perubahan dan mengutamakan pertumbuhan pribadi
dalam kaitan dengan organisasi-organisasi sosial, pengembangan
kontrol diri, hubungan dengan lingkungan sosial lainnya dalam
masyarakat.
Dalam menjalankan bimbingan perseorangan ini diperlukan beberapa
prinsip dasar yang telah dibahas pada bab sebelumnya sebagai pedoman
Saudara, agar tujuan pembimbingan perseorangan ini dapat tercapai dengan
efektif. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Penerimaan
Saudara harus dapat menerima klien apa adanya dengan tidak
merendahkan atau membeda-bedakan serta menghormati klien dalam
setiap kondisi/keadaan yang dialaminya. Ketulusan penerimaan Saudara
dapat dirasakan oleh klien. Jika klien mendapat perlakuan dan
penghormatan yang baik dari Saudara, maka klien tentu akan membuka
diri karena yakin Saudara dapat membantu menyelesaikan permasalahan
hidupnya.
2. Komunikasi
Setelah klien merasa nyaman, PK dapat membangun komunikasi yang
hangat. PK sebaiknya memulai pembicaraan dengan hal-hal yang ringan,
misalnya menanyakan kabar klien atau keluarganya.
Dalam proses komunikasi ini, PK harus dapat menjadi pendengar yang
baik. Dengan demikian, akan memudahkan PK
mengetahui informasi yang disampaikan klien.
3. Kerahasiaan
PK harus dapat meyakinkan klien bahwa
informasi yang diberikan akan terjaga
kerahasiaannya. Dengan demikian, klien
akan lebih terbuka dalam menjelaskan
permasalahan yang dihadapi. PK hanya
Gambar 4
dapat menyampaikan informasi tersebut Apabila klien merasa informasi
kepada pihak-pihak terkait. yang diberikannya akan terjaga
kerahasiaannya, tentu klien akan
4. Kesadaran diri lebih terbuka dalam menjelaskan
permasalahan
Dalam mengantisipasi hal-hal subjektif Sumber:
http://www.blogcdn.com
yang terjadi pada proses pembimbingan yang
dapat merugikan kedua belah pihak (PK atau klien), PK harus sadar akan
posisi dan perannya. Jangan terlalu menanggapi masalah yang dihadapi

74

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

klien secara pribadi. Profesionalitas sebagai petugas harus ditunjukkan


dengan sangat jelas sehingga tujuan pembimbingan dapat tercapai.
Salah satu bentuk konflik kepentingan yang cenderung terjadi adalah
ketika PK memiliki ketertarikan secara seksual terhadap klien. Hal ini akan
menjadi hambatan dalam proses pembimbingan karena hasil yang
dicapai tidak objektif.
5. Individualisasi
PK harus menyadari bahwa setiap individu itu adalah unik, memiliki
harga diri, martabat, pengalaman, dan lingkungan hidup yang berbeda-
beda. Oleh sebab itu, PK tidak dapat memberikan perlakuan yang sama
kepada setiap klien.
6. Ekspresi Emosional
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan dan
menampilkan perasaannya. Oleh sebab itu, PK harus dapat membaca
setiap ekspresi yang ada pada klien.
7. Keterlibatan Emosi Secara Terkendali
Setiap individu menginginkan bahwa seseorang akan dapat
berhubungan dengan perasaannya. PK harus mampu untuk ikut
merasakan kondisi klien.
8. Sikap Tidak Menilai
Setiap individu memiliki hak untuk mengemukakan situasi yang
dihadapinya tanpa memperoleh tanggapan negatif dari PK. Sebagai
implikasinya, PK tidak boleh memberikan penilaian pribadi terhadap
perilaku klien.
9. Menentukan Diri Sendiri
Setiap individu memiliki hak untuk menerima atau menolak saran
yang diberikan. PK tidak dapat memaksakan kehendak untuk
menyelesaikan masalah klien, tetapi klien yang harus memutuskan
sendiri. PK hanya bersifat membantu.

i. Bimbingan Kelompok (Group Work)


Metode bimbingan kelompok pada
dasarnya adalah untuk membantu klien
kembali masuk ke dalam
masyarakat/komunitasnya. Kelompok
merupakan alat untuk melakukan
perubahan. Perubahan tersebut akan Gambar 5
Metode bimbingan kelompok pada
75 dasarnya adalah untuk membantu
klien untuk kembali masuk kedalam
masyarakat/ komunitasnya.
Sumber: http://www.portage.ca
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

terjadi dalam proses interaksi antar- anggota kelompok. Kelompok akan


membantu anggotanya untuk memecahkan masalah bersama. Tujuan
yang akan dibentuk dari bimbingan kelompok ini sebagaimana dinyatakan
Hasugia (2008:?) adalah sebagai berikut:
1. perubahan secara perseorangan; perbaikan individu melalui
peningkatan kesadaran, perbaikan pelaksanaan peran-peran sosial
untuk penyesuaian yang lebih baik terhadap norma-norma; dan
2. perubahan kemasyarakatan; usaha untuk mengubah norma-
norma kemasyarakatan melalui pendidikan, ceramah-ceramah
umum, ataupun ceramah-ceramah agama di lembaga sosial yang
ada.
Menurut PSBR Rumbai (2009:?), dalam pelaksanaan metode bimbingan
kelompok, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu:
1) konfrontasi

Teknik ini membantu anggota kelompok untuk mengungkapkan


kecemasan dan kemarahan yang dirasakannya untuk disampaikan
kepada PK. PK harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh
untuk memberikan respons (tanggapan) terhadap perasaan-perasaan
tersebut.
2) interpretasi
Dengan teknik ini, diberikan kesadaran pada anggota kelompok akan
adanya hubungan antara dua rangkaian peristiwa yang saling
berkaitan. Perilaku salah seorang anggota kelompok merupakan
reaksi dari perilaku anggota kelompok yang lain (satu rangkaian
peristiwa).
3) Atribusi
Teknik ini digunakan untuk menumbuhkan kesadaran anggota
kelompok yang berasal dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya
serta mengenai hakikat dan penyebab munculnya suatu peristiwa
atau kejadian.
4) Memberikan Penguatan (Reinforcement)
PK membantu anggota kelompok untuk bertingkah laku tertentu yang
diharapkan, dengan cara memberi hadiah (reward) jika dia mampu
melakukannya. Hadiah dapat berbentuk verbal (pujian), fisik
(sentuhan hangat), dan material.
5) Pemberian Model

76

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Melalui model atau contoh, PK membantu anggota kelompok untuk


mempelajari tingkah laku, baik secara implisit (berbicara pelan)
maupun secara eksplisit (observasi terhadap tingkah laku PK atau
anggota kelompok lain pada saat bermain peran).
Dalam menjalankan bimbingan kelompok, diperlukan beberapa prinsip
sebagai pedoman Saudara agar tujuan pembimbingan kelompok ini dapat
tercapai dengan efektif. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut (Lihat Modul Pembinaan Pembimbing Kemasyarakatan,
2010):
 Pembentukan kelompok dibentuk secara terencana, dan disepakati
anggota.
 Setiap anggota kelompok memiliki tujuan yang akan dicapai bersama.
 Pengamatan PK terhadap anggota kelompok dilakukan secara
sistematis.
 Keputusan diambil oleh anggota kelompok.
 Kelompok bersifat fleksibel dalam arti dapat disesuaikan dengan
situasi dan kondisi tertentu, jumlah anggota tidak mengikat.
 Penggalian sumber-sumber dan penyusunan program dimulai oleh
kelompok.
 Penilaian kegiatan secara terus-menerus dilakukan oleh PK sebagai
pendamping kelompok.

b. Metode Bantu
i. Aksi Sosial
Proses pembimbingan yang dilakukan PK merupakan bentuk aksi sosial
yang diamanatkan oleh aturan perundang-undangan. Pembimbingan yang
dilakukan terhadap klien merupakan bagian dari upaya untuk
mengembalikan pelanggar hukum ke dalam masyarakat sebagaimana
yang dicita-citakan Dr. Sahardjo melalui konsep pemasyarakatan.

ii. Penelitian Kemasyarakatan


Penelitian kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian yang
dilaksanakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai
permasalahan, baik permasalahan aktual maupun permasalahan potensial
mengenai diri klien. Litmas merupakan catatan atau laporan sebagai
reproduksi dari sesuatu yang terjadi dalam situasi sosial klien yang
mengalami masalah dalam hidup dan kehidupannya.

77

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

iii. Administrasi PK
Administrasi pekerjaan sosial adalah suatu metode pertolongan
pekerjaan sosial yang difokuskan untuk menggerakkan seluruh komponen
organisasi, melakukan proses sosial untuk mentransformasikan kebijakan
lembaga kepada implementasi pemberian pelayanan secara efektif dan
efisien (Skidmore, Thackeray, Milton 1994).
Administrasi PK mempunyai fungsi yang diterjemahkan dalam bentuk
serangkaian kegiatan yang terdiri atas:
 pelaporan,
 pendokumentasian,
 pengarsipan, dan
 recording.

C. Rangkuman
Metode adalah suatu prosedur kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan
oleh PK dalam proses pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata metode berarti ‘cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki’. Menurut Haryanto, dalam praktik pekerjaan sosial terdapat dua jenis
metode, yakni metode pokok dan metode bantu. Metode pokok berkenaan dengan
pengetahuan dan pelayanan langsung kepada klien, sedangkan metode bantu
berkenaan dengan pengaturan dan pelayanan tidak langsung kepada klien. Metode
pokok dalam pekerjaan sosial, menurut Dwi Heru Sukoco, adalah bimbingan
perseorangan (case work), bimbingan kelompok (group work), dan
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organization).
Metode bantu dalam pekerjaan social, menurut Sri Kuntari, adalah aksi sosial,
penelitian kesejahteraan social, dan tata laksana kesejahteraan sosial. Menurut
Skidmore, Thackeray, dan Milton, administrasi pekerjaan sosial adalah suatu
metode pertolongan pekerjaan sosial yang difokuskan untuk menggerakkan seluruh
komponen organisasi melakukan proses sosial guna mentransformasikan kebijakan
lembaga kepada implementasi pemberian pelayanan secara efektif dan efisien.
Administrasi PK mempunyai fungsi yang diterjemahkan dalam bentuk serangkaian
kegiatan yang terdiri atas pelaporan, pendokumentasian, pengarsipan, dan
recording.

78

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Soetarso menyatakan bahwa pendekatan yang dapat dilakukan dalam


penerapan bimbingan perseorangan terhadap klien meliputi pendekatan
pemecahan masalah, pendekatan psikososial, pendekatan tingkah laku, dan
pendekatan fungsional. Dalam menjalankan bimbingan perseorangan ini diperlukan
beberapa prinsip dasar. Prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain penerimaan,
komunikasi, kerahasiaan, kesadaran diri, individualisasi, ekspresi emosional,
keterlibatan emosional secara terkendali, sikap tidak menilai, dan menentukan diri
sendiri.
Dalam pelaksanaan metode bimbingan kelompok, ada beberapa teknik yang
dapat digunakan, yaitu konfrontasi, interpretasi, atribusi, memberikan penguatan
(reinforcement), dan pemberian model. Dalam menjalankan bimbingan kelompok,
ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut.
 Pembentukan kelompok dilakukan secara terencana dan disepakati anggota.
 Setiap anggota kelompok memiliki tujuan yang akan dicapai bersama.
 Pengamatan PK terhadap anggota kelompok dilakukan secara sistematis.
 Keputusan diambil oleh anggota kelompok.
 Kelompok bersifat fleksibel, dalam arti dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi tertentu, jumlah anggota tidak mengikat.
 Penggalian sumber-sumber dan penyusunan program dimulai oleh kelompok.
 Penilaian kegiatan secara terus-menerus dilakukan oleh PK sebagai pendamping
kelompok.

D. Latihan
Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami metode pekerjaan
sosial yang membantu proses pembimbingan yang dilakukan sehari-hari, jawablah
soal di bawah ini dengan baik tanpa melihat kunci jawaban!
1. Jelaskan metode yang digunakan PK dalam melaksanakan pembimbingan!
2. Jelaskan pendekatan yang digunakan PK dalam melaksanakan bimbingan
perseorangan!

79

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TEKNIK-TEKNIK
PEMBIMBINGAN
BAB LIMA

80
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Bab V ini, Saudara mampu menjelaskan teknik pekerjaan sosial
yang digunakan PK dalam melaksanakan pembimbingan.

B. Subpokok Bahasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian teknik adalah 1)
‘pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yg berkenaan dengan hasil industri’
(bangunan, mesin): sekolah --; ahli --; 2) ‘cara (kepandaian dsb) membuat atau
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni’; 3) ‘metode atau sistem
mengerjakan sesuatu’. Berkaitan dengan pekerjaan sosial, teknik pekerjaan sosial dapat
diartikan ‘cara pekerja sosial dan PK melakukan hubungan dengan klien.’
1. Teknik Pekerjaan Sosial Menurut Naomi I. Brill
Naomi I. Brill (dalam Iskandar, 1991:29--41) mengemukakan bahwa ada empat
belas teknik keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial, yaitu:
a. percakapan awal (small talk)
Yang dimaksud dengan small talk adalah percakapan pembuka atau percakapan
awal. Small talk dilakukan dalam percakapan face to face. Tujuan utama small talk
adalah untuk memecahkan kebekuan/kekakuan dalam komunikasi sehingga
kemudian terjadi suatu pembicaraan. Small talk sebaiknya diprakarsai oleh PK.
Contoh :
PK : Apa kabar X?
Kelihatannya kamu kurusan badannya, habis sakit ya!
Klien : Saya tidak sakit, Pak. Saya sekarang sudah kerja, hanya saja
pekerjaannya berat sehingga kurang istirahat.
b. ventilasi (ventilation)
Teknik ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan sikap klien,
mengingat perasaan dan sikap klien tersebut dapat mengurangi/mengganggu
keberfungsiannya. Tujuan ventilasi adalah untuk menjernihkan emosi yang
tertekan karena dapat menjadi penghalang bagi suatu gerakan yang positif.
Dengan membantu klien menyatakan perasaannya maka pembimbing
kemasyarakatan dapat lebih siap melaksanakan tindakan pemecahan.
Contoh :

81

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Selama interviu dengan PK seorang klien (istri) mengeluh karena suaminya lebih
sering berdiam diri di rumah pada akhir minggu. Mereka masih tinggal satu rumah
dengan mertua. Akan tetapi, sang suami lebih suka tinggal di rumah ibu
kandungnya dan sering kali mengunjungi sanak keluarganya sendiri saja. Sang
suami mengatakan bahwa ia lebih senang di rumah ibu kandungnya sendiri
daripada tinggal di rumah mertua.
Jika di rumah ibu kandungnya ia seperti raja, sebaliknya istrinya dengan
tidak mengenal lelah harus mengurus rumah. Istrinya berharap suaminya dapat
membantu membersihkan rumah pada hari Sabtu dan Minggu atau pada hari libur.
Jika hal itu ditanyakan kepada suaminya, maka suaminya menjawab bahwa ia
merasa tidak senang tinggal dalam rumah mertuanya dan memandang rendah
tinggal di rumah tersebut. Katanya, “Apa mereka kira saya tidak cukup baik untuk
memelihara istri saya.” Ventilasi sang suami telah memungkinkan istri memahami
beberapa tingkah laku suaminya.
c. dorongan (support);
Support artinya ‘memberikan semangat, menyokong dan mendorong beberapa
aspek fungsi klien, seperti kekuatan internal, cara bertingkah laku, dan
hubungannya dengan orang lain. Support harus berdasar pada kenyataan.
Sebaiknya, PK memberikan dukungan terhadap tingkah laku atau kegiatan positif
klien. PK harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan atau sebaliknya
lebih mendorong klien apabila klien berhasil. PK sebaiknya selalu mengatakan
aspek positif suatu situasi sebelum menyatakan aspek negatifnya.
Contoh :
PK dapat menumbuhkan perhatian yang lebih besar pada seorang anak agar ia
lebih giat bersekolah dengan mengutarakan aspek positifnya dan menyampaikan
aspek negatifnya yang berupa berbagai kesulitan yang akan ia alami jika tidak
sekolah.

d. reasuransi (reassurance)
Teknik ini digunakan untuk memberikan jaminan kepada klien bahwa situasi
yang diperjuangkannya dapat dicapai pemecahannya dan ia mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Reassurance merupakan teknik yang tepat karena hampir semua situasi
kehidupan manusia dapat diubah melalui beberapa penyesuaian, meskipun fakta
atau masalah itu sendiri tidak dapat diubah. Reassurance harus dibuat dengan
realistik dan tidak dapat dilakukan terhadap kenyataan yang tidak benar.

82

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Contoh :
Seorang klien bapas yang baru memperoleh pembebasan bersyarat merasa
ragu-ragu apakah keluarga dan masyarakat sekitar bersedia menerima
kehadirannya karena selama ini klien dianggap sebagai trobell maker dalam
keluarga dan lingkungan. Dalam hal ini, PK harus mampu meyakinkan klien bahwa
ia sudah berubah dan lebih baik daripada sebelum masuk ke dalam lapas.
e. konfrontrasi (confrontation);
Seorang PK dapat mengkonfrontrasi kliennya dan boleh diawali dengan sikap
berlawanan atau sebaliknya. Teknik confrontation ini memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan kemarahannya dan kekecewaannya pada
waktu itu. Controntation hanya digunakan jika sedikit kemajuan yang diperoleh
klien.
f. konflik (conflict);
Konflik merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, klien membutuhkan pengetahuan bagaimana
mengatasi konflik apabila terjadi perbedaan. Resolusi konflik bergantung pada
pertimbangan rasional.
PK harus menyadari faktor emosi klien dan memberikan kesempatan kepada
klien untuk mengungkapkan emosi tersebut serta harus dapat menggunakan
kekuatan untuk kompromi. Dengan cara begitu, klien dapat menerima pemecahan
masalah untuk mencapai perubahan yang lebih baik.
g. manipulasi (manipulation);
Manipulasi merupakan suatu keterampilan untuk mengelola suatu kegiatan.
Manipulasi merupakan teknik yang digunakan untuk meningkatkan suatu
pengalaman konstruktif atau untuk mencapai tujuan yang layak. Manipulasi juga
berarti keterampilan mengelola sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Sebagai manipulator, Saudara harus memperhatikan dan mempertimbangkan
tiga hal, yaitu:
 kebutuhan dan hak-hak klien untuk terikat dalam tindakan dan pengambilan
keputusan;
 kemampuan klien untuk berpartisipasi; dan
 membedakan kegiatan untuk kepentingan pekerja sosial dan PK dengan
kegiatan untuk kepentingan klien.

h. universalisasi (universalization);

83

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Universalisasi adalah penggunaan pengalaman manusia dan kekuatan lainnya


untuk situasi yang sama pada kesulitan yang dihadapi klien saat ini. Universalisasi
digunakan untuk:
 memberikan pengaruh kepada orang yang mengalami situasi emosional yang
berlebihan agar mereka menyadari bahwa situasi yang sama juga dihadapi
orang lain; oleh karena itu, diharapkan klien tidak mengalami situasi emosional
yang berlebihan;
 menyumbang dan membandingkan pengetahuan tentang cara pemecahan
masalah kepada klien;
 memperkuat hal lainnya yang berkaitan dengan masalah klien.
Contoh:
Dalam melakukan pembimbingan terhadap klien pengguna narkotika, PK
dapat memberikan contoh pengguna narkotika lainnya yang berhasil bebas dari
ketergantungan dan kemudian dia bisa hidup produktif. Sebagai ilustrasi, artis
ataupun musisi yang pernah mengalami ketergantungan narkotika dan terbebas
dari ketergantungannya ternyata mampu meningkatkan kariernya dalam industri
hiburan.
i. pemberian nasihat dan bimbingan (advice giving and counseling);
Pemberian nasihat yang berhubungan dengan upaya memberikan pendapat
didasarkan pada pengalaman pribadi penasihat atau hasil pengamatan. Sementara
itu, pemberian bimbingan yang berhubungan dengan upaya meningkatkan suatu
gagasan, didasarkan pada pendapat atau gambaran dari pengetahuan profesional.
Oleh karena itu, bimbingan merupakan pertimbangan tentang resolusi atau
rencana. Nasihat akan sangat membantu apabila digunakan untuk mencapai
tujuan klien yang lebih baik.
Contoh:
Seorang ibu dapat menceritakan kepada tetangganya tentang bagaimana
mendidik anaknya.

j. aktivitas dan program (activities and programme),


Program dan kegiatan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan
mengatasi kesulitan, melalui sarana tertentu. Klien dapat mengungkapkan
perasaannya tentang kesulitan yang dihadapi secara nonverbal atau dalam suatu
situasi permainan, misalnya permainan musik, tarian, teater, dan lain-lain. Pekerja
sosial dan PK yang akan menggunakan teknik ini harus mengembangkan

84

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantunya memilih media terbaik


untuk menyesuaikan kebutuhan dengan situasi klien.
Contoh:
PK bekerja sama dengan suatu kelompok yang dibentuk dengan alasan terapi
(therapeutic). Musik, tarian, dan permainan dapat digunakan dalam kelompok ini.
k . diskusi logis (logical discussion);
Logical discussion merupakan teknik yang mampu digunakan untuk berpikir,
berlogika, memahami, dan menilai fakta suatu masalah. Hal itu dilakukan untuk
melihat kemungkinan pilihan/alternatif pemecahan masalah dan
mengantisipasinya serta konsekuensi dalam mengevaluasi hasil. Teknik ini sangat
efektif digunakan apabila unsur perasaan peserta diskusi berada di bawah kendali
dan status pesertanya sama. Diskusi rasional sulit dicapai apabila anggota diskusi
terdiri atas kelompok campuran.
Contoh:
 Dalam diskusi kelompok ada keikutsertaan pejabat yang berkuasa.
 Diskusi dalam keluarga yang melibatkan tiga generasi, yaitu genarasi kakek,
generasi orang tua, dan generasi anak.
Berdasarkan contoh di atas, keberhasilan diskusi sulit dicapai. Untuk mengatasi
hal tersebut dilakukan beberapa pertemuan pendahuluan sebelum persetujuan
atau konsensus dihasilkan.
l. penghargaan dan hukuman (reward and punishment)
Penghargaan diberikan kepada klien yang bertingkah laku baik dan hukuman
diberikan kepada klien yang bertingkah laku buruk. Pemberian penghargaan dan
hukuman merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku.
Contoh:
Seorang anak dalam suatu lapas anak telah dihukum atas tingkah laku
buruknya beberapa waktu lalu. Anak itu mengatakan bahwa dia tidak diizinkan
keluar sel (kamar) sebelum dia berhenti mengganggu orang lain. Antisipasi yang
dikeluarkan oleh PK atau lembaga pada waktu yang baik akan menjadi motivasi
yang baik pula bagi perilaku anak.
m. berlatih peran dan demonstrasi (role rehearsal and demonstration);
Berlatih peran dapat digunakan secara luas jika cara belajar tingkah laku baru
diperlukan. Teknik ini dilaksanakan melalui diskusi atau seting sebenarnya dari
situasi bermain peran atau melalui simulasi. Dalam simulasi, klien berpartisipasi
secara aktif sehingga memudahkan proses belajar klien.

85

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

n. latihan dinamika kelompok, permainan kelompok, kepustakaan, dan alat audio-


visual (group dynamics exercise, group games, literary and audiovisual materials)
Teknik ini merupakan latihan dinamika kelompok, permainan kelompok, serta
kepustakaan sederhana dan alat-alat audio visual yang digunakan untuk kegiatan
kelompok dalam pencapaian tujuan program bagi kepentingan klien.
Keempat belas teknik ini dapat diaplikasikan oleh PK dalam melaksanakan
tugas di lapangan. Dari teknik di atas, yang paling banyak digunakan oleh PK
antara lain:
 pembicaraan awal (small talk),
 ventilasi (ventilation),
 dorongan (support),
 universalisasi (universalization),
 pemberian nasihat dan bimbingan (advice and giving counseling),
 aktivitas dan program (activities and programme),
 diskusi logis (logical discussion), dan
 reasuransi (reassurance).

2. Teknik Bimbingan Kelompok


Teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok (PSBR Rumbai 2009),
adalah:
a. konfrontasi;
Teknik ini dapat membantu anggota kelompok untuk mengungkapkan
kecemasan dan kemarahan yang dirasakan anggota, untuk disampaikan kepada PK.
Saudara harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk memberikan
respons (tanggapan) terhadap perasaan tersebut.
b. interpretasi;
Dengan teknik ini, diberikan kesadaran pada anggota kelompok akan adanya
hubungan antara dua rangkaian peristiwa yang saling berkaitan. Perilaku salah
seorang anggota kelompok merupakan reaksi dari perilaku anggota kelompok yang
lain (satu rangkaian peristiwa).
c. atribusi;

86

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Teknik ini merupakan cara untuk menumbuhkan kesadaran yang dimiliki oleh
anggota kelompok yang berasal dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya,
mengenai hakikat dan penyebab munculnya suatu peristiwa atau kejadian.
d. memberikan penguatan (reinforcement);
PK membantu anggota kelompok untuk bertingkah laku tertentu sesuai dengan
yang diharapkan, dengan cara memberi hadiah jika dia mampu melakukannya.
Hadiah dapat berbentuk verbal (pujian), fisik (sentuhan hangat), dan material.
e. pemberian model;
Melalui model atau contoh, PK membantu anggota kelompok untuk
mempelajari tingkah laku, baik secara implisit (berbicara pelan), maupun eksplisit
(observasi terhadap tingkah laku PK atau anggota kelompok lain pada saat bermain
peran).

C. Rangkuman
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknik berarti 1) pengetahuan dan
kepandaian membuat sesuatu yg berkenaan dengan hasil industri (bangunan, mesin):
sekolah --; ahli --; 2) cara (kepandaian dsb.) membuat atau melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan seni; 3) metode atau sistem mengerjakan sesuatu. Berkaitan
dengan pekerjaan social, dapat didefinisikan bahwa teknik pekerjaan sosial adalah cara
pekerja sosial dan PK melakukan hubungan dengan klien. Menurut Naomi I. Brill teknik
dalam pekerjaan sosial ada 14 (empat belas) jenis, yaitu small talk, ventilation, support,
reassurance, confrontation, conflict, manipulation, universalization, advice giving and
counseling, activities and programme, logical discussion, reward and punishment, role
rehearsal and demonstration, and group dynamics exercise, group games, dan literary
and audiovisual materials. Teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok
antara lain konfrontasi, intepretasi, atribusi, penguatan, dan pemberian model.
D. Latihan
Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami teknik pekerjaan
sosial yang akan mempermudah proses pembimbingan yang dilakukan sehari-hari,
jawablah soal di bawah ini dengan cermat tanpa melihat kunci jawaban:
1. Jelaskan teknik-teknik pembimbingan yang sangat relevan dengan pekerjaan
Pembimbing Kemasyarakatan.
2. Jelaskan teknik pembimbingan yang sangat relevan digunakan dalam pembimbingan
kelompok.

87

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


KETERAMPILAN
DALAM
PEMBIMBINGAN
BAB ENAM

88
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Bab VI, Saudara diharapkan dapat menjelaskan keterampilan
dalam pembimbingan yang dapat digunakan PK bagi klien pemasyarakatan.

B. Subpokok Bahasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan berarti ‘kecakapan untuk
menyelesaikan tugas’. Sementara itu, Ivancevich (dalam Fuad dan Gofur Rahman,
2009:22--23) mengartikan keterampilan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan
tugas yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat. Pembimbing
kemasyarakatan sebagai bagian dari organisasi balai pemasyarakatan harus memiliki
keterampilan yang sesuai dengan tugasnya yang telah diamanatkan oleh aturan
perundang-undangan.

1. Menurut Stephen P. Robbins


Robbins (2006:676-679) menyatakan bahwa ada empat kategori keterampilan umum
yang dibutuhkan seorang anggota organisasi, yaitu:
 basic literacy skill;
Keterampilan ini merupakan keterampilan mendasar yang wajib dimiliki
anggota organisasi, seperti membaca, menulis, dan mendengarkan sehingga dapat
membantu pelaksanaan tugasnya sehari-hari.
 keterampilan teknik (technical skill);
Keterampilan ini berkaitan dengan teknik yang berhubungan dengan bidang
pekerjaannya, misalnya seorang montir motor harus memiliki kemampuan
mengganti suku cadang mesin.
 Keterampilan antarpersonal (interpersonal skill);
Keterampilan ini berkaitan dengan cara anggota organisasi mampu berinteraksi
dengan pihak lain, terutama yang berkaitan dengan pekerjaannya sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai lebih efektif dan efisien. Keterampilan ini meliputi
kemampuan berkomunikasi, kemampuan menjalin hubungan serta kemampuan
berempati dengan pihak lain.

 keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skill)


Penyelesaian masalah merupakan salah satu proses menajamkan logika,
meningkatkan kemampuan argumentasi, menganalisis suatu perkara/kejadian,

89

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

serta menemukan jawaban. Keterampilan ini sangat dibutuhkan agar tujuan


organisasi dapat tercapai.
Sebagai seorang PK, dalam melaksanakan tugas pembimbingan, pendampingan
dan pengawasan bagi klien pemasyarakatan, Saudara dituntut tidak hanya
memiliki keempat kategori keterampilan di atas, tetapi juga beberapa
keterampilan lain.

2. Keterampilan Menurut Naomi I. Brill


Naomi Brill, dalam Iskandar (1991:23), menyatakan bahwa dalam pekerjaan sosial,
pekerja sosial dan PK harus memiliki keterampilan berikut ini:
a. differential diagnosis;
Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan
PK untuk memahami keunikan klien dan situasinya
serta menyesuaikan teknik yang digunakan terhadap
klien. Tidak ada dua orang yang memiliki kesamaan
identik, baik dalam fisiologis maupun karakter,
meskipun keduanya kembar. PK harus menyadari Gambar 6
Setiap orang memiliki keunikan
keunikan kepribadian klien dan situasi yang berkaitan karakter masing-masing, oleh
dengan hal tersebut. Diagnosis PK haruslah objektif, karena itu perlu perlakuan yang
berbeda untuk setiap orang.
bebas dari bias, prasangka buruk, perasaan, dan emosi. Sumber:
http://aljabri4.files.wordpress.com
Manusia pada dasarnya unik, artinya seorang
manusia berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, permasalahan manusia yang
satu berbeda dengan permasalahan manusia lainnya. PK diharapkan mampu
mendiagnosis perbedaan yang melekat pada diri tiap-tiap klien. Klien berusia
dewasa tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan klien anak. Perbedaan
kasus yang menimpa klien juga berdampak pada perbedaan latar belakang klien
tersebut sehingga PK harus memiliki kepekaan dalam mendiagnosis klien dengan
beragam karakter dan latar belakang. Dengan demikian, tujuan proses
pembimbingan yang dilakukan PK dapat tercapai dengan efektif.
Sebagai ilustrasi, klien pemasyarakatan dengan kasus penipuan yang ingin
mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) tentu harus ditangani dengan cara yang
berbeda dengan klien pemasyarakatan dengan kasus penganiayaan yang ingin
mendapatkan PB.

90

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

b. timing;
Keterampilan ini dapat dilihat dalam dua cara yang berbeda, pertama bahwa
timing berhubungan dengan ketepatan waktu yang digunakan oleh PK. Jika PK terlalu
cepat menangani klien, tentu klien akan mengalami kebingungan dan pada akhirnya
klien akan kecewa atau bahkan sakit hati karena merasa mendapatkan penanganan
yang asal-asalan. Sebaliknya, apabila penanganan klien dilakukan terlalu lambat,
maka kasus yang ditangani akan makin sulit diselesaikan sehingga pencapaian tujuan
akan terhambat.
PK harus memberikan waktu untuk menyelesaikan proses pembimbingan yang
sesuai dengan karakteristik klien yang dihadapinya. Apabila proses pembimbingan
klien diberikan waktu yang sama rata, dapat dipastikan bahwa beberapa
pembimbingan klien tidak dapat tercapai dengan efektif karena perbedaan
karakteristik kasus yang dihadapi klien.
Sebagai ilustrasi, dalam mendampingi klien anak yang menghadapi kasus
perkosaan hanya dilakukan dalam satu hari. Waktu satu hari tentu merupakan waktu
yang sempit untuk mengetahui latar belakang anak tersebut. Apabila pendampingan
yang hanya dilakukan satu hari dijadikan dasar untuk memberikan saran bagi hakim
dalam proses hukum anak, potensi penghilangan masa depan anak sangat besar
karena bisa jadi anak tersebut bukan pelaku sesungguhnya atas kasus yang
menimpanya. Kedua, timing berhubungan dengan kemampuan PK untuk melakukan
tindakan pada saat yang tepat. Tidak melakukan tindakan pada saat yang tepat bisa
menghilangkan momentum (kesempatan) anak. Apabila suatu jenis penanganan
dilakukan pada saat yang tidak tepat, maka tujuan penanganan tersebut tidak akan
tercapai.
PK harus memiliki kemampuan untuk memberikan saran yang tepat pada waktu
yang tepat pula. Hal itu berkaitan dengan kondisi emosional klien yang berubah-
ubah. Pemberian bimbingan yang tepat pada kondisi emosional tertentu akan lebih
efektif.
c. Partialization;
Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk menilai
keseluruhan masalah, memisahkan bagian-bagian masalah, membantu klien
memecahkan masalah, dan memutuskan dimulainya penanganan masalah.
Misalnya, kondisi suatu keluarga miskin adalah sebagai berikut: Ayah tidak
memiliki keterampilan kerja, saat ini sedang sakit dan menganggur. Kondisi
tersebut memaksa Ibu menjadi tulang punggung keluarga yang masih harus
menghidupi putranya yang berusia 9 tahun. Putranya juga sudah putus sekolah
dan mengalami gizi buruk. Sementara itu, putrinya yang berusia 11 tahun sibuk
membantu ekonomi keluarga dengan berjualan koran di lampu merah.
Berdasarkan kondisi di atas, PK harus dapat menentukan prioritas
penanganan kondisi keluarga tersebut. Sehubungan dengan kasus tersebut,

91

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

bantuan material harus menjadi prioritas utama karena klien membutuhkan


kesehatan yang baik sebelum mengikuti keterampilan kerja. Rencana ini perlu
didiskusikan agar dimengerti klien, mengapa masalah itu harus diatasi lebih
dahulu daripada yang lain, serta bagaimana tugas dan tanggung jawab klien
terhadap masalah tersebut.
PK harus mempunyai keterampilan menganalisis dan menginteprestasikan
masalah untuk memisah-misahkan, mengelompokkan, mengklasifikasikan,
merealisasikan, termasuk di dalamnya menentukan prioritas utama kebutuhan
klien sehingga tujuan akhir pembimbingan klien dapat tercapai.

a. Focus; keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan PK untuk


memusatkan perhatiannya pada aspek penting situasi tersebut dan memegang
teguh beberapa kesimpulan dari kemajuan
yang telah dicapai. Hal ini berarti bahwa PK
harus dapat memahami suatu aspek masalah
yang diteliti atau suatu alternatif pemecahan.

Gambar 7
Seperti permainan dart, menjaga fokus Keterampilan ini khususnya
sangat penting dalam proses
pembimbingan karena akan membantu ditujukan bagi klien yang kurang rasional atau
untuk mencapai tujuan dengan efektif dan
tidak mampu berpikir logis tentang hal-hal
efisien.
Sumber: http://satunegeri.com yang perlu mereka perhatikan. Ketika bekerja
dalam suatu kelompok, keluarga, atau
masyarakat yang menaruh perhatian lebih, PK harus melakukan
(memelihara) diskusi yang di fokuskan pada masalah tersebut agar tercipta
komunikasi yang efektif dan mampu mencapai tujuan dari diskusi tersebut.

Dalam proses pembimbingan, PK harus mampu menjaga fokus diskusi, baik


dengan klien maupun dengan keluarga/lingkungan dalam usaha membantu
klien untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagaimana disebutkan di atas,
menjaga fokus ini sangat penting dalam pembimbingan agar tujuannya
dapat tercapai dengan efektif dan dalam waktu yang relatif singkat.

b. Estabilishing partnership; keterampilan ini berhubungan dengan kerja sama


antara PK dan klien dalam memahami tugas dan perannya satu sama lain.
Sinergitas perlu dibangun oleh PK dengan klien sehingga tujuan proses
pembimbingan dapat terwujud. Apabila hubungan keduanya tidak sejalan,
upaya pencapaian tujuan pembimbingan akan terhambat. Sebagai ilustrasi,
dalam proses pembimbingan klien yang akan mendapatkan CMK, klien

92

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

harus memberikan keterangan yang jelas, jujur, dan lengkap sehingga PK


akan lebih mudah memprosesnya lebih lanjut. Selain itu, PK juga harus
proaktif dalam melakukan pembimbingan. Jika klien tidak mau memberikan
informasi yang jelas, tugas PK untuk menjelaskan pentingnya keterbukaan
informasi mengenai diri klien. Apabila klien tidak jujur atau PK tidak
proaktif, proses pembimbingan akan mengalami hambatan.

c. Structure; keterampilan penstrukturan berhubungan dengan kemampuan


PK untuk menentukan seting dan batas pekerjaan yang dilakukan. Dalam
hal ini, ditentukan apakah suatu kegiatan dapat dilakukan atau tidak, kapan
dan di mana dilakukan. Keterampilan structure juga menyangkut
kemampuan PK dalam mengaitkan peranan berbagai pihak yang terlibat
dalam kegiatan pertolongan. Secara sederhana, keterampilan ini
merupakan keterampilan manajerial yang harus dimiliki oleh PK
sehubungan dengan penggunaan metode, teknik serta implementasi
prinsip. Penstrukturan akan lebih mudah dicapai apabila hal itu merupakan
suatu keinginan dan bagian dari pertolongan kepada klien. PK menentukan
sumber yang diperlukan dan dapat digunakan serta alasan mengunjungi
setiap klien atau referal.
Sebagai ilustrasi, pada kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak-
anak, penanganan yang diberikan tentu harus dianalisis dengan cermat.
Metode, teknik, serta prinsip apa yang akan digunakan dan diterapkan agar
tujuan pembimbingan dapat tercapai, yaitu menyelamatkan masa depan
anak tersebut.
3. Keterampilan menurut Louise C. Johnson
Johnson (1995) menyebutkan bahwa seorang PK harus memiliki
keterampilan pertolongan (helping skills). Keterampilan pertolongan yang
dimaksud adalah berbagai keterampilan yang harus dimiliki PK dalam membantu
dirinya untuk melakukan tugas pembimbingan serta membantu klien dalam
proses bimbingan. Keterampilan pertolongan yang dimaksud adalah:
a. Keterampilan Berempati
Seorang PK harus memiliki keterampilan berempati
pada kliennya. Sikap empati menurut Baron dan Byrne
(2004) merupakan kemampuan untuk merasakan
keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan
mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil
perspektif orang lain. Kata empati, dalam bahasa
Gambar 8
Mendengarkan masalah klien
Inggris (empathy) dipakai pada tahun 1909 oleh E.B.
dengan tulus akan memudahkan Titchener sebagai usaha menerjemahkan kata bahasa
PK untuk mengetahui
permasalahan klien dengan jelas.
93
Sumber:
http://www.deliverfreedom.com

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Jerman "Einfühlungsvermögen", fenomena baru yang dieksplorasi oleh


Theodor Lipps pada akhir abad 19. Setelah itu, diterjemahkan kembali ke
dalam bahasa Jerman sebagai "empathie" dan digunakan di sana. Sikap empati
yang dimiliki PK ditunjukkan dengan cara mendengarkan masalah yang
diceritakan klien dengan penuh perhatian dan rasa ikhlas. Mendengarkan
kondisi klien dengan seksama dapat membantu PK untuk memahami masalah
yang dihadapi klien dan juga membantu klien dalam memberikan keterangan
yang jelas kepada PK.

b. Keterampilan Kenyamanan
Keterampilan untuk membuat situasi dan kondisi yang nyaman sangat
diperlukan untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Sebagai PK, Saudara
harus mampu menciptakan suasana yang nyaman saat berdiskusi dengan
klien. Suasana yang nyaman tentu akan membantu klien untuk memberikan
keterangan yang lengkap dan jujur tanpa ada rasa tertekan atau terancam.
Pada saat melakukan pembimbingan terhadap klien anak, PK sebaiknya
menggunakan pakaian sipil karena secara psikologis anak akan merasa
tertekan apabila menghadapi petugas berseragam. Efek psikologis dari
penggunaan seragam oleh PK dalam melakukan pembimbingan terhadap klien
anak akan menciptakan suasana pembimbingan yang tidak nyaman bagi klien
anak. Situasi yang tidak nyaman tersebut tentu akan menghambat proses
komunikasi dalam pembimbingan sehingga upaya pencapaian tujuan
pembimbingan juga akan terhambat.

c. Keterampilan Memecahkan Masalah


PK juga harus memiliki keterampilan problem solving (memecahkan masalah)
sesuai dengan tugas PK untuk membantu klien dalam menyelesaikan
masalahnya. Untuk memiliki keterampilan memecahkan masalah, PK harus
memiliki pengetahuan yang luas karena dalam proses pemecahan masalah
terdapat proses analisis masalah yang kompleks. Dengan dilandasi
pengetahuan yang luas, PK akan dapat berpikir lebih sistematis dalam
menemukan jawaban atas sebuah permasalahan. Keterampilan ini disebut
juga keterampilan edukatif karena keterampilan ini membutuhkan pemikiran
yang kompleks dan multidisiplin ilmu.

d. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi merupakan keterampilan yang paling mendasar
yang harus dimiliki PK karena dengan komunikasi yang baik PK akan mampu

94

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

menjalin hubungan yang baik dengan klien ataupun pihak yang ada di dalam
sistem peradilan pidana lainnya. Banyak hal baik, tetapi berakhir tidak baik
karena komunikasi yang tidak efektif. Untuk membangun komunikasi yang
efektif, PK sebagai komunikator harus memiliki hal sebagai berikut:
 Kesiapan, artinya dalam menyampaikan informasi harus disiapkan secara
sistematis lebih dahulu agar alur komunikasi berjalan secara sistematis
dan tidak melompat-lompat.
 Kesungguhan, artinya dalam menyampaikan informasi harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh, baik secara verbal maupun nonverbal, agar
informasi tersebut dapat diterima secara lengkap dan jelas oleh
komunikan (klien).
 Ketulusan, artinya komunikator (PK) harus yakin bahwa pesan yang akan
disampaikan bermanfaat dan disampaikan dengan cara yang tulus
kepada komunikan (klien).
 Kepercayaan diri, artinya komunikator harus menyampaikan informasi
dengan percaya diri sehingga klien sebagai komunikan akan merasa
yakin atas informasi yang disampaikan kepadanya.
 Ketenangan, artinya sebaik atau seburuk apa pun informasi yang akan
disampaikan harus dengan cara-cara yang tenang dan tidak emosional
atau yang memancing emosi sehingga informasi yang disampaikan bisa
diterima dengan baik.
 Keramahan, artinya komunikator harus menyampaikan informasi dengan
santun dan ramah sehingga klien akan merasa nyaman dalam
berkomunikasi dengan PK.
 Kesederhanaan, artinya pesan/informasi yang disampaikan harus dengan
bahasa yang sederhana sehingga mudah dicerna klien dan tujuan
komunikasi akan tercapai dengan baik.

4. Keterampilan menurut Armando Morales dan


Bradford W. Sheafor
Sementara itu, menurut Morales dan Sheafor
(1983:224—237), dalam Sukoco, 1989: 108)
keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial
dalam melakukan pekerjaan sosial di lapangan
adalah sebagai berikut:
Gambar 9
Seperti menyusun potongan
puzzle, keterampilan pertolongan
dasar membutuhkan beberapa
keahlian.
Sumber:http://swrightboucher.fil
es.wordpress.com
95

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

a. Basic helping skills


Keterampilan pertolongan dasar bisa dipahami sebagai sebuah upaya
pekerja sosial dalam membantu memecahkan masalah (problem solving)
yang dihadapi klien. Sebagaimana halnya dengan keterampilan
memecahkan masalah yang telah dibahas Johnson, keterampilan
pertolongan dasar ini membutuhkan beberapa keahlian (multidisiplin)
sebagai berikut:
 keahlian berkomunikasi dengan baik;
 keahlian memotivasi klien untuk dapat memperbaiki hidup dan
kehidupannya;
 keahlian memecahkan masalah; dan
 keahlian menengahi konflik.
b. Engagement skills
PK harus mampu terlibat secara intim dengan klien agar dapat mengetahui
karakter klien dengan detil. Pengetahuan karakter klien secara detil tentu
akan membantu proses penanganan/pembimbingan. Dengan mengetahui
karakter klien secara detil, PK akan dengan mudah menentukan prinsip,
metode, dan teknik yang tepat untuk diberikan kepada klien. Hal tersebut
juga akan memudahkan pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan.
c. Observation skills
Keterampilan dalam mengamati kondisi individu klien ataupun kondisi
lingkungan sekitar klien akan sangat membantu PK dalam melakukan
penanganan/pembimbingan kemasyarakatan yang efektif, khususnya
dalam melaksanakan penelitian kemasyarakatan. Penguasaan keterampilan
pengamatan yang baik akan menghasilkan penelitian kemasyarakatan yang
memiliki tingkat validitas serta realibilitas yang tinggi.
d. Communication skills
Keterampilan komunikasi menjadi keterampilan yang amat mendasar dan
penting bagi PK dalam proses penanganan atau pembimbingan
kemasyarakatan yang efektif.
e. Emphaty skills
Sebagaimana telah disebutkan Johnson di atas, keterampilan berempati
akan memudahkan PK dalam melakukan pembimbingan kemasyarakatan
terhadap kliennya.

96

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

C. Rangkuman
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keterampilan artinya ‘kecakapan
untuk menyelesaikan tugas’. Sebagai PK, Saudara dituntut untuk menyelesaikan tugas
dengan baik (cakap). Oleh karena itu, diperlukan kerangka konseptual mengenai
keterampilan yang harus dimiliki agar dapat memudahkan pelaksanaan tugas di
lapangan. Keterampilan yang telah dipaparkan di muka tidak harus Saudara
implementasikan seluruhnya secara detil dalam pelaksanaan pembimbingan di
lapangan. Saudara dapat memilih keterampilan yang akan digunakan dalam melakukan
pembimbingan sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik klien dan kasus.
Keterampilan yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut Stephen P. Robbins
 Basic Literacy Skill
 Technical Skill
 Interpersonal Skill
 Problem Solving Skill

2. Keterampilan Menurut Naomi I. Brill


 Differential diagnosis
 Timing
 Partialization
 Focus
 Estabilishing partnership
 Structure

3. Keterampilan menurut Louise C. Johnson
 Keterampilan berempati
 Keterampilan kenyamanan
 Keterampilan pemecahan masalah
 Keterampilan komunikasi

4. Keterampilan menurut Armando Morales dan Bradford W. Sheafor


 Basic helping skills
 Engagement skills
 Observation skills
 Communication skills
 Emphaty skills

97

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

D. Latihan
Untuk mengukur kemampuan Saudara dalam memahami keterampilan
dalam pekerjaan sosial yang akan membantu proses pembimbingan di lapangan,
jawablah soal di bawah ini tanpa melihat kunci jawaban!
1. Jelaskan menurut Saudara, apakah dalam menjalankan proses pembimbingan bagi
klien dewasa dan klien anak terdapat perbedaan keterampilan yang digunakan?

98

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENUTUP
BAB TUJUH

99
DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

A. Rangkuman
Modul Dasar Pembimbingan ini merupakan landasan awal bagi calon PK, pembantu
PK, ataupun PK yang sudah menjabat yang memuat beragam informasi dasar yang harus
dimiliki PK. Ibarat sebuah bangunan, modul ini merupakan tangga yang mengantarkan
Saudara menuju bangunan pembimbingan dalam proses pemasyarakatan.
Sebagai seorang PK, Saudara harus mampu menjelaskan prinsip-prinsip
pembimbingan, metode dalam pembimbingan, teknik pembimbingan, dan keterampilan
dalam pembimbingan sehingga memudahkan Saudara dalam penerapan di lapangan.
Dengan demikian, pekerjaan yang dihasilkan lebih berkualitas. Dampaknya akan
menyejajarkan posisi Saudara dengan para penegak hukum lainnya.
B. Evaluasi
Pilihlah jawaban yang tepat !
1. Pencetus pertama kali istilah pembimbing kemasyarakatan adalah:
a. Soemarsono A. Karim
b. Dr. Saharjo
c. R. Waliman Hendrosusilo
d. Marianti Seowandi

2. Disiplin ilmu yang paling banyak berperan dalam bimbingan klien adalah:
a. multidisipliner
b. Ilmu Hukum
c. Ilmu Psikologi
d. Ilmu Pekerjaan Sosial

3. Sebelum nama pembimbing kemasyarakatan digunakan, istilah yang dipakai adalah:


a. pekerja sosial
b. pekerja sosial kehakiman
c. pekerja sosial sukarela
d. pekerja sosial klinis

100

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

4. Istilah PK diciptakan untuk mengganti istilah asing berbahasa Belanda, yaitu:


a. ambtenaar der reclassering
b. probation officer
c. parole officer
d. van der Strafth

5. Struktur organisasi berubah menjadi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan dua


direktoratnya bertugas membina klien di dalam lembaga pemasyarakatan dan membina
klien di luar lembaga pemasyarakatan yang mencakup pola pembinaan anak di dalam
pemasyarakatan yang disebut Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan
Anak (Bispa), berdasarkan Surat Keputusan ….
a. Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 75/U/Kep/II/66
b. Keputusan Presiden RI Nomor 65/U/Kep/II/66
c. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor 75/U/Kep/II/65
d. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor 65/U/Kep/II/66

6. Hari Bakti Pemasyarakatan diperingati setiap tanggal……………


a. 27 April b. 27 Mei c. 27 Juni d. 27 Juli

7. Pohon beringin pengayoman merupakan ide dari ….


a. Soemarsono A. Karim
b. Dr. Saharjo
c. R. Waliman Hendrosusilo
d. Marianti Soewandi

8. Sebelum menggunakan nama litmas, istilah yang pertama kali digunakan adalah….
a. case study
b. social case study
c. laporan social case study
d. litmas
101

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

9. Istilah case study pertama kali diperkenalkan oleh:


a. STKS b. SMPS c. SPSA d. STM

10. Perkembangan litmas ada berapa tahap?


a. 5 b. 6 c. 4 d. 3

11. PK dalam memberikan bimbingan tidak dapat memberikan perlakuan yang sama rata
pada setiap kliennya karena setiap klien itu unik; dengan begitu, PK telah melaksanakan
prinsip dasar …….
a. kerahasiaan
b. individualisasi
c. partisipasi
d. komunikasi

12. Setiap informasi yang diperoleh PK dari hasil wawancara dengan klien, tidak boleh
disebarluaskan begitu saja. Hal itu berarti bahwa PK telah melaksanakan prinsip ....
a. individualisasi
b. empati
c. kerahasiaan
d. partisipasi

13. Dalam melaksanakan bimbingan terhadap klien, sangatlah mungkin PK terlibat secara
emosional, tetapi tidak boleh secara berlebihan. Dengan turutnya merasakan kesulitan
klien, PK dapat membantu solusi pemecahan masalah secara lebih optimal. Hal itu
berarti bahwa PK telah melaksanakan prinsip….
a. partisipasi
b. rasionalitas
c. individualisasi
d. empati

102

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

14. Ketika PK melaksanakan wawancara dalam rangka penggalian data, PK tidak boleh
memberikan penilaian terhadap klien apakah dia bersalah atau tidak. Dengan begitu,
PK telah melaksanakan prinsip dasar ....
a. kesadaran diri dari PK
b. partisipasi
c. sikap tidak menghakimi
d. penentuan diri klien

15. Dalam menjalin komunikasi dengan klien, PK harus mampu melaksanakan prinsip ....
a. partisipasi
b. individualisasi
c. empati
d. komunikasi

C. Umpan Balik
Apabila dalam menjawab evaluasi soal tersebut, Saudara mencapai 80% benar,
dengan demikian Saudara telah mencapai kompetensi modul diversi dengan baik,
dan sebaliknya, apabila ketercapaiannya tidak sampai 80 %, Saudara diharapkan
mengulang kembali membaca dan memahami modul ini.
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di
bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus
berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90--100% = baik sekali


80--89% = baik
70--79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila tingkat penguasaan Saudara mencapai 80% atau lebih, Saudara dapat
meneruskan mempelajari modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Saudara harus mengulangi materi modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai.

103

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

Kunci Jawaban
1. C 6. A 11. B
2. D 7. B 12. C
3. B 8. A 13. B
4. A 9. C 14. C
5. A 10. C 15. D

DAFTAR PUSTAKA
Buku
 Aziz, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, 1998.
 Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
 Ditjen Pemasyarakatan, Empat Puluh Tahun Pemasyarakatan Mengukir Citra
Profesionalisme, Departemen Hukum dan Ham RI, Jakarta. 2004.
 Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situasi Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia,Unicef.
 Karim, Soemarsono A. 2011. Metode dan Tehnik Pembuatan Litmas untuk Persidangan
Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Departemen
Hukum dan Ham RI,BPSDM. Jakarta.
 Soewandi, Marianti. 2003. “Diktat Kuliah AKIP”. Departemen Hukum dan Ham RI.
 Sukoco, Dwi Heru, 1989, Pekerjaan Sosial sebagai Profesi, Metoda dan Proses
Pertolongan, STKS, Bandung.
 Friedlander, Walter A. (Ed.) 1977. Concepts and Methods of Social Work. Prentice-Hall
of India. New Delhi.
 Social Work Practice A Generalist Approach oleh Louise C. Johnson, 1995 yang
diterjemahkan oleh Abas Basuni, Andang S, Rokna M, Uke HR dalam bahasa Indonesia
 Louise C. Johnson. Praktek Pekerjaan Sosial: Suatu Pendekatan Generalis.
 Haryanto, 2010, “Rehabilitasi dan Pekerjaan Sosial”. Diktat Bahan Kuliah FIP UNY,
Yogyakarta.
 Sukoco, Heru Dwi, 1989, Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi, Metoda dan Proses
Pertolongan, Bandung.
 Kuntari, Sri, 2003, Metode Pekerjaan Sosial dan Perkembangannya. Departemen Sosial
RI, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial,
Yogyakarta.

104

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DASAR-DASAR PEMBIMBINGAN

 Modul Pembinaan Pembimbing Kemasyarakatan. 2010, Direktorat Jenderal


Pemasyarakatan.
 Soewandi, Marianti, 2003, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan:
Bimbingan dan Penyuluhan Klien, Jakarta
 Skidmore, Rex A., Thaceray, Milton G., dan Farley, O. Willian., (1994). Introduction to
Social Work. New Jersey: Englewood Cliffs. Prentice-Hall, Inc.
 Gibson, Ivanevich dan Donnely, Jr, 1995, Organisasi, Edisi Kelima, Penerbit Erlangga,
Surabaya.
 Iskandar, MS, Drs. Jusman, 1991, Beberapa Keahlian Penting dalam Pekerjaan Sosial,
Socialia, Jakarta.
 Lousie C. Johnson. Praktek Pekerjaan Sosial (Suatu Pendekatan Generalis). Terjemahan.
April 2001.
 Baron & Byrne, Psikologi Sosial Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2004,
Peraturan Perundang-undangan
 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 Tahun 1983
 Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982.
 Surat Edaran Jaksa Agung RI Tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A-6/1/86.
 DOR. Stbl Nomor 741. Tahun 1917 Tanggal 17 Juli 1926.
 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
Website
 Fordolin Hasugian, 2008, “Penerapan Case Work dan Group Work terhadap Eks
Narapidana”, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia Scientific Journal
Database, dilihat 31 Juli 2012 (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/13108713_2086-
3004.pdf)
 Panti Sosial Bina Remaja, 2009, ”Mengenal Metode Social Group Work dalam Praktek
Pekerjaan Sosial”, 31 Juli 2012
(http://rumbai.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=9)
 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php
 http://plato.stanford.edu/entries/empathy/

105

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


MODUL III
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN
TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Tim Penulis
Sri Zumaeriyah | Nasirudin | Hastria Dwi Restusari

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka
Siti Zahra Yundiafi

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK
2012

i
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
Modul Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan ini dapat
disusun sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran jarak jauh bagi
pembimbing kemasyarakatan di unit pelaksana teknis (UPT) seluruh Indonesia. Modul ini
merupakan pengembangan dari modul Pembimbing Kemasyarakatan yang diterbitkan
tahun 2010. Penyusunan modul ini merupakan respons Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
atas disahkannya Undang-Undang Nomor 12 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada
tanggal 30 Juli 2012.

Modul ini berisi materi mengenai unsur-unsur pembimbingan, tujuan pembimbingan,


prosedur dan mekanisme pembimbingan, prosedur dan mekanisme penelitian
kemasyarakatan, prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur dan mekanisme sidang
TPP, serta kegiatan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan. Kami berharap materi modul
ini dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pembimbing kemasyarakatan.
Dengan demikian, hal itu berarti pula telah terimplementasikannya Undang-UndangNomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan modul ini. Sumbang saran dan masukan sangat kami
harapkan dari pembaca demi kesempurnaan modul ini. Tidak lupa kami juga berterima kasih
atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV
Cooperation Program for Indonesia).

Jakarta, 10 September 2012


Tim Penulis

i
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENDAHULUAN
BAB SATU

109
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. Latar Belakang
Reformasi birokrasi yang bergulir tahun 2010 telah menjadi titik awal bagi sejumlah
instansi pemerintah di tanah air untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik (Good
Governance), tidak terkecuali juga di jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
khususnya pada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Seiring dengan itu, Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan melalui unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan,
khususnya lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan negara(rutan), balai
pemasyarakatan (bapas) dituntut untuk melakukan perubahan dan terobosan baru dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak sebagai direktorat yang


membawahi bapas, tidak kalah gigih untuk mewujudkan bapas yang baik dan sumber
daya manusia (SDM) bapas yang memiliki kompetensi dan profesionalitas yang tinggi.
Pembimbing kemasyarakatan (PK) yang merupakan salah satu unsur SDM bapas
merupakan ujung tombak program pembimbingan sehingga dituntut untuk memiliki
kemampuan lebih dalam melaksanakan tugas pembimbingan. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan menyusun modul yang dapat dijadikan
pedoman pelaksanaan tugas PK. Modul ini nantinya akan menjadi bahan ajar bimbingan
teknis bagi calon PK yang akan diangkat menjadi PK sekaligus menjadi panduan praktis
bagi PK dalam melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang telah
ditetapkan.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini menguraikan dan memberikan penjelasan kepada Saudara mengenai prosedur
dan mekanisme pelaksanaan tugas PK yang tercantum dalam peraturan perundang-
undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
ataupun dalam buku yang memuat pendapat para ahli, serta sumber lain yang relevan.
Dalam modul ini cakupan tugas PK yang diuraikan meliputi penelitian kemasyarakatan
(litmas), pembimbingan, pendampingan, pengawasan, dan pelaksanaan sidang tim
pengamat pemasyarakatan (TPP).

C. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari modul ini, Saudara akan dapat menjelaskan prosedur dan
mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan.

D. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari modul ini, Saudara dapat menjelaskan:

110
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

1. gambaran umum tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing


kemasyarakatan;
2. prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan; dan
3. kegiatan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan.

E. PetaKompetensi

Setelah mempelajari modul ini, Saudara akan dapat menjelaskan tentang


Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan

Menjelaskan Pencatatan,
Pelaporan, dan Pengarsipan

3. Menjelaskan 4. Menjelaskan 5. Menjelaskan


prosedur dan Prosedur dan Prosedur dan
mekanisme Mekanisme Mekanisme
Sidang TPP Pembimbingan Pengawasan

2. Menjelaskan Prosedur 3. Menjelaskan Prosedur


dan Mekanisme Penelitian dan Mekanisme
Kemasyarakatan Pendampingan

1. Gambaran Umum Prosedur dan


Mekanisme Pelaksanaan Tugas
Pembimbing Kemasyarakatan

…………………………………………………………………………………………………………
Modul 2 Dasar-Dasar Pembimbingan
Modul 1 Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan

F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan


Pokok bahasan Modul ini adalah tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK.
Cakupan tugas PK yang dibahas merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
111
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

tentang Sistem Pemasyarakatan, PP Nomor 31 Tahun 1999 sampai pada keputusan


menteri, yakni Tugas PK untuk Melaksanakan Penelitian Kemasyarakatan,
Pembimbingan, dan Sidang TPP; serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak yang meliputi peneltian kemasyarakatan, pendampingan,
pembimbingan, dan pengawasan.

Secara spesifik, pembahasan modul ini mencakup sub-subpokok bahasan berikut.

Pertama, gambaran umum prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK, dalam
subpokok bahasan ini akan dijelaskan mengenai pengertian tentang prosedur dan
mekanisme, pengertian pembimbingan, tujuan pembimbingan, serta unsur-unsur
pembimbingan.

Kedua, prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas PK, dalam subpokok bahasan ini
akan dijelaskan mengenai prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan (litmas),
prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur dan mekanisme sidang TPP, prosedur
dan mekanisme pembimbingan, serta prosedur dan mekanisme pengawasan.

Ketiga, pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan yang meliputi pembahasan tentang


definisi pencatatan, definisi pelaporan, definisi pengarsipan, mekanisme pencatatan dan
pelaporan, serta formulir pencatatan dan pelaporan.

G. Manfaat Mempelajari Modul


Dengan mempelajari modul ini, Saudara akan dapat meningkatkan wawasan Saudara
tentang Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Tugas Pembimbing Kemasyarakatan
sehingga dapat meningkatkan kompetensi Saudara dalam melaksanakan tugas-tugas
sebagai seorang Pembimbingan Kemasyarakatan.

H. PetunjukPenggunaan Modul
Agar Saudara dapat mencapai hasil kompetensi sesuai dengan yang diharapkan,
lakukanlah kegiatan belajar sebagai berikut:
 Sebelum mempelajari modul ini, Saudara perlu mempelajari dan memahami Modul I
tentang Tugas Pokok, Fungsi, dan Peran Pembimbing Kemasyarakatan, serta Modul II
tentang Dasar-Dasar Pembimbingan.

 Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga pada
saat saudara mengerjakan evaluasi yang disajiakan di akhir modul ini mencapai
tingkat penguasaan yang maksimal.

 Dianjurkan untuk membaca dan mempelajari referensi lain dari berbagai sumber
yang relevan, antara lain Standard Operating Procedure (SOP) yang berkaitan dengan
tugas-tugas pembimbing kemasyarakatan diantaranya SOP Penelitian
Kemasyarakatan, SOP Sidang TPP, SOP Pendampingan, SOP Pembimbingan, dan SOP
Pengawasan.

112
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

 Kerjakan setiap soal dengan cermat dan tidak melihat kunci jawaban lebih dahulu
sehingga hasil evaluasi yang Saudara capai benar-benar menunjukkan tingkat
pemahaman Saudara terhadap isi modul.

 Untuk menyempurnakan kompetensi PK, Saudara harus mempelajari Modul IV


tentang Manajemen Kasus, dan Modul V tentang Diversi.

--- Selamat Belajar ---

113
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
GAMBARAN UMUM
PROSEDUR DAN MEKANISME
PELAKSANAAN TUGAS
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB DUA

114
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan Saudara dapat menjelaskan
pengertian prosedur dan mekanisme, pengertian pembimbingan, tujuan pembimbingan,
serta unsur-unsur yang terlibat dalam pembimbingan.

B. Sub Pokok Bahasan


1. Pengertian Prosedur dan Mekanisme
Sebelum membahas lebih jauh tentang prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas
pembimbing kemasyarakatan (PK) yang akan dituangkan dalam modul ini, Sudara
harus mengetahui definisi atau pengertian prosedur dan mekanisme itu sendiri.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), prosedur berarti ‘tahap kegiatan
untuk menyelesaikan suatu aktivitas atau metode langkah demi langkah secara pasti
dalam memecahkan suatu masalah’. Definisi tentang prodesur dan mekanisme juga di
kemukakan oleh beberapa ahli, antara lain Ali (2000:325) yang menyatakan
bahwaprosedur adalah tata cara kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan.
Menurut Widjaja (1995:83), prosedur adalah sekumpulan bagian yang saling
berkaitan, misalnya orang, jaringan gudang yang harus dilayani dengan cara yang
tertentu oleh sejumlah pabrik dan pada gilirannya akan mengirimkan pelanggan
menurut proses tertentu. Menurut Kamaruddin (1992:836–837), prosedur pada
dasarnya adalah suatu susunan yang teratur dari kegiatan yang berhubungan satu
sama lainnya dan prosedur-prosedur yang berkaitan melaksanakan dan memudahkan
kegiatan utama dari suatu organisasi. Selain itu, Masya (1994:74) menyatakan bahwa
prosedur adalah suatu rangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan
urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu
pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, mekanisme didefinisikan sebagai cara


kerja suatu organisasi, perkumpulan, dan sebagainya. Beberapa ahli juga
mengemukakan definisi tentang mekanisme, antara lain Poerwadarmita (2003:757)
yang mendefinisikan mekanisme sebagai ‘seluk beluk atau cara kerja suatu alat
(perkakas) dan sebagainya. Secara umum, mekanisme adalah cara menggunakan
suatu alat sehingga kita tahu kemampuan bekerjaalat tersebut’. Selanjutnya, menurut
Yani (2000:275), mekanisme adalah cara kerja suatu badan atau organisasi atau
perkumpulan hal saling bekerja. Moenir (2001:53) menjelaskan bahwa mekanisme
merupakan suatu rangkaian kerja sebuah alat untuk menyelesaikan sebuah masalah
yang berhubungan dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga
memperoleh hasil yang maksimal.
Berdasarkan definisi tentang prosedur dan mekanisme di atas, dapatlah disimpulkan
bahwa prosedur dan mekanisme merupakan tahapan dan cara kerja yang sistematis
suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut secara maksimal.

115
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

2. Pengertian Pembimbingan, Unsur Pembimbingan,dan Tujuan Pembimbingan


a. Pengertian Pembimbingan
Secara harfiah, pengertian bimbingan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah petunjuk (penjelasan), cara mengerjakan sesuatu; tuntunan;
pimpinan. Dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan,
pengertian pembimbingan adalah sebagai berikut:

b.
Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas
c.
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan perilaku,
d.
profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan. (Peraturan
e.
Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan WBP)
f.

Mengenai istilah pembimbingan serta perkembangannya telah Saudara pelajari


dalam Modul II Dasar-Dasar Pembimbingan.

b. Unsur-Unsur Pembimbingan
1) Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas
Istilah pembimbing kemasyarakatan dapat Saudara temukan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan. Salah satu pengertian pembimbing
kemasyarakatan disebutkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, bahwa pembimbing kemasyarakatan adalah
petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang melaksanakan
bimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP). Namun, perlu pula
Saudara ketahui bahwa dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun
2012 tetang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pada tanggal 30 Juli 2012
yang akan mulai diberlakukan pada tanggal 30 Juli 2014, Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 akan digantikan dan dinyatakan tidak berlaku. Oleh
karena itu, Saudara juga perlu mengetahui pengertian PK berdasarkan
Undang-Undang SPPA sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 13, yakni
Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum
yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan,
dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan
pidana.

Pembahasan lebih lanjut mengenai PK dapat Saudara pelajari pada Modul I


tentang Tugas Pokok dan Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan.

2) Klien Pemasyarakatan
Pengertian klien pemasyarakatan disebutkan dalam Undang-Undang No. 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 angka 9 bahwa klien
pemasyarakatan yang selanjutnya disebut klien adalah seseorang yang
berada dalam bimbingan bapas.

116
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Klien pemasyarakatan terdiri atas :


a) terpidana bersyarat;
b) narapidana, anak pidana, dan anak negara yang mendapatkan
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas;
c) anak negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;
d) anak negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat di
lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk,
bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh dan badan sosial;
e) anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya;
f) anak yang diputus menjalani pidana pengawasan.

Seiring dengan akan berlakunya undang-undang tentang SPPA, anak negara


dan anak sipil akan dihapuskan dengan ketentuan bahwa setelah undang-
undang SPPA diberlakukan, anak negara dan anak sipil yang masih ada di
lapas/rutan harus dibebaskan, termasuk anak negara yang sedang menjalani
masa bimbingan di balai pemasyarakatan.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


Pidana Anak, klien juga didefinisikan sebagai anak yang berada didalam
pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pemdampingan pembimbing
kemasyarakatan.

Selanjutnya, perlu juga Saudara ketahui tentang hak dan kewajiban klien. Hak
dan kewajiban klien pemasyarakatan mengacu pada hak dan kewajiban
warga binaan pemasyarakatan.

Kewajiban-kewajiban klien adalah sebagai berikut:


a) mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam proses
pembimbingan;
b) mengikuti semua program pembimbingan, pengawasan, dan
pendampingan.

Hak klien adalah sebagai berikut:


a) mendapatkan perlakuan nondiskriminatif;
b) mendapatkan perlindungan HAM;
c) tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi;

117
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

d) tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;


e) diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana;
f) memperoleh bantuan hukum untuk membela diri dan memperoleh
keadilan yang bebas dan tak memihak;
g) proposionalitas perlakuan terhadap klien dengan perbuatannya;
h) mendapatkan pembinaan diluar lembaga (noninstitutional treatment).

3) Keluarga Klien
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga didefinisikan sebagai satuan
kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat. Definisi yang lebih detail
tentang keluarga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang
menyatakan bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya.

Keluarga, dalam hal ini keluarga klien, merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari proses pembimbingan. Dalam konteks pembimbingan,
setidak-tidaknya terdapat dua fungsi keluarga. Pertama, keluarga dapat
berperan sebagai penjamin, seperti yang diatur dalam Pasal 36 KUHAP.
Kedua, keluarga dapat berperan dalam keberhasilan proses pembimbingan.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa
pembimbingan merupakan suatu kegiatan pemberian tuntunan untuk
meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap, perilaku, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani
klien pemasyarakatan. Dalam hal ini, peran keluarga sangat diperlukan guna
menunjang proses pembimbingan tersebut. Keluarga dapat menjadi agen
pengawasan atau agen kontrol terhadap perilaku anggota keluarganya yang
menjadi klien pemasyarakatan agar tidak melakukan pengulangan atas
perbuatan melanggar hukum yang pernah dilakukannya.

4) Penjamin
Jaminan dapat berupa orang. Jaminan orang inilah yang disebut penjamin
Berdasarkan Pasal 36 KUHAP, penjamin adalah pihak yang akan sanggup
bertanggung jawab untuk menjamin WBP yang akan diajukan pembebasan
bersyarat, cuti bersyarat, assimiliasi, dan cuti menjelang bebas, penjamin
dapat berasal dari perseorangan ataupun dari lembaga/ organisasi.
a) Penjamin perseorangan
Penjamin perseorangan berasal dari keluarga atau kerabat WBP, tetapi
apabila WBP tidak memiliki kerabat dan keluarga, penjamin dapat berasal
dari pihak lain yang ditunjuk oleh WBP, seperti pengacara klien,
pemerintah setempat (kepala desa, RT, RW, camat), ataupun pihak
lainnya. Penjamin dari pihak keluarga contohnya adalah orang tua (ayah
atau ibu kandung), istri/suami, kakak atau adik, dan seterusnya sesuai
dengan hubungan kekerabatan, baik secara vertikal maupun horizontal,

118
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

juga hubungan kekeluargaan yang terjadi akibat pernikahan, contohnya


mertua atau kakak/adik ipar.

b) Penjamin dari organisasi/lembaga


Penjamin dari organisasi/lembaga diperbolehkan, sama seperti halnya
penjamin dari pihak selain keluarga, yakni hanya apabila WBP tidak
memiliki keluarga atau kerabat, tetapi khusus untuk penjamin bagi WBP
yang diusulkan untuk program asimilasi luar lembaga, penjamin harus
berasal dari dua pihak, yakni penjamin dari keluarga klien dan penjamin
dari pihak ketiga, yakni penanggung jawab di tempat WBP akan
melaksanakan program asimilasi.

c)Kewajiban penjamin
Penjamin berkewajiban membuat pernyataan dan mematuhi seluruh
pernyataan jaminan yang dibuat pada saat pengusulan pembinaan luar
lembaga bagi WBP, antara lain bertanggung jawab mengenai pengawasan
klien, membantu klien untuk melapor, dan yang lainnya sesaui dengan
surat pernyataan dan surat jaminan yang dibuat.

5) Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur penting dalam pembimbingan. Masyarakat
disini khususnya adalah masyarakat yang berada di lingkungan sekitar tempat
klien menjalani pembimbingan. Salah satu indikator keberhasilan program
pembimbingan klien adalah bahwa masyarakat telah dapat menerima klien
dan ikut berperan serta dalam mengawasi serta membimbing klien agar tidak
melakukan perbuatan yang melanggar hukum lagi.

6) Pemerintah Setempat
Pembimbingan klien tidak akan luput dari peran serta pemerintah setempat,
khususnya tingkatan terdekat dengan tempat tinggal klien, seperti RT, RW,
dan lurah/kepala desa. Pemerintah setempat memiliki peran penting,
terutama dalam mengawasi klien, mengingat klien telah diintegraskan ke
masyarakat berbeda dengan WBP yang berada di lapas/rutan yang dapat
diawasi oleh petugas setiap saat. Pemerintah setempat juga merupakan
sumber informasi bagi pembimbing kemasyarakatan untuk mengetahui
sejauh mana perkembangan perilaku klien di masyarakat. Pemerintah
setempat pada tingkatan yang lebih tinggi antara lain instansi atau dinas yang
memiliki bidang tugas yang dapat membantu klien, misalnya Dinas Tenaga
Kerja dapat membantu untuk penyaluran kerja dan latihan kerja serta
penyediaan dukungan sarana dan prasarana dalam bentuk modal dan
fasilitas lainnya. Peran BBLKI, Dinas Sosial, Kementerian Agama, dan
sebagainya dapat dipelajari dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1999 tentang Pelaksanaan Kerja Sama Pembimbingan dan Pembinaan WBP.

119
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Gambar 1
Pemerintah setempat dapat membantu PK
untuk mengetahui perkembangan klien di
masyarakat.
Sumber: www.jogjakota.go.id

7) Pihak lainnya
Pihak lain yang juga ikut memiliki peran dalam pembimbingan adalah pihak
ketiga yang berasal dari swasta dan/atau tenaga profesional, seperti tenaga
pendidik, psikolog, pemuka agama, dan pihak lainnya yang masing-masing
memiliki peran sesuai dengan bidang yang relevan dengan kebutuhan klien,
yakni:
a. pihak swasta dapat berupaperusahaan swasta, seperti CV dan/atau PT,
serta LSM yang berperan dalam menyediakan pelatihan atau penyaluran
kerja;
b. tenaga profesional, seperti tenaga pendidik, psikolog, dan pemuka agama
yang dapat memberikan pelayanan pembimbingan yang dibutuhkan.

Gambar 2
Pihak swasta dapat berperan dalam
penyaluran kerja
Sumber: www.iteramedia.com

c. Tujuan Pembimbingan
Menurut Karim dalam bukunya Pembimbingan dan Penyuluhan (2007:11), tujuan
pembimbingan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakaatan antara lain sebagai
berikut.
1) WBP/klien pemasyarakatan dapat mengenal/memahami kepribadian dan
lingkungannya di tempat ia berada (di dalam LP/di luar LP/keluarga, dan
lingkungan masyarakat), dalam arti memahami kelebihan-kelebihan dan
kekurangan/kelemahan diri dan pemahaman terhadap kondisi lingkungan
mana yang mampu ia lakukan dan mana yang tidak mungkin ia capai.

120
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

2) WBP/klien pemasyarakatan dapat menerima keadaan dirinya dan lingkungan


secara positif dan dinamis.
3) Klien mampu mandiri dalam mengambil keputusan.
4) WBP/klien pemasyarakatan memperoleh pengarahan diri.
5) WBP/klien pemasyarakatan mampu memahami perwujudan dirinya.

Dalam arti luas tujuan pembimbingan adalah sebagai berikut:


1) Perubahan Tingkah Laku
Dalam pelaksanaan pembimbingan, balai pemasyarakatan dapat menjadi
agen perubahan bagi klien bapas. Pembimbingan yang dilakukan oleh balai
pemasyarakatan merupakan stimulus yang mendorong perubahan perilaku
bagi klien bapas. Pembimbingan yang dilakukan secara terus-menerus
terhadap klien bapas secara tidak langsung akan memengaruhi perubahan
perilaku pada diri klien. Perubahan tingkah laku tersebut terwujud dari
perbaikan kepribadian klien dan perbaikan hubungan sosial klien, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat.

a) Perbaikan kepribadi klien meliputi:


 Ketaatan klien dalam menjalankan perintah agama
Dengan memperoleh bimbingan kemasyarakatan, klien diharapkan
mampu meningkatkan ketaatan dalam menjalankan perintah agama
sebagai makhluk tuhan.
 Ketaatan klien terhadap ketentuan dan aturan yang berlaku
Dengan memperoleh bimbingan kemasyarakatan, klien diharapkan
dapat mentaati ketentuan dan aturan yang berlaku di masyarakat
sehingga tidak mengulangi tindak pidana lagi.

Gambar 3
Karikatur Anton Medan (mantan WBP yang kini
aktif sebagai penceramah, pengusaha, dll.)
Sumber: www.inilah.com

b) Perbaikan Hubungan Sosial Klien


 Hubungan klien di dalam keluarga
Setelah menjalani program pembimbingan, klien diharapkan mampu
membangun hubungan harmonis di dalam keluarganya, seperti menjadi
anak yang berbakti kepada orang tuanya, menjadi suami/istri yang

121
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

mampu memenuhi kewajibannya, dan menjadi orang tua yang dapat


diteladanianak-anaknya.

 Hubungan klien di masyarakat


Setelah menjalani program pembimbingan, klien diharapkan mampu
membangun hubungan baik dengan masyarakat, termasuk dengan pihak
korban (jika ada), dan berperan aktif dalam kegiatan di lingkungan
masyarakatnya, seperti bergotong-royong atau bekerja bakti
sebagaimana yang dilakukan warga lain pada umumnya.

2) Masyarakat Produktif
Narapidana, sebagai orang yang dinyatakan bersalah, adalah orang yang
mengalami kegagalan dalam menjalani hidup bermasyarakat. Mereka gagal
memenuhi norma-norma yang ada dalam masyarakatnya sehingga pada
akhirnya gagal menaati aturan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Narapidana, sebagai makhluk sosial, adalah bagian dari masyarakat juga,
bedanya dengan anggota masyarakat lainnya adalah untuk sementara waktu
kebebasan bergerak mereka dicabut. Walaupun demikian, sebagai makhluk
sosial yang berinteraksi, narapidana menghendaki dapat bergaul dengan
masyarakat sekitarnya serta kehadirannya diterima dan diperhatikan orang
lain (http://repository.usu.ac.id). Dengan melakukan tindak pidana,
seseorang dianggap tidak produktif; untuk itu, diberikanlah pembimbingan
agar mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berguna bagi
masyarakat. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan masyarakat produktif
adalah masyarakat yang:

a) memiliki motivasi untuk meraih harapan dan cita-cita;


Dengan menjalani program pembimbingan, klien memiliki semangat dan
niat yang kuat untuk melanjutkan hidupnya, untuk meraih harapan dan
cita-cita seperti orang lain pada umumnya yang tidak pernah menjalani
hukuman di lapas/rutan, seperti
(1) dapat meneruskan sekolahnya kembali,
(2) dapat bekerjakembali, dan
(3) dapat meningkatkan keterampilannya.

c) berperan aktif dalam kegiatan masyarakat,


Klien dapat menjalankan perannya kembali sebagai warga masyarakat
dan warga negara Indonesia, seperti ikut serta dalam pembangungan,
taat hukum, dan taat dalam membayar pajak.

122
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

C. Rangkuman
1) Unsur pembimbingan terdiri atas PK bapas, klien, keluarga klien, penjamin,
masyarakat, pemerintah setempat, dan pihak lainnya.
2) Klien yang berada dalam bimbingan bapas terdiri atas terpidana bersyarat, PB
narapidana, PB anak negara, anak negara yang diserahkan kepada orang tua asuh
dan badan sosial, anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya
dikembalikan kepada orang tua atau walinya, dan anak yang dijatuhi pidana
pengawasan.
3) Penjamin dapat berasal dari perseorangan atau lembaga/organisasi yang
berperan sebagai penanggung jawab bagi WBP selama menjalani masa
bimbingan.
4) Masyarakat dan pemerintah setempat juga berperan ikut mengawasi dan
membina klien di lingkungan tempat menjalani pembimbingan.
5) Pihak lain yang juga ikut berperan adalah pihak swasta dari perusahaan, LSM,
dan/ataupemangku kepentingan (stake holder) lainnya, khususnya untuk
memberikan dukungan sarana dan prasaran pelatihan serta penyaluran kerja bagi
klien.

D. Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur kegiatan pembimbingan sesuai dengan
pemahaman Saudara!
2. Jelaskan pengertian klien berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan!
3. Sebutkan hak-hak dan kewajiban klien bapas!
4. Jelaskan peran pihak swasta (stakeholder) dalam pembimbingan!

123
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME
PELAKSANAAN TUGAS
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
BAB TIGA

124
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan dapat mengetahui prosedur
dan mekanisme penelitian kemasyarakatan, pendampingan, sidang TPP, pembimbingan,
dan pengawasan.

B.Subpokok Bahasan
1. Prosedur dan Mekanisme Penelitian Kemasyarakata (Litmas)
Sebelum Saudara mempelajari prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan
(litmas), Saudara harus mengetahui tentang penelitian kemasyarakatan.

Penelitian Kemasyarakatan adalah kegiatan penelitian untuk mengetahui latar


belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai
pemasyarakatan (Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 1 angka 3).

Warga binaan pemasyarakatan di sini termasuk di dalamnya narapidana, anak didik


pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan. Ada beberapa pengertian lainnya tentang
penelitian kemasyarakatan yang hendaknya Saudara ketahui, hal tersebut dapat
Saudara pelajari dalam Modul Dasar-Dasar Pembimbingan (Modul II).

Setelah mengetahui pengertian penelitian kemasyarakatan, Saudara juga harus


mengetahui jenis-jenis penelitian kemasyarakatan.

Karim (2011: 13,16) membahas litmas dalam dua bagian utama, yakni litmas peradilan
(Pre-Sentences Investigation Report) dan litmas pembinaan (Post Sentences
Investigation Report). Berdasarkan tujuan dibuatnya penelitian kemasyarakatan, jenis-
jenis litmas dapat kita temukan dalam Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI
Nomor E-39.PR.05.03 Tahun 1987, yakni sebagai berikut:
a. Model L.1, laporan penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan negeri;
b. Model L.2, laporan penelitian kemasyarakatan untuk bimbingan bapas lain;
c. Model L.3, laporan penelitian kemasyarakatan untuk bimbingan dalam lembaga
pemasyarakatan;
d. Model L.4, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon anak asuh;
e. Model L.5, laporan penelitian kemasyarakatan untuk orang tua atau wali dari calon
anak asuh;
f. Model L.6, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon keluarga asuh;
g. Model L.7, laporan penelitian kemasyarakatan untuk calon pengasuh oleh bapas;
h. Model L.8, laporan penelitian kemasyarakatan untuk instansi lain.

Secara umum, isi laporan penelitian kemasyarakatan terdiri atas data individu dan
data keluarga klien yang bersangkutan serta simpulan atau pendapat dari pembimbing
kemasyarakatan (Supramono, 2005:68). Namun, untuk mengetahui lebih mendalam,
format dan isi penelitian kemasyarakatan selengkapnya dapat Saudara pelajari dalam
Buku VII, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Bidang Pembimbingan yang
dapat Saudara baca dengan mengakses http://www.bimkemas.kemenkumham.go.id.

125
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan yang ditempuh oleh pembimbing


kemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. pencatatan (registrasi) permintaan litmas;
b. pengumpulan data dengan cara mengunjungi rumah dan tempat-tempat lain yang
berhubungan dengan permasalahan klien; Untuk memperoleh data tersebut,
pembimbing kemasyarakatan menggunakan teknik: pengamatan, wawancara,
psikotes, dan mempelajari dokumen yang berhubungan dengan permasalahan dan
teknik lainnya;
c. pengolahan data; Setelah memperoleh data-data yang lengkap, pembimbing
kemasyarakatan menganalisis dan menyimpulkan serta memberikan pertimbangan
atau saran sehubungan dengan permasalahannya, yang selanjutnya dituangkan
dalam konsep laporan penelitian kemasyarakatan.
d. sidang TPP; Konsep litmas yang telah dibuat, kemudian dibahas dalam forum sidang
tim pengamat pemasyarakatan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta sidang
serta untuk menentukan saran dan pertimbangan dari litmas;
e. perbaikan dan penggandaan litmas, penandatanganan, serta pengiriman litmas.

Agar Saudara dapat memahami dengan lebih mudah mengenai prosedur dan
mekanisme penelitian kemasyarakatan, perhatikanlah Gambar 4 berikut:

Gambar 4 Prosedur Pelayanan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas)


Sumber: Buku Pedoman Pelayanan Penelitian Kemasyarakatan, Pembimbingan,
Pengawasan, dan Pendampingan, Bapas Jakarta Pusat Tahun 2009

Uraian yang lebih lengkap dan terperinci mengenai prosedur dan mekanisme
penelitian kemasayarakatan, dapat Saudara lihat dan pelajari dalam file “Kumpulan
SOP Balai Pemasyarakatan” yang dapat Saudara akses di website
bimkemas.kemenkumham.go.id.

Agar Saudara mendapat gambaran yang lebih jelas tentang prosedur dan mekanisme
penelitian kemasyarakatan, berikut ini beberapa bentuk dari penelitian
kemasyarakatan yang saat ini dipraktikkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
pembimbing kemasyarakatan.

126
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Litmas untuk Sidang Pengadilan (Pre-Sentences Investigation Report)


Penelitian kemasyarakatan (litmas) untuk sidang pengadilan anak adalah litmas yang
dimintakan oleh aparat penegak hukum lainnya (polisi, jaksa, hakim). Dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, litmas menjadi
bagian dalam setiap tahapan proses, baik diversi maupun pidana formal. Untuk lebih
mudahnya mempelajari kegunaan litmas pada setiap tahapan perkara anak,
perhatikanlah Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 Kegunaan Litmas di Tiap Tahapan


Penegak Kegunaan Litmas Pasal yang mengatur
Hukum dalam UU SPPA
Polisi -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c
-Penyidikan -Pasal 27 ayat (1)
-Pelimpahan Berkas ke Jaksa -Pasal 28 ayat (4)
Jaksa -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c
-Pelimpahan Berkas ke Pengadilan -Pasal 42 ayat (4)
Hakim -Pertimbangan Diversi -Pasal 9 ayat (1) huruf c
-Pertimbangan Putusan -Pasal 60 ayat (3)

Litmas ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dan faktor penyebab hingga
anak melakukan tindak pidana, baik yang berasal dari dirinya (internal), seperti tingkah
laku anak di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, maupun faktor lingkungan
(eksternal), yakni keadaan keluarga dan masyarakat, seperti kebiasaan orang tua
dalam mendidik anak dan sikap atau perlakuan orang tua sehari-hari terhadap anak.

Litmas juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam memutus perkara anak tersebut, seperti status anak, masih
bersekolahkah atau tidak, kondisi sosial ekonomi keluarganya, kesanggupan orangtua
untuk mendidik anak, tanggapan berbagai pihak terhadap anak, termasuk masyarakat
dan pemerintah setempat.

Dalam bagian akhir litmas, dikemukakan simpulan dan saran berdasarkan penelitian
kemasyarakatan yang telah dilakukan. Simpulan penelitian kemasyarakatan tersebut
berisi:
1) nama dan catatan kelahiran (umur) anak serta ringkasan dari susunan keluarga
anak yang bermasalah dengan hukum;
Contoh:
“Klien bernama Agus Wijanarko bin Sudi Dadi, adalah anak keempat dari
sembilan bersaudara, anak dari pasangan Bapak Sudi dan Ibu Usnayati. Klien
masih berusiamuda, lahir pada tanggal 06 Desember 1993 dan saat melakukan
tindak pidana klien masih berusia 17 tahun.”
2) status sekolah anak dan kegiatan lain diluar sekolah;
Contoh:
“Klien hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 1 SMK, yakni di SMK Yabinka
Cilegon (putus sekolah), kegiatan sehari-harinya adalah bekerja sebagai tukang
parkir.”

127
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

3) masa penahanan anak dan tindak pidana yang disangkakan kepadanya;


4) faktor penyebab anak melakukan tindak pidana;
5) tanggapan orang tua, masyarakat, pemerintah setempat,dan korban (apabila ada),
termasuk proses dan hasil mediasi atau musyawarah antara pihak anak dengan
pihak korban (jika ada).

Saran yang disampaikan dalam penelitian kemasyarakatan untuk sidang pengadilan


anak dapat berupa:
1) rekomendasi mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada anak, baik berupa pidana,
misalnya pidana penjara atau pidana bersyarat, maupun berupa tindakan, misalnya
dikembalikan kepada orang tuanya, atau diserahkan kepada Kementerian Sosial
atau lembaga sosial masyarakat, seperti pesantren dan rumah rehabilitasi;
Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis sanksi yang dijatuhkan pada anak dapat
Anda baca, khususnya pada pasal-pasal dalam Bab V Undang-Undang SPPA.
2) rekomendasi agar anak tidak menjalani penahanan selama proses hukum
berlangsung;
3) pertimbangan dan tingkat risiko terhadap setiap sanksi yang dijatuhkan kepada
anak;
Misalnya:
“Apabila klien menjalani pemidanaan yang terlalu lama, akan berdampak buruk
terhadap perkembangan psikologis dan sosiologis klien, serta klien terancam
berhenti sekolah.”
Litmas sidang pengadilan anak ini sangat besar peranannya dalam proses
pendampingan terhadap anak; tanpa keberadaan litmas, putusan yang dijatuhkan oleh
hakim kepada anak “batal demi hukum” (Pasal 60 ayat (4) Undang-Undang SPPA).
Secara sederhana, proses pembuatan laporan peneliltian kemasyarakatan untuk
sidang pengadilan anak dapat Saudara lihat pada Gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4 Prosedur Litmas Pengadilan Anak


Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003

Laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk Bimbingan Dalam dan Luar Lembaga


Pemasyarakatan (Post Sentences Investigation Report)
Litmas untuk bahan pembinaan berupa penelitian tentang perkembangan warga
binaan pemasyarakatan (WBP) selama berada di dalam lapas/rutan, termasuk di

128
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

dalamnya pembinaan yang telah diterima oleh WBP, sikap dan kepatuhan WBP
terhadap peraturan di dalam lapas/rutan, keterampilan/pelatihan apa yang telah
didapatkan oleh WBP, relasi sosial WBP dengan sesama WBP lainnya, serta relasi WBP
dengan keluarganya.

Kegunaan litmas untuk bimbibingan dalam lembaga adalah untuk menentukan


program pembinaan di dalam lembaga, sementara kegunaan litmas untuk pembinaan
luar lembaga adalah untuk pertimbangan persetujuan program pembinaan di luar
lembaga, misalnya dalam bentuk asimilasi, PB, dan CMB.

Dalam bagian akhir litmas dikemukakan simpulan dan saran dari penelitian
kemasyarakatan yang telah dilakukan. Simpulan penelitian kemasyarakatan tersebut
berisi:
1) ringkasan perkembangan pembinaan WBP selama berada di dalam lapas/rutan;
2) masa pidana yang telah dijalani;
3) pengusulan PB dan CMB disertakan pula tanggapan keluarga, masyarakat, dan
pemerintah setempat serta kesanggupan mereka untuk menerima kembali WBP di
masyarakat untuk litmas pembinaan luar lembaga.

Saran yang disampaikan dalam penelitian kemasyarakatan ini antara lain berupa:
1) rekomendasi mengenai jenis program pembinaan untuk masa pembinaan
selanjutnya; dan
2) disetujui atau tidak disetujuinya usulan PB/CMB WBP serta pertimbangannya untuk
litmas pembinaan luar lembaga.

2. Prosedur dan Mekanisme Pendampingan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pendampingan bermakna ‘perbuatan
mendampingi atau mendampingkan’. Dalam konteks pelaksanaan tugas PK,
pendampingan dapat diartikan sebagai peran pembimbing kemasyarakatan untuk
mendampingi klien dalam mengahadapi permasalahan; klien yang dimaksud disini
adalah klien pemasyarakatan serta anak berkonflik dengan hukum.

Sebagai pembimbing kemasyarakatan (PK),Saudara wajib mengetahui bahwa


kehadiran PK dalam sidang anak bersifat wajib; artinya tanpa kehadiran PK putusan
sidang anak batal demi hukum.Tentang hal ini dapat Saudara pelajari dalam UU SPPA,
khususnya Pasal 55 dan Pasal 60. Di samping itu, jauh sebelum proses persidangan, PK
juga wajib mendampingi anak sejak anak diadukan/dilaporkan melakukan tindak
pidana, khususnya untuk tujuan diversi. Untuk lebih memudahkan Saudara, pelajarilah
Tabel 2 berikut ini:

129
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Tabel 2 Peran PK dalam Pendampingan


Tahapan Peran PK dalam Pendampingan Keterangan
Peyidikan Inisiator, koordinator, fasilitator dan mediator Pasal 14 ayat (2)
untuk diversi.
Pelimpahan Memberikan bimbingan kepada anak dan Permeneg PPA
perkara ke JPU orang tua dalam menghadapai proses hukum. No. 15 Tahun
2010
Persidangan Membacakan litmas dan menyampaikan hal- Pasal 60
hal yang dianggap perlu untuk anak.
Memberikan bimbingan kepada anak dan Pasal 55
orang tua dalam menghadapai proses hukum.

Lebih lanjut mengenai peran PK dalam pendampingan, khususnya dalam penerapan


keadilan restoratif selain disebutkan dalam UUSPPA yang pemberlakuannya masih dua
tahun dari tanggal diundangkan, juga dapat Saudara pelajari dalam Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 tahun 2010.

Disamping peraturan perundang-undangan nasional, pendampingan terhadap anak


juga diakui oleh dunia internasional, sebagaimana disebutkan dalam United Nation
Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (Peraturan-
Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Administrasi
Peradilan bagi Remaja)/Resolusi PBB Nomor 40/33 tanggal 29 November 1985
(“TheBeijing Rules”):
a. Angka 16: “Dalam semua kasus terkecuali kasus yang melibatkan pelanggaran
hukum ringan, sebelum pihak berwenang secara hukum menjatuhkan putusan,
latar belakang, dan keadaan di mana remaja itu hidup (litmas) akan diselidiki secara
benar sehingga mempermudah pengambilan keputusan hukum dari perkara itu
oleh pihak berwenang secara hukum”
b. Angka 13.1: “Penahanan sebelum pengadilan hanya akan digunakan sebagai pilihan
langkah terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat mungkin”.
c. Angka 13.2: ”Di mana mungkin, penahanan sebelum pengadilan akan diganti
dengan langkah-langkah alternatif, seperti pengawasan secara dekat, perawatan
intensif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat atau
rumah pendidikan”.

Dalam melakukan pendampingan terhadap anak, Saudara sebagai PK juga harus


mengetahui lamanya masa penahanan anak, sebagaimana diketahui bahwa UUSPPA
baru akan diberlakukan setelah dua tahun sejak tanggal diundangkan, tepatnya pada
tanggal 30 Juli 2014, maka penting bagi Saudara untuk mengetahui juga penahanan
anak menurut Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997. Pelajarilah
secara saksama tabel masa penahanan berikut ini:

130
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Tabel 3 Masa Penahanan Anak


Tahapan UU No. 3 Th 1997 UU No.11 Tahun 2012
Penyidikan Pasal 44 ayat (2): 20 hari Pasal 33 ayat (1): 7 hari
(Polisi) Pasal 44 ayat (3): 10 hari* Pasal 33 ayat (2): 8 hari*
Jumlah = 30 Hari Jumlah = 15 Hari
Penuntutan Pasal 46 ayat (2): 10 hari Pasal 34 ayat (1): 5 hari
(JPU) Pasal 46 ayat (3): 15 hari** Pasal 34 ayat (2): 5 hari**
Jumlah = 25 Hari Jumlah = 10 Hari
Persidangan Pasal 47 ayat (2): 15 hari Pasal 35 ayat (1): 10 hari
(Hakim) Pasal 47 ayat (3): 30 hari** Pasal 35 ayat (2): 15 hari**
Jumlah = 45 Hari Jumlah = 25 Hari
Banding Pasal 48 ayat (2): 15 hari Pasal 37 ayat (1): 10 hari
(Hakim Banding) Pasal 48 ayat (3): 30 hari*** Pasal 37 ayat (2): 15 hari***
Jumlah = 45 Hari Jumlah = 25 Hari
Kasasi Pasal 49 ayat (2): 25 hari Pasal 38 ayat (1): 15 hari
(Hakim Kasasi) Pasal 49 ayat (3): 30 hari**** Pasal 38 ayat (2): 20 hari****
Jumlah = 55 Hari Jumlah = 35 Hari
Total Total = 200 Hari Total = 110 Hari
*) Perpanjangan Penahanan oleh JPU
**) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri
***) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Pengadilan Tinggi
****) Perpanjangan Penahanan oleh Ketua Mahkamah Agung

Dalam persidangan, PK bapas juga memberikan arahan kepada anak dalam hal anak
merasa bingung saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh hakim atau jaksa.
Selain kepada anak, PK bapas juga memberikan arahan kepada orang tua anak tentang
proses sidang yang dijalani oleh anaknya.
Prosedur dan mekanisme pendampingan anak dalam sidang anak dilakukan melalui
langkah berikut:
1) permintaan pendampingan anak dari Kejaksaan atau Pengadilan;
2) pencatatan permintaan sidang;
3) PK mempelajari kembali Litmas anak yang bersangkutan;
4) PK menghadiri persidangan dan menjalankan perannya di persidangan;
5) PK membuat laporan hasil sidang.
Secara sederhana, proses pendampingan ABH dalam sidang pengadilan anak dapat
dilihat dalam bagan di bawah ini:

Gambar 5 Proses pendampingan ABH dalam sidang pengadilan anak


Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003

131
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pembahasan lebih mendalam mengenai peran pendampingan PK dalam melaksanakan


diversi akan disajikan dalam Modul Diversi (Modul V).

Selain melakukan pendampingan terhadap anak berkonflik dengan hukum, PK juga


melakukan pendampingan terhadap klien pemasyarakatan. Pendampingan tersebut
terintegrasi bersama dalam bentuk pembimbingan. PK juga melakukan pendampingan
khusus bagi klien pemasyarakatan dalam kategori risiko tinggi HIV-AIDS, khususnya
bagi klien pemasyarakatan dengan latarbelakang tindak pidana narkotika atau klien
pemasyarakatan yang memiliki gejala penyakit khusus yang dapat merujuk bahwa
klien mengidap HIV-AIDS.

Dalam hal penanggulangan dampak buruk narkotika dan penanggulangan HIV-AIDS,


PK melakukan pendampingan dengan mekanisme sebagai berikut:
1) melakukan pencatatan klien pemasyarakatan yang akan mendapatkan program
pendampingan HIV-AIDS;
2) melakukan konseling;
3) memberikan penyuluhan;
4) memberikan tindakan VCT atau pengobatan untuk klien pemasyarakatan yang
telah menjalani VCT dengan hasil VCT positif HIV-AIDS;
5) mengadakan penjangkauan dalam bentuk kunjungan rumah; dan
6) membuat laporan.

Peran pendampingan PK dalam pembimbingan dan penanggulangan khusus HIV-AIDS


akan dibahas lebih mendalam dalam Modul Manajemen Kasus (Modul IV).

3. Prosedur dan Mekanisme Sidang TPP


Sebagaimana telah Saudara ketahui dalam uraian sebelumnya, bahwa dalam
menjalankan tugasnya PK tidak bekerja sendiri, misalnya dalam menentukan saran
litmas, PK terlebih dahulu mendiskusikan konsep litmas dalam forum sidang TPP,
anggota tim pengamat pemasyarakatan adalah para PK bapas dan Kasi/Kasubsi
Bimbingan Klien Dewasa (BKD), serta Kasi/Kasubsi Bimbingan Klien Anak (BKA).
Sidang TPP bapas adalah sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat
pemasyarakatan untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) serta
untuk menentukan program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan
pembimbingan.

Selain itu, bapas juga mengikuti sidang TPP yang diadakan di Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM (TPP Kanwil) dan di lapas/rutan (TPP lapas/rutan) yang
dilaksanakan untuk menentukan program pembinaan WBP, baik untuk pembinaan
dalam lembaga maupun untuk pembinaan luar lembaga, seperti untuk persetujuan
usulan PB, CB, CMB, dan asimilasi.

Prosedur dan mekanisme sidang TPP adalah sebagai berikut:


1) membuat daftar nama klien yang akan disidangkan;
2) membuat undangan sidang TPP;
3) melasanakan sidang TPP dengan mata acara sebagai berikut:
a. pembukaan oleh ketua sidang TPP;

132
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

b. pembacaan pembahasan sidang oleh sekretaris TPP;


c. presentasi hasil penelitian kemasyarakatan oleh tiap-tiap PK;
d. pendapat dari peserta sidang;
e. putusan sidang dan rekomendasi hasil sidang.
4) membuat berita acara hasil sidang TPP.

Untuk memudahkan pemahaman Saudara, pelajarilah bagan proses persidangan TPP,


di bawah ini:

Bagan 6 Proses Persidangan TPP Bapas


Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003

4. Prosedur dan Mekanisme Pembimbingan


Setelah mempelajari uraian diatas, Saudara harus dapat memahami bahwa
sesungguhnya keseluruhan tugas pembimbing kemasyarakatan adalah bentuk terpadu
dari suatu kegiatan pembimbingan. Pengertian pembimbingan dalam konteks
pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut:

Pembimbingan adalah pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas


ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, perilaku,
profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan (PP 31
Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan WBP).

Prosedur dan mekanisme pembimbingan terdiri atas tiga tahap, yakni tahap awal,
tahap lanjutan, dan tahap akhir. Lamanya waktu setiap tahapan pembimbingan yang
dilaksanakan menggunakan pembagian masa bimbingan sebagai berikut ini:

a. Tahap awal
Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai klien
sampai dengan ¼ (satu perempat), prosedur dan mekanisme pembimingan tahap
awal adalah sebagai berikut:

133
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

1) penelitian kemasyarakatan;
2) penyusunan rencana program bimbingan;
3) pelaksanaan program bimbingan guna mempersiapkan klien untuk mengikuti
program pembimbingan di luar lapas;
4) penilaian pelaksanaan program tahap awal dan penyusunan rencana bimbingan
tahap lanjutan.

b. Tahap lanjutan
Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan tahap
awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan. Prosedur dan
mekanisme pembimbingan tahap lanjutan adalah sebagai berikut
1) pelaksanaan program bimbingan; dan
2) penilaian pelaksanaan program tahap lanjutan dan penyusunan rencana
bimbingan tahap akhir.

c. Tahap akhir
Pembimbingan tahap akhir dilaksanakan sejak berakhir bimbingan tahap lanjutan
sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan. Prosedur dan mekanisme
pembimbingan tahap akhir adalah sebagai berikut:
1) pelaksanaan program bimbingan;
2) penelitian dan penilaian keseluruhan hasil pelaksanaan program bimbingan;
3) persiapan klien mengakhiri masa bimbingan tambahan (after care).

Pada setiap masa peralihan tahapan, dari tahapan yang satu ke tahapan yang
selanjutnya, pembimbing kemasyarakatan menentukan program pembimbingan
melalui mekanisme sidang TPP, sebagaimana telah Saudara pelajari dalam prosedur
dan mekanisme sidang TPP.

Jenis bimbingan yang diberikan kepada klien meliputi pendidikan agama, pendidikan
budi pekerti, bimbingan dan penyuluhan, perseorangan ataupun kelompok,
pendidikan formal, kepramukaan, pendidikan keterampilan kerja, pendidikan
kesejahteraan keluarga, psikoterapi, kepustakaan, psikiatri, terapi, dan berbagai usaha
penyembuhan klien.

Metode dan teknik pembimbingan terhadap klien dapat Saudara pelajari lebih
mendalam pada Modul Dasar-Dasar Pembimbingan (Modul II).

Sebagai tambahan pengetahuan Saudara dalam melaksanakan prosedur dan


mekanisme pembimbingan, berikut ulasan singkat mengenai prinsip-prinsip dan asas
dalam melaksanakan bimbingan antara lain sebagai berikut.

Prinsip Bimbingan:
a. Bimbingan itu selalu berhubungan dengan sikap dan perilaku WBP.
b. Dalam proses bimbingan, pembimbing perlu mengenal dan memahami perbedaan
individu WBP agar dalam pemberian bimbingan mengenai sasaran dan kebutuhan
tiap-tiap WBP.

134
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

c. Bimbingan diberikan dengan maksud agar WBP yang dibimbing mampu membantu
dan menuntun dirinya dalam menghadapi permasalahan hidup dan kehidupannya
seoptimal mungkin (self directing & to help people to help them selfes).
d. Bimbingan yang diberikan harus terpusat pada individu yang dibimbing bukan
terpusat pada permasalahan individu yang membimbing.
e. Jika permasalahan individu tidak dapat diselesaikan oleh pembimbing, perlu adanya
kerja sama dengan ahli lain atau lembaga lain yang lebih mampu (kompeten)
menangani permasalahan tersebut.
f. Dalam pembimbingan perlu adanya upaya pendahuluan dalam mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan individu WBP, untuk mempermudah pemahaman dan
penerimaan diri WBP sehingga dalam pengarahan dan perwujudan sesuai dan
tepat sasaran.
g. Bimbingan itu harus bersifat fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu yang
dibimbing dan kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam.
h. Pembimbing harus memiliki kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman,
kematangan, dan kemampuan yang diharapkan oleh WBP dan masyarakat.
i. Pembimbing harus patuh pada kode etik pembimbingan.
j. Individu yang dibimbing harus diberikan kebebasan dan penghormatan dalam
mengungkapkan dirinya. Di sini pembimbing hanya bersikap sebagai fasilitator
dalam proses pembimbingan.
k. Proses pembimbingan adalah proses belajar atau berorientasi belajar (learning
oriented) yang dilaksanakan dalam lingkungan sosial.
l. Keputusan terakhir dalam proses pembimbingan ditentukan oleh individu yang
dibimbing. Pembimbing tidak memaksakan suatu keputusan terakhir kepada
individu yang dibimbing.

Asas bimbingan dan penyuluhan meliputi:


a. asas kerahasiaan (the principle of confidenciality),
Pembimbing kemasyarakatan hendaknya patuh menjaga informasi yang bersifat
rahasia tentang individu yang dibimbing.
b. asas sukarela,
Baik pembimbing maupun yang dibimbing harus memiliki modal sukarela.
c. asas keterbukaan,
Pembimbing ataupun yang dibimbing sebaiknya saling terbuka.
d. asas kekinian,
Layanan bimbingan sebaiknya menangani permasalahan yang sedang dihadapi si
terbimbing.
e. asas kegiatan,
Bimbingan dan penyuluhan tidak hanya bertatap muka dan berwawancara saat itu.
f. asas kenormatifan,
Usaha bimbingan harus sesuai dengan norma yang dianut oleh yang dibimbing dan
sesuai dengan norma masyarakat.
g. asas keterpaduan,
Baik aspek individu yang dibimbing maupun isi dan proses layanan bimbingan
sebaiknya terpadu, jangan ada aspek yang bertentangan dan jangan pula isi dan
layanan bertolak belakang dengan yang lainnya.

135
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

h. asas kedinamikan,
Bimbingan bertujuan agar adanya perubahan pada diri si terbimbing, yaitu
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih positif dan bermanfaat bagi
kehdupannya.
i. asas keahlian,
Keberhasilan layanan bimbingan sangat ditentukan oleh keahlian pembimbing
sehingga pembimbing sangat dituntut untuk mau berlatih dan memperluas
pengalaman dan wawasannya.

PK melakukan pencatatan atau registrasi klien dalam setiap proses pembimbingannya.


Pencatatan/registrasi tersebut meliputi kegiatan penerimaan dan pendaftaran klien
yang dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis Menteri Kehakiman Nomor E.40-
PR.05.03 Tahun 1987 tanggal 8 September 1987. Proses pendaftaran yang dilakukan
meliputi:
a. penerimaan dan penelitian surat-surat berkas klien pemasyarakatan;
b. penerimaan klien dari jaksa atau petugas Lapas / Rutan / Bapas lain dan dibuat
berita acara serah terima;
c. pencatatan identitas dan surat-surat dalam buku daftar sesuai dengan status klien
d. pencatatan kartu bimbingan, pengambilan foto klien, dan sidik jari;
e. penyerahan klien kepada pembimbing kemasyarakatan.

Secara singkat, proses pendaftaran klien pemasyarakatan dapat dilihat pada diagram
di bawah ini:

Gambar 8: bagan pendaftaran klien pemasyarakatan


Sumber: Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Ditjenpas 2003

5. Prosedur dan Mekanisme Pengawasan


Merujuk pada Kamus Besar bahasa Indonesia, pengawasan memiliki arti ‘penilikan dan
penjagaan’. Pengertian pengawasan dalam konteks pelaksanaan tugas adalah sebagai
berikut:

136
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Pengawasan adalah langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk mencegah


terjadinya penyimpangan pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas, dan cuti bersyarat, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan
pelaporan. (Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-
10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB dan
CB)

Pengawasan sebagai mana dimaksud di atas dilaksanakan dengan dua cara yakni
dengan mekanisme wajib lapor, dan dan kunjungan ke rumah klien / penjamin klien
(home visit).

Hasil pengawasan digunakan untuk mengevaluasi program pembimbingan. Hasil


pengawasan dapat juga berupa pemberian teguran, baik lisan maupun tulisan, kepada
klien dalam bentuk surat peringatan pencabutan PB/CB/CMB, surat panggilan wajib
lapor, dan surat panggilan penjamin klien.

Prosedur dan mekanisme pengawasan klien melalui wajib lapor adalah sebagai
berikut.

1) Klien datang dan mengisi buku piket di meja petugas piket.


2) Klien menemui petugas PK.
3) Klien melaksanakan kegiatan bimbingan konseling dengan PK.
4) PK membuat laporan.

Prosedur dan mekanisme pengawasan klien melalui kunjungan rumah (home visit)
adalah sebagai berikut:
1) Petugas PK memeriksa dan menyiapkan berkas klien.
2) Petugas PK dengan surat tugas dari kepala bapas melakukan kunjungan ke rumah
klien/penjamin/pemerintah setempat.
3) PK memberikan bimbingan konseling kepada klien di rumahnya.
4) PK menemui pemerintah setempat untuk mengetahui perkembangan perilaku
klien di masyarakat.
5) PK menemui perwakilan warga setempat untuk mengetahui perilaku dan
perkembangan klien sehari-hari.

Prosedur dan mekanisme selengkapnya dapat Saudara pelajari pada buku SOP Balai
Pemasyarakatan.

Sebagai tindak lanjut dari hasil pegawasan, PK membuat laporan yang tercakup dalam
laporan perkembangan bimbingan setiap bulan. Dalam hal hasil pengawasan
menunjukan bahwa klien telah melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku, PK
dapat mengajukan pencabutan asimilasi, PB, CMB, atau CB.

137
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat dapat
dicabut apabila narapidana atau anak didik pemayarakatan melakukan pelanggaran,
antara lain:
1) mengulangi tindak pidana;
2) menimbulkan keresahan dalam masyarakat; dan/atau
3) melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas, atau cuti bersyarat.

Sebagai tambahan pengetahauan, patut Saudara ketahui bahwa pencabutan


pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat tidak dapat
dilakukan atas permintaan klien pemasyarakatan yang bersangkutan atau kuasa
hukumnya. Pencabutan asimilasi dilakukan oleh kepala lapas atau kepala rutan,
pencabutan pembebasan bersyarat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan
atas usul kepala bapas melalui kepala kantor wilayah, dan pencabutan cuti menjelang
bebas atau cuti bersyarat dilakukan oleh kepala kantor wilayah setempat berdasarkan
usul kepala bapas.

Prosedur dan mekanisme pencabutan asimilasi, PB, CB, dan CMB dapat Saudara
pelajari selengkapnya dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2.PK.04-10
Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB, dan CB.

C. RANGKUMAN
1. Pembimbingan terdiri atas tiga tahap, yakni tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap
akhir.
2. Prosedur pembimbingan sangat erat kaitannya dengan prosedur tugas PK lainnya,
yakni penelitian kemasyarakatan, sidang TPP, pendampingan, dan pengawasan.
3. Prosedur dan mekanisme pelaksanaan litmas secara umum terdiri atas tiga tahap
utama, yakni pengumpulan data, pengolahan data, serta analisis data dan
penyimpulan serta penentuan saran.

D. Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan!
2. Sebutkan dan jelaskan prosedur dan mekanisme pelaksanaan sidang TPP!
3. Sebutkan tahapan pembimbingan klien pemasyarakatan!
4. Sebutkan prosedur dan mekanisme pendampingan!

138
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENCATATAN,
PENGARSIPAN DAN
PELAPORAN
BAB EMPAT

139
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. Kompetensi Khusus
Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan dapat menjelaskan tentang
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan dalam kegiatan pembimbingan.

B. Subpokok Bahasan
Karim, dalam tulisannya tentang pencatatan, pelaporan, dan pemberkasan/pengarsipan
dalam pelayanan pembinan klien pemasyarakatan, menjelaskan bahwa dalam rangka
pelaksanaan program kegiatan pembinaan pemasyarakatan, kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan pengarsipan (penyusunan dan penyimpanan berkas) merupakan sesuatu
yang penting dan harus dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan. Pencatatan,
pelaporan, serta pengarsipan perlu dilaksanakan secara periodik dan sistematis sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut,
pembimbing kemasyarakatan dapat mengetahui seberapa jauh perkembangan
pelaksanaan program pembinaan yang diberikan dalam waktu tertentu dan dapat pula
diketahui hambatan yang dijumpai dan cara pemecahannya.
1. Definisi Pencatatan, Pelaporan, dan Pengarsipan
a. Definisi Pencatatan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pencatatan adalah proses, cara,
perbuatan mencatat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas Pembimbing
Kemasyarakatan, Pencatatan merupakan proses pembuatan dokumentasi atas
segala kegiatan yang telah dilaksanakan dalam kaitannya dengan usaha
pembimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan.

Dalam pelaksanaan pencatatan, terdapat hal-hal yang perlu dicatat oleh PK.
Pencatatan tersebut harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. langkah awal dalam persiapan pelaksanaan pembimbingan;
b. pelaksanaan Pembimbingan;
c. perkembangan pelaksanaan bimbingan yang dilengkapi dengan hambatan-
hambatan yang dihadapi, baik yang bersifat administratif maupun teknis
serta langkah yang telah, sedang dan akan di tempuh untuk mengatasinya;
dan
d. partisipasi sosial masyarakat dalam rangka usaha rehabilitasi sosial terhadap
ex klien pemasyarakatan/ex napi/ex terhukum dan klien Pemasyarakatan.

b. Definisi Pelaporan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelaporan adalah proses, cara,
perbuatan melaporkan. Pelaporan ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk
sarana/wadah yang mencakup hasil evaluasi/supervisi yang telah dan sedang
dilaksanakan oleh Pembimbing Kemasyarakatan terhadap klien, dan sekaligus
sebagai pertanggungan jawab Pembimbing Kemasyarakatan terhadap
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Pelaporan tersebut dapat pula

140
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk penyempurnaan perencanaan program


atau kegiatan di masa mendatang.

Laporan-laporan yang perlu dibuat adalah laporan penerimaan, laporan bulanan,


dan laporan pengakhiran yang merupakan ringkasan hasil kegiatan
pembimbingan oleh Pembimbing Kemasyarakatan, serta bentuk-bentuk laporan
lainnya sesuai dengan pelaksanaan tugas Pembimbing Kemasyarakatan.

c. Definisi Pengarsipan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengarsipan adalah proses, cara,
perbuatan mengarsipkan. Dalam hal pelaksanaan tugas PK,
Pengarsipan/pemberkasan adalah suatu sistem penyimpanan catatan dan
laporan serta surat-surat lain yang berhubungan dengan kepentingan klien.
Penyimpanan surat ini harus sesuai dengan tahap pemberian pelaksanakan
bantuan terhadap klien.

Guna mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, maka catatan dan
laporan serta surat-surat yang diperlukan sehubungan bantuan tersebut sangat
baik sekali disimpan dalam satu bendel khusus (satu map). Jadi dengan demikian
setiap klien mempunyai bendel arsip tersendiri, antara lain:
1) Untuk memudahkan pengambilan;
2) Untuk memudahkan pengontrolan; dan
3) Untuk mempercepat pelayanan terhadap klien.

Proses pencatatan, pelaporan dan pengarsipan tidak hanya diterapkan pada


kegiatan Pembimbingan yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Beberapa disiplin ilmu lain juga menerapkan proses ini, seperti disiplin Ilmu
Ekonomi Akuntansi, dan Kesejahteraan sosial. Ilmu kesejahteraan sosial dengan
perangkat yang mereka miliki (Pekerja Sosial) juga menerapkan proses
pencatatan dan pelaporan sebagai bukti fisik pelaksanaan kegiatannya. Kegiatan
pencatatan dan pelaporan tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1) Dokumentasi pelaksanaan kegiatan


Dengan adanya dokumentasi dalam pelaksanaan kegiatan, dapat diketahui
jenis kegiatan yang dilakukan, kelayakan, keluarga maupun masyarakat yang
dilayani, pelayanan yang diberikan, waktu, tempat, serta hasil pelaksanaan
pelayanan tersebut.

2) Kelangsungan pelayanan
Pencatatan dan Pelaporan dapat menjadi referensi dalam menangani klien.
Dengan adanya pencatatan, maka jika seorang Pekerja Sosial tidak dapat lagi

141
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

melaksanakan tugasnya tersebut, mereka dapat mengandalkan catatan untuk


melangsungkan pelayanannya.

3) Monitoring dan Evaluasi


Berdasarkan laporan kegiatan yang dibuat oleh Pekerja Sosial, semua kegiatan
dapat dimonitor dan dievaluasi oleh supervisor/koordinator untuk
kepentingan pengembangan program pelayanan.

4) Kepentingan Supervisi
Berdasarkan laporan pekerja sosial supervisor/koordinator dapat menganalisa
berbagai permasalahan, baik yang timbul maupun yang akan mungkin timbul
sebagai akibat pelaksanan pelayanan terhadap klien, tingkat kemampuan
serta pola pemecahan permasalahan yang dapat dijadikan materi pelaksanaan
supervisi terhadap Pekerja Sosial.

5) Komunikasi Interdisipliner
Dalam melaksanakan tugas pembimbingan, PK tidaklah dapat bekerja sendiri,
karena PK sendiri merupakan salah satu bagian dari Sistem Peradilan Pidana.
PK dapat mengkombinasikan informasi dari bidang-bidang lain dalam
hubungannya dengan kepentingan pembimbingan, demikian pula sebaliknya.
Dengan demikian catatan dan pelaporan yang dibuat oleh PK dapat
diandalkan menjadi intrumen dalam komunikasi Interdisipliner.

6) Laporan Statistik
Sistem pencatatan dan pelaporan, dapat dijadikan sumber utama untuk
mengetahui jenis dan populasi permasalahan untuk menyususn program kerja
serta kepentingan pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang.

7) Sebagai Bukti Pertanggungjawaban


Pencatatan dan Pelaporan merupakan bagian dari tahap akhir suatu
pembimbingan. Pencatatan dan pelaporan ini juga dapat menjadi bukti telah
melaksanakan tugas pembimbingannya, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kepada pimpinan.

2. Mekanisme Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan


Mekanisme di sini adalah tata cara mencatat, melaporkan kegiatan yang dilaksanakan
oleh Pembimbing Kemasyarakatan dengan menggunakan formulir pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan yang kemdian diarsipkan.
Dalam melaksanakan tugasnya, Pembimbing Kemasyarakatan dituntut memiliki bukti
fisik yang akan dijadikan dasar pertanggungjawaban dan bukti otentik pelaksanaan
tugas keseharian. PK perlu memperhatikan serta melakukan hal berikut :

142
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

a) menerima atau mengurus surat penugasan dari pejabat yang berwenang memberi
tugas;
b) menyiapkan formulir pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan jenis tugas
yang dilaksanakannya;
c) mengisi formulir sesuai dengan peruntukannya setelah melaksanakan suatu
kegiatan;
d) melaporkan pelaksanaan kegiatan tersebut serta meminta pengesahan bukti fisik
kepada pimpinan/pejabat yang berwenang;
e) mendokumentasikan setiap kegiatan tersebut sebagai bahan evaluasi dan sebagai
bentuk pertanggungjawaban tertulis.

3. Formulir Pencatatan dan Pelaporan


Formulir pencatatan dan pelaporan bagi PK terdiri atas buku register, kartu
bimbingan, dan laporan. Buku register adalah buku yang digunakan untuk mencatat
data klien yang diserahterimakan ke bapas, baik yang berasal dari lapas/rutan/bapas
lain, maupun kejaksaan. Buku register ini terdiri atas berbagai macam register sesuai
dengan jenis yang didaftar, antara lain buku register litmas sidang anak, dan buku
register lepas bersyarat. Kegunaan buku ini adalah untuk mengetahui dan mencatat
data klien pemasyarakatan saat ini dan untuk mempermudah mengetahui data klien.
Data yang tercatat di dalam buku register disalin ulang ke bentuk data komputer
sehingga mempermudah akses terhadap data tersebut untuk membuat laporan,
seperti laporan perkembangan bimbingan.

Formulir kegiatan tersebut bersifat fleksibel, dalam arti kegiatan tersebut dapat
dikembangkan baik oleh lembaga maupun para pejabat PK sesuai dengan kebutuhan
kegiatan yang dilakukan dan laporan ataupun untuk kepentingan pengembangan
program pada masa yang akan datang.

Dalam Buku VII tentang bimbingan, model formulir laporan dan kartu adalah sebagai
berikut:
a. Model Buku Daftar Klien Pemasyarakatan
1) Buku Daftar I = Anak Kembali kepada Orang Tua/Wali,
2) Buku Daftar II a = Pidana Bersyarat Anak,
3) Buku Daftar II b = Pidana Bersyarat Dewasa,
4) Buku Daftar III = Bebas Bersyarat (BB) Anak Negara,
5) Buku Daftar lV a = Bebas Bersyarat (BB) Napi Anak,
6) Buku Daftar lV b = Bebas Bersyarat (BB) Napi Dewasa,
7) Buku Daftar V = Cuti Bersyarat Anak Negara,
8) Buku Daftar VI a = Cuti Bersyarat Napi Anak,
9) Buku Daftar VI b = Cuti Bersyarat Napi Dewasa,
10) Buku Daftar VII = Anak Asuh,
11) Buku Daftar VIII = Bimbingan Tambahan Bekas Anak Negara dan Bekas
Anak Sipil,

143
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

12) Buku Daftar lX a = Bimbingan Tambahan Eks Napi Anak.


13) Buku Daftar lX b = Bimbingan Tambahan Ex Napi Dewasa,
14) Buku Daftar X = Permintaan Pelayanan Masyarakat,
15) Buku Daftar XI = Buku Piket.

b. Model Kartu Pembinaan, Formulir Surat, Laporan, dan Berita Acara


1) Model B.1 = Warna Kuning; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Akot,
2) Model B.2 = Warna Kuning; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Pidana
Bersyarat (PB),
3) Model B.3 = Warna Merah Muda; Kartu Bimbingan Bebas Bersyarat (BB
Anak Negara),
4) Model B.4 = Warna Biru Muda; Kartu Bimbingan danPenyuluhan Bebas
Bersyarat (BB),
5) Model B.5 = Warna Putih; Bimbingan dan Penyuluhan Anak Asuh.
6) Model B.6 = Warna Hijau Muda; Kartu Bimbingan dan Penyuluhan Klien
Cuti PRT/CML.
7) Model B.7 = Kartu Bimbingan Klien, untuk klien yang berstatus:
a) Anak Kembali Orang Tua (Akot/W),
b) Pidana Bersyarat (PB),
c) Bebas Bersyarat (BB),
d) Bebas Bersyarat Anak Negara (BBAN),
e) Anak Asuh (AA),
f) Cuti Bersyarat (CB),
g) Bimbingan Tambahan (After Care).
8) Model B.8 = Surat Tugas,
9) Model B.9 = Catatan Hasil Bimbingan dan Penyuluhan,
10) Model B.10 = Laporan Ringkas Evaluasi Bimbingan,
11) Model B.11 = Surat Pengakhiran Bimbingan,
12) Model B.12 = Laporan Pengakhiran Masa Bimbingan Klien,
13) Model B.13 = Laporan Bimbingan Klien,
14) Model B.14 = Surat Panggilan,
15) Model B.15 = Laporan tentang Klien yang Meninggal Dunia,
16) Model B.16 = Laporan tentang Klien yang Melanggar hukum Lagi, dan
17) Model B.17 = Berita Acara Serah Terima Klien Pemasyarakatan.

c. Model Laporan Perkembangan


1) Model PB.1 = Laporan Perkembangan Klien Pidana Bersyarat
(Dewasa/Anak), Bebas Bersyarat (V1, V0.), Cuti PRT/CM.L.,
Cuti Asimilasi,
2) Model PB.2 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak yang Dikembalikan
pada Orang Tua/Walinya dengan Surat Keputusan Hakim
(AKOT),
3) Model PB.3 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak Asuh,
4) Model PB.4 = Laporan Perkembangan Bimbingan Anak Sipil Luar LP,
5) Model PB.5 = Laporan Perkembangan Bimbingan Tambahan (After Care),
6) Model PB.6 = Daftar Kunjungan Bimbingan/Supervisi,
7) Model PB.7 = Daftar Hadir klien.

144
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

d. Model Laporan Berkala


1) Model Lap.1 = Laporan Bulanan tentang Penyalahgunaan Narkotika dan
Obat Terlarang
2) Model Lap.2 = Laporan Bulanan tentang Rekapitulasi keadaan Bimbingan
Klien
3) Model Lap.3 = Laporan Bulanan tentang Klien Pemasyarakatan yang
Dibimbing oleh Badan/Perkumpulan Swasta
4) Model Lap.4 = Laporan Triwulan tentang Keadaan Anak Asuh
5) Model Lap.5 = Laporan Triwulan tentang Peminat Pengasuh
Perorangan/Perkumpulan
6) Model Lap.6 = Laporan lkhtisar Bulanan Jumlah Klien yang Dibimbing
7) Model Lap.7 = Laporan tentang Status Klien yang Dibimbing
8) Model Lap.8 = Laporan tentang Jenis Tindak Pidana
9) Model Lap.9 = Laporan Tahunan tentang Bimbingan Klien
10) Model Lap.10 = Laporan tentang Kegiatan Keterampilan Kerja

e. Model Jenis Buku Daftar Permintaan Litmas dan Jurnal


1) Buku Daftar A.1 = Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Dewasa
2) Buku Daftar A.2 = Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Anak
3) Buku Daftar B.1 = Litmas Pembinaan Napi Dewasa Permintaan Lembaga
Pemasyarakatan
4) Buku Daftar B.2 = Litmas Pembinaan Napi Anak dan Anak Negara
Pemintaan Lembaga Pemasyarakatan
5) Buku Daftar C.1 = Litmas Bimbingan Klien Dewasa Permintaan Balai
BapasLain
6) Buku Daftar C.2 = Litmas Bimbingan Klien Anak Permintaan Balai
BapasLain
7) Buku Daftar D.1 = Litmas Pembinaan Klien Dewasa Permintaan Instansi
Lain
8) Buku Daftar D.2 = Litmas Pembinaan Klien Anak Permintaan lnstansi Lain
9) Buku Daftar E = Jurnal Beban Kerja

f. Model Laporan Penelitian Kemasyarakatan


1) Model L 1 = Litmas Pengadilan Negeri
2) Model L.2 = Litmas Bimbingan Klien BB
3) Model L.3 = Litmas Pembinaan dalam LP
4) Model L.4 = Litmas Calon Anak Asuh
5) Model L.5 = Litmas Orang Tua/Wali Calon Anak Asuh
6) Model L.6 = Litmas Calon Keluarga Asuh
7) Model L.7 = Litmas Calon Pengasuh oleh Perkumpulan Sosial
8) Model L.8 = Litmas untuk lnstansi Lain

g. Model Berkas Klien Pemasyarakatan

h. Buku Model Laporan Hasil Sidang:


1) Buku Model F = Buku Laporan Hasil Mengikuti Sidang Pengadilan Negeri

145
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

2) Buku Model G = Buku Laporan Hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan


diLembaga Pemasyarakatan
3) Buku Model H = Buku Laporan Hasil Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan
di Balai Bapas

C. Rangkuman
1) Pencatatan dan pelaporan merupakan keseluruhan dari kegiatan penulisan data dan
penyusunan laporan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
2) Manfaat pencatatan dan pelaporan adalah sebagai 1)dokumentasi pelaksanaan
kegiatan pembimbing kemasyarakatan, 2) kelangsungan pelayanan, 3) monitoring
dan evaluasi, 4) kepentingan supervisi, 5) komunikasi interdisipliner, 6) laporan
statistik, dan 7) bukti pertanggungjawaban pembimbingan kepada pimpinan.
3) Mekanisme pencatatan dan pelaporan adalah tata cara mencatat dan melaporkan
kegiatan yang dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan dengan menggunakan
formulir pencatatan dan pelaporan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan.
4) Formulir laporan kegiatan pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan digunakan
setiap kali melaksanakan kegiatan pelayanan pembimbingan.
5) Formulir surat pernyataan melakukan kegiatan digunakan untuk kepentingan
pencatatan, monitoring, dan evaluasi.
6) Formulir kegiatan bersifat fleksibel dalam arti dapat dikembangkan oleh lembaga
ataupun oleh pejabat pembimbing kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan dan laporan ataupun untuk kepentingan pengembangan program pada
masa mendatang.

D. Latihan
1. Sebutkan dan jelaskan tujuan pencatatan dan pelaporan! (Sebutkan minimal 5)
2. Sebutkan dan jelaskan langkah dalam pencatatan dan pelaporan!
3. Sebutkan dan jelaskan jenis formulir pencatatan dan pelaporan!

146
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENUTUP
BAB LIMA

147
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

A. Rangkuman
Pembimbing kemasyarakatan (PK) merupakan ujung tombak balai pemasyarakatan
(bapas). Pelaksanaan tugas PK pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang saling
terkait satu sama lain yang terdiri atas penelitian kemasarkatan, pendampingan,
pembimbingan, pengawasan, dan pelaksanaan sidang TPP. Kegiatan pembimbing
kemasyarakatan tersebut juga harus melibatkan pihak lain yang menjadi unsur
pembimbingan, antara lain PK bapas, klien, keluarga klien, penjamin, masyarakat,
pemerintah setempat, dan pihak lain yang dibutuhkan, seperti perusahaan swasta dan
stakeholder. Unsur-unsur tersebut memiliki hubungan yang saling berkaitan, masing-
masing memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pembimbingan, yaitu untuk
menciptakan perubahan perilaku klien dan mewujudkan masyarakat produktif.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ada tahapan yang harus dilakukan seorang PK bapas.
Tahapan-tahapan tersebut tertulis dalam prosedur dan mekanisme pelaksanaan tugas
PK, yang terdiri atas prosedur dan mekanisme penelitian kemasyarakatan (litmas),
prosedur dan mekanisme sidang TPP, prosedur dan mekanisme pendampingan, prosedur
dan mekanisme pembimbingan, serta prosedur dan mekanisme pengawasan.

Untuk mengetahui perkembangan kegiatan pembimbingan, setiap PK harus


melaksanakan proses pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan yang dapat dijadikan
sebagai bukti fisik pelaksanaan kegiatan bagi para PK dan sebagai bahan laporan kegiatan
kepada pimpinan untuk evaluasi terhadap klien.

B. Latihan
Pilihlah di antara jawaban a, b, c, atau d yang merupakan pilihan jawaban yang tepat!

1. Suatu rangkaian tugas yang saling berhubungan yang merupakan urutan menurut
waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang
dilaksanakan berulang, merupakan pengertian dari .…
a. Mekanisme
b. Prosedur
c. SOP
d. prosedur dan mekanisme

2. Suatu rangkaian kerja untuk menyelesaikan suatu masalah yang berhubungan


dengan proses kerja untuk mengurangi kegagalan sehingga mencapai hasil yang
maksimal, pengertian dari ……
a. Mekanisme
b. Prosedur
c. SOP
d. prosedur dan mekanisme

3. Pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, intelektual, sikap, dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien
Pemasyarakatan, merupakan pengertian dari ….

148
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

a. penelitian kemasyarakatan
b. Pembimbingan
c. Pendampingan
d. Pengawasan

4. Petugas pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang melaksanakan


bimbingan warga binaan pemasyarakatan (WBP), merupakan pengertian dari ……
a. pembimbing,
b. pembimbing kemasyarakatan,
c. petugas pembinaan,
d. petugas bimbingan kemasyarakatan.

5. Pengertian Klien Pemasyarakatan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1995


adalah .…
a. narapidana yang berada dalam bimbingan bapas
b. seseorang yang berada dalam pembinaan bapas
c. seseorang yang berada dalam bimbingan bapas
d. narapidana yang berada dalam pembinaan bapas

6. Berikut ini merupakan tugas pembimbing kemasyarakatan,yaitu ……


a. penelitian kemasyarakatan, pengawasan, pendampingan, sidang TPP, dan
pembimbingan.
b. penelitian kemasyarakatan, pengawasan, pembinaan, sidang TPP, dan
pembimbingan.
c. penelitian kemasyarakatan, pembinaan, pembimbingan, sidang TPP, dan
pendampingan.
d. pembinaan, penelitian kemasyarakatan, sidang TPP, dan pengawasan.

7. Berikut ini merupakan tujuan pembimbingan klien, menurut Soemarsono A. Karim,


kecuali ……
a. WBP/klien pemasyarakatan dapat mengenal/memahami kepribadiannya dan
lingkungan tempat ia berada (di dalam LP/LP/keluarga dan lingkungan masyarakat).
b. WBP/klien pemasyarakatan dapat menerima keadaan dirinya dan lingkungan secara
positif dan dinamis.
c. Klien mampu mandiri dalam mengambil keputusan.
d. Klien berubah tingkah lakunya.

8. Pengertian penelitian kemasyarakatan sebagaimana disebutkan dalam PP 31 Tahun 1999


adalah ……
a. Kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan
pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh pembimbing kemasyarakatan.
b. Laporan yang berisi latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang
dilaksanakan pembimbing kemasyarakatan.
c. Kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang kehidupan warga binaan
pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan.
d. Laporan yang berisi latar belakang kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang
dilaksanakan oleh balai pemasyarakatan.

149
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

9. Berikut ini merupakan tahapan dari prosedur dan mekanisme Litmas, Kecuali ……
a. pencatatan (registrasi) permintaan litmas;
b. pengumpulan data dengan cara mengunjungi rumah dan tempat-tempat lain yang
berhubungan dengan permasalahan klien;
c. pengolahan data;
d. pendampingan di persidangan.

10. Litmas sidang pengadilan anak sangat besar peranannya dalam proses pendampingan
terhadap anak, tanpa keberadaan Litmas, putusan yang dijatuhkan oleh hakim kepada
anak “batal demi hukum”, Hal tersebut tercantum dalam …..
a. Pasal 60 ayat 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
b. Pasal 52 ayat 4 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
c. Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
d. Pasal 52 ayat 1 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak

11. Berikut ini adalah hal-hal yang harus tertera dalam sebuah laporan litmas untuk
bahan sidang pengadilan anak, kecuali ……
a. Simpulan Pembimbing Kemasyarakatan;
b. Data Individu Anak;
c. Data Keluarga Korban;
d. Data Keluarga Anak.

12. Pengertian pendampingan dalam konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan


adalah ……
a. peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien dalam mengahadapi
permasalahan yang klien hadapi.
b. peran pembimbing kemasyarakatan untuk menyelesaikan permasalahan yang klien
hadapi.
c. peran pembimbing kemasyarakatan untuk membimbing klien menyelesaikan
permasalahan klien.
d. peran pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi klien di persidangan.

13. Urutan yang benar dari suatu proses pendampingan anak di persidangan adalah ……
a. pencatatan permintaan, PK mempelajari kembali litmas, PK menghadiri
persidangan, PK membuat laporan persidangan.
b. pencatatan permintaan, PK menghadiri persidangan, PK mempelajari kembali
litmas, PK membuat laporan persidangan.
c. PK mempelajari kembali litmas, pencatatan permintaan, PK menghadiri
persidangan, PK membuat laporan persidangan.

d. PK menghadiri persidangan, pencatatan permintaan, PK mempelajari kembali


litmas, PK membuat laporan persidangan.

150
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

14. Pengertian sidang TPP bapas yang paling tepat adalah ….


a. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan yang dipimpin oleh
kepala bapas untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas);
b. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan untuk
menentukan program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan
pembimbingan;
c. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan dipimpin oleh
kepala bapas untuk membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas);
d. sidang yang dilaksanakan oleh tim pengamat pemasyarakatan untuk
membahas hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) serta untuk menentukan
program pembimbingan klien pemasyarakatan di setiap tahapan
pembimbingan.

15. Urutan yang benar dari prosedur dan mekanisme sidang TPP adalah ……
a. membuat undangan sidang TPP, membuat daftar nama klien yang akan disidangkan,
melaksanakan sidang TPP, membuat berita acara hasil sidang TPP
b. membuat daftar nama klien yang akan disidangkan, membuat undangan
sidang TPP, melaksanakan sidang TPP, membuatberita acara hasil sidang TPP
c. melaksanakan sidang TPP, membuat undangan sidang TPP, membuat daftar
nama klien yang akan disidangkan, membuatberita acara hasil sidang TPP
d. membuat undangan sidang TPP, membuat daftar nama klien yang akan
disidangkan, membuat berita acara hasil sidang TPP, melaksanakan sidang
TPP.

16. Berikut ini merupakan penahapan dalam prosedur pembimbingan, kecuali ……


a. Pembimbingan tahap awal dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai klien
sampai dengan ¼ (satu perempat).
b. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan
tahap awal sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pembimbingan.
c. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhir bimbingan tahap
lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pembimbingan.
d. Pembimbingan tahap lanjutan dilaksanakan sejak berakhirnya bimbingan
tahap awal sampai dengan ¾ (tiga perempat) masa pembimbingan.

17. Pengertian pengawasan menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.
M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, PB, CMB
dan CBadalah ……
a. kegiatan pembimbing kemasyarakatan dalam mengawasi klien pemasyarakatan
termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan pelaporan
b. langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk melakukan kegiatan evaluasi dan
pelaporan terhadap klien asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang
bebas, dan cuti bersyarat.
c. Kegiatan yang pencegahan penyimpangan pelaksanaan pembebasan
bersyarat, dan cuti menjelang bebas, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi
dan pelaporan.
d. langkah atau kegiatan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
penyimpangan pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang
bebas, dan cuti bersyarat, termasuk di dalamnya kegiatan evaluasi dan

151
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

pelaporan.

18. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan pencabutan
asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas atau cuti bersyarat,
kecuali….
a. klien mengulangi tindak pidana
b. menimbulkan keresahan dalam masyarakat
c. klien memiliki masalah dan tidak bisa berintegrasi dengan keluarganya
d. melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi, pembebasan
bersyarat, cuti menjelang bebas, atau cuti bersyarat

19. Berikut ini merupakan tujuan dilakukannya kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam
konteks pelaksanaan tugas pembimbing kemasyarakatan, kecuali……
a. dokumentasi pelaksanaan kegiatan
b. monitoring dan evaluasi
c. sebagai dasar penyusunan laporan perkembangan pembinaan narapidana
d. sebagai bukti pertanggungjawaban

20. Berikut ini yang termasuk jenis buku register yang digunakan dalam pencatatan,
pelaporan, dan pengarsipan klien pemasyarakatan, kecuali……
a. Buku Daftar A.2, Litmas Sidang Pengadilan Negeri Klien Anak
b. Buku Daftar B.2, Litmas Pembinaan Napi Anak dan Anak Negara Pemintaan Lembaga
Pemasyarakatan
c. Buku Daftar C.2, Litmas Bimbingan Klien Anak Permintaan Balai Bapas lain
d. Buku Register F, Pelanggaran Klien Pemasyarakatan

D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan hasil jawaban Saudara dengan kunci jawaban yang ada di bagian akhir modul
ini. Hitunglah jawaban yang benar untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara. Jika
tingkat kategori penguasaan Saudara sudah mencapai angka minimal 80%, maka
lanjutkanlah mempelajari Modul IV tentang Manajemen Kasus, dan Modul V tentang
Diversi. Akan tetapi, jika hasil evaluasi Saudara belum mencapai angka minimal 80%,
maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda
pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik.

152
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

KUNCI JAWABAN EVALUASI

1. b
2. a
3. b
4. b
5. c
6. a
7. d
8. c
9. d
10. a
11. c
12. a
13. a
14. d
15. b
16. b
17. c
18. c
19. c
20. d

153
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

GLOSARIUM/SINGKATAN/AKRONIM

AIDS : acquired immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune


Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
ABH : anak yang berhadapan dengan hukum
AKOT : anak kembali ke orang tua
bapas : balai pemasyarakatan
CB : cuti bersyarat
CMB : cuti menjelang bebas
HIV : human immunodeficiency virus adalah suatu virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS.
klien pemasyarakatan : seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas.
lapas : lembaga pemasyarakatan
litmas : penelitian kemasyarakatan
PB : pembebasan bersyarat
pembimbingan : pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap, dan
perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani klien
pemasyarakatan.
penelitian kemasyarakatan: kegiatan penelitian untuk mengetahui latar belakang
kehidupan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan
oleh balai pemasyarakatan
Pi. B. : pidana bersyarat
PK : pembimbing kemasyarakatan
rutan : rumah tahanan negara
SPPA : sistem peradilan pidana anak
TPP : tim pengamat pemasyarakatan
VCT : Voluntary counseling test,proses konseling pratesting,
konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang
bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV.

154
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Balai Pemasyarakatan Klas I Jakarta Pusat, Buku Pedoman PelayananPenelitian


Kemasyarakatan, Pembimbingan, Pengawasan, dan Pendampingan, Jakarta :
Bapas Klas I Jakarta Pusat, 2009.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang


Pemasyarkatan Bidang Pembimbingan (Buku VII), Jakarta : Departemen
Kehakiman dan HAM RI, 2003.

------------, Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, Jakarta : Departemen


Hukum dan HAM RI, 2003.

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.

Herlina, Apong dkk, Perlindungan terhadap Anak berhadapan dengan Hukum, Jakarta :
Unicef, 2004.

Karim, Sumarsono A. Metode dan Teknik Penelitian Kemasyarakatan, Jakarta: Badan


Pembinaan Sumberdaya Manusia Departemen Kehakiman dan HAM RI,
2003.

------------, Bimbingan dan Penyuluhan Warga Binaan Pemasyarakatan, Jakarta : Badan


Pembinaan Sumber Daya Manusia, Departemen Hukum dan HAM RI, 2009.

Ljungholm, Andreas dan Indah P. Atmaritasari, Compilation of International Human


Right Instrument and Documents Related to Correctional Service Practise
(Kompilasi Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia dan Dokumen-
dokumen Terkait dengan Praktek Dalam Lembaga Pemasyarakatan), Swedia
: Raoul Wallenberg Institute,2006.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Prinst, Darwan. Hukum Anak Indonesia, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 1997.

Rachmayanthy. “Penerapan Hak Asasi Manusia di Balai Pemasyarakatan”, Warta


Pemasyarakatan, No. 23/VIII, Januari 2007.

Soesilo, R. dan M. Karjadi, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan


Penjelasan dan Komentar, Bogor : Politea, 1997.

155
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007.

Sudirman,Didin.Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan


Pidana di Indonesia, Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pengembangan, 2007.

Sujatno, Adi dan Didin Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman,


Jakarta : Vetlas Production, 2008.

Suparmono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta:Djambatan, 2005.

Susilowati, Ima, dkk, Pengertian Konvensi Hak Anak, Jakarta: Unicef, 2003.

B. Peraturan-Peraturan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen IV)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan .

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.2.PK.04-
10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02-PR.07.03 Tahun 1987


tentang Organisai dan Tata Kerja Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan
Pengentasan Anak.

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02.PW.07.10 Tahun 1997 Tanggal 24


Desember 1997 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Ruang Sidang.

Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.01-PR.07.03-1997 tentang Perubahan


Keputusan Menteri Nomor M.02-PR.07.03-1987.

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas,


Kewajiban dan Syarat-Syarat Bagi Pembimbing Kemasyarakatan.

156
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN TUGAS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Petunjuk Teknis Menteri Kehakiman RI Nomor E-40-PR.05.03 Tahun 1987 tentang


Bimbingan Klien Pemasyarakatan.

Petunjuk Pelaksanaan Menteri Kehakiman RI Nomor E-39-PR.05.03 Tahun 1987 tentang


Bimbingan Klien Pemasyarakatan.

Surat Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PK.04.10-25 Tahun 1998 Tanggal 9


Maret 1998 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak.

Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Departeman Kesehatan, Departemen Agama, dan Kepolisian Nomor
M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial
Anak yang Berhadapan Dengan Hukum.

157
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL IV
MANAJEMEN KASUS

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
1
MANAJEMEN KASUS
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Penulis
Bagus Endro|Dyah Ayu N.A.H. Cindy|Ali Muhammad

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka
Siti Zahra Yundiafi

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK
2012

2
MANAJEMEN KASUS

PENGANTAR
Penyediaan modul Manajemen Kasus bagi pembimbing kemasyarakatan (PK) pada
balai pemasyarakatan di seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan kebutuhan
yang sangat mendesak. Sesuai dengan tujuan reformasi birokrasi di segala bidang
pelayanan masyarakat dan sebagai salah satu sarana penunjang tugas dan fungsi PK
di setiap wilayah tempat kerja, diharapkan dengan dikenalkannya modul ini, PK dapat
bekerja dan melakukan pembimbingan bagi klien bapas lebih efektif dan tujuan
pembimbingan itusendiri dapattercapai dengan mudah.

Modul Manajemen Kasus ini adalah modul keempat dari beberapa modul yang telah
disusun oleh suatu tim yang diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi PK dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari. Tujuan diterbitkannya modul ini adalah untuk
menambah pengetahuan, wawasan, dan keterampilan teknis PK dalam melakukan
tugas pembimbingan di bapas. Hal ini sejalan dengan tugas PK pada masa mendatang
yang makin berat seirama dengan dinamika dan tuntutan pelayanan yang lebih
terukur, efisien, dan efektif serta tepat sasaran.

Mengingat tantangan yang lebih berat bagi PK bapas dalam melaksanakan tugas
kedepan, sangat dibutuhkan kompetensi khusus dalam pelayanan kepada klien sesuai
dengan meningkatnya kebutuhan dan penyelesaian permasalahan klien. PK dapat
belajar secara mandiri melalui modul yang tersedia sebagai pegangan dan pedoman
dalam pelaksanaan tugas. Tim penyusun berharap modul ini dapat bermanfaat bagi
PK selaku pengguna. Tidak lupa kami juga berterima kasih atas dukungan semua pihak
dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada HCPI (HIV Cooperation Program for
Indonesia).

Tim Penyusun

2
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENDAHULUAN
BAB SATU

157
MANAJEMEN KASUS

A. Latar Belakang

Modul “Manajemen Kasus” ini merupakan salah satu model pembelajaran bagi petugas
pembimbing kemasyarakatan sebagai pelaksana tugas pembimbingan,pengawasan, dan
pendampingan di balai pemasyarakatan (bapas). Adanya kesulitan memperoleh bahan ajar
untuk meningkatkan wawasan, kemampuan, dan keterampilan bagi PKmerupakan salah
satu alasan disusunnya modul pembelajaran jarak jauh ini. Upaya untuk meningkatkan
kualitas dan efektivitas pelayanan merupakan salah satu tuntutan perwujudan reformasi
birokrasi bagi petugas di jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Paradigma perubahan dalam pelayanan kepada klien dan masyarakat secara dinamis
menuntut petugas untuk selalu mengembangkan diri serta memiliki keterampilan dan
pengetahuan. Pelayanan kepada masyarakat sangat penting untuk mengembangkan
kemampuan teknis serta kemampuan administratif petugas dalam proses akhir
darisistempemasyarakatan. Tercapainya tujuan akhir proses pemasyarakatan adalah
tercapainya kemandirian klien baik secara sosial, psikologis, ekonomis, maupun politis.
Manajemen kasus merupakan pendekatan pembinaan yang diadopsi secara luas diberbagai
bidang pelayanan sosial, termasuk kesehatan, perumahan, dan pemasyarakatan. Proses
pembinaan yang diberlakukan kepada seluruh warga binaan pemasyarakatan diawali
dengan asesmen yang melibatkan warga binaan dan keluarganya serta sistem sumber
lainnya agar mendapatkan pelayanan pembinaan yang lebih efektif, efisien, dan tepat
sasaran.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini merupakan modul ke-4,bagian dari Modul Pembimbing Kemasyarakatan, yang
dapat membekali PKmemperluas wawasandan keterampilan dengan pendekatan
manajemen kasus. Modulini diharapkan dapat menambah pengetahuan PKtentang
pengertian, fungsi, prinsip, dan tahapan strategi manajemen kasus, serta menambah
keterampilan komunikasi dan kemampuan menjalin hubungan bantuan dan kemitraan.

C. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari modul manajemen kasus,PK dapat menerapkan tahapan manajemen
kasus dalam memecahkan kasus yang dihadapi klien bapas.

D. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari modul ini,PK dapat menjelaskan:
1. defenisimanajemen kasus;
2. fungsi manajemen kasus,
3. tahapan manajemen kasus,
4. hubungan bantuan dan strategi kemitraan, serta
5. komunikasi dengan klien bapas dan keluarganya.

158
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

E. Peta kompetensi
Berikut adalah tahapan kompetensi yang harus dicapai PK agar memiliki pengetahuan,
pemahaman,dan penerapan terhadap materi manajemen kasus yang akan memudahkan
PK melaksanakanpemecahan kasus dilapangan.

F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan


BAB II PENGERTIAN MANAJEMEN KASUS
A. Kompetensi Khusus
B. Pengertian Manejemen Kasus
BAB IIIPRINSIP DAN FUNGSI MANAJEMEN KASUS
A. Kompetensi khusus
B. Prinsip Manajemen Kasus
1. Individualisasi Pelayanan
2. Pelayanan Teratur
3. Pelayanan Komprehensif
4. Kemandirian
5. Keberlanjutan
C. Fungsi Manajemen Kasus
D. Tujuan Manajemen Kasus
159
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

E. Peran Manajer Kasus


BAB IV TAHAPAN DAN STRATEGI MANAGEMEN KASUS
A. Kompetensi Khusus
B. Tahapan Manajemen Kasus
1. Asesmen
2. Perencanaan
3. Intervensi
4. Pengawasan
5. Pendampingan
6. Terminasi
C. Model Skematik Manajemen Kasus
BABV KETERAMPILAN KOMUNIKASI
A. Kompetensi Khusus
B. Komunikasi dengan Klien Bapas dan Keluarganya
1. Mikrokonseling
2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi Efektif
3. Pedoman Menjalin Komunikasi
BAB VIMENJALIN HUBUNGAN BANTUAN DAN STRATEGI KEMITRAAN
A. Kompetensi Khusus
B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Menyusun Strategi Kemitraan
1. Individualisasi
2. Komunikasi Interpersonal
3. Ekspresi Perasaan yang Bertujuan
4. Pelibatan Emosional yang Terkendali
5. Penerimaan
6. Sikap yang Tidak Menghakimi
7. Memutuskan Pilihan bagi Diri Sendiri
8. Kerahasiaan
C. Sifat Layanan Bantuan
D. Menjalin Kemitraan
1) Sumber Pelayanan
2) Pemetaan Sumber Pelayanan
BAB VII PENUTUP
A. Rangkuman
B. Umpan Balik
C. Referensi
D. Kunci Jawaban
E. Glosarium
F. Kumpulan Soal dan Kunci Jawaban

160
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

G. Manfaat Mempelajari Modul


Melalui asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, dan terminasi
terhadap klien pemasyarakatan, modul Manajemen Kasus inimerupakan pedoman PK
dalam melaksanakan proses pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan bagi klien
bapas.

H. Petunjuk Penggunaan Modul


Dalam mempelajari materi modul ini, perhatikan dan ikuti beberapa saran berikut:
Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap (apabila perlu, dibaca berulang-ulang)
sehingga setelah Saudara selesai mengerjakan tes formatif yang disajikan dalam modul ini,
tingkat penguasaan yang Saudara peroleh mencapai paling sedikit 80%.
Sesuai dengan pengalaman dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,selaku PK,
Saudaradiharapkan dapat memahami dan menerapkan materi modul ini lebih cepat.
Perhatikan dan ikutilah beberapaperintah dibawah ini yang akan memandu cara belajar
Saudara.
Kerjakan setiap soal latihan dan tes formatif dengan cermat dan sungguh-sungguh, tanpa
melihat kunci jawabanyang tersedia.

161
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENGERTIAN
MANAJEMEN
KASUS
BAB DUA

162
MANAJEMEN KASUS

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK mampu memahami pengertian
manajemen kasus.

B. Pengertian Manajemen Kasus


Sebagai PK, Saudara setiap saat menghadapi klien yang datang melapor dengan
berbagai kasus atau permintaan penelitian kemasyarakatan dari instansi lain. Kasus-
kasus tersebut memerlukan penanganan yang spesifik dan berbeda-beda. Untuk
menangani kasus tersebut, diperlukan keahlian dan keterampilan sesuai dengan
persoalan yang dihadapi klien.Dengan kata lain,PK diharapkan dapat membantu
menyelesaikan kasus tersebut. Sebagai modal untuk memahami persoalan klien,
sebaiknya Saudara lihat beberapa pengertian yang disampaikan para ahli berikut ini.

1. Pengertian Manajemen Kasus


 Manajemen kasus adalah suatu pelayanan bagi klien yang memiliki masalah
yang spesifik dalam sistem penyelenggaraan pelayanan (Rothman, 1991).
 Manajemen kasus berarti membantu klien untuk mengakses sumber pelayanan
dengan mengatur sumber yang ada dari masyarakat. (Rose, 1992 dalam
Compton, 1999).
 Manajemen kasus sebagai suatu sistem pelayanan yang mengorganisasikan,
mengoordinasi, melanjutkan suatu jaringan dukungan formal dan informal, dan
aktivitas yang direncanakan untuk mengoptimalkan fungsi kesejahteraan orang
dengan kebutuhan yang beraneka ragam (Moxley, 1989).
 Manajemen kasus adalah pendekatan dalam pelayanan sosial yang berfokus
pada pengembangan dukungan lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan
dan memanfaatkan sumber daya yang ada dalam sistem lembaga pelayanan
(NASW, 1989)
 Manajemen kasus adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,
mengoordinasikan, dan memonitor pelayanan-pelayanan serta sumber-sumber
yang dibutuhkan untuk merespons kebutuhan individu terhadap kesehatan dan
pelayanan sosial (American Hospital Association, 1987).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen kasus adalah kegiatan
pelayanan bagi klien yang dilaksanakan secara terorganisasidengan perencanaan
serta didukung oleh sumber formal dan informal dan jaringan kemitraan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara efektif dan efisien. Dalam manajemen kasus harus
terdapat unsur-unsur berikut:
 pelayanan terorganisasi,
 adanya sumber formal dan informal,
 aktivitas yang direncanakan,
 fungsi sosial yang optimal,

163
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 kebutuhan klien dan keluarga terjawab,


 terlaksana secara efektif dan efisien.

Gambar 1
Kegiatan Admisi Orientasi Angkatan XXXII di Lapas Klas I Sukamiskin Bandung, Mei 2012

Gambar 1 memperlihatkan kegiatan admisi orientasi (AO) di lembaga pemasyarakatan.


Kegiatan awal ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan tingkat risiko (tinggi,
sedang, rendah) warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam menjalani pidana di dalam
lapas. Setiap WBP sebaiknya mendapatkan seorang manajer kasus yang menyusun
program pembinaan, baik pembinaan kepribadian maupun pembinaan kemandirian.

2. Manajemen kasus berarti pengorganisasian layanan bagi klien yang ditujukan untuk
menjamin agar klien dapat memperolehlayanan yang dibutuhkan secara tepat.
Dalam prosesnya, terdapat kegiatan yang memiliki prosedur untuk
mengoordinasikan seluruh aktivitas pelayanan yang diberikan kepada klien, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok.

C. Rangkuman
1) Manajemen kasus berkembang dari suatu pelayanan bagi klien sampai dengan
pengembangan berbagai model praktik yang menggunakan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai tertentu.
2) Manajemen kasus membantu mengidentifikasi dukungan sosial yang diinginkan
dan dibutuhkan klien.
3) Untuk menentukan tempat pelayanan tersebut,diperlukan koordinasi antar-
lembaga dan instansi terkait serta badan sosial.

164
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

D. Latihan
Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada pokok bahasan ini?
Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara sehubungan dengan materi
ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut!

1. Jelaskan pengertian manajemen kasus menurut NASW, 1989!


2. Sebutkan bidang pelayanan sosial apa saja yang sering menggunakan manajemen
kasus sebagai pendekatan dalam pemberian pelayanan!
3. Buatlah definisi operasional manajemen kasus yang Saudara pahami!

165
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
FUNGSI
MANAJEMEN
KASUS
BAB TIGA

166
MANAJEMEN KASUS

A. Kompetensi Khusus
Setelah membaca pokok bahasan ini, Saudara diharapkan mampu menjelaskan fungsi
dan prinsip serta tujuan manajemen kasus.

B. Fungsi Manajemen Kasus menurut Rothman, 1991


Pelaksanaan tugas PK sehari-hari tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi
klien.Sebagai manajer kasus, Saudara tentu berharap dapat menyelesaikan dan
memecahkan masalah yang dihadapi klien dengan tepat. Untuk itu,Saudara perlu
memahami hal-hal berikut:

1. Identifikasi kebutuhan klien,


Sebagai manajer kasus,PK terlibat dalam mengidentifikasi kebutuhan klien secara
langsung dan menyeleksi semua kebutuhan klien yang ingin dicapai, seperti
kualitas hidup, biaya suatu pelayanan,atau pelayanan yang terencana dengan baik.
Contoh :
Pada saat klien melapor akan menjalankan pembebasan bersyarat, lebih dahulu PK
harus melakukan identifikasi melalui pemeriksaan data (Surat Keputusan
Pembebasan Bersyarat) dan berkas lainnya. Identifikasi dapat dilakukan dengan
mewawancara klien untuk memperoleh data, sebagai bahan penyusunan program
pembimbingan. Secara tidak langsung, PK telah melakukan identifikasi klien dengan
memilah-milah atau menyeleksi data yang diperlukan untuk pembimbingan.

2. Asesmen klien,
Fungsi ini mengacu pada kegiatan pengumpulan data dan menggali informasi serta
mendalami permasalahan klien dari berbagai sumber data dan perumusan suatu
tujuan pelayanan. Kemudian, PK harus mengidentifikasi kebutuhan klien secara
menyeluruh , situasi kehidupannya, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Contoh:
Kegiatan wawancara awal yang PK lakukan pada saat menerima klien pembebasan
bersyarat dari lapas adalah bagian dari kegiatan asesmen karena pada saat itu
dilakukan tanya jawab tentang pribadi klien, rencana kehidupan klien setelah bebas
nanti, dan lain-lain yang menyangkut keinginan ataupun kebutuhan klien. Kegiatan
wawancara, mengisi blanko identitas, mempelajari data, serta serah terima klien
adalah bagian dari kegiatan asesmen.

3. Menggali potensi klien,


PK, sebagai manajer kasus, juga melakukan penggalian atas potensi yang dimiliki
klien, baik kekuatan maupun kelemahannya, serta melakukan inventarisasi
dukungan. Dalam menghadapi kebutuhan klien yang banyak,PK harus menyusun
skala prioritas, yang mana harus didahulukan dan yang mana yang kemudian,

167
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

memahami kekuatan dan kelemahan klien, serta sumber daya yang dapat
dimanfaatkan.
Contoh:
Klien melapor kepada PK pada saat pembimbingan pertama bahwa klien tidak
mempunyai pekerjaan, belum membayar kontrak rumah, anaknya belum bayar SPP,
orang tuanya sakit,dan semua itu butuh biaya. Semua itu merupakan persoalan
yang sedang dihadapi klien. Oleh karena itu,PK harus mengetahui modal apa yang
masih dimiliki klien. Dari pengamatan PK terhadap data yang ada, ternyata klien
memiliki badan yang sehat, tamat SLTA, pernah bekerja di bengkel, dan waktu di
lapas pernah mengikuti kursus otomotif.Semua itu merupakan modal yang dimiliki
klien yang dapat digunakan untuk memecahkan masalahnya.

4. Rencana intervensi,
PK, sebagai manajer kasus, harus dapat mengidentifikasi layanan yang dapat
dijangkau dari berbagai sumberuntuk membantu menangani masalah klien dengan
memberikan informasi yang diperoleh dari berbagai sistem pelayanan, termasuk
sistem kebijakan dan prosedurnya.Setelah itu, PK harus dapat menginterpretasikan
tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi layanan.
Contoh:
Setelah ada kesepakatan antara PK dan klien untuk merencanakan program
pelatihan mengemudi, PK mengadakan kerjasama dengan pihak penyelenggara
kursus mengemudi, antara lain mengenai waktu pelaksanaan, jumlah peserta,
pendaftaran, dan kriteria peserta. Semua itu merupakan kegiatan penyusunan
rencana intervensi dan sasaran program intervensinya adalah klien.

5. koordinasi hubungan dan pelayanan,


Seorang manajer kasus harus dapat menghubungkan klien dengan sumber daya
yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, PK juga harus berkoordinasi
denganberbagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan kliensehingga hal itu
merupakan jawaban dari kebutuhan klienyang diperoleh melalui jejaring sosial dan
pembangunan kemitraan.
Contoh:
Pelaksanaan kegiatan pelatihan mengemudi oleh pihak lembaga pelatihan
merupakan program kerjasama dengan pemberi pelayanan keterampilan. Oleh
karena itu, koordinasi dengan pihak lainharus dilakukan karena bapas tidak
memiliki fasilitas yang berupa sarana dan tenaga penyelenggara kegiatan tersebut.

6. tindak lanjut dan monitoring pelaksanaan pelayanan,


PK, sebagai manajer kasus, harus membuat kesepakatan dan kontak tindak lanjut
yang terus-menerus dengan klien. Hal itu dilakukan untuk meyakinkan penyedia
layanan bahwa pelayanan yang diperlukan memang benar-benar diterima dengan
baik serta digunakan oleh klien secara tepat dan bermanfaat.
168
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Contoh:
Setelah mengikuti pelatihan mengemudi dan berhasil memperoleh surat izin
mengemudi (SIM),klien mendapat pekerjaan sebagai pengemudi di sebuah
perusahaan. Sehubungan dengan itu, PK perlu melakukan pengawasan dan
pemantauan sekaligus pembimbingan agar klien dapat bekerja dengan baik dan
bertanggung jawab terhadap keluarga dan perusahaan tempat ia bekerja.

7. mendukung klien,
Selama masa pelayanan yang diberikan dari berbagai jenis penyedia layanan,
manajer kasus harus membantu klien dan keluarganya untuk memperoleh
pelayanan pada saat mereka menghadapi masalah yang tidak diharapkan;misalnya,
membantu mengatasi konflik pribadi, memberikan konseling, menyediakan
informasi, memberikan dukungan emosional, melakukan pembelaan atas nama
klien untuk menjamin bahwa klien menerima pelayanan sesuai dengan haknya.
Contoh:
Setelah klien memperoleh pekerjaan sebagai pengemudi dengan penghasilan yang
rendah,PK harus dapat memberikan penjelasan kepada klien bahwa orang yang
baru kerja pasti gajinya kecil. Sesuatu selalu dimulai dari yang kecil, tidak serta
merta menjadi besar. Kalau mau maju, kita harus bersabar dan terus berusaha.
Seperti itulah kira-kira PK dalam memberikan dukungan moral kepada kliennya.

Gambar 2
Koordinasi antarprofesi dan antarlembaga sangat penting dalam manajemen kasus.

C. Prinsip Manajemen Kasus (Gerhart, 1990)


Manajemen kasus banyak diterapkan dilembaga pelayanan sosial, begitu juga di bapas.
Agar PK dapat mempelajari manajemen kasus ini dengan mudah, disarankan PK juga
memiliki kemampuan untuk memahami klien dan menerjemahkannya ke dalam lima
prinsip manajemen kasus berikut:

169
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

1. individualisasi pelayanan,
Bahwa pelayanan yang diberikan PKkepada seorang klien akan berbeda dengan
pelayanan terhadap klien lainnya. Prinsip individualisasi dalam pelayanan pada
hakikatnya adalah menjunjung tinggi hak asasi manusia, dalam arti bahwa manusia
memiliki keunikan tersendiri dan inginmendapatkan perlakuan yang berbeda dari
orang lain. Kebutuhan klien yang satu dengan yang lain tidak akan pernah sama.
Oleh karena itu, asesmen dilakukan kepada klien pada setiap saat sesuai dengan
tujuan pelayanan.
Contoh :
Untuk klien bapas, cara pelayanan perkara tindak pidana berdasarkan Undang-
UndangNomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tentu berbeda dengan
perkara tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Walaupun waktu
pembimbingannya sama, materi dalam setiap pertemuan pasti berbeda sesuai
dengan hasil asesmen.

2. pelayanan yang menyeluruh,


Setiap klien ingin memperoleh pelayanan seperti yang diterima orang lain walaupun
sebenarnya jenis pelayanan tersebut belum tentu sesuai dengan pribadi dan
kebutuhannya. Pelayanan yang diterima dari awal sampai akhir harus memperoleh
persetujuan kedua belah pihak.PK harus dapat memahami dan memberikan
penjelasan bahwa tidak semua pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien. Semua
klien mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan,tetapi yang
membedakannya adalah sifat pelayanan dan tujuan pembimbingan pada setiap
individu.

3. pelayanan yang teratur,


Untuk keberhasilan program pembimbingan, diperlukan kerjasama dan partisipasi
klien secara maksimal. Klien, sebagai penerima pelayanan, diharapkan dapat
memanfaatkan fasilitas yang diberikan secara baik dan benar sesuai dengan
petunjuk yang disarankan ahli.Saran yang diberikan ahli atau PK dapat ditentukan
waktunya selama berapa kali pertemuan (sesi)dalam setiap bulan sampai akhir
masa pembimbingan. Pelayanan yang teratur sangat dibutuhkan dalam program
perubahan perilaku atau penyembuhan supaya tidak terjadi pengulangan tindak
pidana.
Contoh: Klien perkara tindak pidana narkoba memerlukan pelayanan yang teratur
dan berkesinambungan untuk menghindari kekambuhan,apalagi yang masih
terdeteksi kecanduan, memerlukan penanganan dan pelayanan khusus. Sebagai
pembimbing, PK harus membuat jadwal pembimbingan yang tepat untuk
menghindari risiko yang lebih berat setelah klien menjalani pembebasan bersyarat.

170
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

4. kemandirian,
Tujuan semua pelayanan pembimbingan yang dilakukan PKadalah menciptakan
kemandirian,baik secara pribadi maupun secara ekonomis, dan tidak ada rasa
ketergantungan klien dengan siapapun atau pihak manapun. Kemandirian adalah
tujuan pembimbingan yang dilakukanPK terhadap klien.Oleh karena itu, masa
pembimbingan dan pendampingan kepada setiap klien mempunyai batas waktu
yang ditentukan dan disepakati kedua belah pihak melalui kontrak. Karena program
pembimbinganklien mempunyai batas waktu, targetnya ialah bahwa klien mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri dan bertanggungjawab kepada keluarga dan
masyarakat.

5. keberlanjutan pelayanan,
Apabila program pelayanan atau program pembimbingan belum memungkinkan
untuk diakhiri,PK akan melanjutkan pembimbingan sampai klien telah dianggap
mampu hidup mandiri. Hal tersebut tentu harus memperoleh persetujuan kedua
belah pihak, antara klien dan PK, selaku pembimbing. Boleh jadi pembimbingan
dilanjutkan sebagai upaya penyembuhan atau pengubahan perilaku,tetapi klien
menolak karena merasa telah mampu dan sanggup untuk belajar hidup(mandiri).

Gambar 3
Anak dengan keterbatasannya dipaksa bekerja
kejalan yang akan menimbulkan banyak masalah.

171
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

D. Tugas Manajer Kasus


Sebagai manager kasus, pembimbing kemasyarakatan bertugas:
a. mengumpulkan informasi dan menilai situasi klien agar dapat mengidentifikasi
kebutuhan dan masalah serta segala sesuatu yang dapat dilakukan terhadap
klien;
b. memformulasikan suatu rencana pelayanan yang memungkinkan untuk
pemenuhan kebutuhan klien;
c. menempatkan dan menyediakan pelayanan, menyusun dan menyampaikan
pelayanan yang dibutuhkan bagi klien, serta mengoordinasikan bantuan
pelayanan tersebut;
d. memantau keefektifan rencana pelayanan dalam memenuhi kebutuhan klien
dan menyesuaikan rencana tersebut untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik;
e. memberikan pelayanan kepada klien merupakan fokus kegiatan manajemen
kasus, komunikasi merupakan alat penting untuk menjangkau akses pelayanan
yang cepat,PK dapat menjelaskan hal itu ketika muncul pertanyaan dan masalah
selama pemberian pelayanan.
f. melakukan pembelaan kepada klien apabila pelayanan yang direncanakan sulit
diperoleh karena minim akses;
g. melakukan koordinasi dengan badan sosial dan lembaga serta masyarakat untuk
mengembangkan program pelayanan yang dibutuhkan klien.

E. Peran Manajer Kasus


Pembimbing Kemasyarakatan,sebagai manajer kasus, berperan sebagai :
1. advocat,
PK melakukan pembelaan terhadap kepentingan klien sebagai upaya
memecahkan masalah yang menjadi tujuan pelayanan.
2. pialang (broker),
PK menghubungkan klien dengan sistem sumber daya yang tersedia di
masyarakat ataupun yang berada di lembaga dan badan sosial.
3. perencana (planner),
PKmerencanakan kegiatan pelayanan dengan melakukan pengumpulan data dan
inventarisasi sumber daya yang tersedia bersama-sama dengan klien.
4. pengorganisasimasyarakat,
PK melakukan penggalangan untuk mengumpulkan potensi sosial di masyarakat
agar dapat digunakan untuk pemberian pelayanan bagi kepentingan klien.
5. konsultan,
PK melakukan strategi pendampingan dalam pelaksanaan implementasi
kegiatan bersama klien, badan sosial atau lembaga sosial dan masyarakat secara
terorganisir berdasarkan tujuan yang telah disepakati.
6. penilai (evaluator),
172
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

PK memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi dengan penilaian yang


objektif dalam membuat laporan sebagai bahan perbaikan dan kemajuan pada
sistem pelayanan.
7. terapis,
PK memiliki kemampuan untuk melakukan penyembuhan melalui konseling dan
teknik tertentu untuk pengubahan perilaku ataupun untuk menumbuhkan sikap
positif bagi kemandirian klien.

F. Rangkuman
1. Prinsip manajemen kasus antara lain berupaidentifikasi klien dan kebutuhan,
asesmen klien, penggalian potensi dan sumber daya yang tersedia, rencana
intervensi, koordinasi hubungan pelayanan, tindak lanjut dan monitoring
pelayanan, serta memberikan dukungan kepada klien.
2. Fungsi dalam manajemen kasus adalah indivualisasi pelayanan, pelayanan yang
teratur, pelayanan komprehensif, kemandirian, dan keberlanjutan.
3. Tujuan manajemen kasus adalah memberikan peluang kepada klien untuk
mendapat fasilitas pelayanan, membangun jejaring yang dapat meningkatkan
keberfungsian sosial klien, serta memberikan pelayanan yang efektif dan
efisien.
4. Tugas manajer kasus yang paling utama untuk kepentingan klien ialah
mengumpulkan informasi, menyusun rencana, menyediakan pelayanan,
memonitor, melakukan pembelaan,dan bekerja di masyarakat pada badan dan
lembaga sosial.
5. Manajer kasus berperan sebagai advokat, pialang(broker), perencana
(planner),pengorganisasi masyarakat (community organizer), penilai
(evaluator), konsultan (consultant), dan terapis (therapist).

G. Latihan
Apakah PKtelah memahami materi yang tersaji diatas?Apabila telah paham,
kerjakan latihan di bawah ini:
1. Bagaimanakah penerapanmanajemen kasus menurut PK?
2. Jelaskan salah satu fungsi manajemen kasus?
3. Bagaimana cara PKmengetahui kebutuhan-kebutuhan klien?
4. Apa yang PK pahami dengan prinsip pelayanan yang menyeluruh?
5. Jelaskan salah satu tujuan manajemen kasus?

173
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
TAHAPAN DAN
STRATEGI
MANAJEMEN
KASUS
BAB EMPAT

174
MANAJEMEN KASUS

A. KOMPETENSI KHUSUS
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK mampu menjelaskan tahapan
dan strategi manajemen kasus.

B. Tahapan dalam Manajemen Kasus


Dalam melakukan pembimbingan yang efektif dengan model manajemen kasus,
perhatikan tahapan-tahapan yang harus diikuti secara berurutan dan tidak saling
tumpang tindih agar PK dapat menerapkan dengan mudah dan mencapai keberhasilan.
Menurut Frankel (2004), tahapannya adalah sebagai berikut:

1. asesmen,
Pengertian asesmen
Asesmen adalah upaya untuk memahami masalah, mengenai sebab-sebab dan
akibatnya untuk menentukan tindakan pemecahan terhadap masalah tersebut, baik
individu, kelompok, maupun masyarakat (Max Siporin, 1975). Sementara itu, Meity
Subardhini (2008) mengatakan bahwa asesmen merupakan proses berpikir yang
menjadi alasan bagi seorang pekerja sosial dalam melaksanakan pengumpulan data
sampai dengan kesimpulan sementara.
Asesmen merupakan langkah yang penting dan menentukan di dalam proses
pelayanan kepada klien karena melalui asesmen, PK dapat menentukan fokus
permasalahan yang dialami klien serta potensi, sumber daya, dan kemauan/harapan
klien. Informasi mengenai masalah dan situasi klien dikumpulkan dengan
menggunakan beberapa teknik, dianalisis, lalu diimplementasikan agar dapat dibuat
suatu putusan pelayanan/pertolongan yang tepat.
Proses asesmen digunakan untuk menggali dan memahami masalah klien,
kebutuhan, potensi yang dimiliki klien atau pun keluarga dan lingkungannya. Melalui
wawancara awal dilakukan penerimaan/pelaporan. Wawancara dilakukan untuk
mendapatkan data. Berbagai informasi yang diperoleh dari klien dan orang lain yang
berhubungan dengannya, baik dengan keluarga maupun dengan masyarakat,
dihimpun sebagai data. Dengan demikian, kegiatan penting dalam asesmen adalah
sebagai berikut:

a. identifikasi masalah, yang berupa wawancara awal yang dilakukan antara PK


dan klien untuk menentukan kebutuhan, masalah yang dihadapi saat melakukan
PB, CB, dan CMB, dan pertolongan yang dibutuhkan. Pertanyaan yang diajukan
mengarah pada latar belakang terjadinya masalah dan substansi masalah. Data
yang diperoleh dapat berupa penyebab masalah, usaha klien untuk mengatasi
masalah, persepsi klien terhadap masalahnya, jenis pertolongan yang diperlukan
pada saat ini, pelayanan yang tersedia, kebutuhan klien, kesulitan yang dihadapi
klien, danpersepsi PK terhadap masalah yang dihadapi klien.

175
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

b. perumusan masalah,
Berdasarkan data yang terkumpul, semua permasalahan dirumuskan, ada
masalah yang perlu segera ditangani dan ada masalah yang tidak perlu segera
ditangani, baik oleh PK maupun oleh klien. PK memotivasi dan meningkatkan
kemampuan klien untuk berhubungan dan terlibat langsung dalam penanganan
masalah.
Misalnya:
Kasus klien sebagai penyandang HIV/AIDS yang menjalani pembebasan
bersyarat (PB) memerlukan penanganan yang cepat, tepat, dan akurat.
Ketepatan dalam menangani kasus tersebut dengan cara memberikan
bantuan dan pertolongan akan menguntungkan klien, masyarakat, juga
lembaga pemasyarakatan.

Asesmen adalah suatu produk atau hasil pemahaman seseorang terhadap situasi
dimana tindakan pertolongan diberikan kepada orang yang membutuhkan, (Meity
Subardhini, 2008). Untuk klien bapas hampir semua klien yang datang kepada PK
adalah orang-orang yang memerlukan pertolongan, bukan orang yang tanpa
masalah. Oleh karena itu, dibutuhkan kecermatan PK untuk dapat mengungkapkan
atau mendalami masalah yang dihadapi oleh klien. Adapun tujuan kegiatan asesmen
ialah untuk:
a. mengidentifikasi kebutuhan setiap klien,
b. menjamin bahwa aktivitas pertolongan dilakukan secara selektif,
c. menciptakan sesuatu secara rasional sebagai dasar untuk menyusun
rencana intervensi,
d. menciptakan kesepahaman tentang kenyataan, kesulitan, dan/atau
kebutuhan klien serta tindakan yang harus dilakukan,
e. memberikan pengertian/pemahaman dan penjelasan tentang kesulitan
klien,
f. memberikan penilaian/evaluasi terhadap tujuan dan perilaku yang ingin
dicapai,
g. menjelaskan kemungkinan tertentu yang terjadi atas putusan klien,
h. menentukan atau menciptakan program tindakan setelah mengetahui
kasus atau kebutuhan klien.

Untuk memudahkan PK dalam membuat pertanyaan yang berkaitan kegiatan


asesmen, perlu diketahui bahwa ada empat pertanyaan kunci dalam pertanyaan
asesmen:
 Data apa yang diperlukan dalam asesmen?
 Siapa yang memiliki data?
 Bagaimana data akan dikumpulkan/diperoleh?
 Siapa yang memproses data dan mengembangkan rencana pelayanan?

176
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Asesmen klien mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan tujuan


pelayanan berdasarkan kebutuhan komprehensif klien, situasi kehidupan, dan
sumber daya yang tersedia. Dalam hal ini, termasuk juga melakukan penggalian atas
potensi klien, baik kekuatan maupun kelemahannya, mana yang memerlukan
pelayanan dan mana yang tidak. Tugas PK dalam kegiatan asesmen ini ialah:
a. menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan karena informasi
yang dikumpulkan bergantung pada kepercayaan klien kepada PK;
b. menjadi pendengar dan pengamat yang baik terhadap perkataan dan sikap
klien serta orang-orang yang berpengaruh lainnya;
c. melakukan pencatatan terhadap respons klien, baik yang verbal maupun
nonverbal;
d. melakukan pengumpulan data secara bertahap;
e. mencarilah data dari sumber lain yang berhubungan dengan klien;
f. melakukan konfirmasi pada pihak lain jika terdapat informasi yang
berlawanan dan tidak boleh membuat simpulan sendiri;
g. memberikan informasi secara lengkap dan jelas tentang permasalahan klien
jika dirujuk kepada ahli atau profesi lainnya.
Asesmen merupakan proses berpikir yang menjadi alasan bagi PK dalam
melaksanakan kegiatan pengumpulan data sampai dengan membuat simpulan
sementara. Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan
memformulasikan berbagai kebutuhan, situasi kehidupan, dan sumber daya yang
ada, serta penggalian potensi yang dimiliki oleh klien. Beberapa hal praktis yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan asesmen (Bradford W. Sheafor, Charles R.
Horesjsi, 2002) berikut ini:
a. Pada saat pengumpulan data
 Lakukan wawancara dan observasi melalui interaksi tatap muka di tempat
yang disepakati oleh klien dan manajer kasus/PK.
 Adakan kontak dengan berbagai latar/setting; misalnya melalui telepon,
melalui pertemuan di bapas, atau kunjungan rumah (bila memungkinkan
atau disetujui klien).
 Usahakan untuk memperoleh informasi lainnya yang relevan dari
kelompok primer: keluarga, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, atau
badan pelayanan sosial.
 Upayakan untuk menggali informasi lain yang berkaitan dengan klien dari
berbagai sumber.

b. Pada pelaksanaan asesmen, PK sudah memahami:


 kebutuhan bantuan yang diperlukan klien saat ini dengan pelayanan yang
tersedia yang dapat diakses klien (persepsi klien dengan PK tentang
kebutuhan harus sama);

177
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 kesulitan yang dihadapi klien saat ini dan bantuan yang dicari;
 usaha yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah dan rencana
pelayanan yang akan diberikan.
c. Prinsip dasar asesmen
 PK harus mampu membedakan, mengidentifikasi secara akurat, serta
mengevaluasi masalah yang dihadapi klien dan situasinya dalam
intervensi pertolongan.
 Dalam mengembangkan studi sosial terhadap klien, pemahaman masa
lalu selalu berkaitan dengan pemahaman masalah yang dihadapi klien
saat ini.
 Asesmen dan rekomendasi dilakukan secara sistematis dan secara
langsung pada intervensi yang telah direncanakan.
 Asesmen harus memberikan penilaian dan rekomendasi untuk tindakan
pertolongan.

2. perencanaan,
Tahap pengembangan rencana pelayanan sangat penting dalam upaya manajemen
kasus dan rencana ini disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dalam tahap
penilaian. PK dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar masalah dan isu serta
merumuskan sasaran jangka panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan
menyeluruh sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
Diperlukan perencanaan spesifik dengan sasaran realistik untuk memprioritaskan
kegiatan dan mengidentifikasi cara memperoleh bantuan, pemantauan, dan
pengoordinasian pelayanan di kalangan lembaga penyedia pelayanan. Perlu
diidentifikasi dengan jelas tanggung jawab semua pihak dan batas waktu realistik
untuk mencapai sasaran kegiatan yang relevan. Jika pilihan pelayanan tidak tersedia
untuk memenuhi kebutuhan, PK mungkin perlu mempertimbangkan pilihan antara
upaya membantu menentukan pilihan dan/atau mendesain pemecahan masalah. Hal
ini akan terjadi jika nilai-nilai budaya atau perilaku klien tidak sejalan dengan
program yang ada.
Perencanaan dapat mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses untuk
memenuhi kebutuhan klien dan keluarganya serta orang lain yang berpengaruh.
Secara bersama-sama dapat dirumuskan tujuan dan rancangan rencana intervensi
yang terintegrasi. Pada tahap ini menyusun dan mengembangkan layanan yang
menyeluruh dilakukan sesuai dengan hasil asesmen.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan PK dalam menyusun perencanaan dan
program pembimbingan dengan klien:
 Perencanaan hanya dibuat oleh PK yang melakukan asesmen bersama
dengan klien.
 PK harus dapat melibatkan partisipasi klien dalam rencana
pengembangan pelayanan.

178
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 PK harus menyediakan beberapa pilihan dalam penentuan pelayanan;


jika dibutuhkan, rencana pelayanan diperbaiki sesering mungkin, tetapi
minimal sekali dalam masa pembimbingan. Bagi klien yang hanya
memerlukan informasi, perbaikan dapat dilakukan melalui telepon atau
alat komunikasi lainnya.
 PK harus mengutamakan prioritas pelayanan yang dibutuhkan klien.
 PK bersama klien menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang
yang dapat diukur agar dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan
klien.
 PK menyediakan pilihan pelayanan bagi klien dan klien menentukan
pilihan serta membuat putusan bagi dirinya.
 PK menjadwalkan waktu yang paling realistis atau waktu yang mungkin
dicapai untuk melakukan seluruh kegiatan.
 PK mengidentifikasi berbagai potensi hambatan dalam memanfaatkan
dan menerima pelayanan, seperti kriteria yang tidak dapat dipenuhi, sikap
dan pertahanan diri yang dimiliki klien, atau kemungkinan tidak
diperolehnya pelayanan yang dibutuhkan, dan mengusulkan jalan
keluarnya.
 PK menentukan hasil yang akan dicapai dan metode yang digunakan.
 PK menentukan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan, dan
kapan dilakukan.
 PK harus menentukan permulaan kegiatan.
 PK juga harus menentukan sumber daya lain yang akan dilibatkan.
 PK harus dapat mengantisipasi masalah baru yang mungkin akan terjadi.

Rencana pelayanan perlu didokumentasi dengan jelas dalam dokumen klien berikut
salinan korespondensi tertulis dan formulir aplikasi program. Ringkasan rencana,
berikut informasi orang-orang atau lembaga yang dapat dihubungi mungkin akan
berguna bagi klien.
PK harus mengetahui dengan pasti ketersediaan layanan yang memungkinkan klien
dapat mengaksesnya. Jadwal harian dan jumlah kasus yang ditangani PK serta lokasi
tempat tinggal klien merupakan elemen penting yang harus diperhatikan karena
perencanaan yang tidak memperhatikan beberapa hal tersebut dapat juga berakibat
negatif terhadap pencapaian tujuan kemajuan klien yang telah terencana.

3.intervensi/implementasi,
Intervensi adalah program perubahan perilaku yang terencana ditujukan bagi klien
agar memperoleh kehidupan yang lebih baik. Dalam tahap implementasi, PK dan klien
membuat rencana pelayanan yang telah disusun dengan target perubahan yang
disepakati. Pada tahap ini klien dan PK bersama-sama melaksanakan kesepahaman
untuk suatu perubahan yang ingin dicapai dan tujuan yang telah direncanakan

179
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

bersama. Sebelum melaksanakan intervensi, PK mengidentifikasi berbagai sumber


daya yang mungkin dapat dilibatkan.

Contoh: Sebelum melayani konseling, PK bekerjasama dengan lembaga yang


melaksanakan kegiatan konsultasi, yaitu psikolog. Apabila di bapas tidak
tersedia tenaga yang berkompeten melakukan konseling, harus dilakukan
kerjasama dengan lembaga lain yang menyediakan petugas konselor.

Pendokumentasian dalam formulir pembimbingan mengenai kemajuan dan


hambatan yang dihadapi klien dalam bentuk pelayanan atau intervensi yang telah
direncanakan bersama merupakan hal yang harus dilakukan sehingga dapat
diketahui implementasi dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan. Bentuk
catatan/laporan bermacam-macam jenisnya, yang isinya berupa catatan setiap
kemajuan dan hambatan klien dalam pelaksanaan intervensi.
Tujuan intervensi adalah untuk memenuhi kebutuhan klien dengan berbagai strategi
yang telah disepakati, klien dapat memperolehnya dari layanan yang tersedia di
lingkungan sekitarnya (Saleebey, D. 1997).Intervensi atau juga implementasi adalah
upaya menjamin terpenuhinyakebutuhan klien sesuai dengan perencanaan dan
potensi sumber yang tersedia serta seberapa jauh manajemen kasus dapat
memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi kebutuhannya.
Contoh:
Apakah kegiatan bimbingan mental atau keterampilan dapat dilaksanakan
sendiri oleh bapas atau harus bekerjasama dengan lembaga atau instansi lain?
Apabila fasilitas tidak tersedia di bapas, kerjasama dapat dilakukan untuk
menjangkau pelayanan dengan instansi pemerintah dan lembaga masyarakat
lain.
Sebagaimana perannya, yakni sebagai penghubung, manajer kasus harus
menghubungkan klien dengan sumber-sumber daya yang tepat. Peran manajer kasus
dapat berbeda-beda walaupun PK, sebagai partisipan aktif dalam melaksanakan
pembimbingan dan pelayanan klien, keluarga, dan masyarakat. PK dapat
menekankan pembimbingan pada koordinasi dengan sumber daya lain yang
digunakan klien sebagai saluran dan komunikasi secara aktif.

4. pengawasan,
Pengawasan merupakan usaha observasi/pengamatan dan pencatatan reguler atas
semua kegiatan atau pelayanan yang diberikan kepada klien. Hasil dari pengawasan
ini akan menjadi penilaian tentang kemajuan pelayanan kepada lembaga pemberi
pelayanan. Oleh karena itu, pengawasan menjadi aspek yang penting dalam
perencanaan dan pelaksanaan pelayanan.
Pada tahap ini PK bertanggungjawab memonitor apakah klien memperoleh
pelayanan yang diharapkannya dan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu, PK dan
klien harus terlibat terus-menerus dalam mengevaluasi pelaksanaan pelayanan
sampai terlihat adanya perubahan. Evaluasi memberikan umpan balik yang
180
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

memungkinkan manajer kasus dan klien secara kontinyu meninjau kembali


ketepatan data dan/atau merundingkan kembali mengenai pengubahan rumusan
masalah, tujuan, dan rencana pelayanan. Hasil evaluasi tersebut dapat menunjukkan
bahwa masalah perlu dirumuskan kembali atau perlu dirumuskan strategi
pemecahan masalah yang sama sekali baru, perlu menilai kembali tujuan yang telah
disusun atau mungkin juga mengembangkan tujuan baru, atau mengubah rencana
pelayanan.
PKbertanggungjawab atas hasil evaluasi dan hal itu selalu dirundingkan dengan klien.
Setiap pengubahan yang akan dilakukan harus jelas dan terperinci, PK tidak boleh
menetapkan secara sepihak.

Dengan demikian, tujuan pengawasan adalah:


 memastikan bahwa semua kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana;
 memastikan bahwa pelayanan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang
ditentukan;
 meyakinkan bahwa klien diakses kepada lembaga yang dibutuhkan melalui
hubungan yang tepat;
 mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang mungkin diperoleh klien
selama menerima pelayanan;
 menentukan kebutuhan klien dalam pelayanan manajemen kasus;
 mengakses kembali dan memperbaiki rencana supaya selalu tepat;
 menyediakan dokumentasi yang tepat.

Perlu dipahami bahwa prinsip pelayanan adalah individualisasi. Oleh sebab itu, setiap
klien, sebagai penerima pelayanan, perlu mendapatkan perhatian dan perlakuan
yang berbeda antara satu dan lainnya, begitu juga dalam pemberian pelayanan. Hal-
hal yang harus diperhatikan PK pada tahap pengawasan ialah:

 menentukan jumlah pertemuan dengan klien dalam rangka menindak


lanjuti kebutuhan-kebutuhannya;
 merevisi dan mengevaluasi rencana pelayanan untuk meyakinkan bahwa
jenis pelayanan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan kebutuhan
klien;
 mengadakan kontak dengan klien yang hanya membutuhkan pelayanan
minimal, seperti informasi dan rujukan, dalam hal ini, mereka hanya
mendapatkan kontak secara periodik dari PK.
 mengecek semua file klien setiap 6 bulan;
 merevisi/memperbaiki rencana pelayanan minimal setiap 6 bulan;
kemungkinan ada hal-hal di luar kontrol PK yang memengaruhi jadwal
kegiatan atau rencana pelayanan dan kontak pemberi pelayanan,
misalnya jika PK sakit.

181
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 mendokumentasikan kemajuan klien secara saksama, termasuk tanggal


lapor, siapa yang pertama kali menghubungi PK, dan tindakan yang
dilakukan sebagai tindak lanjut dari laporan bimbingan itu, termasuk
juga hambatan pelaksanaan, rencana, kepuasan klien dalam pelaksanaan
pembimbingan, perubahan yang terjadi dalam pelaksanaannya, serta
kemajuan yang diraih dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran.

5.pendampingan,

PK dapat memainkan beberapa peran untuk memfasilitasi klien menerima pelayanan,


termasuk sebagai perantara, pemantau, pendukung, dan pembimbing. Sebagai
perantara, PK menghubungi penyedia pelayanan lainnya untuk memudahkan
perujukan klien dan mungkin juga mengatur pelayanan tambahan seperti
pengantaran klien ke tempat rujukan pada waktu yang ditentukan. Selanjutnya,PK
dapat pula menjadi pendamping yang baik dengan karakteristik seperti berikut:
 memiliki kepribadian hangat;
 sabar dan toleran serta mampu menerima dan menghormati perbedaan-
perbedaan;
 tidak cepat melakukan penilaian dan tidak mudah marah;
 memperlihatkan perhatian yang tulus;
 kehadiran dan sikapnya menginspirasikan harapan dan kepercayaan pada
semua orang;
 berminat untuk memberi dan memfasilitasi pertumbuhan orang lain tanpa
mendominasi;
 mendengar secara aktif dan merefleksikan yang disampaikan orang yang
didampingi;
 mampu menerima dan menghormati perbedaan, termasuk apabila
pendamping tidak setuju dengan yang diyakini orang atau masyarakat yang
didampingi;
 memiliki minat ataupun pengetahuan untuk sungguh-sungguh mempelajari
permasalahan yang ada;
 dapat mengatasi masalah yang dihadapi klien dan dapat memisahkan
masalah klien dengan masalah pribadinya secara matang dan professional;
 kreatif dan memiliki pengendalian diri yang baik, tidak cepat tersinggung dan
panik dalam menghadapi situasi di lapangan yang tidak dapat diantisipasi
sebelumnya.

Jika diperhatikan, karakteristik diatas berbicara tentang sifat dan keterampilan yang
harus dimiliki dan dilatihkan bagi seorang pendamping. Sifat mana yang cenderung
lebih dominan harus dimiliki PK. Seseorang yang memiliki sifat sabar akan cenderung
mampu mendengarkan keterangan dari sudut pandang yang berbeda-beda, mampu
182
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

mengendalikan ekspresi dan emosi saat menghadapi hal-hal yang tidak


menyenangkan.
Seorang yang memiliki sifat positif, sebagai pendamping akan mudah menerapkan
keterampilan yang diisyaratkan. Sementara itu, keterampilan adalah sesuatu yang
dapat dipelajari, dilatih, dan dibiasakan. Seseorang bisa saja memiliki sifat pendiam
dan kaku, tetapi ia sadar bahwa sebagai pendamping ia harus menampilkan sifat yang
luwes dan ramah, sedikit demi sedikit ia harus berusaha mengembangkan
keterampilannya dalam berkomunikasi. Pada akhirnya, selain memiliki keterampilan
cukup baik dan dapat memodifikasi perilakunya yang kaku, ia menjadi ramah dan
luwes.

Mendampingi berarti memberikan bimbingan lanjutan


kepada klien. Tahap pendampingan dilakukan apabila
memang dibutuhkan klien sebagai upaya menjamin
pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan tujuan.
Apabila pelayanan yang diberikan oleh bapas tidak
sesuai dengan tujuan, PK dapat melakukan pengaitan
dan rujukan.

Gambar 4

Melalui dialog dan perbincangan ringan, PK dapat menilai tingkat pelayanan


yang telah diberikan, seperti tampak pada gambar diatas.

6. terminasi/pengakhiran.

Dalam praktik pekerjaan sosial, terdapat tiga tindakan terakhir yang berkaitan
dengan kontrak kerja antara pekerja sosial dan klien, yaitu perujukan (referral),
penyaluran(transfer), dan pengakhiran(terminasi).Bantuan atau intervensi PK selalu
dilakukan dalam waktu yang terbatas. Secara ideal, intervensi tersebut ditujukan
pada tujuan spesifik sehingga kemajuan tujuan tersebut dapat diukur.

Adapun tujuan terminasi kontrak kerja pekerja sosial dengan klien ialah:
 menutup file/kasus klien yang sudah tidak lagi menginginkan atau
membutuhkanpelayanan PK atau juga karena klien sudah mampu
melaksanakan tugaskehidupannya dan mengatasi masalahnya secara
mandiri;
 meyakinkan terjadinya perpindahan klien kepada bapas atau lembaga
pelayanan yang lain;

183
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 menyusuri secara tepat agar pelayanan hanya diberikan kepada klien


yang mengikuti pelayanan secara aktif.
Pengakhiran atau terminasi pemberian layanan harus dilakukan berdasarkan alasan
berikut:
 klien meninggal dunia;
 permintaan klien sendiri karena kebutuhannya berubah dan lebih baik
dilayani melalui penyedia layanan lain;
 klien pindah tempat tinggal;
(Catatan: dalam hal ini, PK bertanggungjawab dan berusaha
mengalihkan/memindahkan atau merujuk klien ke tempat pelayanan
yang baru.)
 masa pembimbingannya telah berakhir sesuai dengan surat keputusan
yang diterima;
 klien melakukan pengulangan tindak pidana sehingga pelaksanaan
pembebasan bersyarat dicabut/dibatalkan.

Pada kasus klien meninggal:


 Rujukan yang sesuai diberikan kepada keluarga dan orang yang dianggap
penting, termasuk lembaga dan badan sosial apabila diperlukan.
 PK menyelesaikan laporan terminasi.
Pada kasus klien dirujuk ke bapaslain:
Rujukan adalah proses pengalihan klien yang membutuhkan pelayanan pada pihak
lain yang tidak tersedia pada lembaga pelayanan PK atau diluar dari pelayanan yang
diberikan oleh lembaga tersebut karena bapas atau lembaga itu belum mampu
dan/atau tidak mempunyai keahlian dalam memberikan pelayanan yang diinginkan
klien. PK melakukan rujukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
 PK harus mengetahui alasan klien untuk pindah ke bapas lain, misalnya
karena pindah tempat tinggal, kesulitan transportasi, atau konflik dengan
pihak lain.
 PK harus sama-sama menyepakati prosedur perpindahan dari pelayanan
yang satu pada pelayanan yang lain, yang mencakup permohonan
terminasi, pemberitahuan ke bapas/lembaga tujuan, serta penyertaan
dokumen.
 Semua dokumen klien harus dikirim ke bapas yang baru dalam
waktupaling lama 10 hari kerja, sejak klien memutuskan untuk pindah
(sesuaikan dengan SOP). Perpindahan dokumen ke bapas lain sangat
penting untuk kelanjutan pelayanan bagi klien. Ketidaklengkapan
dokumen akan menghambat bapas penerima dalam melanjutkan atau
memberikan pelayanan yang baik pada klien.
 Pengiriman dokumen lengkap klien mencakup berkas berikut: riwayat
kasus, riwayat kesehatan, catatan kemajuan pembinaan, formulir, dan

184
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

semua dokumen yang berhubungan dengan pelayanan yang telah


diakses klien. Dokumen dari lembaga lain yang penting bagi rencana
intervensi dan pendampingan harus juga diperoleh, disalin, dan dikirim
ke bapas baru tempat klien akan menerima pelayanan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh PK dalam memberikan
pendampingan klien, khususnya dalam melakukan rujukan adalah sebagai
berikut:
a. rujukan dilakukan apabila kebutuhan klien di luar lingkup dan/atau
kesanggupan lembaga atau di luar keahlian PK;
b. mengetahui dan memilih lembaga lain yang tepat yang menyediakan
pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien;
c. membicarakan kemungkinan rujukan dengan lembaga dimaksud dan
apabila rujukan memungkinkan, dibicarakan dahulu dengan klien.
Apabila klien setuju, PK menyiapkan proses yang akan dihadapi klien
yang meliputi:
 bantuan yang akan diberikan, persyaratan, dan kebijakan
lembaga rujukan;
 kemampuan klien memenuhi persyaratan yang diminta;
 pernyataan klien tentang rujukan ke lembaga lain; serta
 cara klien menghubungi lembaga rujukan.
d. mengharapkan dari klien untuk menceritakan pada petugas di
lembaga rujukan;
e. memberitahukan hal lain, seperti jam kerja, alamat, dan petugas yang
akan ditemui;
f. menyediakan informasi tentang klien pada badan/lembaga rujukan
yang meliputi:
 masalah dan kebutuhan klien secara jelas;
 bantuan yang telah diberikan secara ringkas;
 perasaan klien tentang rujukan yang dilakukan;
 kesediaan klien bekerjasama apabila diperlukan oleh
lembaga rujukan
b. menyusun panduan rujukan:
 Panduan rujukan merupakan dokumen yang “hidup”.
 Panduan ini harus diperbaharui secara terus-menerus.
 Panduan harus diorganisasi agar penggunaannya efektif.
Panduan harus dipilah-pilah sesuai dengan jenis pelayanan,
seperti pelayanan medis, pelayanan kesehatan jiwa,
pendampingan dan rehabilitasi para pengguna narkoba,
pendampingan masalah perkawinan dan keluarga,
pendampingan individual, pelayanan untuk pemuda, pelayanan
anak (kesulitan belajar), pelayanan lansia, pelayanan kekerasan

185
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

terhadap keluarga, pelayanan untuk orang cacat, pelayanan


pendidikan, dsb.

C. Pihak yang terlibat dalam manajemen kasus


Dari skema dibawah ini dapat dijelaskan bahwa PK, sebagai manajer kasus, ialah
orang yang memimpin penanganan kasus. Sebagai manajer, PK harus mengetahui dan
memahami permasalahan yang dihadapi klien, kemudian mencarikan sumber-sumber
yang berkaitan dengan pertolongan yang dibutuhkan. Dalam hal ini PK dapat
berkoordinasi dengan tim ahli atau lembaga pelayananan yang dapat memberikan
bantuan pelayanan kepada klien.
Berdasarkan hasil asesmen, tim manajemen kasus melakukan case conference (sidang
TPP) yang dipimpin oleh manajer kasus. PK dapat melakukan asesmen pendahuluan
dan membuat rencana penanganan kasus, kemudian mengundang tim ahli untuk
melakukan sidang TPP untuk membahas kasus tersebut secara bersama-sama dan
membagi peran/pekerjaan masing-masing, sebagaimana terlihat pada skema dibawah
ini.
MODEL SKEMATIK MANAJEMEN KASUS

Gambar 5

186
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Skema diatas dapat dijelaskan bahwa kegiatan managemen kasus dimulai dari
koordinasi antarinstansi/antarlembaga untuk membagi tugas sesuai dengan peran
lembaga setelah memperoleh informasi, rujukan, pelimpahan, dan serah terima klien
dari bapas atau permintaan litmas dari kepolisian atau instansi/lembaga lain dan
keluarga.
Setelah data dan informasi dari berbagai instansi, lembaga, dan keluarga terkumpul,
dilakukan asesmen untuk menentukan kebutuhan yang dianggap prioritas dan
spesifik dari klien itu sendiri. Langkah selanjutnya ialah pembuatan rencana
penanganan kasus (case plane) sekaligus pada tahap ini pengidentifikasian sumber-
sumber layanan yang tersedia dan potensi yang dimiliki klien, keluarga, dan
masyarakat. Tujuannya adalah untuk menyiapkan rencana intervensi.
Sebelum pelaksanaan intervensi, dilakukan sidang TPP(case conference) untuk
memastikan bahwa intervensi telah sesuai dengan tingkat kebutuhan klien. Intervensi
adalah perubahan yang terencana dan terprogram yang dilaksanakan oleh klien
bersama PK dan lembaga terkait yang mendukung perubahan. Tindak lanjutnya harus
berkaitan dengan sumber layanan lain yang relevan dan menjadi kebutuhan klien,
misalnya konseling bagi klien/keluarga, terapi bagi pecandu narkoba dan depresi,
atau pembelaan bagi kepentingan klien.
Pelaksanaan pendampingan biasanya dilakukan bagi klien yang membutuhkan
layanan khusus atau layanan berisiko untuk klien HIV/Aids, napza, dan tuberculosis
sertaanak berhadapan dengan hukum (ABH). Pendampingan dilakukan sebagai upaya
untuk mendorong perubahan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Sementara itu,
pengawasan merupakan kegiatan untuk memantau kesesuaian pelaksanaan program
pelayanan dengan rencana, sekaligus untuk mengawasi kesesuaian pelaksanaan
program dengan sasaran dan hambatan yang dialami.
Pengakhiran/terminasi merupakan tahap paling akhir proses pelayanan dalam model
manajemen kasus ini. Pengakhiran harus dilakukan untuk menghindari
ketergantungan, memastikan bahwa pelayanan telah dituntaskan sesuai dengan
target capaian secara efektif dan tepat sasaran.

D. Rangkuman
1. PK harus memiliki kemampuan merumuskan tujuan pelayanan dengan
berpedoman pada tahapan manajemen kasus. Tahapan tersebut meliputi
asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, dan terminasi.
Dalam menerapkan keenam tahapan tersebut, PK harus memiliki keterampilan
dan memahami budaya setempat yang harus dipertimbangkan dalam
merumuskan tujuan pelayanan.

2. Hal penting yang harus dipahami PK dalam proses manajemen kasus adalah
pengembangan perencanaan kegiatan dilakukan dengan orientasi untuk
pemenuhan kebutuhan klien. PK membantu klien dalam menentukan pilihan
layanan, bukan pilihan sendiri tanpa adanya persetujuan klien. Selain itu,
187
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

pendokumentasian dan pencatatan yang terperinci berkaitan dengan


perkembangan klien merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan PK,
sebagai pertanggungjawaban pelayanan.

E. Latihan
Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada Pokok Bahasan IV
ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara berkaitan dengan
materi ini, jawablah beberapa pertanyaan berikut.

1. Sebutkan dan jelaskan salah satu tahapan dalam manajemen kasus!


2. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan oleh PK dalam melakukan asesmen!
3. Bagaimana strategi yang harus dilaksanakan PK dalam mengembangkan rencana
layanan?
4. Mengapa dibutuhkan pengawasan pada proses manajemen kasus? Hal-hal apa
sajakah yang perlu diperhatikan dalam pengawasan?
5. Mengapa layanan pembimbingan perlu diterminasi? Jelaskan apa yang harus
dilakukan pada salah satu kasus!

188
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
KETERAMPILAN
KOMUNIKASI
BAB LIMA

189
MANAJEMEN KASUS

A. KOMPETENSI KHUSUS
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan PK memiliki keterampilan dalam
berkomunikasi dengan klien bapas dan keluarga.

B. Keterampilan menjalin komunikasi.


1. Mikro Konseling
Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan
masalah interpersonal dan emosional serta untuk memutuskan sesuatu. Tujuan
konseling adalah memberikan informasi lebih lanjut agar klien pemasyarakatan
mampu berperan dan mengambil putusan sendiri dalam hidupnya (Ditjen PPM &
PL, Depkes, 2004). Peran PK pada dasarnya membantu klien. Konseling ini dapat
dilakukan secara perseorangan atau pasangan atau keluarga. Surya (2003)
mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan PK berkenaan dengan
konseling, yakni:
a. berfokus pada klien,
Topik yang dibicarakan TPP secara spesifik
berdasarkan kebutuhan, isu, dan lingkungan
klien.
b. proses timbal balik,
Adanya unsur kerjasama timbal balik dan
saling menghargai antara klien dan PK.
c. terarah,
Pembicaraan yang mengarah dan menuju
pemecahan masalah
d. membantu klien untuk dapat menceritakan
masalah yang dihadapinya;
e. memberikan informasi yang benar dan
sesuai dengan fakta yang dihadapi klien;
f. membangun otonomi/kemandirian dan
tanggung jawab diri terhadap klien;
g. membangun relasi bantuan dengan klien;
h. membantu klien membuat keputusan;
Gambar 6
Konseling memerlukan keahlian dan
i. membantu klien mengenal dan membangun
keterampilan. kekuatan/potensinya;
j. membantu klien membangun perilaku
positifyang dapat mendukung pemecahan
masalah;
k. bersama-sama dengan klien membangun
rencana aksi untuk suatu perubahan;
l. memperhatikan situasi interpersonal klien
sesuai dengan sosiobudaya serta kesiapan

190
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

untuk melaksanakan rencana aksi.


Pada pelaksanaan konseling, posisi duduk, apakah berhadapan atau menyerong, perlu
mendapat kesepakatan kedua belah pihak. Konseling adalah kegiatan profesional,
yang dilakukan oleh petugas yang memang memperoleh pengetahuan, keterampilan
teknis yang dilakukan secara terprogram. Menurut Pepinsky & Pepinsky (1994),
konseling adalah interaksi yang:
 terjadi antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang lain
sebagai klien;
 berlangsung dalam kerangka profesional;
 diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada klien.
Konseling adalah usaha seseorang untuk membantu orang lain dalam memahami
dan memecahkan masalah (dalam bidang pendidikan, jabatan,atau sosial). Tujuan
konseling sebagaimana dikemukakan oleh George & Cristiani (1981) ialah:
a. menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku;
b. meningkatkan keterampilan untuk menghadapi sesuatu;
c. meningkatkan kemampuan dalam menentukan putusan;
d. meningkatkan hubungan antarpersonal;
e. menyediakan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan klien.
Penguasaan keterampilan mikrokonseling oleh PK diperlukan agar proses konseling
berjalan dengan efektif. Keterampilan mikrokonseling merupakan komponen
komunikasi efektif yang penting dalam rangka mengembangkan relasi suportif klien
dengan PK. Untuk itu, keterampilan mikrokonseling antara lain meliputi hal berikut:

1) mendengar dengan perhatian,


Semua orang mampu mendengar, tetapi untuk menjadi pendengar yang baik yang
sanggup mengambil inti pembicaraan dan mengetahui yang diinginkan klien
tidaklah mudah. PK, sebagai pendengar yang baik bagi klien, perlu memperhatikan
hal-hal berikut:
 tidak menginterupsi/memotong pembicaraan klien;
 memberikan suasana hening;
 tidak berbicara sebelum mendengar pembicaraan klien;
 memberikan perhatian, seperti dengan anggukan kepala;
 memelihara kontak mata dengan klien;
 mengajukan pertanyaanjika tidak mengerti;
 membantu klien melanjutkan ceritanya;
 tidak mengambil alih pertanyaan dan tidak menceritakan diri Anda sendiri;
 mengenali perasaan klien, “Tampaknya Anda sedih”;
 mengulang kembali pokok-pokok dalam diskusi secara ringkas dengan
menggunakan kata-kata konselor sendiri untuk menunjukkan bahwa PK
mengerti benar apa yang dikatakan klien. Teknik ini antara lain menggunakan:
191
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

parafrase, yaitu mengulangi isi pembicaraan dengan perkataan PK sendiri atau


perkataan klien atau dengan kalimat manajer kasus/konselor sendiri. Melalui
parafrase ini berarti manajer kasus/konselor menunjukkan kepada klien bahwa
manajer kasus/konselor telah mendengar semua pembicaraan dan menangkap
pembicaraan klien dengan jelas.
Contoh :
Klien: “Saya merasa dikucilkan. Setelah saya kembali pulang, keluarga tidak
menerima saya, istri saya mengajukan cerai dan mengusir saya dan saya
tidak diperkenankan untuk bertemu anak saya. Saya merasa tak berharga
lagi sekarang, semuanya sudah hilang.”
PK : “Anda baru saja diusir dari rumah, tidak diperkenankan untuk bertemu anak
Anda, dan Anda merasa semua yang Anda punyai hilang setelah Anda bebas
dari penjara”.

2)merefleksikan perasaan,
Hal ini sama dengan mengulangi frasa, kecuali fokusnya pada perasaan.Refleksi
emosi dapat membantu klien untuk menyadari perasaan mereka dan untuk
menggali reaksi mereka terhadap berbagai peristiwa yang diceritakannya.

Contoh :
Klien : Saya benar-benar putus asa. Saya merasa seorang diri dan tidak tahu harus
melakukan apa. Saya kecewa dengan keluarga yang tidak mendukung saya.
Mengapa semua tidak bisa mengerti keadaan saya, justru pada saat saya
membutuhkan mereka?
PK: Anda kelihatannya putus asa saat ini, juga marah dan kecewa terhadap
perlakuan keluarga Anda. Bersabarlah nanti juga mereka menyadarinya!

4) mengajukan pertanyaan yang tepat,


Mengajukan pertanyaan adalah bagian penting dalam wawancara dan konseling.
Pertanyaan diajukan harus dalam situasi yang tepat agar perasaan klien diketahui
lebih lanjut. Tips yang dapat dijadikan pedoman ketika Anda bertanya antara lain:
 bertanyalah hanya satu pertanyaan pada satu saat;
 pandanglah wajah klien;
 pertanyaan harus singkat dan jelas;
 ajukan pertanyaan yang bertujuan;
 ajukan pertanyaan untuk membantu klien berbicara tentang perasaan dan
perilakunya;
 ajukan pertanyaan untuk menggali dan memahami isu dan meningkatkan
kesadaran klien;
 tidak mengajukan pertanyaan yang tidak relevan (hanya untuk memenuhi
keingintahuan);

192
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 pertanyaan yang terlalu banyak akan membuat orang merasa diinterogasi.

Jenis pertanyaan yang digunakan dalam proses konseling dan penyusunan penelitian
kemasyarakatan ialah:
a. pertanyaan terbuka (open ended question), adalah pertanyaan dengan
jawaban lebih dari satu kata. Pertanyaan terbuka akan memberikan
kesempatan kepada klien untuk menceritakan situasi batin mereka secara
panjang lebar.
Contoh :
Apa yang mungkin akan terjadi kalau Anda menceritakan keadaan Anda
kepada keluarga?
Bagaimana cara Anda mengasuh anak Anda?

b. pertanyaan tertutup (close ended question), adalah pertanyaan yang


kecenderungan jawabannya tertutup, yakni “ya”atau “tidak”. Pertanyaan
tertutup digunakan padasaat konselor membutuhkan jawaban yang tegas
atau spesifik. Dengan pertanyaan tertutup, klien tidak mendapatkan
kesempatan untuk berpikir tentang apa yang mereka katakan. Jawaban yang
diberikan singkat saja dan sering berakibat banyaknya pertanyaan yang
diajukan selanjutnya.
Contoh :
Apakah Anda mempunyai anak?
Apakah anak Anda diasuh ibunya?
Apakah anak Anda sudah bersekolah?
Apakah anak Anda tinggal bersama ibunya atau istri Anda?
Apakah istri Anda sering membesuk Anda?
Apakah anak Anda juga sering membesuk Anda?

c. melakukan pengecekan pertanyaan, merupakan jenis pertanyaan yang


membantu PK untuk mencari tahu seberapa besar klien memahami atau
membutuhkan informasi lebih lanjut. Selain itu, dengan pertanyaan ini PK dapat
mengecek kembali kebenaran cerita klien sehingga dapat mengetahui masalah
yang sebenarnya.
Contoh:
Ceritakan kepada saya, langkah-langkah apa yang telah kita setujui dalam
pertemuan minggu lalu?
Kamu mengatakan bahwa kamu akan berhenti merokok apabila anakmu lahir
perempuan. Apakah yang saya dengar ini benar?

Pertanyaan mengapa, seringkali pertanyaan ini tidak ada gunanya dan klien
sering merasa diinterogasi dan ada perasaan takut dan merasa dihakimi.

193
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Contoh :
Mengapa Anda tidak datang pada pertemuan kita kemarin?
Mengapa Anda masih saja merokok meskipun sudah sakit dan diperingatkan
dokter?

4)menciptakan suasana hening;


Suasana yang hening sangat dibutuhkan klien agar dapat sepenuhnya
berkonsentrasi. Suasana hening adalah keadaan yang diciptakan PK untuk:
 memberi waktu kepada klien untuk berpikir tentang apa yang dikatakannya;
 memberi ruang kepada klien untuk merasakan apa yang dialaminya;
 memberi kesempatan kepada klien untuk berbicara sesuai dengan iramanya;
 memberikan waktu bagi klien untuk mengatakan ambivalensi antara
mengatakan atau tidak kepada PK;
 memberi kebebasan kepada klien untuk lanjut bercerita atau berhenti.

5)perilaku nonverbal

Perilaku nonverbal terbagi dua jenis, yaitu bahasa tubuh dan paralinguistik.
Perbedaan keduanya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Bahasa Tubuh Paralinguistik


Gerak tangan Hembusan napas
Ekspresi wajah Bersungut-sungut
Postur Berkeluh kesah
Orientasi tubuh Perubahan tinggi nada
Kedekatan tubuh/jarak Perubahan keras nada
Kontak mata Kelancaran suara
Menghilangkan pembatas Senyum gugup

2. Sikap dan Nilai yang Mendukung Komunikasi yang Efektif


Selain penguasaan keterampilan mikrokonseling, komunikasi efektif juga harus
didukung oleh tata nilai dan sikap PK, antara lain sikap tidak menghakimi, ramah, dan
empati. Karena pada dasarnya setiap manusia dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya
dalam perkembangan dan kematangan hidup, sosial budaya memberi kontribusi yang
besar pada perkembangan sikap, tata nilai, dan keyakinan pribadi. Meskipun
demikian, penting untuk diingat oleh PK melakukan konseling bukan memaksa orang
untuk menyetujui atau mengikuti standar kehidupan tertentu. Konseling yang efektif
harus memperhitungkan dampak tata nilai, sikap, dan sosiobudaya yang memengaruhi
persepsi klien dalam memandang kehidupan.
Sikap, tata nilai, dan keyakinan PK akan memengaruhi pedoman hidup dan perilakunya
sehari-hari, termasuk juga interpretasi dalam pengungkapan dan respons terhadap

194
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

suatu peristiwa. PK akan bekerja dengan klien dari berbagai latar belakang yang
berbeda, yang mengharuskannya untuk mengetahui dan menerima perbedaan sikap,
tata nilai, dan keyakinan. Dalam situasi tersebut PK dituntut untuk tidak melakukan
penekanan pada klien untuk menerima standar yang dianutnya atau yang berlaku
dalam masyarakat tertentu.
Sebagai manajer kasus, PK harus dapat mengenali konflik pribadi antara PK dan
kliennya yang berhubungan dengan sikap, tata nilai, dan keyakinan untuk dapat
melakukan pelayanan yang efektif. Perbedaan sikap, tata nilai, dan keyakinan dapat
memengaruhi kehidupan dan pekerjaan. PK harus mewaspadai diri jika hal tersebut
terjadi. PK harus peka terhadap lingkungan, budaya, dan cara klien mempersepsikan
dirinya dalam lingkungan dan budayanya, serta harus mampu menggali nilai keyakinan
klien tentang keluarga, keinginan memperbaiki diri, dan statusnya sebagai mantan
narapidana.

3. Pedoman Menjalin Komunikasi


Menurut Layak (2007), PK senantiasa akan menghargai klien dan memiliki kualitas
pribadi yang baik. Sikap yang harus dimiliki PK yang dapat dipedomani klien adalah
sebagai berikut :

a. tulus, penuh dengan keseriusan yang ditunjukkan dengan perilaku hangat dan
bersahabat;
b. mendengar aktif, dalam mendengarkan aktif didalamnya terdapat unsur pesan
verbal dan nonverbal. Respons PK sangat bergantung pada cara mendengarkan
Yang mempunyai peran besar bagi klien untuk dapat meneruskan atau
menghentikan pembicaraannya. Hanya orang yang mendengar dengan aktif
yang dapat melahirkan empati.
c. memberi respons positif, berupa kepekaan, sikap menghargai, bersahabat, dan
penuh pertimbangan merupakan komponen efektif sebuah pelayanan.
d. menghargai, yakni menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia dan memberikan
penghormatan tanpa membeda-bedakan.
e. memercayai klien, komunikasikan pada klien bahwa Anda memercayai mereka;
ketika PK memahami klien, klien akan merasa nyaman.
f. peka terhadap budaya, dengan cara menghargai sistem budaya dan
kepercayaan yang dianut klien. PK dapat memberikan penghargaan dan
kepekaan akan cara klien beribadah sesuai dengan keyakinannya, misalnya. PK
dapat mengajukan pertanyaan kepada klien sehubungan dengan kebiasaan
ritual agamanya guna memperoleh peningkatan pemahaman dan optimalisasi
bantuan.
g. membantu klien berpikir berbagai alternatif. PK harus menyediakan waktu
untuk bekerja bersama mereka untuk mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian dalam menerapkan berbagai alternatif. Hendaknya PK tidak mengambil

195
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

alih tanggung jawab dan permasalahan klien sebab hal itu akan menimbulkan
ketergantungan dan perasaan tidak berdaya bagi klien.
h. mengenali keterbatasan diri dan mampu merujuk. PK harus merujuk klien ke
sumber yang lebih ahli jika memungkinkan. Secara jujur, PK harus mengatakan
sesuatu yang tidak Anda ketahui. PK perlu sadar akan kekurangan dalam dirinya
dan mampu membatasi dirinya agar tidak memengaruhi proses pelayanan
pembimbingan kemasyarakatan.
i. sabar, PKharus dapat menyesuaikan irama dengan klien, bukan sebaliknya,
yakni mendorong klien untuk mengikuti irama PK. Pastikan ada waktu yang
cukup untuk proses pelayanan. Ada beberapa hal yang mungkin sangat sensitif
dan membutuhkan waktu untuk dilakukan atau dibicarakan. Hal itu bisa terjadi
terutama jika klien belum memercayai PK dengan penuh.
j. tidak menghambat ekspresi perasaan klien,
Ketika mempunyai waktu terbataskarena muatan kerja yang besar, PK
mengalami kemungkinan untuk berbeda pandangan atau cemas terhadap isu
yang dilontarkan klien. Hal tersebut akan menghambat, bahkan menghentikan
klien dalam mengekspresikan perasaannya, seperti menangis dan marah. Ketika
menghadapi situasi demikian, sebaiknya PK dapat mendahulukan tujuan
pertemuan dengan klien dan mengesampingkan masalahnya sendiri.
k. tidak bersifat menghakimi,
Perkataan dan pemikiran salah atau benar sebaiknya dihindari. Seorang PK
harus senantiasa berada dalam proses dan bersikap netral, tidak terjebak pada
situasi klien, baik memihak maupun berlawanan.
l. mampu mengendalikan diri,
Seorang PK harus tetap fokus pada tujuan pertemuan dan pelayanan, tidak
melenceng, serta larut pada topik pembicaraan yang lain.
m. empati,
Sikap ini merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan klien dan
dapat tetap objektif mengamati apa yang terjadi pada diri klien guna
memaksimalkan pelayanan yang diberikan.
n. mempunyai pengetahuan,
Seorang PK harus memiliki pengetahuan yang selalu berkembang dan sesuai
dengan dinamika zaman dan permasalahan klien. PK menguasai fungsi-
fungsinya dalam pelayanan dan sebagai sumber rujukan.
o. menjaga rahasia,
Apapun yang dibicarakan klien kepada manajer kasus harus dirahasiakan dan
tidak terperangkap gosip. PK harus dapat menjaga kerahasiaan informasi yang
dikemukakan klien guna menjaga relasi yang efektif dengan klien. Bergosip akan
menurunkan kredibilitas PK.
Untuk menjaga keluarnya informasi pribadi klien, sebaiknya PK menghindari
pembicaraan atau gosip tentang klien dengan orang yang tidak berkepentingan.
Meskipun demikian, kerahasiaan tidak bersifat mutlak. Artinya, dalam keadaan
196
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

tertentu informasi yang dirahasiakan dapat diungkapkan untuk tujuan


kepentingan klien dengan orang yang berkepentingan, misalnya dengan dokter
yang merawat, perawat, atau penasihat hukum.

C. Rangkuman
1. Keterampilan komunikasi yang efektif merupakan kemampuan dasar yang harus
dimiliki PKagar hubungan saling mempercayai antara PK dan klien dapat tercipta.
PK dapat mengetahui masalah sebenarnya dari klien dan perencanaan yang
dikembangkan bersama antara klien dan PK tepat sasaran dan memberikan
dampak positif terhadap pencapaian tujuan pembimbingan. Untuk itu, PK harus
menguasai keterampilan mikrokonseling.

2. Dalam melakukan konseling dengan klien, PK akan sering mengalami perbedaan


sikap dan tata nilai yang berbeda dalam diri klien. Hal itu disebabkan oleh
perbedaan latar belakang, nilai dan budaya, serta lingkungan tumbuh-kembang.
Meskipun demikian, PK harus mampu bersikap netral dan tidak memaksakan nilai
yang dipercayainya kepada klien dalam proses konseling. Pemaksaan dan
keberpihakan kepada nilai yang dianut PK akan menghambat proses
pembimbingan dan pembangunan kepercayaan klien kepada PK.

D. Latihan
Apakah Anda sudah memahami materi yang disampaikan pada Pokok Bahasan IV ini?
Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman PK berkaitan dengan materi ini,
jawablah beberapa pertanyaan berikut!
1.Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara bahasa tubuh dan paralinguistik!
2.Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan PK dalam melakukan mikrokonseling!
3.Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis pertanyaan dan berikan satu contoh!
4.Bagaimana ciri seorang PK yang berkualitas ?
5.Mengapa sikap dan nilai PK memengaruhi proses pembimbingan klien?

197
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MENJALIN
HUBUNGAN BANTUAN
DAN STRATEGI
KEMITRAAN
BAB ENAM

198
MANAJEMEN KASUS

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari modul ini, PK diharapkan memiliki keterampilan dalam menjalin
hubungan dengan klien bapas dan keluarga serta dalam menjalin kemitraan koordinasi
antarinstansi atau antar lembaga.

B. Keterampilan Menjalin Hubungan dan Menyusun Strategi Kemitraan


Menurut pendapat Achlis (1992), sebagai seorang manajer kasus, PK diharapkan
memiliki kemampuan menjalin komunikasi dan membangun relasi dengan klien
ataupun tim ahli lainnya sebagai upaya untuk memperoleh bantuan pelayanan yang
dibutuhkan klien berikut:

1. individualisasi,
Individualisasi adalah pengenalan dan pemahaman tentang sifat-sifat yang unik
setiap individu (klien) yang pemanfaatannya berbeda-beda. Hal tersebut
merupakan prinsip dan metode pelayanan untuk membantu klien mencapai
penyesuaian yang lebih baik. Individualisasi didasarkan pada hak-hak manusia
untuk diperlakukan sebagai ”individu”, bukan sebagai “kasus”.
Individualisasi merupakan hak dan kebutuhan klien. Setiap orang
diindividualisasikan oleh keturunannya, lingkungannya, kemampuan intelektual-
nya, kegiatannya, dan sebagainya. Setiap orang mempunyai pengalaman hidup dan
rangsangan dari luar ataupun dari dalam yang berbeda. Emosi dan ingatannya
memengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkahlakunya secara individual.
Pada hakikatnya setiap orang mampu mengintegrasikan dan mengarahkan
kekuatannya sendiri dengan cara yang berbeda dari orang lain”. Karena kebutuhan
setiap klien itu berbeda, bantuan yang dibutuhkan setiap klien juga berbeda-beda.
Setiap orang menyadari bahwa dia adalah unik. Ketika seseorang datang meminta
bantuan ke lembaga pelayanan sosial atau bapas, pada saat itu ia mempunyai
kebutuhan agar ia diperlakukan sebagai individu dan bukan sebagai suatu kasus,
suatu tipe, atau suatu kategori. Manajer kasus mungkin tidak dapat
mengindividualisasikan persyaratan untuk memperoleh bantuan, tetapi ia dapat
menggunakan cara untuk membantu klien mengemukakan pokok–pokok untuk
memenuhi persyaratan itu.

Klien akan merasa dimengerti oleh manajer kasus jika manajer kasus
menghormatinya sebagai individu dengan hak dan kebutuhannyasecara khusus.
Seorang manajer kasus harus dapat memahami perasaan serta menerima
kedatangan klien untuk meminta bantuan dan menerima situasi klien yang apa
adanya saat ini.
Kesadaran klien tentang individualisasi oleh manajer kasus akan menghasilkan
nilai yang positif. Apabila klien merasa kurang mendapat perhatian dari manajer
kasus, klien akan bereaksi dengan membatasi pemberian fakta yang objektif saja
tentang kasusnya, tidak termasuk perasaan subjektifnya yang seringkali justru
199
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

merupakan hal yang paling penting. Klien baru mau memasuki suatu relasi
bantuan jika merasa diakui sebagai individu dan merasa bahwa ia dan masalahnya
telah dimengerti. Oleh sebab itu, berhasil tidaknya suatu relasi bantuan terhadap
seorang klien bergantung pada cara PK memperlakukannya secara individual
sebelum melangkah pada kelompok.
Mengindividualisasikan seseorang berarti ‘kemampuan untuk mengerti orang per
orang sebagai seorang manusia yang unik, pemikiran, dan pengalaman yang khas
pula. Individu itu hendaknya dibedakan dengan orang lain, termasuk manajer
kasus. Kita tidak boleh membuat dugaan tentang orang lain berdasarkan
pandangan yang umum berlaku tentang suatu kelompok, golongan, atau suku,
tetapi kita perlu memahami cara suatu suku, golongan, dan jenis kelamin
memengaruhi interaksi antara klien dan PK.

2. ekspresi perasaan yang bertujuan


Salah satu tantangan besar dalam kehidupan manusia
adalah dapat menguasai dan mengendalikan emosinya.
Pada saat tertekan, emosi itu cenderung menguasai
pribadi dan kegiatan seseorang melawan segala sesuatu
yang rasional dan mendorong orang itu untuk hidup di
bawah kuasa tuntutan atau rangsangan yang negatif.

Gambar 7

Kebutuhan psikologis yang pokok dari manusia, antara lain berupa respons,
pengakuan, penghargaan, cinta, kasih sayang, keamanan, status, ekspresi,
pencapaian, dan kebebasan. Kebutuhan psikososial dapat berupa partisipasi dalam
pengalaman, pemahaman dengan pola kelompok, serta penghargaan dan
pengakuan sosial. Apabila kebutuhan tersebut tidak diberi kesempatan untuk
diekspresikan, akibatnya adalah frustasi. Kebutuhan mengekspresikan perasan
pada seseorang merupakan dinamika yang paling penting dalam relasi bantuan.
Dengan demikian, ekspresi perasaan yang bertujuan adalah pengakuan bahwa
klien mempunyai kebutuhan untuk menyatakan perasaannya secara bebas,
khususnya perasaan negatif. PK mendengarkan curahan isi hatinya dengan penuh
perhatian tanpa mengecilkan hatinya atau tanpa menyalahkan ekspresi perasaan
itu. Apabila PKmelihat bahwa pengekspresian perasaan dapat membantu
meringankan beban klien, PK justru harus mendorong klien untuk lebih berani
mengekspresikan perasaan tersebut dalam bentuk kegiatan yang konkret.

3. pelibatan emosional yang terkendali,


PK memerlukan keterampilan berkomunikasi, baik melalui pikiran maupun melalui
perasaan, dan perlu memberikan respons yang tepat terhadap pikiran ataupun

200
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

perasaan klien supaya dapat membantu penyelesaian masalah klien. Hal tersebut
merupakan salah satu hambatan yang dialami PK dalam pembimbingan dan
pendampingan klien.
Pelibatan emosional secara terkendali merupakan kepekaan PK terhadap perasaan
klien dan pemahaman PK terhadap pemberian respons yang tepat dan bertujuan
tentang perasaan klien.Ada tiga komponen dalam pelibatan emosional yang
terkendali dan dalam praktiknya ketiga komponen ini berhubungan erat satu
dengan lainnya, yaitu kepekaaan, pengertian, dan respons.
a. kepekaan, kadang-kadang klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya
dalam bentuk kata-kata. Hal ini sering terjadi pada permulaan konseling,
terutama apabila klien merasa segan, tidak enak, atau tidak nyaman
dengan PK. Hal itu mungkin terjadi karena pola kebudayaan atau
kepribadiannya tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya secara verbal.
Walaupun klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
secara visual hal itu akan terlihat dan terdengar, misalnya dalam caranya
berbicara: kecepatannya, keragu-raguannya, atau nada yang berlebihan.
Hal itu juga akan terlihat dari sikapnya secara keseluruhan: mimik wajah,
roman muka, kedipan mata, gaya, penampilan, gerakan tangan, bibir, dan
alis, dsb. Semua itu merupakan ekspresi perasaan klien yang dapat
diobservasi PK. Kepekaan terhadap perasaan klien bisa timbul karena
adanya keyakinan PK akan pentingnya perasaan itu dalam kehidupan klien.
Kepekaan itu dikembangkan melalui pengujian yang kritis dalam praktik,
pengalaman, supervisi, dan disiplin diri. Keterampilan ini berkembang
secara berangsur, dihasilkan perlahan-lahan, mulai dari yang sederhana
sampai yang kompleks.
b. pengertian,
Sebagai seorang profesional, PK perlu memahami perasaan klien dengan
masalahnya. PK harus mengetahui apa yang sedang dilakukan klien, apa
yang sedang terjadi ketika ia memaksa klien mengekspresikan perasaan,
dan bagaimana ekspresi itu sampai pada pencapaian tujuan.Dengan
demikian, pengertian adalah suatu proses yang berlanjut dalam setiap
konseling. Pengertian harus berkembang dan meningkat, tetapi dalam
banyak kasus PK harus merasa puas sementara dengan pengertian yang
belum sepenuhnya ia kuasai, dan terus berusaha ke arah pengertian yang
total.
Pengetahuan tentang tingkah laku manusia diperlukan untuk mengerti perasaan
seseorang. Pengetahuan itu masuk melalui ilmu psikologi, psikiatri, dan ilmu sosial
lainnya. Pengetahuan juga masuk melalui penilaian terhadap pengalaman hidup
sendiri, seseorang, dan melalui praktik profesional. Pengetahuan disini termasuk
pengetahuan tentang kebutuhan manusia secara umum serta pola reaksi dan
pertahanan diri manusia dalam keadaan tegang (stress). Pengetahuan yang umum
ini kemudian digunakan sebagai kerangka kerja untuk dapat lebih mengerti dan
201
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

membantu klien dengan kualitas individual dan keunikannya. Setiap manajer kasus
harus dapat mencari sendiri cara untuk mengembangkan keterampilan mengerti
perasaan klien.
Kepekaan dan pengertian belumlah cukup; kepekaan dan pengertian barulah
berarti apabila ada respons. Respons PK terhadap klien pada tingkat perasaan
merupakan unsur psikologis yang paling penting dalam relasi bantuan. Hal itu
mungkin merupakan keterampilan yang paling sulit. Respons kadang-kadang
merupakan hal yang menakutkan bagi PK pemula karena respons harus bersifat
individual bagi setiap klien, bahkan bagi setiap perubahan suasana hati klien dalam
suatu konseling. Respons tidak selalu dalam bentuk verbal, bisa juga dalam bentuk
sikap dan perasaan. Respons dapat dibimbing oleh pengetahuan dan tujuan. Hal
itu merupakan suatu respons internal dari diri PK secara sadar dan bertujuan
mengidentifikasi perasaan klien. Meskipun respons itu sebenarnya internal, hal itu
dikomunikasikan kepada klien melalui berbagai bentuk manifestasi eksternal (dari
luar), baik melalui perkataan, ekspresi muka, nada berbicara, maupun melalui
tindakan.

4. penerimaan,
Objek penerimaan adalah klien individual (sebagaimana adanya dia/sebenarnya)
dengan kekuatan dan kelemahannya; potensi dan keterbatasannya, sikapnya yang
simpatik atau tidak simpatik, perasaannya yang positif dan negatif, serta
tingkahlakunya yang baik dan yang tidak baik.
Meskipun secara realistis PK melihat segala sesuatu yang negatif pada klien, ia
tetap dapat mempertahankan kehormatan klien secara realistis juga. Sifat-sifat
penerimaan mencakupi kehangatan, kesopanan, mendengarkan, menghormati,
perhatian, minat, kedewasaan, kepastian yang konsisten, dan kesediaan untuk
dengan sadar memasuki dan membagi pengalaman hidup dengan orang lain.
Penerimaan adalah suatu prinsip tindakan penerimaan dan perlakuan PK terhadap
klien sebagaimana adanya, termasuk kekuatan dan kelemahannya, sifatnya yang
menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, perasaan positif dan perasaan
negatifnya, sikap dan tingkahlakunya yang konstruktif dan dekstruktif, serta selalu
mempertahankan perasaan tentang martabat dan nilai kepribadiannya.
Tujuan penerimaan adalah menghormati integritas klien sebagai sesama manusia,
membantu orang yang sedang dalam kesulitan, menyumbang sesuatu kesenangan
dan kebahagiaan terhadap orang lain, membantu orang untuk menjadi lebih baik,
serta mendapatkan penguasaan atas kehidupannya dan kelakuannya sendiri.
Menerima klien sebagaimana adanya dengan sikap, prinsip, atau tingkah laku yang
menyimpang, jelas bukan berarti mengakui atau menyetujui atau membenarkan
penyimpangan itu.
Penerimaan berarti menerima dan mengerti untuk membantu dan mengakui
bahwa hal itu sebagai bagian dari kenyataan, tetapi bukan sebagai yang benar dan
baik. Jadi, ada perbedaan antara menerima dan membenarkan. Penerimaan
202
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

terhadap orang lain bukan berarti menerima perbuatan yang tidak bermoral
sebagai perbuatan yang benar, juga tidak berarti membenarkan sikap atau
tingkahlaku yang menyimpang. Objek penerimaan bukanlah ”yang baik”, tetapi
”yang nyata”.
Pemahaman PK terhadap konsep penerimaan akan membantu PK mengerti klien
sebagaimana adanya. Dengan demikian, PK membantu klien membebaskan diri
dari pertahanan diri yang tidak dikehendaki sehingga klien merasa aman untuk
membuka diri dan memandang diri sebagaimana adanya serta menyelesaikan
masalahnya sendiri dengan cara yang realistik.

5. sikap tidak menghakimi,


Pengertian dasar dari “menghakimi” adalah menentukan apakah seseorang itu
bersalah atau tidak bersalah dalam melakukan suatu hal. Hal itu merupakan proses
memutuskan apakah seseorang terlibat dalam tindakan kejahatan atau tidak,
dengan pengetahuan dan dengan kesengajaan sehingga ia dipersalahkan.
Sikap tidak menghakimi didasarkan pada suatu keyakinan bahwa PK tidak
membenarkan penentuan bersalah atau tidak bersalah, atau sampai seberapa jauh
tanggungjawab klien sebagai penyebab masalah atau kebutuhan. Meskipun
demikian, PK harus mampu membuat evaluasi mengenai sikap standar atau
tindakan klien tanpa melibatkan unsur pikiran dan perasaannya.
Dalam PK menghakimi berarti suatu usaha menempatkan kesalahan pada klien,
menyatakan bahwa ia baik secara verbal maupun nonverbal bertanggungjawab
karenamenyebabkan masalahnya atau ketergantungannya, baik yang berhubungan
dengan lingkungannya maupun dengan kepribadiannya. Kebutuhan klien mencari
bantuan dari lembaga sosial dapat mengakibatkan timbulnya perasaan yang tidak
enak, salah satunya adalah takut “dihakimi”.
Ketakutan klien timbul berdasarkan pengalaman hidupnya. Ia telah dihakimi dan
dikutuk karena kesalahan dan kegagalan yang telah diperbuatnya, baik oleh orang
yang tidak mengerti diri klien maupun oleh orang yang tidak mempunyai hak untuk
berbicara kepadanya. Apabila klien melihat PK sebagai simbol masyarakat yang
akan menghakiminya dan yang ia takuti, klien cenderung mencari keamanan diri
dalam suatu sikap yang melindungi dirinya. Hal itu merupakan rintangan untuk
dapat melihat secara objektif pada dirinya dan sebab ketidakmampuannya untuk
menyesuaikan diri.
Selama takut dihakimi, klien tidak akan merasa bebas untuk berbicara tentang
dirinya dengan tenang dan terbuka. Dia tidak akan mampu mengeluarkan hal yang
negatif dalam situasinya dan dalam kepribadiannya karena takut informasi yang
diberikannya akan digunakan untuk menyerang dirinya dalam berbagai cara.
Kebutuhan untuk melindungi diri sendiri akan berkurang apabila klien menyadari
bahwa PK adalah orang yang secara total tidak mempunyai keinginan untuk
menghakimi atau mengadili klien.
Kecurigaan terhadap PK yang menunjukkan sikap bersahabat akan hilang dan ia
203
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

akan merasa yakin bahwa pertanyaan yang diajukan adalah untuk kepentingan
membantu klien, bukan untuk menjatuhkannya. Klien akan menjadi lebih mampu
menerima dirinya sebagai orang yang berguna dan lebih mampu mendiskusikan
kebutuhannya dan masalahnya yang sebenarnya.

6. memutuskan bagi diri sendiri,


Salah satu keyakinan yang kuat dari PK adalah bahwa setiap orang mempunyai
kemampuan untuk memutuskan bagi diri sendiri dan bahwa pelanggaran yang
disadari dan disengaja oleh PK terhadap kebebasan klien untuk memutuskan
sendiri adalah suatu tindakan yang tidak profesional, yang melanggar hak klien
dan mengganggu atau tidak memungkinkan penyelesaian masalah.
Prinsip klien memutuskan bagi diri sendiri adalah pengenalan praktis terhadap hak
dan kebutuhan klien untuk bebas membuat pilihan dan keputusan sendiri dalam
proses bantuan. PK mempunyai kewajiban untuk menghormati hak itu, mengenal
kebutuhan itu, menstimulasi dan membantu klien mengaktifkan potensi itu untuk
mengarahkan diri sendiri dengan jalan membantu klien melihat dan menggunakan
sumber daya yang ada di komunitas dan diri klien sendiri.
Hak klien untuk memutuskan sendiri, walaupun terbatas oleh kemampuan klien
untuk membuat keputusan yang konstruktif dan positif, sangat dipengaruhi oleh
kerangka hukum sipil dan hukum moral, serta oleh fungsi lembaga sosial.

7. kerahasiaan,
Kerahasiaan merupakan hak asasi individu dan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu
sebagai kode etik profesional dan sebagai unsur relasi bantuan. Kerahasiaan
adalah penjagaan informasi yang bersifat rahasia tentang klien yang disampaikan
dalam relasi profesional. Kerahasiaan merupakan suatu kewajiban etis dari
manajer kasus dan sangat diperlukan bagi pembimbingan kemasyarakatan yang
efektif. Namun, hak klien tersebut tidak mutlak karena rahasia klien kadang-
kadang perlu dibahas bersama antara orang profesional dalam satu tim kerja
suatu lembaga sosial dan lembaga sosial lainnya. Kewajiban itulah yang mengikat
semua orang yang terlibat di dalamnya. Rahasia hanya dapat didiskusikan dalam
relasi profesional. Oleh sebab itu, PK sebaiknya menjelaskan informasi atau
catatan apa saja yang disimpan, serta laporan dan catatan yang akan diberikan
kepada pihak lain yang juga mempunyai hak dan tanggungjawab dalam
penyediaan layanan berkesinambungan bagi klien.
Jika klien meminta bantuan dari suatu lembaga pelayanan sosial, ia menyadari
bahwa ia harus mengutarakan berbagai fakta tentang dirinya dan tentang
situasinya kepada PK. Misalnya, perasaannya yang tidak ingin diketahui orang lain,
tingkahlakunya yang dapat merusak reputasi pribadinya apabila diketahui oleh
kawan atau tetangganya atau tentang kejadian-kejadian dalam keluarganya yang
dapat memalukannya.
Sebelum menghimpun informasi dari klien, penting bagi PK untuk menjelaskan
204
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

kepada klien apa tujuan mengumpulkan informasi yang lengkap dan benar, baik
dari klien maupun dari keluarga dan siapa saja yang dapat mengakses informasi
tersebut. Hal tersebut akan dapat mengurangi kekhawatiran/kecurigaan klien
untuk dapat berterus terang dalam mengungkapkan perasaan dan masalahnya
kepada PK. Klien memasuki relasi bantuan dengan pengertian tersebut. Oleh
sebab itu, memegang rahasia klien adalah kualitas yang penting dari relasi
bantuan.

C. Sifat layanan bantuan


Setiap jenis layanan kesejahteraan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah
maupun masyarakat mengandung sifat prefentif, kuratif dan rehabilitatif (Alfred J.Khan,
1973). Seperti penjelasan berikut:
a. preventif atau pencegahan, pelayanan bantuan yang diarahkan untuk
pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan dengan
melibatkan keluarga, masyarakat, lembaga atau organisasi sosial yang peduli
dengan pembinaan narapidana.
b. kuratif atau penyembuhan, pelayanan bantuan yang diarahkan untuk
penyembuhan atas gangguan-gangguan yang dialami oleh klien bapas baik
secara fisik, psikis maupun sosial.
c. rehabilitatif atau pemulihan kembali, proses pemulihan kembali fungsi-fungsi
sosial setelah individu atau klien mengalami berbagai guncangan sebagai
narapidana dalam melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Pada negara berkembang seperti Indonesia pelayanan sosial dimaksudkan sebagai
pelayanan yang difokuskan pada bantuan bagi individu bersifat perorangan dan
keluarga yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri dan pelaksanaan fungsi-
fungsi sosial di masyarakat.

D. Menjalin kemitraan,
Menjalin hubungan kerjasama terhadap penyedia layanan dilingkungan masyarakat
merupakan hal penting untuk dilakukan oleh PK agar terjadi pelayanan yang
berkesinambungan yang dapat memenuhi kebutuhan klien. Meskipun demikian, upaya
ini merupakan hal yang rumit dan tidak mudah dilakukan. Hal terpenting adalah
memusatkan upaya pada kerjasama yang saling mendukung antara satu instansi dan
instansi lainnya. Dengan demikian, terdapat berbagai pemangku kepentingan
(stakeholder) yang memilki kemampuan layanan yang berbeda dan spesifik yang dapat
menyediakan variasi layanan untuk pemenuhan kebutuhan klien.
Diharapkan setelah mempelajari bab ini, PK dapat memiliki kemampuan menjalin
hubungan bantuan dengan klien.Dengan pelayanan yang berkesinambungan
diasumsikan bahwa sistem pendukung seperti dibawah ini tersedia secara terpadu dan
dapat berjalan secara efektif dan efisien di masyarakat (Yayasan LAYAK, 2007), yaitu:
a) pengembangan jaringan kerja,
205
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

 Jaringan kerja sering diidentikkan dengan kemitraan, kolaborasi, dan


koordinasi.
 Jaringan kerja adalah tata hubungan kerjasama yang berciri kemitraan dari
berbagai unsur yang berdasarkan kriteria tertentu memiliki tanggung jawab
sosial untuk terlibat menangani masalah
 Adanya sistem kerjasama dan koordinasi yang direncanakan secara terarah
dan sistematis.
 Jaringan kerja adalah proses perluasan kontak organisasi formal dan
organisasi informal sehingga terjadi kontak antara suatu organisasi dan/atau
anggotanya dan individu dan/atau organisasi lainnya.
b) Fungsi jaringan kerja antar lembaga/badan sosial adalah sebagai:
 media kerjasama
 sumber informasi
 pengembangan program
 pengendalian sumber
 konsultasi dan koordinasi

Jaringan pengembangan perlu disusun melalui langkah jaringan antar lembaga (Meity
S., 2008) berikut:
 identifikasi dan inventarisasi,
 penyusunan gagasan dan program yang dianggap layak sesuai dengan
kebutuhan,
 identifikasi, inventarisasi, dan pemetaan pihak yang secara potensial
dianggap sebagai pemilik sumber dan diperhitungkan dapat memberikan
dukungan terhadap program,
 pelaksanaan kontak pendahuluan dan lanjutan kepada pihak-pihak yang
telah dipetakan,
 penyusunan kontrak kerja/komitmen bersama, dan
 pelaksanaan kerjasama.

Beberapa komponen layanan yang harus tersedia dalam menyusun jaringan dan
menjalin kemitraan sebagai kekuatan untuk melengkapi program pelayanan bagi klien
seperti berikut:

206
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

a. tersedianya bahan komunikasi,


informasi, dan edukasi (KIE)
b. tersedianya mobilisasi masyarakat
untuk membangun program layanan
masyarakat,
c. terjalinnya kemitraan antara
pemerintah dan LSM,
d. tersedianya prosedur rujukan antar-
instansi penyedia layanan di
masyarakat bagi klien dan/atau
keluarganya,
e. tersedianya prosedur supervisi dari
sarana layanan di tingkat pusat dan Gambar 8.
daerah, termasuk para relawan, serta Menjalin kemitraan wajib dalam
f. pelatihan dan bimbingan teknis bagi PK. manajemen kasus untuk menggali
sumber pelayanan.
Pelayanan lanjutan, baik berupa rujukan (referral), penyaluran (transfer) maupun
pengakhiran (terminasi) bagi kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH),bertujuan
terlaksananya pengalihan pelayanan lanjutan bagi klien kepada pihak lain sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, dan masalahnya.
Contoh:
Individu dan lembaga yang dapat menjadi rujukan:
a. keluarga : orang tua, kakak/adik, kakek/nenek, paman/bibi, sepupu, dll.
b. profesi lain: psikolog,penasihat hukum, pekerja sosial, dokter, guru,dan polisi;
c. orang lain yang dekat dengan korban: keluarga (orangtua), teman sebaya,
dan tokoh masyarakat (ketua RT/ketua RW);
d. lembaga pemerintah (formal):dinas sosial, Komisi Nasional Perlindungan
Anak, pusat-pusat rehabilitasi, rumah sakit, dan bapas;
e. lembaga sosial skala internasional: UNICEF, Save Children, dan ILO;
f. lembaga sosial nonpemerintah (LSM): seperti rumah aman anak dan rumah
singgah;
g. lembaga sosial berbasis keagamaan (ormas):Muhamadiyah dan Nahdlatul
Ulama yang telah banyak memiliki panti asuhan dan rumah singgah, dll.

1. Sumber-Sumber Pelayanan
Setiap orang selalu dihadapkan pada usaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang digunakan oleh individu
ataupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka (Siporin, 1972).
Untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan manusia, sebenarnya ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan.
a. Kebutuhan manusia pada prinsipnya lebih dari satu;kebutuhan manusia
tersebut merupakan sekumpulan dari kebutuhan dasarnya.
207
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

b. Ada beberapa kebutuhan manusia yang sebenarnya merupakan karakteristik


dari konteks kebudayaan yang dimilikinya. Manusia yang berada di dalam
masyarakat tertentu akan dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, kebutuhan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaannya.
c. Sistem kebutuhan setiap individu sangat bergantung pada perkembangannya.
Kebutuhan seorang bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa akan berbeda.
Selain perkembangan fisik, perkembangan psikis juga memengaruhi jenis
kebutuhan yang diperlukan setiap individu. Kebutuhan klien sangat banyak
dan bervariasi, masing-masing memiliki kebutuhan yang spesifik. Kebutuhan
manusia dikelompokkan dalam 2 golongan besar, yaitu:
a. kebutuhan berdasarkan karakteristik umum (general), dan
b. kebutuhan berdasarkan perkembangan manusia (spesifik).
Banyak ahli yang memberikan pendapat mereka mengenai jenis kebutuhan
manusia secara umum. Neil GilbertdanHarry Specht(1989) di dalam bukunya
yang berjudul The Emergence of Sosial Welfare and Sosial Work menyatakan
bahwa kebutuhan manusia dapat dikelompokkan dalam 5 bagian, yaitu:
 kebutuhanfisik(physicalneeds),
 kebutuhan emosional (emotional
needs),
 kebutuhanintelektual (intelectual
needs),
 kebutuhanspiritual (spiritual needs),
dan
 kebutuhan sosial (social needs).

Ilustrasi sebagaimana terlihat pada Gambar 9 menunjukkan bahwa betapa


pusingnya orang itu untuk dapat memenuhi kelima kebutuhan tersebut karena
kebutuhan manusia itu sangat tak terbatas. Kebutuhan setiap tahapan
perkembangan manusia berbeda-beda.
Sistem sumber bantuan secara potensial dapat digali dan dimanfaatkan
klien untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi kadang-kadang ada situasi yang
menyebabkan klien tidak dapat menggali dan memanfaatkan sistem tersebut.
Oleh karena itu, ia membutuhkan dukungan dan dampingan PK untuk dapat
mengakses berbagai sistem sumber layanan dan/atau bantuan tersebut. (Allen
Pincus dan Anne Minahan dalam Dwi Heru Sukoco, 1992) mengklasifikasikan
sumber layanan ke dalam tiga golongan, yaitu :
a. sistem sumber alamiah atau sistem sumber informal,
Sistem sumber alamiah atau sistem sumber informal adalah keluarga, teman,
tetangga, ataupun orang lain yang bersedia membantu. Bantuan yang dapat digali
dan dimanfaatkan dari sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih sayang,
nasihat, informasi, dan layanan konkret lainnya, seperti peminjaman uang.

208
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

b. sistem sumber formal,


Sistem sumber formal adalah keanggotaan klien dalam suatu organisasi atau
asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan minatnya sebagai anggota.
Sistem sumber tersebut juga dapat membantu anggotanya untuk bernegosiasi
dan memanfaatkan sistem sumber kemasyarakatan.
c. sistem sumber kemasyarakatan,
Sistem-sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan adopsi,
program latihan kerja, pelayanan sosial resmi, dan sebagainya. Setiap orang dalam
kehidupannya berkaitan dengan sistem sumber kemasyarakatan, seperti sekolah,
pusat perawatan anak, penempatan tenaga kerja, dan program tenaga kerja.
Orang juga berkaitan dengan badan pemerintah dan layanan umum lainnya,
seperti rumah sakit, perpustakaan umum, kepolisian, dan pelayanan sosial.

2. Pemetaan Sumber Layanan


Untuk dapat menggali dan memanfaatkan sumber layanan di atas diperlukan
kekuatan dan kekuasaan (power and authority). Kekuatan dan kekuasaan manusia
pada dasarnya merupakan kemampuan orang tersebut untuk bertindak secara
efektif. Kekuasaan biasanya berkaitan dengan hak seseorang untuk dapat
memanfaatkan sumber-sumber layanan yang tersedia. Pembimbing
kemasyarakatan, sebagai pihak perantara atau penghubung antara sistem sumber
layanan dan kliennya, terlibat dalam usaha memengaruhi kebijakan serta program
yang menjamin adanya pemerataan bagi setiap orang.
Dalam upaya memengaruhi kebijakan tersebut, PK harus mampu berperan sebagai
perantara, pelaku advokasi (advocate), dan pemetaan pemangku kepentingan
(stakeholder) yang memiliki kewenangan memberikan layanan yang dibutuhkan
klien. Dalam proses pembimbingan,PK sebaiknya memiliki buku saku yang
memuat instansi pemberi layanan, alamat, jam layanan, dan kontak person dengan
nomor telepon yang dapat dihubungi diwilayah kerjanya. Diharapkan PK juga
dapat memberikan buku saku layanan tersebut kepada kliennya sehingga klien
dapat mengakses layanan yang dibutuhkan dengan lebih mudah.
Untuk lebih jelasnya, PK dapat melihat contoh bagaimana melakukan koordinasi,
menjalin kemitraan, dan melakukan pemantauan terhadap klien bapas yang
terdeteksi HIV setelah mendapatkan program pembebasan bersyarat (PB) seperti
bagan berikut:

209
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Pusat
Napi/Ta CST,
hanan adikasi
Bebas
Dengan WBP Bebas Rumah Layanan
resiko HIV murni singgah CST
Pengobat Puskesma
dan atau an TB s
dalam PB, CB, Pelayana
Bapas &
program CMB n IMS
BLK
(TB, IMS, Bagi Klien
LSM
Adiksi, ARV) Bapas

Tanpa
faktor Gambar 10 Bebas
resiko HIV Layanan kesehatan bagi klien bapas, PB, CBM, dan CB
& tidak
dalam
PK, sebagai manajer kasus, dapat memberikan informasi dan/atau membantu klien
program
yang sedang menjalani PB, CMB, dan CB untuk akses ketempat penyedia layanan
terapi
kesehatan yang dibutuhkan. Bapas merupakan satu-satunya instansi pemerintah yang
dapat menghubungkan warga binaan dari lapas dan rutan dengan dunia luar,
terutama yang menjalani PB, CBM, dan CB.
Warga binaan yang mengikuti program PB, CMB, dan PB merupakan klien
pemasyarakatan dalam pengawasan balai pemasyarakatan. Sebelum narapidana
menjalani pembebasan, dilakukan pemantapan sesuai dengan kebutuhan individu
narapidanayang bersangkutan. Pemantapan dapat berupa konseling individu ataupun
pemantapan secara kelompok. Kegiatan pemantapan dapat dilakukan melalui
ceramah, penyuluhan, ataupun pelatihan yang dikemas dalam program prerelease.
Dari program ini diharapkan warga binaan yang mempunyai perilaku berisiko di lapas
dapat diketahui status HIV-nya sebelum bebas agar setelah bebas dapat dibuat
perencanaan penanganan kesehatannya. Hal ini juga dapat mencegah terjadinya
penularan kepada pasangannya dan/atau keluarga.
Klien dalam risiko HIV atau dalam program TB, IMS, adiksi, ARV bagi klien bebas
murni dilakukan rujukan ke rumah singgah atau pusat CST dan Adiksi. Bagi klien PB,
CMB, dan CB rujukan dapat dilakukan ke bapas dan BLK. Selanjutnya, baik klien bebas
murni maupun klien PB, CMB, dan CB memperoleh layanan lanjutan ke puskesmas
ataupun LSM untuk dilakukan pengobatan dan terapi secara berkala dan
berkelanjutan yang prosesnya tampak seperti pada bagan di atas.
Warga binaan pemasyarakatan kerap menemui masalah dalam kehidupannya setelah
mereka keluar dari lapas sehingga pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
sangat mereka butuhkan. Masalah yang sering ditemui berkaitan dengan kesehatan.
Studi kasus di luar negeri tentang klien HIV yang bebas dari lapas dan rutan didapat
permasalahan sebagai berikut:
210
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

1) perilaku seks yang berisiko, tidak aman, transaksi seks, dan penggunaan
narkoba;
2) bertemu dengan perilaku berisiko HIV dan HCV dalam beberapa hari pertama
setelah bebas sehingga merupakan faktor penyebab kambuhnya perilaku
berisiko dalam beberapa hari setelah bebas;
3) mantan WBP memerlukan penyegaran kembali tentang pengetahuan HIV dan
hepatitis C, upaya pencegahan terfokus pada pendidikan, promosi kesehatan
mengenai seks dan jarum steril, rehabilitasi atau terapi kepada penyalahguna
obat, perlunya rumah singgah untuk bebas dari narkoba pada hari-hari
pertama bebas;
4) mantan WBP menghadapi tantangan besar dalam mengakses sarana
kesehatan dan pengobatan sehingga diperlukan koordinasi antara petugas
bapas dan petugas kesehatan di komunitas umum agar dapat melanjutkan
perawatan setelah bebas;
5) kepatuhan mantan WBP terhadap terapi seringkali menurun drastis,tingkat
overdosis sangat tinggi bagi mantan WBP juga mantan pengguna narkoba,
mungkin dapat dirujuk pada puskesmas atau rumah singgah di luar (Draf
“Pedoman Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan Komprehensip di Lapas,
Rutan, dan Bapas”, 2011).

3. Jejaring Instansi Pemerintah atupun Nonpemerintah


Kenyataan menunjukkan bahwa betapa rentannya klien bapas setelah bebas
tanpa pengawasan dan pendampingan, PK perlu mengetahui jejaring instansi
pemerintah ataupun nonpemerintah yang dapat dibutuhkan untuk menolong
klien bapas, seperti:
a. rumah sakit daerah yang menyediakan sarana CST dan layanan HIV;
b. rumah sakit penyedia layanan penanggulangan ketergantungan obat;
c. dinas kesehatan kabupaten/kota;
d. puskesmas yang terdekat dengan bapas;
e. lembaga swadaya masyarakat yang melayani HIV/AIDS, harm reduction,
dan rehabilitasi pecandu; serta
f. komisi penanggulangan AIDS kota dan provinsi.

E. Rangkuman
1. Penguatan dan pemetaan jejaring layanan yang tersedia diwilayah kerja PK
merupakan upaya terpenting yang harus dilakukan oleh PK. Tanpa adanya kerja
sama yang baik antara PK atau bapas dan petugas instansi pemberi layanan akan
sulit bagi klien untuk dapat mendapatkan layanan.

2. Pembimbing kemasyarakatan harus mampu memetakan sumber layanan


nonpemerintah, seperti lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang HIV

211
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

AIDS, harm reduction, dan rehabilitasi pecandu narkoba, selain sumber layanan
formal yang disediakan oleh pemerintah.
3. Salah satu peran utama PK adalah menjalin hubungan bantuan dengan klien dan
klien harus menyadari kebutuhannya akan dukungan dan bantuan PK untuk kembali
memulai melaksanakan perannya di masyarakat setelah ia memperoleh
pembebasan bersyarat. Dalam menjalin hubungan bantuan, seorang PK harus
memahami tujuh prinsip relasi bantuan yang dapat membantu terbangunnya relasi
yang baik antara PK dan klien.

4. Ketujuh prinsip relasi bantuan tersebut adalah individualisasi, ekspresi perasaan


yang bertujuan, pelibatan emosional yang terkendali, penerimaan, sikap tidak
menghakimi, memutuskan bagi diri sendiri, dan kerahasiaan.

5. Setiap layanan bantuan atau layanan sosial senantiasa diarahkan sebagai upaya
pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan dari gangguan dan guncangan selama
klien berstatus sebagai narapidana.

g. Latihan

Apakah Saudara sudah memahami materi yang disampaikan pada pokok bahasan VI
ini? Untuk mengetahui seberapa dalam pemahaman Saudara berkaitan dengan materi
ini, jawablah pertanyaan berikut ini.

1. Sebutkan salah satu sistem sumber layanan menurut Pincus dan Mihanan!
2. Sebutkan salah satu prinsip untuk mengidentifikasi kebutuhan manusia!
3. Sistem layanan seperti apa yang dapat memberikan layanan berkesinambungan?
4. Sebutkan lima kebutuhan manusia menurut Neil GilbertdanHarry Specht!
5. Mengapa PK harus melakukan pemetaan sumber layanan ?
6. Sebutkan dan jelaskan salah satu dari tujuh prinsip relasi bantuan!
7. Sebutkan salah satu fungsi dari jaringan kerja?
8. Apakahyang dimaksud dengan konsep kerahasiaan relatif?

212
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
PENUTUP
AB TUJUH

213
MANAJEMEN KASUS

A. Rangkuman
Salah satu model untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan tepat sasaran
sesuai dengan kebutuhan klien bapas adalah dengan menggunakan manajemen
kasus. Untuk dapat menjadi manajer kasus yang baik diperlukan pengetahuan dan
keterampilan. Salah satu keterampilan atau kemampuan dasar yang harus dimiliki
PK ialah keterampilan komunikasi yang efektif agar hubungan saling
mempercayai dapat tercipta antara PK dengan klien. Dengan berlandaskan
kepercayaan ini diharapkan informasi yang diperoleh PK dalam pembimbingan
dan penelitian kemasyarakatan adalah informasi yang benar dan valid. Dengan
demikian, PK dapat mengetahui masalah yang dihadapi klien dan menyusun
perencanaan yang akan dikembangkan bersama dengan klien.
Makin meningkatnya jumlah angka kriminal dan pelanggar hukum diperlukan
model penanganan yang komprehensif dan efektif agar tidak terjadi pengulangan
tindak pidana. Pelayanan yang tepat dan efisien serta adil bagi pelaku maupun
korban merupakan salah satu tujuan dalam model menajemen kasus, sebagai
upaya pemberdayaan klien secara optimal. Terbatasnya jumlah PK dan
beragamnya tingkat pendidikan bagi PK merupakan tantangan keberhasilan
penanganan dengan model manajemen kasus ini.
PK harus mampu memetakan sumber bantuan internal dari pihak terdekat klien
dan juga sumber layanan yang disediakan oleh lembaga swadaya masyarakat
setempat,selain sumber layanan formal yang disediakan oleh pemerintah. Dalam
hal ini,PK sebagai manajer kasus harus memiliki kemampuan berkoordinasi,
menjalin kemitraan dengan jejaring sosial dan lembaga/badan sosial dan tim ahli
yang dibutuhkan dalam penanganan kasus. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan
tugas dan fungsi, PK harus memiliki buku saku jejaring dengan informasi yang
lengkap bagi penyedia layanan diwilayah kerjanya.

B. Umpan Balik

Baca dan pelajarilah setiap bab secara bertahap dan berulang-ulang sehingga
pada saat PK selesai mengerjakan tes formatif yang disajikan dalam modul ini
tingkat penguasaan yang Anda peroleh mencapai paling sedikit 80%.Dengan
pengalaman praktik dimungkinkan PKakan lebih baik dapat menerapkan model
manajemen kasus ini dengan sempurna. Apabila Anda memperoleh jawaban 80 %
atau lebin benar, berarti Anda akan lulus dalam mengikuti seleksi
ujian.Namun,sebaliknya, apabila dalam evaluasi penguasaan diperoleh nilai
kurang dari 80%, PK harap belajar lebih giat lagi. Selamat belajar !

214
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

KUMPULAN SOAL

1. Manajemen kasus sering digunakan untuk merespons kebutuhan ....


a. ekonomi keluarga
b. perseorangan
c. kesehatan dan layanan sosial
d. pertahanan dan keamanan
2. Manajemen kasus sebagai pengorganisasian layanan yang bertujuan agar ....
a. klien mendapatkan perhatian
b. klien mendapat bimbingan yang lebih lama
c. klien memperoleh layanan secara tepat
d. klien dapat mengikuti kegiatan yang tepat di masyarakat
3. Menurut NASW, 1989, manajemen kasus adalah proses ....
a. membantu melakukan pendampingan
b. mengajak untuk mandiri
c. merencanakan kegiatan
d. memberikan kesadaran
4. Dari definisi beberapa manajemen kasus yang telah dibaca dapat disimpulkan
bahwa:
a. manajemen kasus merupakan model praktik yang menggunakan pengetahuan
dan keterampilan dan nilai-nilai tertentu.
b. manajemen kasus merupakan keahlian bagi petugas lapas.
c. manajemen kasus wajib bagi pendamping petugas yang menangani klien
HIV/AIDS.
d. manajemen kasus dapat digunakan bagi klien anak.
5. Salah satu prinsip manajemen kasus adalah ....
a. kerahasian
b. menegakkan nilai-nilai HAM
c. menjaga nilai-nilai masyarakat.
d. identifikasi klien dan kebutuhannya.
6. Salah satu fungsi manajemen kasus adalah ....
a. meringankan hukuman
b. tidak membeda-bedakan pelayanan pembimbingan
c. layanan yang teratur
d. memudahkan pembimbingan bagi PK bapas
7. Tujuan manajemen kasus adalah ....
a. menjaga klien agar lapor tepat waktu.
b. mengajarkan klien agar bertanggung jawab kepada keluarga dan masyarakat
c. mudah memantau perkembangan klien
d. bagi klien agar mendapat layanan yang efektif dan efisien.
8. Untuk mengetahui kebutuhan klien bapas perlu dilakukan ....
a. pembuatan litmas
215
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

b. melihat penahapan pembinaan


c. mempelajari vonis pengadilan
d. asesmen
9. Kegiatan asesmen meliputi:
a. Kunjungan ke rumah klien, bertemu tokoh masyarakat/kepala desa
b. mempelajari vonis pengadilan dan penahapan pembinaan
c. identifikasi masalah dan perumusan masalah
d. menyusun rencana pembimbingan
10. Urutan tahapan dalam manajemen kasus adalah ....
a. asesmen, intervensi, pengawasan, perencanaan, pendampingan, terminasi
b. asesmen, perencanaan, intervensi, pengawasan, pendampingan, terminasi
c. asesmen, pengawasan, perencanaan, pendampingan, intervensi,terminasi
d. asesmen, terminasi, pendampingan, perencanaan, pengawasan, intervensi
11. Terminasi/pemutusan pembimbingan dilakukan karena:
a. klien sudah tidak bekerja
b. klien meninggalkan keluarganya
c. klien pindah tempat tinggal
d. klien tidak mengikuti nasihat PK
12. Hal apa saja yang diperhatikan pada saat pengawasan terhadap klien?
a. tempat tinggal klien
b. teman sepermainan dengan klien
c. jumlah pertemuan untuk konseling
d. pengulangan tindak pidana
13. Bebarapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan konseling ....
a. penampilan fisik klien
b. tingginya hukuman dan lamanya bimbingan
c. kasus pidana yang dilakukan
d. proses kerja sama timbal balik dan saling menghargai
14. Kegiatan konseling adalah interaksi yang:
a. saling ketergantungan
b. berlangsung dalam kerangka profesional
c. tidak dapat direncanakan sebelumnya
d. memerlukan biaya dan pengorbanan.
15. Salah satu syarat menjadi PK yang berkualitas menurut LAYAK, 2007 :
a. tidak mudah percaya pengakuan klien
b. tidak menghambat ekspresi perasaan klien
c. tidak mampu mengendalikan diri
d. tidak peka terhadap budaya

216
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

Kunci Jawaban
1. a
2. c
3. b
4. c
5. a
6. d
7. c
8. d
9. d
10. c
11. b
12. c
13. d
14. d
15. b

217
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

DAFTAR PUSTAKA
Achlis, 1992, Komunikasi Pekerjaan Sosial, An Naba Perpustakaan DKM Al Ihsan STKS, Bandung.
Brenda, du Bois dan Karla Krogsrud Miley, 1992, Social Work and Empowering Proffession,
Boston Allyn and Bacon.
Corey, Gerald, 2005. Teori dan Praktik Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama, Bandung
Sheafor, Bradford W, Charles R. Horesjsi, 2003. Techniques and Guidelines for Sosial Work
Practice, United States of America.
Frankel, A.J., 2004. Case Management: An Introduction to Concepts and Skills.Second Edition.
University of North California, Wilmington School of Social Work Yeshire University, Lyceum
Books, Inc.
Rothman, 1991. Case Management Helping Proffesion, National Association of Sosial Workers,
California.
J.Kahn, Alfred, 1973. Social Policy and Social Services, Random Hause, New York.
Saleebey, D, 1997. The Strengths Perspective in Social Work Practice, New York : Longman.
Surya, Mohamad, 2003.Teori-Teori Konseling, Bandung, Pustaka Bani Quraisy.
Siporin, Max, 1975. Introduction to Social Work Practice,Macmillan, Canada.
Heru Sukoco Dwi, 1992.Profesi Pekerjaan Sosial, Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi
KesejahteraanSosial, Bandung.
Subardhini, Meity, 2008, Manajemen Kasus, Pateri perkuliahan program Pascasarjana
Pekerjaan Sosial, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung
Yayasan LAYAK, 2007. Buku Pedoman Pelatihan bagi Pelatih Manajemen Kasus HIV-AIDS.
Depok.
DirektoratJenderal Pelayanan Medik, Ditjen PPM & PL, Depkes RI, 2004. Modul Pelatihan dan
Konseling Tes Sukarela untuk Konselor Profesional.
Family Health International, 2001.HIV Counselling Training Manual. Zimbabwe.
Ministry of Health and Family Welfare, National AIDS Control Organisation, Government of
India. HIV-AIDS Counselling Training Manual for Trainers.
Kemenkes RI dan Kemenkumham RI, “Draft Pedoman Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
Komprehensif di Lapas, Rutan, dan Bapas”, 2011.

218
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

GLOSARIUM
1. Asesmen, adalah proses pengumpulan, analisis dan sintesa data penting kedalam suatu
formulasi pernyataan yang mencakup dimensi penting, yaitu:
 karakteristik masalah klien yang meliputi perhatian khusus terhadap kebutuhan
perkembangan dan stressor bersamaan dengan transisi kehidupan yang
memerlukan adaptasi;
 kapasitas mengatasi masalah klien yang mencakup kekuatan, keterampilan,
kepribadian, keterbatasan dan kekurangan;
 sistem yang relevan meliputi masalah klien dan karakteristik resiprokal antara klien
dan sistem tersebut;
 sumber yang tersedia atau yang dibutuhkan dalam mengatasi masalah; serta
 memotivasi klien untuk melakukan sesuatu terhadap masalahnya.

Indikator
 proses identifikasi, analisis, dan sintesis data pada dimensi;
 kondisi klien, keluarga, dan lingkungan;
 kapasitas mengatasi masalah;
 sumber daya yang relevan dengan masalah.

2. Manajemen kasus, adalah suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang


ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah yang kompleks dapat
memperoleh semua layanan yang dibutuhkan secara cepat.
Manajer kasus melaksanakan peranan penting sebagai pialang sosial, menguasai
sumber dan kebutuhan pelayanan advokasi sosial, mewakili kepentingan klien dalam
menghadapi berbagai penyedia layanan dan penyediaan sumber daya yang dibutuhkan
oleh klien.
3. Indikator
 Fungsi dasar manajemen kasus: asesmen, perencanaan, daftar lembaga layanan,
informasi dalam perencanaan kasus,interprestasi tujuan, monitoring evaluasi;
 Penyaluran;
 Memantau/memonitor setiap pelayanan yang diberikan untuk memastikan
tujuan tercapai secara tepat dan efektif.

1. Komunikasi
Berasal dari bahasa latin communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran
pikiran. Definisi lain dari komunikasi adalah proses pertukaran informasi antara dua
orang atau lebih dalam proses ini terjadi kegiatan mengirim pesan, menerima, dan
menanggapi pesan diantara orang yang saling berinteraksi (Max Siporin, 1975).

219
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MANAJEMEN KASUS

2. Keberfungsian sosial
Mengacu pada cara individu atau kelompok (keluarga, asosiasi, komunitas)
berperilaku dalam upaya menjalankan kehidupan mereka dalam memenuhi
kebutuhannya.

3. Rehabilitasi
Dewan nasional untuk rehabilitasi mengatakan suatu definisi rehabilitasi sebagai
usaha memperbaiki kecacatan secara fisik, mental, sosial, vokasional, dan
ketidakmampuan ekonomi, tetapi mereka masih memiliki kemampuan/kesanggupan.

4. Sumber daya
Merupakan aset yang ada atau yang dimiliki yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah, memenuhi kebutuhan, dan mendukung keberfungsian sosial.

5. Stigma
Mengacu pada pemberian tanda untuk mengekspos sesuatu yang tidak pada
tempatnya dan memberikan tanda yang jelek mengenai status sosial atau moral
seseorang.

6. Terminasi
Dalam konteks manajemen kasus, merupakantitik akhir/pengakhiran layanan dalam
proses manajemen kasus. Pekerja sosial bersama tim akan memutuskan layanan
karena tujuan telah tercapai atau tidak tercapai dan tidak ada keinginan untuk
melanjutkan atau dirujuk ke lembaga lain.

220
MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN
MODUL V
DIVERSI

TAHUN 2012
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIVERSI
Copyright © 2012, Tim Penulis Modul

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia


oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Penulis
Sri Susilarti | Tatan Rahmawan | G.A.P. Suwardhani

Editor
Tim PAU Universitas Terbuka
Siti Zahra Yundiafi

Desain dan Tata Letak


Rion Gustaf

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Tim Penyusun Modul

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI


DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
DIREKTORAT BIMBINGAN KEMASYARAKATAN
DAN PENGENTASAN ANAK
2012
DIVERSI

PENGANTAR
Modul Diversi bagi pembimbing kemasyarakatan (PK) pada balai pemasyarakatan di
seluruh wilayah Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Hal ini
mengingat telah disahkannya Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak dan akan diberlakukan pada tahun 2014 yang akan datang.
Melalui Modul Diversi ini, diharapkan para PK akan memiliki pemahaman mendasar
tentang pelaksanaan Diversi untuk kepentingan terbaik anak.

Modul Diversi ini adalah modul kelima dari beberapa modul yang telah disusun oleh
tim yang diharapkan dapat dijadikan pegangan bagi PK dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan upaya Diversi dilapangan maka
sangat dibutuhkan pemahaman mengenai sistem peradilan pidana anak, konsep
keadilan restoratif, konsep diversi, instrumen nasional yang menjadi dasar hukum
dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, instrumen internasional
yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum
dan tahapan pelaksanaan diversi.

Kami sadar bahwa modul ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang konstruktif kami terima dengan tangan terbuka. Tim penyusun berharap
modul ini dapat bermanfaat bagi PK selaku pengguna. Tidak lupa kami juga berterima
kasih atas dukungan semua pihak dalam penyusunan modul ini, khususnya kepada
HCPI (HIV Cooperation Program for Indonesia).

Tim Penyusun

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENDAHULUAN
BAB SATU

ii
DIVERSI

A. Latar Belakang
Anak merupakan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang
patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang lahir harus mendapatkan haknya tanpa anak
tersebut meminta. Pernyataan ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention
on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Hak anak ini kemudian juga dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang–Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kedua ketentuan tersebut membahas tentang
prinsip-prinsip umum pelindungan anak, yang mencakup nondiskriminasi, kepentingan
terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, serta penghargaan partisipasi
anak.
Filosofi sistem peradilan pidana anak
adalah mengutamakan pelindungan dan
rehabilitasi terhadap pelaku anak
(Emphasized the rehabilitation of youthful
offender). Secara filosofis, anak dianggap
sebagai orang yang masih mempunyai
sejumlah keterbatasan dibandingkan
dengan orang dewasa. Anak memerlukan
pelindungan dari negara dan masyarakat
Gambar 1 dalam jangka waktu ke depan yang masih
Situasi persidangan yang tidak bersahabat dengan anak
panjang. Terhadap anak yang terlanjur
Sumber: pusakaindonesia.or.id
menjadi pelaku tindak pidana diperlukan
strategi sistem peradilan pidana, yaitu mengupayakan seminimal mungkin intervensi sistem
peradilan pidana. Gambar 1 memperlihatkan situasi persidangan yang harus dihadapi oleh
anak, tetapi tidak menunjukkan bahwa anak bersahabat dengan situasi yang harus
dihadapinya tersebut.
Sampai saat ini, kenyataan jumlah anak yang melakukan pelanggaran hukum masih
tergolong tinggi. Sebagian besar dari kasus yang mereka hadapi diselesaikan melalui proses
hukum formal. Proses hukum formal bagi anak saat ini relatif sama dengan proses hukum
formal bagi orang dewasa. Gambar 1 memperlihatkan, baik secara proses maupun putusan
yang dijatuhkan hakim, anak harus mengalami proses hukum sama seperti yang dialami oleh
manusia dewasa. Khususnya dalam hal putusan, sebagian besar putusan bagi anak yang
sudah diberikan adalah pidana penjara. Putusan pidana tersebut tidak sejalan dengan
filosofi sistem peradilan pidana anak yang dilandasi oleh berbagai peraturan perundang-
undangan yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Oleh karena itu, perlu ada
upaya penyelesaian dengan pendekatan restorative justice.
Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Selain faktor diri anak sendiri, faktor lain di luar diri anak,

223

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

seperti pergaulan, pendidikan, dan teman bermain, juga turut berpengaruh. Untuk
melakukan pelindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan
pidana, timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk membuat
aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang melakukan pelanggaran
hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan
alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka
lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau
pengalihan. Modul ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan dengan konsep diversi
tersebut.

B. Deskripsi Singkat
Modul Diversi ini akan membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diversi,
yang meliputi sistem peradilan pidana anak, konsep keadilan restoratif, konsep diversi,
serta instrumen nasional dan instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam
penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, tahapan pelaksanaan diversi, serta
laporan pelaksanaan diversi.

C. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari modul “Diversi”, seorang PK mampu melakukan upaya diversi
untuk menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak sejalan dengan peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

D. Kompetensi Khusus
Secara khusus, sebagai seorang PK, Saudara diharapkan mampu untuk:
1. Menjelaskan sistem peradilan pidana anak;
2. Menjelaskan konsep keadilan restoratif;
3. Menjelaskan konsep diversi;
4. Menjelaskan instrumen nasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan
anak yang berkonflik dengan hukum;
5. Menjelaskan instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan
anak yang berkonflik dengan hukum;
6. Menjelaskan tahapan pelaksanaan diversi; serta
7. Membuat laporan pelaksanaan diversi.

E. Peta Kompetensi
Untuk memudahkan Saudara mempelajari materi Modul Diversi, berikut adalah susunan
kompetensi yang harus Saudara kuasai. Kompetensi ini harus Saudara miliki dalam
melakukan upaya diversi menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan oleh anak sejalan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

224

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

F. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan


Modul Diversi ini tersusun dalam empat pokok bahasan dan setiap pokok bahasan terdiri
atas beberapa subpokok bahasan. Untuk memudahkan Saudara mempelajari modul ini,
berikut adalah susunan pokok bahasan dan subpokok bahasan tersebut.
1. Sistem Peradilan Pidana Anak
a. Pengertian, Subsistem, dan Karakteristik Sistem Peradilan Pidana Anak
b. Keadilan Restoratif
c. Diversi
2. Instrumen Nasional dan Internasional yang Menjadi Dasar Hukum dalam
Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum
a. Instrumen Nasional yang Berkaitan dengan Anak yang Berkonflik dengan Hukum
b. Instrumen Internasional yang Berkaitan dengan Anak yang Berkonflik dengan
Hukum
3. Tahapan Pelaksanaan Diversi
a. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
b. Tahapan Pelaksanaan Diversi yang Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
c . Ilustrasi Penanganan Perkara Anak Melalui Upaya Diversi

4. Laporan Pelaksanaan Diversi


a. Format Laporan
b. Lampiran Pendukung Laporan

225

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

G. Manfaat Mempelajari Modul


Dengan mempelajari modul ini, selaku PK, Saudara diharapkan akan memiliki pedoman
dan kemampuan dalam melakukan upaya diversi bagi anak yang berkonflik dengan hukum,
misalnya sebagai pendamping atau sebagai mediator.

H. Petunjuk Penggunaan Modul


Dalam mempelajari modul ini, perhatikan dan ikuti petunjuk berikut.
1. Baca dan pelajari setiap bab pada modul ini secara bertahap dan berulang-ulang
sehingga Saudara mampu mengerjakan soal-soal latihan yang disajikan pada modul
ini dengan tingkat keberhasilan minimal 80%!
2. Pelajari pula Modul Pembimbing Kemasyarakatan (PK) lainnya agar Saudara mampu
mengaplikasikan modul ini!
3. Baca, pelajari, dan pahami pula berbagai peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum.

226

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


SISTEM PERADILAN
PIDANA ANAK
BAB DUA

227
DIVERSI

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Anak, PK diharapkan mampu
menjelaskan sistem peradilan pidana anak.

B. Subpokok Bahasan
Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Pidana Anak, dijabarkan menjadi tiga subpokok
bahasan, yaitu:
1. Sistem Peradilan Pidana Anak,
2. Keadilan Restoratif,
3. Diversi.
Berikut adalah paparan dari ketiga subpokok bahasan tersebut.

1. Sistem Peradilan Pidana Anak


Dalam subpokok bahasan 1 ini akan dipaparkan mengenai sistem peradilan pidana
anak. Anak, sebagai salah satu sumber daya manusia dan merupakan generasi penerus
bangsa, sudah selayaknya mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Upaya ini harus
dilakukan dalam upaya pembinaan anak untuk mewujudkan sumber daya manusia yang
tangguh dan berkualitas. Berkaitan dengan pembinaan anak, diperlukan sarana dan
prasarana hukum yang diharapkan dapat mengantisipasi segala permasalahan yang
timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud akan menyangkut kepentingan anak
ataupun penyimpangan sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan
ke pengadilan.
Anak merupakan bagian dari masyarakat. Mereka mempunyai hak yang sama
dengan masyarakat lain yang harus dilindungi dan dihormati. Hak anak merupakan hak
konstitusi, yang dirumuskan dalam konstitusi (khususnya amandemen II), Pasal 28 B
ayat (2) yang berbunyi, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Ketentuan
dalam UUD 1945 ini memang tidak secara langsung memerintah berkaitan dengan anak-
anak yang bermasalah dengan hukum, tetapi secara umum menegaskan perihal hak-hak
dan perlindungan anak-anak. Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini
kemudian dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal
58 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum
dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan
pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak tersebut.” Hal itudipertegas
pula dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dan
ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Selain itu, sebelumnya telah diratifikasi dalam Konfensi Hak Anak (Convention on
the Right of the Child) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Undang-
undang tersebut secara substansi mengatur hak anak, berupa hak hidup, hak atas nama,

228

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

hak pendidikan, hak kesehatan dasar, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak
berekspresi, berpikir, bermain, berkreasi, beristirahat, bergaul, dan hak jaminan sosial.
Gambar 3 berikut memberikan gambaran tentang hak anak tersebut.

KESEHATANS
GGG/S

Gambar 3
Hak-Hak Anak
Sumber: Harkristuti Harkrisnowo (2010)

Pembahasan tentang konsep diversi dan keadilan restoratif (restorative justice) akan diawali
dengan pembahasan mengenai sistem peradilan pidana anak dalam perspektif HAM
internasional sebagai komparasi. Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice Sistem)
adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait dalam penanganan kasus
kenakalan anak. Unsur pertama adalah polisi. Polisi berperan sebagai institusi formal ketika
anak nakal pertama kali bersentuhan dengan sistem peradilan. Polisi juga yang akan
menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut. Unsur kedua adalah
jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat. Jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat akan
menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Unsur ketiga
adalah pengadilan anak. Pengadilan anak berperan pada tahapan ketika anak akan
ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam
institusi penghukuman (Trajanowicz and Morash, 1992). Unsur terakhir atau unsur keempat
adalah institusi penghukuman. Intitusi penghukuman merupakan tempat bagi anak yang
melanggar hukum menjalani masa hukumannya sekaligus sebagai tempat pembinaan bagi
mereka.

229

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Ada dua kategori perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum:
a. Status offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa
tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur
dari rumah ( Allen and Simmonsen, 1989);
b. Juvenile delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum (Allen and Simmonsen, 1989);
Sehubungan dengan perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum
ini, Muladi menyatakan bahwa criminal justice sistem memiliki tujuan untuk: (i)
resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana; (ii) pemberantasan kejahatan; (iii) dan
untuk mencapai kesejahteraan sosial. Lebih lanjut berkaitan dengan perilaku anak yang
membuat mereka berhadapan dengan hukum ini, kondisi anak dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak secara nyata berada pada situasi berikut, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Harkristuti Harkrisnowo (2010) berikut.

 Mayoritas anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan


pidana dirampas kemerdekaannya.
 Anak yang dihadapkan ke pengadilan tidak didampingi advokat.
 Anak jalanan yang menjadi ABH, sanksi pidana yang diancamkan < 5 tahun
sering kali ditahan karena tidak ada yang menjamin.
 Anak yang dipenjara ditempatkan di bangunan bercampur dengan orang
dewasa.
 Keterbatasan jumlah SDM pada bapas untuk menangani kasus anak.
 Banyak media massa lebih tertarik terhadap isu anak dalam konteks violet
crime saja.
 Anak-anak yang masuk ke dalam rutan atau lapas belum terpenuhi hak-
haknya.
 Hakim tidak melibatkan petugas bapas selama proses peradilan anak.
 Cakupan anak nakal (melakukan tindak pidana atau tindakan yang
melanggar (living law).
 Usia pertanggungjawaban pidana anak berusia 8 tahun sampai dengan usia
sebelum 18 tahun dan belum menikah.
 Belum memasukkan asas-asas dalam Beijing Rules.
 Tidak secara expressis verbis menyatakan bahwa perampasan kemerdekaan
adalah measure of the last resort.
 Tidak memberi ruang bagi diversi.

Dari paparan yang disampaikan oleh Muladi di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan sistem peradilan pidana anak terpadu lebih ditekankan pada upaya pertama
(resosialiasi dan rehabilitasi) dan upaya ketiga (kesejahteraan sosial). Berdasarkan

230

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

tujuan sistem peradilan pidana ketika harus menjalani proses peradilan, anak perlu
pelindungan khusus karena belum dewasa secara jasmani dan rohani. Pelindungan
khusus tersebut dapat diwujudkan dengan memenuhi hak-hak anak selama dalam
proses hukum yang meliputi hak-hak sebagai berikut:
 tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi;
 tidak dijatuhi pidana mati, atau seumur hidup;
 tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
 tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara secara melawan hukum;
 diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana; serta
 hak atas bantuan hukum dan memperoleh keadilan dalam pengadilan anak.

Dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 1 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun


2011 dinyatakan, “Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses
penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan
sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.” Dalam penanganan
anak yang berhadapan dengan hukum untuk proses pemeriksaan oleh hakim
dilaksanakan oleh Pengadilan Anak, yaitu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada
di lingkungan peradilan umum.” Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus dan waktu
sidang Anak didahulukan dari sidang orang dewasa serta tertutup untuk umum, kecuali
pembacaan putusan ( Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 53 dan 54 Undang-Undang RI
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

Kondisi Anak dalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012


tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
 Anak yang berhadapan dengan hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum,
Anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi;
 Anak yang berkonflik dengan hukum, yang selanjutnya disebut Anak, adalah anak yang
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
diduga melakukan tindak pidana dan termasuk juga anak yang sudah menikah.
 Asas Sistem Peradilan Anak dilaksanakan berdasarkan asas pelindungan, keadilan,
nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak,
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dam pembimbingan Anak,
profisional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan
penghindaran balasan (Pasal 2).
 Hak Anak dalam proses pidana dijelaskan secara lengkap (Pasal 3);
 Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif dan
wajib diupayakan diversi (Pasal 5);
 Diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: diancam dengan pidana
penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana;
serta Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dikenakan tindakan.
 Pembimbing Kemasyarakatan untuk Anak, PK mempunyai peranan yang sangat penting
dalam upaya Diversi pada tingkat Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan;
231

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

 Penempatan Anak yang melakukan tindak Pidana ditempatkan di Lembaga


Penempatan Anak Sementara, dan Anak yang diputus oleh Hakim dalam menjalankan
masa pidananya ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak;
 Mendorong pembentukan Bapas di kabupaten/kota dan penambahan Pembimbing
Kemasyarakatan untuk Anak;
 Hakim wajib melibatkan petugas Bapas selama proses persidangan, litmas yang dibuat
PK wajib menjadi bahan pertimbangan Hakim dan batal demi hukum bila Litmas
diabaikan oleh Hakim;
 Penelitian Kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan (Pasal 64);
 Tugas Pembimbing Kemasyarakatan tercantum dalam Pasal 65;
 Pidana (Pasal 71) terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan;
 Tindakan yang dapat dikenakan Anak tercantum dalam Pasal 82 ;
 Peranan Bapas terhadap Anak yang ditempatkan di LPAS dan LPKA tercantum dalam
Pasal 84, 85, 86, dan 87.

Dengan mempelajari Pokok Bahasan I, Sistem Peradilan Pidana, diharapkan Saudara dapat
menjelaskan pengertian sistem peradilan pidana, kondisi objektif anak berhadapan dengan
hukum, dan hak-hak anak dalam proses peradilan pidana. Apabila telah memahami materi
pada Pokok Bahasan I, Saudara dapat melanjutkan pada materi berikutnya.

2. Keadilan Restoratif
Saudara pembaca modul Diversi, dalam subpokok bahasan sebelumnya telah
dibahas tentang sistem peradilan anak. Subpokok bahasan berikut akan menjelaskan
keadilan restoratif. Kejahatan merupakan bagian dari fenomena sosial kehidupan
masyarakat di mana pun. Pernahkah Saudara mendengar, melihat, atau bahkan menjadi
korban suatu peristiwa kejahatan? Dapat diyakini bahwa paling tidak, Saudara pernah
mendengar informasi tentang peristiwa kejahatan atau mungkin juga menyaksikannya.
Dalam kenyataannya, kejahatan yang timbul dalam kehidupan masyarakat tidaklah
dibiarkan begitu saja. Muncul berbagai reaksi dari masyarakat ataupun negara sebagai
respons atas kejahatan tersebut. Respons negara terhadap kejahatan adalah melalui
sistem peradilan pidana sebagai bagian dari kebijakan negara dalam menanggulangi
kejahatan. Melalui sistem peradilan pidana, para pelaku kejahatan akan berakhir pada
penjatuhan hukuman yang salah satunya adalah pemenjaraan. Penjatuhan hukuman
penjara terhadap pelaku kejahatan sebenarnya memiliki tujuan yang baik, yakni sebagai
proses pemulihan pelaku agar menjadi lebih baik. Dalam kenyataannya, putusan pidana
penjara kadang-kadang berakibat lebih buruk, baik bagi pelaku, korban, maupun
masyarakat, khususnya bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Oleh karena itu,
perlu adanya pendekatan lain dalam upaya menyelesaikan masalah kejahatan yang
dilakukan oleh anak, yaitu melalui pendekatan keadilan restoratif.

232

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Konsep keadilan restoratif ini mengakui bahwa kejahatan dapat menyebabkan


penderitaan bagi masyarakat dan komunitas. Oleh sebab itu, sangat diperlukan untuk
melakukan perbaikan keadilan bagi yang menderita akibat kejahatan dan pada
prosesnya masyarakat pun dilibatkan. Program perbaikan keadilan ini memungkinkan
korban, pelaku, dan komunitas dapat terlibat langsung dalam merespons kejahatan,

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan


pelaku, korban, keluarga pelaku, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama
mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula, dan bukan pembalasan (Bab I Pasal 1 butir 6 Undang-Undang RI
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

proses pemulihan yang melibatkan semua pihak adalah dasar untuk mencapai hasil yang
memulihkan pelaku kejahatan. Keadilan restoratif, sebagai terjemahan dari Restorative
Justice, menurut Daly dan Immarigeon yang dikutip oleh Budiana (2009) menyatakan
bahwa Restorative Justice telah mulai bermunculan di beberapa negara dengan nama
yang berbeda. Konsep dasarnya adalah adanya proses alternatif untuk memecahkan
permasalahan dan menghindari penghukuman lewat peradilan pidana dengan
menerapkan bentuk diversi (pengalihan), bentuk hukuman, dan menghindari proses
peradilan formal. Mengapa pendekatan keadilan restoratif perlu dikedepankan?
Saudara dapat memahaminya dengan melihat tabel berikut. Dalam tabel berikut akan
dibandingkan keadilan restoratif dan keadilan retributif. Perlu Saudara ketahui bahwa
keadilan retributif pada dasarnya adalah keadilan yang menekankan pada pembalasan
dan berorientasi pada individu anak pelaku delikuen.

Perbedaan Keadilan Retributif dan Restoratif

KEADILAN RETRIBUTIF KEADILAN RESTORATIF

 Kejahatan adalah perlukaan


 Kejahatan adalah pelanggaran
terhadap individu atau
sistem.
masyarakat.
 Fokus pada menjatuhkan
kesalahan, menimbulkan rasa  Fokus pada pemecahan masalah
bersalah, dan pada perilaku dan memperbaiki kerugian.
masa lalu.
 Hak dan kebutuhan korban
 Korban diabaikan.
diperhatikan.
 Pelaku didorong untuk
 Pelaku pasif.
bertanggung jawab.
 Pertanggungjawaban pelaku
 Pertanggungjawaban pelaku
adalah menunjukkan empati dan
adalah hukuman.
memperbaiki kerugian.
233

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

KEADILAN RETRIBUTIF KEADILAN RESTORATIF

 Respons terfokus pada  Respos terfokus pada dampak


perilaku masa lalu pelaku. dari tindakan pelaku.
 Stigma dapat hilang melalui
 Stigma tidak terhapuskan
tindakan yang tepat.
 Pelaku tidak didukung untuk
 Pelaku didukung agar menyesal
menyesali perbuatannya dan
dan ada pemaafan oleh korban.
tidak dimaafkan.
 Bergantung pada keterlibatan
 Bergantung pada aparat. langsung orang-orang yang
berkaitan dengan kejadian.
 Proses dimungkinkan untuk
 Proses sangat rasional.
emosional.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan mengenai perbedaan konsep keadilan


restoratif dan keadilan retributif di atas, dapat dijelaskan beberapa manfaat penerapan
konsep keadilan restoratif sebagai berikut:
a. Bagi pelaku, di antaranya tidak dirampas kemerdekaannya, tidak dicap buruk oleh
lingkungan, pelaku bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan, pelaku
memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan dapat selalu berhubungan dengan
orang tua atau tidak terpisah dengan orang tua, pelaku dapat tetap bersekolah, dan
terhindar dari kemungkinan pengaruh yang lebih buruk apabila melalui sistem
peradilan pidana
b. Bagi pihak korban, dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, kerugian dapat
segera dipulihkan, terhindar dari pemberitaan.
c. Bagi masyarakat, dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan, dapat membina
anak nakal di daerahnya sesuai dengan budaya dan kebiasaan setempat, dapat
menghindarkan konflik yang berkepanjangan antarwarga, serta dapat
menyampaikan dan mewujudkan kepentingannya.
d. Bagi penegak hukum, manfaat penerapan konsep keadilan restoratif adalah dapat
mengurangi beban kerja sehingga dapat lebih terfokus pada perkara-perkara yang
lebih berat, dan menghemat dana operasional penanganan perkara.
Selain mengetahui manfaat dari keadilan restoratif, PK perlu mengetahui tentang
prinsip keadilan restoratif sebagai berikut:

234

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Prinsip-Prinsip Keadilan Restoratif


Prinsip keadilan restoratif ialah:
 membuat pelanggar bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian yang
ditimbulkan oleh kesalahannya;
 memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kapasitas
dan kualitasnya disamping mengatasi rasa bersalah secara konstruktif;
 melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar, sekolah/teman sebaya;
 menciptakan forum kerja sama dengan masyarakat sekitar (neighborhood)
untuk penanganan masalah tersebut;
 menetapkan hubungan langsung antara kesalahan dan reaksi masyarakat.

Dengan mempelajari materi keadilan restoratif, PK diharapkan dapat menjelaskan


pengertian keadilan restoratif, perbedaan keadilan retributif dan keadilan restoratif,
serta prinsip-prinsip keadilan restoratif. Apabila telah mengerti pokok bahasan keadilan
restoratif, Anda dapat melanjutkan pada materi selanjutnya.

3. Diversi
Pernahkah Saudara melihat, mendengar, dan menonton televisi ataupun membaca
surat kabar tentang kenakalan yang dilakukan oleh anak. Dapat diyakini bahwa Saudara
telah banyak mengetahui informasi tentang hal tersebut. Dari yang Saudara ketahui
tersebut, tentu terdapat kenakalan sebagai bentuk pelanggaran hukum. Setelah
mempelajari subpokok bahasan 1, tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, subpokok
bahasan 2 tentang Keadilan Restoratif, dalam subpokok bahasan 3 ini secara mendalam
akan dibahas mengenai Diversi.
Apa yang terjadi ketika anak melakukan pelanggaran hukum? Perhatikan ilustrasi
kasus berikut ini:

Agus berusia 15 tahun. Ketika sedang berjalan ia melihat rumah tetangganya dengan
sebagian jendela yang terbuka. Ia mendatangi rumah tersebut dan mengetuk pintu, tetapi
ternyata tidak ada orang di dalamnya. Agus kemudian memanjat pohon dan masuk ke
dalam rumah melalui jendela yang terbuka. Ia mengambil uang sebesar Rp500.000,00 dan
lima buah kaset. Agus menghabiskan uang tersebut bersama temannya yang tidak
mengetahui bahwa uang tersebut adalah hasil curian. Tidak lama kemudian, Agus
ditangkap polisi.

Agus tetap tinggal bersama ibu dan kedua saudara laki-lakinya. Agus tetap masuk sekolah
dan mendapat pekerjaan dengan penghasilan Rp25.000 per minggu sehingga ia bisa
mengganti uang yang dicurinya.

Dengan memperhatikan contoh kasus di atas, apa yang terlintas dalam pikiran
Saudara? Apa yang terjadi ketika anak harus melalui serangkaian proses hukum akibat
tindak pidana yang dilakukannya? Kemungkinannya ialah anak akan berakibat negatif, di
antaranya terganggunya hubungan sosial anak dengan lingkungannya, terjadinya

235

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

kekerasan fisik ataupun nonfisik selama dalam proses hukum, terjadinya transfer
informasi dari pelaku kriminal lainnya dalam melakukan tindak pidana, terganggunya
kondisi psikis, dan lain-lainnya. Berbagai akibat negatif tersebut tentulah sangat tidak
menguntungkan pihak anak. Pada akhirnya, harapan agar proses hukum dapat
menjadikan anak menjadi lebih baik ternyata tidak tercapai.
Dalam subpokok bahasan Diversi ini akan dijelaskan secara mendalam mengenai
pengertian diversi, dasar hukum diversi, tujuan diversi, syarat-syarat diberlakukannya
diversi, serta bentuk kegiatan diversi sebagai berikut:

a. Pengertian diversi
Bentuk formal dari penyelesaian suatu masalah tindak pidana adalah melalui sistem
peradilan pidana yang dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan
proses menjalani hukuman (pemasyarakatan). Namun, sebagaimana telah dijelaskan
dalam modul sebelumnya, bahwa tidak selalu masalah tindak pidana, khususnya yang
dilakukan oleh anak-anak, diselesaikan dalam bentuk formal. Ada upaya lain untuk
menyelesaikan masalah tindak pidana yang dilakukan anak, yaitu melalui upaya diversi.

Pengertian Diversi
(Bab I, Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)

Pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana.

Pengertian diversi juga dimuat dalam United Nation Standart Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) butir 6 dan butir 11 yang
menyatakan bahwa diversi merupakan proses pelimpahan anak yang berkonflik dengan
hukum dari sistem peradilan pidana ke proses informal seperti mengembalikan kepada
lembaga sosial masyarakat, baik pemerintah maupun nonpemerintah. Diversi berupaya
memberikan keadilan pada kasus-kasus anak yang terlanjur melakukan tindak pidana
sampai kepada aparat penegak hukum, sebagai pihak penegak hukum.
Menurut pendapat Peter C. Kratcoski , ada tiga jenis pelaksanan program diversi
yang dapat dilaksanakan sebagai berikut.
1) Pelaksanaan kontrol sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak
hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau
pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan
yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak
diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.
2) Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation),
yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki, dan

236

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

menyediakan layanan kepada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat


mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan.
3) Menuju proses keadilan restoratif (restorative justice) atau perundingan
(balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat,
memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan
masyarakat, dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan
untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pelaku.

b. Dasar hukum Diversi sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012


tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pelaksanaan diversi saat ini belum diatur secara jelas dan tegas di dalam peraturan
perundang-undangan. Meskipun demikian, terdapat beberapa peraturan perundang-
undangan yang berlaku pada saat ini dan dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan
upaya diversi. Beberapa peraturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 42 ayat
(2) menyebutkan bahwa dalam melakukan penyidikan perkara anak, penyidik
wajib meminta pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 66
ayat (4) menyebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau pidana penjara
bagi anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
3) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 16
ayat (3) menyebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau hukuman pidana
penjara bagi anak yang dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan
hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
4) Kesepakatan bersama antara Departemen Sosial RI, Departemen Hukum dan
HAM RI, Departemen Pendidikan Nasional RI, Departemen Kesehatan RI,
Departemen Agama RI, dan Kepolisian Negara RI, masing-masing dengan nomor:
- Nomor 12/PRS-2/KPTS/2009;
- Nomor M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009;
- Nomor 11/XII/KB/2009;
- Nomor 1220/Menkes/SKB/XII/2009;
- Nomor 06/XII/2009 dan
- Nomor B/43/XII/2009 Tanggal 15 Desember 2009 tentang Perlindungan dan
Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
5) Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala
Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, dan

237

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, masing-masing


dengan nomor:
- Nomor 166A/KMA/SKB/XII/2009;
- Nomor 146A/A/J/12/2009;
- Nomor B/45/XII/2009;
- Nomor M.HH-08.HM.03.02 Tahun 2009;
- Nomor 10/PRS-2/KPTS/2009, dan
- Nomor 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang
Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
6) TR Kabareskrim Mabes Polri No. Pol. TR/395/DIT-I/VI/2008 tanggal 9 Juni 2008,
salah satu isi TR tersebut disebutkan bahwa tindak pidana yang dialihkan secara
diversi dengan diskusi komprehensif atau keadilan restoratif, dilakukan
berdasarkan hasil litmas dari bapas, merupakan tindak pidana biasa.

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mengandung makna bahwa di


dalam penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum haruslah mengedepankan
diversi. Pada masa yang akan datang terhitung 2 tahun sejak disahkannya Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak upaya diversi
memiliki dasar hukum yang lebih kuat seperti dijelaskan dalam Pasal 5 undang-undang
tersebut.

c. Tujuan diversi
Berdasarkan definisinya, diversi merupakan suatu kegiatan/aktivitas. Sebagai suatu
kegiatan, diversi tidak dapat dilepaskan dari tujuannya. Dengan merujuk pada buku
Manual Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum untuk Aparat Penegak
Hukum yang dikeluarkan atas kerja sama Unicef dengan LAPA, beberapa tujuan diversi
adalah sebagai berikut:

1) menghindarkan anak dari penahanan/pemenjaraan;


Penahanan/pemenjaraan terhadap anak hanya berpeluang terjadi ketika tindak
pidana yang dilakukan oleh anak diselesaikan melalui proses formal. Sesuai
dengan definisinya, melalui upaya diversi dalam penyelesaian tindak pidana
yang dilakukan anak, maka anak akan terhindar dari penahanan/pemenjaraan.
2) menghindarkan anak dari cap/label penjahat;
Sampai saat ini, pada umumnya masyarakat memandang bahwa orang yang
diproses dalam sistem peradilan pidana adalah penjahat. Oleh karena itu, ketika
ada anak yang akibat perbuatannya diproses formal dalam sistem peradilan
pidana, cenderung akan dicap sebagai penjahat. Sementara itu, pemberian label
sebagai penjahat terhadap anak sangatlah tidak menguntungkan dan dapat
berdampak buruk bagi anak tersebut. Sehubungan dengan itu, diversi sebagai

238

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

upaya penyelesaian masalah tindak pidana secara nonformal diharapkan dapat


menghindarkan anak dari cap/label penjahat.
3) meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku;
Kurangnya keterampilan hidup merupakan salah satu faktor yang mendorong
terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Keterampilan hidup tersebut
meliputi beberapa hal, seperti kemampuan mengadopsi nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat, menghargai orang lain, menjalin relasi dengan orang lain,
dan lain-lain. Jika dibandingkan dengan proses formal terhadap tindak pidana,
upaya diversi akan lebih banyak kepada pihak yang berkompeten yang memiliki
kesempatan yang lebih luas untuk mengajarkan tentang keterampilan hidup
tersebut kepada pelaku.
4) pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya;
Upaya diversi tidaklah berarti anak dibebaskan dari tanggung jawab atas tindak
pidana yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan adanya diversi ini, setiap
perkara anak tidak dihentikan begitu saja dari proses hukum. Melalui diversi ini,
di luar proses hukum bentuk pertanggungjawaban anak atas perbuatannya ialah
bahwa anak mengakui segala perbuatannya dan bersedia mengganti kerugian
yang ditimbulkan akibat perbuatannya tersebut, baik secara materi maupun
nonmateri sesuai dengan batas kemampuannya.
5) mencegah pengulangan tindak pidana;
Diversi tidaklah menghilangkan hukuman terhadap anak atas perbuatannya
sekalipun hukuman tersebut di luar sistem hukum formal. Hukuman yang
diberikan terhadap anak melalui diversi tersebut merupakan bagian dari proses
pembelajaran yang baik dan mendorong adanya efek jera.
6) memajukan intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus
melalui proses formal;
Korban dan pelaku diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menyampaikan
pendapat dan keinginan mereka sehubungan dengan tindak pidana yang terjadi.
Penyampaian pendapat dan keinginan dari pihak pelaku dan korban ini
merupakan bagian dari proses penyelesaian masalah yang mengedepankan rasa
keadilan korban, pelaku, dan masyarakat.
7) menghindarkan anak mengikuti proses peradilan;
Sesuai dengan definisinya, pelaksanaan diversi dalam menyelesaikan perkara
anak akan mengesampingkan proses peradilan.
8) menjauhkan anak-anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan.
Tidak dapat dimungkiri adanya fakta dan informasi tentang dampak buruk dari
proses peradilan yang dilalui oleh anak. Dampak buruk terhadap anak tersebut
antara lain terganggunya perkembangan mental, terganggunya hubungan sosial,
terhambatnya pemenuhan kebutuhan fisik dan psikis, dan kecenderungan
adanya transfer perilaku yang lebih buruk daripada pelaku tindak pidana lainnya.

239

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Sekedar memperkuat ingatan Saudara !


Tujuan Diversi
1. untuk menghindari penahanan;
2. untuk menghindari cap/label sebagai penjahat;
3. untuk meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku;
4. agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya;
5. untuk mencegah pengulangan tindak pidana;
6. untuk memajukan intervensi-intervensi yang diperlukan bagi korban dan
pelaku tanpa harus melalui proses formal;
7. untuk menghindarkan anak mengikuti proses peradilan;
8. untuk menjauhkan anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses
peradilan.

d. Prinsip-Prinsip Diversi
Perlu Saudara pahami bahwa diversi bukanlah upaya yang dapat dilakukan
begitu saja terhadap setiap perkara anak. Terdapat beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan diversi. Beberapa prinsip tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Anak tidak boleh dipaksa untuk mengakui bahwa ia telah melakukan tindak
pidana.
2) Program diversi hanya digunakan terhadap anak yang mengakui bahwa ia telah
melakukan suatu kesalahan, tetapi tidak boleh ada pemaksaan.
3) Pemenjaraan tidak dapat dijadikan sebagai bagian dari diversi. Mekanisme dan
struktur diversi tidak mengizinkan pencabutan kebebasan dalam segala bentuk.
4) Adanya kemungkinan penyerahan kembali ke pengadilan (perkara harus dapat
dilimpahkan kembali ke peradilan formal apabila tidak ada solusi yang dapat
diambil).
5) Adanya hak untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali. Anak harus
tetap dapat mempertahankan haknya untuk memperoleh persidangan atau
peninjauan kembali.
6) Tidak ada diskriminasi.

e. Syarat-Syarat Dilaksanakannya Diversi


Harus Saudara pahami bahwa tidak semua tindak pidana yang dilakukan anak dapat
diselesaikan melalui upaya diversi. Saudara dapat mengetahui dan memahaminya
melalui berbagai syarat yang harus dipenuhi dalam mengambil langkah diversi terhadap
tindak pidana yang dilakukan anak. Demi tercapainya tujuan diversi, pemenuhan atas
syarat-syarat tersebut merupakan hal penting yang tidak dapat diabaikan. Syarat-syarat
bagi terlaksananya diversi dalam menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan anak
mencakup hal berikut.

240

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

1) Usia pelaku harus benar-benar berkategori sebagai anak yang dapat dibuktikan
melalui bukti otentik tertentu, seperti akta kelahiran, ijazah, surat kenal lahir,
atau bukti lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keabsahan pelaku berkategori sebagai anak menjadi hal penting yang harus
dipenuhi. Hal tersebut mengingat bahwa berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan terkait dengan penanganan terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum telah memberikan batasan tertentu tentang orang
yang tergolong sebagai anak.

2) Adanya pengakuan atau pernyataan bersalah dari pelaku dan kesediaannya


untuk dilakukan upaya diversi
Pengakuan/pernyataan bersalah dari anak sebagai pelaku tindak pidana
merupakan hal penting dalam upaya diversi. Harus dipahami bahwa upaya
diversi ini tidaklah hanya sekadar penyelesaian di luar proses hukum formal atas
tindak pidana yang dilakukan anak, tetapi lebih dari itu. Upaya diversi tersebut
merupakan upaya untuk pembelajaran dan pemulihan anak sebagai pelaku
tindak pidana. Kita hanya dapat membantu memperbaiki perilaku anak apabila
anak tersebut mengakui dan menyadari kesalahannya. Tidak adanya pengakuan/
pernyataan bersalah dari pelaku tindak pidana merupakan dorongan untuk
dilakukannya proses hukum secara formal atas suatu tindak pidana. Pada sisi
lain, kesediaan pelaku untuk menyelesaikan masalahnya melalui upaya diversi
memegang peranan penting. Upaya diversi tidak dapat dilaksanakan tanpa
kesediaan pihak pelaku meskipun pelaku mengakui perbuatannya.

3) Adanya persetujuan dari pihak korban untuk melaksanakan penyelesaian di luar


sistem peradilan pidana
Korban merupakan pihak yang dirugikan oleh perbuatan yang dilakukan oleh
pelaku. Sebagai pihak yang dirugikan, pada umumnya korban akan memiliki
keinginan agar perilaku merugikan yang diperbuat anak dapat
dipertanggungjawabkan melalui proses hukum secara formal. Keinginan pihak
korban tersebut merupakan sesuatu yang wajar adanya dan secara normatif,
keinginan pihak korban tersebut telah diakomodasi dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Lebih dari itu, tidak menutup kemungkinan adanya
keinginan korban untuk melakukan pembalasan dengan cara main hakim sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, adanya persetujuan dari pihak korban dalam
menyelesaikan tindak pidana yang dilakukan anak menjadi sesuatu yang sangat
penting. Dengan adanya persetujuan dari pihak korban, diharapkan dapat
mengakomodasi keinginan korban dalam bentuk lain dan menghindarkannya dari
upaya main hakim sendiri.

241

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

4) Adanya dukungan masyarakat untuk melaksanakan penyelesaian di luar sistem


peradilan pidana anak.
Penyelesaian masalah tindak pidana yang dilakukan anak tidak hanya terfokus
pada hubungan antara pelaku dan korban, tetapi juga harus dilihat pula
hubungannya dengan masyarakat. Masyarakat, sebagai pihak yang mungkin saja
terkena dampak dari tindak pidana yang dilakukan anak ataupun sebagai pihak
yang dapat dilibatkan dalam upaya memperbaiki perilaku anak, merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses diversi. Dengan memperhatikan
hal tersebut, keberhasilan pencapaian tujuan diversi sangat dipengaruhi oleh
adanya dukungan dari masyarakat.

Untuk menambahkan pengetahuan Saudara tentang Diversi, berikut adalah


syarat-syarat Diversi yang mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Syarat-Syarat Diversi yang Mengacu


pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak:

 kategori tindak pidana (sanksi pidana 7 tahun penjara


atau kurang);
 usia anak (makin rendah makin diupayakan adanya
diversi);
 hasil penelitian kemasyarakatan dari bapas;
 kerugian yang ditimbulkan;
 tingkat perhatian masyarakat;
 dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat;
 persetujuan korban (dalam hal ada korban dan kerugian
tidak lebih dari UMP setempat); dan
 kesediaan pelaku (dan keluarganya jika masih anak-
anak).

Sehubungan dengan harus adanya persetujuan korban dalam pelaksanaan


diversi, dengan mengacu pada Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka persetujuan korban menjadi
pengecualian dalam hal-hal sebagai berikut:
 tindak pidana yang berupa pelanggaran;
 tindak pidana ringan;
 tindak pidana tanpa korban; atau
 nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

242

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Kesepakatan diversi tanpa persetujuan dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku
dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan dapat melibatkan tokoh
masyarakat.

Dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang


Sistem Peradilan Pidana Anak, kesepakatan diversi yang dilakukan oleh Penyidik atas
rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
 pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
 rehabilitasi medis dan psikososial;
 penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
 keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS
paling lama 3 (tiga) bulan; atau
 pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.

e. Bentuk kegiatan diversi


Saudara telah mempelajari bahwa diversi adalah upaya penyelesaian di luar proses
peradilan pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak. Sehubungan dengan hal itu,
perlu adanya suatu kegiatan nyata sehingga kegiatan tersebut jelas sebagai bentuk
kegiatan diversi. Dengan merujuk pada hasil asesmen terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum di kota Bandung yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
Jawa Barat, bentuk kegiatan diversi yang diterapkan adalah musyawarah. Terkait dengan
musyawarah tersebut, berdasarkan hasil asesmen tersebut terdapat beberapa hal yang
harus Saudara perhatikan, yaitu pertimbangan terhadap musyawarah sebagai bentuk
kegiatan, pihak-pihak yang dilibatkan dalam musyawarah, dan syarat-syarat keputusan
hasil musyawarah. Berikut adalah penjelasannya.
1) Pertimbangan terhadap musyawarah sebagai bentuk kegiatan diversi
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa musyawarah dijadikan
sebagai bentuk kegiatan diversi adalah sebagai berikut:
a) sesuai dengan kebiasaan bahwa bermusyawarah telah melembaga dalam
masyarakat;
b) dapat mengakomodasi keterlibatan masyarakat atau pihak ketiga lainnya
dalam proses penyelesaian (bukan hanya korban dan pelaku);
c) tujuan yang hendak dicapai melalui proses musyawarah adalah untuk
memulihkan segala kerugian dan “luka” yang telah diakibatkan oleh peristiwa
kenakalan anak tersebut.
2) Pihak-pihak yang dilibatkan dalam musyawarah
a) korban dan keluarga korban
- Kedua pihak ini penting dilibatkan karena dalam sistem peradilan pidana,
korban kurang dilibatkan, padahal dia adalah bagian dari konflik.

243

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

- Suara atau kepentingan korban penting untuk didengar dan merupakan


bagian dari putusan yang akan diambil.
- Keluarga korban perlu dilibatkan sebab umumnya dalam masyarakat
Indonesia, konflik pidana sering menjadi persoalan keluarga, apalagi bila
korban masih di bawah umur.
b) pelaku dan keluarga,
- Pelaku merupakan pihak yang mutlak dilibatkan.
- Keluarga pelaku dipandang perlu untuk lebih dilibatkan karena usia
pelaku yang belum dewasa (anak).
- Pelibatan keluarga pelaku juga dipandang sangat penting dilibatkan
karena keluarga sangat mungkin menjadi bagian dari kesepakatan dalam
penyelesaian, seperti dalam hal pembayaran ganti rugi.
c) pembimbing kemasyarakatan (PK);
Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan diversi mempunyai posisi
yang sangat strategis. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, PK merupakan salah satu pihak yang memiliki peranan penting
dalam pelaksanaan diversi. Peran penting PK dalam pelaksanaan diversi ialah
sebagai inisiator, mediator, dan fasilitator.
d) wakil masyarakat (tokoh masyarakat);
- Wakil/tokoh masyarakat mewakili kepentingan lingkungan tempat
peristiwa pidana tersebut terjadi.
- Kepentingan yang bersifat publik diharapkan tetap terwakili dalam
pengambilan putusan.
- Wakil/tokoh masyarakat diharapkan dapat membantu proses pemulihan
anak.
e) aparat pemerintahan setempat;
Aparat pemerintahan setempat, baik secara formal maupun nonformal,
memiliki kewajiban untuk melakukan upaya pemulihan perilaku anak agar
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kehadiran aparat pemerintahan
setempat di dalam proses musyawarah untuk diversi menjadi sangat penting.
f) pekerja sosial;
Keterlibatan pekerja sosial dalam pelaksanaan musyawarah, selain karena
sebagai pihak yang tercantum di dalam peraturan perundang-undangan,
pekerja sosial pun merupakan pihak yang memiliki kemampuan profesional
dalam menangani permasalahan kesejahteraan sosial yang salah satunya
adalah anak yang berkonflik dengan hukum yang identik dengan anak nakal.
Melalui kemampuan profesionalnya, diharapkan pekerja sosial tersebut
dapat membantu dalam penyusunan program pemulihan bagi pelaku yang
akan tertuang dalam keputusan hasil diversi.

244

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

g) lembaga swadaya masyarakat (LSM);


Keberadaan LSM, khususnya yang bergerak dalam penanganan permasalahan
anak, memiliki peran yang cukup penting dalam pelaksanaan diversi.
Keberadaan mereka dapat membantu meningkatkan kesadaran dan
memberikan pemahaman tentang arti penting diversi dalam menyelesaikan
perkara anak kepada para pihak yang terkait. Dalam pelaksanaan diversi, LSM
dapat memainkan peranannya sebagai mediator ataupun pendamping pelaku
atau korban.

3) Syarat yang harus Dipenuhi Keputusan/Hasil Musyawarah:


a) dapat dilaksanakan oleh para pihak;
b) putusan tidak bersifat balas dendam, tetapi lebih merupakan solusi dengan
memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, korban, dan masyarakat,
sepeti berupa restitusi (ganti rugi) atau kewajiban kerja sosial (community
service order).
c) putusan didasarkan pada adanya kesepakatan semua pihak yang terlibat dan
dapat dilaksanakan; serta
d) masyarakat turut dilibatkan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan musyawarah.

Selanjutnya, apabila mengacu kepada buku Manual Penanganan Anak yang


Berhadapan dengan Hukum untuk Aparat Penegak Hukum yang dikeluarkan atas kerja
sama Unicef dengan LAPA, ada tujuh pilar yang memiliki peran dan fungsi penting dalam
diversi. Ketujuh pilar tersebut dapat Saudara perhatikan dalam penjelasan yang terdapat
pada kotak berikut ini.

245

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

TUJUH PILAR SISTEM PERADILAN ANAK DALAM DIVERSI

 Peranan Petugas Bapas


Menyusun penelitian kemasyarakatan (litmas) atas permintaan pihak kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan. Penelitian kemasyarakatan tentang kehidupan anak
tersebut, baik dalam keluarga, lingkungan, lingkungan sekolah, teman bermain,
maupun ketetanggaan harus benar-benar tergambarkan. Hasil litmas petugas bapas
tersebut dijadikan bahan pertimbangan untuk pelaksanaan diversi.
 Peranan Polisi
Pencatatan tentang anak sejak diputuskannya diversi perlu diinformasikan dan
diketahui polisi. Maksudnya, apabila di kemudian hari ada kegagalan diversi, pihak
kepolisian dan jaksa sudah mengetahui masalahnya. Dengan demikian, proses formal
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga anak tidak perlu terlalu lama
menjalani proses peradilan.
 Peranan Advokat
Pada kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), advokat dapat berinisiatif
untuk mengusulkan diversi kepada pihak yang menangani saat itu (polisi, jaksa, atau
hakim).
 Peranan Pekerja Sosial
Pekerja sosial diharapkan turut memantau dan mendampingi anak selama diversi
dijalankan. Hal ini perlu dilakukan untuk membantu mencegah anak mengulangi
perbuatan melanggar hukum. Apabila anak tersebut terpaksa kembali berhadapan
dengan hukum, maka pekerja sosial tetap diharapkan mendampingi anak.
 Peranan Jaksa
Jaksa melakukan pengawasan terhadap diversi yang dilakukan oleh polisi.
 Peranan Hakim
Hakim dengan kewenangannya yang independen menerima laporan hasil penelitian
kemasyarakatan yang lengkap dari petugas bapas. Laporan tersebut menjadi bahan
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya; khususnya apabila diversi yang
telah dilaksanakan mengalami kegagalan.
 Petugas Lembaga Pemasyarakatan
Hasil penelitian kemasyarakatan bapas yang lengkap perlu disampaikan ke lembaga
pemasyarakatan anak agar petugas lapas dapat membina anak sesuai dengan
kebutuhannya.

246

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

C. Rangkuman
1. Kejahatan merupakan fenomena sosial yang sering kali hadir dalam kehidupan
masyarakat. Berbicara masalah kejahatan tidak akan terlepas dari pelaku kejahatan
itu sendiri. Pada saat ini, pelaku kejahatan bisa datang dari kalangan mana pun,
termasuk anak-anak. Harus dipahami bahwa terhadap kejahatan dan pelakunya
tersebut akan muncul reaksi, baik dari masyarakat maupun dari negara. Reaksi
tersebut akan muncul terhadap anak sekalipun anak tersebut memang sebagai
pelaku kejahatan.
2. Reaksi negara terhadap kejahatan adalah adanya sistem peradilan pidana. Melalui
sistem peradilan pidana, suatu kejahatan akan diproses hingga munculnya
pelaksanaan putusan pengadilan yang salah satunya adalah pidana penjara.
Sekalipun pemenjaraan berdasarkan putusan pengadilan tersebut memiliki tujuan
yang baik, dalam kenyataannya sering kali berakibat lebih buruk dan tidak
memulihkan para pelaku kejahatan. Tentu saja kenyataan tersebut sangatlah tidak
diharapkan, terutama bagi anak-anak. Untuk menghindarkan diri dari adanya
dampak buruk akibat dari penerapan sistem peradilan pidana, penyelesaian masalah
pidana bagi anak, sebagai pelaku kejahatan, haruslah dicarikan alternatif lain di luar
sistem peradilan pidana. Diversi bisa menjadi alternatif yang dapat dilakukan dalam
penyelesaian kejahatan yang dilakukan anak. Diversi akan menghasilkan sesuatu
yang lebih baik bagi anak apabila dalam proses diversi tersebut berpegang pada
kaidah-kaidah keadilan restoratif.
3. Melakukan upaya diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan anak merupakan
langkah penting yang memiliki nilai strategis bagi masa depan bangsa. Upaya diversi
ini dilakukan dengan mengedepankan pemikiran demi kepentingan yang terbaik bagi
anak. Penyelesaian masalah tindak pidana yang dilakukan anak dilakukan dalam
bentuk kegiatan musyawarah dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti
pelaku, korban, pembimbing kemasyarakatan, tokoh masyarakat, dan aparat
pemerintahan setempat.

247

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

D. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi Sistem Peradilan Pidana
Anak, kerjakanlah latihan berikut!

1. Diversi dilaksanakan dalam bentuk musyawarah untuk memutuskan penyelesaian


perkara anak. Sebutkan syarat-syarat yang harus diperhatikan untuk mengambil
keputusan dalam musyawarah tersebut !
2. Sebutkan salah satu definisi keadilan restoratif sebagaimana yang telah Saudara
pelajari dalam modul ini !
3. Apa yang Saudara ketahui tentang pengertian diversi atau pengalihan?
4. Bagaimana cara melakukan diversi?

Petunjuk Jawaban Latihan


a. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan.
b. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.

248

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


INSTRUMEN NASIONAL
DAN INTERNASIONAL
YANG MENJADI DASAR HUKUM
DALAM PENANGANAN ANAK
BERKONFLIK DENGAN HUKUM
BAB TIGA

249
DIVERSI

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan International yang
Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, PK diharapkan
mampu untuk menjelaskan:
1. instrumen nasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang berkonflik
dengan hukum;
2. instrumen internasional yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak yang
berkonflik dengan hukum.

B. Subpokok Bahasan
Pada Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Pidana Anak, telah dipelajari sub-subpokok
bahasan mengenai sistem peradilan pidana anak, keadilan restoratif, dan diversi.
Selanjutnya, Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan Internasional yang Menjadi Dasar
Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, dalam Bab III ini dijabarkan
menjadi 2 (dua) subpokok bahasan, yaitu:
1. instrumen nasional yang menjadi dasar hukum penanganan anak berkonflik dengan
hukum, dan
2. instrumen internasional yang menjadi dasar hukum penanganan anak berkonflik
dengan hukum.
Berikut adalah penjelasan dari kedua subpokok bahasan tersebut.

1. Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik


dengan Hukum
Pada pokok bahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa masalah penanganan anak
berkonflik dengan hukum merupakan upaya penyelesaian perkara di luar proses
peradilan pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak. Pemerintah Indonesia sangat
menaruh perhatian terhadap masalah penanganan anak berkonflik dengan hukum.
Sampai saat ini, Pemerintah Indonesia telah memiliki beberapa instrumen hukum yang
mengatur anak bermasalah dengan hukum. Berikut ini adalah instrumen-instrumen
yang dimaksud.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 B ayat (2)
dan Pasal 28 H ayat (2)
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, khususnya:
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang, pemeliharaan, dan perlindungan, termasuk dari lingkungan hidup
yang dapat membahayakan. Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi
pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya guna mengatasi hambatan

250

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

yang terjadi, dengan tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, agama, pendirian


politik, dan kedudukan sosial.
c. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, terutama pada
paragraf berikut: “Fungsi sistem pemasyarakatan adalah menyiapkan orang-
orang yang dibina agar dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang
baik dan bertanggung jawab. Asas dalam sistem pembinaan pemasyarakatan
adalah pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan
pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan
kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, terjaminnya hak untuk
tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Pembinaan
terhadap anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak dilakukan atas dasar
penggolongan umur, jenis kelamin, lama pidana/ pembinaan dijatuhkan, jenis
kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
pembinaan.”
d. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; belum mengatur
ketentuan tentang diskresi dan diversi yang berfungsi agar anak yang
berhadapan dengan hukum tidak terstigmatisasi akibat proses peradilan yang
harus dijalaninya.
e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan/Hukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment);
f. Selain itu, berkaitan dengan jaminan pemenuhan hak asasi manusia termasuk di
dalamnya hak-hak anak, instrumen lokal telah ditetapkan, yaitu Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal khusus yang
mengatur tentang hak-hak anak adalah Pasal 52--66 dan yang berkaitan dengan
jaminan perlakuan terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum diatur
secara khusus dalam Pasal 66 yang dengan jelas menyebutkan sebagai berikut.
“Setiap anak berhak tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau
penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, tidak dirampas kebebasannya
secara melawan hukum. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat
dijatuhkan pada mereka. Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak
hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.”
g. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang disahkan
pada bulan Oktober 2002, yang mampu memberi perlindungan kepada anak-
anak pada umumnya secara lebih memadai. Undang-undang ini memberikan
pemahaman pada “kewajiban negara” dalam memenuhi hak-hak anak dan bukan
sekadar anak berhak untuk ….” Khususnya dalam paragraf berikut. “Perlindungan
khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui
perlakuan secara manusiawi sesuai hak-hak anak, penyediaan petugas

251

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

pendamping khusus sejak dini, penyediaan sarana dan prasarana khusus,


penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak,
pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan dengan hukum, jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
orang tua atau keluarga, dan perlindungan dari pemberitaan media/labelisasi.”
h. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga;
i. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;
j. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang;
k. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak;
l. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Penanganan Anak yang Berhadapan
dengan Hukum; dan
m. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Selain menggunakan kedua belas instrumen ini, upaya Pemerintah Indonesia untuk
menerapkan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap anak berkonflik dengan
hukum juga terlihat pada beberapa kebijakan penegak hukum berikut.
a. Agreement Lisan 1957
Agreement Lisan 1957 merupakan kesepakatan antara kepolisian, kejaksaan,
Departemen Kehakiman, dan Departemen Sosial. Agreement ini dimaksudkan
untuk memberikan perlakuan “khusus bagi anak“ sebelum dan selama
pemeriksaan pengadilan ataupun sesudah putusan pengadilan. Pemeriksaan
kasus anak dilakukan secara kekeluargaan dan dalam penahanan, anak harus
dipisahkan dari orang dewasa.
b. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1959 menyebutkan bahwa
persidangan anak harus dilakukan secara tertutup.
c. Peraturan Menteri Kehakiman No. M 06-UM.01.06 Tahun 1983 Bab II, Pasal 9--
12, tentang Tata Tertib Sidang Anak.
Peraturan Menteri Kehakiman No. M 06-UM.01.06 Tahun 1983 Bab II, Pasal 9--
12, tentang Tata Tertib Sidang Anak, antara lain menyebutkan bahwa sidang
anak bersifat khusus bagi anak untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Oleh
karena itu, sidang anak perlu dilakukan dalam suasana kekeluargaan dengan
mengutamakan kesejahteraan masyarakat.
d. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 6 Tahun 1987 Tanggal 16 November
1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak.
e. Tata Tertib Sidang Anak

252

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Memperhatikan surat edaran dan peraturan-peraturan yang telah dijelaskan


pada paragraf sebelumnya, ternyata bahwa Tata Tertib Sidang Anak telah
melangkah lebih maju daripada apa yang dicetuskan sebelumnya dalam
Agreement Lisan dari empat instansi. Sifat khusus sidang bagi anak adalah
mewujudkan kesejahteraan anak. Oleh karena itu, penyelenggaraan sidang perlu
dilakukan dalam suasana kekeluargaan dengan mengutamakan kesejahteraan
anak di samping kepentingan masyarakat.
Sehubungan dengan sifat kekhususan dari sidang anak tersebut, tata tertibnya
pun diatur secara berbeda dengan sidang pidana untuk orang dewasa. Tata tertib
sidang ini diatur sejak penyelidikan oleh pihak kepolisian hingga pemeriksaan di
persidangan dan setelah putusan hakim. Adapun urutan tata tertib sidang di
pengadilan negeri adalah sebagai berikut.

1) Pengadilan mengadakan suatu registrasi tersendiri untuk perkara anak serta


menetapkan hari-hari sidang tertentu dan ruangan tertentu untuk perkara
tersebut.
2) Ketua pengadilan menunjuk hakim yang mempunyai perhatian terhadap
masalah anak sehingga hakim tersebut, selain menyidangkan perkara biasa,
juga menyidangkan perkara anak-anak.
3) Sidang anak dilakukan dengan hakim tunggal, kecuali dalam hal tertentu oleh
ketua pengadilan dapat dilakukan pemeriksaan dengan majelis hakim.
4) Pemeriksaan dilakukan dengan sidang tertutup dan putusan diucapkan dalam
sidang terbuka. Kondisi ini dimaksudkan untuk menjaga agar anak-anak tidak
menjadi sasaran publikasi pers. Jika identitas anak dan perkaranya dimuat di
media, hal itu akan menyebabkan trauma bagi anak dan secara psikologis
akan memengaruhi perkembangannya. Selain itu, anak dapat dikucilkan oleh
teman-temannya apabila diketahui sedang disidangkan.
5) Hakim, jaksa, ataupun penasihat hukum tidak memakai toga. Ini
mencerminkan adanya asas kekeluargaan. Pemeriksaan perkara oleh hakim
harus dilakukan dengan lemah-lembut sehingga anak mempunyai keberanian
untuk menceritakan sebab-musabab tindakannya. Penyebab ini penting
diketahui agar hakim dapat memberikan hukuman yang tepat kepada anak
sehingga dapat diharapkan anak kembali ke jalan yang benar.
6) Dalam melaksanakan sidang anak, orang tua, wali, atau orang tua asuh harus
hadir. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar orang tua tidak melupakan
tanggung jawab terhadap anaknya dan mendengar apa yang sesungguhnya
terjadi. Dengan demikian, diharapkan hubungan antara orang tua dan anak
dapat diperbaiki.
7) Kehadiran PK bapas dimaksudkan untuk memberikan laporan sosialnya.

253

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

f. Surat Edaran Jaksa Agung RI SE-002/j.a/4/1989 tentang Penuntutan terhadap


Anak;
g. Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum B-532/E/11/1995, 9 November
1995 tentang Petunjuk Teknis Penuntutan terhadap Anak;
h. MOU 20/PRS-2/KEP/2005 Ditbinrehsos Depsos RI dan Ditpas Depkumham RI
tentang Pembinaan Luar Lembaga bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum.
i. Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI MA/Kumdil/31/I/K/2005 tentang
Kewajiban Setiap PN Mengadakan Ruang Sidang Khusus dan Ruang Tunggu
Khusus untuk Anak yang akan Disidangkan;
j. Imbauan Ketua MARI untuk menghindari penahanan pada anak dan
mengutamakan putusan tindakan daripada penjara, 16 Juli 2007.
k. Peraturan Kapolri Nomor 10/2007 Tanggal 6 Juli 2007 tentang Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak (PPA) serta Peraturan Kapolri Nomor 3/2008 tentang
Pembentukan RPK dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak
Pidana.
l. Surat Nomor TR/1124/XI/2006 dari Kabareskrim POLRI tanggal 16 November
P2006 dan surat Nomor TR/395/VI/2008 9 Juni 2008, tentang Pelaksanaan
Diversi dan keadilan restoratif dalam penanganan kasus anak pelaku serta
pemenuhan kepentingan terbaik anak dalam kasus anak, baik sebagai pelaku,
korban, maupun sebagai saksi, Pasal 18 ayat (1) huruf L Jo. Pasal 16 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Jo. TR Kabareskrim Polri No. Pol:
TR/1124/XI/2006 yang menyatakan, “Polisi dapat mengadakan tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab dengan batasan bahwa tindakan
tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, selaras dengan
kewajiban hukum/profesi yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
tersebut, tindakan tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam
lingkup jabatannya, didasarkan pada pertimbangan yang layak berdasarkan
keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi Manusia.” suatu
pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian yang bersifat proses pidana
formal ke alternatif penyelesaian dalam bentuk lain yang dinilai terbaik menurut
kepentingan anak (TR Kabareskrim).
m. Selain kedua bentuk pengaturan dalam butir l, internal kepolisian menguatkan
lagi dengan beberapa peraturan internal kepolisian lainnya, seperti:
1) Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan
Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. jo.,
2) Telegram Kapolri No. Pol. : TR/1124/XI/2006 Tanggal 16 November 2006
tentang Pedoman Penanganan dan Perlakuan terhadap Anak Berhadapan
Hukum. jo.
3) Telegram Kapolri No. Pol.: 395/DIT.I/VI/2008 Tanggal 9 Juni 2008 tentang
Penanganan Anak Berhadapan Hukum.jo

254

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

4) Surat Edaran Kapolri Nomor B/2160/IX/2009/BARESKRIM Tanggal 3


September 2009 tentang Pedoman Penanganan Anak Berhadapan Hukum Jo.
5) Surat Telegram Kapolri Nomor STR/29/I/2011 Tanggal 11 Januari 2011
tentang Sosialisasi Surat Keputusan Bersama tentang Perlindungan Anak dan
Rehabilitasi Anak Berhadapan Hukum.
n. Keseluruhan pengaturan sebagaimana yang dijelaskan dalam alinea sebelumnya
tersebut, kemudian lebih dikuatkan lagi dengan adanya dua surat keputusan
bersama dengan beberapa kementerian terkait dengan penegakan hukum, yaitu
lewat Keputusan Bersama (Ketua MA, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum dan Ham
RI., Mensos RI, Men PP dan Perlindungan Anak RI, berikut.
1) Nomor: 166/A/KMA/SKB/XII/2009 tentang Penanganan Anak yang
Berhadapan dengan Hukum Jo. Kesepakatan Bersama (Mensos, Menhukham,
Mendiknas, Menkes, Menag, dan Kapolri),
2) Nomor B/43/XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang
Berhadapan dengan Hukum.
o. Surat Kesepakatan Bersama antara Departemen Sosial RI Nomor : 12/PRS-
2/KPTS/2009, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor :
M.HH.04.HM.03.02 Tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional RI Nomor
11/XII/KB/2009, Departemen Agama RI Nomor 06/XII/2009, dan Kepolisian
Negara RI Nomor B/43/ XII/2009 tentang Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial
Anak yang Berhadapan dengan Hukum Tanggal 15 Desember 2009;
p. Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala
Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, No. 166/KMA/SKB/XII/
2009, No.148 A/A/JA/12/2009, No. B/45/XII/2009, No. M.HH-08 HM.03.02 Tahun
2009, No. 10/PRS-2/KPTS/2009, No. 02/Men.PP dan PA/XII/2009 tanggal 22
Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum.

Diharapkan dengan adanya berbagai peraturan tersebut, pelaksananan diversi dan


keadilan restoratif bisa memberikan dukungan terhadap proses pelindungan terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum. Prinsip utama dari diversi dan keadilan restoratif
adalah menghindarkan pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana formal dan
memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana penjara.
Diversi sangat berhubungan dengan konsep keadilan restoratif, dapat diterapkan apabila
anak nakal mau mengakui kesalahannya, sekaligus memberi peluang kepada anak untuk
memperbaiki kesalahannya. Diversi adalah bentuk intervensi yang baik dalam mengubah
perilaku anak nakal. Dengan adanya keterlibatan keluarga, komunitas, dan polisi, maka
anak dapat memahami dampak atas tindakannya yang telah dilakukan.

255

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Untuk lebih ringkas dalam membaca instrumen yang telah disiapkan atau digunakan
oleh Pemerintah Indonesia untuk memberikan pelindungan terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum, Saudara dapat membaca dalam kotak berikut yang dapat
digunakan sebagai landasan hukum dalam penanganan anak yang berhadapan dengan
hukum.
Landasan Hukum (Nasional) dalam Penanganan Anak
yang Berhadapan dengan Hukum

1. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan pada 10 Desember


1948 merupakan deklarasi yang diakui dunia tentang hak-hak yang paling
mendasar yang dimiliki manusia.
2. Konvensi Hak Anak (CRC) yang diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden
No. 36 Tahun 1990¸ secara spesifik mengatur hak-hak asasi anak sebagai bagian
dari masyarakat manusia, termasuk pelindungan terhadap anak dari segala
bentuk kekerasan dan diskriminasi.
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28;
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
7. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang
secara spesifik mengatur tentang kebutuhan-kebutuhan dasar anak demi
kesejahteraannya
8. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang secara spesifik
mengatur segala aspek kehidupan perempuan, termasuk anak, yang bebas
diskriminasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ekonomi, sosial, politik
dan budaya, dan pelindungan dari kekerasan.
9. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
10. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang secara
spesifik mengatur mengenai penanganan anak yang disangka atau didakwa
melakukan pelanggaran hukum.
11. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
secara spesifik mengatur mengenai hak-hak asasi manusia dan perlindungan
terhadapnya.
12. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang
secara spesifik mengatur mengenai hak-hak anak dan pelindungan terhadapnya,
termasuk upaya pelindungan anak dan ketentuan pidana bagi pelanggarnya.
13. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang secara spesifik mengatur mengenai institusi dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga;
15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;
16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
256

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

Perdagangan Orang;
17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
18. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI;
19. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik


dengan Hukum
Setelah mempelajari Subpokok Bahasan 1 tentang Instrumen Nasional yang Menjadi
Dasar Hukum Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum, selanjutnya dalam subpokok
bahasan 2 ini akan dibahas tentang Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum
Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum. Hukum Internasional telah menetapkan
standar perlakuan yang harus dan/atau dapat dirujuk oleh setiap negara dalam
menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Hukum internasional mensyaratkan
negara untuk memberikan perlindungan hukum dan penghormatan terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum melalui pengembangan hukum, prosedur, kewenangan, dan
institusi (kelembagaan).

HUKUM INTERNASIONAL SEBAGAI INSTRUMEN

Hukum internasional memiliki dua sifat, yakni sebagai instrumen yang mengikat secara
hukum (legally binding instrument) dan sebagai instrumen yang tidak mengikat secara
hukum (instruments not legally binding). Walaupun demikian, hukum internasional
memiliki kekuatan secara moral (have morraly persuasive force). Sifat mengikat hukum
internasional ini bergantung pada jenis instrumen hukum internasional tersebut.
Instrumen hukum international yang berbentuk perjanjian international (treaty) seperti
kovenan, konvensi, dan protokol memiliki sifat mengikat secara hukum. Negara yang
telah meratifikasi instrumen perjanjian internasional harus melaksanakan kewajiban
hukum berdasarkan prinsip iktikad baik (pacta sunt servanda principles). Apabila
instrumen tersebut diformulasikan dalam bentuk deklarasi, guidelines, prinsip-prinsip
biasanya memiliki karateristik tidak mengikat secara hukum. Negara tidak memiliki
kewajiban hukum untuk melaksanakannya, tetapi instrumen tersebut dapat dijadikan
sebagai rujukan (sumber hukum).

Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah instrumen internasional yang menjadi
landasan dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.

a. Instrumen Dasar Perjanjian (Treaty Base Instruments)


Sejumlah konvensi internasional yang seharusnya menjadi dasar atau acuan
Pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan atau melaksanakan peradilan anak
dan menjadi standar perlakuan terhadap anak-anak yang berada dalam sistem
pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

257

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

1) Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of


Human Rights), Resolusi No. 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948, khususnya
dalam pernyataan, “Tak seorang pun boleh dianiaya/diperlakukan secara
kejam, ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. Setiap
orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana
harus dianggap tidak bersalah.” Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik (International Convenant on Civil and Political Rights),
2) Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tanggal 16 Desember 1966, terutama
dalam pernyataan, “Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan
pribadi. Tidak seorang pun boleh dikenakan penahanan dan penawanan
secara gegabah. Setiap orang yang dirampas kebebasannya dengan
penahanan atau penawanan berhak mengadakan tuntutan di hadapan
pengadilan harus diperlakukan secara manusiawi dengan menghormati
harkat yang melekat pada insan manusia, diperiksa tanpa penundaan,
memperoleh bantuan hukum, menyuruh memeriksa saksi yang
memberatkannya dan menerima kehadiran dan pemeriksaan saksi yang
menguntungkan, tidak dipaksa memberikan kesaksian terhadap dirinya
sendiri, atau mengaku bersalah. Orang-orang yang tertuduh harus dibedakan
dari orang-orang yang terhukum. Tertuduh yang belum dewasa harus
dipisahkan dari tertuduh yang dewasa dan secepatnya dihadirkan untuk
diadili. Pelanggar hukum yang belum dewasa harus dipisahkan dari yang
sudah dewasa dan diberikan perlakuan yang layak bagi usia dan status hukum
mereka, serta perlunya diutamakan rehabilitasi. Orang yang telah dihukum
berhak meninjau kembali keputusan atas dirinya dan hukumannya, dan jika
ada kesalahan, ia mempunyai hak atas ganti rugi yang dapat dipaksakan.
3) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang
Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention
Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment) Resolusi 39/46 Tanggal 10 Desember 1984, yang telah
diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1998, dalam konvensi ini, khususnya pada pernyataan
berikut.
“Setiap negara menjamin semua perbuatan penganiayaan merupakan
pelanggaran hukum pidananya; menjamin pendidikan dan informasi
mengenai larangan penganiayaan sepenuhnya dimasukkan dalam pelatihan
personel penegakan hukum, sipil, atau militer, personel kesehatan, pejabat-
pejabat pemerintah, atau orang-orang lain yang mungkin terlibat dalam
penahanan, interogasi, atau perlakuan terhadap individu mana pun yang
menjadi sasaran bentuk penangkapan apa pun, penahanan atau
pemenjaraan; setiap individu yang menyatakan dirinya telah menjadi korban

258

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

penganiayaan berhak mengadukan dan mempunyai hak kasusnya dengan


segera dan secara adil diperiksa oleh para penguasa yang berwenang,
pengadu, dan para saksi dilindungi dari semua perlakuan buruk atau
intimidasi sebagai akibat pengaduannya atau bukti apa pun yang diberikan;
setiap korban penganiayaan memperoleh ganti rugi dan mempunyai hak
yang dapat dipaksakan untuk mendapatkan kompensasi yang adil dan
memadai, termasuk sarana-sarana untuk rehabilitasi sepenuh mungkin;
pernyataan apa pun yang disusun yang harus dibuat sebagai akibat
penganiayaan, tidak dijadikan sandaran sebagai bukti dalam pengadilan mana
pun.
4) Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child),
Resolusi No. 109 Tahun 1990, khususnya yang dinyatakan pada Konvensi Hak-
Hak Anak, yang menegaskan, “Negara-negara peserta harus berupaya
meningkatkan pembentukan hukum, prosedur, kewenangan, dan lembaga
yang secara khusus berlaku untuk anak-anak yang diduga, disangka, dituduh,
atau dinyatakan melanggar hukum pidana, dan khususnya:
a) menetapkan usia minimum sehingga anak-anak yang berusia di
bawahnya dianggap tidak mempunyai kemampuan untuk melanggar
hukum pidana;
b) bilamana layak dan diinginkan, melakukan langkah untuk menangani
anak-anak seperti itu tanpa harus menempuh jalur hukum, dengan
syarat bahwa hak asasi manusia dan perangkat pengamanan hukum
sepenuhnya dihormati.
Dalam upaya membangun rezim hukum anak yang berhadapan
dengan hukum, terdapat empat fondasi KHA yang relevan untuk
mengimplementasikan praktik peradilan pidana anak, yakni:
a. kepentingan terbaik bagi anak, sebagai pertimbangan utama
dalam setiap permasalahan yang berdampak pada anak (Pasal 3);
b. prinsip nondiskriminasi, terlepas dari ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain,
kewarganegaraan, etnis, atau asal-usul sosial, harta kekayaan,
cacat, kelahiran, atau status lain dari anak atau orang tua anak
(Pasal 2);
c. Hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang (Pasal 6);
d. Hak anak atas partisipasi dalam setiap keputusan yang berdampak
pada anak, khususnya kesempatan untuk didengar pendapatnya
dalam persidangan-persidangan pengadilan dan administratif yang
mempengaruhi anak (Pasal 12).

259

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

b. Petunjuk atau Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Guidelines


or Rules).
1) Peraturan-Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana
(Resolusi No. 663 C (XXIV) tanggal 31 Juli 1957, Resolusi 2076 (LXII) tanggal 13
Mei 1977), yang pada prinsipnya menyatakan, “Semua anak yang ditahan
atau dipenjara berhak atas semua jaminan perlakuan yang ditetapkan dalam
peraturan-peraturan ini.”
2) Aturan-Aturan Tingkah Laku bagi Petugas Penegak Hukum, Resolusi Majelis
Umum 34/169 tanggal 17 Desember 1979.
- Seorang petugas penegak hukum harus melayani masyarakat dan dengan
melindungi semua orang, menghormati dan melindungi martabat
manusia dan menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia
semua orang dan menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar
diperlukan.
- Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat membebankan,
menghasut, atau membiarkan perbuatan penganiayaan apa pun atau
perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang
menghinakan, juga tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintah-
perintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian apa pun sebagai
pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain,
tidak manusiawi, atau hukuman yang menghinakan. Mereka harus
menjamin perlindungan penuh untuk kesehatan orang-orang dalam
tahanan mereka.
3) Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi No.
40/33, 1985.
Pada prinsipnya setiap remaja atau anak yang sedang berhadapan dengan
peradilan anak berhak atas semua perlakuan yang ditetapkan dalam
peraturan ini. Meskipun demikian, terdapat beberapa bagian yang perlu
diperhatikan, khususnya pada bagian berikut.
- Dalam peraturan ini dijelaskan tentang kebebasan dalam membuat
keputusan dalam hal diskresi pada semua tahap dan tingkat peradilan dan
pada tahap-tahap berbeda dari administrasi peradilan bagi anak/remaja,
termasuk pengusutan, penuntutan, pengambilan keputusan, dan
peraturan-peraturan lanjutannya. Namun, dalam pelaksanaannya
dituntut agar dilaksanakan dengan pertanggungjawaban, dalam membuat
keputusan tersebut juga harus benar-benar berkualifikasi dan terlatih
secara khusus untuk melaksanakannya dengan bijaksana dan sesuai
dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Jadi, dituntut agar dapat
mengambil tindakan-tindakan yang dipandang paling sesuai dengan

260

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

setiap perkara individual, serta kebutuhan untuk memberikan saling


periksa dan imbang dengan tujuan untuk mengekang penyalahgunaan
kekuasaan, kebebasan membuat keputusan, dan untuk melindungi hak-
hak pelanggar hukum berusia muda, pertanggungjawaban dan
profesionalisme merupakan instrumen yang paling tepat untuk
mengekang kebebasan membuat keputusan yang luas. Dengan demikian,
kualifikasi professional dan pelatihan yang berkeahlian di sini diutamakan
sebagai sarana berharga untuk memastikan pelaksanaan yang bikjaksana
dari kebebasan membuat keputusan dalam persoalan pelanggar hukum
berusia remaja.
- Dalam hal pengalihan, juga diatur bahwa:
a) Apabila perlu, pertimbangan harus diberikan kepada pejabat yang
berwenang dalam menangani anak pelaku tindak pidana tanpa
mengikuti proses peradilan.
b) Polisi, jaksa, atau lembaga lain yang menangani kasus anak-anak
nakal harus diberi kewenangan untuk menangani kasus tersebut
dengan kebijakan mereka tanpa melalui peradilan formal sesuai
dengan kriteria yang tercantum dalam tujuan sistem hukum yang
berlaku dan sesuai dengan asas-asas dalam ketentuan lain.
c) Setiap diversi yang melibatkan penyerahan kepada masyarakat atau
pelayanan lain yang dipandang perlu, membutuhkan persetujuan
anak, atau orang tua, atau walinya. Keputusan untuk mengalihkan
kasus harus tunduk pada peninjauan kembali pejabat yang berwenang
dalam praktiknya.
d) Untuk mempermudah disposisi kebijakan kasus anak, upaya harus
dilakukan untuk mengadakan program masyarakat, seperti
pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi
kepada korban.
Dengan demikian, pertimbangan harus diberikan apabila perlu untuk
mengadili pelaku anak tanpa melalui peradilan formal dari pejabat yang
berwenang, untuk mengalihkan atau tidak mengalihkan kasus. Selain itu,
diversi harus digunakan apabila dimungkinkan. Polisi, jaksa, atau lembaga
lain harus diberikan wewenang untuk menyelesaikan kasus-kasus
semacam itu dengan kebijakan mereka tanpa melalui persidangan formal,
sesuai dengan kriteria yang tercantum sebagai tujuan sistem hukum dan
sesuai dengan pinsip dalam ketentuan, sebaiknya mempunyai wewenang
untuk melakukan diversi sehingga kriteria bagi diversi harus ditetapkan
dan harus sesuai dengan asas-asas dalam ketentuan Beijing. Setiap
diversi berupa penyerahan kepada masyarakat yang layak atau pelayanan
lainnya membutuhkan persetujuan anak, atau orang tua, atau wali

261

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

mereka. Keputusan untuk mengalihkan kasus harus tunduk pada


peninjauan oleh pejabat yang berwenang pada pelaksanaannya
persetujuan anak atau orang tua atau walinya merupakan persyaratan
dalam diversi. Keputusan untuk mengalihkan harus dapat ditinjau kembali
oleh pejabat yang berwenang (jaksa dan polisi). Untuk dapat
memfasilitasi disposisi kebijakan kasus-kasus anak, harus dilakukan upaya
untuk mengadakan program-program dalam masyarakat, seperti
pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi
pada korban. Upaya harus dilakukan untuk membuat program bagi anak
yang dialihkan atau dilakukan diversi. Berikut ini adalah prinsip-prinsip
diversi dalam Beijing Rules.

a) Anak tidak boleh dipaksa untuk mengakui bahwa ia telah melakukan


tindakan tertentu. Tentu, jika ada pemikiran akan lebih mudah
apabila tidak bertindak untuk kepentingan terbaik bagi anak dengan
memaksanya mengakui perbuatannya sehingga kasusnya dapat
ditangani secara formal. Hal itu tidak dapat dibenarkan. Untuk dapat
memfasilitasi disposisi kebijakan kasus anak, harus dilakukan upaya
untuk mengadakan program-program dalam masyarakat, seperti
pengawasan dan panduan secara temporer, restitusi, dan kompensasi
pada korban. Upaya harus dilakukan untuk membuat program bagi
anak yang dialihkan atau dilakukan diversi.
b) Program diversi hanya digunakan terhadap anak yang mengakui
bahwa ia telah melakukan suatu kesalahan, tetapi tidak boleh ada
pemaksaan.
c) Pemenjaraan tidak dapat menjadi bagian dari diversi. Mekanisme dan
struktur diversi tidak mengizinkan pencabutan kebebasan dalam
segala bentuk karena hal ini melanggar hak-hak dasar dalam proses
hukum.
d) Adanya kemungkinan penyerahan kembali ke pengadilan (perkara
harus dapat dilimpahkan kembali ke sistem peradilan formal apabila
tidak ada solusi yang dapat diambil).
e) Adanya hak untuk memperoleh persidangan atau peninjauan kembali.
Anak harus tetap dapat mempertahankan haknya untuk memperoleh
persidangan atau peninjauan kembali.

4) Kumpulan Prinsip-Prinsip untuk Perlindungan Semua Orang yang Berada di


bawah Bentuk Penahanan Apa pun atau Pemenjaraan (Body of Principles for
the Protection of All Person under Any Form of Detention or Imprisonment)
GA Resolusi 43/173 tanggal 9 Desember 1988, menyatakan sebagai berikut.

262

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

“Semua orang yang berada di bawah setiap bentuk penahanan atau


pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara yang manusiawi dan dengan
menghormati martabat pribadi manusia yang melekat. Orang yang ditahan,
apabila mungkin, harus tetap terpisah dari para narapidana.”
Siapa pun yang ditangkap harus diberi tahu pada waktu penangkapannya
mengenai alasan penangkapannya dan harus segera diberi tahu mengenai
tuduhan-tuduhan terhadapnya.

5) Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Rangka Pencegahan Tindak


Pidana Remaja Tahun 1990 (United Nations Guidelines for the Preventive of
Juvenile Delinquency, ”Riyadh Guidelines”), Resolution No. 45/112, 1990,
khususnya paragraf yang menyatakan, “Program dan pelayanan masyarakat
untuk pencegahan kenakalan anak agar dikembangkan dan badan-badan
pengawasan sosial yang resmi agar dipergunakan sebagai upaya akhir.
Penegak hukum dan petugas lain yang relevan dari kedua jenis kelamin harus
dilatih agar tanggap terhadap kebutuhan khusus anak dan agar terbiasa dan
menerapkan semaksimal mungkin program-program dan kemungkinan-
kemungkinan penunjukan pengalihan anak dari sistem peradilan.”

6) Peraturan-Peraturan PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan


Kebebasannya, Resolusi 45/113, 1990, khususnya paragraf yang menyatakan,
“Peraturan ini harus diterapkan secara tidak berat sebelah, tanpa
diskriminasi, dengan menghormati kepercayaan-kepercayaan, praktik agama
dan budaya, serta konsep moral anak yang bersangkutan.”
Sistem pengadilan bagi anak harus menjunjung tinggi hak-hak dan
keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental para anak.
Menghilangkan kebebasan anak haruslah merupakan pilihan terakhir dan
untuk masa yang minimum serta dibatasi pada kasus-kasus luar biasa, tanpa
mengesampingkan kemungkinan pembebasan lebih awal. Dikenakan pada
kondisi-kondisi yang menjamin penghormatan hak-hak asasi para anak dan
hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sepenuhnya menimbang
kebutuhan-kebutuhan khas, status, dan persyaratan-persyaratan khusus yang
sesuai dengan usia, kepribadian, jenis kelamin serta jenis pelanggaran, sesuai
dengan prinsip dan prosedur yang dituangkan dalam peraturan ini dan
Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak. Anak yang ditahan menunggu
peradilan harus diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah, harus
dipisahkan dari para anak yang telah dijatuhi hukuman, memiliki hak akan
nasihat pengacara hukum dan diperbolehkan meminta bantuan hukum tanpa
biaya, disediakan kesempatan bekerja dengan upah, dan melanjutkan

263

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

pendidikan atau pelatihan, tetapi tidak boleh diharuskan. Lembaga tempat


anak ditahan harus ada dalam catatan yang lengkap dan rahasia tentang
identitas diri dan keterangan setiap anak, yang faktanya dapat digugat oleh
anak yang bersangkutan. Pada saat penerimaan, semua anak harus diberi
salinan peraturan yang mengatur fasilitas pemasyarakatan itu dan uraian
tertulis tentang hak dan kewajiban mereka dalam bahasa yang dapat mereka
pahami, berikut alamat otoritas yang berwenang untuk menerima
pengaduan, juga alamat badan dan organisasi pemerintah atau swasta yang
menyediakan bantuan hukum. Mereka mempunyai hak akan fasilitas dan
layanan yang memenuhi semua persyaratan kesehatan dan harga diri
manusia, di antaranya menerima makanan yang disiapkan secara pantas dan
disajikan pada waktu makan yang normal dan berjumlah serta bermutu
cukup. Air minum bersih harus tersedia setiap saat, alat transportasi harus
mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup, dan dalam keadaan yang
tidak boleh membuat mereka sengsara atau merendahkan harga diri.

C. Rangkuman
Secara harfiah, instrumen dapat diartikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk
membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan/pekerjaan. Khusus berkaitan dengan hal
penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum, yang dimaksud dengan
instrumen adalah suatu alat berupa landasan/dasar hukum dalam menangani masalah anak
yang berkonflik dengan hukum. Instrumen yang dapat digunakan sebagai dasar hukum bagi
penanganan masalah anak yang berkonflik dengan hukum dapat bersumber dari produk
hukum nasional ataupun internasional. Dua sumber instrumen tersebut akan memberi
arah, petunjuk, dan kekuatan kepada semua pihak terkait dalam menangani masalah anak
yang berkonflik dengan hukum dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak.

264

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

D. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi Instrumen Nasional dan
Internasional yang Menjadi Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan
Hukum, kerjakanlah latihan berikut!

1. Dalam Peraturan-Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa


Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi No. 40/33,
1985, terkait dengan diversi ada beberapa prinsip. Coba Saudara sebutkan
beberapa prinsip tersebut?

2. Dalam upaya membangun rezim hukum anak yang berhadapan dengan hukum,
terdapat empat fondasi konvensi hak anak yang relevan untuk mengimplementasi-
kan praktik peradilan pidana anak, coba Saudara sebutkan empat fondasi konvensi
hak anak tersebut!

Petunjuk Jawaban Latihan


b. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan.
c. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.

265

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


TAHAPAN
PELAKSANAAN
DIVERSI
BAB EMPAT

266
DIVERSI

A. Kompetensi Khusus
Setelah mempelajari Pokok Bahasan 3, Tahapan Pelaksanaan Diversi, PK diharapkan
mampu menjelaskan tahapan pelaksanaan diversi.

B. Subpokok Bahasan
Pada Pokok Bahasan 1, Sistem Peradilan Anak, telah dipelajari sub-subpokok
bahasan mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak, Keadilan Restoratif, dan Diversi.
Selanjutnya pada Pokok Bahasan 2, Instrumen Nasional dan International yang Menjadi
Dasar Hukum dalam Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum dibahas mengenai
subpokok bahasan Instrumen Nasional yang Menjadi Dasar Hukum Penanganan Anak
Berkonflik dengan Hukum dan Instrumen Internasional yang Menjadi Dasar Hukum
Penanganan Anak Berkonflik dengan Hukum. Berikutnya, Pokok Bahasan 3, Tahapan
Pelaksanaan Diversi, dibagi menjadi tiga subpokok bahasan, yaitu 1) tahapan
pelaksanaan diversi sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan 2) tahapan pelaksanaan diversi mengacu
kepada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, dan 3) ilustrasi upaya diversi sebelum diberlakukan Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berikut adalah penjelasan dari
kedua subpokok bahasan tersebut.

1. Tahapan Pelaksanaan Diversi Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11


Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pada bab terdahulu dari modul ini, Saudara telah mempelajari tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan diversi, yaitu sistem peradilan anak serta instrumen
nasional dan international yang menjadi dasar hukum dalam penanganan anak
berkonflik dengan hukum. Oleh karena itu, Saudara harus mampu menguasai materi
tersebut sebelum melanjutkannya pada materi tentang pelaksanaan diversi. Sudah
menjadi suatu kenyataan bahwa sampai dengan saat ini kita belum memiliki undang-
undang yang menyebutkan/mengatur secara jelas dan tegas tentang upaya diversi
dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Meskipun pada
saat ini Undang-Undang Sebelum Berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah disyahkan, keberadaan undang-
undang tersebut belum dapat diberlakukan. Namun, kondisi tersebut bukanlah
berarti bahwa pada saat ini upaya diversi tidak dapat dilakukan/dilaksanakan.
Ketika Saudara akan melakukan upaya diversi, untuk sementara Saudara dapat
bersandar pada beberapa peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah
lainnya yang berlaku pada saat ini sebagaimana telah dijelaskan pada bab
sebelumnya yang pada dasarnya memiliki semangat pelaksanaan diversi tersebut.
Dengan mengacu pada pengalaman di beberapa balai pemasyarakatan, untuk

267

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

beberapa perkara anak ternyata upaya diversi tersebut dapat dilaksanakan. Tahapan
upaya diversi yang telah dilaksanakan tersebut, Saudara perhatikan gambar berikut
ini.

Gambar 4
Skema tahapan pelaksanaan diversi sebelum berlakunya Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

2. Tahapan Pelaksanaan Diversi Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun


2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Setelah mempelajari subpokok bahasan 1, Tahapan Pelaksanaan Diversi
Sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, pada bagian ini akan dibahas tentang Tahapan Pelaksanaan
Diversi Mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
Pada masa yang akan datang setelah diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, peran PK menjadi sangat
penting dan strategis dalam upaya diversi. Pada beberapa bagian di dalam undang-
undang tersebut, menyebutkan secara jelas dan tegas bahwa untuk perkara-perkara
tertentu, upaya diversi merupakan langkah pertama dan utama yang harus dilakukan
dalam menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Upaya diversi

268

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

haruslah dilakukan pada setiap tahapan proses hukum, baik pada tahap penyidikan
(kepolisian), penuntutan (kejaksaan), maupun persidangan (pengadilan). Peran,
fungsi, dan tanggung jawab PK dalam upaya diversi berada pada setiap tahapan
proses hukum tersebut. Agar lebih jelas dalam memahami tahapan upaya diversi
tersebut, Saudara dapat memperhatikan gambar berikut ini:

Gambar 5
Tahapan upaya diversi
Sumber: Mengacu pada Undang-Undang RI No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

3. Ilustrasi Upaya Diversi Sebelum Diberlakukan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun


2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pada subpokok bahasan 3 ini akan diberikan ilustrasi mengenai penyelesaian
perkara anak melalui upaya diversi. Sehubungan dengan belum adanya petunjuk
teknis pelaksaaan diversi yang sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang terbaru, contoh yang akan
disampaikan ini berdasarkan pengalaman yang pernah dilakukan oleh seorang PK.
Namun, melalui ilustrasi ini pada dasarnya Saudara dapat mempelajari dan
memahami tentang tahapan/langkah-langkah yang harus dilakukan ketika akan
melakukan upaya diversi dalam menyelesaikan perkara anak. Selanjutnya, silakan
Saudara baca dan simak dengan baik ilustrasi kasus berikut.
Pada suatu waktu telah terjadi pencurian satu unit sepeda motor di wilayah hukum
Polres X. Selanjutnya, pihak Polres X melakukan penyelidikan terhadap perkara
pencurian tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, pelaku pencurian
teridentifikasi, yaitu Y. Berbekal identifikasi yang telah dimiliki, pihak Polres X

269

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

melakukan penangkapan terhadap Y. Selanjutnya, pihak Polres X melakukan


penyidikan dan menetapkan Y sebagai tersangka. Setelah dilakukan penyidikan,
ternyata Y masih tergolong anak-anak karena berusia 15 tahun. Terhadap Y sempat
dilakukan penahanan selama tujuh hari dan selanjutnya dilakukan penangguhan.
Setelah dilakukan penangguhan penahanan, pihak Polres X menghubungi pihak Balai
Pemasyaraktan (Bapas) Z untuk meminta pembuatan penelitian kemasyarakatan
(litmas).
Pihak Bapas Z segera menunjuk PK setelah diterimanya permintaan dari pihak Polres
X. Tahapan tindakan yang dilakukan PK selanjutnya adalah sebagai berikut.
1. PK segera mengunjungi Y di Polres X untuk melakukan litmas terhadap Y.
Berdasarkan wawancara dengan Y tersebut, diperoleh gambaran hal-hal pokok
sebagai berikut.
a. Y berstatus pelajar SMP kelas 3 yang tidak lama lagi mengikuti ujian akhir.
b. Y tinggal bersama kedua orang tua kandungnya.
c. Motivasi Y melakukan pencurian adalah untuk bergaya sesaat.
d. Y baru pertama kali melakukan pencurian.
e. Pencurian dilakukan tanpa perencanaan (spontan).
f. Y menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada korban.
g. Y berniat melanjutkan sekolahnya.
h. Y tidak berniat menjual hasil curiannya.
i. Y sempat berniat menyimpan kembali hasil curiannya di tempat semula, tetapi
tidak dilakukan karena takut ketahuan. Akhirnya, sepeda motor tersebut
disimpan di sembarang tempat.
j. Y berharap perkaranya dapat diselesaikan di luar proses hukum.

2. PK mengunjungi orang tua Y dan mewawancarainya secara mendalam.


Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diperoleh gambaran hal-hal pokok sebagai
berikut.
a. Kasih sayang dan perhatian kedua orang tua Y cukup baik.
b. Secara ekonomis, kedua orang tua relatif mampu menghidupi Y.
c. Kedua orang tua menilai Y sebagai orang penurut dan rajin membantu orang tua.
d. Orang tua Y sanggup meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap Y.
e. Orang tua Y sanggup mengganti kerugian korban.
f. Orang tua Y menyesalkan perbuatan Y dan sebagai orang tua akan meminta maaf
kepada korban,
g. Orang tua Y berharap perkara Y dapat diselesaikan melalui musyawarah secara
kekeluargaan.
3. PK mengunjungi beberapa teman Y, tetangga Y, dan tokoh masyarakat setempat.
Berdasarkan wawancara mendalam, diperoleh keterangan pokok sebagai berikut.

270

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

a. Y dinilai sebagai anak yang pandai bergaul dan cukup aktif dalam kegiatan
remaja di lingkungannya.
b. Tidak pernah ada informasi perihal perilaku negatif Y, kecuali perkara yang
sedang dihadapinya.
c. Mereka mendukung harapan Y dan orang tuanya tentang penyelesaian perkara
Y melalui musyawarah.
d. Mereka bersedia membantu membina dan mengawasi Y.
4. PK mengunjungi ketua RT dan ketua RW setempat.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan mereka, diperoleh keterangan
sebagai berikut.
a. Tidak pernah ada informasi tentang perilaku negatif Y, kecuali perkara yang
sedang dihadapinya.
b. Mereka mendukung harapan Y dan orang tuanya tentang penyelesaian perkara
Y melalui musyawarah.
c. Mereka bersedia membantu membina dan mengawasi Y.
4. PK mengunjungi pihak sekolah Y.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak sekolah, diperoleh
keterangan mengenai perilaku Y sebagai berikut :
a. Perilaku Y dikenal relatif baik karena tidak pernah tercatat dalam buku catatan
pelanggaran siswa.
b. Prestasi akademik Y relatif baik.
c. Secara moral, pihak sekolah turut bertanggung jawab atas perbuatan Y.
d. Pihak sekolah mendukung harapan Y dan orang tuanya mengenai penyelesaian
masalah Y melalui musyawarah.
e. Pihak sekolah akan meningkatkan pembinaan terhadap Y.
6. PK mengunjungi pihak korban.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan pihak korban, diperoleh
keterangan mengenai peristiwa tersebut sebagai berikut.
a. Korban merasa telah dirugikan baik secara material maupun nonmaterial.
b. Pada dasarnya korban dapat memaafkan perbuatan Y.
c. Korban bersedia melakukan musyawarah untuk menyelesaikan perkara Y.
7. PK membaca, mempelajari, dan menganalisis hasil pengumpulan informasi yang
diperoleh melalui wawancara mendalam dengan berbagai pihak.
8. Berdasarkan analisis terhadap hasil pengumpulan informasi melalui wawancara
tersebut, PK memutuskan bahwa perkara Y dapat diselesaikan secara diversi
melalui musyawarah dengan melibatkan pihak-pihak berikut: pelaku dan orang
tuanya, korban, tokoh pemuda setempat, tokoh agama setempat, pihak sekolah,
dan PK.
9. PK segera merencanakan pelaksanaan musyawarah yang meliputi tempat dan
waktu musyawarah.

271

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

10. PK segera melakukan konfirmasi berkaitan dengan rencana musyawarah dengan


semua pihak yang akan dilibatkan dalam musyawarah.
11. PK melaksanakan musyawarah sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
disepakati dengan melibatkan berbagai pihak hingga diperoleh kesepakatan
pokok sebagai berikut.
a. Korban telah memaafkan perbuatan pelaku.
b. Orang tua pelaku bersedia mengganti kerugian materi yang diderita korban.
c. Pelaku diharuskan membuat surat pernyataan penyesalan.
d. Pelaku wajib melaksanakan korve membersihkan salah satu masjid yang ada di
sekitar tempat tinggalnya setiap hari Minggu selama tiga bulan di bawah
pengawasan pengurus DKM masjid tersebut.
12. PK membuat laporan secara tertulis tentang hasil pelaksannaan musyawarah.
13. PK membuat dan menyampaikan surat kepada pihak Polres X tentang
penyelesaian perkara Y secara diversi. Surat tersebut dilampiri dengan laporan
hasil pengumpulan dan pengolahan informasi dalam perkara klien dan laporan
hasil pelaksanaan musyawarah.
14. Menerima informasi dari pihak Polres X baik secara lisan dan tertulis perihal
dihentikannya proses hukum terhadap Y.
15. PK mengarsipkan semua dokumen yang berkaitan dengan penanganan perkara Y.

C. Rangkuman
1. Diversi merupakan langkah pertama dan utama dalam menyelesaikan masalah anak
yang berkonflik dengan hukum. Sekalipun pada saat ini belum ada undang-undang
yang secara jelas dan tegas mengatur tentang keharusan upaya diversi, hal tersebut
tidaklah diartikan bahwa diversi tidak dapat dilakukan.
2. Pada kenyataannya berdasarkan pengalaman, sebelum diberlakukannya Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, upaya
diversi hanya terjadi pada tingkat penyidikan (kepolisian). Pada tahapan proses
hukum inilah PK harus menjadi inisiator dan motivator dalam melakukan upaya
diversi. PK harus melaksanakan tahapan pelaksanaan diversi dengan baik dan benar.
3. Dengan mengacu kepada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, PK harus berperan, berfungsi, dan bertanggung jawab dalam
pelaksanaan diversi pada setiap tahapan proses hukum terhadap anak yang
berkonflik dengan hukum.

272

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

C. Latihan
Untuk memperdalam pemahaman Saudara mengenai materi tahapan pelaksanaan
diversi, kerjakanlah soal latihan berikut!

1. Pada saat ini belum ada undang-undang yang secara jelas dan tegas mengatur
tentang upaya diversi. Meskipun demikian, tidaklah berarti bahwa pada saat ini
upaya diversi tidak dapat dilakukan. Jelaskan pendapat Saudara tentang hal
tersebut! Selanjutnya, silakan Sudara tuliskan tahapan upaya diversi yang dapat
dilakukan PK, sebelum berlakunya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Dengan mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, pada tahapan proses hukum manakah PK berperan,
berfungsi, dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi?

Petunjuk Jawaban Latihan


a. Pelajarilah lebih mendalam bagian-bagian yang berkaitan dengan pertanyaan.
b. Perhatikan tujuan pertanyaan dari setiap butir soal latihan.

273

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


PENUTUP
BAB LIMA

274
DIVERSI

A. Rangkuman
Filosofi sistem peradilan pidana anak adalah mengutamakan pelindungan dan
rehabilitasi terhadap pelaku anak (emphasized the rehabilitation of youthful offender)
sebagai orang yang masih mempunyai sejumlah keterbatasan dibandingkan dengan orang
dewasa. Anak memerlukan pelindungan dari negara dan masyarakat dalam jangka waktu ke
depan yang masih panjang. Terhadap anak yang terlanjur menjadi pelaku tindak pidana
diperlukan strategi sistem peradilan pidana, yaitu dengan mengupayakan seminimal
mungkin intervensi sistem peradilan pidana.
Demi kepentingan terbaik anak, pendekatan keadilan restoratif dan upaya diversi
merupakan upaya terbaik dalam menangani masalah anak yang berkonflik dengan hukum.
Keadilan restoratif dan diversi tersebut merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Diversi sebagai upaya pengalihan penyelesaian perkara anak, dari proses peradilan pidana
ke proses di luar peradilan pidana, harus mampu menciptakan rasa keadilan dan
memulihkan konflik ke hal-hal yang baik bagi semua pihak, yaitu korban, pelaku, dan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, sampai saat ini belum ada undang-undang yang
mengatur tentang diversi secara jelas dan tegas. Adapun keberadaan Undang-Undang RI
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disahkan tanggal 30 Juli
2012, yang di dalamnya memuat ketentuan tentang diversi , baru akan diberlakukan dua
tahun ke depan sejak disahkannya Undang-Undang tersebut. Namun, hal tersebut tidaklah
berarti upaya diversi harus ditunda-tunda. Dengan mengacu pada berbagai peraturan
perundang-undangan dan kebijakan lainnya sebagaimana telah dijelaskan di muka,
melakukan upaya diversi pada saat ini bukanlah sesuatu yang salah.
PK memiliki peran, tugas, dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam melakukan
upaya diversi. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, peranan PK yang paling menonjol adalah sebagai inisiator.
Pada masa yang akan datang setelah diberlakukannya undang-undang tersebut, diversi
merupakan langkah pertama dan utama yang harus dilakukan oleh para penegak hukum
dalam penyelesaian masalah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam kaitan itu, PK
harus menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sesuai dengan yang diamanatkan oleh
undang-undang tersebut.

275

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

B. Evaluasi
Pililah jawaban soal dibawah ini dengan jawaban yang benar.

1. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi yang ditetapkan dalam Keppres


No. 36 Tahun 1990. Konvensi berikut yang tidak diratifikasi adalah ....
A. Konvensi Hak Anak
B. Convention on the Rights of the Child
C. CRC
D. CEDAW
2. Tujuan dilakukannya diversi adalah ....
A. membuat stigmatisasi/cap label kepada anak
B. perampasan kemerdekaan
C. retributif
D. menghindarkan anak dalam proses formal
3. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke
proses di luar peradilan pidana. Peranan PK dalam diversi ini adalah sebagai ....
A. pendamping, pengawas, konglomerat
B. mediator, juri, penentram hati
C. pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
D. pengawas

4. Dalam proses diversi, biasanya dilakukan musyawarah. Unsur yang terlibat dalam
musyawarah tersebut adalah ....
A. anak dan orang tua/walinya, korban dan atau orangtua/walinya, pembimbing
kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional
B. pelaku, lurah, camat
C. korban, saksi, pelaku
D. pembimbing kemasyarakatan, anak sekolah

5. Yang dapat melakukan kegiatan penelitian kemasyarakatan, pendampingan,


pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak adalah ....
A. pembimbing kemasyarakatan
B. pekerja sosial profesional
C. tenaga kesejahteraan sosial
D. jawaban a, b, dan c semuanya benar

6. Umur berapakah anak dapat mempertanggungjawabkan perbutan melanggar hukum


....
A. 8 tahun
B. 12 < 18 tahun

276

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

C. 13 tahun
D. 14 tahun

7. Pidana pokok bagi anak terdiri atas ....


A. pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan pekerjaan, pembinaan dalam
lembaga dan penjara
B. pembinaan luar lembaga, pelayanan masyarakat
C. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
D. pidana peringatan

8. Yang tidak dikategorikan sebagai syarat diversi berikut ini adalah ....
A. tindak pidana (sanksi pidana 7 tahun penjara atau kurang)
B. usia Anak (makin rendah makin diupayakan adanya diversi)
C. kategori laporan mediasi
D. jawaban a dan b benar
9. Dalam upaya diversi, persetujuan dari korban, keluarga korban, dan atau masyarakat
sangat diperlukan. Persetujuan ini menjadi tidak diperlukan lagi dalam hal ....
A. tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan
B. tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, nilai kerugian korban tidak
lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat
C. tindak pidana tanpa korban
D. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

10. Coba sebutkan syarat-syarat Diversi mengacu kepada Undang-Undang Nomor No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seperti jawaban di bawah ini
kecuali :
A. kategori tindak pidana/sanksi pidana 7 tahun penjara atau kurang)
B. usia anak (makin rendah makin diupayakan adanya diversi)
C. kerugian yang ditimbulkan
D. hasil penelelitian sosial dari pekeja sosial

277

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

C. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Apabila Saudara dalam menjawab evaluasi soal tersebut mencapai 80% benar, dengan
demikian, Saudara telah mencapai kompetensi Modul Diversi dengan baik, dan sebaliknya
apabila tingkat ketercapaian Saudara tidak sampai 80%, Saudara diharapkan mengulang
kembali membaca dan memahami modul ini.
Cocokkanlah jawaban Saudara dengan Kunci Jawaban Evaluasi yang terdapat di bagian
akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk
mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi modul ini.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Saudara dapat mempelajari
modul berikutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi materi
modul ini, terutama bagian yang belum dikuasai.

Kunci Jawaban Evaluasi

1. d
2. d
3. c
4. a
5. a
6. b
7. a
8. d
9. b
10. d

278

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

DAFTAR PUSTAKA
Ali. Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Prenada Media Group. 2009.
Bagir Manan. “Retorative Justice (Suatu Perkenalan)”,dalam Refleksi Dinamika Hukum
Rangkaian Pemikiran dalam Dekade Terakhir, Perum Percetakan Negara RI: Jakarta.
2008.
Bazemore, G., & Schiff, M. Juvenile Justice Reform and Restorative Justice: BuildingTheory
and Policy from Practice. Oregon: Willan Publishing, 2005.
Benton, S. & B. Setiadi, Mediation and Conflict Management in Indonesia. In L.
Kwok & D. Tjosvold (Eds.), Conflict Management in the Asia Pacific: Assumptions and
Approaches in Diverse Cultures. Singapore: John Wiley &Sons, 1998.
Consedine, J, Restorative justice: Healing the effects of crime. Lyttelton: Ploughshares
Publications,1995.
Davis, G., Making Amends: Mediation and Reparation in Criminal Justice. London:
Routledge, 1992.
Kusumaatmadja, M. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan. Bandung: Alumni, 2002.
Marlina, Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dalamSistem
Peradilan Pidana Anak, Jurnal Equality, 2008.
Pavlich, G, “Towards An Ethics of Restorative Justice”. In L. Walgrave (Ed.),Restorative Justice
and The Law. Oregon: Willan Publishing, 2002.
Purnianti, Supatmi M. S. & Tinduk, N. M. M., Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak
(Juvenile Justice Sistem) di Indonesia. Jakarta: UNICEF, 2003.
Schwartz, I. M. & Preiser, L. “Diversion and Juvenile Justice: Can We Ever Get It Right?” In H.
Messmer & H.-U. Otto (Eds.), Restorative Justice on Trial: Pitfallsand Potentials of Victim
Offender Mediation-International ResearchPerspectives. Dordrecht: Kluwer Academic
Publishers, 1992.
Supeno, H. Kriminalisasi Anak: Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak
TanpaPemidanaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2010.
Wright, M., “Victim-Offender Mediation as A Step Towards A Restorative Sistem of Justice”.
In H. Messmer & H.-U. Otto (Eds.), Restorative Justice on Trial:Pitfalls and Potentials of
Victim Offender Mediation-International Research Perspectives. Dordrecht: Kluwer
Academic Publishers.
Dewi dkk., (2011). Mediasi Penal?: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak di
Indonesia. Depok: Indie Publishing.

279

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

GLOSARIUM
1. Juvenile Justice Sistem adalah segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di
dalam penanganan kasus-kasus kenakalan anak. Unsur pertama adalah polisi, polisi
berperan sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali bersentuhan dengan
sistem peradilan. Polisi juga yang akan menentukan apakah anak akan dibebaskan
atau diproses lebih lanjut. Unsur kedua adalah jaksa dan lembaga pembebasan
bersyarat. Jaksa dan lembaga pembebasan bersyarat akan menentukan apakah anak
akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak. Unsur ketiga adalah pengadilan
anak. Pengadilan Anak berperan pada tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam
pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman.
Unsur terakhir atau unsur keempat adalah institusi penghukuman. Ada dua kategori
perilaku anak yang membuat mereka berhadapan dengan hukum, yakni:
a. status offender adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang
dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos
sekolah, atau kabur dari rumah;
b. juvenile delinquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh
orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
2. Pengadilan Anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan
peradilan umum. Sidang pengadilan anak, yang selanjutnya disebut sidang anak,
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini (Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak).
3. Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, dan berpuncak
pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi (Undang-Undang Nomor 2
tahun 1986 tentang Peradilan Umum).
4. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum,
anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana
(Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
5. Anak yang Berkonflik dengan Hukum, yang selanjutnya disebut Anak, adalah anak
yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
6. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, yang selanjutnya disebut Anak Korban,
adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak

280

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana


Anak).
7. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, yang selanjutnya disebut Anak Saksi, adalah
anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya
sendiri (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak).
8. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula, dan bukan pembalasan (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
9. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke
proses di luar peradilan pidana (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak).
10. Penyidik adalah penyidik Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak).
11. Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
12. Hakim adalah hakim Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak).
13. Hakim Banding adalah hakim banding Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
14. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
15. Pembimbing Kemasyarakatan, yang selanjutnya disingkat PK, adalah pejabat
fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar
proses peradilan pidana (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak).
16. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial
serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan,
pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas
pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak (Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
17. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara
profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial
dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang

281

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak (Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
18. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota keluarga lain
yang dipercaya oleh Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak).
19. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan
asuh sebagai orang tua terhadap anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
20. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak untuk mendampinginya selama
proses peradilan pidana berlangsung (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
21. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (Undang-
Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
22. Lembaga Pembinaan Khusus Anak, yang selanjutnya disingkat LPKA, adalah lembaga
atau tempat Anak menjalani masa pidananya (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
23. Lembaga Penempatan Anak Sementara, yang selanjutnya disingkat LPAS, adalah
tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung (Undang-Undang
RI Nomor Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
24. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, yang selanjutnya disingkat LPKS,
adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial bagi Anak (Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak).
25. Klien Anak adalah anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan (Undang-Undang RI
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
26. Balai Pemasyarakatan, yang selanjutnya disebut bapas, adalah unit pelaksana teknis
pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan,
pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan (Undang-Undang RI Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
27. Hak Anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui
dan dilindungi oleh hukum, bahkan sejak dalam kandungan (Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hak anak adalah bagian dari hak asasi
manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipengaruhi oleh orangtua, keluarga,
masyarakat, pemerintah, dan negara (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003
tentang Perlindungan Anak).

282

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN


DIVERSI

28. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) untuk perkara anak menurut
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
memuat:
a. data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial;
b. latar belakang dilakukannya tindak pidana;
c. keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh
atau nyawa;
d. hal lain yang dianggap perlu;
e. berita acara diversi; dan
f. kesimpulan dan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan.
29. Instrumen nasional adalah alat/aturan perundangan-undangan yang bersifat
nasional yang dijadikan dasar landasan hukum dalam pelaksanaan tugas.
30. Instrumen internasional adalah alat/aturan yang bersifat internasional dan dapat
dijadikan bahan rujukan dalam setiap permaslahan.

283

MODUL PEMBIMBING KEMASYARAKATAN

Anda mungkin juga menyukai