Anda di halaman 1dari 44

MODUL

KIMIA PESTISIDA

Kelompok 6

1. Roswita Lodovika Wusu (1806070034)


2. Valentino Haki Nunang (1806070055)
3. Yorli Yosna Fransina Tabun (1806070074)
4. Yavid Non (1806070121)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDA


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………..……………………..……………………….. i

BAB I PENGERTIAN PESTISIDA…………………………………………….…...…….. 1

BAB II KLASIFIKASI PESTISIDA……………………………………………………… 2

2.1 Chemical Class (kelas kimia)………………………………………………….............. 2

2.2 Target organisme……………………………………………………………………… 23

2.3 Mekanisme or made of action………………………………………………...……….. 23

2.4 Sifat dan cara kerja racun pestisida……………………………………………………. 24

BAB III MANFAAT PESTISIDA…………………………………………...…………… 25

BAB IV TANAMAN YANG BISA DIGUNAKAN SEBAGAI PESTISIDA…………… 28

BAB V DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA DAN PENANGGULANGANNYA… 34

5.1 Dampak Penggunaan Pestisida di lingkungan……………………………………...…. 34

5.2 Penanggulangan dan Solusi…………………………...………………………………. 39

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENGERTIAN PESTISIDA

Berdasarkan asal katanya pestisida berasal dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan
cida berarti pembunuh. Yang dimaksud dengan hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau,
tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan
virus,nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap
merugikan.

Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 Pengertian pestisida adalah semua zat
kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk Memberantas atau
mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian,
Memberantas rerumputan, Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagia-
bagian tanaman, tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama luar pada
hewan-hewan peliharaan dan ternak, memberantas dan mencegah hama-hama air, memberikan
atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan
alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah dan air.

Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering disebut produk
perlindungan tanaman (crop protection products) untuk membedakannya dari produk-produk
yang digunakan dibidang lain. mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah
dan air.

Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan, penyimpanan,


peragaan, penggunaan dan pembuangan / pemusnahan pestisida. Selain efektifitasnya yang
tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek negatif yang merugikan. Dalam pengendalian
pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan
ekologi organisme pengganggu tanaman.

1
BAB II

KLASIFIKASI PESTISIDA

2.1 Chemical Class (Kelas Kimia)

Berdasarkan kelas kimia, pestisida dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu
pestisida dari bahan alam, sintesis, anorganik, dan organiklorin.

a) Pestisida dari bahan alam


1) Pyrethroid
Piretroid adalah ester alami yang terbentuk dari gabungan dua asam karboksilat dan
tiga asam keto. Piretroid diekstrak dari tanaman chrysanthemum cinerariaefolium, di
mana bunganya mengandung rata-rata 1,3% piretrin, yang pertama kali digunakan
dalam bentuk bubuk sekitar tahun 1851. Konsentrat piretrum dibuat dari bunga yang
diekstraksi dengan petroleum eter atau metanol atau aseton atau diklorometana atau
etilen diklorida.

kelompok Pyrethrin I Pyrethrin II


Senyawa
Pyrethrin I Cinerin I Jasmolin I Pyrethrin II Cinerin II Jasmolin II
kimia

Struktur kimia

Rumus kimia C21H28O3 C20H28O3 C21H30O3 C22H28O5 C21H28O5 C22H30O5


Mr (g/mol) 328,4 316,4 330,4 372,4 360,4 374,4
Solubilitas
dalamair 0,35 3,62 0,60 125,6 0,03 214,8
(mg/L)

Piretrin ditemukan dalam benih tanaman tahunan piretrum (Chrysanthemum


cinerariaefolium), yang telah lama ditanam secara komersial untuk memasok insektisida.
Piretrin telah digunakan sebagai insektisida selama ribuan tahun. Dipercaya bahwa orang
Cina telah menghancurkan tanaman krisan dan menggunakan bedak tersebut sebagai
insektisida sejak 1000 SM. Diketahui secara luas bahwa Dinasti Chou di Cina banyak
menggunakan piretrin untuk bahan insektisida. Selama berabad-abad, bunga Krisan yang
dihancurkan telah digunakan di Iran untuk menghasilkan Bubuk Persia, insektisida untuk

2
keperluan rumah tangga. Piretrin diidentifikasi sebagai bahan kimia kuat dalam tanaman
Krisan yang bertanggung jawab atas sifat insektisida pada bunga yang dihancurkan sekitar
tahun 1800 di Asia. Dalam Perang Napoleon, tentara Prancis menggunakan bunganya
untuk mengusir kutu dan kutu tubuh.
Piretrin adalah salah satu insektisida teraman di pasaran karena cepat rusak di
lingkungan.
Persamaan antara kimia piretrin dan piretroid sintetik termasuk cara kerja yang serupa
dan toksisitas yang hampir identik dengan serangga (yaitu, piretrin dan piretroid
menyebabkan efek toksik di dalam serangga dengan bekerja pada saluran natrium).
Beberapa perbedaan kimiawi antara piretrin dan piretroid sintetis mengakibatkan piretroid
sintetik memiliki persistensi lingkungan yang relatif lebih lama dibandingkan piretrin.
Piretrin memiliki ketahanan lingkungan yang lebih pendek daripada piretroid sintetis
karena struktur kimianya lebih rentan terhadap keberadaan sinar UV dan perubahan pH.
Mereka menimbulkan bahaya racun yang biasanya tidak ditemukan dalam piretroid
komersial untuk mamalia dan manusia. Ekstrak piretrum terdiri dari 6 ester yang bersifat
insektisida, sedangkan piretroid semi-sintetik hanya terdiri dari satu senyawa aktif kimiawi.
Akibatnya, hati harus memecah rantai tambahan ini terlebih dahulu, yang memungkinkan
tingkat toksisitas meningkat di dalam aliran darah, yang dapat menyebabkan rawat inap
dan bahkan kematian.
Oleh karena itu penggunaan piretrin dalam produk-produk seperti insektisida alami dan
sampo meningkatkan kemungkinan toksisitas pada mamalia yang terpapar. Kasus medis
telah muncul yang menunjukkan kematian akibat penggunaan piretrin, mendorong banyak
petani organik untuk berhenti menggunakannya. Satu kasus fatal dari seorang gadis berusia
11 tahun dengan kondisi asma yang diketahui dan yang menggunakan sampo yang hanya
mengandung sedikit (0,2% piretrin) untuk memandikan anjingnya didokumentasikan.
Paparan yang berkepanjangan memperburuk saluran pernapasannya yang disebabkan oleh
senyawa di sampo, menyebabkan gadis itu menderita serangan asma akut, di mana dia
meninggal dua setengah jam setelah terpapar sampo. Yang penting, sampo mungkin
mengandung sejumlah kecil kotoran, tetapi tetap alergen, kotoran yang ditemukan dalam
ekstrak piretrin mentah. Salah satu dugaan pengotor alergen untuk kasus ini adalah
oleoresin. Laporan terbaru menunjukkan bahwa tingkat keracunan yang tidak disengaja
terus meningkat sejak penggunaan piretrin alami, yang mendorong beberapa negara untuk
melarang penggunaannya sama sekali. Di AS, penggunaan pyrethrum dalam semprotan

3
kutu rumah (mis. RAID) dilarang pada tahun 2012 tak lama setelah kasus kematian pada
anak-anak muncul, mendorong penyelidikan oleh FDA.
Toksisitas kronis pada manusia terjadi paling cepat melalui pernapasan ke paru-paru,
atau lebih lambat melalui penyerapan melalui kulit. Reaksi alergi dapat terjadi setelah
terpapar, menyebabkan kulit gatal dan teriritasi serta sensasi terbakar. Jenis reaksi ini jarang
terjadi karena komponen alergen piretrin dalam phritoids semi-sintetik telah dihilangkan.
Senyawa metabolit piretrin kurang toksik bagi mamalia dibandingkan dengan senyawa
aslinya, dan senyawa tersebut dipecah di hati atau saluran pencernaan, atau diekskresikan
melalui tinja; tidak ada bukti penyimpanan di jaringan yang ditemukan.
Paparan piretrum, bentuk kasar piretrin, menyebabkan efek kesehatan yang berbahaya
bagi mamalia. Piretrum juga memiliki efek alergi yang tidak dimiliki oleh piretroid
komersial. Pada mamalia, paparan racun piretrum dapat menyebabkan lidah dan bibir mati
rasa, mengeluarkan air liur, lesu, tremor otot, gagal napas, muntah, diare, kejang,
kelumpuhan, dan kematian. Paparan piretrum dalam kadar tinggi pada manusia dapat
menyebabkan gejala seperti pernapasan asma, bersin, hidung tersumbat, sakit kepala, mual,
kehilangan koordinasi, tremor, kejang, kemerahan pada wajah, dan bengkak. Kemungkinan
ada kerusakan pada sistem kekebalan yang menyebabkan memburuknya alergi setelah
keracunan. Bayi tidak dapat memecah piretrum dengan baik karena kemudahan penetrasi
kulit, menyebabkan gejala yang sama seperti orang dewasa, tetapi dengan peningkatan
risiko kematian.
Dalam lingkungan akuatik, toksisitas piretrin berfluktuasi, meningkat dengan naiknya
suhu, air, dan keasaman.
Piretroid bisa diperoleh melalui biosintesis dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Mekanisme reaksi pembentukan pytethrin I

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3C O

Chrysanthemic Acid Pyrethrolone

CH3
O
H3C CH3 H

H3C CH3
H3C
O
C H
H3C O
O
H3C O
C H

H3C O
H H
H
O Chrysanthemic acid menerima proton dari
katalis asam kuat
H
Alkohol (pyrethrolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
dan membentuk tetrahedral intermediet

4
H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3C O O
H3C
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3C O +H3O+ H3C
C CH2
O
H H

O O
O
H H

Pytethrin I
Terjadi pelepasan proton, membentuk ester

2. Mekanisme Reaksi pembentukan Cinerin I

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3C O

Chrysanthemic Acid Cinerolone

CH3
O
H

H3C CH3
H3C CH3

H3C
O H3C O
O
C H
C H
H3C O
H3C O
H
H H
O Chrysanthemic acid menerima proton dari Alkohol (cinerolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
katalis asam kuat dan membentuk tetrahedral intermediet
H

5
H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3C O O
H3C
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester yang terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3C O +H3O+ H3C
CH3
O
H

O O
O
H H

Cinerin I
Terjadi pelepasan proton, membentuk ester

3. Mekanisme Reaksi pembentukan Jasmolin I

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3C O

Chrysanthemic Acid Jasmolone

CH3
O
H

H3C CH3
H3C CH3

H3C
O H3C O
O
C H
C H
H3C O
H3C O
H
H H
O Chrysanthemic acid menerima proton dari Alkohol (Jasmolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
katalis asam kuat dan membentuk tetrahedral intermediet
H

6
H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3C O O
H3C
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3C O +H3O+ H3C
H2C CH3
O
H

O O
O
H H

Jasmolin I
Terjadi pelepasan proton, membentuk ester

4. Mekanisme Reaksi pembentukan Pyrethrin II

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3COOC O

Pyrethric Acid Pyrethrolone

CH3
O
H

H3C CH3
H3C CH3

H3C
O H3C O
O
C H
C H
H3COOC O
H3COOC O
H
H H
O Pyrethric acid menerima proton dari Alkohol (pyrethrolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
katalis asam kuat dan membentuk tetrahedral intermediet
H

7
H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3COOC O O
H3COOC
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3COOC O +H3O+ C CH2
O C O
H
H
OCH3
O O
O
H H

Terjadi pelepasan proton, membentuk ester Pytethrin II

5. Mekanisme Reaksi pembentukan Cinerin II

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3COOC O

Pyrethric Acid Cinerolone

CH3
O
H

H3C CH3
H3C CH3

H3C
O H3C O
O
C H
C H
H3COOC O
H3COOC O
H
H H
O Pyrethric acid menerima proton dari Alkohol (cinerolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
katalis asam kuat dan membentuk tetrahedral intermediet
H

8
H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3COOC O O
H3COOC
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3COOC O +H3O+ CH3
O C O
H
OCH3
O O
O
H H

Terjadi pelepasan proton, membentuk ester Cinerin II

6. Mekanisme reaksi pembentukan Jasmolin II

CH3
H3C CH3 HO

H3C
+
COOH

H3COOC O

Pyrethric Acid Jasmolone

CH3
O
H

H3C CH3
H3C CH3

H3C
O H3C O
O
C H
C H
H3COOC O
H3COOC O
H
H H
O Pyrethric acid menerima proton dari Alkohol (jasmolone) menyerang gugus karbonil yang terprotonasi
katalis asam kuat dan membentuk tetrahedral intermediet
H

H3C CH3
H3C CH3
H
H
H3C
O H3C
H O H
C CH3 C CH3
O O
H3COOC O O
H3COOC
H
H

O
O

Sebuah proton hilang dari salah satu atom oksigen, Pelepasan satu molekul air menghasilkan ester terprotonasi
dan diperoleh atom oksigen lain

H3C CH3
H3C CH3

CH3
H3C CH3
O H3C
C -H3O+ O
C
H3COOC O +H3O+ H2C CH3
O C O
H
OCH3
O O
O
H H

Terjadi pelepasan proton, membentuk ester Jasmolin II

9
2) Carbamate atau carbaryl
Carbaryl (1-naphthyl methylcarbamate) adalah bahan kimia dalam keluarga
karbamat yang digunakan terutama sebagai insektisida. Carbaryl adalah padatan kristal
putih yang biasa dijual dengan nama merek Sevin, merek dagang dari Perusahaan
Bayer. Union Carbide menemukan carbaryl dan memperkenalkannya secara komersial
pada tahun 1958. Bayer membeli Aventis CropScience pada tahun 2002, sebuah
perusahaan yang termasuk dalam operasi pestisida Union Carbide. Ini tetap menjadi
insektisida yang paling banyak digunakan ketiga di Amerika Serikat untuk taman
rumah, pertanian komersial, dan perlindungan kehutanan dan padang rumput. Sekitar
11 juta kilogram diterapkan pada tanaman pertanian AS pada tahun 1976. Sebagai obat
hewan, dikenal sebagai karbaril.

Karbaril sering diproduksi secara murah melalui reaksi langsung metil isosianat
dengan 1-naftol.

C10H7OH + CH3NCO → C10H7OC(O)NHCH3

Sebagai alternatif, 1-naftol dapat diolah dengan fosgen berlebih untuk


menghasilkan 1-naftilkloroformat, yang kemudian diubah menjadi karbaril melalui
reaksi dengan metilamina. Proses sebelumnya dilakukan di Bhopal. Sebagai
perbandingan, sintesis terakhir menggunakan reagen yang persis sama, tetapi dalam
urutan yang berbeda. Prosedur ini menghindari potensi bahaya metil isosianat.
Perkembangan insektisida karbamat disebut-sebut sebagai terobosan besar dalam
pestisida. Karbamat tidak mengandung pestisida terklorinasi. Meskipun beracun bagi
serangga, karbaril didetoksifikasi dan dihilangkan dengan cepat pada vertebrata. Itu
tidak terkonsentrasi dalam lemak atau disekresikan dalam susu, jadi disukai untuk
tanaman pangan, setidaknya di AS. Ini adalah bahan aktif dalam sampo Carylderm
yang digunakan untuk memerangi kutu rambut sampai infestasi dihilangkan.

10
3) Rotenon
Rotenone adalah isoflavon kristal yang tidak berbau, tidak berwarna, yang
digunakan sebagai insektisida berspektrum luas, piscicide, dan pestisida. Ini terjadi
secara alami pada biji dan batang beberapa tanaman, seperti tanaman jicama vine, dan
akar beberapa anggota Fabaceae. Itu adalah anggota pertama dari keluarga senyawa
kimia yang dikenal sebagai rotenoid.

Catatan paling awal dari tanaman yang mengandung rotenon yang sekarang
diketahui digunakan untuk membunuh ulat pemakan daun adalah pada tahun 1848, dan
selama berabad-abad, tanaman yang sama digunakan untuk meracuni ikan. Komponen
kimia aktif pertama kali diisolasi pada tahun 1895 oleh seorang ahli botani Prancis,
Emmanuel Geoffroy, yang menyebutnya nicouline, dari spesimen Robinia nicou, yang
sekarang disebut Lonchocarpus nicou, saat bepergian di Guyana Prancis. Pada tahun
1902 Kazuo Nagai, insinyur kimia Jepang dari Pemerintah Jenderal Taiwan,
mengisolasi senyawa kristal murni dari Derris elliptica yang disebutnya rotenone. Pada
tahun 1930, nicouline dan rotenone ditetapkan secara kimiawi menjadi senyawa yang
sama.

 Kegunaan

Rotenone digunakan sebagai pestisida, insektisida, dan piscicide non selektif


(pembunuh ikan). Ini dikenal sebagai cubé, tuba, atau derris, dalam sediaan tunggal
atau dalam kombinasi dengan insektisida lain. Di Amerika Serikat dan Kanada, semua
penggunaan rotenone kecuali sebagai piscicide sedang dihentikan. Di Inggris,
insektisida rotenone (dijual dengan nama dagang Derris) dilarang untuk dijual pada
tahun 2009.

Rotenone secara historis digunakan oleh masyarakat adat untuk menangkap ikan.
Biasanya, tanaman yang mengandung rotenon dari famili legum, Fabaceae,
dihancurkan dan dimasukkan ke dalam badan air, dan karena rotenon mengganggu

11
respirasi sel, ikan yang terkena dampak naik ke permukaan untuk mencoba menelan
udara, di mana mereka lebih mudah tertangkap.

Rotenone telah digunakan oleh lembaga pemerintah untuk membunuh ikan di


sungai dan danau di Amerika Serikat sejak 1952. Pengambilan sampel skala kecil
dengan rotenone digunakan oleh peneliti ikan yang mempelajari keanekaragaman
hayati ikan laut untuk mengumpulkan ikan yang tersembunyi, atau tersembunyi, yang
merupakan komponen penting dari komunitas ikan garis pantai. Rotenone adalah alat
paling efektif yang tersedia karena hanya diperlukan dalam jumlah kecil. Ini hanya
memiliki efek samping lingkungan kecil dan sementara.

Rotenone juga digunakan dalam bentuk bubuk untuk mengobati kudis dan kutu
rambut pada manusia, serta tungau parasit pada ayam, ternak, dan hewan peliharaan.

Rotenone telah digunakan sebagai debu pestisida organik untuk taman. Tindakan
yang tidak selektif, ia membunuh kumbang kentang, kumbang mentimun, kumbang
kutu, cacing kubis, kumbang raspberry, dan kumbang asparagus, serta sebagian besar
artropoda lainnya. Ini terurai dengan cepat di tanah, dengan 90% terdegradasi setelah
1-3 bulan pada suhu 20 ° C (68 ° F) dan tiga kali lebih cepat pada 30 ° C (86 ° F).

 Mekanisme kerja

Rotenone bekerja dengan mengganggu rantai transpor elektron di mitokondria. Ini


menghambat transfer elektron dari pusat besi-belerang di kompleks I ke ubikuinon. Ini
mengganggu NADH selama pembuatan energi seluler yang dapat digunakan (ATP).
Kompleks I tidak dapat melewatkan elektronnya ke CoQ, menciptakan cadangan
elektron dalam matriks mitokondria. Oksigen seluler direduksi menjadi radikal,
menciptakan spesies oksigen reaktif, yang dapat merusak DNA dan komponen lain dari
mitokondria. Rotenone juga menghambat perakitan mikrotubulus.

 Toksisitas

Rotenone diklasifikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai cukup


berbahaya. Ini agak beracun bagi manusia dan mamalia lain, tetapi sangat beracun bagi
serangga dan kehidupan akuatik, termasuk ikan. Toksisitas yang lebih tinggi pada ikan
dan serangga ini karena rotenon lipofilik mudah diserap melalui insang atau trakea,
tetapi tidak mudah melalui kulit atau saluran pencernaan. Rotenone beracun bagi
eritrosit in vitro.

12
Dosis mematikan terendah untuk anak adalah 143 mg / kg. Kematian manusia
akibat keracunan rotenone jarang terjadi karena tindakan iritasi yang menyebabkan
muntah. Menelan rotenone secara sengaja bisa berakibat fatal.

Senyawa tersebut terurai saat terkena sinar matahari dan biasanya memiliki
aktivitas enam hari di lingkungan. Ini teroksidasi menjadi rotenolon, yang besarnya
kurang beracun daripada rotenon. Dalam air, laju dekomposisi bergantung pada
beberapa faktor, termasuk suhu, pH, kesadahan air, dan sinar matahari. Waktu paruh di
perairan alami berkisar dari setengah hari pada 24 ° C hingga 3,5 hari pada 0 ° C.

Rotenone diproduksi dengan ekstraksi dari akar dan batang beberapa spesies
tumbuhan tropis dan subtropis, terutama yang termasuk dalam marga Lonchocarpus
dan Derris.

Beberapa tanaman yang mengandung rotenone:


 Hoary pea or goat's rue (Tephrosia virginiana) - Amerika Utara
 Jícama (Pachyrhizus erosus) - Amerika Utara
 Tanaman kube atau lancepod (Lonchocarpus utilis) - Amerika Selatan
Ekstrak akar disebut cubé resin
 Barbasco (Lonchocarpus urucu) - Amerika Selatan
 kstrak akar disebut cubé resin
 Tumbuhan tuba (Derris elliptica) - Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik barat
daya
Ekstrak akar disebut sebagai akar derris atau derris
 Pohon anggur permata (Derris involuta) - Asia tenggara dan pulau-pulau Pasifik
barat dayaEkstrak akar disebut sebagai akar derris atau derris
 Mullein Umum (Verbascum thapsus L.)
 Gabus-semak (Mundulea sericea) - Afrika bagian selatan
 Pohon racun ikan Florida (Piscidia piscipula) - Florida selatan, Karibia
 Beberapa spesies Millettia dan Tephrosia di kawasan Asia Tenggara

4) Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah
suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang

13
bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya
termasuk asam amino dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang
berarti “pohon ek” atau “pohon berangan”) pada mulanya merujuk pada penggunaan
bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas,
mencakup aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan; berbagai senyawa
ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan
oleh herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang
terkandung dalam buah muda menimbulkan rasa kelat (sepat); perubahan-perubahan
yang terjadi pada senyawa tanin bersama berjalannya waktu berperan penting dalam
proses pemasakan buah.
Kandungan tanin dari bahan organik (serasah, ranting dan kayu) yang terlarut dalam
air hujan (bersama aneka subtansi humus), menjadikan air yang tergenang di rawa-
rawa dan rawa gambut berwarna coklat kehitaman seperti air teh, yang dikenal sebagai
air hitam (black water). Kandungan tanin pula yang membuat air semacam ini berasa
kesat dan agak pahit.

b) Pestisida sintesis
1) Pestisida Organoklorin
Pestisida organoklorin (juga dikenal sebagai hidrokarbon terklorinasi di mana satu
atau banyak atom hidrogen telah digantikan oleh klorin) terutama merupakan
insektisida dengan toksisitas mamalia yang relatif rendah, larut dalam lemak dan
biasanya menetap di lingkungan. Banyak hidrokarbon terklorinasi memiliki
kemampuan untuk menumpuk di dalam tubuh karena sifat lipofiliknya. Karakteristik
utama organoklorin adalah:
 Keberadaan atom karbon, klor, hidrogen, dan terkadang oksigen termasuk
sejumlah ikatan C-Cl. Jumlah dan posisi Cl dalam molekul menentukan
toksisitas.
 Adanya rantai karbon siklik termasuk cincin benzen.

14
 Kurangnya situs intra-molekuler aktif tertentu.
 Bersifat nonpolar dan lipofilik (larut dalam lemak) dan memiliki
kecenderungan untuk terkonsentrasi di jaringan kaya lipid, sehingga
menyebabkan biokonsentrasi, dan biomagnifikasi pada tingkat trofik yang
berbeda dalam rantai makanan.
 Secara kimiawi tidak kreatif, oleh karena itu sangat persisten di lingkungan,
tahan terhadap degradasi mikroba.

Organoklorin pertama kali digunakan sebagai pestisida pada tahun 1940-an. Antara
1945 hingga 1965, organoklorin digunakan secara luas di bidang pertanian dan
kehutanan, dalam melindungi bangunan kayu dan manusia dari berbagai macam
serangga hama. Setelah menyadari bahwa senyawa ini sangat persisten, tindakan
hukum telah diambil untuk menghapus kelas insektisida ini. Yang termasukdalam
organoklorin antara lain DDT, Lindane, Endosulfan, Aldrin, Dieldrin, Chlordane,
Heptachlor dan Endrin

a. Aromatik terhalogrnasi
Tipe aromatik terhalogrnasi, contohnya adalah DDT, Kelthane (dicofol), dan
methoxychlor
 DDT: 2, 2-bis-(p-Chlorodipheny)-1, 1, 1-Trichloroethane
DDT adalah insektisida organoklorin, dibuat dengan mereaksikan kloral
(atau alkolat atau hidratnya) dengan klorobenzena dengan adanya asam
sulfat, oleum atau asam klorosulfonat. Sifat insektisida DDT ditemukan
oleh Paul Muller dari J.R.Geigy, A.G. di Swiss pada tahun 1939 (Gbr. 1).
DDT dan metabolitnya terakumulasi dalam lemak tubuh dan jaringan lain,
baik sebagai DDT, DDD atau DDE. Dalam keadaan normal di dalam tubuh
suatu tingkat yang sempurna tercapai di mana asupan dan penyimpanan
berada dalam kesetimbangan dengan ekskresi, oleh karena itu jumlah yang
disimpan dalam lemak akan tetap konstan. DDT dapat bertahan di
lingkungan hingga 2-15 tahun. Struktur kimianya adalah:

15
b. Cyclodiene compounds
Contoh dari cyclodiene compounds adalah Aldrin, dieldrin, endrin,
heptachlor, isodrin, endosulfan, dan chlordane.
 Aldrin
Aldrin merupakan senyawa organoklorin yang dihasilkan dari reaksi
Diels-Alder heksaklorosiklopentadiena dengan norbornadien. Sebuah
proinsektisida (dengan epoksidasi ikatan rangkap tidak terklorinasi untuk
menghasilkan dieldrin), secara luas digunakan sebagai insektisida sebelum
dilarang pada tahun 1970-an sebagai polutan organik yang persisten. Ini
memiliki peran sebagai polutan organik yang persisten dan proinsektisida.
Ini adalah insektisida organoklorin dan senyawa organoklorin.
Aldrin dan dieldrin merupakan insektisida dengan struktur kimia yang
mirip. Mereka dibahas bersama dalam lembar fakta ini karena aldrin
dengan cepat terurai menjadi dieldrin di dalam tubuh dan di lingkungan.
Aldrin dan dieldrin murni adalah bubuk putih dengan bau kimiawi ringan.
Bubuk komersial yang kurang murni memiliki warna cokelat. Tidak ada
zat yang terjadi secara alami di lingkungan Dari tahun 1950-an hingga
1970, aldrin dan dieldrin digunakan secara luas sebagai pestisida untuk
tanaman seperti jagung dan kapas. Karena kekhawatiran akan kerusakan
lingkungan dan potensi kesehatan manusia, EPA melarang semua
penggunaan aldrin dan dieldrin pada tahun 1974, kecuali untuk
mengendalikan rayap. Pada tahun 1987, EPA melarang semua
penggunaan.

16
 Endosulfan
Endosulfan memiliki tampilan berupa padatan kristal berwarna coklat
atau tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Lebih padat dari air dan
hampir tidak larut dalam air. Beracun jika terhirup, terserap oleh kulit, atau
tertelan. Digunakan sebagai pestisida, fungisida atau herbisida.
Endosulfan adalah pestisida. Ini adalah padatan berwarna krem hingga
coklat yang mungkin muncul dalam bentuk kristal atau serpihan. Ini
memiliki bau seperti terpentin, tetapi tidak gosong. Itu tidak terjadi secara
alami di lingkungan. Endosulfan digunakan untuk mengendalikan
serangga pada tanaman pangan dan nonpangan serta sebagai pengawet
kayu.
Endosulfan merupakan ester sulfit siklik yaitu 1,5,5a, 6,9,9a-hexahydro-
6,9-methano-2,4,3-benzodioxathiepine 3-oksida tersubstitusi oleh gugus
kloro pada posisi 6, 7, 8, 9, 10 dan 10. Ini memiliki peran sebagai antagonis
saluran klorida GABA-gated, acaricide, agrokimia dan polutan organik
persisten. Ini adalah insektisida organoklorin siklodiena dan ester sulfit
siklik.

c. Chlorobenzylate
Klorobenzilat (ethyl 2,2-bis(4-chlorophenyl)-2-hydroxyacetate) memiliki
tampilan berupa cairan kuning kental atau kristal kuning pucat. Padatan kristal
coklat muda.
Hingga 1999, klorobenzilat digunakan sebagai pestisida pada jeruk dan
pohon buah-buahan gugur. Informasi terbatas tersedia tentang efek akut
(jangka pendek) atau kronis (jangka panjang) klorobenzilat pada manusia.
Tidak ada data inhalasi yang tersedia. Nafsu makan yang buruk, anemia,
perubahan jantung, dan efek pada hati, limpa, dan sumsum tulang diamati pada
anjing yang secara kronis terpapar klorobenzilat tingkat tinggi melalui

17
konsumsi. Tidak ada informasi yang tersedia tentang efek karsinogenik
chlorobenzilate pada manusia. Klorobenzilat telah ditemukan menjadi
karsinogenik pada tikus yang terpapar secara oral, dengan peningkatan insiden
tumor hati yang diamati. EPA telah mengklasifikasikan chlorobenzilate
sebagai Grup B2, kemungkinan karsinogen manusia.

Gejala paparan senyawa ini antara lain stimulasi sistem saraf pusat, muntah,
diare, paresthesia, kegembiraan, pusing, kelelahan, tremor, kejang, edema paru,
hipotermia, sakit kepala, kehilangan nafsu makan kelemahan otot, kondisi
mental yang memprihatinkan, toksisitas miokard, impotensi, infertilitas dan
koma. Ini juga dapat menyebabkan hipereksitabilitas, narkosis, depresi sistem
saraf pusat, kerusakan ginjal dan kerusakan hati. Gejala lain termasuk nyeri
otot, ataksia, delirium ringan, dan demam. Ini juga dapat menyebabkan iritasi
kulit. Kerusakan testis dapat terjadi. BAHAYA AKUT / KRONIS: Senyawa
ini cukup toksik jika terhirup. Ini mungkin diserap melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaan dan kulit. Ini dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Ketika
dipanaskan hingga terurai, ia mengeluarkan asap klorida beracun.

d. Cycloparafins
Contohnya adalah HCH dan lindane
 BCH/HCH (1,2,3,4,5,6-hexachlorocyclohexane)
BHC (benzene hexachloride) pertama kali dikembangkan oleh Michael
Faraday pada tahun 1825, yang tidak mengenali sifat insektisida. BHC
dihasilkan melalui klorinasi benzene di bawah sinar UV. Struktur
BHC/HCH:

18
Tampilan HCH adalah berupa bubuk amorf dengan warna putih-pucat
kecoklatan dengan aroma yang khas. Rumus kimia HH adalah C6H6Cl6.
Toksisitas dari HCH, single dose: pada tikus, Oral LD50 adlaah 500 mg
dari α isomer/kg, 6000 mg untuk β isomer/kg, 1000 mg untuk δ isomer/kg.
isomer α dan γ menstimulasi sistem saraf pusat, dengan gejala kejang
kejang. BHC persisten di tanah, rata-rata 290 hari.

 Lindane
Lindane, juga dikenal sebagai gamma-hexachlorocyclohexane (γ-
HCH), gammaxene, Gammallin dan kadang-kadang salah disebut benzene
hexachloride (BHC), adalah bahan kimia organoklorin dan isomer
heksaklorosikloheksana yang telah digunakan baik sebagai insektisida
pertanian dan sebagai pengobatan farmasi untuk kutu dan kudis.
Lindane adalah racun saraf yang mengganggu fungsi neurotransmitter
GABA dengan berinteraksi dengan kompleks saluran reseptor-klorida
GABAA di situs pengikatan pikrotoksin. Pada manusia, lindane
mempengaruhi sistem saraf, hati, dan ginjal, dan mungkin menjadi
karsinogen. Apakah lindane adalah pengganggu endokrin masih belum
jelas.
WHO mengklasifikasikan lindane sebagai "cukup berbahaya", dan
perdagangan internasionalnya dibatasi dan diatur di bawah Konvensi
Rotterdam tentang Persetujuan yang Diinformasikan Sebelumnya. Pada
tahun 2009, produksi dan penggunaan pertanian lindane dilarang di bawah
Konvensi Stockholm tentang polutan organik yang persisten. Pengecualian
khusus untuk larangan itu memungkinkannya untuk terus digunakan
sebagai pengobatan farmasi lini kedua untuk kutu dan kudis.
Struktur kimia dari lidane adalah:

19
e. Chlorinated terpens
Poliklorinasi terpins (toxaphene) dihasilkan dari klorinasi terpins yang
terjadi secara alami. Pada dasarnya, material ini muncul dari klorinasi α-pinene
atau camphene, dan kandungan insektisida dari produk, meningkat dengan
adanya klorin. Struktur toxaphene:

2) Pestisida organofosfat
Pestisida organofosfat atau organofosforus merupakan ester netral atau produk
amida dari asam fosfat yang memiliki gugus fosforil (P−O) atau tiofosforil (P−S).
Beberapa fluorida dan klorida juga digunakan untuk mengembangkan pestisida
organofosfat, namun hanya satu asam fosfat yang diketahui memiliki sifat sebagai
insektisida. Gerhard Schrader dan rekan kerjanya di Jerman, yang menemukan sifat
insektisida dari pestisida OP pertama di tahun 1937. Insektisida ini diberi nama
schradan dengan rumus umum:

Pestisida OP diidentifikasi dengan ciri tunggal bahwa mereka bekerja dengan


menghambat enzim cholinesterase. Pestisida ini diproduksi pada suhu tinggi yaitu
1500C - 2000C, sehingga pada umumnya mengandung isomer atau biproduk yang

20
menghasilkan aroma yang tidak enak dan aktivitas anti-cholinesterase. Pestisida ini
mudah diaktifkan dan terdegradasi pada mamalia dan dan oleh mikroorganisme, oleh
karena itu tidak terakumulasi di lingkungan sehingga pestisida OP tidak persisten dan
cukup biodegradable. Hal ini karena pestisida OP telah menggantikan pestisida
organoklorin menjadi kelompok pestisida yang terus menerus digunakan pada masa
sekarang. Diantara seluruh produk, parathion sangatlah toksik terhadap mamalia (LD50
rat < 5 mg/kg berat badan), sedangkan pirimiphos-metil kurang beracun (LD50 rat 200C
mg/kg), dan secara luas digunakan dalam pertanian.
a. Ortofosfat
Kelompok ini memiliki stabilitas kimia yang rendah dan mudah larut dalam
air. Senyawa ini mudah terhidrolisis dalam air. Contoh ortofosfat adalah
chloropeniphos, dichlorovus, mevinphos, dan phosphamidon.

b. Fosforotionat
Kelompok ini memiliki stabilitas kimia yang sedang hingga tinggi.
Biasanya senyawa ini dapat larut dalam air, tetapi lebih larut dalam minyak.
Pestisida ini persisten. Contoh pestisida kelompok ini adalah boromofos,
diazinon, femitrothion, dan parathion.

c. Fosforotiolat
Senyawa ini memiliki stabilitas kimia yang sedang hingga tinggi. Koefisien
partisi minyak/air memungkinkan senyawa ini masuk ke dalam tanaman dan
mrngalami translokasi didalamnya. Senyawa ini adalah pestisida sistemik dan

21
harus diaktifkan sebelum mencapai lokasi kontak. Contohnya adalah
demethon-s-methyl, vamidothion, dimethoate, dan formothion.

d. Ditiofosfat atau fosforotiolotional


Senyawa-senyawa pada kelompok ini memiliki tekanan uap yang tinggi dan
stabilitas kimia yang rendah dan senyawa ini dgunakan sebagai fumigants.
Contohnya disulfon, phorates, malathion, dan menazon

e. Fosfonat
Senyawa ini cocok untuk diformulasikan sebgaai granule untuk
pengaplikasian pada tanah. Contoh senyawanya adalah butanoate dan
trichlorphon.

f. Pirofosforamida
Kelompok ini cocok untuk aplikasi di permukaan. Contohnya
pyrophosphate.

22
2.2 Target organisme

Nama pestisida Target Nama pesisida Target

Algaecide Alga Avicide burung


Bactericide Bakteri Defoliant dedaunan tanaman
Desiccant tanaman-tanaman Fungicide jamur
Herbicide tumbuhan (gulma) Insecticide serangga
Miticide tungau Molluscicide Molluska
Nematicide Nematoda Plant Growth Reg. tanaman-tanaman
Rodenticide Rodentia Piscicide ikan
Lampricide Lamprey Wood Preservative hama perusak kayu

2.3 Mekanisme or made of action

 Bbroad spectrum - Membunuh berbagai macam hama, biasanya mengacu pada


insektisida, fungisida, dan bakterisida
 Contact Poison - Membunuh dengan kontak langsung pada hama
 Disinfektan (Pemberantasan) - Efektif melawan patogen yang telah menginfeksi
tanaman
 Penghambat Perkecambahan - Menghambat perkecambahan biji gulma, spora jamur,
spora bakteri.
 Nonselektif - Membunuh berbagai macam hama dan / atau tanaman, biasanya
digunakan untuk herbisida
 Racun Saraf - Mengganggu fungsi sistem saraf
 Protektan - Melindungi tanaman jika diterapkan sebelum patogen menginfeksi
tanaman
 Repellents/Penolak - Mengusir hama dari tanaman atau mengganggu kemampuan
hama untuk menemukan tanaman

23
 Sistemik - Diserap dan dipindahkan ke seluruh tanaman untuk memberikan
perlindungan
 Racun Perut - mebunuh hama setelah tertelan oleh hama (hewan)

2.4 Sifat dan cara kerja racun pestisida


1) Racun Kontak, Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga
sasaran lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh serangga tempat
pestisida aktif bekerja.
2) Racun Pernafasan (Fumigan), Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan
bekerja lewat sistem pernapasan.
3) Racun Lambung, Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta
masuk ke dalam organ pencernaannya
4) Racun Sistemik, Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan
herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada bagian tanaman
akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat
membunuh hama yang berada di dalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri.
Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan
tanaman yang telah disemprot.
5) Racun Metabolisme, Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses
metabolismenya.
6) Racun Protoplasma, Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi
rusak

24
BAB III

MANFAAT PESTISIDA

Pestisida memiliki begitu banyak manfaat dan pengaplikasiannya dalam lingkungan.


Pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan, antara lain:

 Mudah terurai ( biodegradable ) di alam, sehingga tidak mencemarkan


lingkungan (ramah lingkungan ).
 Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
 Dapat membunuh hama atau penyakit seperti ekstrak dari daun pepaya,
tembakau, biji mahoni, dan sebagainya.
 Dapat sebagai pengumpul atau perangkap hama tanaman: tanaman orok-
orok, kotoran ayam.
 Bahan yang digunakan nilainya murah serta tidak sulit dijumpai dari
sumberdaya yang ada disekitar dan bisa dibuat sendiri.
 Mengatasi kesulitan ketersediaan dan mahalnya harga obat-obatan
pertanian khususnya pestisida sintetis/kimiawi.
 Dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko
dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintesis. Penggunaan dalam
dosis tinggi sekalipun, tanaman sangat jarang ditemukan atau tanaman
mati.
 Tidak menimbulkan kekebalan pada serangga.
 murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani
 relatif aman terhadap lingkungan
 tidak menyebabkan keracunan pada tanaman
 sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama
 kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain
 menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida
kimia.

25
Sementara, kekuranan pestisida nabati adalah:

 daya kerjanya relatif lambat


 tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
 tidak tahan terhadap sinar matahari
 kurang praktis
 tidak tahan disimpan
 kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang

Contoh Beberapa Pestisida Nabati yang Sering digunakan

 Bawang Putih ( Allium Sativum )


Bawang putih mengandung bahan aktif utama Allisin yang bersifat antibiotik
(antibakteri). Pestisida nabati bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama
tanaman seperti wereng, walang sangit, dan penggerek batang padi. Selain efektif pada
hama kutu-kutuan, bawang putih juga efektif mengatasi penyakit layu akibat jamur
Fusarium dan bakteri Ralstonia pada tanaman cabai dan tomat dengan aplikasi
pengocoran.
 Tembakau ( Nicotiana Tabacum )
Daun tembakau mengandung bahan aktif Nikotin. Pestisida nabati daun tembakau
efektif untuk mengendalikan hama penghisap seperti Aphis sp, walang sangit,
penggerek batang, selain berfungsi sebagai insektisida, tembakau juga bisa digunakan
untuk mengatasi penyakit Blast ( Bercak daun berbentuk belah ketupat pada padi ).
 Daun Mimba ( Azadirachta Indica )
Biji dan daun mimba mengandung bahan aktif Azadirachtin, Salanin, Nimbenen, dan
Mellantriol. Pestisida organik mimba efektif untuk mengendalikan ulat, hama penghisap
( kutu-kutuan), jamur, bakteri, nematoda dan sebagainya. Pestisida organik mimba dapat
dibuat dari biji atau daunnya. Selain sebagai insektisida, ekstrak mimba juga berfungsi
sebagai fungisida untuk pengendalian layu akibat Fusarium dan Phytophthora, dan
bakterisida pengendali bakteri Ralstonia
 Sirsak ( Annona Muricata )
Daun sirsak mengandung bahan aktif Annonain dan Resin. Pestisida nabati daun
sirsak efektif untuk mengendalikan hama trip, wereng, walang sangit, dan penggerek
batang.

26
 Pepaya ( Carcia Papaya )
Daun pepaya mengandung bahan aktif Papain. Pestisida nabati daun pepaya efektif
untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap seperti Aphis sp.
 Serai ( Andropogan Nardus )
Serai mengandung bahan aktif silica ( SiO2 ) pada bagian daun dan batang, yang
bermanfaat mengendalikan ulat atau kutu daun. Selain itu, bau dari tanaman serai sangat
tidak disukai oleh tikus. Oleh karenanya, serai yang di tanam dibedengan sawah dapat
menghambat serangan tikus.
 Gadung ( Dioscorea Hispida )
Umbi gadung mengandung bahan aktif Diosgenin, Steroid Saponin, Alkoloid dan
Fenol. Pestisida nabati umbi gadung efektif untuk mengendalikan ulat dan hama
penghisap.
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit
melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara
tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu:
 merusak perkembangan telur, larva dan pup
 menghambat pergantian kulit
 mengganggu komunikasi serangga
 menyebabkan serangga menolak makan
 menghambat reproduksi serangga betina
 mengurangi nafsu makan
 memblokir kemampuan makan serangga
 mengusir serangga, dan
 menghambat perkembangan patogen penyakit

27
BAB IV

TANAMAN YANG BISA DIGUNAKAN SEBAGAI PESTISIDA

Kandungan pestisida bahan alam, dapat ditemukan dari tanaman-tanaman yang ada disekitar
kita. Berikut ini adalah beberapa contoh tanaman yang memiliki potensi sebagai pestisida.

1) Ajeran ( Bidens pilosa L.)


Tumbuhan Ajeran, ketul, atau ketulan mengandung flavonoid terpen, fenilpropanoid,
lemak dan benzenoid. Dapat digunakan untuk mengendalikan hama serangga (insekta).
Bagian tumbuhan yang digunakan adalah biji, batang, daun dan seluruh bagian tanaman
yang berada diatas permukaan tanah.

2) Bandotan / Babadotan ( Ageratum conyzoides Linn.)


Kandungan kimia yang terdapat pada babadotan/bandotan adalah saponin, flavanoid ,
polifenol, kumarine, eugenol 5%, HCN dan minyak atsiri. Bagian tanaman yang yang
digunakan sebagai pestisida nabati adalah daun. Babadotan berfungsi sebagai penolak
hama (repellent) dan menghambat perkembangan serangga.

3) Bawang ( Allium cepa)


Kandungan kimia yang terdapat pada bawang merah antara lain minyak atsiri,
sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, lavonglikosida, saponin, peptida, fitohormon,
kuersetin. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai pestisida organik adalah umbi.
Ekstrak bawang merah bekerja sebagai penolak hama (repellent) dan pengendali
serangga.

4) Bawang putih (Allium sativum L)


Bawang putih mengandung beberapa senyawa kimia , antara lain tanin, minyak atsiri,
dialilsulfi da, aliin, alisin, enzim aliinase. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
pestisida alami adalah seluruh bagian tanaman, yaitu umbi, daun dan bunga. Bawang
putih bekerja sebagai penolak hama (repellent) dan bersifat sebagai insektisida,
nematisida, fungisida dan antibiotik.

28
5) Bayam duri ( Amaranthus spinosus Linn)
Bayam duri diketahui mengandung beberapa senyawa kimia, yaitu amarantin, rutin,
spinasterol, hentriakontan, tanin, kalium nitrat, kalsium oksalat, garam fosfat, zat besi,
serta vitamin. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bio pestisida adalah daunnya.
Ekstrak daun bayam duri merupakan salah satu agen penginduksi ketahanan sistemik
tanaman cabai merah terhadap serangan Cucumber Mosaik Virus (CMV) dan virus
kuning Gemini.

6) Bengkuang ( Pachyrhizus erosus (L.) Urb.


Senyawa kimia yang terdapat pada bengkuang antara lain rotenon dan pachhyrizid.
Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida organik adalah
batang, daun dan biji. Pestisida nabati bengkuang berguna untuk mengendalikan Pengisap
buah (Dasybus piperis CHINA) dan pengisap bunga ( Diconocoris hewitti DIST),
Spodoptera litura, beberapa jenis serangga dari ordo Coleoptera, Diptera, Hemiptera,
Lepidoptera dan Orthoptera.

7) Bijanggut / janggot ( Mentha spp.)


Tumbuhan ini diketahui mengandung beberapa senyawa kimia, yaitu spearmint,
flavonoid, tannin, menthol, menthone dan carvone. Bagian tumbuhan yang digunakan
sebagai pestisida nabati adalah daun. Ekstrak tumbuhan bijanggut bersifat sebagai
bakterisida.

8) Brotowali (Tinospora rumphii )


Senyawa kimia yang terkandung pada brotowali antara lain alkaloid, damar lunak, pati,
glikosida pikroretosid, zat pahit pikroretin, harsa, berberin, palmatin, kolumbin (akar),
kokulin (pikrotoksin). Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pestnab adalah akar
dan batang. Ekstrak brotowali bersifat sebagai insektisida.

9) Buah Maja (Aegle marmelos (L.)


Buah tanaman maja mengandung zat lemak senyawa tannin yang merupakan salah satu
senyawa dengan rasa pahit yang konon tidak disukai oleh serangga yang menjadi hama
pada tanaman. Ekstrak buah maja efektif untuk mengendalikan hama serangga dan
penggerek buah kakao (C. cramerella).

29
10) Bunga Piretrum (Pyrethrum cinerariaefolium Trev)
Bagian tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati adalah serbuk bunga. Serbuk
bunga piretrum mengandung zat yang disebut piretrin, bisa digunakan untuk
mengendalikan hama ulat.

11) Bunga pukul empat ( Mirabilis jalapa Linn.)


Daun dan bunga mengandung saponin dan flavonoida,di samping itu daunnya juga
mengandung tanin dan bunganya mengandung politenol. Biji tanaman tersebut
mengandung flavonoida dan politenol. Akar mengandung betaxanthins. Buah
mengandung zat tepung, lemak (4,3%), zat asam lemak (24,4%) dan zat asam minyak
(46,9%). Bagian tanaman yang digunakan sebagai pestisida organik adalah daun. Ekstrak
daun bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) merupakan salah satu agen penginduksi
ketahanan sistemik tanaman cabai merah terhadap serangan Cucumber Mosaic Virus
(CMV).

12) Cabai merah (Capsicum annuum )


Senyawa kimia yang terdapat pada buah cabai adalah kapsaisin, dihidrokapsaisin,
vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karo ten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin
dan clan lutein. Selain itu juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium,
fosfor dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Bagian yang digunakan
sebagai pestisida nabati adalah buah dan biji. Ekstrak buah dan biji cabai bersifat sebagai
insektisida dan penolak hama (repellent).

13) Cengkeh ( Syzygium aromaticum)


Cengkeh mengandung beberapa senyawa kimia, yaitu eugenol, eugenol asetat,
kariofilen, sesquiterpenol dan naftalen. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bio
pestisida adalah bunga, tangkai bunga dan daun. Ekstrak cengkeh bersifat sebagai
fungisida, mengakibatkan kemandulan hama dan menghambat aktifitas makan
(antifeedant)

14) Daun Gamal/Reside (Gliricidia sepium)


Senyawa kimia daun gamal atau reside yang bermanfaat untuk mengendalikan hama
tanaman adalah tanin. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan bio pestisida adalah
daunnya. Ekstrak daun gamal efektif untuk mengendalikan hama ulat dan kutu penghisap.

30
15) Duku (Lansium domesticum)
Senyawa kimia yang terdapat pada duku antara lain alkaloida, saponin, lavonoida dan
polifenol. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pesnab adalah biji.
Ekstrak biji duku bersifat sebagai insektisida.

16) Pepaya (Kates) (Carica Papaya L)


Bagian tanaman pepaya yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama ataupun
penyakit tanaman adalah daun, biji dan buah yang belum masak. Tanaman pepaya bersifat
sebagai fungisida, insektisida, rodentisida, dan sebagai penolak hama (repellent).

17) Tembakau (Nicotiana tabacum L.)


Bagian tanaman tembakau yang baik untuk digunakan sebagai pengendali hama
ataupun penyakit adalah daun dan batangnya, karena bagian ini memiliki kandungan
nikotin yang tinggi, terutama pada tangkai dan tulang daun. Ekstrak tembakau bersifat
sebagai insektisida, fungisida, akarisida.

18) Kunyit (kunir/turmeric) (Curcuma domestica Val. Curcuma longa koenin)


Bagian tananaman yang digunakan sebagai pestisida organik adalah rimpang. Rhizome
(batang dalam tanah) kunyit dapat digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan
serangga hama ataupun sebagai fungisida untuk mengendalikan jamur yang merusak
tanaman.

19) Lombok Rawit (Capsicum frutescens L)


Senyawa kimia yang terdapat pada buah cabai adalah kapsaisin, dihidrokapsaisin,
vitamin (A, C), damar, zat warna kapsantin, karo ten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin
dan clan lutein. Selain itu juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium,
fosfor dan niasin. Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulan. Bagian yang digunakan
sebagai pestisida nabati adalah buah dan biji. Ekstrak buah dan biji cabai bersifat sebagai
insektisida dan penolak hama (repellent).

20) Kenikir (Tagetes erecta L., Tagetes patula)


Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida untuk
mengendalikan hama penyakit tanaman adalah bunga, daun, batang, dan akar. Ekstrak
kenikir bersifat sebagai penolak hama (repellent), insektisida, fungisida, dan nematisida

31
21) Jahe (Zingiber offcinale)
Jahe mengandung minyak atsiri 1-3%, konstituent utama sesquiterpene, zingiberene
C15H24. Bau tajam pada jahe adalah zingerone C11H14O3 yang ada dalam oleoresin.
Bagian tanaman jahe yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama penyakit tanaman
adalah rhizomenya. Rhizome jahe dapat digunakan sebagai penolak hama, nematicida,
dan fungisida

22) Gadung (Dioscorea hispida Dennst.)


Gadung mengandung senyawa alkaloid dioscorin yang cukup tinggi. Bagian tanaman
yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida organik untuk mengendalikan hama
penyakit tanaman adalah umbinya. Ekstrak umbi gadung bekerja sebagai antifeedant
(penghambat aktifitas makan) dan menghambat pembentukan telur serangga hama.

23) Jarak ( Ricinus communis Linn.)


Biji jarak mengandung 40–50% minyak jarak (oleum ricini, kastrooli) yang
mengandung bermacam-macam trigliserida, asam palmitat, asam risinoleat, asam
isorisinoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam stearat, dan asam
dihidroksistearat. Juga mengandung alkaloida risinin, beberapa macam toksalbumin yang
dinamakan risin (risin D, risin asam , dan risin basa), dan beberapa macam enzim
diantaranya lipase. Daun mengandung saponin, senyawa-senyawa flavonoida antara lain
kaempferol, kaempferol-3-rutinosida, nikotiflorin, kuersetin, isokuersetin, dan rutin. Di
samping itu juga mengandung astragalin, reiniutrin, risinin, dan vitamin C. Akar
mengandung metiltrans-2-dekena-4,6,8- trinoat dan 1-tridekena- 3,5,7,9,11-pentin-beta-
sitosterol. Bagian tanaman yang yang digunakan sebagai pestisida nabati adalah biji,
daun, akar dan seluruh bagian tanaman. Ekstrak jarak bersifat sebagai insektisida, ovisida,
penghambat pembentukan telur dan penghambat perkembangan hama.

24) Jeringo / Dlingo (Acorus calamus)


Jeringau (Acorus calamus) yang disebut dlingo oleh orang jawa adalah tumbuhan terna
yang rimpangnya dijadikan bahan obat-obatan. Rimpang jeringau (dlingo – jawa)
mengandung zat arosone, kalomenol, dan metil eugenol yang bisa digunakan untuk
mengatasi hama wereng coklat.

32
25) Kacang Babi ( Tephrosia vogelii )
Ekstrak kacang babi ampuh untuk mengendalikan hama ulat pada berbagai jenis
tanaman, seperti ulat jantung Crocidolomia pavona pada tanaman kubis dan brokoli.
Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pestisida nabati adalah daun dan bijinya.

26) Lengkuas (Alpinia galanga (L) Wild)


Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak essensial terdiri atas metil–
sinamat 48%, sineol 20–30%, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, d – pinen, galangin,
galanganol dan beberapa senyawa flavonoid. bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
pestisida nabati adalah rimpang. Ekstrak rimpang lengkuas bersifat sebagai fungisida (anti
jamur).

27) Lidah buaya (Aloe barbadensis Milleer)


Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman lidah buaya antara lain saponin,
flavonoida, polifenol dan tanin. Bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pestisida
nabati adalah daging daun. Ekstrak lidah buaya bersifat sebagai insektisida, bakterisida,
dan fungisida. Selain itu lidah buaya dapat digunakan sebagai perekat alami/perata dalam
aplikasi pestisida.

33
BAB V
DAMPAK PENGGUNAAN PESTISIDA DAN PENANGGULANGANNYA

5.1 Dampak Penggunaan Pestisida di lingkungan

Pestisida selain bermanfaat, juga menghasilkan dampak lingkungan. Disamping


bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga menghasilkan dampak buruk baik bagi
kesehatan manusia dan lingkungan.,Lebih dari 98% insektisida dan
95% herbisida menjangkau tempat selain yang seharusnya menjadi target, termasuk spesies
non-target, perairan, udara, makanan, dan sedimen.[1] Pestisida dapat menjangkau dan
mengkontaminasi lahan dan perairan ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari
permukaan ladang, atau dibiarkan menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan.
Penggunaan pestisida berlebih justru akan menjadikan hama dan gulma resistan terhadap
pestisida.

1) Persebaran di udara
Pestisida berkontribusi pada polusi udara ketika disemprotkan melalui pesawat
terbang. Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh angin
ke area selain target dan mengkontaminasinya. Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman
dapat menguap dan ditiup oleh angin sehingga membahayakan ekosistem di
luar kawasan pertanian. Kondisi cuaca seperti temperatur dan kelembaban juga menjadi
penentu kualitas pengaplikasian pestisida karena seperti halnya fluida yang mudah
menguap, penguapan pestisida amat ditentukan oleh kondisi cuaca. Kelembaban yang
rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan. Pestisida yang menguap
ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar. Selain itu, tetesan pestisida yang
tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat bergerak sebagai debu sehingga dapat
mempengaruhi kondisi cuaca dan kualitas presipitasi.
Penyemprotan pestisida dekat dengan tanah memiliki risiko persebaran lebih rendah
dibandingkan penyemprotan dari udara. Petani dapat menggunakan zona penyangga di
sekitar tanaman pertanian yang terdiri dari lahan yang kosong atau ditumbuhi tanaman
non-pertanian seprti pohon yang berfungsi sebagai pemecah angin yang menyerap
pestisida dan mencegah persebaran ke area lain. Di Belanda, para petani diperintahkan
untuk membangun pemecah angin.

34
2) Persebaran di perairan
Di Amerika Serikat, pestisida diketahui telah mencemari setiap aliran sungai dan
90% sumur yang diuji oleh USGS. Residu pestisida juga telah ditemukan di air hujan
dan air tanah. Pemerintah Inggris juga telah mempelajari bahwa konsentrasi pestisida di
berbagai sungai dan air tanah melebihi ambang batas keamanan untuk dijadikan air
minum.
Dampak pestisida pada sistem perairan sering kali dipelajari menggunakan model
transportasi hidrologi untuk mempelajari pergerakan dan akhir dari pergerakan zat kimia
di aliran sungai. Pada awal tahun 1970an, analisis kuantitatif aliran pestisida dilakukan
dengan tujuan untuk memprediksi jumlah pestisida yang akan mencapai permukaan air.
Terdapat empat jalur utama bagi pestisida untuk mencapai perairan: terbang ke area
di luar yang disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam tanah, dibawa oleh aliran
air permukaan, atau ditumpahkan secara sengaja maupun tidak. Pestisida juga bergerak
di perairan bersama dengan erosi tanah. Faktor yang mempengaruhi kemampuan
pestisida dalam mengkontaminasi perairan mencakup tingkat kelarutan, jarak
pengaplikasian pestisida dari badan air, cuaca, jenis tanah, keberadaan tanaman di
sekitar, dan metode yang digunakan dalam mengaplikasikannya. Fraksi
halus sedimen penyusun dasar perairan juga berperan dalam persebaran
pestisida DDT dan turunannya.
Berbagai negara membatasi konsentrasi maksimum pestisida yang diizinkan di
perairan umum, seperti di Amerika Serikat yang diatur oleh Environmental Protection
Agency, di Inggris yang diatur oleh Environmental Quality Standards, dan Uni Eropa.

3) Persebaran di tanah
Berbagai senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan bahan
pencemar tanah yang persisten, yang dapat bertahan selama beberapa dekade.
Penggunaan pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum di tanah. Tanah yang
tidak disemprot pestisida diketahui memiliki kualitas yang lebih baik, dan mengandung
kadar organik yang lebih tinggi sehingga meningkatkan kemampuan tanah dalam
menahan air. Hal ini diketahui memiliki dampak positif terhadap hasil pertanian di
musim kering. Telah diketahui bahwa pertanian organik menghasilkan 20-40% lebih
banyak dibandingkan pertanian konvensional ketika musim kering berlangsung. Kadar
organik yang rendah juga meningkatkan kemungkinan pestisida meninggalkan lahan

35
dan menuju perairan, karena bahan organik tanah mampu mengikat pestisida. Bahan
organik tanah juga bisa mempercepat proses pelapukan bahan kimia pestisida.
Tingkat degradasi dan pengikatan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
persistensi pestisida di tanah. Tergantung pada sifat kimiawi pestisida, proses tersebut
mengendalikan perpindahan pestisida dari tanah ke air secara langsung, yang lalu
berpindah ke tempat lainnya termasuk udara dan bahan pangan. Pengikatan
mempengaruhi bioakumulasi pestisida yang tingkat aktivitasnya bergantung pada kadar
organik tanah. Asam organik yang lemah diketahui memiliki kemampuan pengikatan
oleh tanah yang rendah karena tingkat keasaman dan strukturnya. Bahan kimia yang
telah terikat oleh partikel tanah juga telah diketahui memiliki dampak yang rendah bagi
mikrorganisme, dan bahan organik tanah mempercepat pengikatan tersebut. Mekanisme
penyimpanan dan pelapukan pestisida di tanah masih belum diketahui banyak, namun
lamanya waktu singgah (residence time) di tanah sebanding dengan peningkatan
resistensi degradasi pestisida.

4) Dampak bagi manusia dan pertanian


Dalam penerapannya, tidak semua pestisida sampai ke sasaran. Kurang dari 20%
pestisida sampai ke tumbuhan. Selebihnya lepas begitu saja. Akumulasi dari pestisida
dapat mencemari lahan pertanian dan apabila masuk dalam rantai makanan, dapat
menimbulkan macam-macam penyakit, misalnya kanker, mutasi, bayi lahir cacat,
dan CAIDS. Pestisida yang paling merusak adalah pestisida sintesis, yaitu golongan
organoklorin. Tingkat kerusakan yang dihasilkan lebih tinggi ketimbang senyawa lain,
mengingat jenis ini peka akan sinar matahari dan tidak mudah terurai. Di Indonesia,
kasus pencemaran karena pestisida telah menimbulkan kerugian.
Di Lembang dan Pangalengan, tanah disekitar pertanian kebun wortel, tomat, kubis dan
buncis tercemar oleh organoklorin. Sungai Cimanuk juga tercemar akibat hasil-hasil
pertanian yang tercemar pestisida.
Menurut data WHO yang dipublikasikan pada tahun 1990, dampak dan risiko
penggunaan pestisida kimia selama ini 25 juta kasus dan meningkat pada tiap tahunnya.
Data lain dari ILO pada tahun 1996 menunjukkan 14% pekerja di pertanian terkena
bahaya pestisida dan 10%-nya terkena bahaya yang fatal. Fenomena seperti ini juga
terjadi di sentra pertanian Indonesia seperti Brebes dan Tegal. Penelitian FAO pada
tahun '92 menunjukkan, ada 19 gejala keracunan yang disebabkan pestisida pada
petani cabe dan bawang. Di perkebunan Luwu, Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa

36
80-100% petani yang memeriksakan dirinya ke rumah sakit mengindikasikan keracunan
pestisida.

Pestisida berimplikasi dalam kesehatan manusia karena polusi

5) Dampak bagi tumbuhan


Pestisida menghalangi proses pengikatan nitrogen yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Insektisida DDT, metil paration, dan pentaklorofenol diketahui
mengganggu hubungan kimiawi antara tanaman legum dan bakteri rhizobium. Dengan
berkurangnya hubungan simbiotik antara keduanya menyebabkan pengikatan nitrogen
menjadi terganggu sehingga mengurangi hasil tanaman pertanian. Bintil akar pengikat
nitrogen yang terbentuk pada tanaman ini diketahui telah berkontribusi US$ 10 miliar
setiap tahunnya dalam penghematan pupuk nitrogen sintetis.
Pestisida dapat membunuh lebah dan berakibat buruk terhadap
proses penyerbukan tumbuhan, hilangnya spesies tumbuhan yang bergantung pada
lebah dalam penyerbukannya, dan keruntuhan koloni lebah. Penerapan pestisida pada
tanaman yang sedang berbunga dapat membunuh lebah madu yang akan hinggap di
atasnya. USDA dan USFWS memperkirakan petani di Amerika Serikat kehilangan
setidaknya US$ 200 juta per tahunnya akibat berkurangnya polinator untuk tanaman
mereka.
Di sisi lain, pestisida juga memiliki dampak langsung yang merugikan bagi tumbuhan,
seperti rendahnya pertumbuhan rambut akar, penguningan tunas, dan terhambatnya
pertumbuhan.

37
6) Dampak bagi burung
Fish and Wildlife Service memperkirakan 72 juta burung di Amerika Serikat
terbunuh karena pestisida setiap tahunnya. Burung predator merupakan hewan yang
terdampak secara tidak langsung karena berada di puncak rantai makanan; residu
pestisida terus terakumulasi dari satu tingkatan predatori ke tingkatan berikutnya.
Di Inggris, populasi sepuluh spesies burung berkurang hingga 10 juta ekor sejak tahun
1979 hingga 1999, sebuah fenomena yang diperkirakan akibat hilangnya keragaman
hayati tanaman dan inverteberata yang menjadi makanan burung tersebut. Di seluruh
Eropa, 116 spesies burung saat ini dalam status terancam. Pengurangan populasi burung
diketahui terkait dengan waktu dan tempat di mana pestisida tersebut digunakan.
Pestisida DDE diketahui menyebabkan penipisan cangkang telur pada burung di
Amerika Utara dan Eropa.
Fungisida yang digunakan pada usaha budi daya kacang tanah diketahui dapat
membunuh cacing tanah, sehingga mengancam keberadaan burung dan mamalia yang
memangsa mereka.[8] Beberapa pestisida tersedia dalam wujud butiran, sehingga burung
dan hewan lainnya dapat memakan butiran tersebut karena disangka sebagai biji-bijian.
Herbisida ketika mengalami kontak dengan telur burung, akan mengakibatkan
pertumbuhan embrio yang abnormal dan mengurangi jumlah telur yang akan
menetas.[8] Herbisida juga dapat mengurangi populasi burung karena begitu banyaknya
tumbuhan penunjang habitat mereka yang mati.

7) Dampak bagi Amfibi


Pada beberapa dekade yang lalu, penurunan populasi amfibi terjadi di seluruh dunia,
karena alasan yang tak bisa dijelaskan yang bervariasi tapi beberapa pestisida
kemungkinan ikut menjadi penyebab. Campuran beberapa pestisida menunjukkan efek
racun yang kumulatif pada kodok. Kecebong dari kolam dengan beberapa pestisida
menunjukkan di dalam air bahwa si kecebong bermetamorfosis dalam bentuk yang lebih
kecil, menurunkan kemampuan mereka dalam menangkap mangsa dan menghindar
dari predator. Sebuah studi dari Kanada menunjukkan bahwa kecebong yang
terpapar endosulfan, sebuah pestisida organoklorida pada level yang sepertinya
menunjukkan kematian pada habitat dekat bidang yang disiram dengan pembunuhan
kimia pada kecebong dan menyebabkan keanehan pada perilaku pertumbuhan.
Herbisida atrazin telah menyebabkan perubahan kodok jantan hermafrodit, menurunkan
kemampuan mereka untuk berreproduksi. Baik efek reproduktif maupun nonreproduktif

38
pada reptil dan amfibi air telah ditemukan. Buaya, beberapa spesies kura-kura, dan
beberapa kadal tidak memiliki kromosom pembeda seks hingga peristiwa organogenesis
pasca fertilisasi terjadi, tergantung pada temperatur lingkungan. Paparan berbagai PCB
(poly chlorinated biphenyl) pada tahap embrio pada kura-kura menunjukan gejala
pembalikan kelamin. Di berbagai tempat di Amerika Serikat dan Kanada, berbagai
gejala seperti berkurangnya jumlah telur yang menetas, feminisasi, luka pada kulit, dan
ketidaknormalan pertumbuhan terjadi.

8) Dampak bagi kehidupan akuatik


Ikan dan biota akuatik lainnya dapat mengalami efek buruk dari perairan yang
terkontaminasi pestisida. Aliran permukaan yang membawa pestisida hingga sungai
membawa dampak yang mematikan bagi kehidupan di perairan, dan dapat membunuh
ikan dalam jumlah besar.
Penerapan herbisida di perairan dapat membunuh ikan ketika tanaman yang mati
membusuk dan proses pembusukan tersebut mengambil banyak oksigen di dalam air,
sehingga membuat ikan kesulitan bernafas. Beberapa herbisida mengandung tembaga
sulfit yang beracun bagi ikan dan hewan air lainnya. Penerapan herbisida pada perairan
dapat mematikan tanaman air yang menjadi makanan dan penunjang habitat
ikan, menyebabkan berkurangnya populasi ikan.
Pestisida dapat terakumulasi di perairan dalam jangka panjang dan mampu
membunuh zooplankton, sumber makanan utama ikan kecil. Beberapa ikan memakan
serangga; kematian serangga akibat pestisida dapat menyebabkan ikan kesulitan
mendapatkan makanan. Semakin cepat pestisida terurai di lingkungan, dampak dan
bahayanya semakin berkurang. Selain itu, telah diketahui bahwa insektisida secara
umum memiliki dampak yang lebih berbahaya bagi biota akuatik dibandingkan
herbisida dan fungisida.

5.2 Penanggulangan dan Solusi

Ada beberapa tumbuhan yang berguna sebagai biopestisida. Misalnya, tahi kotok (Tagetes
erecta Linn.). Tumbuhan ini, selain berguna sebagai obat, dapat pula dipergunakan
sebagai insektisida alami. Caranya, giling bunga hingga halus, tambah seliter air. Saringlah
dan siap dipergunakan sebagai pembasmi serangga. Sejumlah catatan menyebutkan, lebih dari
seribu tanaman berpotensi sebagai pestisida. Tanaman-tanaman pengobatan tradisional yang

39
asalnya dari familia Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae. Minyak
atsiri dari tumbuhan-tumbuhan ini punya senyawa aktif yang bisa digunakan sebagai bahan-
baku insektisida. Berdasarkan hal itu, ada sebuah penelitian mengenai
keefektifan biopestisida terhadap hama thrips pada kentang yang berusia 45 hari.
Dipergunakan cengkih, serai wangi, dan kayu manis sebagai biopestisida sebanyak 2ml/l dan
terbukti efektif dalam mengendalikan hama Thrips palmi sebanyak 82%.

Dapat pula digunakan mimba (Azadirachta indica A. Juss.) sebagai pestisida nabati.
Mimba dipergunakan sebagai pestisida dengan dua cara, cara pertama memakai serbuk dan
dilarutkan ke dalam air. Cara kedua dapat dipakai dengan cara industri, diambil sari
pati azadirakhtin 0,8-1,2 %. Menurut peneletian, pestisida nabati dari mimba terhadap ulat
jarak (Achea janata) dapat menyebabkan kematian larva hingga 79-100%. Larva ulat
grayak (Spodoptea litura) dan ulat tembakau (Helicoverpa armigera) menjadi terganggu
pertumbuhan larvanya karena mimba ini.

Untuk mengurangi peranan pestisida, dibutuhkan penerapan usaha intensifikasi pertanian


yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan
pengairan, dan pola tanam. Pengurangan peran pestisida sudah harus dilakukan pada saat
pembukaan lahan baru.

Pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti
dengan timbulnya masalah serangan OPT. Adapun cara mengurangi penggunaan pestisida
kimiawi, diantaranya:

1. Penggunaan Varietas yang Tahan atau Toleran Serangan Hama


2. Pemilihan Waktu yang Tepat
3. Pemilihan Lokasi yang Tepat
4. Melakukan Rotasi Tanaman atau Pergiliran Tanaman
5. Pengaturan Jarak Tanam
6. Penyiangan Gulma
7. Melakuan Pengamatan Rutin terhadap Hama Penyakit
8. Pemanfaatan Musuh Alami
9. Penggunaan Tanaman Perangkap dan Penghadang Hama
10. Penggunaan Pestisida Alami

Selain itu, pengarahan penggunaan pestisida yang lebih tepat kepada para penggunaan
dalam hal pemberian dosis, waktu aplikasi, cara kerja yang aman, akan mengurangi

40
ketidakefisienan penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil mungkin
pencemaran yang terjadi. Upaya mengembangan obat pertanian untuk OPT yang efektif dan
ramah lingkungan juga perlu digalakkan, sehingga banyak alternatif bagi pengguna. Di masa
kini dan masa yang akan datang, diharapkan penggunaan pestisida akan berkurang.

41
DAFTAR PUSTAKA

http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/88186/Pengertian-Pestisida-Jenis-Cara-Kerja-Dan-
Dampak-Pengunaan-Pestisida/
https://agroteknologi.id
https://biodiversitywarriors.org
https://en.wikipedia.org/wiki/Carbaryl
https://en.wikipedia.org/wiki/Pyrethroid#:~:text=A%20pyrethroid%20is%20an%20organic,ar
e%20generally%20harmless%20to%20humans.
https://en.wikipedia.org/wiki/Rotenone
https://en.wikipedia.org/wiki/Tannin#:~:text=Tannins%20(or%20tannoids)%20are%20a,incl
uding%20amino%20acids%20and%20alkaloids.
https://indonesiabertanam.com
https://kalteng.litbang.pertanian.go.id
https://sampulpertanian.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Dampak_lingkungan_dari_pestisida
https://genagraris.id/post/dampak-negatif-pestisida-dan-cara-mengurangi-penggunaan-
pestisida
Singh, Dileep K. 2012. Pesticide Chemistry and Toxicology. India: University of Delhi

Anda mungkin juga menyukai