Anda di halaman 1dari 11

Indikasi Dilasi Tuba Eustachia

Tujuan Ulasan:

Dilasi tuba Eustachia merupakan tindakan pembedahan yang kontroversial sasaran dari

tindakan ini, yaitu untuk disfungsi tuba eustachius yang obstruktif, merupakan diagnosa

klinis tanpa alat diagnostik yang dapat diandalkan.

Dalam 10 tahun terakhir, tuboplasti Eustachia dengan dilasi balon (balloon dilation

Eustachian tuboplasty/BDET) merupakan tindakan dilasi tuba Eustachia yang umum

dilakukan. Ulasan ini diarahkan untuk mengidentifikasi pasien yang dapat memperoleh

manfaat dari tindakan ini dan juga menyarankan indikasi-indikasinya.

Temuan Terkini

Uji random controlled trial (RCT) terhadapat BDET yang dipublikasi dalam 2 tahun terakhir

menunjukkan perbaikan yang signifikan secara statistik terkait gejala berdasarkan nilai

ETDQ-7 dan konversi dari nilai timpanogram yang abnormal (Tipe B dan tipe C) menjadi

nilai timpanogram yang normal (tipe A).

Kesimpulan

Berdasarkan ulasan dari bukti-bukti yang dikumpulkan, indikasi dilasi tuba Eustachia dengan

menggunakan BDET yang disarankan untuk seorang pasien adalah: sensasi penuh aural lebih

dari 12 minggu; timpanogram tipe B atau tipe C; ETDQ-7 dengan nilai rerata 2; dan terapi

yang gagal termasuk di antaranya valsava maneuver dan penggunaan steroid nasal selama 4

minggu atau steroid oral selama 1 minggu

Kata Kunci

Balloon, dilasi, ETDQ-7, Eustachian, timpanogram


Pendahuluan

Dilasi tuba Eustachia diartikan sebagai tindakan pembedahan yang bertujuan

melegakan obstruksi tuba Eustachia dengan memulihkan ventilasi telinga bagian tengah.

Sejak tahun 2004, 3 jenis tindakan pembedahan telah digunakan, (1) tuboplasti

dengan laser, (2) tuboplasti dengan microdebrider, dan (3) tuboplasti Eustachia dengan dilasi

balloon (BDET). Tuboplasti menggunakan laser dan microdebrider tidak digunakan secara

luas.

Sejak pelaporan pertamanya pada tahun 2010, pemanfaatan BDET telah diadopsi

secara luas oleh Eropa dan Amerika Serikat. BDET dideskripsikan sebagai penempatan

kateter balon dengan menggunakan endoskopi trans-nasal melalui tuba Eustachia guna dilasi

sementara dari segmen kartilago dari tuba Eustachia.

Sebuah ulasan sistematis dipublikasikan pada tahun 2018 yang menganalisa 1155

pasien, melaporkan tingkat keberhasilan 64% hingga 94% pada masa follow-up hingga 50

bulan. Ulasan tersebut menyimpulkan bahwa BDET dapat menjadi pengobatan yang berguna

pada pasien dengan disfungsi tuba Eustachia (ET dysfunction/ETD), dan uji RCT dengan

menggunakan plasebo perlu untuk dilakukan. Pada tahun 2014, sebuah editorial dalam jurnal

otolaringologi mendeskripsikan BDET sebagai alat terapi medis dan seperti halnya laser dan

robot, harus melewati evaluasi yang menyeluruh untuk menjawab berbagai pertanyaan-

pertanyaan seperti: “Apakah tindakan ini telah disetujui?”, “Apakah bermanfaat?”, “Apakah

tindakan ini aman?”, “Adakah conflict of interest?” dan “Apakah resiko yang dihadapi

setimpal dengan hasil?”

Publikasi terkini dari dua buah uji RCT pada tahun 2017, 2018 dan 2019 (follow up

12 bulan dari seri uji tahun 2017) dan sebuah pernyataan konsensus klinis dapat membantu

membahas kontroversi yang muncul akibat penggunaan alat medis yang relatif bagi ini.
Ulasan ini bertujuan untuk mengenali pasien-pasien yang dapat memperoleh manfaat

dari BDET dengan menganalisa dua uji RCT yang disebut diatas. Dengan itu, indikasi

penggunaan BDET dapat disimpulkan.

Definisi Dilasi Tuba Eustachia

Dilasi tuba Eustachia (Eustachian Tube Dilation/ETD) sulit untuk diartikan. ETD

merupakan diagnosis klinis yang ditegakkan berdasarkan interpretasi dari beragam gejala

yang mengarahkan klinisi untuk menyimpulkan adanya fungsi tuba Eustachia yang abnormal.

Dampak dari ETD pada interpretasinya yang paling sederhana mengakibatkan gangguan

ventilasi dari telinga bagian tengah.

Terdapat berbagai gangguan patologis atau kombinasi dari berbagai gangguan

patologis yang dapat mengakibatkan ETD. Beberapa faktor, baik tunggal maupun gabungan,

yang menyebabkan gangguan patologis pada ETD diantaranya faktor mikroba, imunologis,

lingkungan dan faktor genetis yang disertai kemungkinan jangka pendek terjadinya

perkembangan terjadinya otitis media dengan efusi (OME), retraksi atau perforasi membran

timpani, dan kemungkinan jangka panjang terjadinya atelektasis telinga bagian tengah, otitis

media supuratif kronik dan kolesteatoma. Kondisi umum yang dapat berkontribusi terhadap

terjadinya ETD termasuk diantaranya rhinitis alergi, rhinosinusitis dan refluks

laringofaringeal.

Ditemukan sebuah konsensus mengenai pembagian kategori ETD yang dapat dibagi

menjadi 3: obstruktif, patulous (menyebar) dan yang disebabkan oleh perubahan tekanan.

Disfungsi yang paling umum terjadi adalah ETD obstruktif (obstructive Eustachian tube

dysfunction/OETD). OETD juga dikenal sebagai ETD dilatorik akan tetapi istilah ETD

obstruktif lebih digunakan karena menjelaskan patofisiologi penyebab dengan cara yang

intuitif. Obstruktif merujuk kepada ketidakmampuan dari tuba Eustachia untuk membuka
dengan sempurna, sehingga menyebabkan terjadinya tekanan negatif pada telinga tengah.

ETD menyebar (patulous) diartikan sebagai ketidakmampuan tuba Eustachia untuk menutup

sehingga mengakibatkan terjadinya autofoni yang merupakan kondisi yang tidak umum

ditemukan. ETD karena perubahan tekanan terjadi sebagai akibat dari ketidak mampuan tuba

Eustachia buka dengan sempurna ketika terjadinya perubahan tekanan lingkungan sekitar

yang tiba-tiba, yang dapat terjadi saat di atas pesawat terbang, saat scuba diving atau turun

dalam lift dengan kecepatan yang tinggi dari gedung yang tinggi.

Tanda dan gejala ETD yang tidak bertahan melebihi 3 bulan dikategorisasikan

sebagai ETD akut, sedangkan tanda dan gejala yang melebihi durasi 3 bulan

dikategorisasikan sebagai ETD kronis.

Gejala ETD termasuk diantaranya rasa penuh pada telinga, otalgia, tinitus, dan

hilangnya pendengaran. OETD akut yang terjadi sebagai akibat dari infeksi saluran

pernafasan atas menjadi pengalaman universal dari kebanyakan individu. Tanda dari ETD

yang dapat timbul diantaranya retraksi membran timpani yang dapat dilihat pada observasi

dengan otoskop, dan imobilitas dari membran timpani yang dapat dilihat pada timpanometri.

Observasi dengan otoskop bersifat subyektif dan merupakan metode penilaian patensi tuba

Eustachia yang tidak sensitif. Meskipun timpanometri dapat diandalkan dalam menilai OME,

terdapat sedikit data mengenai reliabilitas penilaiannya terhadap ETD yang tidak berkaitan

dengan OME. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa tekanan pada telinga tengah

sedikit lebih negatif pada indinvidu yang sehat. Tekanan telinga tengah yang diukur dengan

timpanometri dapat sangat beragam bila diukur dalam rentang waktu beberapa jam. Oleh

sebab itu, pengukuran tunggal tidak dapat mewakili secara menyeluruh.

ETD yang patulous merupakan kontraindikasi dari BDET. BDET dapat memperbaiki

kondisi ETD akibat perubahan tekanan. Kontroversi dan indikasi dari BDET untuk OETD
merupakan fokus dari ulasan ini. Yang menjadi perhatian pada ulasan ini adalah kriteria

pemilihan kondisi yang memberikan hasil positif pasca BDET.

Definisi OETD Untuk Uji Randomized Controlled BDET

OETD merupakan diagnosa klinis yang tidak memiliki satu alat diagnostik uji yang

handal, sehingga menyebabkan kesulitan dalam melakuan seleksi pasien untuk dilakukan

pengobatan dan menyusun kriteria inklusi dan hasil uji.

Perspektif dari riwayat percobaan terdahulu dapat memberikan sedikit gambaran yang

lebih jelas. Pada tahun 2004, pada penggunaan yang off-label (bukan merupakan indikasi

penggunaan sebenarnya), balon distal pada kateter thermodilusi Swan-Ganz digunakan oleh

tim medis dari Tiongkok untuk mendilasi tuba Eustachia pada 37 pasien yang mengalami

OME pasca-iradiasi. Percobaan ini membuahkan hasil yang cukup baik dengan tingkat

kesembuhan sebesar 43.2%. Ketika penggunaan BDET menjadi tersedia untuk masyarakat

umum pada tahun 2010, para ahli otolaringologis menentukan standar emas keberhasilan

BDET sebagai membaiknya OME tanpa menggunakan selang timpanostomi. Hal ini

bukanlah yang diteliti oleh uji RCT terdahulu.

Pada 2 uji RCT terdahulu, pengukuran respon terhadap BDET 6 minggu pasca

tindakan, untuk salah satu uji RCT adalah perubahan rerata nilai gejala dalam kuesioner

Eustachian Tube Dysfunction Questionnaire-7 (ETDQ-7), dan normalisasi timpanogram (dari

tipe B atau C ke tipe A) pada uji RCT lainnya. Follow-up pada cohort pasien-pasien ini

dengan timpanogram yang kembali normal setelah 52 minggu membahas skor ETDQ-7 dan

status timpanogram dengan mengecualikan pasien kontrol yang memilih untuk berpindah ke

BDET. Kedua uji RCT menerima pembiayaandari perusahaan yang terlibat dalam produksi

dan penjualan BDET.

Eustachian Tube Dysfunction Questionnaire-7 (ETDQ-7)


ETDQ-7 merupakan kuesioner yang tervalidasi, terstandardisasi dan berisikan 7

pertanyaan berdasarkan pelaporan pasien guna menilai derajat gejala dari ETD. 7 pertanyaan

gejala telinga yang dialami pasien dinilai dari 1-2 (tidak ada gangguan), 3-5 (gangguan

ringan), hingga 6-7 (gangguan berat). Kuesioner ini menanyakan gejala yang muncul dalam

1 bulan terakhir, bagaimana gejala-gejala yang dirasakan mengganggu pasien: tekanan dalam

telinga; nyeri pada telinga; rasa tersumbat pada telinga atau seperti sedang berada di dalam

air; gejala telinga yang timbul saat sedang pilek atau sinusitis; sensasi suara popping atau

crackling di dalam telinga; telinga yang berdenging; dan sensasi seperti pendengaran yang

tertutup. Nilai keseluruhan merupakan rerata dari nilai ketujuh pertanyaan. Derajat gejala

dikategorisasikan sebagai ringan (1-2), sedang (3-5) dan berat (6-7). ETDQ-7 tidak bersifat

spesifik. ETDQ-7 tidak dapat membedakan OETD dengan ETD patulous.

Sangat memungkinkan seorang merasakan gejala ETD tanpa adanya hasil ujia ETD

yang positif.

Sebuah studi membandingkan ETDQ-7 yang subyektif dengan pengukuran fungsi

ETD yang obyektif (persentase dari tekanan telinga bagian tengah yang di ekuilibrasikan

setelah 5 kali penelanan baik selama uji dalam ruang tekanan dimana pasien terpapar

terhadap tekanan atmosfir, kondisi hiperbarik, dan sebaliknya (untuk membran timpani yang

intak) atau selama uji inflasi-deflasi dimana telinga pasien di tutup dengan probe yang

memberikan tekanan yang berbeda (untuk membran timpai yang tidak intak). Studi ini yang

meneliti 55 orang subyek menyimpulkan bahwa nilai ETDQ-7 memiliki korelasi yang lebih

tinggi dengan gejala ETD dibandingkan pengukuran obyektif.

Pemilihan Pasien Untuk Uji Randomized Controlled Trial

Pada uji RCT yang menggunakan gejala yang menghilang sebagai respon pengobatan

BDET 60 pasien dipilih (31 pasien yang diinvestigasi, 29 pasien sebagai kontrol). Semua
pasien berusia 18 tahun ke atas, yang terdiagnosa ETD selama 12 tahun atau lebih dengan 3

atau lebih gejala ETD (nyeri telinga, tekanan telinga, tinitus, sensasi suara crackling atau

popping, pendengaran yang tertutup dan sensasi telinga tersumbat). Pasien-pasien ini tidak

memberikan respon terhadap pengobatan dengan steroid intranasal atau dengan satu siklus

steroid oral yang diberikan selama paling sedikit 4 minggu sebelum dilakukannya penelitian.

Pasien-pasien yang terpilih yang memiliki nilai ETDQ-7 3 atau lebih mewakili gejala sedang

hingga berat. Pengobatan minimal terus diberikan pada kelompok kontrol.

Pada uji RCT dengan menggunakan timpanogram yang kembali normal sebagai tolak

ukur keberhasilan pengobatan dengan BDET, 323 pasien direkrut, dimana 162 diantaranya

dipilih secara acak ke dalam kategori investigasi, 81 dipilih ke dalam kategori lead-in

(dimana BDET dilakukan agar operator terbiasa), dan 80 lainnya sebagai kontrol. Pasien-

pasien ini berusia 22 tahun ke atas, terdiagnosa dengan gejala ETD yang persisten selama

lebih dari 12 minggu dan tidak memberikan respon terhadap pengobatan dengan steroid

intranasal atau dengan satu siklus steroid oral yang diberikan selama paling sedikit 90 hari

sebelum dilakukannya penelitian. Pasien-pasien yang terpilih yang memiliki nilai ETDQ-7

2.1 atau lebih dan memiliki hasil timpanogram yang abnormal (tipe B atau C). Pengobatan

dengan steroid intranasal terus diberikan pada kelompok kontrol selama 6 minggu.

Hasil Dari Uji RCT

Pada uji RCT dimana pasien mengalami perbaikan gejala, pada titik akhir utama 6

minggu, 31 kelompok BDET menunjukkan penurunan nilai EDTQ-7 yang signifikan secara

statistik (dari 4.6 menjadi 1.7) dibandingkan kelompok kontrol (dari 5.0 menjadi 4.4).

Dilaporkan pada follow-up 12 minggu kemudian, kelompok BDET (dengan 23

peserta yang tukar silang pasca titik akhir utama 6 minggu) menunjukkan ETDQ-7 yang

stabil pada nilai 2.1 (dari 4.6 menjadi 2.1).


Karena ETDQ-7 merupakan nilai yang subyektif dan tidak dilakukan placebo,

kemungkinan terjadinya efek plasebo tidak dapat disingkirkan sepenuhnya. Uji RCT

mengenai perbaikan gejala juga melaporkan hasil positif mengenai hasil sekunder seperti

posisi membran timpani, valsava maneuver, dan jenis timpanogram.

Pada uji RCT mengenai normalisasi timpanogram, pada titik akhir utama 6 minggu,

51.8% (72 pasien dari 139) pada kelompok BDET menunjukkan timpanogram tipe A yang

normal dibandingkan grup kontrol (13.9%) (P<0.0001). Pada minggu ke 24, normalisasi

timpanogram meningkat menjadi 62.2% pada kelompok BDET. Tidak terdapat pembanding

dari kelompok kontrol pada minggu ke 24 karena mayoritas pasien pada kelompok ini

bertukar silang ke kelompok BDET. Sebagai tambahan, pada minggu ke-6 nilai ETDQ-7

dilaporkan normal (<2.1) pada 56.2% (77 dari 137 pasien) pada kelompok BDET

dibandingkan 8.5% pada kelompok kontrol (P<0.0001).

Pada pemeriksaan follow-up terhadap kohort diatas, timpanogram tipe A yang normal

pada minggu ke 52 ditemukan pada 55.5% (71 dari 128 pasien) dibandingkan temuan pada

minggu ke 6 yang sebesar 57.3% (71/124). Hasil ini memberikan kesan bahwa BDET juga

dapat memberikan hasil jangka panjang.

Pada uji RCT dengan normalisasi timpanogram juga melaporkan hasil positif terhadap

dampak sekunder seperti inflamasi lapisan mukosa pada bukaan tuba Eustachia dan valsava

maneuver termodifikasi yang positif.

Kriteria Ekslusi Dan Tujuan Rancangan Uji RCT

Kedua penelitian ini tidak menyertakan pasien dengan riwayat operasi kepala dan

leher dalam kurun waktu 3-4 bulan sebelumnya, ETD yang patulous, ditemukan tuba

timpanostomi, perforasi membran timpani yang tidak membaik, kelainan sendi


temporomandibular, dan kondisi anatomis yang dapat menutup saluran trans-nasal ke tuba

Eustachia atau yang memerlukan tindakan operasi untuk membuka saluran tersebut.

Pada kelompok RCT dengan perbaikan gejala, yang disertakan dalam kriteria eksklusi

diantaranya adalah penyakit Meniere, rhinosinusitis kronik, alergi atau penyakit reflux yang

tidak terkontrol dengan pengobatan dan bukti CT-scan adanya arteri karotis yang ruptur.

Pada kelompok RCT dengan normalisasi timpanogram, yang termasuk di dalam

kriteria eksklusi adalah tindakan pada hidung, sinus atau telinga yang dilakukan pada saat

penelitian, riwayat radiasi, hilangnya pendengaran yang fluktiatif, otitis media akut atau

kronik yang aktif, timpanosklerosis, infeksi saluran pernafasan akut, bibir sumbing atau

riwayat operasi perbaikan bibir sumbing, riwayat penyakit mukosa yang sistemik atau

kelainan defisiensi imun, intoleransi terhadap protokol pengobatan, operasi tuba Eustachia

terdahulu, dan kontraksi otot dilatorik yang terbatas pada pemeriksaan endoskopi tuba

Eustachia. Kriteria eksklusi ini mengakui kondisi-kondisi yang dapat mempengarui fungsi

tuba Eustachia yang tidak dapat dipebaiki dengan BDET.

Uji-uji RCT ini dirancang guna menguji keberhasilan balon meringankan obstruksi

lapisan mukosa sepanjang bagian kartilago dari tuba Eustachia. Didalilkan dari bukti

sebelumnya bahwa penggunaan balon dapat menyebabkan cidera sobekan atau cidera

remukan pada lapisan epitel tuba dengan lapisan basal intak yang dapat sembuh dengan

cepat, sehingga dapat mempercepat perbaikan fungsi tuba.

Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Terkait

Dalam menyarankan indikasi BDET, penting untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang dikemukaan pada tahun 2014 mengenai alat ini.


Pada tahun 2016, FDA (Food and Drug Administration) AS menyetujui pemasaran

alat BDET hasil uji RCT, yang menggunakan normalisasi timpanogram sebagai titik akhir

utama.

Tindakan ini berfungsi pada pasien yang mengeluhan rasa penuh pada telinga, gejala

yang relatif non-spesifik. Terdapat sebuah daftar yang panjang mengenai kriteria eksklusi

bagi kedua uji RCT.

Belum ditemukan kejadian ETD patulous atau cidera arteri karotis. Komplikasi yang

terlaporkan diantaranya otitis media akut, peningkatan tinitus, emfisema preauricular, rhinitis,

hemotimpanum (akibat dari refluks darah ke dalam rongga telinga tengah), dan laserasi

lapisan mukosa yang ringan.

Konflik kepentingan bersifat spesifik terhadap dinamika pasien, dokter, penyedia jasa

asuransi dan produsen BDET dan berada di luar lingkup ulasan ini.

Apakah tindakan ini patut dilakukan bergantung pada derajat sensasi penuh pada

telinga yang dirasakan pada pasien dan antisipasi dokter terhadap pengharapan pasien.

Indikasinya bergantung gejala, setidaknya di dukung dengan pemeriksaan timpanometri.

Komentar

BDET telah menunjukan kemampuannya untuk memperbaiki gejala ETD (Subjektif)

dan nilai timpanometri (objektif). Kekhawatiran awal dari ini adalah trauma mukosa diantara

lumen yang sangat sempit pada bagian kartilago dari tuba Eustachius yang mengakibatkan

scarring ireversibel dan obstruksi permanen yang belum banyak dilaporkan pada studi lain.

Patofosiologi ETD sangat kompleks. Tidak ada modalitas investigasi visual atau

klinis sederhana yang tersedia secara langsung untuk mengukur ukuran dan fungsi untuk

membuka lumen tuba Eustachius yang sangat sempit. Panjang tuba Eustachius dapat

dipengaruhi oleh kelainan mukosa pada kedua ujung tuba Eustachius dan pada segmen tulang
dan tulang rawan pada tuba Eustachius, otot peritubal dapat dipengaruhi oleh radiasi atau

oleh perkembangan celah langit-langit atau mungkin terdapat ekstrinsik kompresi, misalnya

hipertrofi adenoid.

Resolusi OME bukanlah target dari RCT BDET, itu mungkin menjadi hasil yang

menguntungkan secara kebetulan, tetapi tujuan utama adalah resolusi gejala ETD. ETD sudah

merupakan kondisi yang sulit untuk didefinisikan, jadi tidak termasuk kondisi intrinsik dan

ekstrinsik yang diketahui dan melaporkan pengurangan gejala yang signifikan dengan

perbaikan timpanometri adalah tujuan dari RCT.

Konklusi

Dua RCT yang terbaru ini menunjukkan signifikansi statistik untuk perbaikan gejala

(diukur dengan skor ETDQ-7) dan hasil timpanometri (konversi ke tipe A) pada pasien

tertentu dengan OETD. Sebuah laporan baru-baru ini memuji BDET dengan anestesi lokal

telah mengusulkan kandidat ideal untuk BDET. Sesuai dengan proposal tersebut, penulis

menyarankan bahwa indikasi dilatasi tuba Eustachius oleh BDET adalah untuk pasien yang

mengalami SEMUA hal berikut: aural penuh lebih dari 12 minggu; tipe B atau C

timpanogram; ETDQ-7 skor rata-rata lebih dari 2; manajemen medis yang gagal termasuk

manuver Valsava dan steroid nasal selama 4 minggu atau steroid oral selama 1 minggu.

Anda mungkin juga menyukai