0
Nicson Bunawidjaya 315190076
Arsitektur dan Humaniora
Kelas E
Arsitektur, tentunya terpengaruhi oleh revolusi industri ini. Pertumbuhan industri yang
memproduksi bahan bangunan baru seperti besi, baja, dan kaca. Hal ini memungkinkan
arsitek dan insinyur merancang struktur yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan.
Penerapan besi dan khususnya baja pada arsitektur sangat memperluas kemungkinan
penerapan struktural material yang ada, dan menciptakan material baru.
Perkembangan arsitektur pada masa sekarang ini atau yang disebut juga sebagai Revolusi
Industri 4.0, memungkinkan teknologi dapat membantu pekerjaan seorang arsitek menjadi
lebih mudah. Seperti pengembangan alat-alat seperti 3D printing dan juga aplikasi-aplikasi
pintar. Contohnya seperti penggambaran yang bisa tidak perlu lagi dilakukan secara manual,
melainkan bisa dengan komputer. Komunikasi antar arsitek, insinyur, dan pekerja juga
menjadi lebih mudah dengan hanya mengirimkan file gambar melalui komputer. Durabilitas
sebuah gambar juga menjadi lebih baik karena penyimpanan file digital yang tahan seumur
hidup sedangkan gambar tangan di kertas yang bisa dimakan usia. Teknologi 3D printing
juga sangat membantu arsitek dalam mengkomunikasikannya desainnya dengan maket 3D
printing. Ataupun bahkan sudah ada pembuatan rumah dengan mesin 3D printing.
Dalam sisi arsitektur, hal ini merupakan topik yang menarik untuk dibahas, dengan komputer
yang sudah bukan lagi hanya memanufaktur dan membantu pekerjaan arsitek, namun
komputer sudah bisa ikut serta dalam proses mengolah informasi dan menyediakan outcome
yang terbaik untuk suatu masalah. Atau yang bisa disebut juga sebagai proses mendesain.
Pada pernyataan tersebut muncul lagi pertanyaan apakah pekerjaan arsitek menjadi
tergantikan oleh mesin? Menurut saya jawabannya bisa iya dan tidak. Arsitektur bukan
hanyalah soal menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi terbaik suatu masalah,
melainkan ada seni yang terkandung di dalamnya. Dalam buku Immaterial Architecture karya
Jonathan Hill. Sebuah seni adalah suatu yang membuat desain arsitektur menjadi lebih
bermakna, karena suatu seni adalah suatu manifestasi fisik dari pemikiran otak manusia
yang “organik” atau yang disebut juga sebagai hal “imaterial”. Dan hal ini tidak bisa
didapatkan dari robot.
Balik lagi kepada alasan saya berpendapat bahwa pekerjaan arsitek bisa iya dan tidak
digantikan, karena dalam hal pemecahan masalah, komputer mungkin bisa saja unggul, hal
ini dikarenakan komputer bisa mengkalkulasikan variabel yang sangat banyak, hal yang
susah dilakukan oleh manusia. Namun, apabila suatu desain hanya berlandaskan
pemecahan suatu masalah, maka suatu karya arsitektur yang dilakukan robot menjadi
seragam satu sama lain apabila masalah yang ditemukan sama. Hal ini bukan menjadi suatu
masalah bagi sebagian orang. Contoh saja di masa sekarang, pada cluster perumahan,
bangunan sengaja dibuat seragam agar bisa dijual secara massal. Keikutsertaan robot
dalam mendesain bangunan yang seperti ini justru sangat membantu, dan keikutsertaan
arsitek dalam mendesain bisa saja sepenuhnya digantikan.
Pada orang awam, apabila ia ingin membangun sebuah rumah, robot bisa membantu
mereka dalam mendesain rumah sesuai dengan kebutuhan dan pemecahan masalah yang
dikalkulasi komputer, namun juga dengan selera pribadi mereka. Hal ini juga bisa membuat
orang awam tidak menggunakan jasa arsitek dalam mendesain. Dan rumah yang dihasilkan
menjadi 100 persen refleksi dari keinginan personal mereka.
Apabila kita melihat segi arsitektur dari seni dan “roh” yang diberikan arsitek terhadap
karyanya, tentu keikutsertaan arsitek dalam mendesain tidak bisa digantikan. Arsitek
mungkin bisa memanfaatkan teknologi komputer dalam memecahkan masalah, namun
keputusan sepenuhnya tetap ditangan arsitek itu sendiri. Arsitek juga bukan hanya
mendesain namun juga mengeksekusi dan memimpin proyek di mana suatu desain itu
dibangun, dan robot sampai kapanpun tidak mungkin bisa menggantikannya.
Keikutsertaan arsitek dalam proses mendesain bisa saja sepenuhnya digantikan oleh
komputer. Namun, dalam mengeksekusi dan memfinalisasi suatu desain itu untuk dibangun,
arsitek tetap dibutuhkan. Pada masa depan, kemungkinan yang terjadi dalam mendesain
adalah terjadinya kolaborasi antara arsitek yang memiliki jiwa seni dengan robot yang
mengkalkulasikan berbagai variabel masalah. Dan pada masa depan, saya rasa sebuah
karya desain yang sepenuhnya dilakukan oleh seorang arsitek bisa menjadi suatu yang
dilihat bukan hanya sekedar suatu rumah ataupun tempat naungan, melainkan suatu karya
seni seseorang yang memiliki jiwa di dalamnya.