Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Penyusun :

dr. Kharima Sari Delia

Dokter Pendamping :

dr. Yuliati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAB BATANG

JAWA TENGAH

2018

1
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Kharima Sari Delia
Nama Wahana : RSUD Batang
Topik : Kejang Demam Kompleks
Tanggal Kasus : 5/4/18
Nama Pasien : An H No.RM : 3960xx
Nama Pendamping :
Tanggal Presentasi :
dr. Yuliati

Tempat Presentasi : RSUD Batang


Obyektif Presentasi
√Keilmuan Ketrampilan Penyegaran √Tinjauan Pustaka
Masalah
√Diagnostik √Manajemen Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja √Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Seorang anak laki laki usia 11 bulan dengan Kejang Demam Kompleks
Tujuan : Diagnosis, Manajemen
Bahasan √ Tinjauan Pustaka Riset √Kasus Audit
Cara Pembahasan Diskusi √Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : An. H No. Reg 3960xx
Nama Klinik : IGD

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

2
Nama : An. H

Umur : 11 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. CM : 3960xx

Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. R

Pekerjaan Ayah : Buruh pabrik

Nama Ibu : Ny. H

Pekerjaan Ibu : Penjahit

Alamat : Warungasem, Batang

Masuk RS : 5 April 2018

A. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

Keluhan Utama :
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 hari SMRS pasien demam tinggi mendadak dan turun dengan diberi obat
paracetamol. Ibu pasien mengaku tidak mengukur suhu pasien saat demam.
Pasien tidak batuk pilek, BAB cair (-), kesakitan saat BAK (-).
Sejak 2 jam SMRS, pasien masih demam, tiba tiba kejang pada seluruh
tubuh, kedua tangan mengepal, kaki kaku, mata mendelik ke atas. Kejang
berlangsung kurang lebih 5 menit. Setelah kejang pasien sadar, dan menangis.
Setelah kurang lebih 30 menit, pasien kejang kembali dengan gerakan yang
sama, berlangsung kurang lebih 10 menit. Setelah kejang, pasien sadar dan

3
menangis, terlihat lemas kemudian dibawa ke puskesmas. Oleh puskesmas ibu
pasien dianjurkan untuk dibawa ke IGD RSUD Batang.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan serupa : disangkal


Riwayat opnam di rumah sakit : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan serupa : disangkal

Riwayat Kehamilan :

Pemeriksaan di : Bidan

Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan

Trimester II : 1x/ 1 bulan

Trimester III : 1x/ 2 minggu

Keluhan selama kehamilan: muntah berlebihan

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet


penambah darah.

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram dan panjang 49 cm,
lahir spontan, langsung menangis kuat, usia kehamilan 39 minggu.

Riwayat Postnatal

Rutin ke posyandu setiap bulan untuk menimbang dan ke puskesmas untuk


imunisasi.

Imunisasi

Jenis I II III IV

4
1 - - -
BCG bulan 3 bulan 4 -
2
DPT 2 bulan bulan 4 bulan
bulan
Polio 3
- -
Campak 2 hari bulan
2 bulan -
Hepatitis 9 -
B bulan 3
Lahir bulan
Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Motorik Kasar

Mengangkat kepala : 3 bulan

Tengkurap kepala tegak : 4 bulan

Duduk sendiri : 6 bulan

Berdiri sendiri : 11 bulan

Bahasa

Bersuara “aah/ooh” : 2,5 bulan

Berkata (tidak spesifik) : 8,5 bulan

Motorik halus

Memegang benda : 3,5 bulan

Personal sosial

Tersenyum : 2 bulan

Mulai makan : 6 bulan

Tepuk tangan : 9 bulan

5
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Riwayat Makan Minum Anak

1. Usia 0-6 bulan : ASI. frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis
dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih dari 8 kali dan lama
menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil,
dengan diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya
sekali sehari satu potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan
sayur hijau/wortel, lauk telur/tempe, diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Keluarga Berencana :

Ibu penderita tidak mengikuti program KB

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: tampak sakit sedang,
Kesadaran: compos mentis.
Tanda vital :
- HR (Nadi) : 122x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR (Laju Nafas) : 24x/menit
- Suhu : 39,2oC
- Status gizi : cukup
- BB : 8,8kg
- TB : 73 cm

Status Internus
- Kepala : mesocephale, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata, UUB belum menutupp, LK= 45 cm(-2 SD < LK < 0 SD)

6
- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
- Hidung : epistaksis (-/-), discharge (-), septum deviasi (-)
nafas cuping hidung(-)
- Telinga : discharge (-/-)
- Bibir : sianosis (-),sariawan (-), kering (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Thoraks : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
- Cor : Iktus kordis tidak tampak, Iktus kordis tidak kuat angkat,
Batas jantung kesan tidak membesar, BJ I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
- Abdomen : dinding dada setinggi dinding perut, peristaltik (+)
meningkat, tympani, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
turgor kembali cepat.
- Urogenital : dalam batas normal
- Ekstremitas : Superior Inferior
Akral hangat (+/+) (+/+)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Ptekie (-/-) (-/-)
C. STATUS NEUROLOGIS
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan

Sensorik : Belum dapat dinilai

Reflek Fisiologis : +/+

Reflek Patologis : -/-

Meningeal Sign : Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

7
Brudzinsky II : (-)

Kernig sign : (-)

D. STATUS GIZI BERDASARKAN ANTROPOMETRI


BB : 8,8 kg

TB : 73 cm

Status gizi :

8,8−9,4
BB/U : : -0,6 (-2 SD < BB/U < 2 SD)
9,4−8,4

70−74,5
TB/U : : -1,95 (-2 SD < TB/U < 2SD)
74,5−72,2

Kesan : Gizi baik secara antropometri (KEMENKES RI, 2011)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Angka Normal Satuan
Hemoglobin 13,5 12-16 Gr/dl
Jumlah Eritrosit 5,10 4,20-5,40 Juta/uL
Jumlah Lekosit 33,31 4,50-11 Ribu/uL
Eosinofil 0,6 1-4 %
Basofil 0 0-1 %
Batang 4 2-5 %
Segmen 51 36-66 %
Limfosit 34 22-40 %
Monosit 8 4-8 %
LED 1 jam 34 0-20 Mm
Hematokrit 41,1 38-47 %
MCV 86,3 80-96 Fl
MCHC 32,1 32-37 g/dl
MCH 27,1 27-31 Pg
Jumlah Trombosit 607 150-450 Ribu/uL

F. DIAGNOSA BANDING
1. Kejang Demam Kompleks
2. Infeksi Intrakranial
3. Gangguan elektrolit

8
G. DIAGNOSA KERJA

Kejang Demam Kompleks

H. PENATALAKSANAAN

Terapi di IGD

Infus Rl 10 tpm

O2 nasal canul 3 lpm

Stesolid 5mg supp (jika kejang)

Inj. Metamizole Na 0,2cc

I. FOLLOW UP

Tanggal Pemeriksaan Terapi

5/4/18 S : Tidak kejang, panas berkurang Infus RL 10 tpm

O : CM, gizi baik Infus Paracetamol 100mg/4


jam
TV : HR = 120 x/menit
Inj. Ampicilin+Sulbaktam
RR = 32 x/menit
375mg/8 jam
S = 37,6oC (per axiler)
Inj. Dexametason ½ ampul / 8
jam

6/4/18 S : Tidak kejang, tidak panas Infus RL 10 tpm

O : CM, gizi baik Infus Paracetamol 100 mg / 4


jam
TV : HR = 104 x/menit
Inj. Ampicilin+Sulbaktam 375
S:36,7 oC
mg /8 jam
RR = 32 x/menit
Inj. Dexametason ½ ampul / 8
jam

BLPL

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang setiap kenaikan suhu


tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium, tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan
elektrolit akut, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit

10
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam. 2

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi kejang demam berbeda di berbagai negara. Amerika


Serikat dan Eropa memiliki prevalensi kejang demam sebanyak 2-5%.
Prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat di Asia. Di Jepang
kejadian kejang demam berkisar 8,3%-9,9%. Angka kematian akibat
kejang demam sekitar 0,64%-0,75%. Sebagian besar penderita sembuh
sempurna, dan sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%.
Terdapat penderita yang secara bermakna mengalami gangguan tingkah
laku dan penurunan tingkat intelegensi sebanyak 4%.

C. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :


a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk
umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum
didahului kejang parsial

11
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

D. PATOFISIOLOGI
Kejang terjadi akibat pelepasan muatan listrik berlebihan di sel neuron
otak akibat dari gangguan fungsi pada neuron baik fisiologis, biokimiawi,
maupun anatomi.1

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan


dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na +) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedangkan diluar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.3,5
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan
bahwa dalam keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh.
Sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen lebih
cepat habis. Keadaan hipoksia ini mengganggu transport aktif sehingga Na
intrasel dan K ekstrasel meningkat dan potensial membrane cenderung
turun.2
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam
yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak

12
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan oleh
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.1,3
E. DIAGNOSIS

1. Anamnesis
a. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
b. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
c. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal,
tanda peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.5
b. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil

13
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan
sangat dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan,
bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 5
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas
misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.5
d. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed
tomography scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5
F. DIAGNOSIS BANDING

Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,


khususnya meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila
ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis
media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2
G. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan


bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang
disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis,

14
otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan
klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau
rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau
tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,3,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan
permanen dari otak.4

H. TATALAKSANA
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

15
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1
mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila
dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan
faktor resikonya.5

1. Pemberian obat pada saat demam


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis Paracetamol
yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4
kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada
25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
c. Pemberian Obat Rumat
1) Indikasi Pemberian obat Rumat

16
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua
kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi
kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.5
2) Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak
berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per
hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.5
I. EDUKASI PADA ORANG TUA
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang
tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa
anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara
yang diantaranya :

17
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang.
6. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih .5
J. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena kejang demam
tidak pernah dilaporkan.5

18
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis kejang demam kompleks pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (2 kali, berulang kurang dari 24 jam, lama kejang 5 menit dan
10 menit, setelah kejang pasien menangis)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 39,2oC per axiler. Tidak didapatkan reflek
patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Lekositosis 33,31

19
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 100 mg untuk
mengatasi demam, kemudian diberikan juga diazepam per rektal jika jika
terjadi kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat potong kejang,
antibiotik karena adanya lekositosis, dan dexametason.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah
bahwa kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu,
keluarga pasien harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres
hangat jika pasien panas. Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan
adalah untuk menurunkan resiko berulangnya kejang.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta


Kedokteran. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006.
Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak
2. FKUI. Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai