Anda di halaman 1dari 76

Literasi Media Massa Dalam Kontek Penanggulangan Perilaku Negatif Anak (Studi

terhadap Pemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi di Kalangan


Masyarakat Desa Tanjung Agung Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan


guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
dalam Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam

OLEH:

ANDIKA KURNIAWAN
NIM: IPT.140318

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018
Jambi, Februari 2018

Pembimbing I : Drs. Sayuti S, M.Pd.I


Pembimbing II : Athiatul Haqqi S.Ag, S.IPI, M.I.Kom
Alamat : Fakultas Adan dan Humaniora UIN STS Jambi

Kepada Yth,
Ibu Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi
Di –
Jambi

NOTA DINAS

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami
berpendapat bahwa skripsi saudara : Andika Kurniawan dengan Judul skripsi :
Literasi Media Masa Dalam Kontek Penanggulangan Perilaku Negatif
Anak (Studi Terhadap Pemanfaatan Televisi Sebagai Media Akses
Informasi di Kalangan Masyarakat Desa Tanggung Agung Kab. Bungo
provinsi Jambi) telah dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi
tugas – tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar sarja strata
satu (S.1) pada Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saipuddin Jambi. Maka kami ajukan skripsi tersebut agar dapat
diterima dengan baik.

Demikian keterangan ini kami buat, semua bermanfaat bagi kepentingan


perpustakaan perguruan tinggi, dan atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.
Wassala’mualaikum Wr. Wb.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Sayuti S, M.Pd.I Athiatul Haqqi S.Ag, S.IPI, M.I.Kom


NIP.195909021990031001 NIP.197301062000032001
MOTTO

)27(
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Al Anfal: 27)”1

1
Al-Qur‟an dan Terjemahan, Perilaku Tercela Departemen Republik Indonesia, hal. 239
PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

Kedua Orang Tuaku (Alm) Lasimin Dan Umi Kalsum


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, Tuhan yang maha Esa yang menciptakan
alam semesta beserta isinya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan guna
memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S.1) pada
Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi, sholawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya ke jalan Islam dan Ilmu
pengetahuan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa


penyelesaian skripsi ini banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi, namun atas
bantuan dan bimbingan semua pihak terutama dari dosen pembimbing skripsi,
maka selesailah skripsi ini yang berjudul “Literasi Media Masa Dalam Kontek
Penanggulangan Perilaku Negatif Anak (Studi Terhadap Pemanfaatan
Televisi Sebagai Media Akses Informasi di Kalangan Masyarakat Desa
Tanggung Agung Kab. Bungo provinsi Jambi)”. Penulis juga menyadari masih
banyaknya kekurangan maupun kesalahan, untuk itu kritik dan saran sangat
diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini, selanjutnya penulis sampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Drs Sayuti S, M.Pd.I selaku pembimbing I dan Ibu Athiatul Haqqi
S.Ag S.IPI M.Ikom selaku pembimbing II yang selalu meluangkan waktu
dalam bimbingan penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Prof.Dr.Maisah, M.Pd.I sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN
STS Jambi.
3. Bapak Alfian,S.Pd, M.Ed sebagai wakil Dekan I, Dr.H.Muhammad Fadhil,
M.Ag sebagai Wakil Dekan II dan Ibu Dr. Raudhoh,S.Ag,S.S,M.Pd.I sebagai
Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi.
4. Bapak Ibrohim sebagai kepala Desa Tanjung Agung Kabupaten Muaro Bungo.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi yang
telah memberikan pengetahuannya kepada penulis.
6. Para karyawan dan karyawati Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.

Semoga bantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung menjadi amal baik serta diterima oleh Allah
SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Amin Ya Rabbal „Alamin.

Penulis

Andika Kurniawan
IPT.140318
ABSTRAK

Andika Kurniawan Literasi Media Massa Dalam Kontek Penanggulangan


Perilaku Negatif Anak (Studi terhadap Pemanfaatan
Televisi sebagai Media Akses Informasi di Kalangan
Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi
Jambi.

Pembimbing I : Drs. Sayuti S. M.Pd.I

Pembimbing II : Athiatul Haqqi S.Ag, S.IPI. M.I.kom

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pemanfaatan Televisi sebagai Media


Akses Informasi di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo
Provinsi Jambi, Analisis Potensi terjadinya Dampak Negatif Literasi Media
terhadap Anak dalam Menonton Televisi, Literasi Media Pada Orang Tua Dalam
Media Parenting Pada Anak Usia Dini Menonton Televisi di Kalangan
Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, metode
pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan melibatkan
Kepala Desa dan sebagian masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi
Jambi. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara
dan dokumentasi. Untuk menganalisa data menggunakan reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam melakukan literasi media televisi keluarga masih pada tingkat awal, dimana
pengetahuan dan keterampilan orang tua media masih pada pengetahuan jenis,
kategori, fungsi dan pengaruh media televisi. Keluarga (ayah-ibu) cenderung pasif
menanggapi terpaan media. Demikian pula dalam hal pendampingan anak
menonton televisi, pendampingan dilakukan dengan dua cara, yaitu: pembatasan
jam menonton dan pemilihan isi tayangan serta melalui diskusi dan bertukar
pikiran sebelum, saat, ataupun setelah menonton televisi. Di harapkan orangtua
dapat menerapkan literasi media dalam keluarga dengan keterampilan
mendampingi, menjelaskan memilihkan dan menjadwalkan kegiatan menonton
anak. Juga pembatasan durasi menonton. Serta mencarikan kegiatan alternatif
selain menonton televisi.

.
Kata Kunci : Literasi Media, Perilaku Negatif Anak.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

PENGESAHAN ........................................................................................................ii

NOTA DINAS .......................................................................................................... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................................ iv

MOTTO ..................................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii

ABSTRAK ................................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 7
C. Batasan Penelitian .................................................................................... 7
D. Teori Penelitian ......................................................................................... 7
E. Kegunaan penelitian .................................................................................. 8
F. Kerangka Teori ......................................................................................... 8
1. Definisi Media .................................................................................... 8
2. Teori Kognitif Sosial ......................................................................... 9
3. Definisi Anak ..................................................................................... 10
4. Pengertian Literasi .............................................................................. 11
5. Literasi IFLA ...................................................................................... 14
6. Manfaat Literasi ................................................................................ 16

7. Definisi Literaso Media ..................................................................... 19

8. Pengertian Televisi ............................................................................ 20

9. Kekuatan Dan Kelemahan.................................................................. 21

10. Televisi Sebagai Penyiaran ................................................................ 22


11 Pergeseran Media Lama ke Media Baru ............................................ 22

BAB II : METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 27

B. Jenis Dan Sumber Data ............................................................................... 27

C. Subyek Penelitian ....................................................................................... 29

D. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 30

E. Teknik Analisis Data .................................................................................. 31

F. Trigulasi Data ............................................................................................. 33

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Desa Tanjung Agung ...................................................... 35


B. Vstruktur Organisasi .................................................................................. 40

C. Keadaan Penduduk ..................................................................................... 41

D. Agama, Kesehata Dan Pendidikan.............................................................. 43

BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Televisi Sebagai Media Akses Informasi Di Kalangan


Masyrakat Desa Tanjung Agung Kabupaten Bungo ................................... 50
B. Analisis Potensi Terjadinya Dampak Negatif Literasi Media Terhadap
Anak Dalam Menonton Televisi ................................................................. 55
1. Potensi Konflik Dari Perspektif ......................................................... 55

2. Model Literasi Yang Di Butuhkan ..................................................... 57

C.Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting Pada Anak Usia
Dini Menonton Televisi Di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung
Kab Bungo ................................................................................................... 60
BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................................ 65
C. Kata Penutup .......................................................................................... 66

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran

Daftar Riwayat Hidup


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangannya, media massa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Bahkan pemikiran dan perilaku manusia dalam kehidupannya sangat

dipengaruhi oleh pesan media massa. Saat ini Indonesia telah memasuki media

saturated era, yaitu era dimana media massa mengalami perkembangan yang sangat

pesat, baik dari sisi teknologi media maupun konten medianya sendiri. Pada dasarnya

media massa dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media

elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah

surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media

massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet).1

Hadirnya berbagai perangkat media massa dengan teknologi canggih pun

membuat masyarakat lebih mudah dan bebas dalam memenuhi kebutuhannya akan

media massa. Bahkan bagi beberapa kalangan, kecanggihan perangkat media massa

seperti televisi telah dianggap bukan barang mewah lagi oleh masyarakat di Indonesia.

Televisi sebagai salah satu media informasi, pendidikan dan hiburan murah yang dapat

dinikmati oleh setiap usia selama 24 jam telah dianggap sebagai kotak ajaib yang bisa

menghadirkan gambar, suara dan tulisan dalam waktu yang hampir bersamaan dengan

terjadinya peristiwa. Melalui tayangan program acara yang disuguhkan, televisi telah

berhasil menghipnotis bahkan menyihir pemirsanya dengan menyedot perhatian dan

konstruksi imajinasi pemirsanya secara massif dan kolektif.

Namun, semakin banyaknya stasiun televisi yang mengudara telah menjadikan

sebuah persaingan bisnis dalam sebuah industri. Stasiun televisi saling bersaing

1
Ardianto, Elvinaro dkk. 2007. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. : 103
menyuguhkan acara yang dapat digemari banyak penonton berdasarkan rating,

sehingga penonton hanya dianggap satuan jumlah berdasarkan suatu ukuran dan dijual

oleh stasiun televisi kepada pemasang iklan sehingga mampu menjadi gerbang utama

datangnya iklan yang menjadi menopang keberlangsungan hidup industri televisi.

Pada dasarnya rating sama sekali tidak ada hubungan dengan kualitas acara.

Namun bergantung pada banyak atau tidaknya jumlah penonton program acara

tersebut. Semakin banyak jumlah penonton dalam rating, maka semakin banyak pula

perusahaan yang beriklan pada televisi tersebut. Rating begitu keras memacu sebuah

keinginan para pelaku industri untuk meniru program acara stasiun televisi lain yang

memiliki rating tinggi, bukan menciptakan program acara yang memiliki inovasi baru

dan berbeda. Sehingga munculah duplikasi besar – besaran dari suatu genre program

acara, seperti sinetron bertema cerita cinta remaja, program acara klenik (mistis), esek-

esek, menjahili orang, kriminal yang berdarah–darah, gossip, komedi yang

menyisipkan kekerasan, dan sebagainya.2 Hasrat mengejar rating seringkali membuat

para pelaku industri televisi menjadikan prioritas utama dalam pengambilan keputusan

dan seringkali mengabaikan kualitas, termasuk estetika, sosial, dan psikologi

penonton. Sesuatu yang seharusnya menjadi bumbu cerita kini justru menjadi sarat

utama dan harus ditonjolkan dalam sebuah tayangan program acara. Seperti contoh

adegan perkelahian yang disetting terlalu berlebihan secara mendramatisir, gaya anak

remaja pacaran yang dibuat kelewatan batas dengan memberikan sentuhan adegan

ciuman.3Keberadaan televisi telah dianggap pisau bermata dua yang memiliki dampak

positif dan negatif bagi penontonnya. Selain memberikan tayangan yang sesuai

dengan fungsi media massa yaitu sebagai media informasi, edukasi, iburan, dan sosial

2
Panjaitan, Iqbal. (2006). Matinya Rating Televisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal.
56.
3
http://www.jawaban.com/news/spiritual/detail.php?id_news=071213130638&off=0
diakses 02 Desember 2017 / 20.50
kontrol. Pada saat beriringan banyak kalangan yang menjadi khawatir akan dampak

negatif tayangan televisi, tak terkecuali pornografi, kekerasan dan kepentingan

institusi yang sarat akan kepentingan ekonomi, pilitik, dan budaya. Sejumlah tayangan

televisi pun banyak mendapat kritikan dari masyarakat karna tidak mencerdaskan atau

tidak memberikan manfaat, namun tetap saja ditayangkan karna memberikan manfaat

komersial bagi stasiun televisi.

Regulasi pemerintah melalui Undang-Undang Penyiaran ternyata belum

mampu menertibkan para pemilik stasiun televisi dan rumah produksi untuk membuat

acara yang bermutu. Aturan tata karma penyiaran dan rambu rambu penyiaran yang

disusun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) secara jelas dalam Pedoman Perilaku

Penyiaran dan Standar Program Siaran ( P3 & SPS ) pun juga dilanggar bahkan tetap

saja mangkir dari pedoman tersebut.

Dampak tayangan televisi juga telah mempengaruhi perilaku dan moral anak dan

remaja. Kehidupan glamoritas dan hedonisme yang didukung lengkapnya sarana dan

prasarana perkotaan besar seperti Surabaya, dengan mudah mampu mendorong

masyarakat melakukan, menyalurkan keinginan, kebutuhan, kultur budaya yang tersaji

dalam layar kaca. Tak heran jika banyak anak SD di perkotaan yang tidak malu lagi

menyatakan cinta terhadap lawan jenisnya. Lain lagi kasus ABG yang nekat merayakan

kelulusan SMP dengan memperkosa pacarnya.4 Remaja kini tidak malu lagi show up di

depan umum. Jika dulu memakai rok mini maupun tang top dianggap masyarakat tabu,

tapi sekarang justru telah menjadi tren di kalangan remaja. Para remaja pun tak malu lagi

melakukan pelukan mesra hingga ciuman di tempat umum telah mereka anggap biasa dan

wajar. Bahkan seks pranikah pun dianggap pembuktian cinta yang wajar.

4
http://surabaya.okezone.com/read/2012/06/11/521/644767/abglulusan-smp-perkosa-
pacar diakses 02 Desember 2017 / 21.12
Penelitian psikolog Universitas Michigan, Leonard Eron dan Rowell Huesmann

yang memantau kebiasaan anak menonton televisi. Kedua pakar tersebut melihat bahwa

kebiasaan menonton tayangan televisi yang berisikan tindak kekerasan selama berjam-

jam cenderung mendorong anak bersifat agresif. Setelah kemudian pada usia 19 sampai

30 tahun menjadi sangat agresif, dan mereka juga melakukan tindak kekerasan dalam

rumah tangganya.5

Di Indonesia mayoritas orang tua menganggap televisi telah menjadi bagian dari

keluarga, bahkan ada yang menganggap sebagai baby sister. Orangtua juga mengganggap

televisi sebagai "teman" saat anak sendirian. Karena, seringkali anak-anak terlihat lebih

tenang saat ditinggal menonton televisi.6 Bagi orangtua membiarkan anaknya menonton

televisi sepanjang waktu dianggap lebih baik daripada anaknya bermain di luar rumah.

Para orangtua khususnya para ibu, merasa nyaman melihat anaknya duduk manis di

depan televisi, sembari mereka sibuk menyelesaikan tugas rumah tangga.

Dalam konsep keluarga Indonesia, kaum ibu adalah kalangan yang paling

memiliki ketergantungan pada media televisi. Hal ini dapat dilihat bahwa seorang ibu bisa

menghabiskan waktunya di depan televisi. Kaum ibu seringkali dijadikan target audience

yang utama dalam tayangan program acara televisi, terbukti banyak program acara yang

memang khusus ditujukan untuk kaum ibu. Ketergantungan para ibu terhadap tayangan

televisi membuat para ibu juga menjadi sasaran konsumen iklan-iklan komersial yang

mendorong sikap konsumtif. Dengan demikian ibu rumah tangga turut memberikan

kontribusi atas kemerosotan moral bangsa.

Melihat besarnya dampak televisi, banyak lembaga di berbagai negara telah

berupaya mengembangkan pemberdayaan masyarakat untuk menjadi penonton cerdas

5
Kuswandi, Wawan. 2008. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media Televisi),
Jakarta : Rineka Cipta, hal. 142
6
Familia. 2006. Konsep diri positif, menentukan prestasi anak. Yogyakarta : Kanisius. :
62 – 64
dan kritis terhadap media yang disebut literasi media (media literacy). Konsep literasi

media (media literacy) merupakan alternatif memberdayakan publik di tengah kepungan

produksi pesan media. Konsep berkehendak untuk mendidik publik agar mampu

berinteraksi dan memanfaatkan media secara cerdas dan kritis. Sehingga publik tidak

mudah dibodohi media dan tidak gampang dieksploitasi media untuk kepentingan –

kepentingan yang tidak berpihak pada kebutuhan publik.

Ibu Rumah Tangga dipilih sebagai obyek penelitian karena ibu rumah tangga

sebagai salah satu figure lekat anak dan ibu menjadi salah satu sumber rujukan perilaku

anak. Ibu rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga

yang hanya bekerja mengurus pekerjaan rumah dan mempunyai anak pada usia dini.

Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah “golden age” atau masa emas yaitu

anak-anak yang berada pada rentang usia 0 - 8 tahun. Pada masa ini hampir seluruh

potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan

hebat. Pada usia ini anak paling peka dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin

tahu anak sangat besar. Anak usia dini suka berfantasi dan berimajinasi. Hal ini penting

bagi pengembangan kreativitas dan bahasanya. Anak usia dini suka membayangkan dan

mengembangkan suatu hal melebihi kondisi yang nyata. Anak usia dini merupakan peniru

ulung yang dilakukan terhadap lingkungan sekitarnya. Proses peniruan terhadap orang-

orang disekelilingnya yang dekat dan berbagai perilaku ibu, ayah, kakak maupun tokoh-

tokoh kartun di TV, majalah, komik, dan media masa lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat sebuah karya ilmiah yang penulis

tuangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Literasi Media Massa Dalam Kontek

Penanggulangan Perilaku Negatif Anak (Studi terhadap Pemanfaatan Televisi

sebagai Media Akses Informasi di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab.

Bungo Provinsi Jambi”.


B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana Pemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi di

Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi ?

2. Bagaimana Analisis Potensi terjadinya Dampak Negatif Literasi Media

terhadap Anak dalam Menonton Televisi ?

3. Bagaimana Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting Pada

Anak Usia Dini Menonton Televisi di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung

Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi ?

C. Batasan Penelitian

Pada dasarnya, banyak permasalah yang dapat diangkat atau dibahas dalam

penelitian ini, namun karena beberapa sebab dan sebagainya penulis membuat batasan

dalam penelitian ini pemanfaatan televisi sebagai media akses informasi di kalangan

masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi dalam penanggulangan

perilaku negatif anak.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Pemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi di Kalangan

Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi

2. Bagaimana Analisis Potensi terjadinya Dampak Negatif Media terhadap

Anak dalam Menonton Televisi


3. Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting Pada Anak Usia

Dini Menonton Televisi di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab.

Bungo Provinsi Jambi

E. Kegunaan Penelitian

a. Teoritis: Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan

mampumemberikan kontribusi berkaitan dengan literasi media serta dapat

dijadikanlandasan bagi penelitian selanjutnya. Tidak hanya itu, hasil

penelitian ini jugabias dimanfaatkan untuk memperkaya kajian dibidang

komunikasi massa.

b. Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak pihak

yangingin melakukan penelitian seperti para akademisi dan praktisi. Serta

dapatmembuka kesadaran bagi masyarakat, terutama orang tua untuk lebih

kritisdalam mendampingi anak menonton televisi.

F. Kerangka Teori

1. Definisi Media

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media dapat diartikan

sebagai: (1) alat, dan (2) alat atau sarana komunikasi seperti majalah, radio,

televisi, film, poster, dan spanduk.7 Definisi lain media adalah segala bentuk

yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi (Association

For Education And Communication Technologi (AECT) dalam Tamburaka,

2013: 39). Selain itu definisi media adalah sebagai benda yang dapat

7
Tamburaka, Apriadi. 2013. Lierasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa,
Jakarta: Rajawali Pers, hal. 39
dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta

instrumen yang dipergunakan dengan baik.

Sehingga dapat dikatakan media merupakan perantara dari suatu

proses komunikasi seperti ketika seseorang menulis surat, maka media yang

digunakan adalah kertas atau ketika menelpon meggunakan media telepon.

Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan

hiburan dan menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang.

Peran media massa dalam ekonomi juga terus meningkat bersamaan dengan

meningkatnya pertumbuhan industri media, diversifikasi media massa dan

konsolidasi kekuatan media massa di masyarakat.8

2. Teori Kognitif Sosial

Berkaitan dengan penggunaan media (konsumsi media) oleh anak,

maka dapat pula dikorelasikan dengan teori kognitif sosial. Teori tersebut

dikemukakan oleh Albert Bandura pada tahun 1960-an dengan argumentasi

bahwa manusia meniru perilaku yang dilihatnya, terutama dari media massa,

dan proses peniruan ini terjadi melalui 2 cara yaitu imitasi dan identifikasi.

Imitasi adalah replikasi atau peniruan secara langsung dari perilaku yang

diamati. Sedangkan identifikasi merupakan perilaku meniru yang bersifat

khusus yang mana pengamat tidak meniru secara persis sama apa yang

dilihatnya namun membuatnya menjadi lebih umum namun memiliki

tanggapan yang berhubungan. Misal anak kecil yang menonton film kartun

8
Morissan, dkk. 2013. Teori Komunikasi Massa: Media, Budaya, dan Masyarakat,
Bogor: Ghalia Indonesia, hal. 1
Tom and Jerry tidak memukul dengan tongkat tetapi menyiram kakaknya

dengan seember air.9

Teori kognitif sosial menjelaskan pemikiran dan tindakan manusia

sebagai proses dari apa yang dinamakan dengan “tiga penyebab timbal

balik” (triadic reciprocal causation) yang berarti bahwa pemikiran dan

perilaku ditentukan oleh tiga faktor berbeda yang saling berinteraksi dan

saling memengaruhi satu sama lainnya dengan berbagai veriasi

kekuatannya, baik pada waktu bersamaan maupun waktu yang berbeda.

Ketiga penyebab timbal balik itu adalah: (1) perilaku; (2) karakteristik

personal seperti kualitas kognitif dan biologis (misal tingkat kecerdasan atau

IQ, jenis kelamin, tinggi badan atau ras), dan (3) faktor lingkungan atau

peristiwa.

3. Definisi Anak

Anak adalah sosok unik yang padanya melekat berbagai ciri-ciri

yang berbeda dengan yang dimiliki manusia dewasa. Anak adalah tetap

anak-anak, bukan orang dewasa berukuran mini. Dunia anak lekat dengan

dunia bermain. Sifat anak senang meniru hal-hal yang dilihat dan

didengarnya dari lingkungannya. Anak pada dasarnya juga kreatif. Anak

tumbuh secara fisik dan psikis. Ada fase-fase perkembangan pada anak yang

dilaluinya. Perilaku yang ditampilkan anak-anak akan sesuai dengan ciri-ciri

masing-masing fase perkembangan tersebut. Seto Mulyadi dalam Ardianto

menjelaskan ciri-ciri psikologi anak sangat penting dipahami dalam rangka

9
Morissan, 2010. Psikologi Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia, hal. 242.
mendidik dan mengasuh anak agar bisa sukses, termasuk dalam

mengembangkan karakter sukses pada anak.10

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang

sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan

masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel,

organ maupun individu, bersifat kuantitatif sehingga bisa diukur dengan

ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ

diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ

yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya.

4. Pengertian Literasi

Literasi informasi adalah istilah paling umum digunakan untuk

menggambarkan suatu proses terorganisir dalam pencarian informasi yang

efektif dan efisien. Istilah literasi informasi dibentuk dari dua padanan kata

yaitu Literasi dan Informasi. Literasi diartikan sebagai kemampuan

membaca dan menulis.11Sedangkan informasi diartikan sebagai suatu

10
Adrianto, Tuhana T. 2011. Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era Cyber,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hal. 39-40.
11
Oxford Learner‟s Pocket Dictionary : new edition, Oxford: Oxford University Press,
2008, hal.251.
rekaman fenomena yang diamati, atau bisa juga berupa putusan-putusan

yang dibuat.12

Perkembangan literasi informasi yang cepat telah melahirkan

beberapa definisi literasi informasi. Menurut American Library

Association dalam Presidential Committee on Information Literacy Final

Report mendefinisikan sebagai berikut:

“Information literacy is a set of abilities requiring


individuals to recognize when information is needed and
have the ability to locate, evaluate, and use effectively the
needed information”13

Berdasarkan laporan akhir tersebut dijelaskan bahwa literasi informasi

adalah seperangkat kemampuan yang diperlukan seseorang untuk mengenali

kapan informasi diperlukan dan memiliki kemampuan menemukan, menilai, dan

menggunakannya secara efektif informasi yang diperlukan.

Prague declaration mendefinisikan literasi informasi sebagai

kemampuan mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisasi, dan

menghasilkan secara efektif, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi

untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.Literasi informasi juga menjadi

prasyarat untuk dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat informasi

serta merupakan keniscayaan untuk menjadi pembelajaran seumur hidup.14

Perkembangan literasi informasi yang sangat pesat di Amerika telah

mendorong negara-negara lain seperti Inggris, Uni Eropa, Australia, Selandia

12
Pawit, M. Yusuf, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi : information retrieval,
(Jakarta :Kencana, 2010), hal.1.
13
ALA, op. Cit (diakses 15 september 2017)
14
Suherman, Perpustakaan sebagai Jantung Sekolah, (Bandung : MQS Publishing, 2009).
Hal.175
Baru, dan negara Scandinavia meneliti dan mengembangkan konsep ini.Inggris

melalui Chartered Institution for Library and Information Professional (CILIP)

mendefinisikan literasi informasi sebagai kemampuan seseorang mengetahui

kapan memerlukan informasi, kemana menemukannya, dan bagaimana

mengevaluasi dan mengkomunikasinya secara etis.15

UNESCO menjelaskan literasi informasi mengarahkan pengetahuan

akan kesadaran dan kebutuhan informasi seseorang, dan kemampuan untuk

mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengkomunikasikan

mengorganisasi dan secara efektif menciptakan, menggunakan, informasi untuk

mencari solusi atas masalah yang dihadapi juga persyaratan untuk berpartisipasi

dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar

sepanjang hayat.

Dalam kamus kepustakawanan Indonesia karangan Lasa HS

menjelaskan bahwa literasi informasi adalah kesadaran akan kebutuhan informasi

seseorang, mengidentifikasi, pengaksesan secara efektif dan efisien,

mengevaluasi, dan menggabungkan informasi secara legal ke dalam pengetahuan

dan mengkomunikasikan informasi itu.16

5. Literasi Informasi IFLA


Ada banyak standar literasi informasi telah dibuat oleh para ahli,

diantaranya adalah Standar American Library Association (ALA) serta standar

Australian and New Zealand Information Framework (ANZI). Pada pada

penelitian ini, peneliti akan menggunakan standar literasi informasi International

15
Blasius Sudarsono, Pustakawan Cinta dan Teknolog), ( Jakarta : Sagung Seto, 2009),
hal. 144.
16
Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Book Publisher,
2009), hal. 190
Federation of Library Associations and Institution (IFLA). Standar IFLA

mencakup tiga (3) komponen dasar, yaitu:17

Tabel 1.1 Standar IFLA

NO KOMPONEN SUB KOMPONEN INDIKATOR


1. Akses Mendefenisikan  Menemukan atau menggali
kebutuhan informasi
kebutuhan informasi
 Memutuskan suatu tindakan
untuk menemukan informasi
 Menyatakan dan menentukan
kebutuhan informasi
 Mulai melakukan pencarian
informasi
Penelusuran  Mengidentifikasi dan
informasi mengevaluasi sumber-sumber
informasi yang potensial
 Mengembangkan strategi-
strategi pencarian informasi
 Mengakses sumber-sumber
informasi yang terpilih
 Memilih dan menemukan
informasi yang dibutuhkan
2. Evaluasi Penilaian informasi  Menganalisis, memeriksa, dan
menyaring informasi
 Mengeneralisasikan dan
menginterprestasikan informasi
 Memilih dan menggabungkan
informasi
 Mengevaluasi keakuratan dan
hubungan dari informasi yang
ditemukan
Pengaturan  Menyusun dan mengkategorikan
informasi
informasi
 Menyatukan dan mengatur
informasi
 Menentukan informasi-
informasi yang terbaik dan
paling berguna untuk digunakan
3. Penggunaan Menggunakan  Menemukan cara untuk
mengkomunikasikan,

17
Lau Jesus. 2006. Guidelines on Information Literacy for Lifelong Learning. Veracrus:
IFLA. Hal.25.
informasi menyajikan dan menggunakan
informasi
 Mengaplikasikan informasi
yang ditemukan
 Mempelajari dan mendalami
informasi yang ditemukan untuk
menjadi pengetahuan pribadi
 Mempresentasikan hasil
motivasi
Mengkomunikasi  Memahami etika penggunaan
dan menggunakan informasi
informasi  Mematuhi peraturan
penggunaan informasi
 Mengkomunikasikanhasil
pembelajaran dengan
pengetahuan intelektual yang
dimiliki
 Menggunakan pengetahuan
yang relevan sesuai dengan
standar
 Menggunakan standar penulisan
yang di akui

6. Manfaat Literasi
Manfaat literasi ada banyak terutama dalam dunia persaingan.

Menurut Hancock dalam artikelnya Information Literacy for Lifelong

Learning, manfaat literasi adalah:18

a. Untuk Pelajar

Pelajar dan guru akan dapat menguasai pelajaran mereka dalam

proses belajar-mengajar dan siswa tidak akan tergantung kepada guru

18
Hancock, Vicky E. 1993. Information Literacy for Lifelong
Learning.http://ericae.net/edo/ED358870.htmDiakses: 14-08-2017, 11:23 Wib.
karena dapat belajar secara mandiri dengan kemampuan literasi informasi

yang dimiliki. Hal inidapat dilihat dari penampilan dan kegiatan mereka

dilingkungan belajar. Mahasiswa yang literate juga akan berusaha belajar

mengenai sumber daya informasi dan cara penggunaan sumber-sumber

informasi.

b. Untuk Masyarakat

Literasi informasi bagi masyarakat sangat diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari mereka dan dalam lingkungan pekerjaan. Mereka

mengidentifikasi informasi yang paling berguna saat membuat keputusan

misalnya saat mencari bisnis atau mengelolah bisnis dan berbagi informasi

dengan orang lain.

c. Untuk Pekerja

Kemampuan dalam menghitung dan membaca belum cukup

dalam dunia pekerjaan, karena pada saat ini terjadi ledakan informasi

sehingga pekerja harus mampu menyortir dan mengevaluasi informasi

yang diperoleh. Bagi pekerja, dengan memiliki literasi akan mendukung

dalam melaksanakan pekerjaan, memecahkan berbagai masalah terhadap

pekerjaan yang dihadapi dan dalam membuat kebijakan.

Literasi informasi juga dibutuhkan dalam implematasi kurikulum

berbasis kompetensi yang mensyaratkan peserta didik untuk

memanfaatkan banyak sumber infomasi dalam berbagai format. Dengan

demikian, ada 2 hal yang membuat perlunya literasi informasi, yaitu agar

seseorang dapat hidup dan sukses dalam masyarakat infomasi, dan secara
khusus, dalam penerapan kurikulim berbasis kompetensi di sekolah dan

perguruan tinggi.19

Dalam berliterasi khususnya dibidang musik, tentu membutuhkan

banyak mengenai informasik musik tersebut. Jenis kebutuhan informasi,

antara lain adalah:20

a. Kebutuhan kognitif. Ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk

memperkuat informasi, pengetahuan dan pemahaman seseorang akan

lingkungannya. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat seseorang untuk

memahami dan menguasai lingkungannya. Di samping itu, kebutuhan

ini juga dapat memberi kepuasan atas hasrat keingintahuan dan

penyelidikan seseorang.

b. Kebutuhan afektif. Kebutuhan ini dikaitkan dengan penguatan estesis,

hal yang dapat menyenangkan, dan pengalaman-pengalaman

emosional. Dalam hal ini, berbagai media sering dijadikan alat untuk

mengejar kesenangan dan hiburan. Misalnya, orang membeli radio,

televisi, dan menonton film, tidak lain karena mencari hiburan.

c. Kebutuhan integrasi personal (Personal Integrative Needs). Ini

dikaitkan dengan penguatan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan

status individu. Kebutuhan-kebutuhan ini berasal dari hasrat seseorang

untuk mencari harga diri.

19
Agustin widya gunawan dkk. 2008.7 langkah literasi informasI: Knowledge
Management. Jakarta: Universitas Atmajaya. Hal. 3.
20
Repository Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34481/4/Chapter%20II.pdfDiakses: 14-08-2017,
11:59 Wib.
d. Kebutuhan integrasi sosial (Social Integrative Needs). Kebutuhan ini

dikaitkan dengan penguatan hubungan keluarga, teman, dan orang lain

di dunia. Kebutuhan ini didasari oleh hasrat seseorang untuk

bergabung atau berkelompok dengan orang lain.

e. Kebutuhan berkhayal (Escapistneeds). Ini dikaitkan dengan kebutuhan-

kebutuhan untuk melarikan diri, melepaskan ketegangan, dan hasrat

mencari hiburan dan pengalihan.

7. Definisi Literasi Media

Literasi media berasal dari bahasa Inggris yaitu Media Literacy,

terdiri dari 2 suku kata Media berarti media tempat pertukaran pesan dan

Literacy berarti melek, kemudian dikenal dalam istilah Literasi Media.

Dalam hal ini literasi media merujuk khalayak yang melek terhadap media

dan pesan media massa dalam konteks komunikasi massa.21 Literasi media

adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi

pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar

pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak menjadi sadar

(melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.

Menurut Tapio Varis Media Literacy is the ability to communicate

competently in all media, print and electronic, as well as to access, analyze

and evaluate the powerful images, words and sounds that make up our

contemprorary mass media culture. These skills of media literacy are

esssential for our future as individuals and as members of a democratic

21
Tamburaka, Apriadi. 2013. Lierasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa,
Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 7
society. Literasi media adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan

segenap di dalam semua media, baik media cetak dan elektronik selama itu

bisa diakses, diteliti dan dievaluasi secara maksimal berupa gambar, kata-

kata dan suara/bunyi yang membentuk kebudayaan media massa saat ini.

Kemampuan literasi media sangat penting bagi masa depan kita sebagai

bagian dari masyarakat yang demokratis.22

8. Pengertian Televisi

Penyiaran, pada hakikatnya adalah salah satu keterampilan dasar manusia

ketika berada pada posisi tidak mampu untuk menciptakan dan menggunakan

pesan secara efektif untuk berkomunikasi.23 Dan salah satu media komunikasi yang

ada dalam masyarakat salah satunya adalah televisi. Televisi adalah alat penangkap

siaran bergambar, yang berupa audio visual dan penyiaran videonya secara

broadcasting. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu tele (jauh) dan vision

(melihat), jadi secara harfiah berarti “melihat jauh”, karena pemirsa berada jauh

dari studio tv.24 Televisi juga merupakan sistem elektronik yang mengirimkan

gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini

menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang

elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan

suaranya dapat didengar.25

Prinsip televise ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884,

namun baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (AmerikaSerikat) menemukan tabung

kamera atau iconoscope yang bias menangkap dan mengirim gambar ke kotak

22
Ibid. Hal. 9.
23
Muhamad Mufid, Komunikasi Regulasi & Penyiaran, Prenada Media group, Jakarta,
2005, Hal.19
24
Ilham Zoebazary. Kamus Istilah Televisi dan Film, Gramedia, Jakarta 2010, Hal.225
25
Soerjokanto, Teori Komunikasi, Erlangga, Jakarta,2003. Hal 9
bernama televisi. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis

ke dalam sinyal elektronis untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam

gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan

pesawat televise pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertemuan

World‟s Fair di New York pada tahun 1939.26

9. Kekuatan dan Kelemahan Televisi

Ada 4 kekuatan televisi yaitu:

a. Menguasai jarak dan waktu, karena teknologi televisi menggunakan

elektromagnetik, kabel-kabel dan fiber yang dipancarkan transmisi

melalui satelit.

b. Sasaran yang dicapi untuk menjangkau massa cukup besar, nilai

aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan cukup cepat.

c. Daya rangsang terhadap medai televisi cukup tinggi. Hal ini disebabkan

oleh kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak.

d. Informasi atau berita-beriata yang disampaikan lebih dingkat, jelas dan

sistematis.

Ada 3 kelemahan televisi yaitu:

a. Media televisi terikat waktu tontonan.

b. Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial secara

langsung dan vulgar.

c. Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis massa.

Bersifat “trasnsitory” karena sifat ini membuat isi pesan tidak dapat di

26
Morissan, M.A. Manajemen Media Penyiaran (Jakarta:KencanaPrenada Media Group,
2015). Hlm. 6
memori oleh pemirsanya. Berbeda dengan media cetak, informasi dapat

disimpan dalam bentuk kliping.27

10. Televisi Sebagai Media Penyiaran

Penyiaran televise sendiri dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Live (siaran langsung)

Siaran langsung (live) merupakan siaran yang dapat langsung

disaksikan pada waktu dan tempat yang sama dengan proses produksinya. Pada

siaran live, segala persiapan harus dirancang dengan matang karena tidak ada

proses penyuntingan (editing), sehingga jika terjadi kesalahan tidak dapat

diperbaiki kembali. Siaran langsung juga memiliki slot waktu program yang

sulitdipredeksi ketepatan selesainya, sehingga jika cara langsung gagal,

otomatis mengganggu runtutan cara berikutnya.28

b. Tapping (siaran tidak langsung)

Tapping adalah sebuah acara televisi yang dibuat dengan cara

merekam,yang kemu dian melewati tahap produksi yaitu editing,mixing, dan

print.

11. Pergeseran Media Lama ke Media Baru

Media yang berbeda-beda mewakili pesan yang berbeda-beda.

Media juga menciptakan dan mempengaruhi cakupan serta bentuk

hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh media telah

berkembang dari individu kepada masyarakat. Dengan media, setiap bagian

dunia dapat dihubungkan menjadi desa global. Inilah yang kemudian

dikenal dengan teori determenisme teknologi: “Seseorang percaya bahwa

27
IswandiSyahputra. Jurnalistik Infotainment. (Yogyakarta:Pilar Media, ,2006) Hal.70
28
Ciptono Setyobudi, Teknologi Broadcasting TV,(Yogyakarta:Graha Ilmu, 2006).Hal.29
semua perubahan kultural, ekonomi, politik dan sosial secara pasti

berlandaskan pada perkembangan dan penyebaran teknologi.” Teknologi

komunikasi memainkan peran penting dalam tatanan sosial dan budaya baru

membawa perubahan dari media cetak ke media elektronik. Ada tiga bagian

penting dari konsep ini yaitu:

1) Global Village (desa global), sebuah bentuk baru organisasi sosial yang

muncul ketika media elektronik mengikat seluruh dunia dalam satu

tatanan.

2) Kondisi ini akan membawa perubahan proses distribusi pesan, bentuk

media baru mentransformasi pengalaman individu dan masyarakat

tentang pesan media.

3) Kemudian menjadi perpanjangan tangan manusia, media telah

memperpendek pandangan, pendengaran dan sentuhan melalui ruang dan

waktu.29

Keberadaan media massa dan elektronik, terutama televisi, secara

langsung atau tidak, telah ikut andil dalam mendorong berbagai kasus yang

mendera anak-anak kita. Banyaknya kasus kriminalitas anak, misalnya,

sering diinspirasi oleh tayangan-tayangan kekerasaan dalam televisi, games

online, komik-komik, surat kabar, dan lain-lain. Kasus-kasus seksual yang

dilakukan oleh anak-anak kebanyakan juga diinspirasi oleh tontonan melalui

VCD porno, bahkan lewat HP. Tayangan sinetron yang menyuguhkan cerita

atau adegan yang mengarah pergaulan bebas, seks di luar nikah, pornoaksi,

29
Ibid. Hal. 71.
dan pornografi bentuk lain (lesbian dan homoseks) yang disiarkan televisi

atau lewat VCD porno memberikan andil cukup besar terhadap perilaku

tidak terpuji penontonnya. Apalagi adegan-adegan tidak senonoh itu

ditonton oleh anak-anak, hal itu akan berbahaya bagi mental anak-anak.30

Dengan adanya perkembangan teknologi di bidang tenologi

informasi juga memicu perubahan besar dalam teknologi digitalisasi di

mana semua konten media baik cetak dan elektronik dapat digabungkan dan

didistribusikan.31 Flew mengemukakan bahwa media digital merupakan:

“Digital media are forms of media content that combine and integrated data,

text, sound, and images of all kinds; are stored in digital formats; and are

increasingly distributed through network such as based upon broad-band

fibre-optic cables, sattelites, and microwave transmission systems ”. Media

digital adalah bentuk dari konten media yang menggabung dan

mengintegrasikan data, teks, suara, dan berbagai gambar yagn tersimpan

dalam format digital dan didistribusikan melalui suatu jaringan seperti kabel

serat optik, satelit dan sistem transmisi gelombang rendah.

Internet merupakan suatu network (jaringan) yang menghubungkan

setiap komputer yang ada di dunia dan membentuk suatu komunitas maya

yang dikenal sebagai global village (desa global). Media baru menyatukan

semua yang dimiliki media lama, jika surat kabar hanya dapat dibaca dalam

media kertas, radio hanya dapat didengar, televisi hanya menyatukan audio

dan visual. Melalui internet semua itu dapat disatukan baik tulisan, suara

30
Adrianto, Tuhana T. 2011. Op. Cit. Hal. 77
31
Tamburaka, 2013. Op. Cit. Hal. 72.
dan gambar hidup. Pengguna internet kini dapat membaca tulisan melalui

blog, website dapat mendengar radio melalui radio internet, dapat menonton

siaran berita melalui live stereaming atau mengunduh atau mendownload

video.

Dengan kata lain, semua karakteristik khas masing-masing Old

Media dapat disatukan dalam dunia New Media.32 Salah satu bentuk dari

keberadaan New Media adalah munculnya Social Network (jejaring sosial).

Mengapa disebut jejaring sosial oleh karena ternyata aktivitas sosial ternyata

tidak hanya dapat dilakukan di dunia nyata (real) tetapi juga dapaat

dilakukan di dunia maya (unreal). Setiap orang dapat menggunakan

jejaaring sosial sebagai sarana berkomunikasi, membuat status,

berkomentar, berbagi foto dan video layaknya ketika kita berada dalam

lingkungan sosial. Hanya saja medianya yang berbeda. Ada banyak jejaring

sosial yang cukup familiar antara lain: Facebook, Twitter, dan YouTube.

1.2 Studi Relevan

a. Marfuah Sri Sanityastuti, 2014. Literasi Media : Upaya Menyikapi

Tayangan Televisi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

perkembangan literasi media di kalangan orang tua, bagaimana

menyikapi tayangan televisi agar menjadi informasi yang berguna bagi

keluarga dan bagaimana upaya yang dilakukan agar anak menjadikan

televisi sebagai sumber informasi berguna dan hiburan.

32
Ibid. Hal, 75.
b. Latifah, 2014.Analisis Literasi Media Televisi Dalam Keluarga

(Studi Kasus Pendampingan Anak Menonton Televisi di Kelurahan

Sempaja Selatan Kota Samarinda).

Sesuai dengan makna yang terkandung dalam rumusan masalah

tersebut, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan

menganalisis literasi media keluarga dalam mendampingi anak menonton

televisi di Kelurahan Sempaja Selatan Kota Samarinda. Tipe penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

penelitian kualitatif deskriptif, yaitu penelitian ini adalah menggunakan

menggambar atau melukiskan objek yang diteliti berdasarkan fakta yang

ada di lapangan mengenai literasi media keluarga dalam mendampingi

anak menonton televisi di Kelurahan Sempaja Selatan Kota Samarinda.

c. Muhibbul Khoiri, 2017.Literasi Media Televisi Di Kalangan Orang

Tua Di Padukuhan Sanggrahan, Condongcatur, Depok, Sleman

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan literasi orang tua

terhadap media televisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi literasi

orang tua terhadap media televisi di Padukuhan Sanggrahan,

Condongcatur, Depok, Sleman. Penelitian menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa literasi media

orang tua dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai literasi media

tingkat dasar. Pendampingan yang dilakukan orang tua kepada anak

dalam menonton televisi dilakukan dengan cara, 1) menjelaskan tayangan

yang ada sambil mendampingi ketika menonton, 2) meminta anak


mengganti ke siaran yang lain apabila ada tayangan yang kurang pantas,

3) meletakkan televisi di tempat yang mudah untuk melakukan

pengawasan, 4) melakukan pembatasan menonton televisi. Faktor

pendukung literasi orang tua, yaitu adanya dukungan keluarga dan

adanya jam belajar masyarakat. Sementara faktor penghambat adalah

kesibukan orang tua sehingga pendampingan tidak konsisten dan

kurangnya pengetahuan tentang literasi media

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-Muko

Bathin VII Kabupaten Bungo. Dalam hal ini, peneliti mengupayakan agar tidak

merubah situasi atau prilaku orang yang akan diteliti.Dan

fokuspenelitiandiarahkanpadapemanfaatan televisi sebagai media akses informasi di

kalangan masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi. Pada

penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu melakukan

penelitian apa adanya atau gambaran yang menjelaskan tentang keadaan yang akan

diteliti.

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti

pada kondisi obyek yang alamiah, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi. Kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, data yang pasti dan mengandung makna dengan

metode observasi, wawancara dan dokumentasi.33

B. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan untuk keperluan penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang berupa teks hasil wawancara dan di peroleh

melalui wawancara dengan informan yang dijadikan sample dalam penelitian34.

Dalam hal ini penulis mencari dan mengumpulkan data berupa indikator untuk

melihatPemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi, Bagaimana Analisis

Potensi terjadinya Dampak Negatif dalam Literasi Media terhadap Anak dalam

Menonton Televisi, Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting Pada

Anak Usia Dini Menonton Televisi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang sudah tersedia dan dapat

diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat, dan

mendengarkan.35Data sekunder yang penulis maksudkan dalam penelitian

ini adalah data yang sudah terdokumentasi yang ada hubungannya dengan

judul.Adapun data sekunder tersebut sebagai berikut:

a. Historis dan geografis Desa Tanjung Agung.

b. Keadaan Penduduk Desa Tanjung Agung

c. Keadaan sarana dan prasarana di Desa Tanjung Agung.

33
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta. Hlm: 1
34
Iskandar. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persda. Hlm: 118
35
Ibid. hlm: 119
Sumber data merupakan subyek dari mana data yang diperoleh.36

Adapun sumber data penelitian ini adalah:

a. Kepala Desa Tanjung Agung.

b. Orang Tua (Ibu Rumah Tangga)

c. Anak

d. Situasi dan kondisi yang terjadi di Desa Tanjung Agung.

C. Subyek Penelitian

Istilah subjek penelitian menunjukkan pada individu atau kelompok

yang dijadikan unit atau satuan (kasus) yang diteliti.37 Subjek yang diteliti

diambil dengan menggunakan tekhnik pusposive sampling. teknik-teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Misalnya,

orang itu dianggappaling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin

dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan penelitian menjelajahi

objek/situasi social yang diteliti.38

Secara keseluruhan subjek dalam penelitian ini meliputi seluruh

karakteristik dan aktifitas yang berkenaan dengan pemanfaatan televisi sebagai

media akses informasi di kalangan masyarakat Desa Tanjung Agung

Kecamatan Muko-Muko Bathin VII dalam penanggulangan perilaku negatif

anak karena media. Sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian ini maka

yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang tua (Ibu) yang

memiliki anak usia dini.

36
Suhaimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Rineka Cipta. Hlm: 129
37
Sanapiah Faisal. 2007. Format-format penelitian social.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hlm: 109
38
Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Hlm: 54
Setelah penulis memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan

seseorang informan kunci (key informant) yang merupakan informan yang

beribawa dan dipercaya mampu “membuka pintu” kepada peneliti untuk

memasuki objek penelitian. Setelah itu penulis melakukan wawancara kepada

informan tersebut dan mencatat hasil wawancara. Kemudian perhatian penulis

pada objek penelitian dan memulai pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan

analisis terhadap hasil wawancara.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian dari proses pengujian data yang

berkaitan dengan sumber dan cara untuk memperoleh data penelitian.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

1. Metode Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan

dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadinya

peristiwa. Sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki.39

Pada observasi ini, peneliti tidak terlibat langsung dalam situasi,

tetapi cukup melihat dari dekat dan mengamati peristiwa yang sedang

terjadi. Metode observasi ini digunakan untuk melihat aktivitas dan

peristiwa yang terjadi secara langsung guna memperoleh gambaran yang

jelas mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan objek penelitian.

39
Margono. 2000. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka. Hlm: 158
2. Metode wawancara

Metode wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal semacam

percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.40 Wawancara merupakan

alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan

secara lisan untuk dijawab secara lisan pula41.Wawancara yang digunakan

dalam mengumpulkan data menggunakan wawancara terstruktur dimana

pengumpulan data, bila peneliti atau mengumpul data mengetahui dengan

pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh, dalam melakukan

wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrument penelitian berupa

pertanyaan-pertanyaan tertulis yang sudah disiapkan dan setiap responden

diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya42. Metode

ini penulis gunakan untuk memperoleh data secara langsung dari informan

dalam penelitian.

3. Metode Dokumentasi.

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.

Didalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,

catatan harian, dan sebagainya.43 Yang dilakukan dengan cara melihat, mencatat,

dokumen, serta data pendukung lainnya yang dapat menjadi sumber dalam

penelitian ini di BalitbangdaProvinsi Jambi.

E. Teknik Analisis Data

40
Ibid. hlm: 165
41
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D. Jakarta: Alfabeta. Hlm: 165
42
Ibid. hlm: 233
43
Suhaimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Rineka Cipta. Hlm: 135
Menurut Sugiyono “analisa data adalah proses mencari dan menyususn secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain44. Adapun teknik analisis data yang digunakan

adalah:

a. Analisis Domain

Analisis domain digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian

secara umum atau ditingkat permukaan, namun relative utuh tentang objek

penelitian.Dalam analisis domain ini peneliti mengemukakan beberapa

permasalahan yang bersifat pengertian secara umum yang berkaitan dengan fokus

permasalahan yang diteliti tentang pemanfaatan televisi sebagai media akses

informasi di kalangan masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi

Jambi sehubungan dengan penanggulangan perilaku negatif anak akibat televisi.

b. Analisis Taksnomik

Analisis taksnomik adalah analisis terhadap keseluruhan data yang

terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dengan demikian domain

yang telah ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai lebih rinci dan

mendalam melalui analisis taksnomi ini dan dilakukan dengan observasi

terfokus.Dalam penelitian ini peneliti mengarah untuk menjelaskan lebih mendetail

terhadap pengertian-pengertian (secara domain) kemudian dibahas kepada

permasalahan yang lebih khusus, sehingga bisa menemukan suatu sasaran dan

44
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta. Hlm: 244
tujuan peneliti pemanfaatan televisi sebagai media akses informasi di kalangan

masyarakat Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-Muko Bathin VII.

c. Analisis Kompenensial.

Analisis kompenensial yaitu mencari cirri spesifik pada setiap struktur

internal dengan cara mengkontraskan antara element dan data ini dicari melalui

observasi, wawancara, dan dokumentasi.Dalam penelitian ini peneliti langsung

terjun ke lapangan untuk dapat menilai bagaimana pemanfaatan televisi sebagai

media akses informasi di kalangan masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo

Provinsi Jambi.

F. Trianggulasi Data

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatan sesuatu yang lain diluar data itu, untuk keperluan pengecekkan

atau sebagai pembanding terhadap data itu; tekhnik trianggulasi yang banyak

digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Menurut Denzim yang

dikutip oleh Moleong membedakan empat macam trianggulasi sebagai tekhnik

pemeriksaan yang memanfaatan penggunaan sumber, metode, penyidik dan

teori.45 Kemudian trianggulasi berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam penelitian kualitatif, hasil ini dicapai dengan jalan:

a) Membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi.

45
Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hlm:
330
c) Membandingkan apa yang dikatakan masyarakat tentang situasi penelitian

dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

d) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti orang biasa, orang berpendidikan

menengah atau tinggi,

e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.46

46
Ibid. hlm: 331
BAB III

GAMBARAN UMUM SEJARAH DESA TANJUNG AGUNG KECAMATAN

MUKO-MUKO BATHIN VII

A. Sejarah singkat Tanjung Agung

Pada mulanya sekitar zaman kerajaan sulthan thaha, desa Tanjung

Agung adalah merupakan kedudukan jenang dan ini terbukti ada beberapa

nama sebagai pengikut sultan thaha bergeliya karena anti penjajah. Salah satu

yang dapat dibuktikan adalah adanya makam jenang buncit yang tewas

diujung tanjung tebo karena dibunuh belanda pada saat mengambil air wudhu.

Konnon ceritanya, jenang buncit ini memang mirip dengan perawakan

dengan tubuh sulthan thaha. Selain jenang buncit terdapar nama nama yang

juga anti penjajah yaitu. Jenang M,, Nuh, Kedemang samad, Abdul latis dan

lain lain47.

Berdasaran sejarah yang penulis dapat dari orang tua tua yang masih

hidup, pada awalnya desa Tanjung Agung berdiri tidak disahkan oleh suatu

keputusan gebenur atau lainya namun keberadaanya tetap diakui oleh

pemerintah. Desa Tanjung Agung sering di sebut desa sukarnian, karena

beberapa orang melihat karakteristik masyarakatnya terkadang susah diatur.

Namun tidaklah demikian adanya, karena sesunguhhnya kata Tanjung Agung

merupakan asal kata susunan . yang artinya mudah tersusun. Hal ini dapat

47
Dokumentasi (2-april-2018)
dibuktikan sampai saat ini, masyarakat desa Tanjung Agung paling mudah

menyusunnya.

Kata susunan juga bearti mudah tersusun membentuk barisan,

memang masih dapat dilihat dan dirasakan sampai saat ini masyarakat desa

Tanjung Agung sifat kekompakanya dan kegontong royonganya sangat

tinnggi, namun ada sisi negatifnya dilihat oleh masyarakat luar. Karena harus

diakui akibat dari mudah tersusun dan membentuk barisan, terkadang

mengeroyok orangpun harus harus kompak. Sebenarnya tidak demikian

adanya, karena masyarakat desa Tanjung Agung sifat solidaritas seamanya

memang sanggat tinggi ini dapat dibuktikan mulai dari mendapat kemalangan

sampai ke pesta perkawinan termasuk pembangunan. Kekompakan dan

kegontongroyongan sanggat lah tinggi, diantaranya masalah kematian, tidak

kurang 15 kekompak persatuan kematian datang untuk menangulangi beban

dari keluarga yang mendapat musibah, begitu juga dari pesta perkawinan

bahwa tercatat setiap tahunya rata-rata 50 s/d 60 kali masyarakat Tanjung

Agung mengadakan pesta perkawinan anaknya baik itu orang kaya maupun

miskin, namun semuanya dapat melaksanakan pesta tersebut, itu semua

berkat adanya budaya kami sebut (kumpul munsanak).

Kepemimpinan seseorang di desa Tanjung Agung baru disebut

penghulu sekitar tahun 1930, yang pada saat itu di bawah pimpinan penghulu

Abdul Muis copot48. Sehingga sejak saat itu sampai sekarang sudah 14 orang

yang menjadi penghulu atau kepala desa didesa Tanjung Agung ini dengan

48
Dokumentasi, (02 April 2018)
susunan sebagai berikut: Abdul Muis (Copot), H.zuhur saini Hutagalung,

M.Sa‟ari dan Kentot Bin Pidin, keenam penghulu tersebut tidak dipilih

masyrakat seperti sekarang, tetapi karena kharismanya diangkat oleh

masyarakat secara spontan, kemudian sejak tahun 1960 barulah seorang

penghulu atau kepala desa dipilih langsung secara demokrasi oleh masyarakat

atau rakyat. Sejak tahun 1960 yang menjadi kepala desa Tanjung Agung

adalah: (1),M.Saini (1959 s/d 1967). (2),Kasim Kamarudin (1967 s/d 1979)

(3),Sarudin Majid (1979 s/d 1983) (4),M yasin Rusli (1983 s/d 1998) (5),

Ramli B (1998 s/d 1999) (6),Ramli B (1999 s/d 2007) (7),Al furqon (2007 s/d

2013), Ibrohim (2013/2018).

Desa Tanjung Agung saat ini tidak lagi seluas asalnya semula

berbatasan dengan desa Suka Jaya. Pemerintah melalui depertemen sosial RI

di Desa Suka Jaya dijadikan proyek transmigrasi lokal. Maka dalam

perkembanganya, pemukiman transmigrasi tersebut dijadikan suatu desa

pemekaran dari desa Tanjung Agung, yang pada saat itu dipimpin arahman

ja‟far sebagai kepala desa (penghulunya)49. Namun perkembangan penduduk

di Desa Suka Jaya (daerah transmingarsi lokal) saat itu dari hari kehari

semakin berkembang sehingga pada tahun 1983 oleh pemerintahan pusat

sesuai dengan permendagri nomor 4 tahun1981 bagi desa yang penduduknya

kurang dari 100 kk akan digabunng dengan desa tetangga. Oleh karena itu

pada saat M.yasin rusli (alm) sebagai kepala desa Tanjung Agung, saat itu

desa Tanjung Agung terdiri dari enam dusun yaitu (a) Dusun Pancuran

49
Dokumentasi,(02 April 2018)
Gading (b)Dusun Suka Jaya (c). Dusun Pasar Raya (d). Dusun Kampung

Tengang (e). Dusun Pasar Pulai (f). Dusun Kampung Solok.

Maka dengan Desa Suka Jaya dimassukan untuk mencukupi

penduduknya agar lebih dari 100 kk. Dengan demikian berdasarkan sk

gebenur jambi nomor 1988 . Kemudian perkembangan masyarakat desa

Tanjung Agung dari tahun ketahaun terus bertambah, maka pada tahun 2006

desa Tanjung Agung kembali dimekarkan, yaitu dusun Suka Jaya menjadi

desa Suka Jaya.

A. Letak geografis

Desa Tanjung Agung secara geografis terletak dibagian Timur, rata-rata

suhu maksimum 29-33 derajat celcius, dengan macam macam musim yaitu

kemarau, hujan, dan pancaroba. Luas wilayah desa Tanjung Agung adalah

982 Ha. Dengan batasan wilayah sebagai berkut

 Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Arang

 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tebat

 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Rantau Pandan

 Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pulau Pekan

Kemudian untuk memudahkan dalam menjelaskan program pembangunan

dari roda pemerintahan Desa Tanjung Agung diperlukan jarak tempuh sebagai

berikut50:

 Jarak tempuh ke ibu kota kabupaten 10 km

50
Dokumentasi, (02 April 2018)
 Jarak tempuh ke ib kota kecamatan 4 km

B. Struktur organisasi

Sebagai mana halnya suatu badan organisai, baik dibawah naungan

pemerintah ataupun swasta, kecil maupun besar tidak terlepas dari suatu

badan yang disebut dengan stuktur organisasi, pengurus organisasi,

mempunyai tanggung jawab terhadap maju mundurnya suatu organisasi

yang dipimpinya.

Demikianlah pula halnya dengan Desa Tanjung Agung, dalam

mengadakan penyelengaraan pemerintahan, Desa Tanjung Agung dipimpin

oleh seorang kepala desa sebagai penangung jawab dalam pemerintahan

untuk mengurus rumah tangganya untuk melaksanakan program

pembangunnan baik berasal dari pemeintsh pusat maupundari pemerintahan

daerah. Dalam menjalankan tugasnnya sebagai kepala desa dibantu oleh

sekretaris desa serta staf atau perangjat desa. Dengan adanya kerjasama

yang baik maka roda pemerintahan tentu berjalan dengan baik, sesuai

dengan yang di harapkan oleh seluruh lapisan masyarakat Desa Tanjung

Agung.

Kepala desa Tanjung Agung adalah penangung jawab tertinggi

dilingkupan desa, tentu merupakan contoh terladan yang baik bagi

masyarakat desa Tanjung Agung yang dipimpinya. Untuk lebih jelasnya

dapat di lihat pada struktur pemerintahan Desa Tanjug Agung kecamatan

Muko-Muko Bathin VII kabupaten Muaro Bungo seperti tercantum di

bawah ini :
Tabel:1

Gambar : Struktur pemerintahan Desa Tanjung Agung.

Sumber data : Dokumenntasi kantor kepala Desa Tanjung Agung, Kecamatan

Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo

Struktur pemerintahan sangat penting dalam menunjang keberhasilan

pembangunnan desa dari struktur tersebut dapat di ketahui secara jelas

perjalanan kepemimpinan sesuai dengan jabatan dan tugasnya masin-masing

yang pada giliranya akan bekerja sesuai dengan tugasnya sserta dinilai

kepemimpinanya oleh masyarakat.

C. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Umum Penduduk Desa Tanjung Agung

Secara umum penduduk Desa Tanjung Agung dalam setiap tahunya

mengalami banyak peningkatan penduduk desaTanjung Agung, berjumlah

3,444 jiwa. Dari tahun ketahun penduduk Desa Tanjung Agung selalu

banyak perempuan dari penduduk laki laki 1,705 jiwa. Jumlah penduduk

perempuan 1.739 jiwa. Jumlah kepala keluarga atau kk sebanyak 888

kk.Penduduk Desa Tanjung Agung rata rata adalah berasal dari suku melayu

dan tidak ditemukan yang berasal dari suku lain. Sebagaimana hasil

wawancara penulis dengan salah satu tokoh masyarakat, (Bapak Abdul

Razak), sekretaris Desa Tanjung Agung, sebagai berikut:


“penduduk Desa Tanjung Agung mayoritasnya berasal dari suku melayu, dan ada
beberapa suku yang jumlahnya jauh lebih sedikit seperti suku jawa, tidak
ditemukan suku selain melayu dan jawa di desa ini”

2. Ekonomi

Perekonomian adalah suatu serana yang paling mutlak. Untuk itu

manusia untuk berusaha sekuat tenaga agar mendapatkan hasil yang

diinginkan semaksimal mungkin. Secara geografis pada umunya wilayah

Desa Tanjung Agung merupakan suatu daerah yang agraris karena banyak

lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi mata pencarian hidup bagi

warga Desa Tanjung Agung.

Pada umunya masyarakat Desa Tanjung Agung mempergunakan lahan

untuk dijadikan lahan persawahan dan juga lahan perkebunan, hal ini

terlihat dalam kehidupan mereka sehari hari kebanyakan mereka bekerja

sebagai petani sawah sehingga masyarakat tidak kekurrangan bahan pokok

berupa beras dari hasil saah yang mereka garap sendiri. Disektor pertanian

masyarakat Desa Tanjung Agung lebih dominan pada petani sawah, petani

karet dan petani kepala sawit. Selain itu juga ada yang mengandalkan

bertani sayur mayur, namun jumlahnya lebih sedikit dan bersifat musiman.

Disamping sebagai petani ada juga penduduk desa yang bekerja sebagai

pedangang, pengrajin, pegawai negeri, dan montir.


Tabel: II

Keadaan Mata Pencarian Penduduk Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-


Muko Bathin VII

No Jenis Mata Pencaharian persentase


1 Petani Karet 35 %
2 Petani sawah 25 %
3 Petani Sawit 10 %
4 PNS 10 %
5 Buruh 9%
6 Lain Lain 1%
7 Montir 1%
8 Pengrajin 1%
9 Pedagang 15 %

Sumber Data: Dokumentasi Kantor Kepala Desa Tanjung Agung Kecamatan

Muko-Muko Bathin VII Kab. Muaro Jambi Tahun 2013-2017

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mata pencaharian masyarakat

Desa Tanjung Agung Kabupaten Muaro Bungo umumnya adalah petani. Hal ini dapat

dipahami karena potensi masyarakat Desa Tanjung Agung adalah petani karet, petani

sawah, dan petani sawit sebagai mata pencaharian utama mereka. Hal tersebut seperti

yang dijelaskan oleh bapak Ibrohim kepala Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-

Muko Bathin VII kabupaten Muaro Bungo sebagai berikut:

“Mata pencaharian pendududk Desa Tanjung Agung mayoritasnya adalah petani


sawit, petani sawah, dan petani karet, namun dalam waktu tertentu mereka juga
menanam sayur sayuran untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari hari”

D. Agama, Kesehatan, dan Pendidikan

1. Agama

Dalam kehidupan sehari hari manusia tidak terlepas dari hubungan sesama

manusia dan hubungan kepada sang pencipta oleh karena itu harus ada

keserasian antara keduanya dalam menjalani kehidupan ini. Manusia sebagai


makhluk tuhan yang mempunyai kedudukan dan martabat yang sama tidak ada

perbedaan antara mereka.Berdasarkan pengamatan dilokasi penelitian

bahwasanya secara keseluruhan masyarakat Desa Tanjung Agung memeluk

agama islam. Sedangkan yang menganut agama selain islam tidak terdapat

sama sekali di desa Tanjung Agung. Untuk dapat mengetahui secara lebih jelas

tentang keadaan agama penduduk Desa Tanjung Agung dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel : III

Penganut Agama di Desa Tanjung AgungKecamatan

Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo


No agama Jumlah penduduk persentase
1 Islam 3.444 Jiwa 100%
2 Kristen Khatolik - -
3 Kristen Protestan - -
4 Hindu - -
5 Budha - -
Jumlah 3.444 Jiwa 100%

Sumber data: Kantor kepala Desa Tanjung Agung Kecamatan

Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo

Dari data diatas dapat kita lihat bahwa islam menjadi keyakinan paling banyak

dianut oleh masyarkat Desa Tanjung Agung sampai hari ini. Tiap tiap agama mempunyai

tempat ibadah masing masing sesuai keyakinan mereka, berikut dapat kita lihat jumlah

tempat ibadah yang dimiliki Desa Tanjung Agung pada tabel dibawah ini:

Tabel: IV

Sarana Tempat Peribadatan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kecamatan

Muko-Muko Bathin VII

No Nama tempat Ibadah Jumlah tempat Ibadah persentase


1 Masjid 3 buah -
2 Mushola 7 buah -

Sumber data: Kantor Kepala Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-Muko


Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo Tahun 2013-2017

Dengan sarana peribadatan tersebut, maka kegiatan agama islam dapat

dilaksanakan oleh warga Desa Tanjung Agung. Kegiatan yang dilaksanakan dimasjid atau

di mushola meliputi sholat jum‟at, shola terawih, witir, sholat idul fitri, idul adha, sholat

lima waktu, memperingati hari besar islam mengaji dan kegiatan kegiatan agama lainya.
Kegiatan keagamaan yang dilakukan didesa Tanjung Agung hampir sama

dengan daerah lainya seperti : yasinan ibu-ibu dan bapak bapak yang diadakan secara

rutin dari masjid, langar dan rumah ke rumah. Yasinan untuk ibu ibuk biasanya

dilaksanaka pada hari jumat pukul 14.00 wib. Selain hari jumat yasinan ada juga antar

dimana kita bertempat tingal. Selain itu ada juga mengadakan yasinan bulanan yang

dipimpin oleh Bupati Muaro Bungo, ibuk camat dan lain llain yang diadakan di masjid

masjid pada siang hari.

Yasin bapak bapak diadakan setiap malam jumat di masjid. Langar dan rumah

kerumah. Hampir seluruh bapak bapakk di anjurkan mengikuti acara rutin itu. Walaupun

kaya atau miskin, karena ada istilah kita harus mengumpuulkan uang sebesar Rp. 5000

perkepala keluarga, dana tersebut digunakan untuk uang kosumsi atau yang lain, yang di

laksanakan pada malam senin dirumah guru atau ustadz. Dan bapak bapak juga

mengadakan pengajian acaranya sebulan sekali dari rumah kerumah, acaranya seperti :

Siraman rohani (Zikir bersama) Yasinan dan lain lain.

Yasinan untuk anak remaja diadakan pada malam rabu yang diadakan di masjid dan boleh

juga dilaksanakan dirumah (bagi yang menginginkanya). Acaranya siraman rohani,

khotam qur‟an dan yasinannbersama. Dan untuk anak anak yang ingin belajar mengaji

iqro, dan al qor‟an di adakan setiap malam habis mangrib sampai mejelang isya, diadakan

dimasjid, langgar, dan ada yang belajar dirumah warga.

Terhadap pelaksanaan hari besar islam, masyarakat Desa Tanjung Agung sangat

rutin melaksanakannya yang dihimbau oleh kepala desa dan sekretaris dan staf stafnya.

Hari besar islam yang diperingati misalnya hari besar Isra mi‟raj, maulid nabi, dan hari

besar islam lainya. Masyarakat Desa Tanjung Agung juga ikut serta dalam lomba lomba

dibidang keagamaan misalnya MTQ dan lain lain.


2. kesehatan

Fasiliitas kesehatan sebagai penunjang kesehatan masyarakat sangat penting

dalam keberadaannya, dibidang kesehatan desa Tanjung Agung sangat banyak perhatian

dari kepala desa dan perangkat desa, baik dalam puskesmas, posyandu, dalam prasarana

penerangan air bersih dan listrik, untuk sarana kesehatan penduduk Desa Tanjung Agung

dapat dilihat pada table sebagai berikut.

Tabel: V

Fasilitas Kesehatan Desa Tanjung Agung

Kecamatan Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo

No Nama Alamat Ket/persentase Jumlah


1 Kantor Kepala Desa Ds.Pancuran Gading - 1
2 Puskesmas Pembantu Ds.Pancuran Gading - 1
Rt. 01 Ds. Pasar Raya
Rt. 07 Ds. Pancuran
Gading - 1
Rt. 09 Ds. Kampung - 1
3 Posyandu Solok - 1
Induk Perkantoran di
sebuah sebelah kantor
80 % setiap
4 Air PDAM desa rumah 1
98 % Setiap
5 Listrik - Rumah -
Sumber data: Kantor kepala Desa Tanjung Agung Kecamatan Muko-Muko
Bathin VII Kabupaten Muaro Bungo 2013-2017
Khusus prasarna kesehatan didesa Tanjung Agung terdapat prasarana-prasarana

misalnya 1(satu). Dari sarana prasarana kesehatan masyarakat yang terdapat di seluruh

sudah dianggap mencapai untuk ukuran. Masyarakat Desa Tanjung Agung kedepan

diharapkan ada jenjangan jenjangan sarana prasarana penduduk lainnya, baik secara

kuantitas maupun secara kualitas sumber daya manusianya.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi anak anak.

Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi sekolah

adalah keseimbangan jumlah penduduk yang berminat untuk bersekolah atau

melanjutkan kejenjang lebih tinggi dengan sarana dan prasarana yang ada pada

masing masing jenjang pendidikan. Adanya minat penduduk melanjutkan

pendidikan harus didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Sehingga pembangunan dibidang pendidikan dapat benar benar menyentuh

masyarakat sampai kelapisan bawah tampa memandang apapun, inipun tidak

terlepas dari besarnya anggaran pendidikan yang harus diberikan pemerintah

untuk pendidikan.

Tabel : VI

Sarana dan Prasarana Pendidikan Desa Tanjung Agung

No Nama Alamat Jumlah Murid


Pancuran
1 Taman Kanak Kana Gading 1 Unit 22
Pasar Raya
Kampung
2 Play Group (PAUD) Solok 2 Unit 10
Pasar Raya
Pasar Pulai
Pancuran
3 Sekolah Dasar Gading 3Unit 555
4 Sekolah Menengah Pertama Suka Jaya 2Unit 1.240
Pasar Raya
Pancuran
Gading
5 Madrasyah Diniyah (MAND) Pasar Raya 2 Unit 1.222

Dokumentasi : Kantor Kepala Desa Tanjung Agung Kec. Muko-Muko Bathin VII

Kab. Muaro Bungo 2013/2017

DiJenjang Pendidikan Seperti TK, SD, SMP dan Madrasayah beragam jenis

sekolah baik swasta atau sudah baik dari segi mutu maupun kurikulum pendidikan

didalamnya dimana sekolah tidak hanya memberikan pendidikan secara umum tetapi juga

menitik beratkan pendidikan agama dan bahasa asing seperti bahasa inggris pada murid

muridnya. Dan jenjang pendidkan ini mengalami peningkatan dari segi minat yang sangat

pesat dari tahun ketahun. Ini juga di dorong oleh minat orang tua yang inggin memasukan

anaknya kesekolah/jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dan setiap tahun murid

murid baru dri sekolah berupaya mendaftarkan ke jenjang yang lebih tinggi.
BAB IV

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi di Kalangan

Masyarakat Desa Tanjung AgungKab. Bungo Provinsi Jambi

Menurut Potter mendefinisikan media literacy media sebagai satu

perangkat perspektif dimana seseorang dalam menafsirkan pesan-pesan yang di

terima dan bagaimana cara mengantisipasinya.51 Perangkat prespektif tersebut

dibentuk oleh berbagai macam pengetahuan yang telah terstruktur rapi, yakni

pengetahuan tentang efek media, pengetahuan tentang konten media,

pengetahuan tentang industri media, serta pemahaman tentang realitas yang

dibentuk oleh media. Pengetahuan tentang hal tersebut akan membekali

seseorang untuk memanfaatkan media dengan memperoleh hasil positif yang

lebih banyak.

Tujuan literasi media atau melek media adalah memberikan kontrol

terhadap penafsiran peran media. Pesan yang disampaikan oleh media

kebanyakan bersifat bias, sehingga memerlukan filter untuk mencegah

kesalahan dalam penafsiran. Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada

literasi pada media televisi.

51
Potter, W. J. 2010. The State of Media Literacy. Journal of Broadcasting & Electronic
Media 54(4). Hlm. 675–696.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan peneliti, kemampuan orang

tua di Desa Tanjung Agung dalam menganalisis informasi dari tayangan

televisi secara kritis masih terbatas. Orang tua paham tentang dampak negatif

dan positif televisi terkait dari tayangan tersebut. Namun untuk pemahaman

secara lebih mendalam terkait dampak jangka panjang atau psikologis anak

belum terlalu memahami. Informan menceritakan bahwa pengetahuan

mengenai tayangan televisi yang baik dan buruk untuk anak hanya sebatas

pada jenis tayangan, kalau tayangan itu berjenis kartun orang tua tidak akan

terlalu khawatir.

Hal tersebut seperti apa yang disampaikan oleh salah seorang ibu rumah

tangga di Desa Tanjung Agung yaitu Ibu Kustaniah kepada penulis dalam

sebuah wawancara sebagai berikut:

“Pada dasarnya tidak ada kekhawatiran yang berlebihan kepada anak-


anak kami ketika dia menonton tayangan televisi, karena kami sebagai
orang tua pun sesekali juga memperhatikan apa yang mereka tonton.
Apalagi, jika yang ditonton anak itu merupakan tayangan kartun.”52

Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh ibu Misdayati yang

memiliki toko di depan rumahnya untuk berjualan. Dalam wawancara dengan

penulis beliau menyampaikan bahwa:

“Televisi menurut saya sudah menjadi suatu yang cukup penting bagi
setiap orang. Karena dengan adanya televisi kita dapat mengetahui
banyak informasi dan juga banyak hiburannya. Dan tidak ada masalah
buat saya jika anak sering menonton televisi selama yang ditontonya itu
biasa-biasa aja, apalagi kalau film kartun. Daripada mereka main di luar
rumah.”53

52
Wawancara dengan Ibu Kustaniah pada tanggal 4 Maret 2018
53
Wawancara dengan Ibu Misdayati pada tanggal 14 Maret 2018
Jika informan sudah berasumsi tidak ada kekhawatiran terhadap

beberapa jenis tayangan di televisi itu suatu hal yang kurang baik, sebab

tayangan televisi tidak hanya memiliki efek kognitif saja melainkan juga

perilaku. Menurut Effendy, televisi mempunyai efek konatif/behavioral yang

berhubungan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu

tindakan, karena berbentuk perilaku, maka efek konatif ini sering juga disebut

efek behavioral.54 Hal tersebut didukung hasil penelitian Aryanty televisi

berpengaruh pada perkembangan otak menurun atau hilangnya minat

membaca, memberikan perubahan perilaku dan mental anak, meningkatkan

kriminalitas, membuat ketagihan sehingga anak-anak malas belajar.55 Hal

tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan orang tua tentang tayangan-

tayangan televisi untuk mendukung pendampingan untuk anak dalam

menonton televisi, karena berkaitan erat dengan perilaku anak-anak dalam

kehidupannya sehari-hari dan betapa bahayanya jika orang tua membebaskan

anak untuk menoton televisi.

Penjelasan tersebut penulis buat karena sebagian besar informan yang

di wawancara menjelaskan bahwa tidak ada larangan khusus kepada anak

untuk menonton televisi selama tidak mengganggu waktu sekolahnya.

Disamping itu juga, anak-anak menonton menonton televisi sering bersama

orang tua. Seperti penjelasan dari beberapa infroman dibawah ini kepada

penulis dalam wawancara langung bahwa:

54
Effendy, O. U. 1993. Siaran Televisi: Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju
55
Ariyanti, Riza Dwi. 2010. “Analisis Alih Kode dan Campur Kode Penggunaan Bahasa
Indonesia pada Percakapan Bukan Empat Mata Bulan Juli 2010”. Skripsi S1. Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Ibu Maryati:
“Kalau masalah larangan menonton televisi bagi anak kami, tidak ada
larangan khusus, karena kami juga sering bersama anak dalam
menonton televisi. Disamping itu juga, TV berada di ruang keluarga,
jadi kalaupun anak menonton sendiri kami tetap dapat memperhatikan
mereka, karena saya kan setiap harinya di rumah saja.56
Ibu Henni :
“Tidak ada masalah bagi kami jika anak nonton TV, apalagi yang
ditonton itu acara kartun. Kemudian juga, kan ketika anak nonton sering
dengan kami.”57
Ibu Renni:58
“Tidak ada yang perlu ditakutkan ketika anak saya menonton televisi,
karena televisi kami berada di ruang keluarga dan ketika menonton pun
bersama-sama. Jadi apa yang ditonton anak, kami tahu dan juga
menontonnya.”
Ibu Diah Maryana:
“Selama tidak mengganggu waktu belajar sih, tidak ada masalah jika
anak lebih memilih menonton tv dari pada bermain di luar rumah.
Malah hal itu akan membuat kami lebih mudah mengontrol kegiatan
anak setiap harinya.”59

Pengetahuan orang tua perihal industri media masih berkisar

pengetahuan pada kulit luar. Pada beberapa informan mengetahui tentang

kepemilikan media yang dihubungkan dengan kepentingan pemilik media.

Hanya saja informan masih belum menangkap keterkaitan dan pengaruh antara

kedua hal tersebut pada konten televisi dan pengaruhnya pada efek televisi

khususnya kultivasi.

Berdasarkan penjelasan dari beberapa informan yang penulis temui

untuk diwawancara menjelaskan bahwa televisi tidak akan memberi pengaruh

buruk kepada anak selama kita sebagai orang tua tahu apa yang ditonton oleh

56
Wawancara dengan Ibu Maryati pada tanggal 16 Maret 2018
57
Wawancara dengan Ibu Henni pada tanggal 15 Maret 2018
58
Wawancara dengan Ibu Renni pada tanggal 16 Maret 2018
59
Wawancara dengan Ibu Diah Maryana pada tanggal 16 Maret 2018
anak itu bukanlah acara-acara yang tidak baik unuk mereka. Hal ini seperti apa

yang disampaikan oleh informan seperti di bawah ini:

Ibu Maryati:
“Kalau pengaruh buruk yang diakibatkan oleh menonton televisi bagi
anak, saya rasa tergantung bagaimana kita sebagai orang tua
mengetahui apa yang ditonton anak itu merupakan acara-acara yang
baik untuk mereka atau tidak. Jadi selama kita mengawasi mereka saya
rasa tidak ada yang perlu dicemaskan. Kemudia juga menurut saya,
terkadang dengan menonton televisi anak bisa banyak belajar tentang
sesuatu yang bagus asal kita selalu mengawasi yang meraka lihat itu.60
Ibu Henni:
“Menurut saya, pengaruh buruk dari televisi sih tergantung apa yang
ditonton oleh anak. Jika yang ditonton itu acaranya bagus, malah bisa
memberi pengaruh yang baik untuk anak, jadi intinya bagaimana kita
mengatur apa yang ditonton oleh anak.”61
Ibu Diah Maryana:
“Untuk pengaruh dari televisi kepada anak itu dilihat dari apa yang
mereka tonton. Jadi kita lah sebagai orang tua yang harus terus
memperhatikan apa yang ditonton.”62

Dalam ilmu komunikasi, pada tingkat analisiskarakter, teknologi

merupakan bagian dari studi sosial.Namun, begitu masuk ke dalam media

televisi yang dihadapibukan lagi pesan yang memiliki konteks sosial, tetapijuga

perangkat lunak dan perangkat keras yangberkonteks fisika. Keluarga dalam

hal ini berperan dalam menanamkan literasi media pada anak-anak. Latar

belakang keluarga informan yang beragam menyebabkan perilaku anak-

anaknya juga beragam.

Orangtua belum benar-benar menyadari dampak televisi bagi anak.

Tidak semua tayangan-tayangan itu bisa mereka pahami dengan benar,

60
Wawancara dengan Ibu Maryati
61
Wawancara dengan Ibu Henni
62
Wawancara dengan Ibu Diah Maryana pada tanggal 16 Maret 2018
sehingga dampaknya bisa buruk bagi anak. Disini, peran orang tua sangat

penting, karena apabila orangtua telah memiliki pengetahuan dan keterampilan

mengenai media maka orangtua dapat membentengi diri sendiri sehingga dapat

menjadi contoh yang baik bagi anak.

B. Analisis Potensi terjadinya Dampak Negatif Literasi Media terhadap

Anak dalam Menonton Televisi

1. Potensi Konflik dari Perspektif

Dalam pencegahan konflik, teori yang lebih relevan dan harus didorong

adalah teoriuses and gratification, yakni bahwa menyatakan bahwapengguna

media memainkan peran aktifuntuk memilih dan menggunakan media

tersebut.Jadi, pengguna media adalah pihak yangaktif dalam proses komunikasi,

bukan medianya.Asumsinya adalah pengguna media memilikipilihan alternatif

untuk memuaskan kebutuhannya.

Dalam penelitian ini, memang terlihatposisi konsumsi media memang

berada di tanganpara informan itu sendiri. Mereka yangmenentukan kapan mereka

menonton televisi,kapan tidak menonton. Apa yang akan merekatonton, dan apa

yang mereka tidak ingin tonton.Termasuk kapan dan dimana mereka ingin danakan

menonton. Tetapi di sinilah sesungguhnyayang menjadi persoalan dalam literasi

mediabagi kalangan anak.

Keaktifan atau dalam hal ini bisa disebutkebebasan memilih media hanya

„aman‟ diterapkanpada khalayak dewasa, sementara bagi khalayakanak,

pendampingan menjadi hal yangkrusial, karena tidak semua program yang

disajikantelevisi di Indonesia aman bagi anak-anak, begitupun dengan program

yang juga ditujukanuntuk anak-anak itu sendiri.Menurut Teori uses and

gratification, orangmemanfaatkan media untuk kebutuhan khususmereka. Teori ini


dapat dikatakan memiliki pendekatan user/audience -centered. Bahkan untuk

komunikasi (katakanlah antar-pribadi) orang merujuk kepada media untuk topik

yang mereka diskusikan dengan diri mereka sendiri. Mereka mendapatkan lebih

banyak pengetahuandan itu adalah pengetahuan diperoleh dengan menggunakan

media untuk referensi.

Dalam konteks literasi media untuk anak, konsep user atau audience

centered justruharus dikurangi mengingat kemampuan anak untuk membedakan

konten yang bermanfaat dengan tidak bagi dirinya masih dianggap lemah.Justru

karena pemikiran inilah stasiun televisi diwajibkan untuk menampilkan

kategorisasi, meskipun dalam praktiknya, pencantuman kategori ini juga masih

banyak yang dilanggar dengan sadar oleh anak-anak yang dijadikan informanitu

sendiri.

Berdasarkan pemikiran Anderson danLorch dalam Active Theory of

Television Viewing, keaktifan anak dalam memahami televisi tidak berarti

kemudian membiarkan anak-anak dilepasbegitu saja ketika menyaksikan televisi.

Bahkan anak yang memahami kategorisasi sekalipun tetap menonton acara itu

dengan alasan hiburan,bukan karena ia tidak tahu.Potensi konflik yang bisa hadir

dalam pandangan ini adalah, anak menganggap ia bisa membedakan konten media

mana yang baik dan buruk (sadar) akan tetapi sesungguhnya, kontenyang sensitif

konflik itu menumpuk dalam benaknya menjadi pengetahuan kognitif yang

mungkin suatu saat akan keluar. Dari pengakuan informan juga, mereka sering

menggunakan temuan diksi yang sensitif konflik itu dalam keseharian,meski diakui

sebagai bercandaan saja. Di sinilah yang harus diwaspadai, karena meskisi anak

menyebut hanya bercanda, belum tentu dengan anak yang dijadikan „korban‟

bercandanyaitu. Beberapa contoh kasus di televisi juga menunjukkan banyak orang


yang „niatnya‟ bercandatapi kemudian membawa masalah karena ada pihak yang

tersinggung.

Oleh karena itu, sedapat mungkin, penumpukandiksi sensitif konflik ini

harus bisa dihindari, tidak cukup dengan anggapan bahwa seorang anak cukup aktif

memilih dan memilah acara sendiri. Dalam hal ini, pendampingan aktif orang tua

atau pendamping dewasa sangat dibutuhkan sehingga anak tidak dibiarkan

menonton sendiri.

2. Model Literasi Media yang Dibutuhkan

Secara umum ditemukan bahwa sumber potensi konflik sosial tidak selalu

didapatkan dari media. Interaksi sosial anak juga berpengaruh dalam hal ini.

Sebagian besar tindakan yang dilakukan anak ketika menggunakan bahasa yang

bisa memicu konflik diakui hanya dalam konteks main-main atau bercanda, akan

tetapi jika kebiasaan ini berlanjut, di kemudian hari sangat memungkinkan bisa

menjadi penyebab konflik, baik individu maupun sosial. Merujuk pada tiga tujuan

kegiatan literasi media yang dikemukakan dalam Workshop Nasional Konsep dan

Implementasi Media Literacy Indonesia yakni proteksionis, pemberdayaan,dan

studi media, maka model literasi media yang diperlukan dalam pencegahan konflik

sosial bagi anak harus ditekankan padatujuan proteksionis.

Tujuan proteksionis, adalah dimana media diaggap berpotensi merugikan

dan dapat menimbulkan dampak negatif sehingga khalayak pengguna media perlu

diberi kegiatan literasi media. Dalam hal ini, perlindungan terhadap anak dari

terpaan konten media yang berpotensi yang memungkinkan masuknya kontenatau

muatan yang sensitif konflik.Literasi media yang bersifat proteksionisakan

membuat apa yang dimaksud oleh Pottersebagai „filtering‟ karena berusaha untuk

mereduksikonten negatif yang masuk ke dalam diri anak. Seharusnya, filtering ini
dilakukan pertama kali oleh media itu sendiri sebelum menayangkan programnya,

selain itu, ada juga badan lain yang berwenang melakukan filtering, misalnya saja

Lembaga Sensor Film (LSF) yang bahkan memiliki wewenang untuk melakukan

sensor. Model literasi media bagi anak dalam pencegahan konflik sosial ini, meski

bertujuan proteksi tidak selalu harus kemudian membatasi dengan ketat hak anak

untuk mendapatkan informasidan hiburan dari televisi. Seharusnya, upaya ini

dimulai dari pengelola stasiun televisi yang lebih peka terhadap potensi konflik.

Kesadaranatau kepekaan terhadap konflik tidakselalu harus saat konflik itu terjadi,

justru di saatdamai penyajian konten yang peka konflikharus dilakukan. Dimulai

dengan hal yang sebetulnya remeh, misalnya saja mengurangi penggunanan label

(labelisasi) terhadap golongan tertentu, mengurangi konten yang menyajikan

tindakan kekerasa verbal dan non verbal, meskipun disajikan dalam konteks

bercanda dalam acara lawak misalnya.

Jika media masih sulit untuk dikontrol,atau tingkat kesadaran pengelola

media masihrenda karena berbagai faktor, maka literasi mediabertujuan

proteksionis ini perlu dilakukandalam lingkungan paling kecil dalam

masyarakat,yakni keluarga. Model literasi media proteksionis yang bisa diajukan

setelah melakukan penelitian antara lain:

1. Meningkatkan intensitas pendampingan di saat anak menonton televisi,

meski anak menonton kategori acara yang dikhususkann untuk anak-anak

sekalipun.

2. Memperhatikan waktu dan tempat anak menonton. Dalam usia yang

masih digolongkan anak-anak, sebaiknya anak menonton televisi di

ruang keluarga yang memungkinkan ia memiliki teman diskusi atau

pendamping saat menonton.


3. Dalam pendampingan perlu juga diperhatikan agar orang tua atau

pendamping memiliki kemampuan untuk menjelaskan konten media

yang ditanyakan oleh anak. Persoalan tabu juga harus dipikirkan

batasannya, sehingga anak mandapatkan jawaban yang jelas, bukan

jawaban yang menggantung.

4. Dalam model literasi media yang bertujuan proteksi ini, juga perlu

diperhatikan konsumsi konten media yang sudah terlanjur didapatkan

anak dari sumber lain, media lain yang dikonsumsi seperti internet, radio,

buku, dan lain sebagainya. Sesekali orang tua perlu meluangkan waktu

untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan anak

untuk mengetahui apakah ada pengetahuan yang memungkinkan

terjadinya penyimpangan, misalnya anggapan salah tentang seks,

stereotype terhadap golongan atau kelompok tertentu.

C. Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting Pada Anak

Usia Dini Menonton Televisi di Kalangan Masyarakat Desa Tanjung

AgungKab. Bungo Provinsi Jambi

Peran orangtua yang jelas terlihat adalah dalam pemberian kesempatan

untuk mengakses televisi. Inilah yang mempengaruhi jumlah jam menonton

para informan. Keluarga (orang tua) memiliki metode masing-masing dalam

mendidik anak-anaknya. Berdasarkan latar belakang pendidikan, latar belakang

ekonomi serta pengalaman yang dialami. Dalam menunjang praktik literasi

media keluarga banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya tingkat

pendidikan, karir, status sosial dan tingkat religiusitas masing-masing orangtua.


Semakin baik tingkat pendidikan, maka semakin baik pula keterampilan dan

dan struktur pengetahuan terhadap media.

Temuan di lapangan pendampingan yang dilakukan informan ada dua,

yaitu : pertama, pembatasan jam menonton dan pemilihan isi program tv.

Kedua, melalui diskusi dan bertukar pikiran dengan anak, sebelum, saat,

ataupun setelah menonton televisi. Tujuan pendampingan anak dalam literasi

media ialah mampu meningkatkan kualitas hubungan dalam proses

pendampingan orang tua kepada anak serta menghadirkan kemampuan

intelektual, kepedulian sosial, literasi sosial dan literasi teknologi dalam skala

tertentu atas issue-issue media dan masyarakat. Dalam hal ini literasi media

bukan berarti melarang menonton televisi. Ini adalah tindakan preventif

terhadap dampak buruk televisi.

Penjelasan tersebut berdasarkan hasil wawancara penulis dengan orang

masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian ini. Seperti apa yang

disampaikan oleh Ibu Herni yang merupakan seorang guru di salah satu SMA

di Kecamatan Muko-Muko Bathin VII kepada penulis bahwa:

“Pendampingan atau metode yang saya lakukan sebagai orang tua untuk
mengontrol kelakuan anak anak dalam menonton televisi ialah dengan
membatasi jam atau waktu menonton dan pemilihan isi program
televisi. Anak tidak boleh menonton televisi sebelum menyelesaikan
pekerjaan rumah atau PR serta waktu belajar yang sudah ditentukan
seperti pada jam 7 sampai jam 8 malam. Kemudian juga, acara yang
boleh ditonton anak hanya film-film kartun atau acara anak-anak
saja.”63

63
Wawancara dengan Ibu Herni pada tanggal 15 Maret 2018
Kemudian apa yang disampaikan oleh Ibu Anita kepada penulis dalam

wwawancara langsung sebagai berikut:

“Cara yang saya lakukan untuk mengawasi anak ketika menonton


televisi yaitu dengan menjelaskan kepada anak tentang setiap acara
yang akan ditontonnya atau sesudah menonton acara tersebut. Hal itu
dilakukan agar anak paham dan mengerti apa yang boleh ditiru atau
tidak dari acara tersebut.”64

Dan tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh ibu Henni

kepada penulis yang menerapkan dari kedua metode tersebut. Seperti hasil

wawancara penulis dengan beliau sebagai berikut:

“Dalam mengawasi anak terpengaruh dari hal yang tidak baik dari
tayangan televisi, saya sebagai orang tua memiliki dua cara yaitu
dengan membatasi waktu mereka untuk menonton dan dengan selalu
berbicara kepada mereka tentang apa yang baik dan yang tidak baik dari
acara televisi tersebut. Anak saya, hanya boleh nonton waktu pulang
sekolah saja paling lama sekitar 2 jam.”65

Literasi media lebih pada mengajarkan orangtua untuk memilih dan

memilah tayangan-tayangan yang sehat untuk anak. Dalam praktik literasi

media televisi keluarga ialah Ibu. Karena dalam penelitian ini, seorang ayah

memang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai media namun,

hanya sebatas konsumsi pribadi. Dimana hasil wawancara di lapangan

menyatakan bahwa ayah lebih fokus pada fungsi televisi sebagai sarana

informasi, yaitu hanya menonton acara berita, terlebih berita perkembangan

politik di Indonesia. Sedangkan untuk Ibu yang tidak bekerja di luar rumah

(IRT), akan lebih fokus dalam mengurus anak dalam menerapkan praktik

literasi media karena memiliki waktu yang lebih banyak dalam mendampingi
64
Wawancara dengan Ibu Anita pada tanggal 14 Maret 2018
65
Wawancara dengan Ibu Henni
anak dibandingkan ibu yang bekerja. Namun bukan berarti ibu yang bekerja

membiarkan begitu saja anak mereka terpapar media secara bebas. Bagi ibu

yang bekerja di sektor publik, Ia dapat “berkompromi” dengan membuat aturan

yang dibuat secara internal dalam keluarga. Pengawasan sebagai upaya

penerapan literasi media tidak selalu berada dalam wujud fisik, yakni

kehadiran ayah dan ibu dalam mendampingi anak menonton televisi.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan

sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pemanfaatan Televisi sebagai Media Akses Informasi di

Kalangan Masyarakat Desa Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi

Jambi

Pemanfatan tentang media televisi keluarga masih pada tingkat awal,

dimana pengetahuan dan keterampilan orang tua media masih pada

pengetahuan jenis, kategori, fungsi dan pengaruh media televisi. Keluarga

(ayah-ibu) cenderung pasif menanggapi terpaan media. Demikian pula

dalam hal pendampingan anak menonton televisi, pendampingan dilakukan

dengan dua cara, yaitu: pembatasan jam menonton dan pemilihan isi

tayangan serta melalui diskusi dan bertukar pikiran sebelum, saat, ataupun

setelah menonton televisi.

2. Bagaimana Analisis Potensi terjadinya Dampak Negatif Literasi Media

Terhadap Anak dalam Menonton Televisi

Dalam menganalisis dampak negatif literasi media terhadap anak

harus meningkatkan intensitas pendampingan di saat anak menonton

televisi, meski anak menonton kategori acara yang dikhususkann untuk

anak-anak sekalipun.Memperhatikan waktu dan tempat anak menonton.

Dalam usia yang masih digolongkan anak-anak, sebaiknya anak menonton

televisi di ruang keluarga yang memungkinkan ia memiliki teman diskusi


atau pendamping saat menonton. Dalam pendampingan perlu juga

diperhatikan agar orang tua atau pendamping memiliki kemampuan untuk

menjelaskan konten media yang ditanyakan oleh anak. Persoalan tabu juga

harus dipikirkan batasannya, sehingga anak mandapatkan jawaban yang

jelas, bukan jawaban yang menggantung. Dalam model literasi media yang

bertujuan proteksi ini, juga perlu diperhatikan konsumsi konten media yang

sudah terlanjur didapatkan anak dari sumber lain, media lain yang

dikonsumsi seperti internet, radio, buku, dan lain sebagainya. Sesekali orang

tua perlu meluangkan waktu untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan

dengan pengetahuan anak untuk mengetahui apakah ada pengetahuan yang

memungkinkan terjadinya penyimpangan, misalnya anggapan salah tentang

seks, stereotype terhadap golongan atau kelompok tertentu.

3. Bagaimana Literasi Media Pada Orang Tua Dalam Media Parenting

Pada Anak Usia Dini Menonton Televisi di Kalangan Masyarakat Desa

Tanjung Agung Kab. Bungo Provinsi Jambi

Pertama, pembatasan jam menonton dan pemilihan isi program tv.

Kedua, melalui diskusi dan bertukar pikiran dengan anak, sebelum, saat,

ataupun setelah menonton televisi. Tujuan pendampingan anak dalam

literasi media ialah mampu meningkatkan kualitas hubungan dalam proses

pendampingan orang tua kepada anak serta menghadirkan kemampuan

intelektual, kepedulian sosial, literasi sosial dan literasi teknologi dalam

skala tertentu atas issue-issue media dan masyarakat. Dalam hal ini literasi
media bukan berarti melarang menonton televisi. Ini adalah tindakan

preventif terhadap dampak buruk televisi.

B. Saran

1. Meningkatkan intensitas pendampingan di saat anak menonton televisi,

meski anak menonton kategori acara yang dikhususkann untuk anak-anak

sekalipun.

2. Memperhatikan waktu dan tempat anak menonton. Dalam usia yang masih

digolongkan anak-anak, sebaiknya anak menonton televisi di ruang keluarga

yang memungkinkan ia memiliki teman diskusi atau pendamping saat

menonton.

3. Dalam pendampingan perlu juga diperhatikan agar orang tua atau

pendamping memiliki kemampuan untuk menjelaskan konten media yang

ditanyakan oleh anak. Persoalan tabu juga harus dipikirkan batasannya,

sehingga anak mandapatkan jawaban yang jelas, bukan jawaban yang

menggantung.

4. Dalam model literasi media yang bertujuan proteksi ini, juga perlu

diperhatikan konsumsi konten media yang sudah terlanjur didapatkan anak

dari sumber lain, media lain yang dikonsumsi seperti internet, radio, buku,

dan lain sebagainya. Sesekali orang tua perlu meluangkan waktu untuk

mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan anak untuk

mengetahui apakah ada pengetahuan yang memungkinkan terjadinya

penyimpangan, misalnya anggapan salah tentang seks, stereotype terhadap

golongan atau kelompoktertentu.


C. Kata Penutup

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan izin dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,

demikian juga ucapan terimakasih kepada pembimbing skripsi dan dosen-

dosen dilingkungan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri

Sultan Thaha Saifuddin Jambi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Akhir kata penulis menyadari akan segala kesalahan dan kekeliruan yang

terdapat dalam penulisan skripsi ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan

hati kiranya pembaca dapat memakluminya. Semoga semua yang dituangkan

oleh penulis melalui karya tulis ilmiah ini adalah suatu kebaikan dan semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Penulis

Andika Kurniawan
IPT.140318
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro dkk. 2007. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa


Rekatama Media.

Adrianto, Tuhana T. 2011. Mengembangkan Karakter Sukses Anak di Era


Cyber, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Ciptono Setyobudi, Teknologi Broadcasting TV,(Yogyakarta:Graha Ilmu,


2006).

Familia. 2006. Konsep diri positif, menentukan prestasi anak. Yogyakarta :


Kanisius.

Ilham Zoebazary. Kamus Istilah Televisi dan Film, Gramedia, Jakarta


2010.

Oxford Learner‟s Pocket Dictionary : new edition, Oxford: Oxford


University Press, 2008.

Pawit, M. Yusuf, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi : information


retrieval, (Jakarta :Kencana, 2010).

Suherman, Perpustakaan sebagai Jantung Sekolah, (Bandung : MQS


Publishing, 2009).

Blasius Sudarsono, Pustakawan Cinta dan Teknolog), ( Jakarta : Sagung


Seto, 2009).

Lasa Hs, Kamus Kepustakawanan Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Book


Publisher, 2009).

Lau Jesus. 2006. Guidelines on Information Literacy for Lifelong


Learning. Veracrus: IFLA.

Hancock, Vicky E. 1993. Information Literacy for Lifelong Learning.


http://ericae.net/edo/ED358870.htm Diakses: 14-08-2017, 11:23 Wib.
Agustin widya gunawan dkk. 2008. 7 langkah literasi informasI:
Knowledge Management. Jakarta: Universitas Atmajaya.

Repository Universitas Sumatera Utara.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34481/4/Chapter%20II.pdf
Diakses: 14-08-2017, 11:59 Wib.

Iskandar. 2009. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada.

IswandiSyahputra. Jurnalistik Infotainment. (Yogyakarta:Pilar Media,


,2006).

Kuswandi, Wawan. 2008. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isi Media


Televisi), Jakarta : Rineka Cipta.

Margono. 2000. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka.

Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda


Karya.

Morissan, 2010. Psikologi Komunikasi, Bogor: Ghalia Indonesia.

Morissan, dkk. 2013. Teori Komunikasi Massa: Media, Budaya, dan


Masyarakat, Bogor: Ghalia Indonesia.

Morissan, M.A. Manajemen Media Penyiaran (Jakarta:KencanaPrenada


Media Group, 2015).

Muhamad Mufid, Komunikasi Regulasi & Penyiaran, Prenada Media


group, Jakarta, 2005.

Panjaitan, Iqbal. (2006). Matinya Rating Televisi. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Sanapiah Faisal. 2007. Format-format penelitian social.Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D.


Bandung: Alfabeta.

Tamburaka, Apriadi. 2013. Lierasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak


Media Massa, Jakarta: Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai