Hasil Penelitian
ABSTRAK
Kajian ini merupakan sebuah studi implementasi kebijakan terkait pemanfaatan Energi Baru
Terbarukan (EBT) dalam pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di Sumatera Utara,
dengan mempertimbangkan empat faktor atau variabel penting dalam pengimplementasian
sebuah kebijakan publik, yaitu: komunikasi (communication), sumber-sumber (resources),
kecondongan (dispositions) atau perilaku (attitudes) dan struktur birokrasi (bureaucratic
structure). Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif
dengan mengggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam, observasi partisipasi,
bahan dokumentasi dan visual, metode penelusuran internet dan diskusi berkelompok terfokus
(Focus Group Discussion/FGD). Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah teknik
komparatif tetap (the constant comparative technique) yang merupakan salah satu teknik
analisis yang digunakan didalam sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif.Kajian ini
menyimpulkan bahwa permasalahan umum dalam pengimplementasian kebijakan pemenuhan
kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di sumatera utara adalah: a) tidak ada rencana kerja
rinci pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa terpencil tidak terlistriki
di Sumatera Utara; b) tidak tersedianya Data dan informasi yang valid mengenai potensi EBT dan
jumlah desa tidak terlistriki; c) anggaran yang terbatas; dan d) terbatasnya kualitas dan
kuantitas SDM. Langkah konkrit yang diusulkan untuk dilakukan adalah: a) Penyusunan
Roadmap pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Sumatera Utara; b)
Inventarisasi dan pemetaan potensi EBT secara berkala dan berkelanjutan, serta arah
pengembangan EBT; c) Edukasi dan sosialisasi terhadap potensi dan teknologi berbasis EBT; dan,
d) Koordinasi antar Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota, Masyarakat, Praktisi, Akademisi,
dan dunia usaha.
Kata kunci: implementasi kebijakan, energi listrik, desa terpencil, Sumatera Utara
ABSTRACT
This study is a policy implementation study related to the utilization of Renewable Energy (EBT)
in fulfilling electricity needs in remote villages in North Sumatra, wich considering into four
important factors or variables in the implementation of a public policy: communication,
Resources, dispositions or attitudes and bureaucratic structures. The approach used in this study
is a descriptive qualitative approach by using in-depth interview data collection methods,
participant observation, documentation and visual materials, internet search methods and Focus
Group Discussion (FGD). While the analytical technique used is the constant comparative
technique, which is one of the analytical techniques used in a research with a qualitative
approach. This study concludes that the general problem in the implementation of electricity
fulfillment policy in remote villages in north sumatera are: a) there is no detailed work plan for
the utilization of EBT in fulfilling electricity needs in remote villages in North Sumatra; b)
61
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
unavailability of valid data and information about potential EBT and number of villages without
electricity; c) limited budget; And d) limited quality and quantity of human resources. Concrete
steps proposed to be undertaken are: a) Preparation of Roadmap utilization of EBT potential in
fulfilling electricity demand in North Sumatra; b) Periodical and ongoing inventory and mapping
of EBT potentials, as well as the direction of EBT development; c) Education and dissemination of
EBT-based potential and technology; and, d) Coordination between Central / Provincial / District /
City Government, Society, Practitioner, Academician, and business world.
62
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
fokus pada penggunaan energi baru terbarukan rencana yang tersimpan dalam arsip apabila
untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi tidak diimplementasikan baik.
masyarakat dan dunia usaha (Misi ke-5) dengan Kajian ini merupakan sebuah studi
nomenklatur programnya berupa implementasi kebijakan yang
pengembangan pelayanan ketenagalistrikan dan mempertimbangkan empat faktor atau variabel
energi baru terbarukan dengan indikator penting dalam pengimplementasian sebuah
keberhasilan adalah peningkatan rasio desa kebijakan publik, yaitu: komunikasi
berlistrik dari 84,63% menjadi 95% dan (communication), sumber-sumber (resources),
peningkatan Rasio Elektrifikasi (RE) menjadi kecondongan (dispositions) atau perilaku
sebesar 96%. (attitudes) dan struktur birokrasi (bureaucratic
Untuk meningkatkan desa berlistrik dan structure. George C. Edwards III dalam
ratio elektrifikasi tersebut, Pemerintah Provinsi (Andrianingsih 2008) dan (Akib 2010)
Sumatera Utara dapat memanfaatkan menyatakan bahwa dalam melakukan studi
sumberdaya EBT yang ada masing-masing implementasi kebijakan, haruslah dimulai
daerah di Sumatera Utara dengan potensinya dengan pertanyaan: Apakah pre – kondisi
cukup memadai untuk dikembangkan terutama (syarat) keberhasilan implementasi kebijakan?
sumberdaya air dan matahari. Potensi EBT dari Apakah kendala utama (primary obstacles) bagi
matahari yang berlimpah sudah tidak dapat kesuksesan implementasi kebijakan?. Jawaban
dipungkiri lagi mengingat Indonesia merupakan dari pertanyaan tersebut adalah dengan
negara tropis, karenanya pemanfaatan terhadap mempertimbangkan empat faktor atau variable
potensi ini sudah dilakukan dengan telah penting tersebut. Empat faktor tersebut dalam
tersebarnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya membantu ataupun menghalangi suatu
(PLTS) Terpusat dan Tersebar di Sumatera implementasi kebijakan bertindak dan
Utara, antara lain di: Deli Serdang, Langkat, berinteraksi satu sama lain secara bersamaan,
Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Asahan, oleh karenanya pemahamannya tidak boleh
Labuhan Batu, Samosir, Toba Samosir, berpisah antara satu sama lain. Komunikasi
Humbahas, Tapanuli Utara, Padang Lawas Utara, suatu program hanya dapat dilaksanakan
Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana.
Tengah, Nias, Nias Selatan, dan Labuhan Batu Hal ini menyangkut proses penyampaian
Utara. Adapun potensi air untuk tenaga listrik informasi, kejelasan informasi dan konsistensi
yang terdapat di Sumatera Utara, berdasarkan informasi yang di-sampaikan. Sumber daya,
data dari Direktorat Jendral Energi Baru meliputi empat komponen yaitu staf yang cukup
Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan
EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya guna pengambilan keputusan, kewenangan yang
Mineral (ESDM) Republik Indonesia, daya yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung
dapat dihasilkan dari potensi air adalah sebesar jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
1.201, 81 MW. Sebaran lokasi potensi air untuk pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana
PLTMH yaitu: Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, merupakan komitmen pelaksana terhadap
Tapanuli Selatan, Langkat, Karo, Deli Serdang, program. Struktur birokrasi didasarkan pada
Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Dairi, Toba prosedur operasional standar yang mengatur
Samosir, Mandailing Natal, Humbang tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan
Hasundutan, Samosir, Serdang Bedagai, Padang
Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu METODE
Selatan, Labuhan Batu Utara, dan Padang Kajian ini dilaksanakan pada Maret s/d
Sidempuan. Juni 2016. Pendekatan yang digunakan dalam
Pada prinsipnya setiap kebijakan publik kajian ini adalah pendekatan kualitatif
selalu ditindaklanjuti dengan implementasi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan
kebijakan. Implementasi dianggap sebagai dengan teknik wawancara mendalam, observasi
wujud utama dan tahap yang sangat partisipasi, bahan dokumentasi dan visual,
menentukan dalam proses kebijakan. tanpa metode penelusuran internet dan diskusi
implementasi yang efektif keputusan pembuat berkelompok terfokus (Focus Group
kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Discussion/FGD). Berdasarkan jenis data yang
Demikian juga kebijakan pemanfaatan EBT dibutuhkan dalam penelitian ini, pengumpulan
untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi data dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan
masyarakat di Sumatera Utara. Implementasi data primer dan pengumpulan data sekunder.
kebijakan ini merupakan sesuatu yang penting, Pada pengumpulan data primer dilakukan
bahkan mungkin lebih penting daripada dengan menggunakan metode wawancara
pembuatan kebijakan tersebut sebelumnya. mendalam, observasi dan FGD. Untuk data
Kebijakan ini akan sekedar berupa impian atau sekunder dilakukan dengan menggunakan
63
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
metode dokumentasi yang dikumpulkan dari orang yang tepat dan dikomunikasikan dengan
berbagai sumber literatur yang terkait . jelas dan akurat agar dapat dimengerti dengan
Informan dalam penelitian ini adalah: 1) cermat oleh para pelaksana. Namun, banyak
Pemerintah Daerah yang terdiri dari: Dinas hambatan yang menghadang transisi
pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera komunikasi-komunikasi pelaksanaan dan
Utara, Dinas Pertambangan dan Energi hambatan-hambatan ini mungkin menghalangi
Kabupaten (Tapanuli Selatan, Pak-pak Bharat, pelaksanaan kebijakan (Andrianingsih, 2008).
Dairi, Karo dan Deli Serdang), Bappeda Provinsi Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat tiga hal
Sumatera Utara, Bappeda Kabupaten (Tapanuli penting dalam proses komunikasi kebijakan,
Selatan, Pak-pak Bharat, Dairi, Karo dan Deli yaitu 1). transmisi (transmission) yaitu apabila
Serdang; 2) Masyarakat yang terdiri atas komunikasi tentang implementasi kebijakan
masyarakat dan kelompok masyarakat yang disampaikan secara langsung, maka pesan akan
berasal dari desa-desa terpencil yang telah ditransmisikan dengan akurat. Sebaliknya
memanfaatkan potensi EBT berupa PLTS komunikasi tak langsung berpotensi
Terpusat, PLTMH dan PLTS Tersebar/SHS, menimbulkan distorsi informasi. Oleh karenanya
sebagai sumber energi listrik. apabila saluran komunikasi untuk instruksi
Pemilihan personal sebagai perwakilan dari implementasi keputusan dikembangkan dengan
kelompok peserta informan tersebut dilakukan lebih baik, maka kemungkinan ditransmisikan
dengan metode search sampling (Kuswanda dengan tepat juga lebih tinggi; 2) kejelasan
2015), dengan mencari pegawai atau personal (clarity) yang maksudnya adalah agar kebijakan
dari kelompok peserta informan tersebut yang dapat diimplementasikan seperti yang
secara kelembagaan dan tupoksi memahami diinginkan, harus dipastikan bahwa petunjuk
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan listrik di pelaksanaannya telah diterima dan
desa-desa tidak terlistriki di wilayah mereka dikomunikasikan dengan jelas kepada para
masing-masing. pelaksana kebijakan. Ketidakjelasan pesan
Data yang sudah terkumpul selanjutnya komunikasi tentang implementasi kebijakan
dilakukan analisis untuk dapat memberikan akan menimbulkan interpretasi yang salah dan
informasi yang jelas. Miles dan Hubermen dapat bertentangan dengan makna yang
dalam Morissan (2012), menyatakan bahwa sesungguhnya, atau bahkan untuk
analisis data kualitatif terdiri dari empat tahap, mengakomodasi kepentingan pribadi; dan 3)
yaitu: 1) reduksi data (data reduction), 2) konsistensi (consistency) yang maksudnya
peragaan data (data display), 3) penarikan adalah agar implementasi kebijakan
kesimpulan (conclusion drawing), dan 4) berlangsung efektif, perintah-perintah
verifikasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa dua pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
teknik analisis data terpenting dalam beberapa Walaupun perintah kepada pelaksana jelas,
teknik analisis data kualitatif yang ada adalah: 1) tetapi bila (saling) bertentangan atau tidak
teknik komparatif tetap (the constant konsisten dengan ayat-ayat atau pasal-pasal
comparative technique); dan 2) teknik induksi yang lain dalam satu paraturan atau
analitis (the analytical induction technique). bertentangan dengan peraturan yang lain, maka
Untuk menganalisis data dalam kajian perintah tersebut tidak akan memudahkan para
dilakukan dengan teknik komparatif tetap (the pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya
constant comparative technique). Dalam dengan baik. Selain itu, ketidakkonsistensian
pelaksanaan analisis data dengan menggunakan tersebut akan mendorong para pelaksana
teknik analisis ini secara umum terdiri atas mengambil tindakan yang sangat longgar dalam
empat tahapan, yaitu : 1) kategorisasi kejadian; menafsirkan dan mengimplementasikan
2) perbaikan kategori; 3) mencari hubungan dan kebijakan. Bila hal ini terjadi, maka akan
tema diantara kategori; dan 4) berakibat pada ketidakefektifan implementasi
menyederhanakan dan mengintegrasikan data kebijakan karena tindakan yang sangat longgar
berdasarkan struktur teorinya. besar kemungkinan tidak dapat digunakan
untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
Pemahaman pelaksana kebijakan bahwa pemanfaatan EBT dalam pemenuhan
terhadap kebijakan pemanfaatan EBT dalam kebutuhan listrik merupakan salah satu
pemenuhan kebutuhan listrik di Sumatera kebijakan strategis dan menjadi dasar kebijakan
Utara. Prasyarat pertama dalam implementasi pembangunan di setiap tingkatan pemerintahan
kebijakan yang efektif adalah bahwa pelaksana di Sumatera Utara (Provinsi dan Kabupaten).
keputusan harus mengetahui apa yang harus Kebijakan ini ditetapkan para pemimpin daerah
dilakukan. Keputusan- keputusan kebijakan dan berdasarkan permasalahan infrastruktur
perintah-perintah harus diteruskan kepada kelistrikan yang hampir sama di seluruh wilayah
64
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
di Sumatera Utara, yaitu: masalah kurangnya listriknya tetap ada” (Sati Tampubolon,
pasokan listrik dari sumber konvensional (PLN); wawancara penelitian, 2016)
dan, masih adanya desa-desa tidak berlistrik.
Pemanfaatan potensi EBT sebagai alternatif Pernyataan diatas adalah salah satu
penanggulangan permasalahan kelitrikan kutipan pernyataan dari Bapak Sati
tersebut sangat dimengerti dan dipahami oleh Tampubolon, yang dijadikan sebagai salah satu
para pelaksana kebijakan (Dinas teknis terkait contoh pernyataan dari para informan yang
yang membidangi bidang energi di masing- menguatkan kesimpulan peneliti bahwa para
masing wilayah), sebagai salah satu solusi yang pelaksana kebijakan pemanfaatan EBT di
paling mungkin dilakukan oleh Pemerintah dan Sumatera Utara telah memahami konsep dan
seluruh stakeholder terkait untuk mengatasi arah kebijakan tersebut. Terutama bagi
permasalahan kelistrikan di Sumatera Utara. pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat di
Bahkan hampir seluruh personil yang menjadi desa-desa terisolir tidak berlistrik, pemanfaatan
informan penelitian ini menyatakan bahwa potensi EBT lokal tidak lagi sebuah alternatif
solusi ini bukan hanya sebagai alternatif, tapi solusi, namun sebuah keharusan. Sebab,
suatu keharusan, mengingat sudah sangat ternyata bukan hanya dikarenakan sulitnya
terbatasnya ketersediaan sumber-sumber energi infrastruktur konektifitas, ketidak mungkinan
yang menjadi bahan bakar pembangkit- tersambungnya jaringan PLN ke desa-desa itu
pembangkit listrik konvensional yang ada juga disebabkan kurangnya daya yang dimiliki
sekarang (biasanya dari sumber energi tak PLN. Sebagai informasi, Kabupaten Tapanuli
terbarukan). Selatan adalah salah satu Daerah Kabupaten
Khusus untuk permasalahan ketiadaan yang berada di wilayah PLN area Padang
infrastruktur kelistrikan di desa-desa terpencil, Sidempuan (PSP). Seperti keterangan dari Dinas
para informan sangat memahami bahwa Pertambangan dan energi Kab. Tapsel, bahwa
pengadaan pembangkit dengan memanfaatkan PLN area PSP yang menangani kelistrikan di Kab
potensi EBT lokal yang tersedia merupakan Tapsel, Palas, Paluta, mandaling Natal dan Kota
solusi yang paling realistis untuk dilaksanakan, Padang Sidempuan adalah berkisar 50MW.
mengingat sangat besarnya margin investasi Sehingga setiap harinya PLN harus
yang terjadi bila harus menyambungkan melaksanakan skenario pemadaman bergilir
jaringan listrik dari PLN ke desa-desa tersebut, agar pasokan listrik dapat dibagi-bagi keseluruh
yang disebabkan oleh infrastruktur konektifitas wilayah jaringan. Namun hal tersebut tidak
yang biasanya tidak mendukung dan tidak berlaku untuk wilayah-wilayah yang berada di
meratanya penyebaran penduduk didesa-desa ujung transmisi. Setiap malam (puncak
terisolir tersebut. pemakaian) para pelanggan PLN di wilayah
Kabupaten Tapanuli Selatan misalnya, tersebut terpaksa harus memakai genset, sebab
berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang voltase yang sampai kepada mereka hanya
Listrik dan Migas Dinas Pertambangan dan berkisar 180 Volt dari 220 Volt yang dibutuhkan.
Energi setempat (Bapak Sati Tampubolon) Hal ini terjadi akibat tidak adanya pengatur
diketahui bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten beban (gardu) yang dekat dengan wilayah
Tapanuli Selatan tidak pernah merencanakan mereka, yang dapat meningkatkan voltase listrik
atau mengusahakan penyambungan jaringan telah berkurang akibat besarnya losses pada
listrik dari PLN untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang disebabkan panjangnya rentang
listrik di desa-desa terisolir dan tidak berlistrik jaringan yang ada dari sumber pembangkit ke
di daerahnya. Mereka telah membuktikan bahwa lokasi pemakaian.
solusi yang paling efektif adalah membangun Kondisi seperti yang dideskripsikan diatas
pembangkit listrik dengan memanfaatkan EBT juga sama dengan yang terjadi di Kabupaten
lokal yang ada di desa-desa terisolir tersebut. Dairi, Karo, Pakpak Bharat dan Deli Serdang.
Para pelaksana kebijakan pemanfaatan EBT
“tidak perlulah dipikirkan lagi dalam pemenuhan kebutuhan listrik, yang
bagaimana menyambungkan listrik dari biasanya merupakan personil di bidang ke-
PLN ke kampung-kampung tak energi-an di Dinas-dinas teknis terkait di
berlistrik itu, jangankan untuk listrik ke daerah-daerah tersebut sangat memahami apa
kampung-kampung itu. Di kota ini aja dasar dan bagaimana konsep kebijakan
listrik PLN kurang, makanya sering pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan
mati lampu kan. Kami sudah listrik. Biasanya para personil tersebut telah
membuktikan, 20 tahun lagi pun gak banyak mengikuti pendidikan, pelatihan
ada jalan ke sana (desa-desa yang maupun sosialisasi mengenai pemanfaatan EBT
sudah dibangun pembangkit listrik dan apa keunggulannya dari sumber energi
PLTMH dan PLTS terpusat) tapi
65
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
66
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
informasi yang dibutuhkan guna pengambilan juga bukanlah yang memiliki kompetensi untuk
keputusan; 3). kewenangan yang cukup guna melaksanakan program-program atau kegiatan-
melaksanakan tugas atau tanggung jawab; dan kegiatan di bidang ke-energi-an. Banyak dari
4). fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan para staf tersebut bukan lulusan kelistrikan atau
kebijakan. yang bersangkutan dengan bidang kelistrikan,
Kondisi Sumberdaya Manusia (SDM) baik lulusan Sekolah Menengah kejuruan atau
pelaksana kebijakan. Ketersediaan lulusan jurusan teknik kelistrikan. Sehingga
sumberdaya manusia (staf) dalam tidak terpenuhinya kompetensi pendidikan yang
melaksanakan sebuah kebijakan meliputi jumlah dimiliki para personil tersebut.
dan mutu memang sangat mempengaruhi Ketersediaan data dan informasi
keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan. pelaksanaan kebijakan. Informasi juga
Bagaimana sebuah kebijakan dapat menjadi faktor penting dalam implementasi
dilaksanakan dengan baik bila personil kebijakan, terutama informasi yang relevan dan
pelaksananya tidak cukup?, bagaimana sebuah cukup terkait bagaimana mengimplementasikan
kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik bila suatu kebijakan. Informasi yang dibutuhkan
para pelaksananya tidak memilki kompetensi para implementor kebijakan biasanya data dasar
yang mumpuni?. Pelaksanaan sebuah kebijakan mengenai permasalahan yang ingin diselesaikan
tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari dengan kebijakan tersebut, kondisi kelompok
sumber daya manusia yang cukup kualitas dan objek atau target dari kebijakan tersebut,
kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia informasi mengenai alat untuk menyelesaikan
berkaitan dengan keterampilan, dedikas, masalah tersebut, serta informasi mengenai
profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah Data dan informasi dasar yang dibutuhkan
sumber daya manusia apakah sudah cukup dalam usaha pemanfaatan potensi EBT untuk
untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. memenuhi kebutuhan listrik di desa-desa belum
Sumber daya manusia sangat berpengaruh terlistriki di suatu daerah adalah data dan
terhadap keberhasilan pelaksanaan, sebab tanpa informasi mengenai jumlah dan letak desa
sumber daya manusia yang handal, belum berlistrik dan data ketersediaan jenis EBT
implementasi kebijakan akan berjalan lambat. lokal yang ada. Dengan adanya data dan
Hal ini ternyata dirasakan para pelaksana informasi tersebut maka dapat direncanakan
kebijakan pemanfaatan EBT dalam pemenuhan tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan
kebutuhan listrik di Sumatera Utara, mereka untuk mewujudkan keberadaan pembangkit
menyatakan bahwa salah faktor yang sangat listrik berbasis EBT di desa-desa tidak berlistrik
mempengaruhi kinerja mereka dalam tersebut, seperti menyusun kelayakan
melaksanakan kebijakan tersebut adalah pemanfaatan dan merencanakan disain teknis
kualitas dan kuantitas personil yang mereka secara detail mengenai teknologi
miliki. Tidak sedikit dari para kepala dinas yang pemanfaatannya.
merupakan leader dari para implementor Berdasarkan usaha pengumpulan data
tersebut mengeluhkan ketersedian staf yang melalui observasi dokumen yang dilakukan
mereka miliki dalam melaksanakan kegiatan- peneliti, data-data tersebut sangat sulit untuk
kegiatan dalam mendukung program kebijakan tersedia di instansi teknis dan non teknis
tersebut. Menurut mereka, kalaupun kuantitas pemerintah daerah. Dari pengakuan para
SDM nya belum terpenuhi, tapi bila personil informan, data-data tersebut sangat sulit
yang ada mempunyai kualitas yang baik, tidak tersedia akibat sangat tergantungnya
lah jadi masalah. Tetapi kondisi yang ada adalah penyediaan data-data tersebut dengan anggaran
disamping kurangnya jumlah personil yang dan SDM yang dimiliki para pelaksana kebijakan.
mereka miliki, para staf yang mereka miliki juga Kalaupun ada, data-data tersebut adalah data
tidak memenuhi kompetensi yang dibutuhkan. sekunder yang dimiliki instansi-instansi lain
Berdasarkan obervasi yang dilakukan yang telah melaksanakan kegiatan serupa
terhadap dokumen-dokumen yang memuat data sebelumnya. Seperti PLN, perguruan-perguruan
SDM dimasing-masing instasi, dapat tinggi dan lembaga-lembaga penelitian yang
disimpulkan bahwa memang sumberdaya melaksanakan kegiatan penyelidikan dan
manusia yang dimiliki instansi-instanasi penelitian dengan topik yang sama dan
tersebut tidak dalam kriteria yang baik. Bukan berkaitan dengan data-data tersebut. Data yang
hanya dalam jumlah, namun juga dalam lingkup tersedia juga sulit dijamin kebenarannya. Sering
mutu. Berdasarkan data yang terkumpul, terlihat sekali data yang terpublikasi tidak sama antara
jelas bahwa jumlah personil (staf) yang dimiliki satu dan lainnya. Data desa tak terlistriki
setiap instansi sangat terbatas, bahkan dalam misalnya, didalam RPJMD provinsi Sumut pada
jumlah yang sangat sedikit. Para staf tersebut tahun 2014 terdata bahwa desa yang belum
67
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
terlistriki di Sumatera Utara berjumlah 870 mereka miliki dalam melaksanakan tugasnya
desa, sedangkan PLN melalui salah satu dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23
presentasenya yang berjudul Kondisi sistem tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang
kelistrikan di PT PLN (persero) wilayah telah memberikan batasan kewenangan bagi
Sumatera Utara menyatakan bahwa pada tahun Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota dalam
2014 jumlah desa belum terlistriki di Sumatera penerbitan izin pemanfaatan langsung energi
Utara adalah berjumlah 1.047 desa. baru terbarukan. Dimana Pemerintah Daerah
Tidak tersedianya data mengenai potensi Kabupaten dan Kota hanya diberi kewenangan
EBT dan jumlah desa belum terlistriki menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas
sebenarnya telah disadari oleh Pemerintah bumi dalam daerah Kabupaten/Kota. Ditambah
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan adanya rencana pembubaran SKPD Dinas
dengan adanya kebijakan “memerlukan sistem Pertambangan dan Energi di kabupaten/Kota.
informasi sumber energi terbarukan (EBT) yang Menurut mereka terbitnya UU ini bertolak
ada di Sumatera Utara” didalam salah satu belakang dengan pesan yang diamanahkan UU
kebijakan strategis bidang energi yang No. 30 tahun 2007 tentang Energi dimana
ditetapkan Pemerintah Sumatera Utara, pada Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah diamanahkan untuk meningkatkan pemanfaatan
Daerah Provinsi Sumatera Utara (RPJMD Prov. energi baru terbarukan di daerahnya. Menurut
Sumut) pada periode tahun 2014-2018. Namun mereka, perlu segera di terbitkan turunan
hingga sekarang hal tersebut belum dapat perundangan berupa Peraturan Pemerintah,
terwujud karena terkendala terbatasnya Peraturan Menteri dan yang lainnya, yang
anggaran yang dimiliki. Dengan tersedianya menjelaskan secara rinci batasan kewenangan
sistem informasi sumber energi di Sumatera antar pihak agar tidak ada kekhawatiran
Utara, maka dapat diketahui dengan pasti bertumpang tindihnya kewenangan di masing-
potensi EBT yang tersedia, dan dapat masing pihak.
diarahkannya pemanfaatan potensi tersebut. Satu lagi kekhawatiran yang mereka
Kewenangan yang dimiliki pelaksana rasakan adalah ternyata usaha pemanfaatan EBT
kebijakan. Wewenang sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan listrik di daerah
terutama untuk meyakinkan dan menjamin bukan hanya tugas dari satu SKPD teknis saja
bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai (biasanya Dinas Pertambangan dan Energi).
dengan yang dikehendaki. Dalam birokrasi Usaha pembangunan infrastruktur ekonomi
pemerintah, dokumen yang mejelaskan sampai termasuk ketenagalistrikan di pedesaan
mana kewenangan setiap personil dalam ternyata juga menjadi tugas dari SKPD lain
struktur organisasi sebuah instansi adalah seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
dokumen yang menjelaskan tugas pokok dan Adanya resiko bertumpang tindihnya proses
fungsi personil tersebut. Untuk instansi perencanaan dari masing-masing pihak dalam
pemerintah daerah yang menjadi lokasi usaha pelaksanaan kebijakan pemenfaatan EBT
penelitian, dokumen yang diobservasi peneliti tersebut mungkin saja terjadi, dikarenakan tidak
adalah dokumen Renstra SKPD terkait. Didalam adanya petunjuk teknis atau pedoman yang
dokumen tersebut dijelaskan apa yang menjadi diberikan oleh pencetus kebijakan (pimpinan
tugas pokok dan fungsi dari pelaksana kebijakan daerah). Pengalaman ini pernah terjadi pada
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan saat diajukannya proposal pembangunan
listrik yang menjadi subjek penelitian ini. pembangkit listrik berbasis EBT di suatu desa
Dari hasil observasi dokumen, diketahui yang sama oleh kedua instansi kepada
bahwa setiap pelaksana kebijakan pemanfaatan Pemerintah Pusat, yang berakibat dibatalkannya
EBT atau personil yang membidangi bidang proses pengadaannya dengan pertimbangan
energi di setiap instansi teknis yang diobservasi, resiko hukum.
telah memiliki kewenangan yang cukup dan Ketersedian fasilitas pendukung
dapat menjamin bahwa para pelaksana pelaksanaan kebijakan. Fasilitas menyangkut
kebijakan dapat menjalankan perannya. sarana dan prasarana yang merupakan salah
Dokumen-dokumen tersebut memuat bahwa satu faktor yang cukup berpengaruh dalam
para pelaksana kebijakan memiliki kewengan mengimplementasikan kebijakan. Tersedianya
dalam merencanakan dan melaksanakan fasilitas yang layak seperti gedung, tanah, dan
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan peralatan perkantoran dan penunjang lainnya
listrik, walaupun dalam nomenklatur yang akan mendukung keberhasilan implementasi
berbeda-beda. suatu program atau kebijakan. Begitu juga dalam
Namun berdasarkan hasil wawancara yang pengimplementasian kebijakan pemanfaatan
dilakukan terhadap para informan, ternyata ada EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di
kekuatiran menyangkut kewenangan yang daerah. para implementor kebijakan tersebut
68
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
69
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
70
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
71
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
72
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
73
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
suatu potensi hanya dapat dilakukan jika data pembangunan kota hijau yang berketahanan
dan informasi terkait potensi tersedia secara iklim dan bencana, peningkatan kapasitas
lengkap dan akurat, sehingga perhitungan inovasi dan teknologi dibidang EBT. Sasaran
keekonomian dapat dilakukan sebelum peningkatan bauran energi baru dan
melaksanakan suatu rencana pengembangan. terbarukan dan insentif dan skema pendanaan
Hal ini menjadi penting untuk menghindari untuk mendorong investasi EBT. Namun langkah
kerugian dana dan waktu. Secara geografis pemerintah pusat ini masih kurang sejalan
Provinsi Sumatera Utara terletak dekat jalur dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera
khatulistiwa yang beriklim tropis dan secara Utara. Hal ini ditandai dengan belum adanya
geologi sebagian besar daerahnya terdapat di roadmap pemanfatan EBT sebagai upaya
wilayah pegunungan, serta terdapatnya mengatasi krisis energi listrik di Sumatera Utara
cekungan danau Toba di dataran tinggi, memiliki hingga saat ini. Kondisi ini menjadikan belum
luasnya daerah pegunungan, dan tingginya adanya langkah-langkah stategis dalam
intensitas hujan rata-rata mencapai lebih dari pemafaataan EBT, meskipun pada kenyataan
200 mm yang biasanya musim hujan mulai Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tetap
bulan April hingga September setiap tahunnya. menganggarkan dana melalui APBD Provinsi
Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi untuk membiayai pengadaan prasarana dan
sumberdaya alam penghasil sumber energi yang sarana pembangkit listrik PLTMH maupun PLTS
cukup berlimpah terutama air dan sinar sistem SHS setiap tahunnya.
matahari, dimana menghasilkan lebih dari 50 3. Koordinasi antar Pemerintah
buah sungai dan anak sungai yang mengalir ke Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota,
muara Selat Malaka dan Samudera Indonesia, Masyarakat, Praktisi, Akademisi, dan dunia
kondisi ini tentunya memberikan peluang untuk usaha. Sinergitas diantara setiap level
dimanfaatkan sebagai sumber EBT untuk PLTA Pemerintahan akan memudahkan proses suatu
dan PLTM. Demikian pula halnya dengan kegiatan, demikian halnya dengan pemanfaatan
sumber energi sinar matahari, besarnya waktu EBT yang potensinya berada di lingkup
penyinaran matahari hampir sekitar 6 bulan Kabupaten. Namun, pemerintah Kabupaten
yang umumnya musim kemarau mulai bulan tidak dapat berjalan tanpa dukungan
Nopember hingga Maret serta intensitas pemerintah Pusat dan Provinsi dan masyarakat
penyinaran rata-rata lebih dari 46% seharusnya selaku pengguna akhir. Selain dapat
memberi peluang untuk pemanfaatan energi meningkatkan kesempatan kerja dengan
solar. pemberdayaan masyarakat setempat,
Namun hingga sampai saat ini potensi- optimalisasi terhadap potensi EBT secara
potensi EBT yang ada di Provinsi Sumatera otomatis akan berdampak pada peningkatan
Utara belum terinventarisir dengan baik, tingkat perekonomian masyarakat (Vaghefpour
seharusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara & Zabeh 2012). Sinergitas yang dimaksud
sudah dapat menghitung potensi EBT yang hendaknya tidak bersifat parsial, namun
dimilikinya dari berbagai sumber (selain air dilakukan secara terus menerus dimulai dari
maupun sinar matahari) sehingga dapat tahap perencanaan, pengorganisasian,
terproyeksikan berapa besar sumber EBT yang pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi.
dimiliki sebenarnya untuk menghasilkan energi
listrik. Hal ini apabila telah dilakukan akan KESIMPULAN
memudahkan bagi Pemerintah Pusat maupun Berdasarkan hasil kajian dapat ditarik
Provinsi untuk membuat kebijakan yang kesimpulan bahwa Permasalahan umum dalam
mendukung pemanfaatan EBT termasuk dalam pengimplementasian kebijakan pemenuhan
hal pendanaan atau mengundang investor untuk kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di
berinvestasi serta mengetahui kekurangan dan sumatera utara adalah: a) tidak ada rencana
kelebihan energi listrik yang dimiliki provinsi kerja rinci pemanfaatan EBT dalam pemenuhan
Sumatera Utara. kebutuhan listrik di desa-desa terpencil tidak
Pemanfataan EBT yang tercantum dalam terlistriki di Sumatera Utara; b) tidak
kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019, dimana tersedianya Data dan informasi yang valid
Pemerintah pusat telah membuat roadmap mengenai potensi EBT dan jumlah desa tidak
konversi konsumsi energi terbarukan yang terlistriki; c) anggaran yang terbatas; dan d)
ramah lingkungan sebagai bagian dari strategi terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM.
kebijakan moneter mengurangi beban subsidi, Langkah konkrit yang diusulkan untuk
dengan pengembangan energi baru terbarukan dilakukan adalah: a) Penyusunan Roadmap
diutamakan untuk wilayah yang terisolir. pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan
Pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan kebutuhan listrik di Sumatera Utara; b)
dan terbarukan sebagai bagian dari strategi Inventarisasi dan pemetaan potensi EBT secara
74
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)
75
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76
76