Anda di halaman 1dari 16

Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)

Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara


(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

Hasil Penelitian

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMANFAATAN ENERGI BARU


TERBARUKAN (EBT) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK
DI DESA-DESA TERPENCIL DI SUMATERA UTARA

(IMPLEMENTATION OF RENEWABLE ENERGY UTILIZATION


POLICIES IN FULFILLMENT OF ELECTRICITY NEEDS AT ISOLATED
VILLAGES ON SUMATERA UTARA )

Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara


Jl. Sisingamangaraja No. 198 Medan 20126
email: pormanj@yahoo.co.id

Diterima: 12 Januari 2017; Direvisi: 14 Maret 2017; Disetujui: 10 April 2017

ABSTRAK

Kajian ini merupakan sebuah studi implementasi kebijakan terkait pemanfaatan Energi Baru
Terbarukan (EBT) dalam pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di Sumatera Utara,
dengan mempertimbangkan empat faktor atau variabel penting dalam pengimplementasian
sebuah kebijakan publik, yaitu: komunikasi (communication), sumber-sumber (resources),
kecondongan (dispositions) atau perilaku (attitudes) dan struktur birokrasi (bureaucratic
structure). Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif
dengan mengggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam, observasi partisipasi,
bahan dokumentasi dan visual, metode penelusuran internet dan diskusi berkelompok terfokus
(Focus Group Discussion/FGD). Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah teknik
komparatif tetap (the constant comparative technique) yang merupakan salah satu teknik
analisis yang digunakan didalam sebuah penelitian dengan pendekatan kualitatif.Kajian ini
menyimpulkan bahwa permasalahan umum dalam pengimplementasian kebijakan pemenuhan
kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di sumatera utara adalah: a) tidak ada rencana kerja
rinci pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa terpencil tidak terlistriki
di Sumatera Utara; b) tidak tersedianya Data dan informasi yang valid mengenai potensi EBT dan
jumlah desa tidak terlistriki; c) anggaran yang terbatas; dan d) terbatasnya kualitas dan
kuantitas SDM. Langkah konkrit yang diusulkan untuk dilakukan adalah: a) Penyusunan
Roadmap pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Sumatera Utara; b)
Inventarisasi dan pemetaan potensi EBT secara berkala dan berkelanjutan, serta arah
pengembangan EBT; c) Edukasi dan sosialisasi terhadap potensi dan teknologi berbasis EBT; dan,
d) Koordinasi antar Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota, Masyarakat, Praktisi, Akademisi,
dan dunia usaha.

Kata kunci: implementasi kebijakan, energi listrik, desa terpencil, Sumatera Utara

ABSTRACT

This study is a policy implementation study related to the utilization of Renewable Energy (EBT)
in fulfilling electricity needs in remote villages in North Sumatra, wich considering into four
important factors or variables in the implementation of a public policy: communication,
Resources, dispositions or attitudes and bureaucratic structures. The approach used in this study
is a descriptive qualitative approach by using in-depth interview data collection methods,
participant observation, documentation and visual materials, internet search methods and Focus
Group Discussion (FGD). While the analytical technique used is the constant comparative
technique, which is one of the analytical techniques used in a research with a qualitative
approach. This study concludes that the general problem in the implementation of electricity
fulfillment policy in remote villages in north sumatera are: a) there is no detailed work plan for
the utilization of EBT in fulfilling electricity needs in remote villages in North Sumatra; b)

61
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

unavailability of valid data and information about potential EBT and number of villages without
electricity; c) limited budget; And d) limited quality and quantity of human resources. Concrete
steps proposed to be undertaken are: a) Preparation of Roadmap utilization of EBT potential in
fulfilling electricity demand in North Sumatra; b) Periodical and ongoing inventory and mapping
of EBT potentials, as well as the direction of EBT development; c) Education and dissemination of
EBT-based potential and technology; and, d) Coordination between Central / Provincial / District /
City Government, Society, Practitioner, Academician, and business world.

Keywords: implementation of policies, electrical energy, remote villages, North Sumatra

PENDAHULUAN Dalam dokumen Rencana Pembangunan


Penelitian Sidik (2011) menyimpulkan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
bahwa infrastruktur listrik secara signifikan Sumatera Utara tahun 2013-2018 bahwa
memberikan pengaruh yang positif terhadap terdapat dua permasalahan krusial dalam
pertumbuhan ekonomi, dimana apabila terjadi pembangunan kelistrikan yang terjadi di
peningkatan 1 kwh energi listrik yang dijual Sumatera Utara, yaitu : 1) pertumbuhan
perkapita sebesar 1% maka akan terjadi kapasitas pembangkit masih lebih rendah dari
peningkatan PDRB perkapita sebesar 0,307%. pertumbuhan kebutuhan listrik, dan 2) masih
Cahyono dan Kaluge, (2012) menyatakan banyaknya desa-desa di daerah terpencil di
Ketersediaan infrastruktur listrik Sumatera Utara yang belum dimasuki oleh
mempengaruhi Produk Domestik Bruto jaringan listrik. Provinsi Sumatera Utara masih
Perkapita di Indonesia untuk jangka panjang. mengalami defisit listrik sebesar 300 MW (dari
Oleh sebab itu, ketersediaan listrik menjadi isu kebutuhan sebesar 1.700 MW dan ketersediaan
yang cukup penting lantaran infrastruktur dasar sebesar 1.400 MW) ditambah waiting list
tersebut bukan hanya menjadi kebutuhan sebesar 600 MW. Sementara itu, rasio
melainkan kewajiban negara untuk elektrifitas rata-rata Sumatera Utara saat ini
menyejahterakan seluruh masyarakat. (2016) masih berkisar 93,15% dengan beberapa
Pemerintah telah memberikan kewenangan Kabupaten yang masih memiliki rasio
kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) elektrifitas di bawah 60% yaitu : Nias, Nias
untuk penyediaan energi kelistrikan dalam skala Barat, Nias Utara, Nias Selatan dan Gunung Sitoli
nasional. Di sisi lain, PT. PLN masih memiliki (Dinas Pertambangan dan Energi Provsu, 2015).
persoalan keterbatasan kemampuan finansial Demikian juga di daerah Kabupaten/Kota
dalam memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Isu
Tidak kalah pentingnya adalah sumber energi disparitas ketersediaan energi juga merupakan
listrik yang digunakan masih dominan berasal menjadi isu strategis bidang sarana dan
dari sumber energi fosil yang semakin lama prasarana yang menjadi salah satu sorotan para
semakin mengalami penurunan terutama dari pemerintah daerah tersebut masing-masing. Hal
sisi kuantitas. Pelayanan yang dilakukan PT. PLN ini dibuktikan dengan terdapatnya isu ini
ini masih belum menjangkau seluruh wilayah disetiap dokumen RPJMD di masing-masing
terutama daerah-daerah terpencil. daerah Kabupaten yang masih memiliki desa-
Salah satu solusi alternatif pemenuhan desa terpencil dan belum terlistriki.
energi listrik di daerah terpencil adalah Terdapatnya disparitas pembangunan antara
pengadaan pembangkit energi listrik dengan daerah perkotaan dan perdesaan terhadap akses
memanfaatkan potensi sumberdaya Energi Baru masyarakat terhadap infrastruktur pendukung
Terbarukan (EBT) berupa: tenaga surya, air, perekonomian termasuk ketersediaan energi
angin, panas bumi, nuklir, gelombang laut, listrik disetiap kabupaten tersebut adalah
biomassa dan lain-lain yang ada di daerah permasalahan utama yang menjadi dasar
tersebut (Sugiyono, 2012; dan Rahardjo dan lahirnya kebijakan percepatan pembangunan
Fitriana, 2005). Prospek pengembangan sumber yang salah satunya adalah pemanfaatan EBT
EBT mempunyai peluang cukup besar dan sebagai sumber energi listrik terutama pada
bersifat strategis, mengingat sumber energi daerah-daerah terisolir dan terpencil disetiap
terbarukan merupakan sumber energi bersih, kabupaten tersebut.
ramah lingkungan, dan berkelanjutan serta Untuk itu, di dalam dokumen RPJMD Provsu
potensinya banyak dijumpai di masing-masing disebutkan bahwa kebijakan umum dan
daerah. EBT ini apabila dimanfaatkan untuk program pembangunan daerah Provinsi
kebutuhan tenaga listrik terutama daerah Sumatera Utara untuk pembangunan kelistikan
pedesaan yang terpencil akan memberikan dilaksanakan melalui : 1) Menyediakan sumber
kontribusi yang sangat besar terhadap energi untuk kebutuhan masyarakat, khususnya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dari sumber energi terbarukan dan ramah
sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi lingkungan (Misi ke-3); dan 2) Meningkatkan
daerah tersebut (Kitta and Manjang, 2011). kapasitas ketersediaan energi listrik dengan

62
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

fokus pada penggunaan energi baru terbarukan rencana yang tersimpan dalam arsip apabila
untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi tidak diimplementasikan baik.
masyarakat dan dunia usaha (Misi ke-5) dengan Kajian ini merupakan sebuah studi
nomenklatur programnya berupa implementasi kebijakan yang
pengembangan pelayanan ketenagalistrikan dan mempertimbangkan empat faktor atau variabel
energi baru terbarukan dengan indikator penting dalam pengimplementasian sebuah
keberhasilan adalah peningkatan rasio desa kebijakan publik, yaitu: komunikasi
berlistrik dari 84,63% menjadi 95% dan (communication), sumber-sumber (resources),
peningkatan Rasio Elektrifikasi (RE) menjadi kecondongan (dispositions) atau perilaku
sebesar 96%. (attitudes) dan struktur birokrasi (bureaucratic
Untuk meningkatkan desa berlistrik dan structure. George C. Edwards III dalam
ratio elektrifikasi tersebut, Pemerintah Provinsi (Andrianingsih 2008) dan (Akib 2010)
Sumatera Utara dapat memanfaatkan menyatakan bahwa dalam melakukan studi
sumberdaya EBT yang ada masing-masing implementasi kebijakan, haruslah dimulai
daerah di Sumatera Utara dengan potensinya dengan pertanyaan: Apakah pre – kondisi
cukup memadai untuk dikembangkan terutama (syarat) keberhasilan implementasi kebijakan?
sumberdaya air dan matahari. Potensi EBT dari Apakah kendala utama (primary obstacles) bagi
matahari yang berlimpah sudah tidak dapat kesuksesan implementasi kebijakan?. Jawaban
dipungkiri lagi mengingat Indonesia merupakan dari pertanyaan tersebut adalah dengan
negara tropis, karenanya pemanfaatan terhadap mempertimbangkan empat faktor atau variable
potensi ini sudah dilakukan dengan telah penting tersebut. Empat faktor tersebut dalam
tersebarnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya membantu ataupun menghalangi suatu
(PLTS) Terpusat dan Tersebar di Sumatera implementasi kebijakan bertindak dan
Utara, antara lain di: Deli Serdang, Langkat, berinteraksi satu sama lain secara bersamaan,
Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Asahan, oleh karenanya pemahamannya tidak boleh
Labuhan Batu, Samosir, Toba Samosir, berpisah antara satu sama lain. Komunikasi
Humbahas, Tapanuli Utara, Padang Lawas Utara, suatu program hanya dapat dilaksanakan
Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana.
Tengah, Nias, Nias Selatan, dan Labuhan Batu Hal ini menyangkut proses penyampaian
Utara. Adapun potensi air untuk tenaga listrik informasi, kejelasan informasi dan konsistensi
yang terdapat di Sumatera Utara, berdasarkan informasi yang di-sampaikan. Sumber daya,
data dari Direktorat Jendral Energi Baru meliputi empat komponen yaitu staf yang cukup
Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen (jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan
EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya guna pengambilan keputusan, kewenangan yang
Mineral (ESDM) Republik Indonesia, daya yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung
dapat dihasilkan dari potensi air adalah sebesar jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
1.201, 81 MW. Sebaran lokasi potensi air untuk pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana
PLTMH yaitu: Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, merupakan komitmen pelaksana terhadap
Tapanuli Selatan, Langkat, Karo, Deli Serdang, program. Struktur birokrasi didasarkan pada
Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Dairi, Toba prosedur operasional standar yang mengatur
Samosir, Mandailing Natal, Humbang tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan
Hasundutan, Samosir, Serdang Bedagai, Padang
Lawas Utara, Padang Lawas, Labuhan Batu METODE
Selatan, Labuhan Batu Utara, dan Padang Kajian ini dilaksanakan pada Maret s/d
Sidempuan. Juni 2016. Pendekatan yang digunakan dalam
Pada prinsipnya setiap kebijakan publik kajian ini adalah pendekatan kualitatif
selalu ditindaklanjuti dengan implementasi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan
kebijakan. Implementasi dianggap sebagai dengan teknik wawancara mendalam, observasi
wujud utama dan tahap yang sangat partisipasi, bahan dokumentasi dan visual,
menentukan dalam proses kebijakan. tanpa metode penelusuran internet dan diskusi
implementasi yang efektif keputusan pembuat berkelompok terfokus (Focus Group
kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Discussion/FGD). Berdasarkan jenis data yang
Demikian juga kebijakan pemanfaatan EBT dibutuhkan dalam penelitian ini, pengumpulan
untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi data dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan
masyarakat di Sumatera Utara. Implementasi data primer dan pengumpulan data sekunder.
kebijakan ini merupakan sesuatu yang penting, Pada pengumpulan data primer dilakukan
bahkan mungkin lebih penting daripada dengan menggunakan metode wawancara
pembuatan kebijakan tersebut sebelumnya. mendalam, observasi dan FGD. Untuk data
Kebijakan ini akan sekedar berupa impian atau sekunder dilakukan dengan menggunakan

63
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

metode dokumentasi yang dikumpulkan dari orang yang tepat dan dikomunikasikan dengan
berbagai sumber literatur yang terkait . jelas dan akurat agar dapat dimengerti dengan
Informan dalam penelitian ini adalah: 1) cermat oleh para pelaksana. Namun, banyak
Pemerintah Daerah yang terdiri dari: Dinas hambatan yang menghadang transisi
pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera komunikasi-komunikasi pelaksanaan dan
Utara, Dinas Pertambangan dan Energi hambatan-hambatan ini mungkin menghalangi
Kabupaten (Tapanuli Selatan, Pak-pak Bharat, pelaksanaan kebijakan (Andrianingsih, 2008).
Dairi, Karo dan Deli Serdang), Bappeda Provinsi Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat tiga hal
Sumatera Utara, Bappeda Kabupaten (Tapanuli penting dalam proses komunikasi kebijakan,
Selatan, Pak-pak Bharat, Dairi, Karo dan Deli yaitu 1). transmisi (transmission) yaitu apabila
Serdang; 2) Masyarakat yang terdiri atas komunikasi tentang implementasi kebijakan
masyarakat dan kelompok masyarakat yang disampaikan secara langsung, maka pesan akan
berasal dari desa-desa terpencil yang telah ditransmisikan dengan akurat. Sebaliknya
memanfaatkan potensi EBT berupa PLTS komunikasi tak langsung berpotensi
Terpusat, PLTMH dan PLTS Tersebar/SHS, menimbulkan distorsi informasi. Oleh karenanya
sebagai sumber energi listrik. apabila saluran komunikasi untuk instruksi
Pemilihan personal sebagai perwakilan dari implementasi keputusan dikembangkan dengan
kelompok peserta informan tersebut dilakukan lebih baik, maka kemungkinan ditransmisikan
dengan metode search sampling (Kuswanda dengan tepat juga lebih tinggi; 2) kejelasan
2015), dengan mencari pegawai atau personal (clarity) yang maksudnya adalah agar kebijakan
dari kelompok peserta informan tersebut yang dapat diimplementasikan seperti yang
secara kelembagaan dan tupoksi memahami diinginkan, harus dipastikan bahwa petunjuk
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan listrik di pelaksanaannya telah diterima dan
desa-desa tidak terlistriki di wilayah mereka dikomunikasikan dengan jelas kepada para
masing-masing. pelaksana kebijakan. Ketidakjelasan pesan
Data yang sudah terkumpul selanjutnya komunikasi tentang implementasi kebijakan
dilakukan analisis untuk dapat memberikan akan menimbulkan interpretasi yang salah dan
informasi yang jelas. Miles dan Hubermen dapat bertentangan dengan makna yang
dalam Morissan (2012), menyatakan bahwa sesungguhnya, atau bahkan untuk
analisis data kualitatif terdiri dari empat tahap, mengakomodasi kepentingan pribadi; dan 3)
yaitu: 1) reduksi data (data reduction), 2) konsistensi (consistency) yang maksudnya
peragaan data (data display), 3) penarikan adalah agar implementasi kebijakan
kesimpulan (conclusion drawing), dan 4) berlangsung efektif, perintah-perintah
verifikasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa dua pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
teknik analisis data terpenting dalam beberapa Walaupun perintah kepada pelaksana jelas,
teknik analisis data kualitatif yang ada adalah: 1) tetapi bila (saling) bertentangan atau tidak
teknik komparatif tetap (the constant konsisten dengan ayat-ayat atau pasal-pasal
comparative technique); dan 2) teknik induksi yang lain dalam satu paraturan atau
analitis (the analytical induction technique). bertentangan dengan peraturan yang lain, maka
Untuk menganalisis data dalam kajian perintah tersebut tidak akan memudahkan para
dilakukan dengan teknik komparatif tetap (the pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya
constant comparative technique). Dalam dengan baik. Selain itu, ketidakkonsistensian
pelaksanaan analisis data dengan menggunakan tersebut akan mendorong para pelaksana
teknik analisis ini secara umum terdiri atas mengambil tindakan yang sangat longgar dalam
empat tahapan, yaitu : 1) kategorisasi kejadian; menafsirkan dan mengimplementasikan
2) perbaikan kategori; 3) mencari hubungan dan kebijakan. Bila hal ini terjadi, maka akan
tema diantara kategori; dan 4) berakibat pada ketidakefektifan implementasi
menyederhanakan dan mengintegrasikan data kebijakan karena tindakan yang sangat longgar
berdasarkan struktur teorinya. besar kemungkinan tidak dapat digunakan
untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
Pemahaman pelaksana kebijakan bahwa pemanfaatan EBT dalam pemenuhan
terhadap kebijakan pemanfaatan EBT dalam kebutuhan listrik merupakan salah satu
pemenuhan kebutuhan listrik di Sumatera kebijakan strategis dan menjadi dasar kebijakan
Utara. Prasyarat pertama dalam implementasi pembangunan di setiap tingkatan pemerintahan
kebijakan yang efektif adalah bahwa pelaksana di Sumatera Utara (Provinsi dan Kabupaten).
keputusan harus mengetahui apa yang harus Kebijakan ini ditetapkan para pemimpin daerah
dilakukan. Keputusan- keputusan kebijakan dan berdasarkan permasalahan infrastruktur
perintah-perintah harus diteruskan kepada kelistrikan yang hampir sama di seluruh wilayah

64
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

di Sumatera Utara, yaitu: masalah kurangnya listriknya tetap ada” (Sati Tampubolon,
pasokan listrik dari sumber konvensional (PLN); wawancara penelitian, 2016)
dan, masih adanya desa-desa tidak berlistrik.
Pemanfaatan potensi EBT sebagai alternatif Pernyataan diatas adalah salah satu
penanggulangan permasalahan kelitrikan kutipan pernyataan dari Bapak Sati
tersebut sangat dimengerti dan dipahami oleh Tampubolon, yang dijadikan sebagai salah satu
para pelaksana kebijakan (Dinas teknis terkait contoh pernyataan dari para informan yang
yang membidangi bidang energi di masing- menguatkan kesimpulan peneliti bahwa para
masing wilayah), sebagai salah satu solusi yang pelaksana kebijakan pemanfaatan EBT di
paling mungkin dilakukan oleh Pemerintah dan Sumatera Utara telah memahami konsep dan
seluruh stakeholder terkait untuk mengatasi arah kebijakan tersebut. Terutama bagi
permasalahan kelistrikan di Sumatera Utara. pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat di
Bahkan hampir seluruh personil yang menjadi desa-desa terisolir tidak berlistrik, pemanfaatan
informan penelitian ini menyatakan bahwa potensi EBT lokal tidak lagi sebuah alternatif
solusi ini bukan hanya sebagai alternatif, tapi solusi, namun sebuah keharusan. Sebab,
suatu keharusan, mengingat sudah sangat ternyata bukan hanya dikarenakan sulitnya
terbatasnya ketersediaan sumber-sumber energi infrastruktur konektifitas, ketidak mungkinan
yang menjadi bahan bakar pembangkit- tersambungnya jaringan PLN ke desa-desa itu
pembangkit listrik konvensional yang ada juga disebabkan kurangnya daya yang dimiliki
sekarang (biasanya dari sumber energi tak PLN. Sebagai informasi, Kabupaten Tapanuli
terbarukan). Selatan adalah salah satu Daerah Kabupaten
Khusus untuk permasalahan ketiadaan yang berada di wilayah PLN area Padang
infrastruktur kelistrikan di desa-desa terpencil, Sidempuan (PSP). Seperti keterangan dari Dinas
para informan sangat memahami bahwa Pertambangan dan energi Kab. Tapsel, bahwa
pengadaan pembangkit dengan memanfaatkan PLN area PSP yang menangani kelistrikan di Kab
potensi EBT lokal yang tersedia merupakan Tapsel, Palas, Paluta, mandaling Natal dan Kota
solusi yang paling realistis untuk dilaksanakan, Padang Sidempuan adalah berkisar 50MW.
mengingat sangat besarnya margin investasi Sehingga setiap harinya PLN harus
yang terjadi bila harus menyambungkan melaksanakan skenario pemadaman bergilir
jaringan listrik dari PLN ke desa-desa tersebut, agar pasokan listrik dapat dibagi-bagi keseluruh
yang disebabkan oleh infrastruktur konektifitas wilayah jaringan. Namun hal tersebut tidak
yang biasanya tidak mendukung dan tidak berlaku untuk wilayah-wilayah yang berada di
meratanya penyebaran penduduk didesa-desa ujung transmisi. Setiap malam (puncak
terisolir tersebut. pemakaian) para pelanggan PLN di wilayah
Kabupaten Tapanuli Selatan misalnya, tersebut terpaksa harus memakai genset, sebab
berdasarkan keterangan dari Kepala Bidang voltase yang sampai kepada mereka hanya
Listrik dan Migas Dinas Pertambangan dan berkisar 180 Volt dari 220 Volt yang dibutuhkan.
Energi setempat (Bapak Sati Tampubolon) Hal ini terjadi akibat tidak adanya pengatur
diketahui bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten beban (gardu) yang dekat dengan wilayah
Tapanuli Selatan tidak pernah merencanakan mereka, yang dapat meningkatkan voltase listrik
atau mengusahakan penyambungan jaringan telah berkurang akibat besarnya losses pada
listrik dari PLN untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang disebabkan panjangnya rentang
listrik di desa-desa terisolir dan tidak berlistrik jaringan yang ada dari sumber pembangkit ke
di daerahnya. Mereka telah membuktikan bahwa lokasi pemakaian.
solusi yang paling efektif adalah membangun Kondisi seperti yang dideskripsikan diatas
pembangkit listrik dengan memanfaatkan EBT juga sama dengan yang terjadi di Kabupaten
lokal yang ada di desa-desa terisolir tersebut. Dairi, Karo, Pakpak Bharat dan Deli Serdang.
Para pelaksana kebijakan pemanfaatan EBT
“tidak perlulah dipikirkan lagi dalam pemenuhan kebutuhan listrik, yang
bagaimana menyambungkan listrik dari biasanya merupakan personil di bidang ke-
PLN ke kampung-kampung tak energi-an di Dinas-dinas teknis terkait di
berlistrik itu, jangankan untuk listrik ke daerah-daerah tersebut sangat memahami apa
kampung-kampung itu. Di kota ini aja dasar dan bagaimana konsep kebijakan
listrik PLN kurang, makanya sering pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan
mati lampu kan. Kami sudah listrik. Biasanya para personil tersebut telah
membuktikan, 20 tahun lagi pun gak banyak mengikuti pendidikan, pelatihan
ada jalan ke sana (desa-desa yang maupun sosialisasi mengenai pemanfaatan EBT
sudah dibangun pembangkit listrik dan apa keunggulannya dari sumber energi
PLTMH dan PLTS terpusat) tapi

65
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

konvensional yang biasanya menggunakan Pemahaman para pelaksana kebijakan


sumber energi yang tidak terbarukan. pemanfaatan EBT dalam usaha pemenuhan
Namun pemahaman para pelaksana kebutuhan listrik di daerah seperti yang
kebijakan pemanfaatan EBT tersebut ternyata dijelaskan diatas, menggambarkan bahwa
masih dalam tataran secara umum mengenai sebenarnya telah terjadi kesalahan atau
apa maksud dan tujuan adanya kebijakan itu. kekurangan dalam alur komunikasi antara
Hal ini dibuktikan dengan kurang mampu-nya pembuat kebijakan dan para pelaksana
para pelaksana kebijakan tersebut menjelaskan kebijakan dibawahnya. Adanya kebijakan
bagaimana tahapan-tahapan yang mereka pemanfaatan EBT untuk mengatasi
lakukan untuk merealisasikan atau mewujudkan permasalahan pemenuhan kebutuhan listrik di
tujuan kebijakan itu. Sebagian besar para masyarakat, tidak diikuti dengan petunjuk yang
informan menyatakan bahwa mereka tidak jelas bagaimana melaksanakan dan
memiliki mekanisme yang tetap dan petunjuk- merealisasikan kebijakan tersebut. Tidak
petunjuk yang jelas mengenai tahapan terpetakannya potensi EBT yang ada di tiap
pelaksanaan kebijakan, sumber EBT apa yang daerah dan tidak terpetakannya desa-desa yang
berpotensi untuk dikembangkan, daerah mana belum terlistriki di tiap daerah, yang
yang paling prioritas untuk diberikan sumber mengakibatkan tidak terhitungnya dengan jelas
energi listrik. Temuan ini diperkuat dengan kebutuhan energi listrik di daerah-daerah
pernyataan sebagian besar para informan dalam terpencil tersebut adalah bukti kuat bahwa telah
penelitian ini yang menyatakan bahwa mereka terlewatkannya tahapan penting usaha
sendirilah yang mendeskripsikan dan pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan
mengartikan apa sebenarnya tujuan dari adanya kebutuhan listrik di daerah. Para pelaksana
kebijakan pemanfaatan EBT tersebut di daerah kebijakan hanya paham maksud dan tujuan dari
mereka masing-masing, apa maksudnya dan apa kebijakan pemanfaatan EBT, tetapi belum tentu
targetnya. Dikarenakan tidak adanya acuan yang mengerti bagaimana melaksanakan dan
jelas yang diberikan para pemimpin daerah merealisasikan kebijakan tersebut.
dalam menyusun indikasi capaian kinerja yang Berdasarkan hasil identifikasi yang
diinginkan, sehingga seringkali para pelaksana dilakukan peneliti melalui observasi dokumen,
kebijakan hanya merencanakan kegiatan- memang ternyata di Sumatera Utara belum
kegiatan yang mereka tahu, kegiatan-kegiatan pernah ada dokumen berupa peraturan daerah,
yang merupakan turunan dan kebijakan- peraturan gubernur maupun peraturan
kebijakan pemerintah pusat, kegiatan-kegiatan Bupati/Walikota yang merupakan panduan
dari proposal-proposal yang datang kepada pencapaian tujuan kebijakan pemanfaatan EBT
mereka dan juga kegiatan-kegiatan yang dalam pemenuhan kebutuhan listrik di daerah
merupakan titipan dari para pihak yang ini. Bentuk komunikasi dari pemimpin daerah
memiliki kepentingan. Hal ini mengakibatkan sebagai pencetus kebijakan tersebut hanya
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendukung berupa pencatuman pentingnya pemanfaatan
kebijakan pemanfaatan EBT dalam pemenuhan EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik bagi
kebutuhan listrik menjadi parsial dan tanpa masyarakat di setiap dokumen rencana
konsep perencanaan yang tepat. pembangunan daerahnya masing-masing,
Ketidak-konsistenan pelaksanaan ditambah pernyataan para pemimpin daerah
kebijakan juga ternyata terjadi dalam usaha mengenai kebijakan pemanfaatan EBT tadi di
yang dilakukan para implementor kebijakan di media-media massa.
beberapa daerah. Kabupaten pakpak bharat, Sumberdaya yang dimiliki pelaksanaan
Dairi dan Deli Serdang misalnya. Dalam kurun kebijakan pemanfaatan EBT dalam
dua tahun belakangan Pemerintah daerah di pemenuhan kebutuhan listrik di Sumatera
ketiga kabupaten ini sedang mendata desa-desa Utara. George C. Edwards III dalam
yang belum terkoneksi dengan jaringan PLN, (Andrianingsih, 2008) dan (Subarsono. 2005)
dengan tujuan untuk diusahakan menyatakan bahwa walaupun perintah
menyambungkan jaringan PLN ke desa-desa implementasi ditransmisikan dengan akurat,
tersebut. Ketiga Kabupaten tersebut telah jelas, dan konsisten, namun apabila para
menjalin kerjasama dengan pihak PLN dengan pelaksana (implementors) tidak memiliki
menganggarkan APBD nya untuk membantu sumber yang cukup, yang diperlukan untuk
pihak PLN membangun jaringan hingga ke menjalankan kebijakan maka implementasi
rumah-rumah yang ada di desa-desa tersebut, tersebut tidak akan menjadi efektif. Lebih lanjut
dengan pertimbangan bila desa-desa itu dinyatakan bahwa sumberdaya yang dibutuhkan
terkoneksi dengan jaringan PLN, maka dalam para pelaksana dalam mengimplementasikan
jangka panjang tingkat efektifitas dan sebuah kebijakan meliputi empat komponen
efisiensinya lebih terjamin. yaitu: 1). staf yang cukup (jumlah dan mutu): 2).

66
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

informasi yang dibutuhkan guna pengambilan juga bukanlah yang memiliki kompetensi untuk
keputusan; 3). kewenangan yang cukup guna melaksanakan program-program atau kegiatan-
melaksanakan tugas atau tanggung jawab; dan kegiatan di bidang ke-energi-an. Banyak dari
4). fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan para staf tersebut bukan lulusan kelistrikan atau
kebijakan. yang bersangkutan dengan bidang kelistrikan,
Kondisi Sumberdaya Manusia (SDM) baik lulusan Sekolah Menengah kejuruan atau
pelaksana kebijakan. Ketersediaan lulusan jurusan teknik kelistrikan. Sehingga
sumberdaya manusia (staf) dalam tidak terpenuhinya kompetensi pendidikan yang
melaksanakan sebuah kebijakan meliputi jumlah dimiliki para personil tersebut.
dan mutu memang sangat mempengaruhi Ketersediaan data dan informasi
keberhasilan pelaksanaan sebuah kebijakan. pelaksanaan kebijakan. Informasi juga
Bagaimana sebuah kebijakan dapat menjadi faktor penting dalam implementasi
dilaksanakan dengan baik bila personil kebijakan, terutama informasi yang relevan dan
pelaksananya tidak cukup?, bagaimana sebuah cukup terkait bagaimana mengimplementasikan
kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik bila suatu kebijakan. Informasi yang dibutuhkan
para pelaksananya tidak memilki kompetensi para implementor kebijakan biasanya data dasar
yang mumpuni?. Pelaksanaan sebuah kebijakan mengenai permasalahan yang ingin diselesaikan
tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari dengan kebijakan tersebut, kondisi kelompok
sumber daya manusia yang cukup kualitas dan objek atau target dari kebijakan tersebut,
kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia informasi mengenai alat untuk menyelesaikan
berkaitan dengan keterampilan, dedikas, masalah tersebut, serta informasi mengenai
profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah Data dan informasi dasar yang dibutuhkan
sumber daya manusia apakah sudah cukup dalam usaha pemanfaatan potensi EBT untuk
untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. memenuhi kebutuhan listrik di desa-desa belum
Sumber daya manusia sangat berpengaruh terlistriki di suatu daerah adalah data dan
terhadap keberhasilan pelaksanaan, sebab tanpa informasi mengenai jumlah dan letak desa
sumber daya manusia yang handal, belum berlistrik dan data ketersediaan jenis EBT
implementasi kebijakan akan berjalan lambat. lokal yang ada. Dengan adanya data dan
Hal ini ternyata dirasakan para pelaksana informasi tersebut maka dapat direncanakan
kebijakan pemanfaatan EBT dalam pemenuhan tindakan apa yang selanjutnya akan dilakukan
kebutuhan listrik di Sumatera Utara, mereka untuk mewujudkan keberadaan pembangkit
menyatakan bahwa salah faktor yang sangat listrik berbasis EBT di desa-desa tidak berlistrik
mempengaruhi kinerja mereka dalam tersebut, seperti menyusun kelayakan
melaksanakan kebijakan tersebut adalah pemanfaatan dan merencanakan disain teknis
kualitas dan kuantitas personil yang mereka secara detail mengenai teknologi
miliki. Tidak sedikit dari para kepala dinas yang pemanfaatannya.
merupakan leader dari para implementor Berdasarkan usaha pengumpulan data
tersebut mengeluhkan ketersedian staf yang melalui observasi dokumen yang dilakukan
mereka miliki dalam melaksanakan kegiatan- peneliti, data-data tersebut sangat sulit untuk
kegiatan dalam mendukung program kebijakan tersedia di instansi teknis dan non teknis
tersebut. Menurut mereka, kalaupun kuantitas pemerintah daerah. Dari pengakuan para
SDM nya belum terpenuhi, tapi bila personil informan, data-data tersebut sangat sulit
yang ada mempunyai kualitas yang baik, tidak tersedia akibat sangat tergantungnya
lah jadi masalah. Tetapi kondisi yang ada adalah penyediaan data-data tersebut dengan anggaran
disamping kurangnya jumlah personil yang dan SDM yang dimiliki para pelaksana kebijakan.
mereka miliki, para staf yang mereka miliki juga Kalaupun ada, data-data tersebut adalah data
tidak memenuhi kompetensi yang dibutuhkan. sekunder yang dimiliki instansi-instansi lain
Berdasarkan obervasi yang dilakukan yang telah melaksanakan kegiatan serupa
terhadap dokumen-dokumen yang memuat data sebelumnya. Seperti PLN, perguruan-perguruan
SDM dimasing-masing instasi, dapat tinggi dan lembaga-lembaga penelitian yang
disimpulkan bahwa memang sumberdaya melaksanakan kegiatan penyelidikan dan
manusia yang dimiliki instansi-instanasi penelitian dengan topik yang sama dan
tersebut tidak dalam kriteria yang baik. Bukan berkaitan dengan data-data tersebut. Data yang
hanya dalam jumlah, namun juga dalam lingkup tersedia juga sulit dijamin kebenarannya. Sering
mutu. Berdasarkan data yang terkumpul, terlihat sekali data yang terpublikasi tidak sama antara
jelas bahwa jumlah personil (staf) yang dimiliki satu dan lainnya. Data desa tak terlistriki
setiap instansi sangat terbatas, bahkan dalam misalnya, didalam RPJMD provinsi Sumut pada
jumlah yang sangat sedikit. Para staf tersebut tahun 2014 terdata bahwa desa yang belum

67
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

terlistriki di Sumatera Utara berjumlah 870 mereka miliki dalam melaksanakan tugasnya
desa, sedangkan PLN melalui salah satu dengan lahirnya Undang-undang Nomor 23
presentasenya yang berjudul Kondisi sistem tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang
kelistrikan di PT PLN (persero) wilayah telah memberikan batasan kewenangan bagi
Sumatera Utara menyatakan bahwa pada tahun Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota dalam
2014 jumlah desa belum terlistriki di Sumatera penerbitan izin pemanfaatan langsung energi
Utara adalah berjumlah 1.047 desa. baru terbarukan. Dimana Pemerintah Daerah
Tidak tersedianya data mengenai potensi Kabupaten dan Kota hanya diberi kewenangan
EBT dan jumlah desa belum terlistriki menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas
sebenarnya telah disadari oleh Pemerintah bumi dalam daerah Kabupaten/Kota. Ditambah
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan adanya rencana pembubaran SKPD Dinas
dengan adanya kebijakan “memerlukan sistem Pertambangan dan Energi di kabupaten/Kota.
informasi sumber energi terbarukan (EBT) yang Menurut mereka terbitnya UU ini bertolak
ada di Sumatera Utara” didalam salah satu belakang dengan pesan yang diamanahkan UU
kebijakan strategis bidang energi yang No. 30 tahun 2007 tentang Energi dimana
ditetapkan Pemerintah Sumatera Utara, pada Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota
Rencana Pembangunan Jangka Menengah diamanahkan untuk meningkatkan pemanfaatan
Daerah Provinsi Sumatera Utara (RPJMD Prov. energi baru terbarukan di daerahnya. Menurut
Sumut) pada periode tahun 2014-2018. Namun mereka, perlu segera di terbitkan turunan
hingga sekarang hal tersebut belum dapat perundangan berupa Peraturan Pemerintah,
terwujud karena terkendala terbatasnya Peraturan Menteri dan yang lainnya, yang
anggaran yang dimiliki. Dengan tersedianya menjelaskan secara rinci batasan kewenangan
sistem informasi sumber energi di Sumatera antar pihak agar tidak ada kekhawatiran
Utara, maka dapat diketahui dengan pasti bertumpang tindihnya kewenangan di masing-
potensi EBT yang tersedia, dan dapat masing pihak.
diarahkannya pemanfaatan potensi tersebut. Satu lagi kekhawatiran yang mereka
Kewenangan yang dimiliki pelaksana rasakan adalah ternyata usaha pemanfaatan EBT
kebijakan. Wewenang sangat berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan listrik di daerah
terutama untuk meyakinkan dan menjamin bukan hanya tugas dari satu SKPD teknis saja
bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai (biasanya Dinas Pertambangan dan Energi).
dengan yang dikehendaki. Dalam birokrasi Usaha pembangunan infrastruktur ekonomi
pemerintah, dokumen yang mejelaskan sampai termasuk ketenagalistrikan di pedesaan
mana kewenangan setiap personil dalam ternyata juga menjadi tugas dari SKPD lain
struktur organisasi sebuah instansi adalah seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
dokumen yang menjelaskan tugas pokok dan Adanya resiko bertumpang tindihnya proses
fungsi personil tersebut. Untuk instansi perencanaan dari masing-masing pihak dalam
pemerintah daerah yang menjadi lokasi usaha pelaksanaan kebijakan pemenfaatan EBT
penelitian, dokumen yang diobservasi peneliti tersebut mungkin saja terjadi, dikarenakan tidak
adalah dokumen Renstra SKPD terkait. Didalam adanya petunjuk teknis atau pedoman yang
dokumen tersebut dijelaskan apa yang menjadi diberikan oleh pencetus kebijakan (pimpinan
tugas pokok dan fungsi dari pelaksana kebijakan daerah). Pengalaman ini pernah terjadi pada
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan saat diajukannya proposal pembangunan
listrik yang menjadi subjek penelitian ini. pembangkit listrik berbasis EBT di suatu desa
Dari hasil observasi dokumen, diketahui yang sama oleh kedua instansi kepada
bahwa setiap pelaksana kebijakan pemanfaatan Pemerintah Pusat, yang berakibat dibatalkannya
EBT atau personil yang membidangi bidang proses pengadaannya dengan pertimbangan
energi di setiap instansi teknis yang diobservasi, resiko hukum.
telah memiliki kewenangan yang cukup dan Ketersedian fasilitas pendukung
dapat menjamin bahwa para pelaksana pelaksanaan kebijakan. Fasilitas menyangkut
kebijakan dapat menjalankan perannya. sarana dan prasarana yang merupakan salah
Dokumen-dokumen tersebut memuat bahwa satu faktor yang cukup berpengaruh dalam
para pelaksana kebijakan memiliki kewengan mengimplementasikan kebijakan. Tersedianya
dalam merencanakan dan melaksanakan fasilitas yang layak seperti gedung, tanah, dan
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan peralatan perkantoran dan penunjang lainnya
listrik, walaupun dalam nomenklatur yang akan mendukung keberhasilan implementasi
berbeda-beda. suatu program atau kebijakan. Begitu juga dalam
Namun berdasarkan hasil wawancara yang pengimplementasian kebijakan pemanfaatan
dilakukan terhadap para informan, ternyata ada EBT dalam pemenuhan kebutuhan listrik di
kekuatiran menyangkut kewenangan yang daerah. para implementor kebijakan tersebut

68
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

tentunya membutuhkan fasilitas-fasilitas jajaran pimpinan dan kelompok legislatif yang


pendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. ada dalam organisasi pemerintahan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diterima Didalam proses pembahasan ini, para pimpinan
peneliti dari beberapa informan penelitian ini, akan menentukan menjadi prioritaskah kegiatan
bahwa fasilitas yang paling dibutuhkan dalam tersebut untuk dilaksanakan atau tidak.
pelaksanaan tugas mereka disamping gedung Kemudian kelompok legislatif akan memberikan
dan peralatan perkantoran adalah peralatan tanggapan setuju atau tidak setuju terhadap
survei potensi. Namun sebagian besar fasilitas perencanaan kegiatan tersebut.
dan peralatan tersebut sudah tersedia. Kalaupun Pemimpin daerah sebagai pencetus
belum, biasanya mereka dapat menyewa atau kebijakan pemanfaatan EBT dalam pemenuhan
meminjam dari instansi teknis yang lain. kebutuhan listrik didaerahnya, tentunya akan
Pertimbangan tidak perlunya pengadaan memberikan respon positif terhadap
peralatan tersebut adalah karena tidak perencaanan kegiatan yang telah disusun jajaran
seterusnya digunakan. Biasanya peralatan dibawahnya. Dan lembaga legislatif sebagai
tersebut dibutuhkan pada saat tertentu saja. lembaga yang telah menyetujui kebijakan
Disamping itu, peralatan-peralatan itu masih tersebut untuk dilaksanakan dalam membangun
cenderung mahal dan terbatasnya anggaran daerah-daerah yang diwakilkannya, tentu
yang dimiliki untuk mengadakannya. seharusnya memberikan respon positif terhadap
Komitmen Pemimpin daerah dan usulan kegiatan yang akan dilaksanakan para
Dewan Legislatif daerah dalam pelaksanaan pelaksana kebijakan tersebut. Namun
kebijakan Pemanfaatan EBT untuk berdasarkan pernyataan atas pengalaman para
memenuhi kebutuhan listrik di Sumatera pelaksana kebijakan dalam menyampaikan
Utara. Didalam pelaksanaan atau implementasi usulan-usulan kegiatannya terkait pelaksanaan
sebuah kebijakan, komitmen seorang leader kebijakan pemanfaatan EBT untuk memenuhi
(pemimpin) sebagai pencetus kebijakan tersebut kebutuhan listrik di desa-desa terpencil, respon
untuk diimplementasikan dalam mengatasi positif tersebut sangat sulit untuk didapatkan.
permasalahan yang dihadapi sebuah organisasi Dengan alasan “belum terlalu menyentuhnya
adalah mutlak. Komitmen ini dapat berupa persoalan kelistrikan terhadap urat nadi
dukungan nyata pemimpin tersebut dalam perekonomian masyarakat”, usulan-usulan
menyediakan segala sesuatu keperluan yang kegiatan tersebut sering terhenti pada saat
dibutuhkan para pelaksana kebijakan untuk pengambilan keputusan akan dilaksanakan atau
menjalankan tugasnya, dukungan moral sebagai tidak dilaksanakannya kegiatan tersebut.
pemberi semangat bagi para implementor dalam “Bagaimana Bupati dan DPRD-nya?,
pelaksanaan tugasnya dan lain sebagainya. pertanyaan tersebut adanya jawaban pertama
Pernyataan tersebut berlaku juga dalam atas pertanyaan peneliti kepada informan dari
pelaksanaan kebijakan pemanfaatan EBT dalam jajaran pemerintah pusat, yang ditemui peneliti
pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa ketika melakukan konsultasi ke Pusat Penelitian
terpencil di Sumatera Utara. Para pelaksana dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan,
kebijakan akan selalu bergantung kepada Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
komitmen para pemimpinnya dalam (p3tkebt) Balitbang Kementerian ESDM dan juga
memberikan dukungan terhadap pelaksanaan ke Dewan Energi Nasional (DEN) di Jakarta.
tugas-tugas tersebut. Para pelaksanaan Jawaban berbentuk pertanyaan tersebut
kebijakan tersebut membutuhkan komitmen dinyatakan oleh tiga informan yang menjadi
para pemimpin daerah dalam penyediaan teman diskusi peneliti pada saat itu. Para
kebutuhan, komunikasi-komunikasi nyata informan itu adalah: 1). Kepala Bidang Program
sebagai dukungan moral, serta petunjuk- p3tkebt (Bapak Efwizen Chaniago, S.Sos, MAP);
petunjuk dikala dihadapkannya para pelaksana 2). Koordinator Kelompok Pelaksana Litbang
kebijakan pada permasalahan-permasalahan Energi Baru Terbarukan P3TKEBT (Bapak Drs.
yang menghalangi pelaksanaan tugasnya. Rochman Isdiyanto) dan 3). Kasubbid Kebijakan
Didalam birokrasi pemerintahan, baik di Pemanfaatan Energi DEN (ibu Yati). Pertanyaan
pusat maupun daerah. Pelaksanaan sebuah peneliti pada saat itu adalah mengenai pendapat
kegiatan akan selalu diawali dengan proses mereka tentang kendala atau permasalahan
perencanaan. Didalam dokumen perencanaan pengembangan EBT di daerah yang ada di
tersebut akan dijelaskan apa latar belakang Indonesia. Walaupun secara khusus kedua
kegiatan tersebut, tujuannya, manfaatnya, lembaga ini belum pernah melakukan kajian
bagaimana melaksanakannya, apa yang mengenai kendala yang dihadapi daerah dalam
dibutuhkan dan berapa biayanya. Selanjutnya pemanfaatan EBT untuk pemenuhan listrik,
biasanya dokumen tersebut kembali akan namun berdasarkan pengalaman mereka selama
dibahas untuk mendapatkan persetujuan para ini, faktor komitmen pemimpin daerah dan

69
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

dewan legislatif daerah adalah kunci menghambat diimplementasikannya satu


keberhasilan setiap kebijakan dan program kebijakan, dapat pula dipengaruhi oleh orientasi
pengembangan atau pemanfaatan EBT di atau interest aparat atau pimpinan organisasi
daerah. Menurut mereka hal ini disebabkan pemerintah daerah terhadap kebijakan yang
sangat sentralnya peran kedua aktor ini. Banyak ada. Banyak persoalan yang harus dikerjakan,
kebijakan di daerah yang gagal ataupun berhasil prioritas pilihan kebijakan apa yang akan
akibat adanya intervensi dari kedua aktor ini. diimplementasikan tergantung pada interest
Lalu bagaimana mengikat komitmen kedua serta orientasi pimpinan daerah.
aktor ini atas sebuah kebijakan pembangunan di Teori Warwick dan pendapat Anonim
daerah?. Terkait pemanfaatan dan diatas menggambarkan betapa berpengaruhnya
pengembangan potensi EBT dalam pemenuhan sikap dan komitmen pimpinan politik atau
kebutuhan energi di daerah, menurut ibu Yati pemimpin daerah sebagai pencetus kebijakan,
sebenarnya UU No. 30 tahun 2007 tentang dalam pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
energi dan PP No. 79 tahun 2014 tentang Pimpinan politik dapat menjadi faktor
Kebijakan Energi Nasional sebenarnya telah pendorong bila bernilai positif, sekaligus
mengatur apa dan bagaimana mengembangkan menjadi salah satu faktor penghambat bila
dan memanfaatkan dan potensi EBT dalam nilainya bernada negatif. Demikian juga dalam
pemenuhan kebutuhan energi. Didalam PP pengimplementasian kebijakan pemanfaatan
79/14 malah telah ditetapkan apa yang menjadi dan pengembangan potensi EBT untuk
kebijakan utama dan pendukung dari arah memenuhi kebutuhan listrik di daerah. Proses
kebijakan energi nasional, apa peran pemerintah implementasi sangat menuntut komitmen
pusat dan apa peran pemerintah daerah. pimpinan daerah sekaligus dewan legislatif
Berdasarkan amanah dari kedua dokumen daerah untuk mendukung terlaksananya dan
peraturan tersebut, menurut ibu Yati tercapainya tujuan kebijakan tersebut.
seharusnya Pemerintah daerah Provinsi Komitmen kedua aktor ini untuk menyediakan
maupun Kabupaten/Kota segera menyusun segala kebutuhan dan mendorong kinerja para
sebuah Rencana aksi pemanfaatan atau implementor demi tercapainya tujuan kebijakan
pengembangan EBT di daerah. Menurut beliau itu adalah salah satu kunci keberhasilan proses
hal ini sangat penting. Disamping dapat menjadi implementasi itu sendiri.
pedoman pelaksanaan kebijakan pemanfaatan Disposisi sikap pelaksana kebijakan
EBT di daerah, rencana aksi yang telah pemanfaatan EBT untuk memenuhi
disepakati seluruh stakeholders terkait ini di kebutuhan listrik di Sumatera Utara. George
daerah, akan menjadi sebuah pengikat C. Edwards III dalam (Andrianingsih 2008);
komitmen masing-masing pihak. Dokumen ini (Akib 2010); dan (Subarsono. 2005)
juga dapat menjadi dasar perencanaan dan mengemukakan bahwa ”kecenderungan-
pelaksanaan program dan kegiatan untuk kecenderungan atau disposisi merupakan salah-
mendukung kebijakan. Berdasarkan informasi satu faktor yang mempunyai konsekuensi
ibu Yati, pada tahun ini (2016) DEN telah penting bagi implementasi kebijakan yang
berhasil menyusun draft Rencana Umum Energi efektif”. Jika para pelaksana mempunyai
Nasional (RUEN) yang merupakan dokumen kecenderungan atau sikap positif atau adanya
yang mengatur rencana aksi nasional dalam dukungan terhadap implementasi kebijakan
pelaksanaan Kebijakan Energi Nasional. Draft maka terdapat kemungkinan yang besar
RUEN ini telah berada di secretariat istana untuk implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai
selanjunya di tandatangani oleh Presiden. dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya,
Dengan telah disahkannya RUEN ini, maka jika para pelaksana bersikap negatif atau
daerah dapat mempedomaninya dalam menolak terhadap implementasi kebijakan
penyusunan Rencana Umum energi Daerah karena konflik kepentingan maka implementasi
(RUED) mereka masing masing. kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.
Warwick (1979) dalam Syarief (2012) dan Wahab (2008), menjelaskan bahwa disposisi
Alhasani (n.d) menyatakan bahwa komitmen adalah watak dan karakteristik yang dimiliki
pimpinan politik adalah salah satu kekuatan oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran,
yang berpengaruh dalam tahap sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
pengimplementasian sebuah kebijakan. disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan
Komitmen pimpinan politik dapat menjadi kebijakan dengan baik seperti apa yang
faktor pendorong (facilitating conditions) atau diinginkan oleh pembuat kebijakan.
menjadi factor penghambat (impeding Kepala Dinas Pertambangan dan Energi
conditions) bila tidak bernilai positif. Teori ini Kabupaten Tapanuli Selatan menyatakan bahwa
senada dengan pendapat Anonim (2015), yang personil yang dibutuhkan dalam usaha
berpendapat kesulitan-kesulitan lain yang pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan

70
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

kebutuhan listrik di desa-desa tidak terlistriki mempunyai peranan yang penting.


adalah personil yang mempunyai dedikasi tinggi Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks
dan punya komitmen untuk meyelesaikan menuntut adanya kerjasama banyak pihak.
tugasnya. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap
implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan
“yang kita butuhkan itu orang yang menyebabkan ketidakefektifan dan
mau melepaskan alas kakinya, dan menghambat jalanya pelaksanaan kebijakan.
berjalan berkilo-kilo meter untuk Berdasakan penjelasan tersebut, maka
melihat kondisi kampung-kampung memahami struktur birokrasi merupakan faktor
itu. kita tak perlu orang yang hanya yang fundamental untuk mengkaji implementasi
suka duduk dibelakang meja” sebuah kebijakan.
(kepala Dinas Pertambangan dan Salah satu dari aspek struktur organisasi
Energi Kab. tapanuli Selatan, adalah adanya standar operasi yang standar
wawancara penelitian, 2016). (standard operating procedures/SOP). Fungsi
dari SOP menjadi pedoman bagi setiap
Pernyataan tersebut adalah salah satu implementor dalam bertindak. Dengan
kutipan pernyataan dari Kepala Dinas menggunakan SOP, para pelaksana dapat
Pertambangan dan Energi kabupaten Tapanuli mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat
Selatan ketika beliau menyatakan pendapatnya berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-
terhadap kriteria personil yang dibutuhkan tindakan pejabat dalam organisasi yang
dalam melaksanakan tugas yang diemban atas kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat
adanya kebijakan pemanfaatan EBT dalam menimbulkan fleksibilitas yang besar dan
pemenuhan kebutuhan listrik di desa-desa kesamaan yang besar dalam penerapan
terpencil tidak terlistriki. Beliau menyatakan peraturan (George C. Edwards III) dalam
bahwa dia sendiri akan turun kelapangan, (Andrianingsih 2008); dan (Subarsono. 2005)
berjalan berkilo-kilo meter dan turut serta Berdasarkan teori diatas, maka untuk
melihat kondisi yang ada di desa-desa tersebut. mengukur baik tidaknya struktur birokrasi
Lebih lanjut beliau menyatakan : dalam pengimplementasian kebijakan
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan
“kenapa di provinsi ini pelaksanaan listrik di Sumatera Utara, adalah dengan melihat
pemanfaatan EBT ini lambat, ya ada tidaknya SOP yang disusun dan ditetapkan
karena itu tadi. tak ada yang mau oleh para birokrasi pelaksana kebijakan tersebut
turun kelapangan langsung”. (kepala dalam melaksanakan tugasnya. Dengan asumsi
Dinas Pertambangan dan Energi dengan adanya SOP maka struktur birokrasi
Kab. tapanuli Selatan, wawancara pelaksanaan kebijakan disetiap instansi maupun
penelitian, 2016). antar instansi dapat berjalan dengan baik.
Didalam observasi yang dilakukan para
Berdasarkan pendapat yang diutarakan peneliti terhadap dokumen SOP yang dimiliki
sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa salah satu instansi-instansi yang memiliki tugas dan fungsi
faktor penting dalam pelaksanaan kebijakan pelaksanaan kebijakan pemanfaatan EBT di
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan daerah yang menjadi lokasi penelitian,
listrik di desa-desa terpencil tidak terlistriki ditemukan bahwa ternyata seluruh seluruh
adalah faktor perilaku pelaksana kebijakan instansi tersebut telah menyusun dan
tersebut. Para agen pelaksana kebijakan harus menetapkan SOP pelaksanaan kegiatan dan
mempunyai dedikasi yang tinggi dan program yang mereka laksanakan sehari-hari.
bertanggung jawab terhadap tugasnya. Didalam dokumen-dokumen SOP tersebut telah
Lambatnya realisasi pengadaan pembangkit diatur tahapan-tahapan pelaksanaan dan
listrik di desa-desa belum terlistriki di Sumatera pemanfaatan waktu dan sumberdaya yang
Utara mungkin dapat menjadi indikator masih dimiliki setiap instansi dalam melaksanakan
tidak sesuainya tingkat disposisi para pelaksana tugas-tugas tersebut. Berdasarkan pengakuan
kebijakan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini para informan telah tersusunnya dokumen-
dimungkinkan adanya penolakan secara halus dokumen SOP di instansi mereka masing-masing
oleh para pelaksana implementasi kebijakan adalah bentuk pelaksanaan amanat Permendagri
dengan cara mengacuhkan, menunda dan nomor 52 tahun 2011 tentang Standard
tindakan penghambatan lainnya. Operasional Prosedur Di Lingkungan
Struktur birokrasi kebijakan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
pemanfaatan EBT dalam pemenuhan Permen PAN dan RB Nomor 35 tahun 2012
kebutuhan listrik di Sumatera Utara. Dalam tentang Pedoman Penyusunan Standar
implementasi kebijakan, struktur organisasi Operasional Prosedur Administrasi

71
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

pemerintahaan, yang mengamanatkan kepada pemerintah karena bersifat aktif (Nugroho.


seluruh Pemerintah Daerah menyusun SOP 2012). Pernyataan ini disampaikan Nugroho
pelaksanaan tugas administrasi pemerintahan untuk menggambarkan pentingnya Pemerintah
yang menjadi tanggung jawabnya. melakukan intervensi-intervensi melalui
Dengan ditemukannya bahwa setiap kebijakan-kebijakan publik yang mengarah
instansi pelaksana kebijakan pemanfaatan EBT kepada tindakan-tindakan yang dapat dilakukan
dalam pemenuhan kebutuhan listrik di pada wilayah-wilayah yang memang dapat
Sumatera Utara telah memiliki dokumen SOP, diintervensi. Pemerintah harus aktif berperan
maka kemungkinan struktur birokrasi untuk menyelesaikan permasalahan-
pelaksanaan kebijakan pemanfaatan EBT yang permasalahan yang menggangu kesinambungan
dilaksanakan oleh instansi-instansi teknis di kehidupan masyarakatnya, dan juga terhadap
daerah telah berjalan dengan baik. Dengan kesinambungan kebijakan-kebijakan yang telah
adanya dokumen-dokumen SOP tersebut, maka ditetapkannya untuk menjamin kesinambungan
secara adminstratif telah ada aturan baku yang kehidupan masyarakat tadi.
mengatur tahapan kerja, pembagian tanggung Demikian juga kebijakan pemanfaatan EBT
jawab dan pemanfaatan sumberdaya yang dalam pemenuhan kebutuhan listrik. Terutama
dimiliki dalam menjalankan tugas instansi pada daerah terpencil yang cenderung terisolir,
tersebut. Namun ketika peneliti menanyakan dimana masyarakat disana memiliki
apakah dengan adanya dokumen-dokumen SOP keterbatasan akses terhadap salah satu
tersebut dapat membantu para pelaksana infrastruktur ekonomi tersebut. Kebutuhan
kebijakan dalam menjalankan tugasnya, mereka akan energi mutlak harus dipenuhi,
ternyata tidak semua merespon dengan positif. mengingat sangat strategisnya posisi
Menurut mereka dokumen-dokumen SOP itu infrastruktur tersebut dalam keberlangsungan
hanya mengatur sistem kerja di dalam instansi kehidupan mereka.
mereka. Contohnya SOP surat menyurat, belanja Melihat komposisi masalah yang lebih
atau pengadaan barang/jasa dan SOP banyak berada di dalam internal Pemerintah
administrasi lainnya. Belum ada SOP yang secara daerah itu sendiri, yang terlihat dari
khusus di susun sebagai pedoman pelaksanaan “gamangnya” para pelaksana kebijakan dalam
kebijakan pemanfaatan EBT tersebut di daerah. mengimplementasikan kebijakan tersebut,
Hal ini disebabkan tidak adanya peraturan yang menjadikan arah “penetrasi” intervensi lebih
dapat dijadikan menjadi dasar atau pedoman mengarah kepada perbaikan perumusan
penyusunan SOP tersebut. Misalkan peraturan kebijakan itu sendiri. Tidak adanya perencanaan
Gubernur, Bupati atau Walikota yang mengatur yang rinci yang mempertimbangkan
pelaksanaan kebijakan pemanfaatan EBT di keterbatasan sumberdaya-sumberdaya yang
daerah. Sehingga dapat diketahui apa yang perlu dimiliki adalah root of problem dari gagalnya
dilakukan, siapa menanggungjawabi apa, apa pengimplementasian kebijakan tersebut,
yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Untuk itu, menjadikannya hanya menjadi pelengkap dalam
menurut mereka sudah seharusnya Pemerintah dokumen perencanaan pembangunan saja tanpa
daerah di Provinsi Sumatera Utara mampu untuk diimplementasikan dengan baik.
mengeluarkan pedoman atau petunjuk dan arah Berdasarkan uraian pengimplementasian
kebijakan pemanfaatan EBT tersebut di Provinsi kebijakan pemanfaatan EBT untuk memenuhi
Sumatera Utara. Dengan itu, maka para kebutuhan listrik di pedesaan terpencil belum
pelaksana kebijakan dapat mempedomaninya terlistriki di Sumatera Utara. Langkah awal yang
dalam melaksanakan tugas yang diembannya. harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Sebab menurut mereka pelaksanaan kebijakan (Provinsi, Kabupaten maupun Kota) adalah
pemenfaatan EBT dalam pemenuhan kebutuhan evaluasi terhadap perumusan kebijakan-
listrik ini merupakan pekerjaan yang luas dan kebijakan pemanfaatan EBT tersebut dengan
kompleks, yang memerlukan banyak pihak mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya-
untuk berperan. Sehingga perlu diatur alur sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya-
koordinasi yang efektif dan efisien. sumberdaya tersebut adalah 1). Ketersedian
Alternatif Kebijakan pemanfaatan EBT data dan informasi mengenai EBT itu sendiri,
dalam usaha pemenuhan kebutuhan listrik serta daerah pedesaan yang menjadi target
di pedesaan terpencil belum terlistriki di kebijakan tersebut; 2). Ketersediaan
Sumatera Utara. Core dari kebijakan publik Sumberdaya Manusia pelaksana yang dimiliki;
adalah “intervensi”. Kenapa demikian? 3). Ketersediaan anggaran yang dimiliki; 4).
Sederhana saja. Meskipun kebijakan publik Batasan kewenangan yang dimiliki; 5).
adalah “apa yang dipilih untuk dikerjakan dan Ketersediaan waktu yang dimiliki; dan 6).
tidak dikerjakan pemerintah”, sebenarnya yang Ketersediaan fasilitas yang dimiliki. Langkah
menjadi fokus adalah apa yang dikerjakan selanjutnya adalah menyusun pedoman

72
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

pelaksanaan dari kebijakan pemanfaatan EBT banyaknya desa-desa di daerah terpencil di


tersebut dalam usaha pemenuhan kebutuhan Sumatera Utara yang belum dimasuki oleh
listrik masyarakat yang menjadi target usaha jaringan listrik. Lahirnya kebijakan ini menjadi
tersebut. Langkah konkrit sebagai alternatif sebuah solusi dan jalan keluar yang paling
kebijakan untuk menimalisir permasalahan- realistis untuk dilakukan, terutama untuk
permasalahan dalam usaha pemanfaatan potensi mengatasi permasalahan masih banyaknya desa-
EBT berbasis air dan matahari, untuk memenuhi desa di daerah terpencil di Sumatera Utara yang
kebutuhan listrik di pedesaan terpencil belum dimasuki jaringan listrik. Namun dalam
terlistriki, dan dalam rangka pewujudan perjalanannya, kebijakan tersebut belum
keberadaan DME di sumatera Utara adalah menghasilkan out put maupun out comes seperti
sebagai berikut : yang diinginkan. Dalam pengimplementasiannya
1. Penyusunan Roadmap pemanfaatan masih terdapat banyak permasalahan-
potensi EBT dalam pemenuhan kebutuhan permasalahan yang menjadi tantangan, yang
listrik di Sumatera Utara. Peta jalan atau road dibuktikan dari hasil penelitian ini. Berdasarkan
map adalah sebuah arahan (direction) bagi daftar masalah yang telah tersusun, ditemukan
usaha pengembangan yang bersifat strategis, bahwa ternyata masalah-masalah tersebut
berskala besar, dan berdurasi panjang. Esensi banyak berasal dari perumusan kebijakan itu
sebuah peta jalan adalah adanya jalur-jalur sendiri. Tidak adanya pedoman pelaksanaan
(paths) pengembangan yang bila diikuti akan yang menjadi panduan para pihak dalam
membawa pelakunya mencapai tujuan mengimplementasikan kebijakan tersebut
pengembangan tersebut. Jalur-jalur ini disusun adalah masalah utama.
sedemikian rupa dengan memperhatikan Merujuk teori dan pendapat seperti yang
berbagai faktor yang melekat pada konteks, dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan
situasi, dan lingkungan pengembangan, sehingga bahwa didalam pelaksanaan kebijakan untuk
dapat mengantarkan pada pencapaian tujuan mencapai tujuan kebijakan ini dibutuhkan
dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang sebuah arahan (direction), sebagai alat pemandu
tinggi. Tiga prinsip dasar yang digunakan dalam yang berisi Jalur-jalur yang disusun sedemikian
menyusun langkah dan tahapan pengembangan rupa dengan memperhatikan berbagai faktor
adalah: 1). Perencanaan yang realistis; yang melekat pada konteks, situasi, dan
2).Implementasi yang terukur; dan 3). lingkungan pembangunan, sehingga dapat
Kontinuitas antar kegiatan yang terjaga mengantarkan pada pencapaian tujuan dengan
(Anonim. 2011). Roadmap, secara harfiah tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi.
adalah peta perjalanan (peta jalan) atau cetak Undang-undang No. 30 tahun 2014 tentang
biru (blue print) yang memuat bagan jalur yang energi, Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014
paling layak ditempuh untuk mencapai sasaran. tentang Kebijakan Energi Nasional, ditambah
Roadmap dalam hubungannya terhadap Perpres No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman
penyusunan dan pelaksanaan sebuah kebijakan Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional,
sangat berhubungan erat, Dunn (1982) dalam sebenarnya telah mengamanatkan agar
(Darajat 2005) menyatakan bahwa sebuah Pemerintah Daerah Provinsi maupun
kebijakan memerlukan roadmap dalam Kabupaten/Kota menyusun Rencana Umum
pencapaian tujuannnya. Blackmore & Griggs Energi Daerah (RUED) masing-masing. Adanya
(2007) menyatakan bahwa sebuah kebijakan RUED ini menjadi landasan pelaksanaan
membutuhkan pedoman dalam kebijakan energi di daerah.
pengimplementasiannya. Cetak biru kebijakan Sama halnya dengan tahapan penyusunan
harus dilaksanakan Sebab sebuah kebijakan Roadmap sebuah kebijakan, RUED akan dimulai
akan sekedar berupa impian atau rencana yang dengan uraian mengenai persoalan dan
tersimpan dalam arsip apabila tidak dapat tantangan dalam pengelolaan energi yang
diimplementasikan. sedang dihadapi dan diperkirakan akan dihadapi
Meningkatkan kapasitas ketersediaan di masa yang akan datang. Dengan adanya
energi listrik dengan fokus pada penggunaan roadmap berupa RUED ini, Pemerintah Daerah
energi baru terbarukan untuk pemenuhan terutama para pelaksana kebijakan akan
kebutuhan energi listrik bagi masyarakat dan memilki panduan dan arahan mengenai apa
dunia usaha, adalah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan sesuai dengan
yang disusun Pemerintah Provinsi Sumatera kewenangan yang dimiliki. Sehingga apa yang
Utara untuk mengatasi dua permasalahan menjadi tujuan kebijakan energi di Sumatera ini
krusial kelistrikan yang terjadi di Sumatera dapat tercapai.
Utara, yaitu 1). pertumbuhan kapasitas 2. Inventarisasi dan pemetaan potensi
pembangkit masih lebih rendah dari EBT secara berkala dan berkelanjutan, serta
pertumbuhan kebutuhan listrik; dan 2). masih arah pengembangan EBT. Pengembangan

73
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

suatu potensi hanya dapat dilakukan jika data pembangunan kota hijau yang berketahanan
dan informasi terkait potensi tersedia secara iklim dan bencana, peningkatan kapasitas
lengkap dan akurat, sehingga perhitungan inovasi dan teknologi dibidang EBT. Sasaran
keekonomian dapat dilakukan sebelum peningkatan bauran energi baru dan
melaksanakan suatu rencana pengembangan. terbarukan dan insentif dan skema pendanaan
Hal ini menjadi penting untuk menghindari untuk mendorong investasi EBT. Namun langkah
kerugian dana dan waktu. Secara geografis pemerintah pusat ini masih kurang sejalan
Provinsi Sumatera Utara terletak dekat jalur dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera
khatulistiwa yang beriklim tropis dan secara Utara. Hal ini ditandai dengan belum adanya
geologi sebagian besar daerahnya terdapat di roadmap pemanfatan EBT sebagai upaya
wilayah pegunungan, serta terdapatnya mengatasi krisis energi listrik di Sumatera Utara
cekungan danau Toba di dataran tinggi, memiliki hingga saat ini. Kondisi ini menjadikan belum
luasnya daerah pegunungan, dan tingginya adanya langkah-langkah stategis dalam
intensitas hujan rata-rata mencapai lebih dari pemafaataan EBT, meskipun pada kenyataan
200 mm yang biasanya musim hujan mulai Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tetap
bulan April hingga September setiap tahunnya. menganggarkan dana melalui APBD Provinsi
Provinsi Sumatera Utara mempunyai potensi untuk membiayai pengadaan prasarana dan
sumberdaya alam penghasil sumber energi yang sarana pembangkit listrik PLTMH maupun PLTS
cukup berlimpah terutama air dan sinar sistem SHS setiap tahunnya.
matahari, dimana menghasilkan lebih dari 50 3. Koordinasi antar Pemerintah
buah sungai dan anak sungai yang mengalir ke Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota,
muara Selat Malaka dan Samudera Indonesia, Masyarakat, Praktisi, Akademisi, dan dunia
kondisi ini tentunya memberikan peluang untuk usaha. Sinergitas diantara setiap level
dimanfaatkan sebagai sumber EBT untuk PLTA Pemerintahan akan memudahkan proses suatu
dan PLTM. Demikian pula halnya dengan kegiatan, demikian halnya dengan pemanfaatan
sumber energi sinar matahari, besarnya waktu EBT yang potensinya berada di lingkup
penyinaran matahari hampir sekitar 6 bulan Kabupaten. Namun, pemerintah Kabupaten
yang umumnya musim kemarau mulai bulan tidak dapat berjalan tanpa dukungan
Nopember hingga Maret serta intensitas pemerintah Pusat dan Provinsi dan masyarakat
penyinaran rata-rata lebih dari 46% seharusnya selaku pengguna akhir. Selain dapat
memberi peluang untuk pemanfaatan energi meningkatkan kesempatan kerja dengan
solar. pemberdayaan masyarakat setempat,
Namun hingga sampai saat ini potensi- optimalisasi terhadap potensi EBT secara
potensi EBT yang ada di Provinsi Sumatera otomatis akan berdampak pada peningkatan
Utara belum terinventarisir dengan baik, tingkat perekonomian masyarakat (Vaghefpour
seharusnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara & Zabeh 2012). Sinergitas yang dimaksud
sudah dapat menghitung potensi EBT yang hendaknya tidak bersifat parsial, namun
dimilikinya dari berbagai sumber (selain air dilakukan secara terus menerus dimulai dari
maupun sinar matahari) sehingga dapat tahap perencanaan, pengorganisasian,
terproyeksikan berapa besar sumber EBT yang pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi.
dimiliki sebenarnya untuk menghasilkan energi
listrik. Hal ini apabila telah dilakukan akan KESIMPULAN
memudahkan bagi Pemerintah Pusat maupun Berdasarkan hasil kajian dapat ditarik
Provinsi untuk membuat kebijakan yang kesimpulan bahwa Permasalahan umum dalam
mendukung pemanfaatan EBT termasuk dalam pengimplementasian kebijakan pemenuhan
hal pendanaan atau mengundang investor untuk kebutuhan listrik di desa-desa terpencil di
berinvestasi serta mengetahui kekurangan dan sumatera utara adalah: a) tidak ada rencana
kelebihan energi listrik yang dimiliki provinsi kerja rinci pemanfaatan EBT dalam pemenuhan
Sumatera Utara. kebutuhan listrik di desa-desa terpencil tidak
Pemanfataan EBT yang tercantum dalam terlistriki di Sumatera Utara; b) tidak
kebijakan RPJMN Tahun 2015-2019, dimana tersedianya Data dan informasi yang valid
Pemerintah pusat telah membuat roadmap mengenai potensi EBT dan jumlah desa tidak
konversi konsumsi energi terbarukan yang terlistriki; c) anggaran yang terbatas; dan d)
ramah lingkungan sebagai bagian dari strategi terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM.
kebijakan moneter mengurangi beban subsidi, Langkah konkrit yang diusulkan untuk
dengan pengembangan energi baru terbarukan dilakukan adalah: a) Penyusunan Roadmap
diutamakan untuk wilayah yang terisolir. pemanfaatan potensi EBT dalam pemenuhan
Pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan kebutuhan listrik di Sumatera Utara; b)
dan terbarukan sebagai bagian dari strategi Inventarisasi dan pemetaan potensi EBT secara

74
Implementasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Listrik Di Desa-Desa Terpencil Di Sumatera Utara
(Porman Juanda Marpomari Mahulae, Nobrya Husni)

berkala dan berkelanjutan, serta arah http://mip.umy.ac.id/?option=com_phocadownload&


pengembangan EBT; c) Edukasi dan sosialisasi view=category&download=18.
terhadap potensi dan teknologi berbasis EBT;
dan, d) Koordinasi antar Pemerintah Anonim, 2015. Faktor Penghambat Implementasi
Kebijakan. Artikel. Available at :
Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota, Masyarakat, http://www.definisi-
Praktisi, Akademisi, dan dunia usaha. pengertian.com/2015/07/faktor-penghambat-
implementasi-kebijakan-publik.html
REKOMENDASI
kajian ini menghasilkan rekomendasi- Blackmore, K., & Griggs, E. (2007). Social policy: an
rekomendasi sebagai berikut: introduction (third edit). england: Open University
1. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Press. Retrieved from
dan Kabupaten/Kota agar melakukan http://eprints.whiterose.ac.uk/58971/
inventarisasi terhadap jenis dan potensi
Cahyono, Eko Fajar., dan Kaluge David. 2012. Analisis
EBT yang dapat dimanfaatkan sebagai Infrastruktur Publik Terhadap Produk Domestik
sumber energi listrik khususnya di desa- Bruto Perkapita di Indonesia. Jurnal Ekonomi
desa yang terisolir, terpencil dan tidak Pembangunan. Universitas Brawijaya. Malang.
terlistriki. Ketersediaan potensi agar
ditindaklanjuti dengan melakukan studi Darajat, R. T. 2005. analisis kebijakan publik
kelayakan (Feasibility Study/FS) dan Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Detailed Engineering Design (DED) sehingga Yang Bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di
dapat diajukan penganggaran terhadap Kabupaten Majalengka. Universitas Diponegoro
pemanfaatan potensi tersebut. Semarang.
2. Perlu segera disusun RUED dan RUKD yang Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
berpedoman kepada PP Nomor 79 Tahun Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber
2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Daya Mineral, 2015. Statistik EBTKE 2015, Jakarta:
PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan
Penyusunan Rencana Umum Energi Konservasi Energi
Nasional (RUEN).
Kitta, Ikhlas, and Salama Manjang. 2011. “Pemetaan
UCAPAN TERIMAKASIH Dan Optimalisasi Pemanfaatan Potensi Sumber Energi
Terbarukan Untuk Pengembangan Pembangkit
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tenaga Listrik Pada Daerah Yang Terisolir Listrik
Kepala Badan Penelitian dan pengembangan PLN.” Universitas Hasanuddin.
Provinsi Sumatera Utara, yang telah
memfasilitasi hingga terlanaksananya kajian ini Kuswanda, Wanda. 2015. “Faktor Internal Dan
sampai selesai. Penulis juga mengucapkan Strategi Kebijakan Untuk Pengembangan Pengelolaan
terima kasih kepada Mitra Bestari Jurnal Inovasi Kawasan Konservasi Studi Kasus : Taman Nasional
yang telah memberikan rekomendasi perbaikan Batang Gadis.” Jurnal Inovasi 12
bagi tulisan ini.
Morissan. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, H., 2010. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN: Apa,
Nugroho, R., 2012. Public Policy Edisi keempat.,
Mengapa, dan Bagaimana. Administrasi Publik, 1(1),
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
pp.1–11
Rahardjo, Irawan, and Ira Fitriana. 2005. “Analisis
Alhasani Muhsin. n. d. Faktor Yang Mempengaruhi
Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya Di
Keefektifan Implementasi Kebijakan Publik. Available
Indonesia.” In Strategi Peneyediaan Listrik Nasional
at :
Dalm Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU
http://www.administrasipublik.com/2014/08/faktor
Batubara Skala Kecil, PLTN, Dan Energi Terbarukan.
-yang-mempengaruhi-keefektifan.html
Sidik, Adi Pramono. 2011. “Pengaruh Pembangunan
Andrianingsih, S., 2008. Implementasi Kebijakan
Infrastruktur Jalan Dan Listrik Terhadap
Penanganan PKL di Provinsi DKI Jakarta. Universitas
Pertumbuhan Ekonomi Di Kalimantan Tahun 1994-
Indonesia.
2008.” Universitas Indonesia.
Anonim, 2008. Analisis Kebijakan Publik Modul
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep,
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III,
Teori dan Aplikasi. Yogjakarata: Pustaka Pelajar.
Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia
Sugiyono, Agus. n.d. “Pemberdayaan Ekonomi
Anonim. (2011). Implementasi Kebijakan. Retrieved
Masyarakat Melalui Desa Mandiri Energi Di
March 2, 2016, from
Kabupaten Lampung Selatan.”

75
Inovasi Vol. 14 No. 1, Mei 2017: 61-76

Syarief Arwan. 2012. Analisis Implementasi Kebijakan


Sekolah Bertaraf Internasional di SMP Negeri 5 dan
SMA Negeri 3 Bandung. Tesis. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi
Kekhususan Administrasi dan Kebijakan Pendidikan.
Universitas Indonesia.

Vaghefpour, H. and K. Zabeh. 2012. Renewable


Energy: Role of Cooperation in Entrepreneurship
Development. Energy Procedia, 2012. 18: p. 659-665.

Wahab, Solichin Abdul. 2010. Pengantar Analisis


Kebijakan Publik. Yogyakarta. Med Press

76

Anda mungkin juga menyukai