net/publication/343903321
CITATIONS READS
0 1,718
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Agus Sugiyono on 27 August 2020.
11 Model Energi
12 Model LEAP
13 Skenario
15 Asumsi
41 Dampak COVID-19
42 Dampak Terhadap Kebutuhan Energi
50 Dampak Terhadap Penyediaan Energi
59 Dampak Terhadap Sektor Ketenagalistrikan
65 Penutup
3
4
PENDAHULUAN
5
Latar Belakang
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah meluasnya pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pemerintah pusat
dan daerah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi COVID-19 baik berupa penetapan kejadian luar biasa ataupun
tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 sampai pada penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19. Dampak ekonomi yang diakibatkan dari pandemi COVID-19 bisa dirasakan mulai dari fenomena panic
buying, penurunan indeks harga saham, depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (USD), dan penurunan kegiatan industri manufaktur yang
pada akhirnya berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dampak pandemi COVID-19 dapat dilihat dari dua sudut pandang ekonomi,
yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, kondisi pandemi COVID-19 akan mengurangi sektor konsumsi, kegiatan
perjalanan dan transportasi, serta peningkatan biaya transportasi dan perdagangan. Sedangkan dari sisi penawaran, kemungkinan besar terjadi
kontraksi produktivitas pekerja, penurunan investasi dan kegiatan pendanaan, serta terganggunya rantai pasokan global (global value chain).
Kebijakan PSBB ini menjadi tantangan dalam mengimplementasikan rencana pengelolaan energi nasional yang sudah dibuat pemerintah,
seperti: Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Pembatasan aktivitas masyarakat secara langsung akan menurunkan permintaan, termasuk kebutuhan energi. Konsumsi listrik akan menurun
karena pembatasan aktivitas perkantoran, bisnis, dan industri manufaktur. Penurunan kebutuhan energi akan berdampak juga pada penurunan
penyediaan energi. Dampak tersebut belum diketahui secara persis atau dapat digambarkan sebagai kondisi yang disebut VUCA, singkatan dari
volatilility (gejolak perubahan), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), dan ambiguity (ketidakjelasan). VUCA menggambarkan masa
depan yang rumit dan penuh ketidakpastian yang harus dipertimbangkan dalam menginventarisasi dampak pandemi COVID-19. Pembahasan
dalam buku ini dilakukan dengan membuat empat skenario, yaitu skenario business as usual (BAU) dan tiga skenario dampak COVID-19, yaitu
skenario optimis (OPT), skenario moderat (MOD) dan skenario pesimis (PES). Skenario BAU merupakan kondisi bila tidak terjadi pandemi COVID-
19 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 5,05%. Pembahasan proyeksi kebutuhan dan penyediaan energi untuk
jangka panjang hanya dilakukan untuk skenario BAU. Skenario OPT, MOD dan PES digunakan untuk mempertimbangkan lama kebijakan PSBB
berlangsung dan besar pertumbuhan ekonomi selama penanganan dampak pandemi COVID-19. Skenario OPT, bila kebijakan PSBB berlangsung
selama 3 bulan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 2,3%. Skenario MOD, untuk kebijakan PSBB berlangsung selama 6 bulan
dan pertumbuhan ekonomi sebesar -0,4%. Sedangkan skenario PES, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 12 bulan dan pertumbuhan
ekonomi sebesar -3,2%. Pembahasan untuk ketiga skenario ini hanya jangka pendek yaitu sampai tahun 2025.
6
Perkembangan Kasus COVID-19 di Indonesia
120,000
Akhir Juli 2020: Jumlah kasus terkonfirmasi
3 Juli 2020: Jumlah kasus yang selesai sudah mencapai 100.000 orang.
(sembuh atau meninggal) sudah lebih
100.000
banyak daripada jumlah kasus aktif.
06-Apr
13-Apr
20-Apr
27-Apr
02-Mar
09-Mar
16-Mar
23-Mar
30-Mar
04-Mei
11-Mei
18-Mei
25-Mei
06-Jul
20-Jul
27-Jul
01-Jun
08-Jun
15-Jun
22-Jun
29-Jun
13-Jul
Alam COVID-19 sebagai Bencana
Nasional (Keppres 12/2020).
PSBB (Jawa Timur) Transisi New Normal
2 Maret 2020: kasus pertama COVID-19, PSBB (DKI Jakarta) PSBB Transisi
Kebijakan PSBB/
sejak itu jumlah kasus COVID-19 di
New Normal PSBB (Jawa Barat) AKB
Indonesia terus meningkat.
PSBB (Sulsel, Kalsel, Riau) Transisi New Normal
7
PSBB dan Pandemi
Selama vaksin belum ditemukan, maka usaha paling efektif untuk menekan angka kematian akibat COVID-19 adalah dengan
kebijakan PSBB. Tujuan dari kebijakan PSBB adalah untuk memperlambat laju penambahan kasus dan memberikan waktu bagi
pemerintah untuk mempersiapkan dan memperbaiki fasilitas kesehatan. Namun semakin ketat PSBB diberlakukan maka akan semakin
lama pula pandemi COVID-19 berlangsung. Sebagai ilustrasi, studi untuk kota Vancouver, Kanada menunjukkan bahwa PSBB ketat
selama 6 bulan akan memperpanjang periode pandemi COVID-19 hingga awal tahun 2021. Perlu diperhatikan bahwa selain
mekanisme dan durasi, waktu (timing) dimulainya PSBB juga menentukan efektivitas kebijakan ini dalam menurunkan puncak
pandemi.
Tiongkok Amerika
Indonesia
Serikat
PSBB Ketat PSBB Moderat PSBB Moderat
Januari 2020 Maret 2020 Maret 2020
11
Model LEAP
Emisi Polutan/GRK
melakukan perencanaan sumber daya terintegrasi, kajian
mitigasi gas rumah kaca (GRK), dan strategi pembangunan Analisis Transformasi
rendah karbon. Banyak negara telah memilih menggunakan
LEAP untuk melaporkan rencana pengurangan GRK dalam Perubahan Stok
Nationally Determined Contribution (NDC) ke United Nation
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Analisis Sumber Daya
12
Skenario
Kondisi Saat Ini
Kasus/Hari
600
Skenario
400 Skenario
Moderat (MOD)
Pesimis (PES)
200 Skenario
Optimis (OPT)
0
Kasus Pertama 3 6 12
Kebijakan
2 Maret 2020 PSBB Bulan Bulan Bulan
A. Wahid (2020) menggambarkan kondisi sosial masyarakat selama pandemi COVID-19 dalam kondisi VUCA atau volatilility (gejolak
perubahan), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), dan ambiguity (ketidakjelasan). Untuk menangkap kondisi tersebut, dibuat
serangkaian skenario yang memungkinkan untuk menganalisis dampak pandemi terhadap sektor energi. Dalam pembuatan skenario, selain
asumsi juga diperlukan expert judgement.
• Skenario BAU merupakan kondisi bila tidak terjadi pandemi COVID-19. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 5,05%.
• Skenario OPT, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 3 bulan dan penyebaran virus segera menurun. Pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2020 sebesar 2,3%.
• Skenario MOD, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 6 bulan dan penyebaran virus menurun secara lambat. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2020 sebesar -0,4%.
• Skenario PES, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 12 bulan dan penyebaran virus berlangsung cukup lama. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2020 sebesar -3,5%.
13
Pola Pemulihan Ekonomi
PDB
PDB
Waktu
Waktu Pemulihan ekonomi tergantung
dari efektivitas kebijakan
pemutusan sebaran virus dan
kebijakan ekonomi untuk
meredam dampak negatif. Pola
PDB
PDB
pemulihan ekonomi akibat
pandemi COVID-19 dibahas
secara rinci dalam Sheiner dan
Yilla (2020). Pola pemulihan
Waktu ekonomi secara teoritis dapat
Waktu
berbentuk Z, V, U, Swoosh, W,
dan L.
PDB
PDB
Sumber: diolah dari Sheiner dan Yilla (2020),
Carlsson-Szlezak et al (2020), Beech (2020)
14 Waktu Waktu
Asumsi
Asumsi
Pertumbuhan PDB
dan Penduduk Satuan 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
15
Ekonomi Makro dan Demografi
Kebutuhan Energi
Penyediaan Energi
Biaya investasi, fixed OM dan variable OM, bahan bakar pembangkit, rugi-rugi
18
Metodologi Analisis Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi menurut sektor seperti industri, rumah tangga, transportasi, komersial, dan lainnya diperinci lagi menjadi
subsektor, energi yang digunakan, teknologi pengguna akhir, dan peralatan. Faktor penentu utama proyeksi kebutuhan
energi adalah pertumbuhan ekonomi (PDB) dan pertumbuhan penduduk. Selain itu, urbanisasi, perubahan struktur ekonomi,
difusi teknologi dan kebijakan pemerintah juga ikut memberikan kontribusi terhadap proyeksi kebutuhan energi ke depan.
Masing-masing sektor menggunakan pendekatan analisis yang berbeda disesuaikan dengan karakter sektor tersebut dan
ketersediaan data.
Sektor Transportasi
Sektor Rumah Tangga
Sektor Industri dan Komersial
19
Parameter Aktivitas Sektoral Akibat Pandemi
1,05 1,10
Perubahan Terhadap BAU
0,95 0,95
0,90
0,90
0,85
0,85 0,80
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya
Industri Komersial RT (Listrik) Industri Komersial RT (Listrik)
RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara
Produksi Gas Produksi Minyak Produksi Gas Produksi Minyak
1,10
Skenario PES
PSBB menyebabkan aktivitas berbagai sektor pengguna energi
Perubahan terhadap BAU
1,05
1,00 mengalami perubahan jika dibandingkan dengan skenario BAU.
0,95 Aktivitas sektor pengguna energi ini merupakan parameter yang
0,90 dimasukkan ke dalam model energi. Sebagian besar aktivitas
0,85 untuk skenario OPT, MOD dan PES akan menurun bila
0,80 dibandingkan skenario BAU, kecuali sektor rumah tangga yang
0,75 meningkat. Google (2020) telah mengeluarkan data mobilitas
masyarakat yang menunjukkan pergerakan orang ke tempat
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya
Industri Komersial RT (Listrik) rekreasi, pusat perbelanjaan, parkir, stasiun atau terminal, dan
RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara tempat kerja. Data menunjukkan bahwa mobilitas masyarakat
20
Produksi Gas Produksi Minyak
mengalami penurunan yang signifikan.
Metodologi Analisis Penyediaan Energi
21
22
OUTLOOK ENERGI INDONESIA
23
Kebutuhan Energi Saat Ini
24
Konsumsi Energi Sektoral
3%
0%
0% Gas 13% 12%
3% 8% 0% Biomassa
0% 0% 1% Bensin
Minyak Tanah 4% Gas
2018 2018 Minyak Tanah
Minyak Tanah
49% LPG 2018 Minyak Solar
128 Juta 48% Minyak Solar 16 Juta
Biogas 43 Juta Minyak Diesel
SBM Minyak Diesel SBM
Listrik SBM Minyak Bakar
LPG
85% Listrik 74%
0%
0%
0% Bensin
Biomassa
21% Gas 17% 13%
Penyediaan energi saat ini masih Penyediaan Energi Pangsa minyak bumi mengalami
didominasi oleh energi fosil. Energi (Juta SBM) penurunan dibandingkan tahun
fosil yang tumbuh paling pesat sebelumnya. Namun
Minyak Bumi 569
adalah batubara karena sektor Batubara 483 ketergantungan penggunaan
pembangkit listrik didominasi oleh Gas 288 bahan bakar minyak (BBM)
PLTU batubara. Selain itu, batubara Biomassa 68 terutama di sektor transportasi
juga digunakan sebagai bahan bakar Air 40
masih tinggi, karena teknologi
BBN 28
di sektor industri. Hal ini transportasi berbasis listrik dan
Panas Bumi 26
menyebabkan batubara merupakan gas masih belum mampu
Angin 0
pangsa penyediaan energi primer menggeser dominasi teknologi
Surya 0
kedua setelah minyak bumi. transportasi berbasis BBM.
- 100 200 300 400 500 600
INDUSTRI 33%
2050 : 1.276,7 Juta SBM
0%
13% 4% 3%
Bensin Minyak Solar Minyak Bakar
1% 13% 5% Gas BBN Listrik
3%
2% 0% 22% Avtur
27%
2030 : 512,6
22% Juta SBM
SEKTOR TRANSPORTASI
33%
0%
Total kebutuhan energi final sektor transportasi diproyeksikan terus
28%
24% meningkat menjadi 1.178 juta SBM pada tahun 2050 atau
0% meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,5% per
Minyak Tanah Minyak Solar Minyak Bakar tahun. Energi yang digunakan di sektor transportasi hampir
Batubara Gas LPG
keseluruhannya menggunakan BBM, terutama bensin dan minyak
Listrik BBN Biomassa
solar.
29
RUMAH TANGGA
SEKTOR LAINNYA
SEKTOR RUMAH 2050 : 350,7 Juta SBM
2050 : 33,2 Juta SBM
TANGGA 21%
13% 20%
37%
Selama kurun waktu 2018-2050, 13%
2030 : 204,3 44% 11%
kebutuhan energi sektor rumah tangga 12%
53% Juta SBM
diperkirakan akan meningkat dengan laju 58% 2030 : 21,23
1%
pertumbuhan rata-rata 3,2% menjadi 350,7 2% Juta SBM 1%
juta SBM pada tahun 2050. Energi listrik 1% 5%
diperkirakan akan mendominasi sektor ini 54%
dengan pangsa sekitar 58% pada tahun 0%
LPG Gas Minyak Tanah Listrik 54%
2050, menggeser dominasi LPG.
KOMERSIAL Bensin Minyak Tanah Minyak Solar
Minyak Bakar BBN
2050 : 286,6 Juta SBM
SEKTOR KOMERSIAL
0% SEKTOR LAINNYA
Total kebutuhan energi final di sektor 0%
4% 4%
komersial diproyeksikan meningkat 2% 1% Total kebutuhan energi final di sektor ini
2030 : 89,3 3% 2%
menjadi 286,6 juta SBM pada tahun 2050 90% Juta SBM 4% 3% diproyeksikan meningkat dengan
atau tumbuh rata-rata 6,1% per tahun. 87% 0% 0% pertumbuhan rata-rata 2,3% per tahun.
Peranan listrik di sektor ini mendominasi Kegiatan di sektor ini meliputi pertanian,
kebutuhan energi final. Hal ini karena perkebunan, perikanan, konstruksi, serta
sektor ini dalam kegiatannya sangat pertambangan yang sebagian besar
memerlukan teknologi peralatan listrik. LPG Gas Listrik peralatannya menggunakan minyak solar
Minyak Tanah Minyak Solar BBN sebagai bahan bakar.
30
Pada tahun 2050, pangsa kebutuhan energi final per jenis
masih didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM), diikuti
4%
5% Proyeksi oleh listrik, gas, batubara, dan sisanya berupa LPG, bahan
bakar nabati (BBN), dan biomassa. BBM tetap mendominasi
7%
Kebutuhan kebutuhan energi nasional sampai tahun 2050 karena
penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien
42%
22%
2030 Energi Per Jenis dibanding peralatan lainnya, terutama di sektor transportasi.
Sektor-sektor lain pun tidak terlepas dari penggunaan BBM
karena teknologinya cukup efisien dan harga BBM masih
kompetitif dibanding dengan bahan bakar lainnya.
10% 10%
5% 3.125
4% Juta SBM
5% Biomassa
38% BBN
2.087
2050 LPG
29%
Listrik
1.401
Gas
875 973
9% Batubara
10%
Batubara
Penggunaan batubara untuk kebutuhan Biomassa
industri berbasis batubara (semen, kertas,
tekstil, dan lainnya) terus meningkat dengan
Bahan Bakar Minyak Biomasa akan terus meningkat
pemanfaatannya terutama di sektor
laju pertumbuhan rata-rata 3,3% per tahun, Pemanfaatan BBM diproyeksikan
industri dan komersial, dengan
namun pangsanya masih jauh di bawah meningkat dengan laju pertumbuhan
pertumbuhan rata-rata sebesar 4,2%
BBM. 3,2% per tahun. Pangsa kebutuhan BBM
per tahun.
diperkirakan akan menurun menjadi 38%
pada tahun 2050 namun tetap dominan.
32
Proyeksi Penyediaan Energi
Penyediaan energi primer meningkat dari 1.504 juta SBM pada tahun 2018 menjadi
5.284 juta SBM pada tahun 2050 atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
4,2% per tahun. Penyediaan energi sampai dengan tahun 2050 diperkirakan tetap Pangsa minyak bumi
didominasi oleh energi fosil. Energi fosil yang tumbuh paling pesat adalah batubara diperkirakan terus menurun,
karena sektor pembangkit listrik didominasi oleh PLTU batubara. Selain itu, batubara namun perannya masih cukup
juga digunakan sebagai bahan bakar di sektor industri. tinggi hingga tahun 2050.
Ketergantungan penggunaan
6,000 bahan bakar minyak (BBM)
5.284
terutama di sektor transportasi
5.000 masih tinggi, karena teknologi
4.276
transportasi berbasis listrik dan
4.000
3.458 gas masih belum mampu
menggeser dominasi teknologi
Juta SBM
2.789
3.000 transportasi berbasis BBM.
2.232
Kondisi ini semakin menambah
1.785
2.000
1.504 ketergantungan impor energi
karena pemenuhan kebutuhan
1.000 BBM sebagian besar diperoleh
dari impor, baik dalam bentuk
0 impor minyak mentah maupun
2022
2043
2018
2019
2020
2021
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039
2040
2041
2042
2044
2045
2046
2047
2048
2049
2050
impor BBM.
Batubara Minyak Gas Biofuel Angin
Biomassa Hidro Surya Biogas Panas Bumi
Sampah Kota Laut Total
33
11% 16% EBT mengalami pertumbuhan
20% 23% 22% pasokan yang paling cepat,
sebesar 6,5% per tahun.
Peningkatan peranan EBT
35%
32% tersebut mensubstitusi
30% 27% 25%
penurunan pangsa minyak
dan gas bumi. Pasokan EBT
terus didorong seiring
Bauran Energi
21% 14%
20% 15% meningkatnya kekhawatiran
19%
akan kenaikan harga energi
fosil serta dampak lingkungan
dari penggunaan energi fosil.
35% 39% Namun demikian, peran EBT
33% 32% 30%
hingga tahun 2050 masih
kurang dari seperlima dari
total penyediaan energi.
2018 2020 2030 2040 2050 Penyediaan EBT tersebut
didominasi oleh BBN,
Batubara Gas Minyak Energi Baru Terbarukan biomassa, hidro, dan panas
bumi. Sementara itu, EBT
Pasokan gas bumi juga diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun lainnya (surya, angin, sampah
pangsanya sedikit menurun. Gas bumi digunakan sebagian besar di sektor industri dan dan biogas) memiliki pangsa
pembangkit listrik. Namun karena cadangan gas bumi yang terbatas dan produksi gas yang sangat kecil.
yang terus menurun, maka pemenuhan kebutuhan akan gas bumi sebagian diperoleh dari
impor LNG.
34
Kontribusi EBT dalam Energi Primer
EBT untuk Pembangkit
Potensi EBT Listrik
Saat ini pemanfaatan EBT di
Potensi EBT di Indonesia cukup tinggi sektor ketenagalistrikan masih
namun belum dimanfaatkan secara didominasi oleh penggunaan
optimal sehingga belum dapat 1.400
22,5%
25%
tenaga air, kemudian diikuti oleh
22,2%
mencapai target bauran energi pemanfataan panas bumi,
seperti diamanatkan dalam kebijakan 1.200 19,9%
biomassa, biodiesel, dan tenaga
20%
energi nasional. Pemanfaatan EBT 1.171
surya. Penggunaan PLTS masih
1.000
masih banyak menghadapi kendala 16,0%
terkendala dengan biaya investasi
diantaranya adalah kesenjangan 779
Juta SBM
Rasio EBT
15%
800 yang mahal terutama untuk
geografis antara lokasi sumber 11,1% komponen penyimpan energi
energi dengan lokasi kebutuhan 600 dalam bentuk baterai maupun
10%
energi serta biaya investasi teknologi 444
masalah pembebasan lahan.
energi berbasis EBT yang masih 400
Pemanfaatan energi angin dalam
239
mahal. Kendala tersebut menjadi 158 5%
bentuk PLTB masih memiliki
tantangan bagi pemerintah dalam 200
beberapa tantangan yang
membuat kebijakan ataupun regulasi dihadapi mengingat Indonesia
0 0%
yang dapat memacu pemanfaatan 2018 2020 2030 2040 2050 adalah wilayah khatulistiwa yang
teknologi energi berbasis EBT, baik memiliki potensi angin yang tidak
untuk sektor ketenagalistrikan Biofuel Angin Biomassa Hidro
stabil dan juga masalah harga
maupun sebagai bahan bakar untuk Surya Biogas Panas Bumi Sampah Kota
jual listrik yang masih murah.
substitusi BBM. . Laut Total Rasio EBT
Pemanfaatan BBN
Pemanfaatan BBN berbasis CPO 100% pada pembangkit listrik untuk
saat ini masih belum dapat dilakukan secara penuh karena masih
dalam tahap uji coba penggunaan CPO pada PLTD dan kendala
ketersediaan CPO untuk jangka panjang di lokasi PLTD.
35
2,000
35% 1.733
40% Rasio Impor Energi
32% 35%
33%
1.500 27% 27% 30%
Ketergantungan terhadap impor energi terus mengalami
1.097 25% peningkatan sejalan dengan cadangan energi yang terus
Rasio Impor
Juta SBM
Walaupun saat ini Indonesia masih menjadi negara pengekspor gas, namun impor gas bumi (dalam bentuk LNG) tidak dapat dihindari dan
diperkirakan terus meningkat karena cadangan dan produksi gas bumi yang terus menurun. Selain LNG, impor LPG juga diperkirakan terus
meningkat seiring kebutuhan LPG di sektor rumah tangga dan komersial yang terus meningkat. Produksi LPG dari kilang gas yang terus
menurun juga turut memperburuk kondisi pasokan LPG. Pertumbuhan impor LPG dapat ditekan dengan melakukan substitusi LPG dengan
listrik dan gas bumi secara masif. Secara total, impor energi mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,8% per tahun.
36
Proyeksi Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, serta
peningkatan target rasio elektrifikasi menjadi 100% pada tahun 2025,
Kebutuhan dan maka kebutuhan listrik diproyeksikan meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 5,9% per tahun menjadi 1.455 TWh
Penyediaan pada tahun 2050. Sementara itu, produksi listrik tumbuh menjadi
1.600 TWh pada tahun 2050.
Listrik
Selama 32 tahun ke depan 1.600
Terrawatt-hour
terjadi pergeseran dominansi
kebutuhan listrik, dari sektor Industri Transportasi
rumah tangga ke sektor industri. 1.455
Rumah Tangga Komersial
Hal ini terjadi karena
ketersediaan teknologi peralatan Kebutuhan Listrik Produksi Listrik
938
listrik rumah tangga yang
semakin efisien. Disamping itu,
pemanfaatan listrik didorong 854
untuk memenuhi keperluan 535
produktif di sektor industri,
seperti industri tekstil, kertas, 295 487
254
pupuk, logam dasar besi, baja,
dan lainnya. 235 268
38
Proyeksi Bahan EBT Lainnya
Bakar Juta SBM
2.914 Angin
Pembangkit Surya
BBN
Biomassa
1.776
Pada tahun 2018, penggunaan
Panas bumi
batubara sebagai bahan bakar
pembangkit sangat dominan, Hidro
1.026
yaitu sebesar 66%, sedangkan Minyak
gas dan minyak masing-masing 621 Gas
563
adalah 13% dan 5%. Adapun
sisanya sebesar 13% diisi oleh Batubara
EBT, seperti panas bumi, air Total
(hidro), matahari (surya), angin
2018 2020 2030 2040 2050
(bayu), serta biomassa.
Peranan EBT sebagai bahan bakar pembangkit diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 30% pada tahun 2050.
Sementara itu, peranan batubara masih tetap dominan dengan pangsa sebanyak 61%, kemudian sisanya diisi oleh gas
sebesar 9% dan minyak sebesar 1%.
39
Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi GRK pada tahun 2050 diperkirakan sebesar 1.904
Juta Ton CO2e
1.904 juta ton CO2e. Sektor pembangkit listrik merupakan
penyumbang emisi GRK terbesar karena kebutuhan
Kilang Minyak listrik yang meningkat lebih pesat dari pada jenis
Pembangkit energi final lainnya dan penggunaan bahan bakar
1.214
Sektor Lainnya batubara masih dominan dibanding dengan
Komersial pengunaan energi fosil lainnya. Sektor penyumbang
782 emisi terbesar selanjutnya adalah sektor transportasi
Rumah Tangga
543 550 sebagai akibat dari penggunaan BBM yang masih
Transportasi tinggi hingga 2050.
Industri
Total Emisi per PDB Emisi per kapita
2018 2020 2030 2040 2050 (Ton CO2e/ (Ton CO2e/
Miliar Rp) kapita)
60 6
5,9
Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan belum mampu 52,1 3,9
menurunkan emisi GRK per kapita nasional, bahkan cenderung 40 47,8 4
41,6 39,2 37,7
meningkat dari 2,1 ton CO2e/kapita pada tahun 2018 menjadi 5,9
20 2
ton CO2e/kapita pada tahun 2050. Di sisi lain, peningkatan bauran 2,1 2,0
2,6
41
Dampak Terhadap Kebutuhan Energi
Juta SBM
1.400
Penurunan kebutuhan energi
diperkirakan akan terjadi seiring 1.200
dengan kondisi ekonomi yang
menurun dan adanya kebijakan 1.000
Pembatasan Sosial Berskala Besar
800
(PSBB). Pandemi COVID-19
berdampak pada penurunan
600 BAU
kebutuhan energi di sektor
penggerak ekonomi utama, yaitu: OPT 11,0% (107,4 juta SBM)
400 OPT
industri, transportasi, komersial, dan MOD 15,7% (103,1 juta SBM)
MOD
sektor lainnya. Hanya sektor rumah PES 20,5% (199,2 juta SBM)
200
tangga yang justru kebutuhan PES
energinya naik. Pada tahun 2020, 0
jika dibandingkan dengan skenario 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
BAU, maka kebutuhan energi
nasional diperkirakan mengalami
penurunan sekitar 11,0% (Skenario
OPT), 15,7% (Skenario MOD), dan
20,5% (Skenario PES), atau Dampak pandemi COVID-19 terhadap penurunan
mengalami penurunan sekitar kebutuhan energi dan bentuk pemulihan setelahnya
107,4 - 199,2 juta SBM. bergantung pada durasi pembatasan sosial atau lama
pandemi berlangsung.
42
13.9%
4.8%
1.8%
Kebutuhan Energi
Per Sektor Pengguna
35.7%
2018
Pe r b a n d i n g a n S ke n a r i o
Pangsa pemakaian energi terbesar pada tahun 2018 adalah
43.8%
sektor transportasi, kemudian diikuti oleh sektor industri,
rumah tangga, komersial, dan sektor lainnya.
5.0% 4.8%
14.4% 1.7% 16.5% 1.7% Pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan kebutuhan
35.5% 34.6% energi di sektor penggerak ekonomi utama, yaitu sektor
2020 2020 industri, transportasi, komersial, dan sektor lainnya.
BAU OPT
Jika dilihat dari komposisinya, hanya sektor rumah tangga
43.3% 42.5% yang mengalami kenaikan pangsa, karena hanya sektor ini
yang mengalami kenaikan kebutuhan energi.
4.7% 4.5%
Untuk seluruh skenario, pada tahun 2020 - 2025, sektor
17.7% 1.6% 19.0% 1.6%
33.9% 33.2% pengguna energi terbesar tetap sektor transportasi, kemudian
2020 2020 diikuti oleh sektor industri, rumah tangga, komersial, dan
MOD PES sektor lainnya.
42.1% 41.8%
80
Juta SBM Sektor Komersial
Sektor Komersial
60 Pandemi COVID-19 memberikan dampak paling signifikan terhadap sektor
komersial, yang meliputi perkantoran, bank, hotel, restoran, dan perdagangan.
40
15,0% - 29,5%
7,4 - 14,5 juta SBM
Aktivitas di sektor ini mengalami penurunan paling tajam sebagai akibat dari
20 berbagai pembatasan aktivitas di luar rumah.
BAU OPT MOD PES
0 Terjadinya penurunan kondisi perekonomian dan penurunan daya beli
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 masyarakat ikut menurunkan aktivitas di sektor komersial.
25
Juta SBM
Sektor Lainnya
Sektor Lainnya
20
Terjadi penurunan aktivitas di sektor lainnya sebagai akibat dari pandemi.
15
10 14,2% - 27,2% Konstruksi mengalami penurunan dengan banyaknya penundaan proyek.
2,4 - 4,6 juta SBM
5
BAU OPT MOD PES Aktivitas pertambangan menurun karena penurunan permintaan.
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Sektor pertanian (dan perkebunan) diperkirakan juga mengalami penurunan.
45
Kebutuhan Berdasarkan jenis energinya, kebutuhan energi pada tahun 2018 didominasi oleh bahan
bakar minyak (BBM) yang meliputi bensin, minyak solar, minyak bakar, minyak tanah, dan
Energi
avtur. Selanjutnya disusul oleh listrik, batubara, gas, liquefied petroleum gas (LPG),
biomasa, dan bahan bakar nabati (BBN).
Per Jenis Jika dilihat dari komposisinya, pada tahun 2020, hanya LPG yang mengalami kenaikan
pangsa sebagai akibat dari pandemi. Sementara jenis energi lainnya tidak mengalami
Energi
perubahan yang berarti. Hal ini dikarenakan hampir seluruh jenis energi mengalami
penurunan kebutuhan energi, kecuali LPG.
400
150
300
12,9% - 23,6% 7,8% - 14,4%
100
200 55,7 - 102,1 juta SBM 13,0 - 23,9 juta SBM
50
100
BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
47
Kebutuhan Energi per Jenis Energi
48
Kebutuhan Energi per Jenis Energi Juta SBM
150
Gas
100
Gas
10,8% - 21,0%
Gas sebagian besar digunakan di sektor industri, sedangkan 50 11,0 - 21,5 juta SBM
sisanya untuk sektor komersial, rumah tangga, dan transportasi. BAU OPT MOD PES
Dengan adanya penurunan aktivitas terutama di sektor industri 0
dan komersial, maka kebutuhan gas juga akan menurun. 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Juta SBM
90
LPG LPG
70
LPG sebagian besar digunakan pada sektor rumah tangga dan 0,9% - 3,3%
sisanya untuk sektor industri dan komersial. Dengan 0,6 - 2,4 juta SBM
50
bertambahnya aktivitas di dalam rumah, maka kebutuhan LPG
untuk memasak akan meningkat. Walaupun aktivitas di sektor BAU OPT MOD PES
30
komersial dan industri mengalami penurunan, namun secara total,
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
kebutuhan LPG masih akan mengalami sedikit peningkatan.
Juta SBM
65
Biomassa
Biomassa
45
Biomassa digunakan sebagai bahan bakar di sektor industri dan 7,8% - 14,4%
komersial. Penurunan aktivitas pada kedua sektor tersebut akan 25 13,0 - 23,9 juta SBM
menurunkan kebutuhan biomassa. BAU OPT MOD PES
5
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
49
Dampak Terhadap Penyediaan Energi
Selama 2018 - 2025, penyediaan energi diperkirakan 2,000
meningkat 2,7% per tahun untuk skenario BAU. Pandemi
COVID-19 akan menurunkan penyediaan energi, terutama
pada tahun 2020. Penyediaan energi akan terjadi penurunan 1.750
sebesar 8,3% untuk skenario OPT, 11,4% untuk skenario
Juta SBM
MOD, dan 14,4% untuk skenario PES. Penurunan penyediaan
energi tidak sebesar penurunan kebutuhan energi karena 1.500
Juta SBM
Produksi EBT
Juta SBM
Juta SBM
3.000 3.000
2.500 Produksi Fosil
2.000 2.000 Ekspor
1.500
1.000 1.000 Net Penyediaan
500
0 Total BAU
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 -500 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
50
Neraca Batubara
700
Skenario OPT
600
42,7
500
Produksi batubara diperkirakan menurun 43 juta
Juta Ton
100
Sehingga ekspor batubara akan berkurang antara
33 juta ton (OPT) hingga 103 juta ton (PES) karena
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
negara importir batubara juga mengalami
penurunan kebutuhan batubara akibat pandemi
Impor Produksi Konsumsi Ekspor Total Produksi BAU
COVID-19.
400
300
Impor batubara diperkirakan menurun sekitar
0,6 - 1,5 juta ton dibandingkan kondisi BAU yang
200
mengimpor sebesar 7,5 juta ton.
100
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Juta SBM
Juta SBM
400
300
300
200
200
100 100
0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
❖ Produksi minyak bumi pada tahun 2020 diperkirakan kurang ❖ Produksi BBM pada tahun 2020 diperkirakan menurun dari 38
berdampak terhadap adanya COVID-19. juta SBM (OPT) menjadi 76 juta SBM (PES).
❖ Namun, impor minyak bumi diperkirakan menurun dratis dari ❖ Penurunan produksi BBM juga diikuti oleh penurunan impor
42 juta SBM (OPT) hingga 84 juta SBM (PES). BBM dari 26 juta SBM (OPT) hingga 44 juta SBM (PES).
❖ Kebutuhan minyak bumi diperkirakan menurun dari 37 juta ❖ Kebutuhan BBM juga diperkirakan menurun antara 63 juta
SBM (OPT) hingga 73 juta SBM (PES). SBM (OPT) hingga 119 juta SBM (PES).
❖ Rasio impor minyak bumi berkurang dari 44% (BAU) menjadi ❖ Adanya COVID-19 menyebabkan rasio impor BBM terhadap
26% (PES) terhadap troughput kilang (BAU). kebutuhan BBM menurun dari 30% pada skenario BAU
menjadi 28% pada skenario OPT.
52
Neraca Gas Bumi dan LPG
Neraca Gas Bumi (Skenario PES) Neraca LPG (Skenario PES)
12
2.500
10
2.000
8
Juta Ton
1.500
BSCF
6
1.000
4
500
2
0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Impor Gas Produksi Gas Produksi CBM
Konsumsi Gas Ekspor Gas Produksi Gas BAU
Produksi LPG Impor LPG Ekspor LPG Konsumsi LPG
❖ Produksi gas bumi pada tahun 2020 diperkirakan ❖ Konsumsi LPG pada tahun 2020 justru meningkat terbatas
berkurang antara 127 BSCF hingga 380 BSCF. sebagai akibat kegiatan PSBB.
❖ Sekitar 86% dari penurunan produksi gas bumi skenario ❖ Peningkatan kebutuhan LPG disebabkan oleh peningkatan
PES diakibatkan oleh penurunan pasokan gas bumi untuk kebutuhan sektor rumah tangga. Peningkatan tersebut hanya
domestik, sisanya untuk ekspor gas bumi. berlangsung pada tahun 2020, kebutuhan LPG tahun 2021
❖ Dari 127 BSCF penurunan produksi gas bumi pada hingga tahun 2025 adalah sama dengan kondisi BAU.
sekanario OPT, sekitar 95 disebabkan oleh penurunan ❖ Pada skenario PES, sekitar 70% pasokan LPG nasional
permintaan gas bumi domestik, dan sisanya akibat diperoleh dari LPG impor.
penurunan ekspor gas bumi.
53
Konsumsi Gas Bumi
250
200
Juta SBM
150
100
50
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
54
BAU OPT MOD PES Neraca LPG
Pe r b a n d i n g a n K o n s u m s i d a n
10.0
Sebagai dampak atas kebijakan Work From Home (WFH) yang
dicanangkan oleh Pemerintah dalam memutus mata rantai
9,5 penyebaran COVID, maka impor LPG pada tahun 2020 diperkirakan
akan meningkat maksimum sebesar 3% atau setara dengan 170 ribu
ton LPG. Kondisi ini berbeda dengan kondisi bahan bakar atau
9,0 energi lainnya yang menurun, karena kebijakan WFH yang
Juta Ton
Neraca LPG
memasak menjadi meningkat.
8,5
11
8,0 10
9
8
7
Juta Ton
7,5 6
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 5
4
Konsumsi LPG
3
2
1
Sejalan dengan adanya pandemi COVID-19, maka 0
pemanfaatan LPG diperkirakan akan meningkat pada 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
tahun 2020 dibanding dengan skenario BAU, hal ini Impor LPG Produksi LPG Ekspor LPG
terjadi untuk semua skenario COVID-19. Pola Konsumsi LPG Konsumsi LPG (OPT) Konsumsi LPG (MOD)
pemanfaatan LPG tidak berbeda jauh dengan pola Konsumsi LPG (PES)
impor LPG, karena sebagian besar pemenuhan
kebutuhan LPG dipenuhi dari impor.
55
Sektor Pengguna LPG
Komersial Industri
Pemakaian LPG di sektor komersial 3% 1% Pemakaian LPG di Sektor industri
juga masih kecil peranannya. Bahan masih sangat kecil peranannya
bakar LPG dominan digunakan di karena hanya digunakan untuk
restoran, apartemen, dan rumah sakit proses produksi
untuk keperluan memasak.
2020
Rumah Tangga
56
Dampak pendemi terhadap penyediaan EBT cukup besar.
Energi Baru Pada tahun 2020 penyediaan EBT menurun berkisar
antara 9,9% - 15,3% dibandingkan dengan skenario BAU
Terbarukan atau dengan nilai nominal sekitar 23,6 - 36,6 juta SBM.
Untuk skenario PES pada tahun 2021 penyediaan energi
Juta SBM
400
BAU OPT
MOD PES
300
200
Skenario 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
57
Juta SBM
Energi Baru 400
316 315 313 309
Terbarukan 300
239
215 209
(EBT)
202
200 158
100
Total penyediaan EBT masih
jauh lebih kecil dibandingkan
0
penyediaan energi fosil. EBT BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
yang besar peranannya sebagai
2018 2020 2025
penyedia energi meliputi hidro,
panas bumi, biomassa, dan Hidro Panas Bumi Biomassa Biodiesel EBT Lainnya Total
biodiesel. Hidro, panas bumi
dan sebagian biomassa
dimanfaatkan untuk Pengembangan EBT perlu mendapat perhatian yang serius terkait dengan
pembangkit listrik, sedangkan target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Pencapaian target tersebut
biodiesel sebagian besar di tengah pandemi akan banyak menghadapi kendala. Pandemi COVID-19
dimanfaatkan untuk sektor akan menyebabkan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT
transportasi. mengalami pergeseran waktu, ada yang berupa penundaan pembangunan
atau pengurangan kapasitas pembangkit yang akan dibangun. Penurunan
harga minyak mentah dunia (Brent) pada awal tahun 2020 yang mencapai di
bawah 19 USD/barel juga turut menjadi kendala untuk pengembangan EBT.
58
Dampak Terhadap Sektor Ketenagalistrikan
59
Kebutuhan Tenaga Listrik Per Sektor Tahun 2020
60
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik
Tahun 2022 Tahun 2023
Total kebutuhan listrik masih Total kebutuhan listrik tidak ada
turun sekitar 1% (skenario OPT), penurunan (skenario OPT), turun
2% (skenario MOD), dan 11% 2% (skenario MOD), dan 5%
(skenario PES) dibanding dengan (skenario PES) dibanding dengan
BAU pada tahun yang sama. BAU pada tahun yang sama.
61
Kapasitas 100
90
Pembangkit Listrik 80
70
Giga Watt
Proyeksi Periode 2018-2025
60
50
40
Sampai dengan tahun 2025 untuk skenario BAU, diprediksi akan ada
30
tambahan kapasitas pembangkit listrik lebih dari 32 GW atau sekitar
4,6 GW per tahun. Pembangkit berbahan bakar batubara dan gas 20
masing-masing mempunyai pangsa pada kisaran 40% dan sisanya 10
pembangkit berbasis EBT sebesar 19%. Pada tahun 2025 diprediksi, 0
kapasitas total pembangkit mencapai 96,4 GW. Pada skenario OPT,
BAU
PES
PES
PES
PES
PES
PES
MOD
MOD
MOD
MOD
MOD
MOD
OPT
OPT
OPT
OPT
OPT
OPT
BAU
BAU
BAU
BAU
BAU
BAU
MOD maupun PES, tahun 2020 terjadi penurunan kapasitas
pembangkit, terutama pembangkit base load. Penurunan ini dapat 2018 2020 2021 2022 2023 2024 2025
diartikan ada pembangkit yang tidak dioperasikan namun tetap PLT Batubara PLT. BBM PLT Gas
stand by dan tetap dipelihara. Penurunan ini terjadi karena selama
PLT Hidro PLT Panas Bumi PLT EBT Lainnya
beberapa bulan kebutuhan listrik terus menurun karena PSBB.
63
Proyeksi Produksi Listrik Periode 2018-2025
400
350
TWh
Produksi listrik total per 300
tahun untuk setiap skenario
Produksi listrik tahun 2020 (BAU, OPT, MOD, PES) 250
menurun cukup besar, dari 295 BAU OPT MOD PES
TWh (BAU) menjadi 272 TWh atau
200
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
menurun 7,7% pada skenario OPT. 400
Pada skenario MOD, produksi
listrik menurun lebih besar (11%),
TWh
Produksi listrik per jenis 200
menjadi hanya 262 TWh, sebagai teknologi pembangkit
akibat pertumbuhan ekonomi listrik (batubara, gas, 0
BBM, EBT) untuk setiap BAU BAU BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
triwulan II dan III terkontraksi skenario 2018 2019 2020 2025
dalam waktu 6 bulan. Terakhir PLT Batubara
PLT Hidro
PLT BBM
PLT Panas Bumi
PLT Gas
PLT EBT Lainnya
untuk skenario PES, produksi listrik
terkontraksi lebih dari 14%, hanya
100%
80%
mencapai 252 TWh, karena 60%
40%
pandemi COVID-19 diperkirakan Bauran produksi listrik per
20%
64
PENUTUP
65
• Pada tahun 2020, kebutuhan energi diperkirakan mengalami penurunan
sebesar 11,0% (skenario OPT), 15,7% (skenario MOD), dan 20,5% (skenario
PES) jika dibandingkan dengan skenario BAU. Penurunan secara nominal
berkisar antara 107 – 199 juta SBM.
• Studi dari negara-negara lain juga menunjukkan bahwa pandemi COVID-
19 akan menurunkan kebutuhan energi. Enerdata memperkirakan bahwa
pandemi di Perancis pada tahun 2020 akan menurunkan kebutuhan
energi sebesar 4,6% sampai 11,5% tergantung dari kurun waktu
pembatasan sosial dan pemulihan ekonomi.
• Pandemi COVID-19 menyebabkan penyediaan energi menurun sebesar
8,3% - 14,4% jika dibandingkan dengan skenario BAU. Penurunan secara
nominal berkisar antara 141 – 245 juta SBM.
• Produksi listrik tahun 2020 menurun cukup besar yang berkisar antara
7,7%-14% terhadap skenario BAU atau secara nominal berkisar menurun
antara 23 – 43 TWh.
66
Daftar Pustaka
A. Wahid (2020) “Saling Jaga”, 12 April 2020, kompas.id, diakses Kemenkeu (2020) “Program Pemulihan Ekonomi Nasional”,
15 April 2020. Konferensi Pers 18 Mei 2020, Kementerian Keuangan, Jakarta
E.Bekkers, A. Keck, R. Koopman and C. Nee (2020) “Methodology L. Sheiner and K. Yilla (2020) “The ABCs of the post-COVID
for the WTO Trade Forecst of April 8 2020, Part I: Simulating economic recovery”, May 4, 2020, www.brookings.edu, accessed
Some Potential Economic Effects of the COVID-19 Pandemic”, May 30, 2020.
World Trade Organization. MEMR (2018) Handbook of Energy and Economic Statistics of
Enerdata (2020) “COVID-19: the drop in energy consumption in Indonesia 2018, Final Edition, Ministry of Energy and Mineral
2020 will be unprecedented”, Analyst Brief - April 2020, Resources, Jakarta.
Enerdata, Grenoble. N.V. Emodi, T. Chaiechi, and A.B.M.R.A. Beg (2019) “Are emission
Google (2020) “COVID-19 Community Mobility Report: reduction policies effective under climate change conditions? A
Indonesia”, April 2020, google.com/covid19/mobility, diakses backcasting and exploratory scenario approach using the LEAP-
4 Mei 2020. OSeMOSYS Model”, Applied Energy, 236 (2019) 1183–1217.
I. Semeniuk (2020) “When Does Social Distancing End? These P. Beech (2020) “Z, V or 'Nike swoosh' – what shape will the COVID-
Graphs Show Where We’re Heading and Why”, The Globe 19 recession take?”, World Economic Forum, May 19, 2020.
and Mail. P. Carlsson-Szlezak, M. Reeves and P. Swartz (2020) “What
IEA (2020) Global Energy Review 2020: The impacts of the Covid- Coronavirus Could Mean for the Global Economy”, Harvard
19 crisis on global energy demand and CO2 emissions, Business Review, March 3, 2020.
International Energy Agency, Paris. PLN (2019) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN
IMF (2020) World Economic Outlook Update June 2020, (Persero) 2019-2028, PT PLN (Persero), Jakarta
International Monetary Fund. PLN (2019a) Statistik PLN 2018, PT PLN (Persero), Jakarta.
J.A. Nieves, A.J. Aristizabal, I. Dyner, O. Baez, D.H. Ospina (2019) Word Bank (2020) East Asia and Pacific in the Time of COVID-19, The
“Energy demand and greenhouse gas emissions analysis in World Bank, Washington, DC.
Colombia: A LEAP model application”, Energy. 169 (2019) World Bank (2020a) Commodity Markets Outlook Update April 2020,
380-397. The World Bank, Washington, DC.
.
67
68
View publication stats