Anda di halaman 1dari 71

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/343903321

OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2020 Dampak Pandemi COVID-19


terhadap Sektor Energi di Indonesia

Book · August 2020

CITATIONS READS

0 1,718

3 authors, including:

Edi Hilmawan Agus Sugiyono


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
21 PUBLICATIONS   4 CITATIONS    120 PUBLICATIONS   295 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Perencanaan energi nasional dan daerah View project

Energy Efficiency View project

All content following this page was uploaded by Agus Sugiyono on 27 August 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2020
Edisi Khusus
Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sektor Energi di Indonesia
Diterbitkan oleh:
Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Gedung B.J. Habibie, Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin 8, Jakarta 10340
Telp. : (021) 7579-1391
Fax. : (021) 7579-1391
email : sekr-ppipe@bppt.go.id
• Editor: Adiarso, Edi Hilmawan, Agus Sugiyono
• Kontributor:
• Inventarisasi Data: Yudiartono, Erwin Siregar, Sigit Setiadi,
Ari Kabul Paminto, Prima Trie Wijaya, Nini Gustriani
• Model Energi: Joko Santosa, Joko Hanuranto, Irawan Rahardjo,
Anindhita, Ratna Etie Puspita Dewi
ISBN: 978-602-1328-14-9 • Analisis Dampak: La Ode Muhamad Abdul Wahid, Rohmadi Ridlo,
Nugroho Adi Sasongko, Nona Niode, Ira Fitriana
1
PENGANTAR
Pandemi COVID-19 telah melanda Indonesia sejak kasus pertama terdeteksi dan diumumkan resmi oleh pemerintah pada awal bulan
Maret 2020. Setelah itu, jumlah kasus yang terkonfirmasi positif bertambah banyak dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Beberapa kebijakan
penanggulangan COVID-19 mulai diberlakukan, diantaranya dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pemberlakuan PSBB
ini berdampak pada hampir seluruh sektor kehidupan sosial ekonomi. Sektor energi termasuk yang terdampak cukup signifikan dengan adanya
pandemi COVID-19 ini. Di sektor komersial, banyak yang mengurangi jam operasinya, sehingga berakibat pada penurunan kebutuhan energi di
sektor tersebut. Di sektor transportasi, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) berkurang drastis karena adanya pembatasan operasional moda
transportasi (jumlah pesawat, transportasi umum yang beroperasi) dan efek dari penerapan kebijakan work from home (WFH). Secara global,
menurunnya kebutuhan BBM menyebabkan penurunan drastis harga minyak mentah dunia. Hal ini mengakibatkan beberapa kilang terpaksa
berhenti beroperasi, karena kurang menguntungkan dibandingkan dengan impor BBM. Demikian juga, pengembangan energi baru terbarukan
(EBT) menjadi makin kurang prospektif karena kelebihan pasokan energi akibat menurunnya kebutuhan energi.
Dampak pandemi COVID-19 tersebut perlu diinventarisasi baik dari sisi kebutuhan maupun penyediaan energi. Hasil inventarisasi
dituangkan dalam bentuk buku Outlook Energi Indonesia (OEI). Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah secara rutin
menerbitkan buku OEI. Tahun ini, OEI hadir dengan tema khusus, yakni “Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sektor Energi di Indonesia”.
Berbeda dengan buku OEI sebelumnya, proyeksi kebutuhan dan penyediaan energi akibat dampak pandemi COVID-19 dibatasi hanya sampai
dengan lima tahun ke depan saja (tahun 2025). OEI juga hadir dengan tampilan yang berbeda dengan OEI sebelumnya, dengan maksud agar
lebih sederhana dan mudah dipahami bagi para pembaca.
Semoga buku OEI ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada tim penyusun dan semua
pihak yang telah berkontribusi dan membantu dalam penyusunan buku OEI ini. Saran dan masukan dari para pembaca tetap kami harapkan
demi kesempurnaan pada penerbitan buku OEI berikutnya.
Jakarta, Agustus 2020
Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE), BPPT
Direktur,

2 Dr. Ir. Adiarso, M.Sc.


DAFTAR ISI
5 Pendahuluan
6 Latar Belakang
7 Perkembangan Kasus COVID-19 di Indonesia
8 PSBB dan Pandemi

11 Model Energi
12 Model LEAP
13 Skenario
15 Asumsi

23 Outlook Energi Indonesia


24 Kebutuhan Energi Saat Ini
26 Penyediaan Energi Saat Ini
28 Proyeksi Kebutuhan Energi
33 Proyeksi Penyediaan Energi
40 Emisi GRK

41 Dampak COVID-19
42 Dampak Terhadap Kebutuhan Energi
50 Dampak Terhadap Penyediaan Energi
59 Dampak Terhadap Sektor Ketenagalistrikan

65 Penutup
3
4
PENDAHULUAN

5
Latar Belakang
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah meluasnya pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pemerintah pusat
dan daerah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi COVID-19 baik berupa penetapan kejadian luar biasa ataupun
tanggap darurat bencana pandemi COVID-19 sampai pada penetapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka
Percepatan Penanganan COVID-19. Dampak ekonomi yang diakibatkan dari pandemi COVID-19 bisa dirasakan mulai dari fenomena panic
buying, penurunan indeks harga saham, depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (USD), dan penurunan kegiatan industri manufaktur yang
pada akhirnya berimbas pada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dampak pandemi COVID-19 dapat dilihat dari dua sudut pandang ekonomi,
yaitu sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, kondisi pandemi COVID-19 akan mengurangi sektor konsumsi, kegiatan
perjalanan dan transportasi, serta peningkatan biaya transportasi dan perdagangan. Sedangkan dari sisi penawaran, kemungkinan besar terjadi
kontraksi produktivitas pekerja, penurunan investasi dan kegiatan pendanaan, serta terganggunya rantai pasokan global (global value chain).
Kebijakan PSBB ini menjadi tantangan dalam mengimplementasikan rencana pengelolaan energi nasional yang sudah dibuat pemerintah,
seperti: Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Pembatasan aktivitas masyarakat secara langsung akan menurunkan permintaan, termasuk kebutuhan energi. Konsumsi listrik akan menurun
karena pembatasan aktivitas perkantoran, bisnis, dan industri manufaktur. Penurunan kebutuhan energi akan berdampak juga pada penurunan
penyediaan energi. Dampak tersebut belum diketahui secara persis atau dapat digambarkan sebagai kondisi yang disebut VUCA, singkatan dari
volatilility (gejolak perubahan), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), dan ambiguity (ketidakjelasan). VUCA menggambarkan masa
depan yang rumit dan penuh ketidakpastian yang harus dipertimbangkan dalam menginventarisasi dampak pandemi COVID-19. Pembahasan
dalam buku ini dilakukan dengan membuat empat skenario, yaitu skenario business as usual (BAU) dan tiga skenario dampak COVID-19, yaitu
skenario optimis (OPT), skenario moderat (MOD) dan skenario pesimis (PES). Skenario BAU merupakan kondisi bila tidak terjadi pandemi COVID-
19 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 5,05%. Pembahasan proyeksi kebutuhan dan penyediaan energi untuk
jangka panjang hanya dilakukan untuk skenario BAU. Skenario OPT, MOD dan PES digunakan untuk mempertimbangkan lama kebijakan PSBB
berlangsung dan besar pertumbuhan ekonomi selama penanganan dampak pandemi COVID-19. Skenario OPT, bila kebijakan PSBB berlangsung
selama 3 bulan dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 2,3%. Skenario MOD, untuk kebijakan PSBB berlangsung selama 6 bulan
dan pertumbuhan ekonomi sebesar -0,4%. Sedangkan skenario PES, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 12 bulan dan pertumbuhan
ekonomi sebesar -3,2%. Pembahasan untuk ketiga skenario ini hanya jangka pendek yaitu sampai tahun 2025.

6
Perkembangan Kasus COVID-19 di Indonesia
120,000
Akhir Juli 2020: Jumlah kasus terkonfirmasi
3 Juli 2020: Jumlah kasus yang selesai sudah mencapai 100.000 orang.
(sembuh atau meninggal) sudah lebih
100.000
banyak daripada jumlah kasus aktif.

Awal Juni 2020: Sebagian wilayah 80.000


memasuki era transisi menuju “new
normal” atau adaptasi kehidupan baru
(AKB). 60.000
16 April 2020: Pada perkembangannya,
jumlah kasus sembuh sudah melampaui
jumlah kasus yang meninggal. 40.000

31 Maret 2020: Kebijakan Pembatasan


Sosial Skala Besar (PSBB) sesuai PP 20.000
21/2020 tentang status Darurat
Kesehatan Nasional.
Kasus Aktif Sembuh Meninggal Kasus
0
13 Maret 2020: Penetapan Bencana Non

06-Apr
13-Apr
20-Apr
27-Apr
02-Mar
09-Mar
16-Mar
23-Mar
30-Mar

04-Mei
11-Mei
18-Mei
25-Mei

06-Jul

20-Jul
27-Jul
01-Jun
08-Jun
15-Jun
22-Jun
29-Jun

13-Jul
Alam COVID-19 sebagai Bencana
Nasional (Keppres 12/2020).
PSBB (Jawa Timur) Transisi New Normal
2 Maret 2020: kasus pertama COVID-19, PSBB (DKI Jakarta) PSBB Transisi
Kebijakan PSBB/
sejak itu jumlah kasus COVID-19 di
New Normal PSBB (Jawa Barat) AKB
Indonesia terus meningkat.
PSBB (Sulsel, Kalsel, Riau) Transisi New Normal
7
PSBB dan Pandemi
Selama vaksin belum ditemukan, maka usaha paling efektif untuk menekan angka kematian akibat COVID-19 adalah dengan
kebijakan PSBB. Tujuan dari kebijakan PSBB adalah untuk memperlambat laju penambahan kasus dan memberikan waktu bagi
pemerintah untuk mempersiapkan dan memperbaiki fasilitas kesehatan. Namun semakin ketat PSBB diberlakukan maka akan semakin
lama pula pandemi COVID-19 berlangsung. Sebagai ilustrasi, studi untuk kota Vancouver, Kanada menunjukkan bahwa PSBB ketat
selama 6 bulan akan memperpanjang periode pandemi COVID-19 hingga awal tahun 2021. Perlu diperhatikan bahwa selain
mekanisme dan durasi, waktu (timing) dimulainya PSBB juga menentukan efektivitas kebijakan ini dalam menurunkan puncak
pandemi.

8 Sumber: Semeniuk (2020)


Penyebaran COVID-19

Tiongkok Amerika
Indonesia
Serikat
PSBB Ketat PSBB Moderat PSBB Moderat
Januari 2020 Maret 2020 Maret 2020

Sumber: https://www.worldometers.info/coronavirus/ diakses 20 Juli 2020


9
Krisis Ekonomi
Akibat Covid-19
Kebijakan PSBB menyebabkan penurunan aktivitas
industri, terutama industri jasa, serta gangguan
pada rantai pasok dan perdagangan global.
Pembatasan interaksi sosial, terutama di Tiongkok
sebagai pusat perdagangan dunia, menggangu
kinerja rantai pasok, termasuk pasokan dan
permintaan energi. Guncangan ekonomi global
akibat pandemi COVID-19 telah mendorong
sebagian besar harga komoditas turun. Komoditas
yang paling terpengaruh oleh penghentian
aktivitas ekonomi adalah komoditas energi,
terutama minyak bumi karena terkait langsung
dengan sektor transportasi yang mengalami
penurunan paling tajam.

SEMAKIN LAMA DURASI PSBB


MAKA PERTUMBUHAN *) proyeksi
Sumber: IMF (2020)
EKONOMI AKAN SEMAKIN
R E N D A H .
10 10
MODEL ENERGI

11
Model LEAP

Dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor energi di


Indonesia dimodelkan dengan suatu software aplikasi yang
bernama Low Emissions Analysis Platform (LEAP). LEAP adalah Demografi Ekonomi Makro
alat pemodelan terintegrasi berbasis skenario yang banyak
digunakan untuk analisis kebijakan energi dan kajian mitigasi
perubahan iklim baik sektor energi maupun non energi. Analisis Kebutuhan

Analisis Biaya Manfaat Terintegrasi


LEAP menjadi standar de facto bagi negara-negara yang Perbedaan Statistik

Emisi Polutan/GRK
melakukan perencanaan sumber daya terintegrasi, kajian
mitigasi gas rumah kaca (GRK), dan strategi pembangunan Analisis Transformasi
rendah karbon. Banyak negara telah memilih menggunakan
LEAP untuk melaporkan rencana pengurangan GRK dalam Perubahan Stok
Nationally Determined Contribution (NDC) ke United Nation
Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Analisis Sumber Daya

LEAP mendukung berbagai metodologi pemodelan yang


berbeda. Kajian ini menggunakan pendekatan bottom Analisis Emisi Sektor Non Energi
up/end-use untuk sisi kebutuhan energi dan pendekatan
simulasi dan optimasi untuk sisi penyediaan energi.
Eksternalitas Lingkungan
Penerapan optimasi hanya dibatasi pada sektor
ketenagalistrikan akibat teknologi pembangkit yang beragam,
dari energi fosil hingga energi baru terbarukan (EBT).

12
Skenario
Kondisi Saat Ini

Kasus/Hari
600
Skenario
400 Skenario
Moderat (MOD)
Pesimis (PES)
200 Skenario
Optimis (OPT)
0
Kasus Pertama 3 6 12
Kebijakan
2 Maret 2020 PSBB Bulan Bulan Bulan

A. Wahid (2020) menggambarkan kondisi sosial masyarakat selama pandemi COVID-19 dalam kondisi VUCA atau volatilility (gejolak
perubahan), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), dan ambiguity (ketidakjelasan). Untuk menangkap kondisi tersebut, dibuat
serangkaian skenario yang memungkinkan untuk menganalisis dampak pandemi terhadap sektor energi. Dalam pembuatan skenario, selain
asumsi juga diperlukan expert judgement.
• Skenario BAU merupakan kondisi bila tidak terjadi pandemi COVID-19. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar 5,05%.
• Skenario OPT, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 3 bulan dan penyebaran virus segera menurun. Pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2020 sebesar 2,3%.
• Skenario MOD, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 6 bulan dan penyebaran virus menurun secara lambat. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2020 sebesar -0,4%.
• Skenario PES, bila kebijakan PSBB berlangsung selama 12 bulan dan penyebaran virus berlangsung cukup lama. Pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2020 sebesar -3,5%.
13
Pola Pemulihan Ekonomi

PDB
PDB

Waktu
Waktu Pemulihan ekonomi tergantung
dari efektivitas kebijakan
pemutusan sebaran virus dan
kebijakan ekonomi untuk
meredam dampak negatif. Pola
PDB

PDB
pemulihan ekonomi akibat
pandemi COVID-19 dibahas
secara rinci dalam Sheiner dan
Yilla (2020). Pola pemulihan
Waktu ekonomi secara teoritis dapat
Waktu
berbentuk Z, V, U, Swoosh, W,
dan L.
PDB

PDB
Sumber: diolah dari Sheiner dan Yilla (2020),
Carlsson-Szlezak et al (2020), Beech (2020)

14 Waktu Waktu
Asumsi

Asumsi
Pertumbuhan PDB
dan Penduduk Satuan 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Asumsi kunci yang digunakan


%/Tahun 1,19 1,19 1,19 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
sebagai masukan untuk model
adalah pertumbuhan penduduk Penduduk
Juta Jiwa 264,7 267,9 271,1 273,7 276,5 279,2 282,0 284,8
dan PDB, seperti ditunjukkan
pada tabel. Untuk semua
%/Tahun 5,17 5,02 5,05 5,05 5,05 5,05 5,05 5,05
skenario, pertumbuhan penduduk
selama periode 2018 – 2025 PDB BAU
Triliun Rp. 10.425 10.949 11.502 12.082 12.693 13.334 14.007 14.714
diasumsikan sama, sedangkan
proyeksi pertumbuhan ekonomi
%/Tahun 5,17 5,02 2,30 6,00 5,50 5,50 5,50 5,20
pada periode yang sama berbeda PDB Optimis
tergantung dengan lama masa (OPT) Triliun Rp. 10.425 10.949 11.201 11.873 12.526 13.215 13.941 14.666
PSBB dan bentuk kurva
pemulihan ekonomi. %/Tahun 5,17 5,02 -0,40 5,00 6,00 5,50 5,50 5,20
PDB Moderat
Proyeksi pertumbuhan ekonomi (MOD) 10.425 10.949 10.905 11.450 12.137 12.805 13.509 14.211
Triliun Rp.
untuk skenario Optimis (OPT)
menggunakan kurva V 5,17 5,02 -3,50 2,50 5,00 6,00 5,50 5,20
PDB Pesimis %/Tahun
sedangkan skenario Moderat
(MOD) dan Pesimis (PES) (PES) Triliun Rp. 10.425 10.949 10.566 10.830 11.371 12.053 12.716 13.378
menggunakan gabungan antara
kurva U dan L.

15
Ekonomi Makro dan Demografi

Produk domestik bruto (PDB) menurut sektor, PDB per kapita

Jumlah penduduk, keluarga dan anggota keluarga, tingkat urbanisasi

Rasio elektrifikasi, termasuk perkotaan dan perdesaan


Kerangka Pikir

Elastisitas PDB sektoral

Kebutuhan Energi

Konsumsi energi menurut sektor dan jenis, neraca energi

Jumlah stok dan tingkat penjualan kendaraan, pnp-km, ton-km

Intensitas energi teknologi menurut jenis energi yang digunakan

Efisiensi teknologi, kebijakan energi, kurva beban listrik

Penyediaan Energi

Produksi listrik, kapasitas pembangkit, efisiensi, faktor kapasitas, umur operasional

Biaya investasi, fixed OM dan variable OM, bahan bakar pembangkit, rugi-rugi

Produksi dan kapasitas kilang minyak, gas dan LNG

Produksi dan kapasitas sumber energi fosil dan EBT


16
Interaksi antara Data, Skenario, dan Hasil Model
LEAP merupakan model
perencanaan energi yang
disusun berdasarkan sistem Data Historis
Asumsi
akuntansi. Sektor pengguna
energi dibagi menjadi lima
sektor, yaitu rumah tangga, Skenario: Pertumbuhan Pertumbuhan
industri, transportasi, 1. BAU Ekonomi Penduduk
komersial, dan lainnya. 2. COVID-19:
Model menghitung a. PSBB 3 bulan
kebutuhan energi untuk b. PSBB 6 bulan
setiap sektor pengguna c. PSBB 12 bulan
energi berdasarkan aktivitas Proyeksi Kebutuhan Energi Kebutuhan Energi
dikalikan dengan intensitas Rumah Indus- Trans- Komer- Lain- a. Sektoral
energi. Proyeksi Perilaku Tangga tri portasi sial nya b. Per Jenis
pertumbuhan setiap Sektoral
aktivitas ataupun intensitas
energi merupakan variabel Analisis Perbandingan
eksogen. Parameter
Penyediaan untuk
memenuhi kebutuhan
Model LEAP 1. Skenario BAU
masukan lainnya yang 2. Skenario COVID-19
digunakan dalam model
adalah data historis
1. Opsi Teknologi
Proyeksi Penyediaan Energi Bauran Energi
konsumsi energi,
2. Harga Energi Fosil EBT Primer
pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) dan
pertumbuhan penduduk.
17
Reference Energy System (RES)
Untuk memperoleh hasil dampak
pandemi COVID-19 terhadap sektor
Penyediaan Teknologi Kebutuhan energi yang akurat diperlukan
Teknologi End-Use
Energi Primer Konversi Energi gambaran aliran energi dari sistem
energi yang benar-benar merefleksikan
(Energi Primer) (Energi Final) (Energi Useful) situasi yang ada di suatu wilayah.

Jaringan yang menggambarkan semua


Pertambangan Konversi Transportasi
• Minyak bumi • Kilang minyak Transportasi Rumah Tangga • Kebutuhan
• Gas bumi • Kilang BBN • Mobil • Memasak energi useful kemungkinan aliran energi dari sumber
Penumpang • Penerangan
• Batubara • Kilang LNG
• Bus • AC
• Pnp-km atau tambang, melalui transformasi
• Kilang LPG • Ton-Km
EBT • Regasifikasi • Truk • Televisi energi dan peralatan pengguna akhir
• Sepeda motor • Refrigerator
• Surya, LNG
• Kereta • Lainnya
Rumah Tangga (end-use devices) hingga kebutuhan
• Bayu • Kebutuhan
• Biogas Pembangkit penumpang energi useful (demand) untuk pelayanan energi
• Biomasa Listrik • Kereta barang useful disebut Reference Energy System
• KRL
• Hidro • PLTU
• Pesawat
Komersial Komersial (RES) atau Sistem Energi Acuan.
• Panas bumi • PLTGU • Memasak • Kebutuhan
• MSW • PLTG penumpang energi final
• Penerangan
• Biodiesel • PLTMG • Pesawat barang
• AC
• Laut • PLTD • Kapal laut Industri
• Alat Transport
• PLTA • ASDP • Kebutuhan
• Lainnya
Ekspor Impor • PLTM/H energi final
• Impor listrik • PLTP Industri
• Impor minyak • PLTBm • Direct process Lainnya Lainnya
• Ekspor • PLTBg heating • Pertanian • Kebutuhan
minyak • PLTSa • Indirect process • Perikanan energi final
• Ekspor • PLTS heating • Konstruksi
batubara • PLTB • Cooling • Pertambangan
• Ekspor gas • PLTL • Machine drives
bumi/LNG

18
Metodologi Analisis Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi menurut sektor seperti industri, rumah tangga, transportasi, komersial, dan lainnya diperinci lagi menjadi
subsektor, energi yang digunakan, teknologi pengguna akhir, dan peralatan. Faktor penentu utama proyeksi kebutuhan
energi adalah pertumbuhan ekonomi (PDB) dan pertumbuhan penduduk. Selain itu, urbanisasi, perubahan struktur ekonomi,
difusi teknologi dan kebijakan pemerintah juga ikut memberikan kontribusi terhadap proyeksi kebutuhan energi ke depan.
Masing-masing sektor menggunakan pendekatan analisis yang berbeda disesuaikan dengan karakter sektor tersebut dan
ketersediaan data.

Sektor Transportasi
Sektor Rumah Tangga
Sektor Industri dan Komersial

Analisis Energi Analisis Energi Analisis Stock


Final Useful Turnover Transport

𝐸 =𝐴×𝐼 𝐸 = 𝐴 × 𝑈/𝐸𝑓𝑓 𝐸 = 𝑆 × 𝐷/𝐶

Dengan: Dengan: Dengan:


E = Kebutuhan energi E = Kebutuhan energi E = Kebutuhan energi
A = Aktivitas A = Aktivitas S = Jumlah kendaraan
I = Intensitas energi final U = Intensitas energi useful D = Jarak tempuh
Eff = Efisiensi C = Konsumsi energi spesifik

19
Parameter Aktivitas Sektoral Akibat Pandemi
1,05 1,10
Perubahan Terhadap BAU

Skenario OPT Skenario MOD

Perubahan Terhadap BAU


1,05
1,00
1,00

0,95 0,95

0,90
0,90
0,85

0,85 0,80
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya
Industri Komersial RT (Listrik) Industri Komersial RT (Listrik)
RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara
Produksi Gas Produksi Minyak Produksi Gas Produksi Minyak

1,10
Skenario PES
PSBB menyebabkan aktivitas berbagai sektor pengguna energi
Perubahan terhadap BAU

1,05
1,00 mengalami perubahan jika dibandingkan dengan skenario BAU.
0,95 Aktivitas sektor pengguna energi ini merupakan parameter yang
0,90 dimasukkan ke dalam model energi. Sebagian besar aktivitas
0,85 untuk skenario OPT, MOD dan PES akan menurun bila
0,80 dibandingkan skenario BAU, kecuali sektor rumah tangga yang
0,75 meningkat. Google (2020) telah mengeluarkan data mobilitas
masyarakat yang menunjukkan pergerakan orang ke tempat
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Transport (Jalan Raya) Transport (Udara) Transport Lainnya
Industri Komersial RT (Listrik) rekreasi, pusat perbelanjaan, parkir, stasiun atau terminal, dan
RT (Memasak) Sektor Lainnya Produksi Batubara tempat kerja. Data menunjukkan bahwa mobilitas masyarakat
20
Produksi Gas Produksi Minyak
mengalami penurunan yang signifikan.
Metodologi Analisis Penyediaan Energi

Semua teknologi proses dan konversi pada sisi penyediaan


seperti pembangkit listrik dan kilang minyak dimungkinkan
untuk ekspansi kapasitas dan process dispatch. Selain itu
model penyediaan energi juga dilengkapi dengan ekspor,
impor, dan produksi tambang (batubara, gas alam dan
minyak bumi).

Process dispatch pada pembangkit listrik yang mempunyai


keragaman jenis teknologi dan jenis energi primer Input biaya
menerapkan metode optimasi. Teknologi konversi lainnya pembangkit Produksi dan
sektor kapasitas
seperti: kilang minyak, kilang LNG, dan kilang LPG hanya
ketenagalistrikan pembangkit
menerapkan metode simulasi. dan kebutuhan optimal menurut
listrik menurut skenario
Teknik simulasi hanya didasarkan pada peningkatan skenario
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan dan penerapan
pengembangan kapasitas berdasarkan suatu roadmap yang
sudah ada dalam kebijakan pemerintah.

Teknik optimasi pada pembangkit menerapkan metode least


cost optimization yang akan memilih portofolio jenis
pembangkit dengan total biaya produksi listrik yang paling
murah. LEAP menggunakan OseMOSYS sebagai LP solver
engine.

21
22
OUTLOOK ENERGI INDONESIA

23
Kebutuhan Energi Saat Ini

BBM Konsumsi Energi per Jenis (2018)


0%
7% 5% Biodiesel Total konsumsi energi final pada tahun 2018 sebesar 875 juta SBM (Setara Barel Minyak).
Listrik Pangsa konsumsi energi final per jenis masih didominasi oleh BBM (bensin, minyak tanah,
11% 39%
2018 Batubara minyak bakar, avtur, avgas, minyak solar, dan minyak diesel). Besarnya konsumsi BBM itu
875 Juta dikarenakan penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien dibanding peralatan
Gas
11%
SBM lainnya, terutama di sektor transportasi.
LPG Sejalan dengan meningkatnya konsumsi energi final BBM, konsumsi energi final BBN (biofuel)
18% 9%
Biogas sebagai substitusi BBM, terutama biodiesel juga meningkat mengikuti tren pertumbuhan
Biomassa minyak solar dan mandatori biodiesel. Biodiesel selain digunakan untuk sektor transportasi
juga digunakan untuk sektor industri, komersial, dan pembangkit listrik.

Konsumsi Energi per Sektor (2018) 2%


5%
Sektor transportasi merupakan pengguna energi terbesar dibandingkan sektor-sektor Industri
yang lain. Energi yang digunakan di sektor transportasi hampir keseluruhannya
menggunakan BBM, terutama bensin. Sektor industri banyak menggunakan batubara 2018 38% Rumah Tangga
karena hampir semua teknologi boiler di industri memerlukan batubara sebagai bahan
875 Juta Transportasi
bakar. Sebagian besar aktivitas sehari-hari sektor rumah tangga didukung oleh energi 40%
SBM
listrik. Sebagai konsekuensi dari kebijakan substitusi minyak tanah ke LPG, konsumsi Komersial
LPG di sektor rumah tangga cukup besar. Untuk sektor komersial, penggunaan energi
Lainnya
listrik lebih mendominasi dibandingkan energi yang lain. Kegiatan di sektor lainnya
15%
yang meliputi pertanian, konstruksi dan pertambangan, banyak menggunakan minyak
solar.

24
Konsumsi Energi Sektoral
3%
0%
0% Gas 13% 12%
3% 8% 0% Biomassa
0% 0% 1% Bensin
Minyak Tanah 4% Gas
2018 2018 Minyak Tanah
Minyak Tanah
49% LPG 2018 Minyak Solar
128 Juta 48% Minyak Solar 16 Juta
Biogas 43 Juta Minyak Diesel
SBM Minyak Diesel SBM
Listrik SBM Minyak Bakar
LPG
85% Listrik 74%
0%

Sektor Rumah Tangga Sektor Komersial Sektor Lainnya

0%
0% Bensin
Biomassa
21% Gas 17% 13%

Avgas & Avtur Batubara


0%
0% 2018 Minyak Solar 2018 BBM
353 Juta Minyak Diesel 334 Juta
13% SBM 56% 30% Gas
Biodiesel SBM
29%
Minyak Bakar LPG
10%
Listrik 11% Listrik
0%

Sektor Transportasi Sektor Industri


25
Penyediaan Energi Saat Ini

Penyediaan energi saat ini masih Penyediaan Energi Pangsa minyak bumi mengalami
didominasi oleh energi fosil. Energi (Juta SBM) penurunan dibandingkan tahun
fosil yang tumbuh paling pesat sebelumnya. Namun
Minyak Bumi 569
adalah batubara karena sektor Batubara 483 ketergantungan penggunaan
pembangkit listrik didominasi oleh Gas 288 bahan bakar minyak (BBM)
PLTU batubara. Selain itu, batubara Biomassa 68 terutama di sektor transportasi
juga digunakan sebagai bahan bakar Air 40
masih tinggi, karena teknologi
BBN 28
di sektor industri. Hal ini transportasi berbasis listrik dan
Panas Bumi 26
menyebabkan batubara merupakan gas masih belum mampu
Angin 0
pangsa penyediaan energi primer menggeser dominasi teknologi
Surya 0
kedua setelah minyak bumi. transportasi berbasis BBM.
- 100 200 300 400 500 600

1.504 Juta SBM 8,4%


Tahun 2018 dari Tahun 2017
26
Bauran Energi Primer (2018)
Gas Energi Baru Terbarukan
Pangsa EBT mengalami pertumbuhan sebesar
Pasokan gas bumi juga diperkirakan terus
2% dibandingkan tahun 2017. Peningkatan
meningkat dari tahun ke tahun. Gas bumi
peranan EBT tersebut mensubstitusi
tersebut digunakan sebagian besar di sektor
penurunan pangsa minyak dan gas bumi.
industri dan pembangkit listrik. Pada tahun
Penyediaan EBT tersebut didominasi oleh BBN,
2023, Pemerintah akan menghentikan
19% biomassa, hidro, dan panas bumi. Sementara
ekspor gas melalu pipa ke Singapura. Hal ini
11% itu, EBT lainnya (angin dan surya) masih
untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas
memiliki pangsa yang kecil.
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
1504
Juta SBM
(2018)
Minyak Bumi 38%
32% Batubara
Realisasi operasional lifting minyak Produksi batubara dalam negeri diutamakan
nasional tahun 2018 mencapai 772 ribu untuk menjamin pemenuhan pasokan
boepd (barrels oil equivalent per day). Atau kebutuhan domestik sumber energi primer.
mengalami penurunan sebesar 29 ribu Pemerintah menjalankan aturan terkait
boepd dari tahun 2017. Capaian ini telah alokasi penjualan batubara untuk kebutuhan
didorong upaya optimalisasi serta domestik (domestic market obligation/DMO)
pengembangan baru melalui pengeboran sebesar 25% dari produksi perusahaan
sumur baru, on-stream proyek baru, dan batubara. Produksi pada tahun 2018 sebesar
pemeliharaan yang optimal. 557 juta ton.
27
Proyeksi Kebutuhan Energi
Pada skenario business as usual (BAU), diperkirakan
selama tahun 2018-2050 total kebutuhan energi final 3.125
Business as Usual (BAU)
meningkat rata-rata sebesar 3,9% per tahun. Sebagai
penggerak ekonomi, kebutuhan energi di sektor (Juta SBM)
industri diperkirakan terus meningkat dan
mendominasi total kebutuhan energi final pada tahun Sektor Lainnya
2.087
2050. Sementara itu, kebutuhan energi sektor Komersial
transportasi diproyeksikan mengalami pertumbuhan
Rumah Tangga
lebih rendah dari sektor industri. Laju pertumbuhan
1.401
tersebut didorong oleh pertumbuhan kendaraan Transportasi
bermotor. 973 Industri
875
Total
6%1% 9%1%
15% 11%
37%
41% 2018 2020 2030 2040 2050
2030 2050
Dengan meningkatnya perekonomian dan penduduk, kebutuhan energi final
41% 38%
sektor komersial diperkirakan akan terus meningkat dengan laju
pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor-sektor yang lain. Sementara itu,
Industri Transportasi Rumah Tangga proyeksi kebutuhan energi sektor rumah tangga dan sektor lainnya
Komersial Sektor Lainnya
(pertanian, konstruksi, dan pertambangan) juga terus meningkat dengan laju
pertumbuhan yang lebih rendah.
28
TRANSPORTASI

SEKTOR INDUSTRI 2050 : 1.178,0 Juta SBM

Sektor industri pada tahun 2018 banyak menggunakan 2% 12%


batubara, gas, dan listrik, selain minyak solar dan minyak
bakar. Pada tahun 2050 diperkirakan ketiga jenis energi 10%
tersebut tetap mendominasi kebutuhan energi di sektor 8% 8% 0%
0%
industri. Kebutuhan energi sektor industri diproyeksikan 0% 0%
45%
meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,4% per 0% 2030 : 573,5
51%
tahun menjadi 1.276,7 juta SBM pada tahun 2050. Juta SBM
31%

INDUSTRI 33%
2050 : 1.276,7 Juta SBM
0%
13% 4% 3%
Bensin Minyak Solar Minyak Bakar
1% 13% 5% Gas BBN Listrik
3%
2% 0% 22% Avtur

27%
2030 : 512,6
22% Juta SBM
SEKTOR TRANSPORTASI
33%
0%
Total kebutuhan energi final sektor transportasi diproyeksikan terus
28%
24% meningkat menjadi 1.178 juta SBM pada tahun 2050 atau
0% meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,5% per
Minyak Tanah Minyak Solar Minyak Bakar tahun. Energi yang digunakan di sektor transportasi hampir
Batubara Gas LPG
keseluruhannya menggunakan BBM, terutama bensin dan minyak
Listrik BBN Biomassa
solar.
29
RUMAH TANGGA
SEKTOR LAINNYA
SEKTOR RUMAH 2050 : 350,7 Juta SBM
2050 : 33,2 Juta SBM

TANGGA 21%

13% 20%
37%
Selama kurun waktu 2018-2050, 13%
2030 : 204,3 44% 11%
kebutuhan energi sektor rumah tangga 12%
53% Juta SBM
diperkirakan akan meningkat dengan laju 58% 2030 : 21,23
1%
pertumbuhan rata-rata 3,2% menjadi 350,7 2% Juta SBM 1%
juta SBM pada tahun 2050. Energi listrik 1% 5%
diperkirakan akan mendominasi sektor ini 54%
dengan pangsa sekitar 58% pada tahun 0%
LPG Gas Minyak Tanah Listrik 54%
2050, menggeser dominasi LPG.
KOMERSIAL Bensin Minyak Tanah Minyak Solar
Minyak Bakar BBN
2050 : 286,6 Juta SBM

SEKTOR KOMERSIAL
0% SEKTOR LAINNYA
Total kebutuhan energi final di sektor 0%
4% 4%
komersial diproyeksikan meningkat 2% 1% Total kebutuhan energi final di sektor ini
2030 : 89,3 3% 2%
menjadi 286,6 juta SBM pada tahun 2050 90% Juta SBM 4% 3% diproyeksikan meningkat dengan
atau tumbuh rata-rata 6,1% per tahun. 87% 0% 0% pertumbuhan rata-rata 2,3% per tahun.
Peranan listrik di sektor ini mendominasi Kegiatan di sektor ini meliputi pertanian,
kebutuhan energi final. Hal ini karena perkebunan, perikanan, konstruksi, serta
sektor ini dalam kegiatannya sangat pertambangan yang sebagian besar
memerlukan teknologi peralatan listrik. LPG Gas Listrik peralatannya menggunakan minyak solar
Minyak Tanah Minyak Solar BBN sebagai bahan bakar.
30
Pada tahun 2050, pangsa kebutuhan energi final per jenis
masih didominasi oleh bahan bakar minyak (BBM), diikuti

4%
5% Proyeksi oleh listrik, gas, batubara, dan sisanya berupa LPG, bahan
bakar nabati (BBN), dan biomassa. BBM tetap mendominasi
7%
Kebutuhan kebutuhan energi nasional sampai tahun 2050 karena
penggunaan teknologi peralatan BBM masih lebih efisien
42%

22%
2030 Energi Per Jenis dibanding peralatan lainnya, terutama di sektor transportasi.
Sektor-sektor lain pun tidak terlepas dari penggunaan BBM
karena teknologinya cukup efisien dan harga BBM masih
kompetitif dibanding dengan bahan bakar lainnya.
10% 10%

5% 3.125
4% Juta SBM
5% Biomassa
38% BBN
2.087
2050 LPG
29%
Listrik
1.401
Gas
875 973
9% Batubara
10%

BBM Batubara Gas BBM


Skenario
Listrik LPG BBN Total
Business as
Biomassa 2018 2020 2030 2040 2050
Usual (BAU)
31
Listrik LPG
Pemanfaatan listrik terus berkembang seiring Kebutuhan LPG yang saat ini sudah
inovasi teknologi berbasis listrik. Kebutuhannya mengandalkan impor, diperkirakan secara
meningkat rata-rata sebesar 5,9% per tahun bertahap pemakaiannya hanya meningkat
hingga di tahun 2050 . tipis yaitu sebesar 2,5% per tahun. Peran
LPG yang semakin menurun karena
diharapkan dapat disubstitusi bahan bakar
lain.
Gas
Kebijakan pengembangan jaringan BBN
distribusi gas untuk rumah tangga turut Sejalan dengan meningkatnya
berperan dalam meningkatkan Proyeksi Kebutuhan kebutuhan energi final BBM,
penggunaan gas. Hingga tahun 2050,
kebutuhan gas diperkirakan akan
Energi per Jenis kebutuhan energi final BBN sebagai
substitusi BBM terutama biodiesel juga
meningkat rata-rata 3,8% per tahun. meningkat mengikuti tren
pertumbuhan minyak solar dan
mandatori biodiesel.

Batubara
Penggunaan batubara untuk kebutuhan Biomassa
industri berbasis batubara (semen, kertas,
tekstil, dan lainnya) terus meningkat dengan
Bahan Bakar Minyak Biomasa akan terus meningkat
pemanfaatannya terutama di sektor
laju pertumbuhan rata-rata 3,3% per tahun, Pemanfaatan BBM diproyeksikan
industri dan komersial, dengan
namun pangsanya masih jauh di bawah meningkat dengan laju pertumbuhan
pertumbuhan rata-rata sebesar 4,2%
BBM. 3,2% per tahun. Pangsa kebutuhan BBM
per tahun.
diperkirakan akan menurun menjadi 38%
pada tahun 2050 namun tetap dominan.

32
Proyeksi Penyediaan Energi
Penyediaan energi primer meningkat dari 1.504 juta SBM pada tahun 2018 menjadi
5.284 juta SBM pada tahun 2050 atau meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
4,2% per tahun. Penyediaan energi sampai dengan tahun 2050 diperkirakan tetap Pangsa minyak bumi
didominasi oleh energi fosil. Energi fosil yang tumbuh paling pesat adalah batubara diperkirakan terus menurun,
karena sektor pembangkit listrik didominasi oleh PLTU batubara. Selain itu, batubara namun perannya masih cukup
juga digunakan sebagai bahan bakar di sektor industri. tinggi hingga tahun 2050.
Ketergantungan penggunaan
6,000 bahan bakar minyak (BBM)
5.284
terutama di sektor transportasi
5.000 masih tinggi, karena teknologi
4.276
transportasi berbasis listrik dan
4.000
3.458 gas masih belum mampu
menggeser dominasi teknologi
Juta SBM

2.789
3.000 transportasi berbasis BBM.
2.232
Kondisi ini semakin menambah
1.785
2.000
1.504 ketergantungan impor energi
karena pemenuhan kebutuhan
1.000 BBM sebagian besar diperoleh
dari impor, baik dalam bentuk
0 impor minyak mentah maupun
2022

2043
2018
2019
2020
2021

2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039
2040
2041
2042

2044
2045
2046
2047
2048
2049
2050
impor BBM.
Batubara Minyak Gas Biofuel Angin
Biomassa Hidro Surya Biogas Panas Bumi
Sampah Kota Laut Total
33
11% 16% EBT mengalami pertumbuhan
20% 23% 22% pasokan yang paling cepat,
sebesar 6,5% per tahun.
Peningkatan peranan EBT
35%
32% tersebut mensubstitusi
30% 27% 25%
penurunan pangsa minyak
dan gas bumi. Pasokan EBT
terus didorong seiring
Bauran Energi

21% 14%
20% 15% meningkatnya kekhawatiran
19%
akan kenaikan harga energi
fosil serta dampak lingkungan
dari penggunaan energi fosil.
35% 39% Namun demikian, peran EBT
33% 32% 30%
hingga tahun 2050 masih
kurang dari seperlima dari
total penyediaan energi.
2018 2020 2030 2040 2050 Penyediaan EBT tersebut
didominasi oleh BBN,
Batubara Gas Minyak Energi Baru Terbarukan biomassa, hidro, dan panas
bumi. Sementara itu, EBT
Pasokan gas bumi juga diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun lainnya (surya, angin, sampah
pangsanya sedikit menurun. Gas bumi digunakan sebagian besar di sektor industri dan dan biogas) memiliki pangsa
pembangkit listrik. Namun karena cadangan gas bumi yang terbatas dan produksi gas yang sangat kecil.
yang terus menurun, maka pemenuhan kebutuhan akan gas bumi sebagian diperoleh dari
impor LNG.

34
Kontribusi EBT dalam Energi Primer
EBT untuk Pembangkit
Potensi EBT Listrik
Saat ini pemanfaatan EBT di
Potensi EBT di Indonesia cukup tinggi sektor ketenagalistrikan masih
namun belum dimanfaatkan secara didominasi oleh penggunaan
optimal sehingga belum dapat 1.400
22,5%
25%
tenaga air, kemudian diikuti oleh
22,2%
mencapai target bauran energi pemanfataan panas bumi,
seperti diamanatkan dalam kebijakan 1.200 19,9%
biomassa, biodiesel, dan tenaga
20%
energi nasional. Pemanfaatan EBT 1.171
surya. Penggunaan PLTS masih
1.000
masih banyak menghadapi kendala 16,0%
terkendala dengan biaya investasi
diantaranya adalah kesenjangan 779

Juta SBM

Rasio EBT
15%
800 yang mahal terutama untuk
geografis antara lokasi sumber 11,1% komponen penyimpan energi
energi dengan lokasi kebutuhan 600 dalam bentuk baterai maupun
10%
energi serta biaya investasi teknologi 444
masalah pembebasan lahan.
energi berbasis EBT yang masih 400
Pemanfaatan energi angin dalam
239
mahal. Kendala tersebut menjadi 158 5%
bentuk PLTB masih memiliki
tantangan bagi pemerintah dalam 200
beberapa tantangan yang
membuat kebijakan ataupun regulasi dihadapi mengingat Indonesia
0 0%
yang dapat memacu pemanfaatan 2018 2020 2030 2040 2050 adalah wilayah khatulistiwa yang
teknologi energi berbasis EBT, baik memiliki potensi angin yang tidak
untuk sektor ketenagalistrikan Biofuel Angin Biomassa Hidro
stabil dan juga masalah harga
maupun sebagai bahan bakar untuk Surya Biogas Panas Bumi Sampah Kota
jual listrik yang masih murah.
substitusi BBM. . Laut Total Rasio EBT

Pemanfaatan BBN
Pemanfaatan BBN berbasis CPO 100% pada pembangkit listrik untuk
saat ini masih belum dapat dilakukan secara penuh karena masih
dalam tahap uji coba penggunaan CPO pada PLTD dan kendala
ketersediaan CPO untuk jangka panjang di lokasi PLTD.
35
2,000
35% 1.733
40% Rasio Impor Energi
32% 35%
33%
1.500 27% 27% 30%
Ketergantungan terhadap impor energi terus mengalami
1.097 25% peningkatan sejalan dengan cadangan energi yang terus

Rasio Impor
Juta SBM

menipis dan kebutuhan energi yang terus meningkat. Jenis


1.000 20%
768 energi yang dominan untuk diimpor adalah minyak mentah,
15% BBM, LNG, dan LPG. Impor minyak mentah terus meningkat
dengan pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun seiring
500 388 401 10% dengan pengembangan kilang minyak sesuai program
5% RDMP (Refinery Development Master Plan) dan GRR (Grass
Root Refinery). Sementara itu, impor BBM masih terus
0 0% diperlukan karena kebutuhan BBM (terutama bensin) belum
2018 2020 2030 2040 2050 mampu dicukupi dari hasil produksi kilang minyak dalam
Minyak Bumi BBM LPG Batubara negeri. Impor BBM tumbuh sekitar 4,2% per tahun.
Gas Bumi Total Rasio Impor

Walaupun saat ini Indonesia masih menjadi negara pengekspor gas, namun impor gas bumi (dalam bentuk LNG) tidak dapat dihindari dan
diperkirakan terus meningkat karena cadangan dan produksi gas bumi yang terus menurun. Selain LNG, impor LPG juga diperkirakan terus
meningkat seiring kebutuhan LPG di sektor rumah tangga dan komersial yang terus meningkat. Produksi LPG dari kilang gas yang terus
menurun juga turut memperburuk kondisi pasokan LPG. Pertumbuhan impor LPG dapat ditekan dengan melakukan substitusi LPG dengan
listrik dan gas bumi secara masif. Secara total, impor energi mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 4,8% per tahun.

36
Proyeksi Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk, serta
peningkatan target rasio elektrifikasi menjadi 100% pada tahun 2025,
Kebutuhan dan maka kebutuhan listrik diproyeksikan meningkat dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 5,9% per tahun menjadi 1.455 TWh
Penyediaan pada tahun 2050. Sementara itu, produksi listrik tumbuh menjadi
1.600 TWh pada tahun 2050.

Listrik
Selama 32 tahun ke depan 1.600
Terrawatt-hour
terjadi pergeseran dominansi
kebutuhan listrik, dari sektor Industri Transportasi
rumah tangga ke sektor industri. 1.455
Rumah Tangga Komersial
Hal ini terjadi karena
ketersediaan teknologi peralatan Kebutuhan Listrik Produksi Listrik
938
listrik rumah tangga yang
semakin efisien. Disamping itu,
pemanfaatan listrik didorong 854
untuk memenuhi keperluan 535
produktif di sektor industri,
seperti industri tekstil, kertas, 295 487
254
pupuk, logam dasar besi, baja,
dan lainnya. 235 268

2018 2020 2030 2040 2050


37
Proyeksi Kapasitas Pembangkit Listrik

Kapasitas pembangkit listrik


1.5
nasional tahun 2018 mencapai Gigawatt
64 GW, dengan pangsa
terbesar PLTU batubara yang EBT Lainnya Panas bumi 332 20,0

mencapai 45%, sedangkan Hidro Gas


pangsa pembangkit EBT Minyak Batubara
sekitar 15%. Sisanya Total
0,3

merupakan pembangkit 8,9


205
berbahan bakar gas dan BBM.
2,5

Kapasitas pembangkit EBT Biomassa Biogas


127
diperkirakan akan terus Sampah Surya
meningkat hingga pangsanya Angin
menjadi sekitar 24% pada 64
74
tahun 2050. Adapun peranan
pembangkit batubara, gas,
serta minyak masing-masing
adalah sebesar 50%, 24%, dan 2018 2020 2030 2040 2050
2%.

38
Proyeksi Bahan EBT Lainnya
Bakar Juta SBM
2.914 Angin

Pembangkit Surya
BBN
Biomassa
1.776
Pada tahun 2018, penggunaan
Panas bumi
batubara sebagai bahan bakar
pembangkit sangat dominan, Hidro
1.026
yaitu sebesar 66%, sedangkan Minyak
gas dan minyak masing-masing 621 Gas
563
adalah 13% dan 5%. Adapun
sisanya sebesar 13% diisi oleh Batubara
EBT, seperti panas bumi, air Total
(hidro), matahari (surya), angin
2018 2020 2030 2040 2050
(bayu), serta biomassa.

Peranan EBT sebagai bahan bakar pembangkit diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 30% pada tahun 2050.
Sementara itu, peranan batubara masih tetap dominan dengan pangsa sebanyak 61%, kemudian sisanya diisi oleh gas
sebesar 9% dan minyak sebesar 1%.

39
Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi GRK pada tahun 2050 diperkirakan sebesar 1.904
Juta Ton CO2e
1.904 juta ton CO2e. Sektor pembangkit listrik merupakan
penyumbang emisi GRK terbesar karena kebutuhan
Kilang Minyak listrik yang meningkat lebih pesat dari pada jenis
Pembangkit energi final lainnya dan penggunaan bahan bakar
1.214
Sektor Lainnya batubara masih dominan dibanding dengan
Komersial pengunaan energi fosil lainnya. Sektor penyumbang
782 emisi terbesar selanjutnya adalah sektor transportasi
Rumah Tangga
543 550 sebagai akibat dari penggunaan BBM yang masih
Transportasi tinggi hingga 2050.
Industri
Total Emisi per PDB Emisi per kapita
2018 2020 2030 2040 2050 (Ton CO2e/ (Ton CO2e/
Miliar Rp) kapita)

60 6
5,9
Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan belum mampu 52,1 3,9
menurunkan emisi GRK per kapita nasional, bahkan cenderung 40 47,8 4
41,6 39,2 37,7
meningkat dari 2,1 ton CO2e/kapita pada tahun 2018 menjadi 5,9
20 2
ton CO2e/kapita pada tahun 2050. Di sisi lain, peningkatan bauran 2,1 2,0
2,6

energi terbarukan mampu memenuhi kriteria pembangunan nasional 0 0


yang rendah karbon. Intensitas emisi CO2e per GDP mengalami 2018 2020 2030 2040 2050
penurunan yang cukup signifikan dari 52,1 ton CO2e/miliar Rupiah Emisi per PDB Emisi per kapita
menjadi 37,7 ton CO2e/miliar Rupiah pada tahun 2050.
40
DAMPAK COVID-19

41
Dampak Terhadap Kebutuhan Energi
Juta SBM
1.400
Penurunan kebutuhan energi
diperkirakan akan terjadi seiring 1.200
dengan kondisi ekonomi yang
menurun dan adanya kebijakan 1.000
Pembatasan Sosial Berskala Besar
800
(PSBB). Pandemi COVID-19
berdampak pada penurunan
600 BAU
kebutuhan energi di sektor
penggerak ekonomi utama, yaitu: OPT 11,0% (107,4 juta SBM)
400 OPT
industri, transportasi, komersial, dan MOD 15,7% (103,1 juta SBM)
MOD
sektor lainnya. Hanya sektor rumah PES 20,5% (199,2 juta SBM)
200
tangga yang justru kebutuhan PES
energinya naik. Pada tahun 2020, 0
jika dibandingkan dengan skenario 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
BAU, maka kebutuhan energi
nasional diperkirakan mengalami
penurunan sekitar 11,0% (Skenario
OPT), 15,7% (Skenario MOD), dan
20,5% (Skenario PES), atau Dampak pandemi COVID-19 terhadap penurunan
mengalami penurunan sekitar kebutuhan energi dan bentuk pemulihan setelahnya
107,4 - 199,2 juta SBM. bergantung pada durasi pembatasan sosial atau lama
pandemi berlangsung.
42
13.9%
4.8%

1.8%
Kebutuhan Energi
Per Sektor Pengguna
35.7%

2018

Pe r b a n d i n g a n S ke n a r i o
Pangsa pemakaian energi terbesar pada tahun 2018 adalah
43.8%
sektor transportasi, kemudian diikuti oleh sektor industri,
rumah tangga, komersial, dan sektor lainnya.
5.0% 4.8%
14.4% 1.7% 16.5% 1.7% Pandemi COVID-19 berdampak pada penurunan kebutuhan
35.5% 34.6% energi di sektor penggerak ekonomi utama, yaitu sektor
2020 2020 industri, transportasi, komersial, dan sektor lainnya.
BAU OPT
Jika dilihat dari komposisinya, hanya sektor rumah tangga
43.3% 42.5% yang mengalami kenaikan pangsa, karena hanya sektor ini
yang mengalami kenaikan kebutuhan energi.
4.7% 4.5%
Untuk seluruh skenario, pada tahun 2020 - 2025, sektor
17.7% 1.6% 19.0% 1.6%
33.9% 33.2% pengguna energi terbesar tetap sektor transportasi, kemudian
2020 2020 diikuti oleh sektor industri, rumah tangga, komersial, dan
MOD PES sektor lainnya.

42.1% 41.8%

Industri Transportasi Rumah Tangga


Komersial Lainnya
43
Sektor Industri Juta SBM
600
Hampir seluruh sub-sektor industri mengalami penurunan Sektor Transportasi
aktivitas. Sebagian pabrik bahkan harus berhenti beroperasi 500

selama masa PSBB. Utilisasi produksi menurun signifikan 400


sebagai akibat dari menurunnya permintaan produk dan
minimnya pasokan bahan baku. Kinerja sektor industri yang 300
12,8% - 23,4%
ditunjukkan dengan Purchasing Managers’ Index (IHS Markit) 54,1 - 98,5 juta SBM
200
mengalami penurunan, dengan nilai indeks di bawah 50
selama Maret - Juni 2020. Kinerja sektor industri diperkirakan 100 BAU OPT MOD PES
masih akan terkontraksi jika pandemi COVID-19 belum
0
berakhir. Penurunan aktivitas di sektor industri selanjutnya
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
akan menurunkan kebutuhan energinya.

Juta SBM Sektor Transportasi


500
Sektor Industri Selama masa PSBB, pergerakan orang ke tempat rekreasi,
400 pusat perbelanjaan, parkir, stasiun/terminal, dan ke tempat
kerja mengalami penurunan yang signifikan. Penggunaan
300
angkutan penumpang juga mengalami pembatasan. Dampak
13,3% - 25,6% yang paling signifikan terjadi pada angkutan udara. Jika dilihat
200
45,9 - 88,5 juta SBM dari periode pemulihannya, aktivitas sub-sektor angkutan
100
udara diperkirakan akan mengalami periode pemulihan yang
BAU OPT MOD PES paling panjang. Selain itu, sektor transportasi merupakan
0 sektor yang mendukung aktivitas seluruh sektor pengguna
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 energi. Adanya penurunan aktivitas di sektor-sektor tersebut
selanjutnya ikut menurunkan aktivitas di sektor transportasi.
44
180
Juta SBM
Sektor Rumah Tangga
Sektor Rumah Tangga
160 Kebijakan PSBB yang membatasi aktivitas di luar rumah akan meningkatkan
140 konsumsi energi sektor rumah tangga.
1,6% - 4,9%
120 2,3 - 6,9 juta SBM Peningkatan konsumsi energi diperkirakan tidak terlalu tinggi karena
100 penurunan daya beli masyarakat.
BAU OPT MOD PES
80 Untuk ketiga skenario dampak COVID-19, peningkatan konsumsi energi sektor
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 rumah tangga diperkirakan hanya terjadi pada tahun 2020.

80
Juta SBM Sektor Komersial
Sektor Komersial
60 Pandemi COVID-19 memberikan dampak paling signifikan terhadap sektor
komersial, yang meliputi perkantoran, bank, hotel, restoran, dan perdagangan.
40
15,0% - 29,5%
7,4 - 14,5 juta SBM
Aktivitas di sektor ini mengalami penurunan paling tajam sebagai akibat dari
20 berbagai pembatasan aktivitas di luar rumah.
BAU OPT MOD PES
0 Terjadinya penurunan kondisi perekonomian dan penurunan daya beli
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 masyarakat ikut menurunkan aktivitas di sektor komersial.

25
Juta SBM
Sektor Lainnya
Sektor Lainnya
20
Terjadi penurunan aktivitas di sektor lainnya sebagai akibat dari pandemi.
15
10 14,2% - 27,2% Konstruksi mengalami penurunan dengan banyaknya penundaan proyek.
2,4 - 4,6 juta SBM
5
BAU OPT MOD PES Aktivitas pertambangan menurun karena penurunan permintaan.
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Sektor pertanian (dan perkebunan) diperkirakan juga mengalami penurunan.

45
Kebutuhan Berdasarkan jenis energinya, kebutuhan energi pada tahun 2018 didominasi oleh bahan
bakar minyak (BBM) yang meliputi bensin, minyak solar, minyak bakar, minyak tanah, dan

Energi
avtur. Selanjutnya disusul oleh listrik, batubara, gas, liquefied petroleum gas (LPG),
biomasa, dan bahan bakar nabati (BBN).

Per Jenis Jika dilihat dari komposisinya, pada tahun 2020, hanya LPG yang mengalami kenaikan
pangsa sebagai akibat dari pandemi. Sementara jenis energi lainnya tidak mengalami

Energi
perubahan yang berarti. Hal ini dikarenakan hampir seluruh jenis energi mengalami
penurunan kebutuhan energi, kecuali LPG.

11% 11% 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%


7% 7% 8% 9% 9% 7% 7% 7% 8%
11% 10% 11% 10% 10% 10% 10% 10% 10%

16% 17% 18% 18% 18% 19% 19% 19% 19%

48% 44% 44% 43% 43% 43% 43% 43% 44%

BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES

2018 2020 2025


Perbandingan Skenario
BBM BBN Listrik Gas LPG Batubara Biomasa
46
Kebutuhan Energi Per Jenis Energi
Juta SBM Juta SBM
600 250
Bahan Bakar Minyak Listrik
500 200

400
150
300
12,9% - 23,6% 7,8% - 14,4%
100
200 55,7 - 102,1 juta SBM 13,0 - 23,9 juta SBM

50
100
BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES

0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Juta SBM Juta SBM


80 150
Bahan Bakar Nabati Batubara
70
120
60
50 90
40
13,3% - 24,6% 14,3% - 27,5%
60
30 6,6 - 12,3 juta SBM 14,9 - 28,6 juta SBM
20
30
10 BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES

0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
47
Kebutuhan Energi per Jenis Energi

Bahan Bakar Minyak (BBM) Listrik


BBM meliputi bensin, minyak solar, Pandemi COVID-19 diperkirakan akan
minyak bakar, minyak tanah, dan menurunkan kebutuhan listrik di semua
avtur. Penurunan kebutuhan BBM sektor kecuali rumah tangga. Namun,
terjadi seiring dengan penurunan peningkatan tersebut tidak sebanding
aktivitas terutama pada sektor dengan penurunan kebutuhan listrik di
transportasi, industri, dan sektor sektor industri dan komersial, sehingga
lainnya. secara total kebutuhan listrik akan
JENIS menurun.
ENERGI
Bahan Bakar Nabati (BBN) Batubara
BBN yang dipertimbangkan dalam Batubara digunakan sebagai bahan
kajian ini adalah biodiesel yang bakar di sektor industri. Penurunan
digunakan sebagai campuran aktivitas di sektor industri selanjutnya
minyak solar. Oleh karena itu akan menurunkan konsumsi batubara.
penurunan kebutuhan BBN akibat
pandemi COVID-19 sejalan dengan
penurunan kebutuhan BBM.

48
Kebutuhan Energi per Jenis Energi Juta SBM
150
Gas
100
Gas
10,8% - 21,0%
Gas sebagian besar digunakan di sektor industri, sedangkan 50 11,0 - 21,5 juta SBM
sisanya untuk sektor komersial, rumah tangga, dan transportasi. BAU OPT MOD PES
Dengan adanya penurunan aktivitas terutama di sektor industri 0
dan komersial, maka kebutuhan gas juga akan menurun. 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Juta SBM
90
LPG LPG
70
LPG sebagian besar digunakan pada sektor rumah tangga dan 0,9% - 3,3%
sisanya untuk sektor industri dan komersial. Dengan 0,6 - 2,4 juta SBM
50
bertambahnya aktivitas di dalam rumah, maka kebutuhan LPG
untuk memasak akan meningkat. Walaupun aktivitas di sektor BAU OPT MOD PES
30
komersial dan industri mengalami penurunan, namun secara total,
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
kebutuhan LPG masih akan mengalami sedikit peningkatan.
Juta SBM
65
Biomassa
Biomassa
45
Biomassa digunakan sebagai bahan bakar di sektor industri dan 7,8% - 14,4%
komersial. Penurunan aktivitas pada kedua sektor tersebut akan 25 13,0 - 23,9 juta SBM
menurunkan kebutuhan biomassa. BAU OPT MOD PES
5
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
49
Dampak Terhadap Penyediaan Energi
Selama 2018 - 2025, penyediaan energi diperkirakan 2,000
meningkat 2,7% per tahun untuk skenario BAU. Pandemi
COVID-19 akan menurunkan penyediaan energi, terutama
pada tahun 2020. Penyediaan energi akan terjadi penurunan 1.750
sebesar 8,3% untuk skenario OPT, 11,4% untuk skenario

Juta SBM
MOD, dan 14,4% untuk skenario PES. Penurunan penyediaan
energi tidak sebesar penurunan kebutuhan energi karena 1.500

rugi-rugi selama pengolahan dan distribusi energi ke


BAU OPT MOD PES
konsumen cukup tinggi.
1.250
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Neraca Energi (OPT) Neraca Energi (MOD) Neraca Energi (PES)


5.000 4.500 5.000
Impor
4.000 4.000
3.500

Juta SBM
Produksi EBT
Juta SBM
Juta SBM

3.000 3.000
2.500 Produksi Fosil
2.000 2.000 Ekspor
1.500
1.000 1.000 Net Penyediaan
500
0 Total BAU
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 -500 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

50
Neraca Batubara
700
Skenario OPT
600
42,7
500
Produksi batubara diperkirakan menurun 43 juta
Juta Ton

400 ton untuk skenario OPT, 71 juta ton untuk skenario


300 MOD, dan 114 juta ton untuk skenario PES.
200

100
Sehingga ekspor batubara akan berkurang antara
33 juta ton (OPT) hingga 103 juta ton (PES) karena
0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
negara importir batubara juga mengalami
penurunan kebutuhan batubara akibat pandemi
Impor Produksi Konsumsi Ekspor Total Produksi BAU
COVID-19.

700 Di sisi domestik, kebutuhan batubara juga


Skenario PES
600 mengalami penurunan maksimal 14 juta ton
500 113,8 sebagai dampak dari penurunan kebutuhan listrik.
Juta Ton

400

300
Impor batubara diperkirakan menurun sekitar
0,6 - 1,5 juta ton dibandingkan kondisi BAU yang
200
mengimpor sebesar 7,5 juta ton.
100

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Impor Produksi Konsumsi Ekspor Total Produksi BAU


51
Neraca Minyak dan BBM
Neraca Minyak Bumi (Skenario PES) Neraca BBM (Skenario PES)
600 700 Kenaikan produksi Kenaikan produksi akibat
Kenaikan produksi akibat perbaikan penambahan kilang
500 600
akibat perbaikan upgrading kilang
upgrading kilang 500
400

Juta SBM
Juta SBM

400
300
300
200
200
100 100

0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Produksi Impor Ekspor Konsumsi Produksi Impor Konsumsi Ekspor

❖ Produksi minyak bumi pada tahun 2020 diperkirakan kurang ❖ Produksi BBM pada tahun 2020 diperkirakan menurun dari 38
berdampak terhadap adanya COVID-19. juta SBM (OPT) menjadi 76 juta SBM (PES).
❖ Namun, impor minyak bumi diperkirakan menurun dratis dari ❖ Penurunan produksi BBM juga diikuti oleh penurunan impor
42 juta SBM (OPT) hingga 84 juta SBM (PES). BBM dari 26 juta SBM (OPT) hingga 44 juta SBM (PES).
❖ Kebutuhan minyak bumi diperkirakan menurun dari 37 juta ❖ Kebutuhan BBM juga diperkirakan menurun antara 63 juta
SBM (OPT) hingga 73 juta SBM (PES). SBM (OPT) hingga 119 juta SBM (PES).
❖ Rasio impor minyak bumi berkurang dari 44% (BAU) menjadi ❖ Adanya COVID-19 menyebabkan rasio impor BBM terhadap
26% (PES) terhadap troughput kilang (BAU). kebutuhan BBM menurun dari 30% pada skenario BAU
menjadi 28% pada skenario OPT.
52
Neraca Gas Bumi dan LPG
Neraca Gas Bumi (Skenario PES) Neraca LPG (Skenario PES)
12
2.500

10
2.000
8

Juta Ton
1.500
BSCF

6
1.000
4

500
2

0 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Impor Gas Produksi Gas Produksi CBM
Konsumsi Gas Ekspor Gas Produksi Gas BAU
Produksi LPG Impor LPG Ekspor LPG Konsumsi LPG

❖ Produksi gas bumi pada tahun 2020 diperkirakan ❖ Konsumsi LPG pada tahun 2020 justru meningkat terbatas
berkurang antara 127 BSCF hingga 380 BSCF. sebagai akibat kegiatan PSBB.
❖ Sekitar 86% dari penurunan produksi gas bumi skenario ❖ Peningkatan kebutuhan LPG disebabkan oleh peningkatan
PES diakibatkan oleh penurunan pasokan gas bumi untuk kebutuhan sektor rumah tangga. Peningkatan tersebut hanya
domestik, sisanya untuk ekspor gas bumi. berlangsung pada tahun 2020, kebutuhan LPG tahun 2021
❖ Dari 127 BSCF penurunan produksi gas bumi pada hingga tahun 2025 adalah sama dengan kondisi BAU.
sekanario OPT, sekitar 95 disebabkan oleh penurunan ❖ Pada skenario PES, sekitar 70% pasokan LPG nasional
permintaan gas bumi domestik, dan sisanya akibat diperoleh dari LPG impor.
penurunan ekspor gas bumi.
53
Konsumsi Gas Bumi
250

200

Juta SBM
150

100

50

0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

Industri Transportasi Rumah Tangga Komersial Pembangkit


Total (BAU) Total (OPT) Total (MOD) Total (PES)

Pemanfaatan gas bumi terbesar adalah untuk pembangkit listrik dan


sektor industri. Sesuai dengan kebijakan yang ada bahwa pemenuhan
kebutuhan gas bumi di pembangkit listrik harus diprioritaskan. Hal ini
Pangsa 52% Pembangkit Listrik
disebabkan karena jenis pembangkit listrik PLTGU sebagai pemikul beban 2020 Sebagai bahan bakar beban
menengah dan PLTG sebagai pemikul beban puncak memerlukan gas puncak dan beban menegah.
bumi untuk menghasilkan listrik dengan biaya produksi listrik yang
murah. Adapun pemanfaatan gas bumi di sektor industri lebih Rumah Tangga &
diprioritaskan untuk industri yang menggunakan gas bumi sebagai bahan 0,9% Transportasi
baku dan industri yang tidak dapat berproduksi jika tidak ada gas bumi, 47% Industri
seperti industri keramik dan petrokimia. Jika tersedia gas bumi, maka Industri menggunakan gas Penggunaan gas untuk memasak
bumi untuk bahan baku dan SPBG masih sangat sedikit.
akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri sesuai dengan hasil
negosiasi dengan produsen dan pengelola gas bumi. dan proses.

54
BAU OPT MOD PES Neraca LPG

Pe r b a n d i n g a n K o n s u m s i d a n
10.0
Sebagai dampak atas kebijakan Work From Home (WFH) yang
dicanangkan oleh Pemerintah dalam memutus mata rantai
9,5 penyebaran COVID, maka impor LPG pada tahun 2020 diperkirakan
akan meningkat maksimum sebesar 3% atau setara dengan 170 ribu
ton LPG. Kondisi ini berbeda dengan kondisi bahan bakar atau
9,0 energi lainnya yang menurun, karena kebijakan WFH yang
Juta Ton

megharuskan untuk bekerja di rumah mengakibatkan aktivitas

Neraca LPG
memasak menjadi meningkat.
8,5

11
8,0 10
9
8
7

Juta Ton
7,5 6
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 5
4

Konsumsi LPG
3
2
1
Sejalan dengan adanya pandemi COVID-19, maka 0
pemanfaatan LPG diperkirakan akan meningkat pada 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
tahun 2020 dibanding dengan skenario BAU, hal ini Impor LPG Produksi LPG Ekspor LPG
terjadi untuk semua skenario COVID-19. Pola Konsumsi LPG Konsumsi LPG (OPT) Konsumsi LPG (MOD)
pemanfaatan LPG tidak berbeda jauh dengan pola Konsumsi LPG (PES)
impor LPG, karena sebagian besar pemenuhan
kebutuhan LPG dipenuhi dari impor.
55
Sektor Pengguna LPG

Komersial Industri
Pemakaian LPG di sektor komersial 3% 1% Pemakaian LPG di Sektor industri
juga masih kecil peranannya. Bahan masih sangat kecil peranannya
bakar LPG dominan digunakan di karena hanya digunakan untuk
restoran, apartemen, dan rumah sakit proses produksi
untuk keperluan memasak.

2020
Rumah Tangga

Konsumsi LPG mendominasi sektor


rumah tangga sejalan dengan telah
96% dicanangkannya Program Substitusi
Minyak Tanah dengan LPG untuk
Memasak di Rumah Tangga dan
Usaha Kecil pada tahun 1997

56
Dampak pendemi terhadap penyediaan EBT cukup besar.
Energi Baru Pada tahun 2020 penyediaan EBT menurun berkisar
antara 9,9% - 15,3% dibandingkan dengan skenario BAU
Terbarukan atau dengan nilai nominal sekitar 23,6 - 36,6 juta SBM.
Untuk skenario PES pada tahun 2021 penyediaan energi

(EBT) terbarukan masih terus menurun sampai 16,4% dan akan


kembali ke jalur semula pada tahun 2023.

Juta SBM

400
BAU OPT
MOD PES
300

200

OPT 9,9% (23,6 juta SBM)


100 MOD 12,6% (25,1 juta SBM)

Perbandingan PES 15,3% (36,6 juta SBM)

Skenario 0
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025

57
Juta SBM
Energi Baru 400
316 315 313 309

Terbarukan 300
239
215 209
(EBT)
202
200 158

100
Total penyediaan EBT masih
jauh lebih kecil dibandingkan
0
penyediaan energi fosil. EBT BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
yang besar peranannya sebagai
2018 2020 2025
penyedia energi meliputi hidro,
panas bumi, biomassa, dan Hidro Panas Bumi Biomassa Biodiesel EBT Lainnya Total
biodiesel. Hidro, panas bumi
dan sebagian biomassa
dimanfaatkan untuk Pengembangan EBT perlu mendapat perhatian yang serius terkait dengan
pembangkit listrik, sedangkan target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Pencapaian target tersebut
biodiesel sebagian besar di tengah pandemi akan banyak menghadapi kendala. Pandemi COVID-19
dimanfaatkan untuk sektor akan menyebabkan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT
transportasi. mengalami pergeseran waktu, ada yang berupa penundaan pembangunan
atau pengurangan kapasitas pembangkit yang akan dibangun. Penurunan
harga minyak mentah dunia (Brent) pada awal tahun 2020 yang mencapai di
bawah 19 USD/barel juga turut menjadi kendala untuk pengembangan EBT.
58
Dampak Terhadap Sektor Ketenagalistrikan

Kebutuhan Tenaga Listrik


Pada skenario BAU selama periode 2018-2025, total kebutuhan listrik di semua
sektor diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan, yaitu dari 235 TWh
pada tahun 2018 menjadi 364 TWh pada tahun 2025 atau tumbuh sebesar 6,5%
per tahun.
Tingginya pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik tersebut diasumsikan karena
adanya pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan perekonomian yang
signifikan, perkembangan industri, kemajuan teknologi, serta meningkatnya
standar kenyamanan hidup masyarakat secara luas.

2018 2020 2025


235 TWh 268 TWh 364 TWh

59
Kebutuhan Tenaga Listrik Per Sektor Tahun 2020

Sektor Industri Sektor Rumah Tangga Sektor Komersial Sektor Transportasi


Pada skenario OPT Pada skenario OPT Pada skenario OPT Pada skenario OPT
kebutuhan listrik turun kebutuhan listrik naik kebutuhan listrik turun kebutuhan listrik turun
14%, untuk skenario MOD 1,7%, untuk skenario MOD 15%, untuk skenario MOD jadi 15%, untuk skenario
menjadi 21% dan pada menjadi 3,4% dan pada menjadi 22% dan pada MOD menjadi 21% dan
skenario PES turun lebih skenario PES naik lebih skenario PES turun lebih pada skenario PES turun
dalam, sekitar 27%. tinggi, sekitar 5%. dalam, sekitar 29%. lebih dalam, sekitar 28%.

60
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik
Tahun 2022 Tahun 2023
Total kebutuhan listrik masih Total kebutuhan listrik tidak ada
turun sekitar 1% (skenario OPT), penurunan (skenario OPT), turun
2% (skenario MOD), dan 11% 2% (skenario MOD), dan 5%
(skenario PES) dibanding dengan (skenario PES) dibanding dengan
BAU pada tahun yang sama. BAU pada tahun yang sama.

Tahun 2021 380 Tahun 2024


Total kebutuhan listrik turun Total kebutuhan listrik tidak ada

Kebutuhan Listrik (TWh)


360
hanya 1% (skenario OPT), 8% 340 penurunan (skenario OPT), turun
(skenario MOD), dan 14% 320 2% (skenario MOD), dan 5%
(skenario PES) dibanding dengan 300 (skenario PES) dibanding dengan
BAU pada tahun yang sama. 280 BAU pada tahun yang sama.
260
240

Tahun 2020 220


BAU OPT MOD PES Tahun 2025
200
Total kebutuhan listrik turun 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Total kebutuhan listrik tidak ada
hingga 8% (skenario OPT), 11% penurunan (skenario OPT), turun
(skenario MOD), dan 14% 2% (skenario MOD), dan 5%
(skenario PES) dibanding dengan (skenario PES) dibanding dengan
BAU pada tahun yang sama. BAU pada tahun yang sama.

61
Kapasitas 100
90

Pembangkit Listrik 80
70

Giga Watt
Proyeksi Periode 2018-2025
60
50
40
Sampai dengan tahun 2025 untuk skenario BAU, diprediksi akan ada
30
tambahan kapasitas pembangkit listrik lebih dari 32 GW atau sekitar
4,6 GW per tahun. Pembangkit berbahan bakar batubara dan gas 20
masing-masing mempunyai pangsa pada kisaran 40% dan sisanya 10
pembangkit berbasis EBT sebesar 19%. Pada tahun 2025 diprediksi, 0
kapasitas total pembangkit mencapai 96,4 GW. Pada skenario OPT,

BAU

PES

PES
PES

PES

PES

PES
MOD
MOD

MOD

MOD

MOD

MOD
OPT

OPT

OPT

OPT

OPT

OPT
BAU
BAU

BAU

BAU

BAU

BAU
MOD maupun PES, tahun 2020 terjadi penurunan kapasitas
pembangkit, terutama pembangkit base load. Penurunan ini dapat 2018 2020 2021 2022 2023 2024 2025

diartikan ada pembangkit yang tidak dioperasikan namun tetap PLT Batubara PLT. BBM PLT Gas
stand by dan tetap dipelihara. Penurunan ini terjadi karena selama
PLT Hidro PLT Panas Bumi PLT EBT Lainnya
beberapa bulan kebutuhan listrik terus menurun karena PSBB.

2020 2021 2023 2025


Pada skenario OPT terjadi Pada skenario OPT terjadi Pada skenario OPT terjadi Pada skenario OPT terjadi
penurunan kapasitas penurunan kapasitas penurunan kapasitas penurunan kapasitas
pembangkit hamper 3 GW, pembangkit hanya 750 MW, pembangkit hanya 370 MW, pembangkit hanya 120 MW,
untuk skenario MOD untuk skenario MOD turun 6 untuk skenario MOD turun unutk skenario MOD turun
maupun PES turun GW dan PES turun hampir 2 GW dan PES turun hampir 2 GW dan PES turun
62 mendekati 5 GW mendekati 8 GW. sekitar 4 GW. sekitar 4 GW.
Proyeksi Bahan Bakar Pembangkit Listrik
Pada tahun 2020 untuk ketiga Skenario
skenario, terjadi penurunan input Skenario Skenario
bahan bakar untuk pembangkit listrik.
Pada skenario OPT, terjadi
penurunan penggunaan bahan bakar
pembangkit hampir 8% dibanding
OPT MOD PES
dengan BAU (dari 621 juta SBM
menjadi 572 juta SBM). Untuk Batubara turun 7% Batubara turun 7% Batubara turun 8%
skenario MOD, input bahan bakar (2020), pulih 2023 (2020), pulih 2024 (2020), pulih stlh 2025
pembangkit merosot mendekati 10%
Gas turun 13% (2020), Gas turun 31% (2020),
(menjadi 556 juta SBM), bahkan pada Gas turun 47% (2020),
pulih 2021 pulih stlh 2025
skenario PES merosot sangat tajam, pulih stlh 2025
lebih dari 13% (menjadi 540 juta BBM turun 22% (2020), BBM turun 25% (2020), BBM turun 30% (2020),
SBM). pulih 2021 pulih 2021 pulih 2022
Hidro dan Panasbumi Hydro dan Panasbumi
Penurunan tersebut karena banyak turun 9% (2020), pulih Hydro dan Panasbumi
turun 9% (2020), pulih
pembangkit yang tidak dioperasikan, 2022 turun 9% (2020), pulih
2022
namun tetap stand-by dan tetap 2023
dipelihara, biasa disebut mothballed, EBT Lainnya turun 1% EBT Lainnya turun 3% EBT Lainnya turun 7%
sebagai akibat penurunan konsumsi (2020), pulih 2021 (2020), pulih 2021 (2020), pulih 2022
listrik yang cukup tinggi di berbagai
sektor. Total turun 8% (2020), 1% Total turun 10% (2020),9% Total turun 13% (2020),
(2021), 0,1% (2025)) (2021), 2% (2025) 14% (2021), 5% (2025)

63
Proyeksi Produksi Listrik Periode 2018-2025
400

350

TWh
Produksi listrik total per 300
tahun untuk setiap skenario
Produksi listrik tahun 2020 (BAU, OPT, MOD, PES) 250
menurun cukup besar, dari 295 BAU OPT MOD PES
TWh (BAU) menjadi 272 TWh atau
200
2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
menurun 7,7% pada skenario OPT. 400
Pada skenario MOD, produksi
listrik menurun lebih besar (11%),

TWh
Produksi listrik per jenis 200
menjadi hanya 262 TWh, sebagai teknologi pembangkit
akibat pertumbuhan ekonomi listrik (batubara, gas, 0
BBM, EBT) untuk setiap BAU BAU BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
triwulan II dan III terkontraksi skenario 2018 2019 2020 2025
dalam waktu 6 bulan. Terakhir PLT Batubara
PLT Hidro
PLT BBM
PLT Panas Bumi
PLT Gas
PLT EBT Lainnya
untuk skenario PES, produksi listrik
terkontraksi lebih dari 14%, hanya
100%
80%
mencapai 252 TWh, karena 60%
40%
pandemi COVID-19 diperkirakan Bauran produksi listrik per
20%

akan berkepanjangan. jenis teknologi pembangkit


0%
BAU BAU BAU OPT MOD PES BAU OPT MOD PES
listrik (batubara, gas, BBM, 2018 2019 2020 2025
EBT) untuk setiap skenario PLT Batubara PLT BBM PLT Gas
PLT Hidro PLT Panas Bumi PLT EBT Lainnya

64
PENUTUP

65
• Pada tahun 2020, kebutuhan energi diperkirakan mengalami penurunan
sebesar 11,0% (skenario OPT), 15,7% (skenario MOD), dan 20,5% (skenario
PES) jika dibandingkan dengan skenario BAU. Penurunan secara nominal
berkisar antara 107 – 199 juta SBM.
• Studi dari negara-negara lain juga menunjukkan bahwa pandemi COVID-
19 akan menurunkan kebutuhan energi. Enerdata memperkirakan bahwa
pandemi di Perancis pada tahun 2020 akan menurunkan kebutuhan
energi sebesar 4,6% sampai 11,5% tergantung dari kurun waktu
pembatasan sosial dan pemulihan ekonomi.
• Pandemi COVID-19 menyebabkan penyediaan energi menurun sebesar
8,3% - 14,4% jika dibandingkan dengan skenario BAU. Penurunan secara
nominal berkisar antara 141 – 245 juta SBM.
• Produksi listrik tahun 2020 menurun cukup besar yang berkisar antara
7,7%-14% terhadap skenario BAU atau secara nominal berkisar menurun
antara 23 – 43 TWh.

66
Daftar Pustaka
A. Wahid (2020) “Saling Jaga”, 12 April 2020, kompas.id, diakses Kemenkeu (2020) “Program Pemulihan Ekonomi Nasional”,
15 April 2020. Konferensi Pers 18 Mei 2020, Kementerian Keuangan, Jakarta
E.Bekkers, A. Keck, R. Koopman and C. Nee (2020) “Methodology L. Sheiner and K. Yilla (2020) “The ABCs of the post-COVID
for the WTO Trade Forecst of April 8 2020, Part I: Simulating economic recovery”, May 4, 2020, www.brookings.edu, accessed
Some Potential Economic Effects of the COVID-19 Pandemic”, May 30, 2020.
World Trade Organization. MEMR (2018) Handbook of Energy and Economic Statistics of
Enerdata (2020) “COVID-19: the drop in energy consumption in Indonesia 2018, Final Edition, Ministry of Energy and Mineral
2020 will be unprecedented”, Analyst Brief - April 2020, Resources, Jakarta.
Enerdata, Grenoble. N.V. Emodi, T. Chaiechi, and A.B.M.R.A. Beg (2019) “Are emission
Google (2020) “COVID-19 Community Mobility Report: reduction policies effective under climate change conditions? A
Indonesia”, April 2020, google.com/covid19/mobility, diakses backcasting and exploratory scenario approach using the LEAP-
4 Mei 2020. OSeMOSYS Model”, Applied Energy, 236 (2019) 1183–1217.
I. Semeniuk (2020) “When Does Social Distancing End? These P. Beech (2020) “Z, V or 'Nike swoosh' – what shape will the COVID-
Graphs Show Where We’re Heading and Why”, The Globe 19 recession take?”, World Economic Forum, May 19, 2020.
and Mail. P. Carlsson-Szlezak, M. Reeves and P. Swartz (2020) “What
IEA (2020) Global Energy Review 2020: The impacts of the Covid- Coronavirus Could Mean for the Global Economy”, Harvard
19 crisis on global energy demand and CO2 emissions, Business Review, March 3, 2020.
International Energy Agency, Paris. PLN (2019) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN
IMF (2020) World Economic Outlook Update June 2020, (Persero) 2019-2028, PT PLN (Persero), Jakarta
International Monetary Fund. PLN (2019a) Statistik PLN 2018, PT PLN (Persero), Jakarta.
J.A. Nieves, A.J. Aristizabal, I. Dyner, O. Baez, D.H. Ospina (2019) Word Bank (2020) East Asia and Pacific in the Time of COVID-19, The
“Energy demand and greenhouse gas emissions analysis in World Bank, Washington, DC.
Colombia: A LEAP model application”, Energy. 169 (2019) World Bank (2020a) Commodity Markets Outlook Update April 2020,
380-397. The World Bank, Washington, DC.
.
67
68
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai