Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber
daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama
dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan
nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara
unsur dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh
mempengaruhi.

Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat
maupun di air.Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat,
dan atau di air, dan atau di udara. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam
bebas dan atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya. Satwa liar adalah
semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang
secara alami.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Kesejahteraan Lingkungan Hidup No.


Kep. 50 dan 51/MENKLH/6/1987, tanggal 4 Juni 1987 tujuan dari konservasi mencakup
hal – hal sebagai berikut:
1. Pemanfaatan SDA harus digunakan secara rasional dan dalam pengusahaannya dijaga
agar tidak merusak lingkungan hidup manusia, serta dilaksanakan dengan
kebijaksanaan yang menyeluruh dan memperhitungkan kebutuhan generasi – generasi
yang akan datang.
2. Kekayaan bangsa Indonesia yang berupa hutan adalah anugerah Tuhan Yang Maha
Esa.
3. Hutan pada hakekatnya terbentuk dari unsur – unsur pokok yaitu: bumi, air, alam
hayati, dan sinar matahari.
4. Pembangunan dapat diartikan sebagai pengalokasian hutan sesuai dengan fungsinya
sebagai pelindung Hidrologis (hutan lindung), konservasi plasma nutfah (suaka alam,
taman nasional, hutan wisata), produksi hasil hutan (hutan produksi) serta cadangan
untuk penggunaan lainnya (hutan produksi) serta cadangan untuk penggunaan
lainnya (hutan produksi yang dapat dikonservasi).

Ada 2 macam kawasan Konservasi yaitu Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA). Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas
tertentu, baik di darat maupun diperairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sedangkan Kawasan Pelestarian
Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan
yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya.

Selain kawasan Konservasi ada juga Kawasan Suaka Alam yaitu Cagar Alam dan
Suaka Margasatwa. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Kriteria penetapan cagar alam
a. memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam
suatu tipe ekosistem;
b. mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih
asli dan belum terganggu;
c. terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka
dan/atau keberadaannya terancam punah;
d. memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
e. mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan
secara efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami dan/atau
f. mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang
keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
Sedangkan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri
khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Kriteria penetapan Suaka Margasatwa :
a. Merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka
dan/atau hampir punah;
b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau
d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.
Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik,
dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya
dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan. Kawasan
pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun
diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Pemanfaatan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa

CAGAR ALAM SUAKA MARGASATWA

• penelitian dan pengembangan ilmu • penelitian dan pengembangan ilmu


pengetahuan; pengetahuan;

• pendidikan dan peningkatan • pendidikan dan peningkatan


kesadartahuan konservasi alam; kesadartahuan konservasi alam;

• penyerapan dan/atau penyimpanan • penyimpanan dan/atau penyerapan


karbon; dan karbon, pemanfaatan air serta energi
air, panas, dan angin serta wisata
alam terbatas; dan

• pemanfaatan sumber plasma nutfah • pemanfaatan sumber plasma nutfah


untuk penunjang budidaya. untuk penunjang budidaya.

Yang ke 3 ada juga Kawasan Pelestarian Alam yang dibagi menjadi Taman
Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya. Taman Nasional adalah kawasan
pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Kriteria penetapan Taman Nasional
a. memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh
dan alami serta gejala alam yang unik;
b. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
c. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara
alami; dan
d. merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona
rimba, dan/atau zona lainny sesuai dengan keperluan.

Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan
untuk pariwisata dan rekreasi alam.
Kriteria Penetapan Taman Wisata Alam
a. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang alam, gejala alam
serta formasi geologi yang unik;
b. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam
untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan
c. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Kriteria Penetapan Taman Hutan Raya
a. memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam;
b. mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa; dan
c. merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang
ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah.

Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya
TAMAN NASIONAL TAMAN WISATA ALAM TAMAN HUTAN RAYA
• penelitian dan • penyimpanan dan/atau • penelitian dan
pengembangan ilmu penyerapan karbon, pengembangan ilmu
pengetahuan; pemanfaatan air serta energi pengetahuan dan
air, panas, dan angin serta teknologi;
wisata alam;
• pendidikan dan • penelitian dan • pendidikan dan
peningkatan kesadartahuan pengembangan ilmu peningkatan
konservasi alam pengetahuan; pendidikan dan kesadartahuan konservasi;
peningkatan kesadartahuan
konservasi alam;
• penyimpanan dan/atau • pemanfaatan sumber • koleksi kekayaan
penyerapan karbon, plasma nutfah untuk keanekaragaman hayati; d.
pemanfaatan air serta energi penunjang budidaya; penyimpanan dan/atau
air, panas, dan angina serta • penangkaran dalam penyerapan karbon,
wisata alam; rangka penetasan telur pemanfaatan air serta
dan/atau pembesaran anakan energi air, panas, dan
yang diambil dari alam; dan angin serta wisata alam;
• pemanfaatan tumbuhan • pemanfaatan tradisional • pemanfaatan tumbuhan
dan satwa liar; oleh masyarakat setempat. dan satwa liar dalam
rangka menunjang
budidaya dalam bentuk
penyediaan plasma nutfah;
• pemanfaatan sumber • pemanfaatan tradisional
plasma nutfah untuk oleh masyarakat setempat;
penunjang budidaya; dan
• pemanfaatan • penangkaran dalam
tradisional. rangka pengembangbiakan
satwa atau perbanyakan
tumbuhan secara buatan
dalam lingkungan yang
terkontrol.
• Pemanfaatan • Pemanfaatan tradisional
tradisional dapat berupa dapat berupa kegiatan
kegiatan pemungutan hasil pemungutan hasil hutan
hutan bukan kayu, budidaya bukan kayu, budidaya
tradisional, serta perburuan tradisional, serta
tradisional terbatas untuk perburuan tradisional
jenis yang tidak dilindungi. terbatas untuk jenis yang
tidak dilindungi.

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian


kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi
dan seimbang. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan
ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat.
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan ungkapan pernyataan


terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat
pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem, tingkatan jenis
dan tingkatan genetika. Pada dasarnya keragaman ekosistem di alam terbagi dalam
beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan, ekosistem lahan basah
dan ekosistem laut. Kanekaragaman tipe-tipe ekosistem tersebut pada umumnya dikenali
dari ciri-ciri komunitasnya yang paling menonjol, dimana untuk ekosistem daratan
digunakan ciri komunitas tumbuhan atau vegetasinya karena wujud vegetasi merupakan
pencerminan fisiognomi atau penampakan luar interaksi antara tumbuhan, hewan dan
lingkungannya.

Dalam menilai potensi keanekaragaman hayati, seringkali yang lebih banyak


menjadi pusat perhatian adalah keanekaragaman jenis, karena paling mudah teramati.
Sementara keragaman genetik yang merupakan penyusunan jenis-jenis tersebut secara
umum lebih sulit dikenali. Sekitar 10 % dari semua jenis makhluk hidup yang pada saat
ini hidup dan menghuni bumi ini terkandung pada kawasan negara Indonesia, yang luas
daratannya tidak sampai sepertujuhpuluh lima dari luas daratan muka bumi. Secara rinci
dapat diuraikan bahwa Indonesia dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari
total jenis tumbuhan berbunga di dunia, 12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari total
reptil dan ampibia di dunia, 17 % dari total jenis burung di dunia dan 25 % atau lebih dari
total jenis ikan di dunia.

Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991) menuliskan


bahwa hutan tropika Indonesia adalah merupakan sumber terbesar keanekaragaman jenis-
jenis palm, mengandung lebih dari 400 spesies meranti-merantian dari Famili
Dipterocarpaceae (yang merupakan jenis kayu pertukangan paling komersil di Asia
Tenggara); dan diperkirakan menyimpan 25.000 spesies tumbuhan berbunga. Tingkatan
Indonesia untuk keragaman jenis mamalia adalah tertinggi di dunia (515 spesies, di
antaranya 36 spesies endemis), terkaya untuk keragaman jenis kupu-kupu ekor walet dari
famili Papilionidae (121 spesies, 44 % endemis), terbesar ketiga utuk keragaman jenis
reptilia (lebih dari 600 spesies), terbesar keempat untuk jenis burung (1519 spesies, 28 %
endemis), terbesar kelima untuk jenis amphibi (270 spesies) dan ke tujuh di dunia untuk
tumbuhan berbunga. Selain itu luasnya kawasan perairan teritorial Indonesia yang
merupakan kawasan laut terkaya di wilayah Indo-Pasifik juga mendukung kekayaan
habitat laut dan terumbu karang. Kawasan terumbu karang di Sulawesi dan Maluku
adalah salah satu bagian dari sistem terumbu dunia yang kaya akan spesies karang, ikan
dan organisme karang lainnya.

Negara Indonesia sebagai salah satu pusat biodiversity dunia menyimpan potensi
keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Selama ini lebih dari 6000 spesies
tanaman dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehati-hari masyarakat,
dan lebih dari 7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini mendukung kebutuhan
masyarakat.

Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan karena pemanfaatan sumber daya


hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin
langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan
ekosisitem dan menipisnya plasma nutfah. Hal ini harus dicegah agar kekayaan hayati di
Indonesia masih dapat menopang kehidupan.
BAB II
BIRDWATCHING

A. Ornithologi
Ornithologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ornith yang berarti burung dan
logos yang berarti ilmu. Nama ornith dipergunakan bagi kelompok hewan classis Aves
(aves = burung, bahasa latin). Ornithologi yaitu suatu ilmu yang mempelajari berbagai
aspek mengenai burung, seperti fisiologi, morfologi, behaviour, ekologi, dsb.

Burung masa kini berbeda dengan reptil karena berkembangnya bulu yang
mempengaruhi daya terbang. Reptil seperti Pterosaurus sudah mempunyai data terbang
yang kuat tetapi hanya mengandalkan bentuk sayapnya yang panjang dan berselaput.

Mulanya sayap burung yang lebar hanya untuk melayang dan baru digunakan untuk
terbang yang sebenarnya setelah bulu sayapnya berkembang semakin lebar, ringan dan
tersusun rapat. Bulu merupakan rahasia keberhasilan burung, tidak hanya memberikan
daya terbang, melainkan juga memberikan kehangatan dalam memelihara suhu badan.

Modifikasi bulu burung masa kini ada yang berubah fungsi menjadi lapisan yang
kedap air, sebagai alat perasa, berwarna cerah atau berburik-burik untuk memikat atau
menyamar. Karena sayap dipakai untuk terbang burung kehilangan fungsi tangan dan
menjadi makhluk berkaki dua. Selain itu tulang burung berevolusi menjadi berongga
berisi udara dan lebih ringan; tulang punggungnya menjadi lebih pendek dan menyatu;
paruhnya terbentuk dari zat tanduk yang ringan dan tidak bergigi; dibandingkan dengan
rahang bergigi dari tulang yang berat pada reptil nenek moyang mereka. Keberadaan
burung sangat dekat dengan manusia, merupakan hewan yang mudah dikenal diantara
hewan-hewan lainnya karena burung sering dijumpai aktif sepanjang hari dan mudah
dilihat. Keanekaragaman bulu dan suara burung dapat menarik perhatian manusia
sehingga beberapa jenis burung dianggap memiliki nilai ekonomi yang penting.
Burung atau hewan dibagi menjadi 2 jenis menurut waktu beraktivitas, yaitu:
1. Diurnal (aktif pada siang hari). Sebagian besar burung aktif pada siang hari, biasanya
pada jam-jam tertentu burung melakukan istirahat.
2. Nokturnal (aktif pada malam hari). Biasanya pada kelompok Strigiformes (burung
hantu).

B. Ciri-ciri burung:
1. Sebagian besar tubuhnya ditutupi bulu.
2. Terdapat 2 pasang anggota badan, 1 pasang anterior menjadi sayap, dan 1 pasang
posterior menjadi kaki untuk berjalan/mengais (Galliformes & Ciconiiformes),
mencakar (Falconiformes & Strigiformes) atau berenang dengan selaput pada jari
kaki (Pelecaniformes & Anseriiformes). Masing-masing kaki memiliki 4 jari kaki.
3. Rangkanya halus, kuat, dibentuk dari tulang sejati. Mulutnya merupakan suatu
tonjolan berupa paruh (dari zat tanduk), tidak ada gigi dan mempunyai leher yang
fleksibel.
4. Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel yang terpisah.
5. Respirasi oleh paru-paru dan berhubungan dengan kantung-kantung udara.
6. Bentuk tubuh burung umumnya seperti spindle shape atau gelendong benang yang
kedua ujungnya melancip. Kelebihan bentuk tersebut adalah untuk memudahkan
burung ketika menembus udara saat terbang, atau ketika menembus air pada waktu
berenang.
7. Warna bulu burung bermacam-macam. Burung-burung dari daerah yang kering
warnanya cenderung pucat, sedangkan pada daerah-daerah yang lembab warnanya
lebih gelap. Pada umumnya burung jantan warnanya lebih cemerlang dari burung
betina.
8. Sayap pada burung digunakan untuk terbang, tapi pada beberapa burung air (pinguin)
dimodifikasi untuk menggerakan badannya di dalam air, sayapnya telah
berdegenerasi sehingga tidak dapat terbang, ekornya dipergunakan untuk mengemudi
dan keseimbangan badan.
C. Distribusi
Burung terdapat mulai dari permukaan laut sampai dengan di pegunungan yang
ketinggiannya > 20.000 kaki seperti Mount Everest di Himalaya. Setiap spesies mendiami
suatu daerah geografis tertentu dan habitat tertentu pula. Faktor-faktor yang
mempengaruhi distribusi burung yaitu:
1. Waktu dan Geologi
2. Penghalang fisik
3. Mobilitas
4. Kebutuhan akan lingkungan
5. Toleransi ekologi
6. Faktor-faktor psikologis
Burung tersebar di semua benua, lautan dan hampir seluruh kepulauan. Penetrasi
burung-burung tersebut mencapai artik dan antartika termasuk meliputi daerah
permukaan laut sampai pegunungan. Dengan mempertimbangkan kemampuan terbang,
mereka mempunyai kemampuan penyebaran geografi dan habitat yang luas.
Di seluruh kawasan Jawa, jumlah total dari jenis burung yang tercatat adalah 494
jenis, 366 diantaranya adalah jenis penetap dan 128 lainnya sebagai pengunjung /
pengembara (migran).

Daerah Jawa dan bali mempunyai avifauna yang kaya, terdapat hampir 500 jenis
yang mewakili setengah dari suku burung di dunia (MacKinnon, 1993). Sebanyak 24
jenis merupakan endemik Jawa, 16 jenis terbatas di Jawa, 1 jenis terdapat di Bali dan 7
jenis terdapat di kedua pulau tersebut. Burung menempati setiap habitat dari khatulistiwa
sampai daerah kutub. Ada burung yang hidup di daerah hutan, padang terbuka, daerah
gunung, burung air, burung yang menjelajahi samudra dan ada yang hidup di gua. Burung
ditemukan dimana-mana antara lain hutan serta kolam-kolam yang terdapat ikan,
serangga dan invertebrate (MacKinnon, 1993). Beberapa jenis burung tinggal di daerah-
daerah tertentu, tetapi banyak jenis yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke
daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim.

Migrasi umumnya antara bagian Utara dan Selatan bumi yang disebut Latitudinal.
Pada musim panas burung-burung bergerak atau tinggal di daerah sedang dan daerah-
daerah sub artik dimana terdapat fasilitas-fasilitas untuk makan dan bersarang, serta
kembali ke daerah tropik untuk beristirahat selama musim salju.

Beberapa spesies burung melakukan migrasi altitudinal yaitu ke daerah-daerah


pegunungan selama musim salju dan ini terdapat di Amerika Utara bagian Barat (Murad,
1993). Luas pergerakan dan jarak tempuh burung berbeda pada setiap jenis. Beberpa jenis
menempati teritori yang kecil serta tetap dan lambat berpencar untuk menempati daerah
baru.

D. Pengamatan
Pengamatan burung (Birdwatching) adalah pengamatan terhadap burung yang
dilakukan di alam terbuka. Aspek yang diamati meliputi identifikasi jenis berdasarkan
morfologi, identifikasi lewat suara, kebiasaan (behaviour), populasi, distribusi, dsb.
Beberapa hal yang menjadi perhatian penting dalam pengenalan maupun
identifikasi burung di lapangan tidak semudah apa yang dibayangkan. Faktor-faktor yang
menjadi kendala secara non teknis seringkali muncul setiap saat, seperti kondisi medan
yang sulit, umumnya burung tersebut susah untuk diamati karena tempatnya yang tinggi
di atas dahan serta faktor cuaca.
Hal-hal pokok yang harus diperhatikan ketika melakukan birdwatching antara lain:

1. Perlengkapan:

a. Buku catatan dan alat tulis, digunakan untuk mencatat data burung yang diamati.
b. Buku panduan (Field Guide), setelah semua data diperoleh kita dapat
mencocokkannya dengan buku panduan.
c. Pakaian, disarankan bukan pakaian yang berwarna mencolok, yang dapat
menimbulkan kecurigaan bagi binatang yang diamati.
d. Teropong (Binocular/Monocular), untuk mengamati burung yang berada jauh, agar
dapat terlihat jelas dan mudah diamati.
e. Kamera, untuk mengambil gambar burung yang diamati dan sebagai pelengkap
data.
f. Perekam suara (Recorder), agar lebih mudah dalam menentukan jenis burung, kita
juga harus mengetahui bagaimana suara burung tersebut.
2. Metode pengamatan
a. Jalan mengendap-endap.
b. Mencari tempat yang baik untuk bersembunyi.
c. Menggunakan pakaian/atribut yang tidak mencolok.
d. Tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu burung seperti melakukan
gerakan yang tiba-tiba, berbicara keras atau merokok.
e. Tidak melepaskan binocular sampai deskripsi jenis burung dapat tergambarkan
ketika melakukan identifikasi burung yang sedang diamati.
f. Membuat sketsa burung yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya.
g. Mengambil gambar burung dengan kamera sejelas mungkin.
h. Merekam suara burung yang diamati dengan menggunakan recorder jika
diperlukan.
3. Catatan yang biasa dicantumkan
a. Waktu dan tanggal pengamatan
b. Nama pengamat
c. Nama burung
d. Jumlah burung yang ditemukan
e. Sketsa burung
f. Cuaca
g. Aktivitas/perilaku burung yang diamati
h. Jenis habitat dan tipe vegetasi yang digunakan
i. Ciri-ciri morfologi burung teramati
j. Lokasi pengamatan dan jarak burung dengan pengamat

Gambar 1. Data yang biasa dicantumkan dalam catatan pengamatan

BAB III
ANALISIS TRANSEK

Analisis transek merupakan suatu pengamatan dimana seorang pencatat berjalan


sepanjang garis atau lintasan yang telah disepakati dan mencatat setiap jenis tumbuhan
yang dilihat. Wilayah yang dijadikan sampling dibagi menjadi beberapa jalur dengan
jarak tiap jalur yang telah ditentukan sebelumnya. Garis transek pada wilayah
pengamatan biasanya dipetakan dalam peta topografi. Pengamat berjalan secara serentak
sesuai dengan arah jalurnya masing-masing. Pada saat berjalan, petugas mencatat jenis
tumbuhan yang terdapat disekitar wilayah pengamatan. Dengan teknik analisis transek,
diperoleh gambaran keadaan potensi sumber daya alam masyarakat beserta masalah-
masalah, perubahan-perubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar
dalam bentuk peta persebaran atau diagram. Ada dua macam cara penggambaran peta
hasil pengamatan analisis transek yaitu dengan metode extended view (seolah-olah
melihat dari samping) dan metode mata burung (seolah-olah melihat dari atas).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis transek:
1. Peralatan
a. Buku catatan dan alat tulis
b. Roll meter
c. Kompas
d. clinometer
2. Metode pengamatan
a. Menyepakati topik (misalnya penggunaan lahan, jenis tanah, pengairan,
ketersediaan pakan ternak, masalah, potensi dan lain-lain) dan menentukan
lokasi yang akan dijadikan wilayah pengamatan transek.
b. Menyepakati lintasan dan menentukan titik awal serta titik akhir pengamatan
transek yang akan dilakukan.
c. Melakukan perjalanan dan mengamati keadaan sesuai topik dan lintasan yang
telah disepakati.
d. Mencatat hasil pengamatan yang diperoleh di setiap stasiun pengamatan.

3. Pembuatan gambaran/hasil pengamatan


a. Menuliskan simbol dan arti simbol yang akan digunakan dalam menggambar
hasil.
b. Menggambar bagan/peta transek berdasarkan hasil pengamatan pada setiap
stasiun pengamatan (buatlah dengan bahan yang mudah diperbaiki/dihapus agar
masih dapat dibuat perbaikan).
c. Melengkapi data dan pembahasan yang dibutuhkan untuk memberikan
informasi yang sesuai dengan keadaan wilayah pengamatan.
d. Menyimpulkan data dan pembahasan yang diperoleh dari hasil pengamatan.
e. Catat dan dokumentasikan hasil sebagai salah satu bahan untuk melakukan
agenda kerja untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Gambar 2. Data transek extended view

Gambar 3. Contoh peta transek mata burung

BAB IV
METODE KUADRAN

Metode kuadran adalah sebuah analisis vegetasi / tumbuhan yang bertujuan untuk
mengetahui karakteristik komunitas pada suatu area yang kita amati. Metode kuadran
umumnya dilakukan untuk vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian,
metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominan
pohon dan menaksir volumenya.

Dalam metode kuadran terdapat metode kuadran point-quarter, syarat penerapan


metode ini adalah distribusi pohon yang akan diteliti harus acak. Metode ini tidak dapat
digunakan untuk populasi pohon yang pengelompokannya tinggi (mengelompok) atau
yang menempati ruang secara seragam. Pada metode point-quarter, terlebuh dahulu
menentukan titik-titik di sepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan titik yang lain
dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat
dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat 4 buah kuadran. Pada masing-masing
kuadran inilah kemudian dilakukan pendataan dan pengukuran luas penutupan satu pohon
yang terdekat dengan titik pusat kuadran. Prosedur pengukuran ini terus dilanjutkan pada
titik-titik lainnya sampai akhir transek. Berdasarkan data pengukuran pada unit contoh
tersebut, dapat diketahui jenis dominan dan kodominan, pola asosiasi, nilai keragaman
jenis, dan atribut komunitas tumbuhan lainnya yang berguna untuk pengolahan lahan
tersebut.

Ukuran kuadran yang dipakai harus bersifat praktis dalam pelaksanaan untuk
menghitung jumlah individu tiap spesies secara akurat, dan berdasarkan atas pengalaman
ukuran kuadran yang dipakai merupakan ukuran standar, yaitu untuk lapisan pohon =
10x10 m, semak/perdu = 4x4 m, dan herba = 1x1 m. Tumbuhan pohon jika diameternya >
10 cm, dan anak pohon jika diameternya 2,5-10 cm. Untuk mencari diameter pohon
dengan mengukur keliling pohon atau anak pohon. Cara mengukur jarak terdekat
dilakukan sekaligus setiap kuadran.

A. Alat yang digunakan dalam dalam metode kuadran:


1. Roll meter
2. Alat tulis
3. Kompas
4. Peta ( kalau di butuhkan)
5. Tali rafia
6. Patok
7. Tissue
B. Cara kerja :
1. Pada area kajian yang telah ditentukan luasnya dibuat garis utama arah kompas
yang telah ditentukan.
2. Pada garis utama tersebut dibuat garis-garis transek yang tegak lurus dengan garis
utama berselang-seling dengan jarak tertentu antara transek yang satu dengan
yang lain.
3. Kemudian ditentukan titik pada garis transek tersebut dengan jarak tertentu.
4. Setiap titik merupakan titik pusat kuadran yang dibuat. Selanjutnya pada masing-
masing kuadran diukur jarak terdekat dan diameter pohon atau anak pohon.

Contoh pergerakan kuadran sebagai berikut:

III II

IV I

Keterangan:

I, II, III, IV : kuadran

: jarak terdekat pohon dengan titik pusat

: mulai

BAB V
SCHWEINFRUTH

Schwein Fruth adalah suatu usaha untuk mengawetkan suatu tumbuhan dengan
tidak merusak atau mengurangi tumbuhan tersebut yang diawetkan dengan zat kimia.
Pada umumnya pengambilan sampel tumbuhan ini adalah tumbuhan yang ukurannya
tidak telalu besar. Alat dan bahan yang digunakan dalam pembutan Schwein Fruth
adalah:

1. Spirtus.
2. Kertas koran secukupnya.
3. Plastik trasparan.
4. Tali rafia.
5. Kertas hvs.
6. Pensil.
7. Tumbuhan yang akan dibuat.
8. Gunting / Cutter.
Langkah-langkah dalam pembuatan Schwein Fruth adalah sebagai berikut:
1. Sampel dibersihkan dan diberi nama yang ditulis dengan pensil pada potongan kertas
hvs.
2. Membungkus sampel dengan kertas koran yang telah dilubangi dengan gunting /
cutter dengan rapi.
3. Mengikat dengan tali rafia agar lipatan tersebut tidak lepas.
4. Mengemas sampel dengan menggunakan plastik dan diisi dengan spirtus secukupnya,
perlu diingat plastik tidak bocor dan harus menggelembung. Dibiarkan selama satu
hari sebelum dibuka.

DAFTAR PUSTAKA

1. https://deriramdhani.wordpress.com/2008/02/27/burung-dasar-dasar-
birdwatching/
2. Sukmantoro, W., Irham, M., Novarino, W., Hasudungan, F., Kemp N dan
Muchtar M., 2007, Daftar Burung Indonesia No. 2, Bogor: Indonesian
Ornithologists’ Union.
3. BKSDA “Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Konservasi”
4. BKSDA Jawa Tengah “Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Konservasi PP
no. 28/2011”

Anda mungkin juga menyukai