Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TEORI KESESAKAN – SCHOPLER & STOKOLS

MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL II

Oleh:
Jeany Putri Yansant Pratiwi ( 5161111150 )
Ananda Pratiwi Rahman ( 5171111120 )

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
Teori Kesesakan (Theories of Crowding)
John Schopler dan Daniel Stokols

Pendahuluan
Manusia, untuk beberapa alasan, datang secara bersamaan dalam beberapa situasi ini dapat
dinamakan sebagai ‘keramaian’. Contoh situasi keramaian yang mudah untuk diingat: lift
yang penuh sesak, kereta bawah tanah dan terminal bus pada saat jam-jam sibuk. Pada
umumnya situasi kesesakan jenis ini dianggap sebagai sesuatu yang tidak mengenakan dan
sesuatu yang tidak diinginkan, meskipun terdapat beberapa pengecualian terhadap
pemahaman umum ini. Situasi keramaian dapat saja bertahan untuk mencapai beberapa
tujuan (contohnya: menaiki bus yang penuh sesak untuk pergi bekerja) atau karena orang-
orang tidak dapat menghindari mereka (contohnya: masyarakat pada daerah kumuh perkotaan
adalah masyarakat yang tidak memilikitempat lagi untuk dituju).
Sejak kesesakan terjadi secara berulang-ulang dipandang sebagai sesuatu yang tidak
diinginkan, jawaban secara alami muncul mengenai situasi kesesesakan pada beberapa situasi
masyarakat. Keprihatinan ekologi yang baru-baru ini, seperti populasi penduduk yang
berlebihan, polusi, dan masalah-masalah perkotaan meningkatkan ketertarikan ahli sosial
dalam perilaku kesesakan, tetapi ketertarikan ini ada setidaknya satu abad (Schopler &
Stokols, 1976).

Definisi Kesesakan
 Kesesakan berdasarkan analisis Schopler dan Stokols adalah didefinisikan sebagai
keinginan untuk ruang yang lebih, sebagai hasil dari kombinasi dari faktor pribadi dan
faktor lingkungan.
 Dengan demikian, kesesakan adalah pengalaman psikologis yang bertentangan pada
kepadatan fisik atau banyaknya ruang pada setiap orang dalam keadaan apapun.
 Dalam istilah yang lebih umum, merekan mendefinisikan kesesakan sebagai sindrom
tekanan sebagai hasil dari perseorangan, sosial, budaya, dan faktor ruang.
Schopler dan Stokols membuat beberapa asumsi tentang sifat alami kesesakan
manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Pengalaman-pengalaman kesesakan melibatkan tekanan psikologis.
2. Tekanan ini adalah akibat dari kehilangan rasa pengendalian atas penyesuaian diri
terhadap ruang (termasuk jarak interpersonal).
3. Ketika seseorang mengalami tekanan kesesakan, mereka mulai berusaha mengatasi
dengan upaya yang dirancang untuk mengurangi tekanan.
4. Kesesakan akan lebih intense dan sulit untuk mengatasi kebutuhan seseorang akan ruang
ketiaka dikaitkan dengan ancaman yang dirasakan terhadap keamanan pribadi, (yakni:
keselamatan fisik dan kesejahteraan emosional).
Setelah penjelasan tentang teori mereka, Schopler dan Stokols berusaha untuk
memeperoleh kriteria untuk memprediksi dimana dan kapan tekanan kesesakan akan
memiliki dampak terbesar pada seseorang. Mereka berdua mulai dengan membuat perbedaan
antara lingkungan primer dan lingkungan sekunder, mengikuti analisis terdahulu Stokols
(1976), Lingkungan dilihat sebagai sesuatu yang berubah-ubah sepanjang tiga dimensi. Tiga
dimensi tersebut yaitu:
1. Tingkat kelangsungan pertemuan terjadi dalam suatu keadaan.
2. Sentralitas psikologis dari fungsi perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang di dalam
suatu keadaan.
3. Sejauh mana hubungan diantara orang-orang yang ada di dalam lingkungan terjadinya
tempat terjadinya pribadi terhadap tingkat anonim.
 Lingkungan primer adalah lingkungan dimana yang berisi orang-orang yang
menghabiskan banyak waktunya (yakni, kontinuitas tinggi), terlibat dalam berbagai
kegiatan penting pribadi (yakni, pusat psikologis), dan hubungan-hubungan dengan
orang lain dalam lingkungan pada tingkat pribadi.
 Lingkungan sekunder melibatkan pertemuan-pertemuan sementara, perilaku yang
tidak logis dan hubungan yang tidak diketahui oleh orang lain.

Perumahan dan lingkungan kerja adalah contoh-contoh lingkungan primer, dimana


seperti tempat potong rambut, ruang tunggu bandara, dll adalah lingkungan sekunder.
Lingkungan primer, karena mereka melibatkan perilaku sentral secara psikologis dan
hubungan yang lebih abadi, seperti yang diduga (oleh Schopler & Stokols) untuk
menciptakan pengalaman kesesakan itu memerlukan tekanan yang lebih intensif dan lebih
sulit untuk memecahkan kembali permasalahan daripada di dalam lingkungan sekunder. Di
lain pihak terdapat prediksi bahwa gangguan sosial yang timbul dari kepadatan fisik tinggi
akan lebih mengganggu dan membuat frustasi pada lingkungan primer daripada di dalam
lingkungan sekunder.
Prediksi diatas diperoleh dari harapan bahwa kedekatan lain akan lebih seperti
gangguan dengan tujuan dan aktifitas-aktifitas psikologis yang terpenting dalam lingkungan
primer daripada lingkungan sekunder dan dengan demikian dapat mengancam keamanan
emosional seseorang. Schopler & Stokols mencatat bahwa analisis diatas tidak berarti bahwa
frekuensi pengalaman kesesakan akan lebih besar pada lingkungan primer daripada di dalam
lingkungan sekunder atau bahwa semua orang di dalam suatu keadaan khusus akan sama-
sama rentan terhadap kesesakan. Perbedaan status dan kekuatan mungkin meniadakan atau
menghilangkan efek dari kepadatan fisik. Seperti ketika ada orang yang kuat mengatur
lingkungan untuk memastikan bahwa tujuannya tidak diganggu oleh orang lain.
Dimensi keterbukaan mengacu kepada kemudahan pada saat keluar dari keadaan.
Keadaan terbuka dikelilingi oleh dinding yang lemah dan disana terdapat banyak jalan
untuk meninggalkannya. Di lain pihak, keadaan tertutup dikelilingi oleh dinding kuat yang
tidak dapat ditembus. Pusat perbelanjaan dan taman bermain adalah contoh keadaan terbuka,
dimana seperti kapal angkasa dan kapal selam adalah contoh keadaan tertutup. Secara
umum, lingkungan primer kurang terbuka daripada sekunder. Sebagian besar waktu yang
dihabiskan di dalam keadaan primer dan kegiatan penting dan hubungan di dalam keadaan
tersebut membuat penghuni lebih susah meninggalkan keadaan tersebut daripada keadaan
sekunder.
Dengan demikian, Schopler & Stokols beralasan bahwa relatif mudah meninggalkan
keadaan terbuka menunjukkan bahwa, ketika tekanan kesesakan terjadi, penghuni dengan
kesesakan pada ambang yang rendah akan pergi dengan demikian mengurangi kepadatan
fisik. Penarikan, oleh karena itu dilihat sebagai respon primer untuk kesesakan dalam
keadaan (atau Sekunder) terbuka. Di lain pihak, karena Keadaan Primer lebih sulit untuk
ditinggalkan daripada Keadaan Sekunder, pengalaman kesesakan, pada saat hal itu terjadi,
harus lebih kuat dan gigh dalam Lingkungan Primer daripada Lingkungan Sekunder.
Penghuni dari Lingkungan primer harus merencanakan mekanisme penanganan yang lebih
kompleks, dan tingkat dan lamanya tekanan kesesakan akan tergantung pada efektifitas
mekanisme-mekanisme tersebut.
Sifat netral atau pribadi pada pengalaman kesesakan adalah sebuah dimensi
situasional yang mengacu pada intensitas yang dirasakan dari gangguan yang dialami oleh
orang-orang yang berada di dalam suatu keadaan. Dalam kesesakan netral, kebutuhan akan
lebih banyak ruang berasal dari gangguan yang tidak disengaja. Seperti keterbatasan privasi
karena kedekatan lain atau kendala pada kegiatan yang dihasilkan dari keterbatasan ruang.
Ketika gangguan-gangguan dengan sengaja dikenakan oleh orang lain atau orang, hasilnya
adalah kesesakan pribadi. Tingkat kehilangan kontrol atas lingkungan akan lebih besar di
personal daripada di dalam kesesakan netral dan, oleh karena itu, efek negatif dari kesesakan
personal lebih cenderung menjadi lebih banyak dan lebih intens dari kesesakan netral. Lebih
lanjut, Schopler & Stokols mengusulkan bahwa kemungkinan kesesakan personal akan lebih
besar pada Lingkungan Primer daripada Lingkungan Sekunder.
Singkatnya, Schopler & Stokols (1976) berasumsi bahwa kesesakan melibatkan
tekanan psikologis, dihasilkan dari kehilangan control yang dirasakan atas peraturan ruang
dan bahwa tekanan kesesakan akan lebih intense ketika kebutuhan akan ruang terkait dengan
bahaya yang dirasakan terhadap keamanan diri. Lebih lanjut ini diasumsikan bahwa, ketika
seseorang mengalami tekanan kesesakan, dia akan mulai berusaha mengatasi untuk
mengurangi tekanan yang ada. Mereka berhipotesis bahwa pengalaman kesesakan akan lebih
tertekan dan lebih sulit diselesaikan:
1. Dalam lingkungan primer daripada di dalamlingkungan sekunder.
2. Dalam keadaan tertutup daripada di dalam keadaan terbuka.
3. Dalam peseorangan daripada di dalam kesesakan netral.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesesakan
 Faktor personal atau Faktor Internal
1. Kontrol pribadi
Kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak
mempunyai kontrol terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi
pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalamnya (dalam
Worchel dan Cooper, 1983). Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu
kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang
ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat
mengendalikan kesesakan yang lebih baik daripada individu yang mempunyai locus of
control eksternal (Gifford, 1987).
2. Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi
padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap strs
akibat kesesakan yang dialami.
Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan
kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan
intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut.
Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan
membangun rumah yang ilustratif, yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan
kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaanya dengan ruang dan wilayah yang
tersedia. Bentuk kreativitas bangsa Jepang lain yang merupakan upaya untuk menekan
kesesakan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang sifatnya
miniature.

 Faktor Sosial atau Faktor Eksternal


Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah:
1. Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu
dengan kehadiran orang lain.
2. Kualitas hubungan
Menurut Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) kesesakan sangat dipengaruhi oleh
seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya
bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang
mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
Dampak kesesakan dan kepadatan pada manusia
Berbagai penelitian pada manusia menunjukkan bahwa manusia menampakkan tingkah laku
yang menyerupai behavioral sink sebagai akibat dari kepadatan atau kesesakan. Holahan
mencatat beberapa akibat kepadatan yang ditandai gejala antara lain sebagai berikut
 Dampak pada penyakit dan patologi sosial
a) Reaksi fisiologik, misalnya peningkatan denyut jantung dan meningkatnya tekanan
darah.
b) Penyakit fisik, seperti psikosomatik (gangguan pencernaan, gatal-gatal, dan sebagainya
yang tidak disebabkan oleh kelainan fisik) dan meningkatnya angka kematian.
c) Patologi sosial, misalnya meningkatnya kejahatan, bunuh diri, penyakit jiwa, dan
kenakalan remaja.

 Dampak pada tingkah laku sosial


1. Agresivitas pada anak-anak dan orang dewasa (mengikuti kurva linear) atau menjadi
sangat menurun (berdiam diri atau murung) bila kepadatan tinggi sekali (high spatial
density).
2. Menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Kehilangan minat berkomunikasi, kerjasama, dan berkurangnya tingkah laku menolong
sesama anggota kelompok.
4. Kecenderungan untuk lebih banyak melihat sisi jelek dari orang lain jika terlalu lama
tinggal bersama orang lain itu di tempat yang padat atau sesak.
 Dampak pada hasil usaha dan suasana hati
1. Hasil usaha atau prestasi kerja menurun terutama pada pekerjaan yang menuntut hasil
kerja yang kompleks.
2. Penurunan ketekunan dalam pemecahan persoalan atau pekerjaan.
3. Suasana hati (mood) cenderung lebih murung.
Daftar Pustaka
1. Shaw, M.E. & Costanzo, P.R.1982.Theories of Psychology.Tokyo:Mc Graw-Hill
Intenational.
2. Wirawan Sarwono, Sarlito. (1992). Psikologi lingkungan. Jakarta: PT Grasindo
3. https://www.youtube.com/watch?v=Y77BqwOv0U0
Keterkaitan Teori Kesesakan dengan Video
 Video
Dalam video terdapat seorang pria yang sedang mengerjakan tugasnya di kantor
tetapi karena mendaptakan gangguan dari teman kerjanya ia tidak dapat
berkonsentrasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Pria itu beberapa saat
mendiamkannya saja tetapi karena dia sudah merasa jengkel bercampur marah
akhirnya ia melampiaskan amarahnya .
 Keterkaitan Teori Kesesakan dengan Video
Dalam video tersebut terlihat bahwa rasa sesak atau kesesakan itu terjadi karena
dua faktor yaitu internal dan eksternal.
Faktor internal yaitu suasana hati pria tersebut yaitu jengkel melihat teman
kantornya yang menelpon di saat jam kerja dan emosi sang pria tersebut pada saat
menerima faktor eksternal. Selain itu ‘faktor kontrol pribadi dan proses adaptasi’ pada
pria tersebut. Sang pria pada video tersebut sudah tidak dapat mengontrol lingkungan
yang ada disekitarnya dan sudah susah berdaptasi karena lingkungan yang sangat
menganggu.
Faktor Eksternal yakni situasi lingkungan yang ada disekitar pria tersebut. Yaitu
teman kerjanya menelpon dengan suara yang membuat si pria dan orang disekitarnya
terganggu. Si pria ingin cepat-cepat menyelesaikan tugas-tugasnya tetapi karena teman
kerjanya mengganggu kosentrasinya. Jadi dampak karena sudah tidak tahan dengan
kesesakan yang ada, sang pria tersebut melampiaskan apa yang dirasakannya itu
dengan marah-marah atau juga bisa disebut agresivitas.

Anda mungkin juga menyukai