Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Didalam kehidupan sehari-hari manusia selalu beraktivitas. Dalam beraktivitas


manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia yang lain. Di dalam aktivitasnya,
terkadang manusia mengalami kecemasan. Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (1997)
kecemasan diartikan sebagai respon terhadap situasi tertentu yang mengancam yang
sumbernya tidak di ketahui dan internal.Sedangkan menurut Davidson dan Neale (2001)
mengungkapkan bahwa kecemasan adalah munculnya perasaan takut dan berhati-hati
atau kewaspadaan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan. Pada kadar yang rendah
kecemasan dapat membantu individu untuk bersiaga mengambil langkah-langkah
mencegah bahaya atau untuk memperkecil dampak bahaya tersebut. Jika kecemasan
sudah sampai pada taraf tertentu dapat mendorong meningkatnya performa seseorang,
namun apabila kecemasan sangat besar justru akan sangat mengganggu

Kota merupakan lingkungan yang sangat menarik terutama bagi masyarakat


pedesaan, karena di kota tersedia fasilitas-fasilitas yang lengkap, mulai dari
fasilitas pendidikan, hiburan, kesehatan, dan lain sebagainya. Di kota juga terbuka
lapangan pekerjaan yang beraneka ragam yang dipersepsikan masyarakat pedesaan
bahwa di kota lebih banyak peluang untuk mendapatkan pekerjaan (Helmi, 1994).
Daya tarik kota inilah yang akhirnya menyebabkan tingginya angka urbanisasi.
Masyarakat dari desa berlomba-lomba datang untuk mengadu nasib di kota,
walaupun mereka sendiri tahu bahwa kehidupan di kota itu lebih sulit daripada di
desa. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak memiliki keterampilan yang memadai
untuk bersaing di kota. Hal inilah yang akhirnya mengakibatkan banyaknya
pengangguran dan tingginya tingkat kriminalitas di kota.
Menurut Sarwono (1995) tingginya angka urbanisasi menyebabkan jumlah
penduduk yang jauh melebihi daya tampung kota. Terjadilah kepadatan penduduk
(density) yang akhirnya dapat menimbulkan perasaan sesak (crowding).
Kepadatan adalah kondisi fisik terkait dengan keterbatasan spasial (Bonnes &
Secchiaroli, 1995) yang disebabkan oleh banyaknya jumlah individu dalam suatu
unit ruang (Smith, 2005), misalnya per meter persegi, per ruangan, per tempat

tinggal ataupun per hektar (Gray, 2005). Kesesakan didefinisikan sebagai suatu
konsep psikologis yang menunjuk pada pengalaman subyektif, yang mungkin atau
mungkin tidak secara adekuat berhubungan dengan kepadatan (Veitch & Arkkelin,
1995) dan dipersepsikan oleh individu sebagai suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan aversif (Krahe, 2001). Nashori (1997) mengungkapkan bahwa
kelebihan penduduk menghadirkan berbagai permasalahan, yaitu masalah
kesehatan, masalah perumahan, transportasi, kriminalitas, menurunnya solidaritas
sosial, dan masalah pelayanan sosial. Geen (dikutip oleh Krahe, 2001)
menambahkan bahwa kesesakan dapat meningkatkan kemungkinan kecemasan di
berbagai konteks, seperti dalam kondisi keluarga yang tinggal berdesak-desakan di
rumah yang sempit, lingkungan penjara, dan pelanggaran ruang pribadi.
Telah banyak penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh kepadatan dan
kesesakan terhadap perilaku manusia. Salah satu penelitian tersebut adalah
penelitian yang dilakukan oleh Cholidah. Cholidah (dikutip oleh Latifah &
Suryanto, 2002) meneliti hubungan antara kepadatan dan kesesakan dengan stres
pada remaja di Jakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
positif antara kepadatan dan kesesakan dengan stres pada remaja Jakarta. Latifah
dan Suryanto (2002) juga melakukan penelitian mengenai kesesakan. Latifah dan
Suryanto melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kesesakan terhadap
kecenderungan kecemasan di rumah susun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa kesesakan berpengaruh terhadap kecenderungan cemas. Namun hal ini
tidak berarti bahwa kesesakan merupakan penyebab tunggal dari kecemasan.
Dampak negatif dari kesesakan menurut Holahan (dalam Hasnida, 2002) diantaranya
berupa: 1) munculnya bermacam-macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti
stress, tekanan darah meningkat dan gangguan jiwa ; 2) munculnya patologi sosial,
seperti kejahatan dan kenakalan remaja ; 3) munculnya tingkah laku sosial yang negatif,
seperti agresi, menarik diri, berkurangnya tingkah laku menolong (prososial), dan
kecenderungan berprasangka ; 4) menurunnya prestasi kerja dan suasana hati yang
cenderung murung. Dalam suasana Crowding orang akan menjadi peka dan mudah

tersinggung, kurang kontrol diri dan menurunnya toleransi terhadap orang lain. Hal ini
mempermudah timbulnya kecemasan.. s

A. CROWDED
1. Definisi
Kesesakan atau crowding merupakan persepsi individu terhadap keterbatasan
ruang, sehingga lebih bersifat psikis (Gilford, 1978; Schmidt dan Keating. 1979;
Stokols dalam Holahan, 1982). Kesesakan terjadi bila mekanisme privasi individu
gagal berfungsi dengan baik karena individu atau kelompok terlalu banyak
berinteraksi dengan yang lain tanpa diinginkan individu tersebut (Altman, 1975).
Menurut Altman (1975), Heimstara dan McFarling (1979) antara kepadatan
dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah
satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat
mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978;
Holahan, 1982).
2. Teori Kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu:
Beban Stimulus dan kendala perilaku (Bell dkk, 1978; Holahan, 1982).
a. Model Beban Stimulus
Kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus,
sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Stimulus disini
dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya,
maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan
bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena
beberapa faktor, seperti:
1) Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan.
2) Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
3) Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
4) Terlalu banyak mitra interaksi.
5) Interaksi yang terjadi dirasa lalu dalam atau terlalu lama.
b. Model Kendala Prilaku
Kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga
individu merasa terhambat untuk melakukan aktivitas. Hambatan ini
mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya.
Terhadap kondisi tersebut, individu akan melakukan psychological reactance,
yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan
untuk memiliih.
c. Model Ekologi

Micklin (dalam Holahan, 1982) mengidentifikasi bagaimana model ekologi


mempengaruhi perilaku. Pertama, teori perilaku ekologi berfokus pada
hubungan adaptif antara individu dengan lingkungannnya. Kedua, unit analisis
dalam model ekologi adalah pengaruh sosial daripada individual, dan
penekanan bahwa organisasi sosial memainkan peran penting dalam model
ini. Ketiga, konsep ekologi perilaku menekankan distribusi dan penggunaan
sumber-sumber material dan sosial. Model ekologi kesesakan juga membantu
seseorang untuk memahami pengaruh kelompok sosial dan pengaruh
kesesakan dalam proses sosial yang berlangsung dalam kelompok besar.
3. Pengaruh kesesakan
Kesesakan biasanya menimbulkan stres secara fisik maupun psikis. Biasanya stres
ini terjadi pada individu yang menyukai jarak antarpribadi yang lebar atau
menyukai kesendirian. Menurut Gifford (dalam Zuhriyah, 2007), kesesakan yang
dirasakan individu dapat menimbulkan reaksi-reaksi pada:
a. Fisiologis dan kesehatan
Beberapa penelitian menyatakan bahwa kesesakan yang dialami dapat
berdampak pada fisiologis tubuh seperti peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung. Selain peningkatan tekanan darah dan detak jantung,
kesesakan yang dialami dapat menyebabkan penyakit fisik berupa
psikosomatik seperti gangguan pencernaan, gatal-gatal bahkan kematian
(dalam Sarwono, 1995)
b. Penampilan kerja
Reaksi kesesakan berkaitan dengan penampilan kerja tergantung pada jenis
pekerjaan yang dilakukan. Kepadatan yang tinggi lebih mempengaruhi
pekerjaan yang bersifat kompleks daripada pekerjaan yang sederhana, selain
itu individu yang yakin mampu menyelesaikan tugasnya dalam kepadatan
yang tinggi tetap dapat menampilkan performa kerja yang lebih baik daripada
individu yang tidak yakin dengan kemampuannya.
c. Interaksi social
Kepadatan yang tinggi mempengaruhi aspek tingkah laku sosial yakni
ketertarikan sosial, agresi, kerja sama, penarikan diri, tingkah laku verbal dan
non verbal bahkan humor. Kepadatan tinggi yang tidak diinginkan individu
dapat menimbulkan dampak sosial yang negatif seperti ketertarikan sosial

yang menurun, agresifitas yang meningkat, menurunnya kerja sama dan


penarikan diri secara sosial. Penarikan diri ini diwujudkan dengan berbagai
cara seperti meninggalkan tempat, menghindari topik yang bersifat pribadi
dalam perbincangan, mengucapkan kata-kata perpisahan, menunjukkan
gerakan defens atau mempertahankan diri, menolak permintaan atau ajakan
lawan bicara, menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi.
d. Perasaan / afeksi
Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan emosi yang negatif seperti
kejengkelan, stress, kecemasan, dan ketidaknyamanan akibat ruang yang
didapat tidak sesuai dengan keinginan atau terhambatnya tujuan yang ingin
dicapai karena kehadiran banyak orang. Emosi yang positif muncul apabila
individu berhasil mengatasi rasa sesak dengan strategi penanggulangan
masalah yang digunakan secara efektif.
e. Kendali dan strategi penanggulangan masalah
Kesesakan dapat menimbulkan kemampuan kontrol yang rendah, namun
informasi yang jelas dan akurat berkaitan dengan situasi yang padat
membantu individu memilih strategi penanggulangan masalah yang tepat
untuk mengatasi kesesakan yang timbul akibat ruang yang padat. Kemampuan
dalam mengembangkan strategi penanggulangan masalah pada tiap individu
berbeda-beda dan dilakukan secara verbal maupun nonverbal yang pada
akhirnya akan membantu individu dalam beradaptasi dengan situasi yang
menimbulkan kesesakan.
B. KECEMASAN
1. Definisi
Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental
yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada
umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010:104).
Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri,
2007:73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam,
dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan
identitas diri dan arti hidup.. Namun cemas yang berlebihan akan menghambat
fungsi seseorang dalam kehidupannya.
2. Gejala-gejala Kecemasan
Nevid Jeffrey S,

Spencer

A,

&

Greene

Beverly

(2005:164)

mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya


yaitu :
a. Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar,
banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas,
panas dingin, mudah marah atau tersinggung.
b. Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar, terguncang,
melekat dan dependen
c. Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu, perasaan
terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan,
keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan
akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur
aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.
3. Faktor yang mempengaruhi kecemasan
Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kecemasan adalah :
a. Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga
memudahkan timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam
arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang
terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik.
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan
individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi
pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.
4. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan


atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif
ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty Widuri (2007:77)
membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi
terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya
berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi
dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau
dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan
perilaku lain yang memalukan.
c. Gangguan Panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang
spontan dan tidak terduga. Beberapa simtom yang dapat muncul pada
gangguan panik antara lain ; sulit bernafas, jantung berdetak kencang, mual,
rasa sakit didada, berkeringat dingin, dan gemetar. Hal lain yang penting
dalam diagnosa gangguan panik adalah bahwa individu merasa setiap
serangan panik merupakan pertanda datangnya kematian atau kecacatan.
d. Gangguan

Cemas

Menyeluruh

(Generalized

Anxiety

Disorder)

Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan


dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang
menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan
pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.

C. PENGARUH CROWDED DENGAN KECEMASAN


Petambahan penduduk yang eksplosif dan lajunya arus urbanisasi ini jelas
merupakan beban bagi perkotaan. Salah satu masalah yang timbul adalah masalah
penyediaan pemukiman bagi penduduk, karena kebutuhan akan pemukiman sudah
merupakan kebutuhan masyarakat di samping sandang dan pangan. Pertambahan
penduduk dan keterbatasan lahan untuk pemukiman di kota menimbulkan daerah
yang semakin padat. Dalam tinjauan psikologi lingkungan, maka pemukiman
penduduk perkotaan pada umumnya mempunyai dua ciri, yaitu kepadatan
(density) dan kesesakan (crowding) yang tinggi. Proporsi luas tanah untuk rumah
tempat tinggal penduduk kota yang semakin sempit menyebabkan kepadatan yang
tinggi dan ruang untuk keperluan-keperluan individu dan kelompok juga semakin
menyempit. Menurut Holahan (1982), kepadatan (density) adalah sejumlah
individu pada setiap ruang atau wilayah. Altman (1975) membagi kepadatan
menjadi kepadatan dalam dan kepadatan luar. Kepadatan dalam berarti jumlah
manusia dalam suatu ruangan, sedangkan kepadatan luar berarti jumlah orang
atau pemukiman di suatu wilayah. Dalam hubungannya dengan kondisi psikologis
penghunian rumah, kiranya apa yang dikatakan oleh Holahan dan definisi
kepadatan dalam dari Altman lebih bisa diterapkan, dimana dalam setiap unit
rumah dihuni oleh sejumlah orang.
Rumah merupakan lingkungan yang paling dekat dan penting bagi manusia
karena hampir setengah dari hidupnya dihabiskan di rumah (Awaldi, 1990).
Parwati (dalam Budiharjo, 1984) mengatakan bahwa fungsi rumah bagi orang
hidup semakin penting, di samping tempat berlindung, rumah juga berfungsi
sebagai tempat berlangsungnya proses dimana seorang individu diperkenalkan
kepada nilai-nilai, adat kebiasaan, yang berlaku dalam masyarakat, juga rumah
berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.
Mengingat pentingnya fungsi rumah sebaiknya rumah dapat dirasakan
sebagai suatu lingkungan psikologis yang dapat memberikan rasa aman dan
nyaman bagi penghuninya dan perlu dihindarkan rumah yang terlalu sempit.
Penyempitan ruang individual dalam rumah akan menimbulkan berbagai macam
permasalahan psikologis yang serius termasuk kecemasan. Suasana tidak nyaman
tersebut disebabkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menempati rumah

tersebut, banyaknya orang yang berlalu lalang di sekitar rumah, dan jarak antar
rumah yang terlalu dekat, serta suara biasing yang mengganggu terus menerus.
Kondisi ini jelas akan merugikan perkembangan psikologis anggota keluarga,
terutama pada anak-anak dan remaja.
Selain masalah kepadatan, ciri kedua dari pemukiman kota adalah
kesesakan. Pengertian kesesakan (crowding) adalah perasaan subyektif individu
terhadap keterbatasan ruang yang ada (Holahan, 1982) atau perasaan subyektif
karena terlalu banyak orang lain di sekelilingnya (Gifford, 1987). Kesesakan
muncul apabila individu berada dalam posisi terkungkung akibat persepsi
subyektif keterbatasan ruang, karena dibatasi oleh system konstruksi bangunan
rumah dan terlalu banyaknya stimulus yang tidak diinginkan dapat mengurangi
kebebasan masing- masing individu, serta interaksi antar individu semakin sering
terjadi, tidak terkendali, dan informasi yang diterima sulit dicerna (Cholidah et al.,
1996)
Kepadatan memang dapat mengakibatkan kesesakan (crowding), tetapi
bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Setidaknya ada
tiga konsep yang dapat menjelaskan terjadinya kesesakan, yaitu teori information
overload, teori behavioral constraint, dan teori ecological model (Stokols dalam
Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Jain, 1987). Secara teoritis, ketiga
konsep tersebut dapat menjelaskan hubungan kepadatan fisik dengan kesesakan.
Kenyataan bahwa semakin padat suatu kawasan. Maka semakin banyak informasi
yang melintas di hadapan penghuni adalah dinamika yang tida terhindarkan. Bila
kemudian informasi tersebut melampaui batas kemampuan penerimaannya, maka
mulailah timbul masalah-masalah psikologis.
Dalam suasana padat dan sesak, kondisi psikologis yang negatif mudah
timbul yang merupakan faktor penunjang yang kuat untuk munculnya stress dan
bermacam aktifitas sosial negatif (Wrightsman dan Deaux, 1981). Bentuk aktifitas
sosial negatif yang dapat diakibatkan oleh suasana padat dan sesak, antara lain : 1)
munculnya bermacam-macam penyakit baik fisik maupun psikis, seperti stres,
tekanan darah meningkat, psikosomatis, dan gangguan jiwa; 2) munculnya
patologi sosial, seperti kejahatan dan kenakalan remaja; 3) munculnya tingkah
laku sosial yang negatif, seperti agresi, menarik diri, berkurangnya tingkah laku

menolong (prososial), dan kecenderungan berprasangka; 4) menurunnya prestasi


kerja dan suasana hati yang cenderung murung (Holahan, 1982).
Menurut Baum et al.(dalam Evans, 1982), peristiwa atau tekanan yang
berasal

dari

lingkungan

yang

mengancam

keberadaan

individu

dapat

menyebabkan kecemasan bahkan stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan


dengan keadaan lingkungannya, maka akan merasa tertekan dan terganggu dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan kebebasan individu merasa terancam
sehingga mudah mengalami kecemasan dan stres.
Kawasan padat dan sesak juga menyebabkan individu lebih selektif dalam
berhubungan dengan orang lain, terutama dengan orang yang tidak begitu
dikenalnya. Tindakan ini dilakukan individu untuk mengurangi stimuli yang tidak
diinginkan yang dapat mengurangi kebebasan individu. Tindakan selektif ini
memungkinkan menurunnya keinginan seseorang untuk membantu orang lain
(intensi prososial). Perilaku prososial adalah perilaku seseorang yang ditujukan
pada orang lain dan memberikan keuntungan fisik maupun psikologis bagi yang
dikenakan tindakan tersebut. Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan kerja
sama, membagi, menolong, kejujuran, dermawan serta mempertimbangkan
kesejahteraan orang lain (Mussen et al., 1979).
Perilaku prososial sangat penting artinya bagi kesiapan seseorang dalam
mengarungi kehidupan sosialnya. Karena dengan kemampuan prososial ini
seseorang akan lebih diterima dalam pergaulan dan akan dirasakan berarti
kehadirannya bagi orang lain (Cholidah, 1996). Dalam pendekatan kognitif, pada
teori psikologi lingkungan tentang rasa sesak, Stanley Milgram (1970)
menyimpulkan bahwa bila orang dihadapkan pada stimulasi yang terlalu banyak,
orang akan mengalami beban indera yang berlebihan dan tidak akan dapat
menghadapi semua stimulasi itu. Milgram yakin bahwa beban indera yang
berlebihan selalu bersifat tidak menyenangkan dan mengganggu kemampuan
seseorang untuk berfungsi secara tepat (Evans et al., 1996).

Anda mungkin juga menyukai